Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Matematika sebagai bagian dari ilmu pengetahuan dan menjadi ilmu dasar bagi
pengembangan disiplin ilmu lainnya seharusnya dapat menjadi alternatif untuk mencapai
tujuan pendidikan. Karena penting, maka matematika dijadikan sebagai salah satu mata
pelajaran wajib di tingkat sekolah dasar sampai sekolah menengah. Lebih lanjut lagi
matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang ditetapkan pemerintah untuk
kelulusan seorang siswa, baik siswa sekolah dasar, sekolah menengah pertama maupun
siswa sekolah menengah atas.
Namun, pentingnya matematika bagi kehidupan tidak sejalan dengan pendidikan
matematika yang ada. Ada kecenderungan dari sosok pelajaran matematika, di mana
matematika masih dianggap sebagai suatu pelajaran yang sulit dimengerti dan terkesan
menakutkan. Banyak siswa merasa kesulitan dalam memahami matematika karena
matematika bersifat abstrak, sementara dalam pikiran kita terbiasa berpikir tentang obyek
konkret.
Kemampuan siswa dalam menyelesaiakan soal cerita pada pelajaran matematika
merupakan faktor yang sangat penting untuk meningkatkan hasil belajar siswa kerena
pada setiap soal-soal yang ada baik itu soal latihan, soal ulangan harian, soal ulangan
tengah semester, soal ulangan akhir semester, soal ujian sekolah bahkan soal untuk ujian
nasional selalu ada beberapa bentuk soal yang dirangkum dalam soal cerita. Kemampuan
siswa dalam menyelesaikan soal cerita dalam pembelajaran matematika juga sangat
berpengaruh untuk menyelesaikan bentuk soal-soal lainnya sehingga akan meningkatnya
hasil belajar yang didapatkan siswa pada pembelajaran matematika. Hasil belajar
digunakan oleh guru untuk dijadikan salah satu ukuran/kriteria dalam mencapai suatu
tujuan pendidikan. Banyak faktor yang ikut mempengaruhi hasil belajar siswa.
Faktor-faktor tersebut dapat bersumber dari faktor dari dalam diri siswa yakni
kecerdasan, kreatifitas, kesiapan dan bakat siswa. Sedangkan faktor dari luar diri siswa
didominasi oleh lingkungan, salah satunya berupa kualitas pembelajaran yang siswa
dapatkan yang kemudian dipengaruhi oleh kemampuan (kompetensi) guru, suasana
belajar, kepribadian guru sebagai manusia model.

1
Faktor guru menjadi deretan panjang yang menambah permasalahan dalam
pembelajaran matematika. Pembelajaran yang cenderung abstrak, diberikan secara
klasikal dan satu arah dari guru kepada murid melalui metode ceramah tanpa banyak
melihat kemungkinan penerapan model pembelajaran lain yang sesuai membuat proses
belajar matematika siswa yang kurang bermakna. Siswa yang tidak terlibat langsung
dalam pembelajaran dan didominasi sepenuhnya oleh guru seharusnya menjadi suatu
bahan yang patut dievaluasi. Karena seperti yang diungkapkan oleh Suherman
“Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses komunikasi antara peserta didik
dengan pendidik serta antara peserta didik dalam rangka perubahan sikap”. 1
Membuat siswa kreatif dalam kondisi belajar berarti membuat siswa aktif dan
terlibat dalam proses pembelajaran, dengan kata lain perlu diciptakan suasana
pembelajaran yang berpusat pada siswa dan siswa sendiri yang aktif membangun
pengetahuannya agar memberi makna terhadap pengetahuan tersebut. Sejalan dengan hal
itu, keaktifan siswa akan muncul jika guru mau memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengemukakan ide-ide atau gagasan-gagasannya.
Pada akhirnya, pemilihan model pembelajaran diharapkan dapat menjadi solusi
agar anak dapat bergerak aktif dan pembelajaran menjadi menyenangkan. Pemilihan
model pembelajaran dimaksudkan agar anak dapat menjadi student centred dan guru tetap
menjadi pembimbing sebagai fasilitator dalam perkembangan anak mengemukakan
pengetahuan pendapatnya. Salah satu model pembelajaran yang dinilai efektif yaitu
model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs). Model
pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) berlandaskan kepada
pendekatan kontruktivisme yang didasari pada kepercayaan bahwa siswa mengkontruksi
pemahaman konsep dengan memperluas atau memodifikasi pengetahuan yang sudah ada.
Dengan pendekatan konstruktivisme siswa ditugaskan untuk membaca, mengamati,
bereksperimen atau bertanya jawab kemudian dari hasil belajarnya, siswa mengkontruksi
pengetahuannya dengan kemungkinan miskonsepsi atau keliru konsep yang
dikontruksinya. Dalam prosedurnya Model Pembelajaran Conceptual Understanding
Procedures (CUPs) juga menguatkan nilai dari Cooperative Learning dan peran aktif
individual siswa dalam pembelajaran.
Dalam pelaksanaan dengan menggunakan Model Pembelajaran Conceptual
Understanding Procedures (CUPs) siswa dibagi ke dalam kelompok kecil yang terdiri

