Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

KIMIA LINGKUNGAN

“Pemanasan Global”

Dosen Pengampu: Dewi Pratiwi, S. Pd., M. Si.

Disusun oleh:

1. Handika Saputra (F1061171043)


2. Kristiando Siburian (F1061171033)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2019
Pemanasan Global

A. Pengertian Pemanasan Global


Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk
ketidakseimbangan ekosistem di bumi akibat terjadinya proses peningkatan
suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan di bumi.
Selain itu, pemanasan global adalah kondisi peningkatan suhu rata-rata
permukaan bumi akibat konsentrasi gas rumah kaca yang berlebih.
B. Penyebab Pemanasan Global
Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan
bahwa sebagian besar peningkatan temperatur rata-rata global sejak abad ke-
20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas
rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Efek rumah
kaca terjadi secara alami karena memungkinkan berlangsungnya kehidupan
semua makhluk di bumi. Tanpa adanya gas rumah kaca, seperti karbodioksida
(CO2), metana (CH4), atau dinitro oksida (N2O), suhu permukaan bumi akan
33 derajat Celcius lebih dingin.
Gas yang termasuk dalam kelompok gas rumah kaca adalah
karbodioksida (CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon
(HFC), perfluorokarbon (PFC), sampai sulfur heksafluorida (SF6). Jenis gas
rumah kaca memberikan yang sumbangan terbesar bagi emisi gas rumah kaca
adalah karbondioksida, metana dan dinitro dioksida. Sebagian besar gas
tersebut dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil, (minyak bumi dan batu
bara) disektor energi dan transportasi, penggundulan hutan, dan pertanian.
Emisi karbondioksida dihasilkan dari pembakaran bahan baker fosil (minyak
bumi dan batu bara) pada sektor industri dan transportasi. Sumber utama
penghasil emisi karbondioksida secara global ada dua macam.
 Pembangkit listrik bertenaga batu bara.
 Pembakaran kendaraan bermotor. (Ford, 2005).
C. Sifat Bahan Kimia Gas Rumah Kaca
1. Gas Karbon dioksida (CO2)
Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak
berbau. Ketika dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi
Karbon dioksida di atmosfer, ia akan terasa asam di mulut dan di hidung
dan tenggorokan. Efek ini disebabkan oleh pelarutan gas di membran
mukosa dan saliva, membentuk larutan asam karbonat lemah. Sensasi ini
juga dapat dirasakan ketika seseorang bersendawa setelah minum air
berkarbonasi (Misalnya Coca Cola). Konsentrasi yang lebih besar dari
5.000 Ppm tidak baik untuk kesehatan, sedangkan konsentrasi lebih besar
dari 50.000 Ppm dapat membahayakan kehidupan hewan.
2. Gas Metana (CH4)
Metana merupakan komponen utama gas alam, sekitar 87%
volume. Pada suhu kamar dan tekanan standar , metana adalah gas tidak
berwarna, tidak berbau. Metana memiliki titik didih -161 ° C (-257,8 ° F )
pada tekanan satu atmosfer . Sebagai gas itu mudah terbakar hanya sedikit
rentang konsentrasi (5-15%) di udara. Metana cair tidak membakar kecuali
mengalami tekanan tinggi (biasanya 4-5 atmosfer). Metana sangat mudah
terbakar. Campuran dari metana dengan udara yang eksplosif dalam
kisaran 5-15% volume metana.Metana dapat bereaksi keras atau eksplosif
dengan oksidator kuat, seperti oksigen, halogen atau senyawa interhalogen.
Pada metana konsentrasi tinggi menyebabkan keadaan sesak nafas.
3. Gas Dinitro oksida (N2O)
Dinitrogen oksida, dikenal luas sebagai gas tertawa,
adalah senyawa kimia dengan rumus N2O. Sebutan "gas tertawa" merujuk
pada efek kegirangan (euforia) yang dialami manusia apabila
