Anda di halaman 1dari 4

Tiap Armizole tablet (600 mg) mengandung:

Dipyrone 500 mg
Poliyvinyl Pyrrolidone K30 3 %
Magnesium Stearate 1 %
Talk 2 %
Sodium Starch Glycolate 4 %
Alkohol 70% 5 %
Avicel PH 101 ad 100 %

A. Dasar Pembuatan Sediaan


1) Tablet merupakan sediaan padat kompak dibuat secara kempacetak, dalam
bentuk tabung pipih, atau sirkuler, kedua permukaanya rata atau cembung,
mengandung satu jenis obat atau lebih dengan atau tanpa zat tambahan, zat
tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai pengisi, zat pengembang, zat
pengikat, zat pembasah atau zat yang lain yang cocok (FI Edisi III dan Athijah,
2011)
2) Pada formulasi Armizole dibuat sediaan tablet, karena tablet merupakan sediaan
pada yang sifat fisika kimianya lebih stabil sehingga dosis dan intensitas
terapeutiknya dapat terjaga dalam rentang waktu penyimpanan yang lama
dibandingkan sedian cair, hal ini dikarenakan sediaan tablet tidak mengandung air
sehingga terhindar dari pertumbuhan dan kotaminasi mikroorganisme yang dapat
menyebabkan perubahan fisika maupun kimia (Athijah, 2011 : 78 dan Join, 2012 :
892).
3) Pada formulasi Armizole dibuat sediaan tablet, karena tablet merupakan sediaan
pada yang sifat fisika kimianya lebih stabil sehingga dosis dan intensitas
terapeutiknya dapat terjaga dalam rentang waktu penyimpanan yang lama
dibandingkan sedian cair, hal ini dikarenakan sediaan tablet tidak mengandung air
sehingga terhindar dari pertumbuhan dan kotaminasi mikroorganisme yang dapat
menyebabkan perubahan fisika maupun kimia (Athijah, 2011 : 78 dan Join, 2012 :
892).
4) Biaya yang dibutuhkan untuk produksi sediaan tablet lebih murah dibandingkan
sediaan cairan dan kapsul. Obat dalam bentuk cair lebih mahal karena biaya
transportasinya lebih mahal hal ini disebabkan oleh dosis cairan lebih berat
dibandingkan tablet, selain itu kebocoran atau pecah selama selama proses
transportasi mengakibatkan masalah yang lebih serius (Lachman,2012 Hal : 644)
edangkan pada kapsul, bahan tambahan yang digunakan untuk tablet lebih murah
dibandingkan kapsul (Grahan, 1989 Hal : 5)
B. Dasar Pemilihan Formula
1) Dasar Pemilihan Zat Aktif
a. Pemberian dipyrone pada 710 pasien dengan menggunakan dosis 500 mg
dipyrone menunjukkan efek anlagesik yang efektif, selain itu dipyrone lebih
efektif penggunaannya jika dibandingkan dengan aspirin dan paracetamol
dengan menggunakan dosis yang sama yaitu 500 mg (Sweden.1996 Hal : 13)
b. Dipyrone memiliki sifat analgesik dan antipereutik, sebagai contoh ditemukan
bahwa dipyrone menghambat agregasi platelet TX2 dan memberikan efek
penghambatan kompetitif pada aktivitas PG shynthease. Selain bekerja secara
perifer, dipyrone juga bekerja dengan aksi sentral dengan memberikan efek
analgesik dengan memanifestasikan dirinya sebagai aktivasi inhibitor pada
periaqueductal grey, yaitu dipyrone menekan potensi nyeri yang ditimbulkan
dalam neuron talamik, selain dari itu dipyrone relatif aman untuk saluran GI
(Sharav, 2008 Hal : 13).
2) Dasar Pemiihan Kekuatan Sediaan
a. Dipyrone yang dipasarkan dengan nama dagang antalgin yang beredar memiliki
kandungan bahan aktif 500 mg per tablet untuk dosis dewasa, dan pada dosis
500 mg merupakan dosis terendah yang sudah dapat memberikan efek
terapeutik (ISO, 2017 Hal : 3-4 dan FI edisi III Hal : 975).
b. Penggunaan dipyrone dapat diberikan secara peroral dengan dosis 0,5 g hingga
4 g dalam sehari (Sweetmen. 2009 Hal : 49), pada dosis 500 mg dipyrone
digunakan sebagai obat untuk meringankan rasa sakit terutama nyeri kolik dan
pasca operasi (ISO, 2017 Hal : 3) serta pada dosis 500 mg dipyrone
menunjukkan efek anlagesik yang efektif (Sweden, 1996Hal : 13).
C. Dasar pemilihan Bahan
1) Polyvinyl Pyrrolidone/PVP (Binder/Bahan Pengikat)
a) PVP merupakan bahan tambahan yang sudah sejak lama digunakan dalam
formulasi sediaan farmasi. PVP dapat digunakan sebagai bahan pengikat pada
tablet dengan motode granulasi basah dengan konsentrasi yang digunakan
yaitu 0,5-5%. PVP tidak bersifat toksik, tidak diserap pada saluran
gastrointestinal dan membran mukus sehingga aman untuk digunakan, selain
itu PVP tidak inkompabilitas dengan bahan aktif maupun bahan tambahan
yang lain yang akan digunakan (Rowe, 2009 Hal : 581,583,584)
b) PVP bisa larut dalam air maupun alkohol serta tidak memerlukan pengerjaan
khusus, berbeda dengan bahan pengikat yang lain seperti pasta pati yang
sebelum digunakan terlebih dahulu harus dipanaskan di waterbath, gelatin
solution yang harus digunakan segar yaitu saat masih panas, karena ketika
