Anda di halaman 1dari 7

3

TINJAUAN PUSTAKA

Zeolit Alam
Zeolit merupakan mineral yang ditemukan oleh ahli mineral Swedia,
Freiherr Axel Fredrick Crondstedt pada tahun 1756 di tambang tembaga Svappari,
Lappmark, Swedia. Zeolit secara harfiah berasal dari kata yunani “zein” yang
berarti mendidihkan dan “lithos” yang berarti batu atau di sebut juga batu
mendidih. Nama ini diturunkan dari sifat mineral zeolit yang berbuih ketika
dipanaskan di dalam pipa. Penemuan zeolit tersebut segera diketahui dan akhirnya
dapat diketahui bahwa zeolit merupakan unsur yang terdapat di mana-mana di
formasi batuan basalt dan traprock (Sand & Mumpton 1978).
Mineral zeolit terdapat di berbagai jenis batuan, baik umur atau pun latar
belakang kondisi geologi dan hidrologi. Secara umum tipe-tipe kejadian dapat di
bagi menjadi 6 kategori, (1) zeolit garam alkali danau, (2) zeolit garam alkali
tanah dan permukaan, (3) zeolit sedimentasi laut, (4) zeolit perkolasi air di sistem
hidrologi terbuka, (5) pengubahan hidrotermal, dan (6) metamorfosis di lapisan
dalam bumi. Zeolit garam danau alkali merupakan zeolit dengan kelimpahan yang
sangat banyak.
Zeolit merupakan mineral yang banyak terdapat di Indonesia dengan jenis
yang beragam dan sebaran keberadaan yang luas di Indonesia. Zeolit alam ini
tersebar di beberapa daerah dengan topografi berbukit-bukit di Sumatera, Jawa,
Kalimantan, sampai ke Sulawesi. Deposit zeolit di Jawa Barat dan Banten
terdapat di Kabupaten Lebak Propinsi Banten, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten
Tasikmalaya. Zeolit di Kabupaten Lebak dapat dijumpai di daerah Kecamatan
Bayah, di daerah Rancapasung Desa Pasir Gombong. Keterdapatan zeolit di
Kabupaten Bogor terdapat di Kecamatan Nanggung khususnya daerah Desa
Nanggung. Keterdapatan zeolit di Sukabumi di daerah kecamtan Cikembar-
Cilember. Keterdapatan zeolit di daerah Tasikmalaya ada di kecamatan Cipatujah
dan kecamatan Cikalong Tasikmalaya (Eddy 2007). Contoh bongkahan zeolit
alam di lokasi penambangan dapat dilihat di Gambar 1.
4

Gambar 1 Contoh zeolit alam dari Bayah Banten.

Kelimpahan zeolit sendiri merupakan angka yang masih dalam skala


perkiraan. Ketidaktersediaan data secara komprehensif belum tersedia karena
produksi zeolit banyak yang diusahakan secara tradisional. Pemanfaatan zeolit
masih bersifat pemanfaatan dalam skala hulu artinya hanya pemanfaatan yang
bersifat produk bahan mentah atau setengah jadi. Produksi zeolit secara umum
sampai pada tahun 2003 adalah diperkirakan 60 000 ton/tahun (TEKMIRA 2009).
Jumlah perkiraan deposit zeolit di Kecamatan Bayah Lebak Banten sekitar 123
juta ton (Murpik 2010). Deposit zeolit di Cikalong Tasikmalaya Jawa Barat
sekitar 6 juta ton (Eddy 2007).
Jumlah perkiraan deposit zeolit di Kecamatan Bayah Lebak Banten sekitar
123 juta ton (Murpik 2010), sedangkan di Kecamatan Nanggung Kabupaten
Bogor sekitar 25 juta ton (PPTM 1997). Deposit zeolit di Kecamatan Cikembar
Kabupaten Sukabumi sekitar 24 juta ton. Deposit zeolit di Kecamatan Cipatujah
dan Cikalong Kabupaten Tasikmalaya masing-masing sekitar 4 dan 6 juta ton
(Eddy 2007).
Jenis-jenis zeolit alam yang ada di Indonesia secara umum merupakan zeolit
dengan jenis mordenit dan klipnoptilolit. Zeolit yang berasal dari Bayah,
Nanggung, Cipatujah dan Cikalong merupakan zeolit dengan jenis mordenit dan
klinoptilolit, sedangkan zeolit dari daerah Cikembar merupakan zeolit dengan
5

