Anda di halaman 1dari 10

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA


13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

POTENSI PENCEMARAN AIRTANAH DI DAERAH SUB-URBAN KABUPATEN


BANDUNGBAGIAN SELATAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE LEGRAND

Rizka Maria*
Anna F.R
Wilda N
Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI
*rizka_maria@yahoo.com

ABSTRAK
Kabupaten Bandung bagian selatan secara fisik telah berkembang menjadi daerah sub-urban dengan
aktivitas yang kompleks. Salah satu dampak aktifitas masyarakat adalah peningkatan limbah domestik
yang dihasilkan. Kondisi ini menyebabkan wilayah ini menjadi rentan terhadap pencemaran.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi pencemaran airtanah. Metode yang digunakan
adalah metode Le Grand yang di validasi dengan hasil kualitas air. Berdasarkan hasil analisis potensi
pencemaran airtanah didapatkan menunjukkan bahwa daerah ini memiliki kelas lahan tergolong
peringkat buruk, dengan kondisi sanitasi yang kurang memadai. Peringkat situasi tapaknya
mempunyai nilai +8 yang berarti bahwa sangat mungkin terjadi pencemaran airtanah, dengan tingkat
penerimaan hampir pasti tidak dapat diterima. Setelah divalidasi dengan hasil kualitas air manujukkan
bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung bagian selatan telah tercemar nitrat – nitrit dan
amonia. Daerah penelitian sangat rentan terhadap pencemaran airtanah yang menunjukkan masih
rendahnya kesadaran masyarakat dalam menjaga kondisi sanitasi dan lingkungannya.
Kata kunci :kerentanan,pencemaran, airtanah, Le Grand

1. Pendahuluan
Air merupakan sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup
untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari. Namun airtanah memiliki kelemahan yaitu jika
terjadi pencemaran di dalam airtanah tersebut maka akan sulit dilakukan pemulihan
kualitasnya.Zat pencemar (pollutant) dapat didefinisikan sebagai zat kimia (cair, padat,
maupun gas), baik yang berasal dari alam yang kehadirannya dipicu oleh manusia (tidak
langsung) maupun dari kegiatan manusia (antropogenic origin) yang telah diidentifikasi
mengakibatkan efek yang buruk bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Semua itu
dipicu oleh aktivitas manusia, sedangkan kontaminan, sama seperti zat pencemar, hanya saja
efek negatif atau dampaknya secara nyataterhadap manusia dan lingkungannya belum
teridentifikasi secara jelas (Notodarmojo, 2005).
Sudarmadji (1995), menyatakan bahwa sebagai lapisan pembawa air, akuifer menentukan
tingkat penyebaran pencemar. Akuifer dengan permeabilitas tinggi memungkinkan pencemar
untuk menyebarkan dengan cepat dan jauh. Gradien muka airtanah berpengaruh terhadap
kecepatan aliran airtanah. Dengan demikian, berpengaruh terhadap gerak dan penyebaran
airtanah yang terdapat didalamnya. Makin besar gradien muka airtanah maka akan semakin
besar kemungkinan pencemar didalamnya menyebar lebih cepat dan lebih jauh. Hal terakhir
yang perlu diperhatikan adalah jarak horisontal dengan sumber pencemar. Semakin dekat
jarak antara sumur dengan sumber pencemar, semakin besar kemungkinan airtanah dalam
sumur mengalami pencemaran.
Pencemaran merupakan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan
komponen lain kedalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas turun sampai ke tingkat
tertentu yang menyebabkan air tersebut tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya
(PP No.82, tahun 2001). Kualitas airtanah dipengaruhi oleh ada atau tidaknya zat pencemar
233
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

