Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

A. Kajian Pustaka

1. Pembelajaran

Di dalam suatu proses belajar mengajar terbentuklah suatu kegiatan

pembelajaran yang dimana siswa yang bertugas belajar dan guru yang bertugas

untuk mengajar. Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian

manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas

dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap,

kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan

yang lain.

Menurut Watson, belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan


respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus berbentuk
tingkah laku yang dapat diamati (observabel) dan dapat diukur. Dengan
kata lain, walaupun ia mengakui adanya perubahan-perubahan mental
dalam diri seseorang selama proses belajar, namun ia hal-hal tersebut
sebagai faktor yang tak perlu diperhitungkan.2

Sedangkan pengertian mengajar dapat dipandang dalam dua aspek, yang

pertama pengertian mengajar secara tradisional dan yang kedua pengertian

mengajar secara dunia modern. Menurut Hamalik mengajar secara tradisional

adalah menyampaikan pengetahuan kepada siswa atau murid di sekolah,3

Sedangkan menurut teori Howard mengajar secara modern teaching is


the guidance of learning adalah suatu aktivitas membimbing atau

2Mathedu Unila. 2010. Pengertian Belajar. http://mathedu-unila.blogspot.com/2010/10/pengertian-


belajar.html. 10:32 PM 31/3/2013

3 Op.cit. Lih[2]. P. 8

1
2

menolong seseorang untuk mendapatkan, mengubah, atau


mengembangkan keterampilan, sikap (attitude), cita – cita (ideals),
pengetahuan (knowledge) dan penghargaan (appreciation).4

Di dalam proses belajar mengajar tersebut maka terbentuklah suatu kegiatan

pembelajaran yaitu menurut :

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan kata


pembelajaran berasal dari kata ajar yang berarti petunjuk yang diberikan
kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan pembelajaran
berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup
belajar.5

Pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua

aspek yaitu belajar tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh siswa,

mengajar berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pemberi

pelajaran.6 Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu

kegiatan pada saat terjadi interaksi antara guru dengan siswa, serta siswa dengan

siswa disaat pembelajaran berlangsung.

Menurut Kimble dan Garmezy pembelajaran adalah suatu perbuatan

perilaku yang relative tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang – ulang.7

Pembelajaran adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan secara

berulang – ulang untuk mencapai tujuan tertentu.

4 Op.cit. Lih[2]. P. 9

5 Mohammad Thobroni, Arif Mustafa. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta:Ar – Ruzz Media.2011.
P.18

6 Op.cit. Lih[2]. P. 11

7 Op.cit. Lih[2]. P. 18
3

Selain itu Rombepajung juga berpendapat bahwa pembelajaran adalah

pemerolehan suatu mata pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan melalui

pelajaran, pengalaman, atau pengajaran.8 Dimana siswa yang memperoleh suatu

informasi tentang mata pelajaran dan guru yang memberikan informasi tentang

mata pelajaran tersebut.

Pembelajaran adalah inti dari proses pendidikan secara keseluruhan

dengan guru sebagai pemegang peranan utama. Usman beranggapan bahwa

pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan

guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi

edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.9

Pembelajaran akan berjalan efektif apa bila dalam proses pembelajaran

baik guru maupun siswa bersama – sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan

pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil yang maksimal.

Menurut Wragg pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang

memudahkan siswa untuk mempelajari sesuatu yang bermanfaat seperti fakta,

keterampilan, nilai, konsep, dan bagaimana hidup serasi dengan sesama atau

hasil belajar yang diinginkan.10

Dari uraian diatas terlihat bahwa proses pembelajaran bukan sekedar

transfer ilmu dari guru kepada siswa, melainkan suatu proses kegiatan yaitu

terjadi interaksi antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa.

8 Ibid

9 Op.cit. Lih[2]. P. 12

10 Ibid
4

Tetapi upaya untuk membelajaran siswa ditandai dengan kegiatan memilih,

menetapkan, mengembangkan strategi pembelajaran atau metode pembelajaran

atau pun model pembelajaran untuk mencapai hasil pembelajaran yang

diinginkan.