dingin maka akan memadat, dan pada selulosa solution harus dilarutkan
dengan air dingin, karena bila menggunakan air panas maka tidak akan larut
dan tidak terdispersi (Williams and Wilkins Hal : 892)
c) Pada pembuatan tablet dengan granulasi basa secara umum digunakan PVP
K25, PVP K30 dan PVP K90 (16) sebagai pengikat karena dapat memberikan
granul yang lebih keras dan sifat alir yang lebih baik dibandingkan pengikat
yang lain serta kerapuhan yang rendah dan daya ikat yang tinggi, dan pada
PVP K30 dapat memberikan kekerasan dua kali lipat (Vivapharm PVP K30 Hal :
71), maka dari itu digunakan PVP K30 sebagai pengikat.
2) Magnesium Stearate (Lubricant)
a) Magnesium stearate secara luas telah digunakan sebagai bahan tambahan
dalam formulasi sediaan farmasi, hal ini karena magnesium stearate tidak
menyebabkan toksik jika diberikan secara oral dan tidak menunjukkan adanya
efek karsiogenik, magnesium stearate mempunyai pemerian higroskopik dan
dapat digunakan sebagai lubrikan dengan konsentrasi 0,5-5% (Rowe, 2009 Hal :
404-405)
b) Magnesium stearate mempunyai bentuk yang padat dan membentuk film
dengan titik leleh yang tinggi sehingga mengurangi gesekan antara bahan
dengan dinding mesin serta mempunyai daya geser yang rendah pada
permukaanya (Gibson, Mark. 2009 Hal : 392)
c) Magnesium stearate dapat menurunkan kemampatan, menurungkan waktu
desintegrasi dan waktu disolusi. Sejauh ini, magnesium stearate kemungkinan
mempunyai kemampuan terbak sebagai lubrikan, dan ,magnesium stearate
dijadikan sebai standar lubrikan (Augsburger, 2008 Hal : 255,258,260)
3) Sodium Starch Glycolate/SSG (Disintegrant)
a) SSG telah banyak digunakan pada oba-obatan oral sebagai desintegran pada
formula tablet. Proses disintegrasi terjadi dengan penyerapan air yang cepat
yang diikuti dengan pembekakan pada tablet yang cepat pula. Proses
disintegrasi akan terjadi secara lebih efisien jika bahan tambahan yang lain
seperti lubrikan bersifat hidrofobik, tekanan pada tablet tidak akan
memoengaruhi kerja SSG sebagai disintegrasi. SSG ini digukana karena, bahan
ini tidak inkompatibilitas dengan bahan aktif maupun dengan bahan tambahan
yang lain (Augsburger, 2008 Hal : 663.664,665).
b) SSG memiliki daya tarik air yang tinggi dan aksi yang cepat sehingga sangat baik
digunakan sebagai disintegrant, hal ini dapat dilihat pada salah satu merk
dagang SSG yang dilaporkan bahwa SSG dapat menyebabakan pembekakan
pada tablet 300% dari volumenya dalam air (Loyd V Allen, 2005 Hal : 238).
c) SSG memiliki afektivitas sebagai disintegrator dengan menggunakan
konsentrasi yang lebih kecil dbandingkan menggunakan pati, selain itu proses
dan hasil kompresinya lebih baik dibandingkan menggunakan pati (Gibson,
Mark. 2009 Hal : 398).
4) Talk (glidan dan Anti-adherent)
a) Talk secara luas digunakan sebagai bahan tambahan dalam formulasi farmasi,
selain itu talk tidak diserap secara sistematik setelah dikonsumsi secara oral
dan tidak beracun bagi tubuh (Rowe, 2009 Hal : 730) dan talk memiliki efek
yang sangat baik sebagai anti-adherent (Gibson, Mark. 2009 Hal : 389)
b) Talk merupakan salah satu anti adherent yang berfungsi untuk memudahkan
mengambil tablet dari pencetakan saat pengempaan,karena talk tidak larut air
sehingga dapat digunakan untuk mencegah melengket pada cetakan.
(Liebermen, 1989 Hal : 116, 242)
c) Magnesium stearate yang dikonbinasikan dengan talk memberikan efek
lubrikan yang yang lebih baik daripada hanya sekedar menggunakan
magnesium stearate. Hal ini karena talk memilki lapisan yang keras yang dapat
tergelincir dan terguling satu sama lain, oleh karena itu talk dapat
meningkatkan kekuatan kekompakan (Vivapharm PVP K30 Hal : 260).
5) Avicel PH 101 (Diluent)
a) Avicel secara luas digunakan dalam formulasi farmasi, yaitu salah satunya
digunakan sebagai bahan pengisi pada tablet. Selain itu avicel realatif tidak
menyebabkan iritasi dan tidak toksik serta tidak inkompabilitas dengan zat
aktif serta bahan tambahan lain yang digunakan (Rowe, 2009 Hal : 130-131)
b) Avicel adalah salah satu zat pengisi yang jugaberperan sebagai disintegran
ketika menghasilkan kohesi gumpalan, selain itu avicel lebih cocok digunakan
dibandingkan laktosa karena laktosa inkompatibilitas dengan dipyrone yang
memiliki gugus amin (Lachman, 2012 Hal : 698-701)
c) Avicel PH 101 merupakan bentuk serbuk sehingga ukuran partikelnya kecil jika
dibandingkan dengan avicel PH 102 yang berbentuk granul sehingga biasa
digunakan sebagai pengisi dalam granulasi basah (Jones, David. 2008 Hal : 212)

Anda mungkin juga menyukai