yang masuk ke airtanah dan kondisi fisik daerah tersebut. Hal ini disebabkan airtanah terdapat
pada lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah, sehingga mempengaruhi tingkat
kerentanan airtanah terhadap suatu pencemaran. Sebagian besar masyarakat di wilayah
Bandung bagian Selatan menggunakan airtanah sebagai sumber air yang utama.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat, Alma Lucyati berdasarkan survey
Enviromental Health Risk Assesment oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung pada tahun
2013 pada 26 kecamatan dan 75 desa, diperoleh hasil bahwa 13,7 persen dari sekitar 3,3 juta
warga Kab. Bandung, buang air besar di MCK umum. 3,6 persen di sungai, 2,9 persen di
selokan, 0,4 persen di kebun, 4 persen pada WC di atas kolam, 0,6 persen di lubang galian.
Sementara dalam hal saluran buangan tinja, 51,8 persen tidak mengalir ke tangki septik
(http://regional.kompas.com).
Daerah Sub-urban Bagian selatan Kabupaten Bandung merupakan daerah suburban yang
secara fisik sekarang berkembang menjadi daerah urban. Perkembangan penduduk yang terus
meningkat menyebabkan daerah ini memiliki aktivitas yang kompleks. Kompleksitas kegiatan
penduduk yang dilakukan tidak lepas dari peningkatan limbah domestik yang dihasilkan dan
pemenuhan kebutuhan airtanah sebagai sumber kehidupan. Namun kondisi tersebut tidak
diikuti dengan peningkatan pengelolaan lingkungan yang baik terutama perbaikan sanitasi
tempat pembuangan (tangki septik) yang menjadi sumber pencemar terhadap airtanah.
Kondisi ini menyebabkan daerah menjadi rentan terhadap pencemaran, karena itu monitoring
terhadap tingkat potensi pencemaran airtanah berdasarkan karakteristik airtanah merupakan
hal yang mendesak untuk dilakukan.
Melihat latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penelitian terkait dengan kondisi
kerentanan airtanah terhadap pencemaran di daerah sub-urban di daerah Kabupaten Bandung
bagian Selatan bertujuan untuk mengetahui zonasi potensi pencemaran airtanah dengan
menggunakan metode LeGrand dan mengevaluasi kecocokan metode LeGrand dalam zonasi
pencemaran airtanah berdasarkan analisis kandungan nitrat-nitrit dan amonia dalam airtanah
secaraaktual di daerah Kabupaten Bandung bagian Selatan.

2. Metode Penelitian
Metode LeGrand merupakan salah satu metode parametrik dalam pemetaan potensi
pencemaran airtanah dengan analisis nilai penskoran (Rating system). Penilaian kerentanan
berdasarkan pada asumsi bahwa bahan pencemar dilihat secara umum. Metode LeGrand ini
dikembangkan oleh Harry E.LeGrand pada tahun 1964 dengan mempertimbangkan faktor-
faktor antara lain kedalaman muka airtanah, kemiringan muka airtanah, jarak horisontal
dengan sumber pencemar, daya penyerapan di atas muka airtanah, dan permeabilitas akuifer.
Karakteristik dari masing-masing faktor akan menentukan cepat lambatnya polutan mencapai
muka airtanah (Gambar 1).
Penelitian ini dilakukan di daerah sub-urban Kabupaten Bandung bagian selatan yang
terkonsentrasi pada wilayah padat pendudukdengan parameter kualitas air berupa kandungan
coli tinja sebagai indikator pencemarannya. Analisis yang dilakukan di penelitian ini
menggunakan analisis deskriptif dan spasial untuk mengetahui zonasi potensi pencemaran
airtanah serta analisis komparatif untuk membandingkan kecocokan hasil zonasi pencemaran
airtanah secara potensial dengan zonasi pencemaran airtanah secara aktual dari hasil analisis
laboratorium kandungan coli tinja dalam airtanah. Konsep dasar pemberian skor dalam sistem
Le Grand ditinjau dari besar kecilnya faktor-faktor tersebut berpengaruh terhadap adanya
pencemaran. Skor yang besar diberikan pada faktor memiliki dampak kecil terhadap
pencemaran, sedangkan skor kecil kebalikannya (Todd,1980).
234
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Berdasarkan hal tersebut dapat dipahami bahwa pentingnya suatu penelitian terkait
pencemaran airtanah oleh limbah domestik terutama di daerah sub-urban yang dikaitkan
dengan jarak horisontal tangki septik terhadap sumur gali. Faktor jarak sumber pencemar
terhadap sumur gali yang digunakan oleh penduduk untuk memenuhi kebutuhan air
merupakan parameter yang sangat vital untuk dipertimbangkan dalam membuat zonasi
potensi pencemaran airtanah. Salah satu analisis zonasi pencemaran airtanah dapat dilakukan
menggunakan metode LeGrand.
Metode LeGrand dipilih dalam penelitian ini dikarenakan dalam metode ini
mempertimbangkan jarak horisonal terhadap sumber pencemar yang merupakan suatu
parameter yang sangat penting dalam pemetaan potensi pencemaran airtanah. Secara lebih
spesifik lagi, penelitian ini dilakukan di daerah sub-urban yang dikaitkan dengan
perkembangan penduduk yang terus meningkat namun tidak diikuti dengan peningkatan
sanitasi lingkungan sehingga mempunyai pengaruh terhadap kondisi airtanah daerah di
sekitarnya.