unsur dominan klinoptilolit. Jenis mineral lain juga terdapat dalam deposit zeolit
yang ada di indonesia, seperti plagioklas, kuarsa, kaolinit, montmorilonit,
kristobalit, kaolinit, mika/glass, kwarsa, dan oksida besi (PPTM 1997).
Keberagaman asal dan unsur penyusun atau campuran dari jenis-jenis zeolit
yang ada di Indonesia berpengaruh terhadap kualitas zeolit alam Indonesia.
Banyaknya unsur penyusun zeolit alam merupakan suatu kerugian dan suatu
kelebihan. Kerugian yang terjadi adalah adanya beberapa unsur yang saling
tercampur sehingga menyulitkan karakterisasi dan sifat-sifat yang muncul lebih
sulit untuk diduga. Sedangkan kelebihan yang didapatkan adalah dengan adanya
beberapa senyawa yang saling bergabung dimungkinkan terjadinya efek sinergis
sehingga tahan terhadap perubahan lingkungan zeolit tempat tersebut berada,
seperti panas dan asam atau basa.

Struktur dan Sifat Zeolit


Zeolit merupakan senyawa kimia dengan rumus umum
M2/nO.Al2O3.x(SiO2).yH2O. Senyawa ini merupakan suatu senyawa alumino-
silikat terhidrasi, dengan unsur utama unsur alkali dan alkali tanah. M adalah
unsur logam yang merupakan logam alkali atau alkali tanah, n merupakan valensi
kation yang logam, x merupakan suatu bilangan 2-10, dan y merupakan suatu
bilangan 2-7. Molekul air dapat terjerap pada struktur kristal zeolit tersebut
sehingga lazim zeolit di jumpai dengan mengandung air kristal dan disebut
dengan zeolit terhidrasi. Kandungan air dalam zeolit berkisar sekitar 1-35%.
Perbandingan antara atom Si dan Al akan menghasilkan banyak variasi zeolit.
Jumlah zeolit yang telah terdeteksi lebih dari 50 jenis (PPTM 1997).
Jenis-jenis zeolit yang umum di temukan adalah analsim
Na16(Al16Si32O96).16H2O, kabasit (Na2,Ca)6(Al12Si24O72).40H2O, klinoptilotit
(Na4K4)(Al8Si40O96).24H2O, erionit (Na,Ca5K)(Al9Si27O72).27H2O ferrierit
(Na2Mg2)(Al6Si30O72).18H2O, heulandit Ca4(Al8Si28O72).24H2O, laumonit
Ca(Al8Si16O48).16H2O, mordenit Na8(Al8Si40O96).24H2O, filipsit
(Na,K)10(Al10Si22O64).20H2O, natrolit Na4(Al4Si6O20).4H2O, dan wairakit
Ca(Al2Si4O12).12H2O. Jenis yang paling umum dijumpai di Indonesia adalah jenis
klinoptilolit dan mordenit (PPTM 1997)
6

Atom Si dan Al dapat menyusun struktur zeolit dan dapat bertukar tempat
antar atom dengan bebas. Bentuk ini disebut dengan Struktur klinoptilolit dapat
dilihat di Gambar 2. Struktur zeolit dengan jenis mordenit dapat dilihat di Gambar
3.