2. Hasil Belajar Siswa

Sebelumseorang guru melakukan penilaian hasil belajar, seharusnya guru

tersebut mengetahui terlebih dahulu apa sebenarnya yang dimaksud dengan hasil

belajar. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan dalam penilaian hasil belajar, karena

seringkali seseorang yang tidak memahaminya hanya tau hasil belajar dalam

makna sempit yaitu "nilai". Maka berikut akan diulas beberapa pengertian hasil

belajar menurut para ahli sebagai tambahan referensi pengetahuan.

Hasil pembelajaran adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagai

indikator tentang nilai dari penggunaan strategi pembelajaran. Penilaian hasil

belajar bertujuan melihat kemajuan hasil belajar peserta didik dalam hal

penguasaan materi pengajaran yang telah dipelajarinya dengan tujuan-tujuan

yang telah ditetapkan (Rohani, 2010:205).

Menurut Slameto (2008:7) “hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh

dari suatu proses usaha setelah melakukan kegiatan belajar yang dapat diukur

dengan menggunakan tes guna melihat kemajuan siswa”. Lebih lanjut Slameto

(2008:8) mengemukakan bahwa ”hasil belajar diukur dengan rata-rata hasil tes

yang diberikan dan tes hasil belajar itu sendiri adalah sekelompok pertanyaan

atau tugas-tugas yang harus dijawab atau diselesaikan oleh siswa dengan tujuan

mengukur kemajuan belajar siswa”. ”Tes hasil belajar bermaksud untuk


5

mengukur sejauh mana para siswa telah menguasai atau mencapai tujuan-tujuan

pengajaran yang telah ditetapkan” (Mudjijo, 1995:29).


Pada umumnya hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah,

yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Maka ranah-ranah tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut:


1. Ranah kognitif, adalah tujuan pendidikan yang berhubungan dengan

kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir, seperti kemampuan

mengingat dan kemampuan memecahkan masalah. Domain kognitif menurut

Bloom terdiri dari enam tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi,

analisis, sintesis, dan evaluasi


2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, dan apresiasi. Ada lima

tingkatan dalam ranah afektif ini yaitu penerimaan, merespons, menghargai,

organisasi, dan pola hidup


3. Ranah psikomotor, meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syaraf

dan otot badan. Ada lima tingkatan dalam ranah ini, yaitu imitasi, manipulasi,

presisi, artikulasi, dan naturalisasi (Sanjaya, 2009:127-128).


Menurut Djamarah dan Zain (2006: 107) “yang menjadi petunjuk bahwa

suatu proses belajar mengajar dianggap berhasil adalah daya serap terhadap

bahan pelajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi baik secara individual

maupun kelompok”
Gagne (Dimyati dan Mudjiono, 2008:2) menyatakan bahwa ’terdapat

lima kemampuan yang diperoleh dari proses belajar mengajar yang dapat

diamati tentang hasil belajar, yaitu:


1. Keterampilan intelektual
2. Kemampuan penguasaan strategi kognitif
3. Kemampuan informasi verbal
4. Kemampuan yang berhubunngan dengan sikap (afektif)
5. Kemampuan yang berhubungan dengan keterampilan kerja.
6

Dimyati dan Mudjiono (2008:3) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan

hasil dari interaksi tindakan belajar dan tindakan mengajar dan dari sisi guru,

tindakan diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar sedangkan dari siswa,

hasil belajar merupakan berkhirnnya pengalaman belajar. Sementara itu, Oemar

Hamalik (2008:36) mengatakan bahwa “hasil belajar bukan suatu penguasaan

hasil latihan, melainkan perubahan kelakuan”.

Menurut Hamalik (2008:114) “bukti bahwa seseorang telah belajar ialah

terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu

menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti”. Howard Kingsley

membagi tiga macam hasil belajar, yakni:

1. Keterampilan dan kebiasaan


2. pengetahuan dan pengertian
3. Sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan

bahan yang ditetapkan dalam kurikulum sekolah (Sudjana, 1998:45).

Arends (Suyitno, 2011:33) mengemukakan bahwa ‘ada tiga hasil belajar

yang diperoleh pelajar yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran

berbasis masalah, yaitu inkuiri keterampilan memecahkan masalah, belajar

model peraturan orang dewasa, dan keterampilan belajar mandiri’.