3. Data
a. Kondisi Morfologi
Berdasarkan topografinya, sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung bagian selatan
merupakan pegunungan atau daerah perbukitan dengan ketinggian yang bervariasi antara 500
m hingga 1.812 m di atas permukaan laut. Secara umum topografi Kabupaten Bandung dapat
dibedakan kedalam tiga jenis topografi yaitu dataran, perbukitan dan pegunungan (Tabel 1).
b. Batuan dan tanah pelapukan
Wilayah Kabupaten Bandung bagian selatan didominasi oleh pasir lempungan (Gambar
2). Tekstur tanah dengan jenis tanah pasir mempunyai dampak terhadap potensi terhadap
pencemaran karena memiliki kemampuan untuk meresapkanpolutan lebih cepat daripada
wilayah dengan jenis pasir lempungan.
c. Air tanah
Menurut Soetrisno (1983) tipe air tanah yang berada di Kabupaten Bandung dapat
digolongkan kedalam tiga klasifikasi yang meliputi aquifer dengan aliran melalui ruang antar
butir, aquifer dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir serta aquifer dengan aliran
melalui rekahan, kekar, saluran dan rongga. Ditinjau dari nilai persentase, jenis aquifer
dengan aliran melalui celah dan ruang antar butir dengan nilai persentase sebesar 63,16 %.
Aquifer melalui ruang antar butir dan aquifer melalui rekahan,persentasenya sebesar 17,98 %
dan 18,85 % (Gambar 3).
d. Konsentrasi zat pencemar
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa dari 17 lokasi pengambilan contoh air, ada
beberapa lokasi yang mempunyai konsentrasi nitrat-nitrit dan amoniak yang tinggi yaitu 4
lokasi dengan kandungan nitrat, 1 lokasi dengan kandungan nitrit dan 4 lokasi dengan
kandungan amonium yang melebihi ambang batas baku mutu (Tabel 2).
Kandungan unsur nitrat pada wilayah kabupaten Bandung bagian Selatan berkisar antara
1.03 mg/l – 38.1 mg/l. Ambang batas baku mutu maksimal untuk kandungan nitrat adalah 10
mg/l (PP 82/2001). Kandungan unsur nitrat yang melebihi batas maksimal terdapat pada
sampel KB-5 sebesar 20.99 mg/l, KB-8 sebesar 38.07 mg/l, KB-9 sebesar 40.57 mg/l, dan
KB-11 sebesar 23.61 mg/l.
Kadar unsur nitrit di Bandung Selatan berkisar antara < 0.001 mg/l – 0.177 mg/l.
Ambang batas maksimal untuk kandungan amoniak adalah 0,0.6 mg/l (PP 82/2001). Kadar
235
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

unsur nitrit yang melebihi batas maksimal terdapat pada sampel KB-17 sebesar 0.177 mg/l.
Nitrit yang berlebihan dapat mengakibatkan kondisi kurangnya oksigen apabila masuk ke
dalam tubuh manusia.
Kadar unsur amoniak pada wilayah Bandung Selatan berkisar antara 0.0154 mg/l – 18.76
mg/l. Ambang batas maksimal untuk kandungan amoniak adalah 0,5 mg/l (PP 82/2001).
Kadar unsur amoniak yang melebihi batas maksimal terdapat pada sampel KB-8 sebesar 2.71
mg/l, KB-13 sebesar 3.52 mg/l, KB-14 sebesar 3.48 mg/l, dan KB-15 sebesar 1.79 mg/l, KB-
16 sebesar 18.76 mg/l, KB-18 sebesar 3.92 mg/l, KB-19 sebesar8.46 mg/l, dan KB-20
kandungan amoniak yaitu sebesar 4.22 mg/l. Jika kadar amoniak lebih dari 0,5 mg/l maka
dapat menjadi zat beracun yang berbahaya bagi manusia.