1
Asep Jihad. Abdul Haris. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta : Multi Pressindo.2008. hal. 11

2
dari tiga orang (triplet) yang dibentuk secara heterogen, dengan mempertimbangkan
kemampuan siswa dan bahan diskusi yang diberikan kepada siswa. Guru lebih berperan
sebagai fasilitator, membantu mengaktifkan siswa tersebut dalam pembentukan
pengetahuan .
Dalam pembelajaran dengan model pembelajaran Conceptual Understanding
Procedures (CUPs) siswa tidak hanya duduk, memperhatikan, belajar menerima dan
memahami apa yang disampaikan oleh guru, tetapi siswa lebih aktif membangun
pemahaman yang berkaitan dengan materi pelajaran matematika yang sedang dipelajari.
Selain itu siswa juga didorong untuk mengemukakan argumentasi dan bertukar pikiran
dengan temannya mengkomunikasikan ide matematika dalam menyelesaikan soal uraian.
Sehingga terbentuk siswa yang kreatif dan mampu dalam menyelesaikan soal uraian pada
pembelajaran matematika.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “ Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita Dalam Pembelajaran
Matematika Melalui Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs)
Di SDN Kebon Bawang 05”.

B. Pendekatan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-
masalah yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kemampuan menyelesaikan soal cerita dalam pembelajaran matematika berdampak
terhadap rendahnya hasil belajar matematika siswa.
2. Meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran matematika
dapat meningkatnya hasil belajar matematika siswa.
3. Model pembelajaran dapat menjadi solusi untuk meningkatkan kemampuan
menyelesaikan soal uraian dalam pembelajaran matematika siswa.
4. Model pembelajaran yang efektif untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan
soal cerita pada pembelajaran matematika adalah model pembelajaran Conceptual
Understanding Procedures (CUPs).

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk dapat meningkatkan kemampuan
menyelesaikan soal cerita dalam pembelajaran matematika melalui model pembelajaran
Conceptual Understanding Procedures (CUPs) di SDN Kebon Bawang 05 .

3
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang hendak dicapai oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi Siswa
Siswa dapat meningkatkan kreatifitas dan kemampuan dalam menyelesaikan
soal cerita pada pembelajaran Matematika yang akan berpengaruh pada hasil
belajarnya di kelas.
2. Bagi Guru
a. Guru dapat memahami pentingnya pemilihan model pembelajaran yang tepat
dalam pembelajaran Matematika.
b. Guru dapat membuat suasana belajar menjadi lebih aktif dan menyenangkan.
3. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini akan berdampak positif bagi sekolah untuk meningkatkan
kinerja tenaga pendidik, kualitas pembelajaran, kualitas lulusan serta meningkatkan
mutu sekolah. Dengan penelitian ini Kepala Sekolah dapat menganjurkan kepada
tenaga pendidik lain untuk menggunakan model pembelajaran Conceptual
Understanding Procedures (CUPs) dalam kegiatan belajar mengajar.