Dari penjelasan dan pemaparan tentang hasil belajar di atas dapat

disimpulkan bahwa hasil belajar digunakan sebagai acuan atau patokan guru

untuk mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan ajar atau materi

dengan melakukan evaluasi pada setiap akhir proses pembelajaran dan untuk

mengukur hasil belajar tersebut diperlukan tes.


7

3. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam

Menurut Piaget, ada sedikitnya tiga hal yang perlu diperhatikan oleh

guru dalammerancang pembelajaran di kelas, terutama dalam pembelajaran

P-. !etiga haltersebut adalah :

1) Seluruh anak mele$ati tahapan yang sama secara berurutan 

2) anak mempunyai tanggapan yang berbeda terhadap suatu benda atau

kejadian

3) apabila hanya kegiatan fisik yang diberikan kepada anak, tidaklah

cukup untuk menjamin perkembangan intelektual anak

Mulailah dari hal-hal yang konkretyaitu kegiatan aktif mempergunakan

pancaindradengan benda nyata atau konkret.

yaitu suatu informasi umum mengenai apa yang akan diajarkan, agar

murid mempunyai kerangkakerja untuk mengasimilasikan informasi baru ke

dalamstruktur kognitifnya.

Pergunakanlah kegiatan yang ber*ariasi karena murid

mempunyaiitingkat perkembangan kognitif yang berbeda dan gaya belajar yang

berlainan

Guru harus selalu memperhatikan pada setiap sis$a apa yang mereka

lakukan, apakahmereka melaksanakan dengan benar, apakah mereka tidak

mendapatkan kesulitan.
8

Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk menemukan sendiri

ja$abanya,sedangkan guru harus selalu siap dengan alternatif ja$aban bila

se$aktu%$aktudibutuhkan

Pada akhir pembelajaran, guru mengulas kembali bagaimana sis$a dapat

menemukan jawaban yang diinginkan.

4. Pembelajaran Konstruktivisme

Teori – teori baru dalam psikologi pendidikan dikelompokan dalam satu

teori pembelajaran konstruktivisme. Pembelajaran konstruktivisme atau

pembelajaran konstruktivistik ini menyatakan bahwa siswa harus menemukan

sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru

dengan aturan – aturan lama dan merevisinya apabila aturan – aturan itu tidak

lagi sesuai. Menurut Nur guru dapat memberikan siswa anak tangga sendiri yang

membawa siswa ke pemahaman yang lebih tinggi dengan catatan siswa sendiri

yang harus memanjat anak tangga tersebut. 11

Pembelajaran konstruktivisme atau pembelajaran konstruktivistik adalah

membangun pengetahuan melalui pengalaman, interaksi social, dan dunia nyata.

Piaget menyebutkan pengetahuan itu bukan satuan obyetif yang ada di

lingkungan, melainkan interaksi antara individu dengan lingkungannya, dan ia

mempunyai komponen subyektif maupun obyetif.12

11 Trianto. Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktigistik. Jakarta:Prestasi Pustaka


Publisher.2007. P. 13-14

12 Martinis Yamin. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik.Jakarta : Referensi.2012.P.10


9

Pembelajaran konstruktivisme ini suatu prinsip yang paling penting

dalam psikologi pendidikan adalah bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan

pengetahuan kepada siswa. Siswa harus membangun sendiri pengetahuan di

dalam benaknya. Dengan kata lain pembelajaran konstruktivisme adalah

pembelajaran berpusat pada peserta didik (Student Oriented), guru sebagai

mediator, fasilitator, dan sumber belajar dalam pembelajaran.13

Dalam pembelajaran konstruktivisme guru mengemban tugas utamanya

adalah membangun dan membimbing siswa untuk belajar serta mengembangkan

dirinya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Yang berarti pembelajaran

berpusat pada siswa (Student Center) dan guru hanya sebagai fasilitator yang

membantu siswa menemukan sendiri pengetahuan atau pemahamannya di dalam

proses pembelajaran.

5. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran yang bernaung dalam pembelajaran Konstruktivism adalah

pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa

siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika

mereka menemukan dan memehami konsep yang sulit jika mereka saling

berdiskusi dengan temannya.

Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua

jenis kerja kelompok termasuk bentuk – bentuk yang lebih dipimpin oleh guru

atau diarahkan oleh guru.14 Pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan

13 Ibid

14 Agus Suprijono. Cooperative Learning.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009. P. 54


10

oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan pertanyaan – pertanyaan serta

menyediakan bahan – bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu

peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Pembelajaran kooperatif

adalah pendekatan yang berpusat pada kelompok dan berpusat pada siswa untuk

pengajaran dan pembelajaran di kelas.15

Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam

kelompok – kelompok kecil yang terdiri dari 3 – 6 orang siswa ang sederajat

tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling

membantu.16 Tujuan dibentuknya kelompok yang heterogen tersebut adalah

untuk memberi kesempatan kepasa semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif

dalam proses perpikir dan kegiatan belajar.

Dari pernyataan – pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang berlandasan pada

pembelajaran konstruktivisme yaitu pembelajaran yang berpusat kepada siswa

dan guru hanya sebagai fasilitator atau mediator, dimana pembelajaran di desain

oleh guru menjadi beberapa kelompok yang heterogen dan menggunakan model

pembelajaran agar tercapainya tujuan pembelajaran.

6. Model Pembelajaran

Unuk melakukan pembelajaran kooperatif (pembelajaran yang dalam

kelompok yang heterogen) dan pembelajaran konstruktivisme (pembelajaran

yang berpusat kepada siswa) guru harus mendesain pembelajaran tersebut

15 Ibid

16 Op.cit. Lih[13]. P.41


11

dimana guru harus menggunakan model pembelajaran dalam proses belajar

mengajar.

Model pembelajaran adalah pola – pola kegiatan tertentu dalam kegiatan


pembelajaran yang merupaka kombinasi yang tersusun dari bagian atau
komponen untuk mencapai tujuan pembelajaran yang terdiri dari unsur –
unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang
saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pembelajaran.17

Model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam

merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial. Menurut Arends model

pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di

dalamnya tujuan – tujuan pembelajaran, tahap – tahap dalam kegiatan

pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas18

Model pembelajaran dapat didefinisikan sebagai kerangka konseptual

yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar. Melalui pernyataan – pernyataan di atas

model pembelajaran yang berlandasan kepada pembelajaran konstruktivisme

dan pembelajaran kooperatif adala model pembelajaran Stude Teams

Achievement Division (STAND).

7. Model Pembelajaran Stude Teams Achievement Division (STAND)

A. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) yang

dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin

(dalam Slavin, 1995) merupakan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan
17 Op.cit. Lih[14]. P.187

18 Op.cit. Lih[16]. P.46


12

merupakan pembelajaran kooperatif yang cocok digunakan oleh guru yang baru mulai

menggunakan pembelajaran kooperatif.

Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah salah satu tipe pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan

empat orang yang merupakan campuran menurut tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan

suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan

bahwa seluruh anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa

dikenai kuis tentang materi itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling

membantu.

Model Pembelajaran Koperatif tipe STAD merupakan pendekatan Cooperative

Learning yang menekankan pada aktivitas dan interaksi diantara siswa untuk saling

memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran guna mencapai

prestasi yang maksimal. Guru yang menggunakan STAD mengajukan informasi

akademik baru kepada siswa setiap minggu mengunakan presentasi Verbal atau teks.

Menurut Slavin (dalam Noornia, 1997: 21) ada lima komponen utama dalam

pembelajaran kooperatif metode STAD, yaitu:

a. Penyajian Kelas

Penyajian kelas merupakan penyajian materi yang dilakukan guru secara klasikal

dengan menggunakan presentasi verbal atau teks. Penyajian difokuskan pada konsep-

konsep dari materi yang dibahas. Setelah penyajian materi, siswa bekerja pada

kelompok untuk menuntaskan materi pelajaran melalui tutorial, kuis atau diskusi.