Gambar 2 Struktur klipnotilolit; merah: Si atau Al putih: oksigen

Gambar 3 Struktur zeolit mordenit

Zeolit Termodifikasi
Zeolit merupakan mineral dengan gugusan alumina dan silika yang saling
bertaut silang melalui pengikatan atom oksigen dengan ukuran pori sekitar 2-4
nm. Karakter permukaan zeolit dapat diubah sifatnya dengan melakukan proses
modifikasi permukaan dengan menggunakan berbagai teknik. Cara yang dapat
dilakukan adalah dengan memodifikasi pada permukaan dengan menggunakan
7

senyawa seperti asam untuk membersihkan pori dari logam yang terjerap dan
penambahan gugus yang lainnya. Pengubahan permukaan juga dapat dilakukan
secara fisika utuk mengubah ukuran pori-pori permukaan. Tujuan dari
pengubahan permukaan adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dari
suatu zeolit seperti kemampuan interaksi dengan senyawa lain, perubahan ukuran
pori, kemampuan adsorpsi terhadap adsorbat tertentu, dan berbagai hal lainnya
(Mockovčiakovă 2008).
Modifikasi permukaan zeolit untuk keperluan sebagai elektrode diawali
pada tahun 1980 dan dikenal dengan nama CME (chemically modified electrode).
Elektrode zeolit termodifikasi dikenal dengan istilah ZME (zeolite modified
electrode). Walcarius (1999) menyebutkan pemanfaatan elektrode zeolit
termodifikasi dilakukan melaluli empat cara yaitu: dispersi zeolit di suatu matriks
padat, pemampatan zeolit di subtstrat konduktif, pelapisan zeolit dengan bentuk
lapis tipis di permukaan elektrode padat, dan ikatan kovalen zeolit dengan lapisan
permukaan elektrode.
ZME memanfaatkan kapasitas tukar ion dari zeolit dan juga selektivitas
molekuler zeolit (ukuran, bentuk, muatan). Sifat yang menguntungkan dari zeolit
ini yang dimanfaatkan untuk pengembangan sensor dengan memanfaatkan ZME.
Pemanfaatan ZME selain untuk kepentingan deteksi spesi anorganik juga untuk
spesi organik seperti gula, hebisida, surfaktan, neurotransmiter, dan senyawa
bahan obat. Pengembangan selanjutnya bisa dilgunakan untuk pengembangan
biosensor (Valdes et al. 2006).

Nano Zeolit
Nano zeolit merupakan senyawa yang dimanfaatkan karena peningkatan
kinerja dari adanya pori yang lebih teratur. Pemanfaatan ini didasarkan pada
kemampuan molekul untuk masuk ke permukaan bagian dalam nano zeolit yang
akan meningkatkan kemampuan katalitik dari zeolit tersebut. Kemampuan dari
nano zeolit ini dapat di tingkatkan lagi dengan cara memodifikasi permukaan
zeolit dengan beberapa gugus fungsi sehinga menjadi lebih selektif terhadap
reaktan yang beriteraksi dengan permukaan (Bauer et al. 2007). Kugbe et al.
8

(2009) melaporkan nano komposit zeolit-geotit hasil sintesis merupakan komposit


dengan sifat adsorben yang sangat baik.
Senyawaan nano zeolit dengan dimensi kurang dari 100 nm mempunyai
konduktivitas proton yang tinggi bila nisbah Si/Al mempunyai nilai rendah. Cara
yang dapat dilakukan untuk menurunkan rasio Si/Al menjadi rendah adalah
dengan menaikkan kandungan Al atau menurunkan kandungan Si (Frisch et al.
2009)