4
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Belajar
Dalam aktifitas kehidupan manusia sehari-hari hampir tidak pernah dapat
terlepas dari kegiatan belajar, baik ketika seseorang melaksanakan aktifitas sendiri
maupun di dalam suatu kelompok tertentu. Belajar adalah sebuah proses perubahan di
dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk
peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan,
pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir dan kemampuan
- kemampuan yang lain. Kemampuan manusia untuk belajar merupakan karakteristik
penting yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Belajar sebagai konsep menuju suatu perkembangan pribadi siswa untuk
mendapatkan konsep pengetahuan dan pemahaman serta mengumpulkan atau
menerima informasi-informasi yang diperoleh.
Secara formal, belajar dilakukan di lembaga pendidikan, baik itu di sekolah
dasar, sekolah tingkat pertama, sekolah tingkat atas dan perguruan tinggi. Proses
belajar juga bisa dilakukan di tempat kursus, pelatihan dan aktifitas pendidikan
lainnya yang luas dan tidak terbatas, dengan kata lain belajar bisa dilakukan dalam
kehidupan yang maha luas ini. Sebagaimana istilah yang digunakan oleh motivator
terkenal Gede Prama, “ Alam semesta dan kehidupan merupakan guru yang tertinggi
“. Atau bisa disebut juga “Alam berkembang menjadi Guru “.
Menurut Mayer, belajar adalah perubahan yang relatif permanen dalam
2
pengetahuan dan perilaku seseorang
10 yang disebabkan oleh pengalaman.
Proses belajar dibentuk karena bertujuan untuk mengubah perilaku dan
kepribadian siswa. Dengan belajar karakter siswa akan terbentuk dimana siswa
mengalami interaksi dengan lingkungan belajarnya, sehingga membentuk suatu
perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman setelah siswa belajar, seorang siswa
dapat berubah dalam kebiasaan-kebiasaan, kecakapan, atau dalam bentuk
pengetahuan, sikap dan keterampilan.

2
Dr. Heri Rahyubi, Teori – Teori Belajar Dan Aplikasi Pembelajaran Motorik Deskripsi dan
Tinjauan Kritis, hal 3

5
Seorang Cendekiawan Indonesia, Sumadi Suryabrata, mengemukakan
belajar adalah upaya yang sengaja untuk memperoleh perubahan tingkah
laku, baik yang berupa pengetahuan maupun keterampilan.3

B. Pembelajaran
Di dalam suatu proses belajar mengajar terbentuklah suatu kegiatan
pembelajaran yang dimana siswa yang bertugas belajar dan guru yang bertugas untuk
mengajar. Pengertian mengajar dapat dipandang dalam dua aspek, yang pertama
pengertian mengajar secara tradisional dan yang kedua pengertian mengajar secara
dunia modern.
Menurut hasil kajian S. Nasution mengajar secara tradisional adalah
menanamkan pengetahuan dan menyampaikan kebudayaan kepada peserta
didik, dan mengajar secara modern adalah suatu aktifitas mengorganisasi atau
mengatur lingkungan sebaik - baiknya dan menghubungkannya dengan peserta
didik sehinga terjadi proses belajar.4
Di dalam proses belajar mengajar tersebut maka terbentuklah suatu kegiatan
pembelajaran.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kata
pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan
kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan pembelajaran berarti
proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar.5

Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek
yaitu belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar
berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran.6

3
Ibid.hal 4

4
Perbedaan pembelajaran Tradisional dan Modern, fitrianahadi. blogspot.com,
2014/12.Diakses 29 Maret 2018
5
Mohammad Thobroni, Arif Mustafa. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media
2011.hal 18