b. Menetapkan siswa dalam kelompok


13

Kelompok menjadi hal yang sangat penting dalam STAD karena didalam kelompok

harus tercipta suatu kerja kooperatif antar siswa untuk mencapai kemampuan akademik

yang diharapkan. Fungsi dibentuknya kelompok adalah untuk saling meyakinkan bahwa

setiap anggota kelompok dapat bekerja sama dalam belajar. Lebih khusus lagi untuk

mempersiapkan semua anggota kelompok dalam menghadapi tes individu. Kelompok

yang dibentuk sebaiknya terdiri dari satu siswa dari kelompok atas, satu siswa dari

kelompok bawah dan dua siswa dari kelompok sedang. Guru perlu mempertimbangkan

agar jangan sampai terjadi pertentangan antar anggota dalam satu kelompok, walaupun

ini tidak berarti siswa dapat menentukan sendiri teman sekelompoknya.

c. Tes dan Kuis

Siswa diberi tes individual setelah melaksanakan satu atau dua kali penyajian kelas dan

bekerja serta berlatih dalam kelompok. Siswa harus menyadari bahwa usaha dan

keberhasilan mereka nantinya akan memberikan sumbangan yang sangat berharga bagi

kesuksesan kelompok.

d. Skor peningkatan individual

Skor peningkatan individual berguna untuk memotivasi agar bekerja keras memperoleh

hasil yang lebih baik dibandingkan dengan hasil sebelumnya. Skor peningkatan

individual dihitung berdasarkan skor dasar dan skor tes. Skor dasar dapat diambil dari

skor tes yang paling akhir dimiliki siswa, nilai pretes yang dilakukan oleh guru

sebelumnya melaksanakan pembelajaran kooperatif metode STAD.

e. Pengakuan kelompok

Pengakuan kelompok dilakukan dengan memberikan penghargaan atas usaha yang telah

dilakukan kelompok selama belajar. Kelompok dapat diberi sertifikat atau bentuk
14

penghargaan lainnya jika dapat mencapai kriteria yang telah ditetapkan bersama.

Pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.

B. Tahap Pelaksanaan Pembelajaran Model STAD.

Menurut Maidiyah (1998: 7-13) langkah-langkah pembelajaran kooperatif metode

STAD adalah sebagai berikut:

a. Persiapan STAD

1) Materi
Materi pembelajaran kooperatif metode STAD dirancang sedemikian rupa untuk

pembelajaran secara kelompok. Sebelum menyajikan materi pembelajaran, dibuat

lembar kegiatan (lembar diskusi) yang akan dipelajari kelompok kooperatif dan lembar

jawaban dari lembar kegiatan tersebut.


2) Menetapkan siswa dalam kelompok
Kelompok siswa merupakan bentuk kelompok yang heterogen. Setiap kelompok

beranggotakan 4-5 siswa yang terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang dan

rendah. Bila memungkinkan harus diperhitungkan juga latar belakang, ras dan sukunya.

Guru tidak boleh membiarkan siswa memilih kelompoknya sendiri karena akan

cenderung memilih teman yang disenangi saja. Sebagai pedoman dalam menentukan

kelompok dapat diikuti petunjuk berikut (Maidiyah, 1998:7-8):


a) Merangking siswa
Merangking siswa berdasarkan hasil belajar akademiknya di dalam kelas. Gunakan

informasi apa saja yang dapat digunakan untuk melakukan rangking tersebut. Salah satu

informasi yang baik adalah skor tes.


b) Menentukan jumlah kelompok
Setiap kelompok sebaiknya beranggotakan 4-5 siswa.
Untuk menentukan berapa banyak kelompok yang dibentuk,
bagilah banyaknya siswa dengan empat. Jika hasil baginya tidak bulat, misalnya ada 42

siswa, berarti ada delapan kelompok yang beranggotakan empat siswa dan dua
15

kelompok yang beranggotakan lima siswa. Dengan demikian ada sepuluh kelompok

yang akan dibentuk.


c) Membagi siswa dalam kelompok
Dalam melakukan hal ini, seimbangkanlah kelompok- kelompok yang dibentuk yang

terdiri dari siswa dengan tingkat hasil belajar rendah, sedang hingga hasil belajarnya

tinggi sesuai dengan rangking. Dengan demikian tingkat hasil belajar rata- rata semua

kelompok dalam kelas kurang lebih sama.


d) Mengisi lembar rangkuman kelompok
isikan nama-nama siswa dalam setiap kelompok pada lembar rangkuman kelompok

(format perhitungan hasil kelompok untuk pembelajaran kooperatif metode STAD).