Kromium
Kromium merupakan unsur nomor 24 dalam sistem periodik dan termasuk
ke dalam golongan logam transisi. Keberadaan kromium di lingkungan bisa
berada dalam berbagai tingkat bilangan oksidasi. Bentuk yang paling stabil adalah
bentuk trivalen (Cr(III)) dan heksavalen (Cr(VI)). Kromium heksavalen
merupakan suatu oksidator kuat yang cenderung stabil bila berada di lingkungan
asam. Kromium trivalen lebih stabil bila berada di lingkungan yang cenderung
netral. Perbedaan bilangan oksidasi dari dua spesi kromium tersebut telah
menyebabkan sifat keduanya berbeda. Sifat toksik kromium akan sangat dominan
bila berada di bentuk heksavalen (Cervantes et al. 2001).
Menurut Robless-Camacho & Armienta (2000) tingkat toksisitas kromium
heksavalen 100-1000 lebih beracun dari pada kromium trivalen. Keracunan akibat
mengkonsumsi air yang mengandung kromium heksavalen dapat menyebabkan
penyakit usus, lambung, dan hati. Kromium heksavalen juga diketahui merupakan
senyawa genotoksik dan sitotoksik untuk sel-sel eukariot dan bakteri. Wang
(1999) menyatakan bahwa kromium adalah senyawa mutagen dan karsinogen
yang kuat dan bisa mencapai organ manusia melalui udara yang terhirup dan
kontaminasi lewat air yang diminum.
Unsur kromium dalam jumlah kelumit diperlukan oleh tubuh untuk
meningkatkan kinerja insulin dalam jaringan tubuh. Insulin merupakan hormon
yang berperan dalam pengaturan kadar gula darah (Burger & Gochfeld 1995,
Lazaridis & Charalambous 2005).
9

Spesiasi Kromium
Spesiasi kromium diperlukan karena adanya karakter atau sifat dari
kromium yang dapat berada pada kondisi oksidasi. Kromium bisa berada pada
kondisi oksidasi +3 (trivalen) pada kondisi pH lingkungan yang cenderung netral.
Ketika kromium berada pada pH lingkungan yang rendah maka akan didapatkan
kondisi kromium dengan tingkat oksidasi yang lebih tinggi bila dibanding dengan
kromium pada pH netral yaitu pada kondisi bilangan oksidasi +6 (heksavalen).
Perbedaan kondisi oksidasi akan mempengaruhi mobilitas dan toksisitas dari
kromium (Hosseini & Belador 2009).
Analisis spesi krom yang berbeda ini mendorong berbagai peneliti untuk
menggunakan berbagai macam teknik agar dapat menentukan kondisi kromium
dengan dua keadaan oksidasi tersebut pada saat bersaamaan sehingga akan
mempermudah proses identifikasi dan penanganan terhadap keadaan yang
menyebabkan terjadinya kromium dengan dua tingkat oksidasi tersebut.
Teknik spesiasi yang umum dilakukan adalah dengan menggunakan teknik
elektroanalitik, teknik analisis yang lain biasanya relatif sulit untuk analisis dan
spesiasi secara langsung spesi kromium (Aydin & Soylak 2009). Teknik yang
dilakukan oleh Matos et al. (2009) adalah dengan menggunakan teknik
spektrometri serapan atom yang didahului oleh pemisahan/prekonsentrasi dengan
menggunakan ekstraksi titik awan. Kim et al. (2009) melakukan analisis spesi
kromium dengan menggunakan analisis injeksi aliran ektraksi fase padat yag
dilanjutkan dengan menggunakan analisis AAS. Analisis ini didahului oleh proses
prekonsentrasi yang pada kolom mikro yang berisi suatu adsorben mesoporus.
Bulut et al. (2009) melakukan spesiasi kromium dengan menggunakan metode
CEFC (carrier-element free coprecipitation) dengan memanfaatkan turunan
Isatin. Spesiasi kromium dengan menggunakan prekonsentrasi pada silika
termodifikasi Niobium(V) oksida dilakukan oleh Martendal et al. (2009). Shah et
al. (2009) melakukan spesiasi kromium dengan menggunakan ICP-MS
(inductively couple plasma-mass spectrometry). Hagendorfer & Goessler (2008)
melakukan spesiasi kromium dengan menggunakan kromatografi ion dan ICP-MS
sebagai detektor selektif molekul. Kappen et al. (2008) melakukan kajian spesiasi
kromium dengan menggunakan absorbsi sinklotron sinar X.

Anda mungkin juga menyukai