6
Ibid.hal.11

6
Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan pada saat
terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan siswa disaat
pembelajaran berlangsung.
Menurut Kimble dan Garmezy pembelajaran adalah suatu perbuatan perilaku
yang relative tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang - ulang.7 Pembelajaran
adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara berulang - ulang untuk
mencapai tujuan tertentu.
Selain itu Rombepajung juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah
pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan melalui
pelajaran, pengalaman, atau pengajaran.8 Dimana siswa yang memperoleh suatu
informasi tentang mata pelajaran dan guru yang memberikan informasi tentang mata
pelajaran tersebut.
Pembelajaran adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan
guru sebagai pemegang peranan utama. Usman beranggapan bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas
dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai
tujuan tertentu.9
Pembelajaran akan berjalan efektif apabila dalam proses pembelajaran baik
guru maupun siswa bersama – sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan
pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil yang maksimal. Menurut
Wragg pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang memudahkan siswa
untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat seperti fakta, keterampilan, nilai, konsep,
dan bagaimana hidup serasi dengan sesama atau hasil belajar yang diinginkan.10
Dari uraian diatas terlihat bahwa proses pembelajaran bukan sekedar transfer
ilmu dari guru kepada siswa, melainkan suatu proses kegiatan yaitu terjadi interaksi
antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Tetapi upaya untuk
pembelajaran siswa ditandai dengan kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan
strategi pembelajaran atau metode pembelajaran ataupun model pembelajaran untuk

7
Ibid
8
Ibid
9
Ibid. hal. 12
10
Ibid

7
mencapai hasil pembelajaran yang diinginkan. Dan dalam proses pembelajaran
seyogyanya peserta didik (pembelajar) menjadi manusia “ baru “ yang berkarakter,
bermakna, mempunyai keahlian yang berguna bagi masyarakat luas dan mempunyai
komitmen sosial yang tinggi.

C. Pembelajaran Konseptual
1. Pembelajaran Konstruktivisme
Teori – teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokan dalam satu teori
pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran konstruktivisme atau pembelajaran
konstruktivistik ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan
mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan -
aturan lama dan merevisinya apabila aturan - aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut Nur
guru dapat memberikan siswa anak tangga sendiri yang membawa siswa ke
pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri yang harus memanjat anak
tangga tersebut. 11
Pembelajaran konstruktivisme atau pembelajaran konstruktivistik adalah
membangun pengetahuan melalui pengalaman, interaksi sosial, dan dunia nyata.
Piaget menyebutkan pengetahuan itu bukan satuan obyektif yang ada di lingkungan,
melainkan interaksi antara individu dengan lingkungannya, dan ia mempunyai
komponen subyektif maupun obyektif.12
Pembelajaran konstruktivisme ini suatu prinsip yang paling penting dalam
psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di dalam
benaknya. Dengan kata lain pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran
berpusat pada peserta didik (Student Oriented), guru sebagai mediator, fasilitator, dan
sumber belajar dalam pembelajaran.13
Dalam pembelajaran konstruktivisme guru mengemban tugas utamanya adalah
membangun dan membimbing siswa untuk belajar serta mengembangkan dirinya

Trianto. Model – Model Pembelajaran


11
Inovatif Berorientasi Konstruktigistik.
Jakarta:Prestasi Pustaka Publisher.2007. hal. 13-14
12
Martinis Yamin. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik.Jakarta :
Referensi.2012.hal.10
13
Ibid

8
sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Yang berarti pembelajaran berpusat pada
siswa (Student Center) dan guru hanya sebagai fasilitator yang membantu siswa
menemukan sendiri pengetahuan atau pemahamannya di dalam proses pembelajaran.

2. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran yang bernaung dalam pembelajaran Konstruktivisme adalah
pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa
akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan
temannya.
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk – bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru.14 Pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru,
dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan – pertanyaan serta menyediakan bahan
– bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan
masalah yang dimaksud. Pembelajaran kooperatif adalah pendekatan yang berpusat
pada kelompok dan berpusat pada siswa untuk pengajaran dan pembelajaran di
kelas.15
Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok –
kelompok kecil yang terdiri dari 3 – 6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,
kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu.16 Tujuan
dibentuknya kelompok yang heterogen tersebut adalah untuk memberi kesempatan
kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan
kegiatan belajar.
Dari pernyataan – pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang berlandasan pada pembelajaran
konstruktivisme yaitu pembelajaran yang berpusat kepada siswa dan guru hanya
sebagai fasilitator atau mediator, dimana pembelajaran di desain oleh guru menjadi
beberapa kelompok yang heterogen dan menggunakan model pembelajaran agar
tercapainya tujuan pembelajaran.
14
Agus Suprijono. Cooperative Learning.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009. hal. 54
15
Ibid
16
Ibid. hal.41

9
D. Pembelajaran Matematika
Matematika adalah mata pelajaran yang dianggap sulit bagi sebagian orang,
hal tersebut tidak lepas dari bidang kajian matematika yang dominan tentang rumus
dan angka- angka sehingga bagi sebagian orang menganggap pembelajaran
matematika kelihatan rumit dan butuh teknik khusus dalam mempelajarinya.
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, dan mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi
dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan matematika diskrit. BSNP berpendapat
untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan
matematika yang kuat sejak dini.17
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai
dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu
berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Dalam proses pembelajaran matematika, guru perlu mempersiapkan strategi -
strategi pembelajaran merupakan cara yang sistematik dalam mengkomunikasikan isi
pelajaran kepada siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Hal ini
berkaitan dengan bagaimana menyampaikan isi pelajaran. Strategi pembelajaran
meliputi empat komponen pembelajaran, media pembelajaran, dan waktu yang
digunakan dalam proses pembelajaran.

E. Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (Cups)


Dalam suatu pembelajaran guru diharapkan mampu memilih model
pembelajaran yang sesuai dengan materi yang diajarkan.Tiap – tiap model
pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan dan lingkungan belajar yang sedikit
berbeda. Misalnya model pembelajaran kooperatif memerlukan lingkungan belajar
yang fleksibel, siswa harus berkomunikasi satu sama lain. Untuk melakukan

17
Ibid. hal.159

10
pembelajaran kooperatif (pembelajaran yang dalam kelompok yang heterogen) dan
pembelajaran konstruktivisme (pembelajaran yang berpusat kepada siswa) guru harus
mendesain pembelajaran tersebut dimana guru harus menggunakan model
pembelajaran dalam proses belajar mengajar.
Model pembelajaran adalah pola – pola kegiatan tertentu dalam kegiatan
pembelajaran yang merupakan kombinasi yang tersusun dari bagian atau
komponen untuk mencapai tujuan pembelajaran yang terdiri dari unsur – unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling
mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.18

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam


merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends model
pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya
tujuan – tujuan pembelajaran, tahap – tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas19
Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang
melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar. Pada saat ini banyak dikembangkan model – model
pembelajaran. Kita tidak perlu mendewakan salah satu model pembelajaran yang ada.
Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelemahan dan kekuatan. Model apapun
yang kita terapkan jika kita kurang menguasai meteri dan tidak disenangi para siswa,
pembelajaran menjadi tidak efektif. Model pembelajaran yang dapat diterapkan para
guru sangat beragam, diantaranya Model Pembelajaran Langsung, Model
Pembelajaran Kooperatif, Model Pembelajaran Problem Solving dan Model
Pembelajaran Role Playing. Melalui pernyataan – pernyataan di atas model
pembelajaran yang berlandasan kepada pembelajaran konstruktivisme dan
pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran Conceptual Understanding
Procedures (CUPs).
Model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs)
dikembangkan di tahun 1996 oleh Dr. David Mills dan Dr. Susan Feteris, School of
Physics, Monash University dan oleh Pam Mulhall (Educational Faculty, University