3) Menentukan Skor Awal
Skor awal siswa dapat diambil melaluiPre Test yang dilakukan guru sebelum

pembelajaran kooperatif metode STAD dimulai atau dari skor tes paling akhir yang

dimiliki oleh siswa. Selain itu, skor awal dapat diambil dari nilai rapor siswa pada

semester sebelumnya.
4) Kerja sama kelompok Sebelum memulai pembelajaran kooperatif, sebaiknya diawali

dengan latihan-latihan kerja sama kelompok. Hal ini merupakan kesempatan bagi setiap

kelompok untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan dan saling mengenal antar

anggota kelompok.
5) Jadwal Aktivitas
STAD terdiri atas lima kegiatan pengajaran yang teratur, yaitu penyampaian materi

pelajaran oleh guru, kerja kelompok, tes penghargaan kelompok dan laporan berkala

kelas.
b. Mengajar
Setiap pembelajaran dalam STAD dimulai dengan presentasi kelas, yang meliputi

pendahuluan, pengembangan, petunjuk praktis, aktivitas kelompok, dan kuis.


Dalam presentasi kelas, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
1) Pendahuluan
a) Guru menjelaskan kepada siswa apa yang akan dipelajari dan mengapa hal itu

penting untuk memunculkan rasa ingin tahu siswa. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
16

memberi teka-teki, memunculkan masalah-masalah yang berhubungan dengan materi

dalam kehidupan sehari-hari, dan sebagainya.


b) Guru dapat menyuruh siswa bekerja dalam kelompok untuk menentukan konsep atau

untuk menimbulkan rasa senang pada pembelajaran.


2) Pengembangan
a) Guru menentukan tujuan-tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran.

b) Guru menekankan bahwa yang diinginkan adalah agar siswa mempelajari dan

memahami makna, bukan hafalan.

c) Guru memeriksa pemahaman siswa sesering mungkin dengan memberikan

pertanyaan-pertanyaan.

d) Guru menjelaskan mengapa jawabannya benar atau salah.

e) Guru melanjutkan materi jika siswanya memahami pokok masalahnya.

3) Praktek terkendali

a) Guru menyuruh siswa mengajarkan soal-soal atau jawaban pertanyaan-pertanyaan

yang diajukan oleh guru.

b) Guru memanggil siswa secara acak untuk menjawab pertanyaan atau menyelesaikan

soal-soal yang diajukan oleh guru. Hal ini akan menyebabkan siswa mempersiapkan diri

untuk menjawab pertanyaan atau soal-soal yang diajukan.

c) Guru tidak perlu memberikan soal atau pertanyaan yang lama penyelesaiannya pada

kegiatan ini. Sebaliknya siswa mengerjakan satu atau dua soal, dan kemudian guru

memberikan umpan balik.

c. Kegiatan Kelompok

1) Pada hari pertama kegiatan kelompok STAD, guru sebaiknya menjelaskan apa yang

dimaksud bekerja dalam kelompok, yaitu:


17

a) Siswa mempunyai tanggung jawab untuk memastikan bahwa teman dalam

kelompoknya telah mempelajari materi dalam lembar kegiatan yang diberikan oleh

guru.
b) Tidak seorang pun siswa selesai belajar sebelum semua anggota kelompok menguasai

pelajaran.
c) Mintalah bantuan kepada teman satu kelompok apabila seorang anggota kelompok

mengalami kesulitan dalam memahami materi sebelum meminta bantuan kepada guru.
d) Dalam satu kelompok harus saling berbicara sopan.