4. Hasil dan Pembahasan

a. Analisis Kelayakan Berdasarkan Metode Le Grand (1980)


Analisis potensi pencemaran airtanah dengan menggunakan metode LeGrand
mempertimbangkan faktor-faktor antara lain kedalaman muka airtanah, kemiringan muka
airtanah, jarak horisontal dengan sumber pencemar, daya penyerapan di atas muka airtanah,
dan permeabilitas akuifer. Karakteristik dari masing-masing faktor akan menentukan cepat
atau lambatnya polutan mencapai muka airtanah( Tabel 3).
Berdasarkan hasil analisis potensi pencemaran airtanah dengan menggunakan metode
LeGrand menunjukkan bahwa di daerah Bandung bagian Selatan terletak pada kelas lahan
tergolong peringkat buruk dengan nilai 21. Peringkat situasi tapaknya mempunyai nilai +8
yang berarti bahwa kemungkinan terjadinya pencemaran terhadap air tanah sangat mungkin
terjadi pencemaran, dengan tingkat penerimaan hampir pasti tidak dapat diterima. Dengan
melihat hasil nalisis di atas menunjukan bahwa lokasi di daerah Bandung bagian Selatan
rentan terhadap pencemaran airtanah.
Konsentrasi nitrat-nitrit, amonia pada daerah penelitian memiliki nilai melebihi ambang
batas baku mutu. Faktor yang mempengaruhi adalah dengan jarak horisontal tangki septik
terhadap sumur gali, kondisi batuan dan kondisi sanitasi disekitar sumur. Perkembangan
penduduk yang terus meningkat pada wilayah urban namun tidak diikuti dengan peningkatan
sanitasi lingkungan akan pengaruh terhadap kondisi airtanah daerah di sekitarnya.
Berdasarkan hasil analisis diatas, telah terjadi kesesuaian antara analisis potensi pencemaran
airtanah berdasarkan metode Le Grand dengan hasil kualitas airtanah aktual di lapangan.

5. Kesimpulan
Berdasarkan analisis potensi pencemaran airtanah di daerah sub-urban kabupaten bandung
bagian selatan dengan menggunakan metode Legrand didapatkan hasil bahwa daerah ini
memiliki kelas lahan tergolong peringkat buruk, dengan kondisi sanitasi yang kurang
memadai. Peringkat situasi tapaknya mempunyai nilai +8 yang berarti bahwa kemungkinan
terjadinya pencemaran terhadap air tanah sangat mungkin terjadi pencemaran, dengan tingkat
penerimaan hampir pasti tidak dapat diterima. Konsentrasi nitrat-nitrit, amonia pada daerah
penelitian memiliki nilai melebihi ambang batas baku mutu. Faktor yang mempengaruhi
adalah dengan jarak horisontal tangki septik terhadap sumur gali, jenis batuan dan kondisi
sanitasi disekitar sumur. Perkembangan penduduk yang terus meningkat pada wilayah urban
namun tidak diikuti dengan peningkatan sanitasi lingkungan akan pengaruh terhadap kondisi
airtanah daerah di sekitarnya. Telah terjadi kesesuaian antara analisis potensi pencemaran
airtanah berdasarkan metode Le Grand dengan hasil kualitas airtanah aktual di lapangan.

236
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Acknowledgements
Tulisan ini merupakan bagian dari kegiatan tematik di Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI
Bandung.Penulis mengucapkan terima kasih kepada Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, atas
kesempatan untuk melakukan penelitian tersebut. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi yang telah membantu dalam penelitian.

Daftar Pustaka
Effendi, H.(2003).Telaah Kualitas Air. Penerbit Kanisius, Jogjakarta.
http://regional.kompas.com/read/2014/10/16/09450651/Garagara.Jamban.Jawa.Barat.Disorot.
Dunia, di akses tanggal 29 Desember 2014.
Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun.(2015). Biro Pusat Statistik Jawa Barat.
Le Grand, H.E.(1980).A Standard System for Evaluating Waste Disposal Site, U.S. Water
Well Association
Notodarmojo, S.(2005).Pencemaran Tanah dan Airtanah. Penerbit Institut Teknologi
Bandung, Bandung.
Peraturan Pemerintah RI no.82/2001, tanggal 14 Desember 2001. Pengelolaan Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta

Sudarmadji, (1995)Karaktersistik Limbah Domestik di Kompleks Perumahan, Jurnal Manusia


dan Lingkungan, vol. A.
Silitonga (1973) Peta geologi Lembar Bandung. Pusat Survei Geologi, Bandung
Todd,D.K, (1980).Groundwater Hydrology. John Willey &Sons, Singapore, pp. 345 – 355.