18
Ibid. hal.187
19
Ibid. hal.46

11
of Melbourne) dan Brian McKittrick yang mengembangkannya di tahun 1999, 2001
dan 2007. Model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) telah
dikembangkan di Fisika, tetapi dapat dirancang untuk bidang studi lain seperti Kimia,
Matematika dan Biologi.
McKittrick mengungkapkan bahwa pembelajaran CUPs memberikan
kesempatan kepada siswa untuk meningkatkan penguasaan mereka terhadap konsep –
konsep yang ada.20
Model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) adalah
model pembelajaran yang dirancang untuk membantu perkembangan pemahaman
siswa menemukan konsep yang sulit.
Gunstone mengembangkan model pembelajaran Conceptual Understanding
Procedures (CUPs) yang pada intinya berlandasakan pada konsep ”learning as
personal construct” terutama proses lingking serta menekan kepada metakognisi
siswa.21
Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs)
menguatkan nilai dari pembelajaran konstruktivisme dan cooperative learning yaitu
interaksi antara siswa dengan siswa di dalam kelompok yang heterogen dan interaksi
antar guru dan siswa dengan tujuan membangun pengetahuan bersama.
Menurut McKittrick prinsip – prinsip konstruktivisme pada model
pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) yaitu : (1)
Pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri baik secara personal maupun sosial.
(2) Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan
keaktifan sendiri untuk menalar. (3) Siswa aktif mengkonstruksi terus menerus
sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci,
lengkap serta sesuai dengan konsep ilmiah, (4) Guru sekedar membantu
menyediakan sarana dan situasi agar konstruksi siswa berjalan mulus.22

20
Rhandiga Gideon Toar Paoki. Implementasi Model Cconceptual Understanding Procedures
(CUPs) Dalam Pembelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Fisika Siswa. Fisika
Fakultas FPMIPA UPI Bandung. 2015. hal. 19
21
Aris Setiawan. Implementasi Model Pembelajaran Conceptual Understanding Procedures
(CUPs) Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Kemampuan Koneksi Mmatematis Siswa : Suatu Studi
Eksperimen terhadap Siswa Kelas VIII-F SMP Negeri 3 Bandung. Pendidikan Matematika Fakultas
FPMIPA UPI Bandung. 2016. hal 12
22
Ibid. hal.12 - 13

12
Roger dan David Johnson mengatakan ada lima unsur yang menjadi ciri dari
cooperative learning yaitu : (1) saling kebergantungan positif, (2) tanggung jawab
perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi antar anggota dan (5) evaluasi proses
kelompok.23
Dalam arti model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures
(CUPs) adalah dengan belajar kelompok, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling
membantu dan bertanggung jawab, belajar dan berlatih berinteraksi (sosialisasi)
sesama temannya, berbagi pengalaman dan pengetahuan, belajar melakukan dan
mengkomunikasikan, berkompetensi menyadari kekurangan dan kelebihan masing-
masing. Dalam sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator dan keheterogenan suatu
kelompok sangat penting. Kelompok yang heterogen akan membuat siswa
berkemampuan tinggi berusaha mengajarkan kepada siswa yang berkemampuan
rendah yang menjadi tanggung jawabnya dalam satu kelompok.