2) Guru dapat mendorong siswa dengan menambahkan peraturan- peraturan lain sesuai

kesepakatan bersama. Selanjutnya kegiatan yang dilakukan guru adalah:

a) Guru meminta siswa berkelompok dengan teman sekelompoknya.


b) Guru memberikan lembar kegiatan (lembar diskusi) beserta lembar jawabannya.
c) Guru menyarankan siswa agar bekerja secara berpasangan atau dengan seluruh

anggota kelompok tergantung pada tujuan yang dipelajarinya. Jika mereka mengerjakan

soal-soal maka setiap siswa harus mengerjakan sendiri dan selanjutnya mencocokkan

jawabannya dengan teman sekelompoknya. Jika ada seorang teman yang belum

memahami, teman sekelompoknya bertanggung jawab untuk menjelaskan.


d) Tekankanlah bahwa lembar kegiatan (lembar diskusi) untuk diisi dan dipelajari.

Dengan demikian setiap siswa mempunyai lembar jawaban untuk diperiksa oleh teman

sekelompoknya.
3) Guru melakukan pengawasan kepada setiap kelompok selama siswa bekerja dalam

kelompok. Sesekali guru mendekati kelompok untuk mendengarkan bagaimana anggota

kelompok berdiskusi.

d. Kuis atau Tes

Setelah siswa bekerja dalam kelompok selama kurang lebih dua kali penyajian, guru

memberikan kuis atau tes individual. Setiap siswa menerima satu lembar kuis. Waktu
18

yang disediakan guru untuk kuis adalah setengah sampai satu jam pelajaran. Hasil dari

kuis itu kemudian diberi skor dan akan disumbangkan sebagai skor kelompok.

e. Penghargaan Kelompok

1) Menghitung skor individu dan kelompok

Setelah diadakan kuis, guru menghitung skor perkembangan individu dan skor

kelompok berdasarkan rentang skor yang diperoleh setiap individu. Skor perkembangan

ditentukan berdasarkan skor awal siswa.

2) Menghargai hasil belajar kelompok

Setelah guru menghitung skor perkembangan individu dan skor kelompok, guru

mengumumkan kelompok yang memperoleh poin peningkatan tertinggi. Setelah itu

guru memberi penghargaan kepada kelompok tersebut yang berupa sertifikat atau

berupa pujian. Untuk pemberian penghargaan ini tergantung dari kreativitas guru.

f. Mengembalikan kumpulan kuis yang pertama

Guru mengembalikan kumpulan kuis pertama kepada siswa

C. Kebaikan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD

Kebaikan dan Kelemahan Model Pembelajaran Kooperatif Metode STADSetiap model

pembelajaran mempunyai kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengancooperative

learning. Menurut Slavin dalam Hartati (1997:21)cooperative learning mempunyai

kelebihan dan kekurangan sebagai berikut:

Kelebihan:

a. Dapat mengembangkan prestasi siswa, baik hasil tes yang dibuat guru maupun tes

baku.
b. Rasa percaya diri siswa meningkat, siswa merasa lebih terkontrol untuk keberhasilan

akademisnya.
19

c. Strategi kooperatif memberikan perkembangkan yang berkesan pada hubungan

interpersonal di antara anggota kelompok yang berbeda etnis.

Keuntungan jangka panjang yang dapat dipetik dari pembelajaran kooperatif menurut

Nurhadi (2004:115-116) adalah sebagai berikut :

a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi,

perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian.

d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.

e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri dan egois.

f. Membangun persahabatan yang dapat berkelanjutan hingga masa dewasa.

g. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling

membutuhkan dapat diajarkan dapat dipraktekkan.

h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.

j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.

k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis

kelamin, normal ataucacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.

Sedangkan keuntungan model pembelajaran kooperatif metode STAD untuk jangka

pendek menurut Soewarso (1998:22) sebagai berikut :

a. Model pembelajaran kooperatif membantu siswa mempelajari isi materi pelajaran

yang sedang dibahas.


b. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan siswa mendapat nilai

rendah, karena dalam tes lisan siswa dibantu oleh anggota kelompoknya.
20

c. Pembelajaran kooperatif menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar

mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang bermanfaat untuk

kepentingan bersama-sama.
d. Pembelajaran kooperatif menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi

menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan teman sebaya.
e. Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan dorongan bagi siswa

untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.

f. Siswa yang lambat berpikir dapat dibantu untuk menambah ilmu pengetahuan.

g. Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru untuk memonitor siswa

dalam belajar bekerja sama

Menurut Slavin dalam Hartati (1997 : 21) cooperative learning mempunyai kekurangan

sebagai berikut:

a. Apabila guru terlena tidak mengingatkan siswa agar selalu menggunakan

keterampilan-keterampilan kooperatif dalam kelompok maka dinamika kelompok akan

tampak macet.

b. Apabila jumlah kelompok tidak diperhatikan, yaitu kurang dari empat, misalnya tiga,

maka seorang anggota akan cenderung menarik diri dan kurang aktif saat berdiskusi dan

apabila kelompok lebih dari lima maka kemungkinan ada yang tidak mendapatkan tugas

sehingga hanya membonceng dalam penyelesaian tugas.

c. Apabila ketua kelompok tidak dapat mengatasi konflik-konflik yang timbul secara

konstruktif, maka kerja kelompok akan kurang efektif.

Selain di atas, kelemahan-kelemahan lain yang mungkin terjadi menurut Soewarso

(1998:23) adalah bahwa pembelajaran kooperatif bukanlah obat yang paling mujarab

untuk memecahkan masalah yang timbul dalam kelompok kecil, adanya suatu
21

ketergantungan, menyebabkan siswa yang lambat berpikir tidak dapat berlatih belajar

mandiri. Dan juga pembelajaran kooperatif memerlukan waktu yang lama sehingga

target mencapai kurikulum tidak dapat dipenuhi, tidak dapat menerapkan materi

pelajaran secara cepat, serta penilaian terhadap individu dan kelompok dan pemberian

hadiah menyulitkan bagi guru untuk melaksanakannya.

Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian di atas bahwa untuk mengatasi kelemahan-

kelemahan dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif metode STAD, sebaiknya

dalam satu anggota kelompok ditugaskan untuk membaca bagian yang berlainan,

sehingga mereka dapat berkumpul dan bertukar informasi. Selanjutnya, pengajar

mengevaluasi mereka mengenai seluruh bagian materi. Dengan cara inilah maka setiap

anggota merasa bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugasnya agar berhasil

mencapai tujuan dengan baik.

B. Kerangka Berpikir

Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam yang dilakukan guru khususnya

peneliti pribadi cenderung bersifat konvensional. Guru mendominasi dalam proses

pembelajaran di kelas. Pembelajaran seperti ini disadari hanya berorientasi pada

target pencapaian kurikulum semata sehingga mengabaikan pengembangan

kemampuan berpikir siswa.

Kondisi seperti ini akan berdampak pada kurangnya pemahaman siswa

terhadap bentuk soal pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dari. Oleh karena

itu sudah saatnya guru mengubah cara pandang mengajar selama ini. Pembelajaran

harus berpusat pada siswa dan guru hanya bertugas sebagai fasilitator dalam proses
22

pembelajaran. Dan salah satu metode belajar yang tepat adalah dengan

menggunakan model pembelajaran Stude Teams Achievement Division (STAND).

Dalam pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran Stude Teams

Achievement Division (STAND) siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dalam

memahami dan menyelesaikan bentuk soal cerita pada pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam. Pembelajaran seperti ini sangat efektif guna mengatasi

kelemahan siswa dalam menyelesaikan bentuk soal uraian pada pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Alam.

Dari penjelasan diatas maka dapat digambarkan kerangka berpikir sebagai

berikut :
Rendahnya
Kemampuan siswa
dalam menyelesaikan
Kondisi Pembelajaran Ilmu soal pada
awal
Pengetahuan Alam Tanpa pembelajaran Ilmu
Menggunakan Model Pengetahuan Alam
23

Tindakan Pembelajaran Menggunakan Model


Pembelajaran Stude Teams Achievement
Division (STAND) pada Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam

Meningkatnya Kemampuan Siswa Dalam


Kondisi akhir Menyelesaikan Soal Pada Pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam Sehingga Meningkat Pula
Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Siswa

Gambar 2.3 Alur Kerangka Berpikir

C. Hipotesis Tindakan

Hipotesis tindakan penelitian ini adalah sebagai berikut: “Penggunaan model

Pembelajaran Stude Teams Achievement Division (STAND) dapat meningkatkan

hasil belajar pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Kelas III di SDN Kebon Bawang

05 Pagi.“

Anda mungkin juga menyukai