237
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Gambar 2. Jenis batuan di lokasi penelitian

238
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. Kondisi akuifer di kawasan Bandung Selatan

Tabel 1. Klasifikasi Topografi Wilayah Kabupaten Bandung Selatan


No Kecamatan Topografi Wilayah Ketinggian (mdpl)
1 Kec. Soreang Dataran 700-825
2 Kec. Pasirjambu Perbukitan 1.000-1.200
3 Kec. Pangalengan Pegunungan 984 - 1571
4 Kec. Cangkuang Perbukitan 700 – 710
5 Kec. Margaasih Dataran 600
Sumber: Kabupaten Bandung Dalam Angka Tahun 2015

Tabel 2.Nilai Unsur Nitrat dan Amoniak di daerah penelitian

Soreang Cangkuang Pangalengan Ciparay Margahayu Margaasih PP


Kecamatan 82/2001
, kelas I

KB KB KB KB KB KB- KB KB KB KB KB KB- KB- KB- KB- KB- KB- Kualitas


Lokasi
-1 -2 -3 -4 -5 6 -7 -8 -9 -10 -11 16 17 18 19 20 21 air

pH 7.46 6.83 6.91 5.95 5.07 6.06 5.57 5.01 5.19 5.93 5.42 6.86 7.13 7.09 7.17 6.95 6.9 6-9

NO3-N
(Nitrat) 1.33 4.96 1.93 7.76 21 1.37 6.69 38.1 40.57 6.23 23.61 4.08 1.75 3.27 1.03 5.26 3.95 10

NO2-N
(Nitrit) < 0,001 < 0,001 0.057 < 0,001 < 0,001 0.004 < 0,001 0.01 < 0,001 < 0,001< 0,001 0.004 0.177 0.06 0.059 0.004 0.022 0,06

NH4-N
(Amoniak) 0.08 0.015 0.279 0.08 0.02 0.05 0.024 2.71 0.233 0.03 0.027 18.76 16.2 3.92 8.46 4.22 0.306 0.5

239
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
mat (m) 2.6 1.77 2.5 9.3 2.6 2.34 11.5 0.5 11.5 0.65 4.2 0.5 3.9 3.9 1.25 2.6 4

Tabel 3.Penilaian potensi pencemaran (Le Grand, 1980)

240
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Keterangan :
- Tingkat kepekaan akuifer yang ditentukan oleh beberapa parameter seperti : jenis, sifat fisik
dan tebal lapisan tanah, gradient arah aliran dan kedalaman muka airtanah.
- Tingkat racun dan bahaya sampah menunjukkan jenis dan tingkat bahaya sampah terendah
(organik hingga sampah sangat berbahaya/radioaktif).
- Angka-angka dalam Matriks Potensi Bahaya menunjukkan besarnya harga PAR (Protection
Aquifer Rating).

Tabel 4. Peringkat Nilai dan Kelas Lahan

I. Jumlah Nilai II. Peringkat Nilai Kelas Lahan


- 10 Luar biasa baik
- 11 – 14 Baik sekali
- 15 – 17 Baik
- 18 – 20 Sedang
21 > 20 Buruk sampai buruk sekali

Parameter Penilaian
I II III IV Peringkat Situasi
21 = 9 5 3 4 B W I
7 7 B
14 -3 = 11 B

21 = Jumlah nilai 4 = Permeabilitas


241
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

9 = Jarak dari sumber air B = Tingkat Kepercayaan


5 = Kedalaman muka airtanah W = Pengaruh thd sumur gali
3 = Gradiend air tanah I = Sumber air penting
Keterangan :
- Lajur atas merupakan hasil penilaian pada table Le Grand
- lajur ke dua nilai matrik potensi bahaya
- lajur ketiga merupakan hasil pengurangan dari lajur pertama dengan lajur ke dua

Tabel 5.Tabel peringkat situasi(SR)


Peringkat Tapak Kemungkinan Pencemaran Tingkat Penerimaan
< -8 Hampir tidak mungkin - Hampir pasti dapat diterima
-4 s.d. –7 ? - Mungkin diterima
+3 s.d. –3 ? - Meragukan
+4 s.d. +7 Mungkin - Mungkin tidak dapat diterima
> +8 Sangat mungkin - Hampir pasti tidak dapat diterima

242

Anda mungkin juga menyukai