23
Ibid. hal.58

13
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH

Ada lima langkah penting pelaksanaan model pembelajaran Conceptual


Understanding Procedures (CUPs) yaitu :
a. Persiapan
Langkah awal dari pelaksanaan model pembelajaran Conceptual Understanding
Procedures (CUPs) adalah perencanaan yang terdiri dari beberapa hal, yaitu :
1) Sangat penting untuk memikirkan mengenai kemungkinan respon awal siswa
terhadap sesi-sesi dari model pembelajaran Conceptual Understanding
Procedures (CUPs) itu sendiri
2) Mempersiapkan bahan-bahan yang diperlukan
3) Merencanakan pengorganisasian siswa dalam kelompok-kelompok kecil.
4) Masing-masing latihan/soal/kasus yang diberikan membutuhkan waktu sekitar
satu jam (tetapi bisa juga dibagi dalam beberapa bagian).
b. Perangkat Keras
Perangkat keras yang dimaksud adalah kebutuhan-kebutuhan material yang akan
digunakan setelah diskusi, yaitu :
1) Kertas latihan berisi soal/kasus untuk masing-masing siswa
2) Kertas berukuran besar (karton) masing-masing untuk tiap triplet
3) Spidol berwarna (misalnya 3 warna) untuk masing-masing triplet
4) Double tape untuk memasang karton ke dinding
5) Papan tulis
c. Organisasi Kelompok Kecil (Triplet)
Pembagian kelompok dan anggota kelompok di dalamnya harus mengikuti aturan
sebagai berikut:
1) Siswa harus dikelompokkan menjadi tiga kemampuan akademis yang berbeda
dan terdiri dari tiga orang siswa (triplet). Yang dimaksud dengan kemampuan
berbeda adalah tiap kelompok terdiri atas satu orang berkemampuan tinggi,
satu orang berkemampuan sedang dan satu orang lagi berkemampuan rendah.
Kemampuan akademis yang dimaksud bisa dilakukan sesuai dengan
pertimbangan guru.

14
2) Jika siswa tidak bisa dibagi dengan tepat menjadi tiga orang perkelompok akan
lebih baik jika siswa membentuk kelompok terdiri 4 orang daripada 2 orang.
3) Paling tidak terdapat 1 orang siswa perempuan atau sebaliknya 1 orang siswa
laki-laki.
4) Idealnya siswa berada dalam kelompok yang sama dalam latihan model
pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs).
d. Kebutuhan untuk Percaya
Pada pertemuan pertama dalam penerapan model pembelajaran Conceptual
Understanding Procedures (CUPs), seorang guru harus memberikan penekanan
pada setiap siswa untuk terlibat secara aktif dan memberikan pendapatnya dalam
menyelesaikan permasalahan yang diberikan karena setiap siswa dimungkinkan
memiliki miskonsepsi yang berbeda terhadap suatu konsep yang ingin dibahas.
Miskonsepsi tersebut hanya dapat diperbaiki jika miskonsepsi tersebut
dikemukakan. Guru juga harus menekankan pada siswa dalam pembelajaran harus
menghormati setiap pendapat yang dikemukakan oleh rekannya.
e. Skema dasar dari model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures
(CUPs)
Pada sesi model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs) ini
ada beberapa langkah, yaitu :
1) Sesi 1
Siswa diberi latihan dalam bentuk soal uraian dalam pelajaran matematika. Guru
menjelaskan ketentuan dalam pengerjaannya kepada siswa.
2) Sesi 2
Siswa selama 5-10 menit berusaha untuk menyelesaikan secara individu. Selama
waktu itu siswa dapat menuliskan ide dalam kertas A4.
3) Sesi 3
Siswa pindah ke dalam triplet mereka dan 20 menit selanjutnya memperlihatkan
dan mendengarkan ide dari masing-masing anggota triplet. Tujuan dari diskusi ini
adalah untuk mempersilahkan mereka untuk menjelaskan apa yang mereka
pikirkan, menemukan kesalahan dalam alasan mereka dan akhirnya mencapai
hasil bersama yang kemudian ditransferkan ke dalam kertas karton. Tiap anggota
dari triplet sebaiknya mempersiapkan diri untuk mempertahankan jawaban
grupnya di depan kelas. Selama diskusi triplet, guru sebaiknya berkeliling kelas,
tapi tidak diperbolehkan terlibat dalam diskusi (lihat Gambar 1)

15
4) Sesi 4
Setelah beberapa waktu, semua jawaban dalam karton harus ditempel dipapan
tulis dan semua siswa diperbolehkan untuk duduk lebih dekat dalam jajaran
berbentuk U sehingga dapat dengan mudah melihat karton yang telah ditempelkan
(lihat Gambar 2)

Gambar 2.1 Model Triplet Gambar 2.2 Siswa Melihat Jawaban


= siswa = kertas karton yang ditempel

= guru

5) Sesi 5
Guru harus melihat semua jawaban dan mencari kesamaan dan perbedaan dan
dapat memulai diskusi dengan memilih karton dimana hasilnya sepertinya dapat
mewakili beberapa jawaban dan meminta anggotanya untuk menjelaskan jawaban
mereka. Siswa dari triplet lain dengan jawaban yang berbeda kemudian diminta
untuk mempertahankan jawaban mereka. Prosesnya berlangsung dengan siswa
memberikan argumen sampai didapat kesepakatan mengenai jawaban akhirnya.
Penting diperhatikan bahwa guru tidak diperbolehkan
menjelaskan/memberitahukan jawabannya. Banyak pemikiran akan keluar, guru
harus memberikan cukup waktu sebelum menanyakan pertanyaan lebih lanjut.

16
6) Sesi 6
Di akhir sesi tersebut setiap siswa harus benar-benar memahami jawaban yang
disetujui. Untuk membuktikannya guru harus mengulang kembali jawabannya dan
mungkin menulis/ menggambarkannya dalam karton kosong di dinding atau
papan tulis (tapi tanpa tambahan komentar). Jika waktu habis sebelum
kesepakatan diraih, guru memberikan ringkasan sampai bagian yang telah diraih
kemudian memberikan suatu petunjuk kepada siswa dan akan diselesaikan
dipertemuan berikutnya.

17
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penilaian
tindakan kelas yang menerapkan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures
(CUPs) merupakan salah satu solusi terhadap permasalahan yang selama ini dialami. Guru
tidak hanya dituntut menguasai materi, penyampaian dan pelaksanaan evaluasi, tetapi guru
harus mencari model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik materi yang
diajarkan.
Dari penelitian yang telah dilaksanakan di SDN Kebon Bawang 05 tentang
peningkatan kemampuan menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran matematika melalui
model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures ( CUPs ). Sebelum pembelajaran
menggunakan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures (CUPs ) nilai
rata-rata siswa adalah 50,00 Setelah pembelajaran menggunakan model pembelajaran
Conceptual Understanding Procedures (CUPs ) terjadi peningkatan nilai rata-rata siswa
menjadi 77,00.
Meningkatnya hasil belajar siswa didukung oleh meningkatnya aktivitas siswa selama
pembelajaran. Peningkatan juga terjadi pada aktivitas guru dalam meningkatkan
pemahaman siswa kemampuan menyelesaian soal uraian matematika dengan model
pembelajaran Conceptual Understanding Procedures ( CUPs ).
Dari data hasil kemampuan soal cerita siswa dan hasil aktivitas siswa dan guru
dengan menggunakan model pembelajaran Conceptual Understanding Procedures ( CUPs )
dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran ini dapat digunakan dalam proses
pembelajaran guna meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita pada
pembelajaran matematika.

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka peneliti menyampaikan
beberapa saran yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dan guru dalam proses
pembelajaran sehingga kemampuan menyelesaikan soal uraian dalam pembelajaran
matematika siswa dapat meningkat, dan saran tersebut adalah sebagai berikut :

18
1. Guru sebaiknya menggunakan model pembelajaran Conceptual Understanding
Procedures ( CUPs ) dalam proses pembelajaran terutama pada pembelajaran matematika
karena model pembelajaran ini dapat mendorong siswa untuk lebih aktif dan proses kegiatan
belajar mengajar berpusat pada siswa karena siswa bisa saling mengajukan pendapatnya di
dalam kelompok yang heterogen.
2. Sekolah hendaknya mengadakan sosialisasi dan pelatihan mengenai model pembelajaran
Conceptual Understanding Procedures ( CUPs ) atau model pembelajaran yang lainnya
untuk dirancang dan menerapkan model pembelajaran tersebut.
3. Penelitian ini memiliki keterbatasan, oleh sebab itu dapat dilakukan ulang pada
sekolah yang berbeda.

19

Anda mungkin juga menyukai