menghirupnya, sehingga dulu pernah digunakan sebagai halusinogen
rekreatif (hiburan). Pada suhu ruang, ia berwujud gastak berwarna dan
tidak mudah terbakar. Apabila dihirup atau dicecap terasa sedikit aroma
dan rasa manis. Sebagai salah satu gas rumah kaca dan pencemar udara,
N2O termasuk gas yang berbahaya karena memiliki 298 kali pengaruh yang
lebih kuat per satuan berat daripada CO2 dalam rentang waktu 100 tahun.
Di udara, N2O bereaksi dengan atom oksigen membentuk NO, dan NO
kemudian akan memecah ozon.
4. Gas Hidrofluorokarbon (HFC)
Hidrofluorokarbon (HFC) dikembangkan untuk menggantikan
CFC sebagai refrigerant atau gas pendingin. Sayangnya, walaupun bisa
mencegah kerusakan ozon karena bisa menggantikan CFC, HFC menjadi
ancaman dalam bentuk lain karena dapat menyerap panas 3839 kali lebih
besar dari CO2. Produksi HFC setiap tahunnya meningkat 15%. Dengan
terus meningkatnya produksi HFC, dan kemampuan „super‟nya sebagai gas
rumah kaca, tentu bisa melemahkan efek dari usaha pengurangan gas
rumah kaca yang lain seperti CO2.
5. Gas Perfluorokarbon (PFC)
Lemari pendingin di beberapa negara berkembang masih
menggunakan PFC (Perfluorokarbon) sebagai media pendingin yang selain
mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan
yang melindungi bumi dari radiasi ultraviolet).
6. Gas Sulfur heksafluorida (SF6)
Sulfur Heksafluorida (SF6) merupakan gas rumah kaca dengan
potensi terbesar. Gas ini dapat menyerap panas 22.800 kali lebih besar dari
CO2 dan mampu bertahan di atmosfer selama 100 tahun. Konsentrasi gas
ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih
tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh
lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. (Eko
Cahyono, 2011).
D. Reaksi yang Terjadi Pada Pemanasan Global
Pemakaian BBM dalam kendaraan bermotor akan menimbulkan salah
satu gas rumah kaca yaitu CO2. Semakin banyak kendaraan di bumi maka
semakin banyak CO2 yang timbul di bumi. Sebenarnya dengan kontribusi
tumbuhan pada kelangsungan bumi yang cukup besar, CO2 dapat diubah
menjadi O2 oleh tumbuhan. Namun banyaknya tumbuhan yang ditebang tanpa
memperhitungkan akibat yang akan timbul. Jumlah tumbuhan di bumi tak
sebanding dengan jumlah CO2 yang harus diubah ke O2. sehingga gas
CO2 yang tak dapat diubah menjadi O2 akan naik ke atmosfer dan menjadi gas
efek rumah kaca.
Reaksi Kimia
Reaksi pembakaran sempurna :
CH4 (g) + 2 O2 (g) → CO2 (g) + 2 H2O (g) + E
Reaksi pembakaran tak sempurna :
2 CH4 (g) + 3 O2 (g) → 2 CO (g) + 4 H2O (g) + E
Reaksi kimia antara ozon dengan CFC12:
CFC12(CCl2F2) + UV → Cl + CClF2 (Cl bereaksi kembali)
Cl + O3 (ozon) → ClO + O2(Cl bereaksi kembali)
Cl + O3 (ozon) → ClO + O2
Selanjutnya Cl ini bereaksi lagi dengan ozon, dan terulang kembali reaksi
semula hingga Cl ini habis terurai.
Reaksi kimia antara ozon dengan CO
CO + O3 → CO2 + O2. (Ford, 2005).
E. Dampak Pemanasan Global
1. Mencairnya lapisan es di kutub Utara dan Selatan. Peristiwa ini
mengakibatkan naiknya permukaan air laut secara global, hal ini dapat
mengakibatkan sejumlah pulau-pulau kecil tenggelam. Kehidupan masyarakat
yang hidup di daerah pesisir terancam. Permukiman penduduk dilanda banjir
rob akibat air pasang yang tinggi, dan ini berakibat kerusakan fasilitas sosial
dan ekonomi. Jika ini terjadi terus menerus maka akibatnya dapat mengancam
sendi kehidupan masyarakat.
2. Meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim. Perubahan iklim
menyebabkan musim sulit diprediksi. Petani tidak dapat memprediksi
perkiraan musim tanam akibat musim yang juga tidak menentu. Akibat musim
tanam yang sulit diprediksi dan musim penghujan yang tidak menentu maka
musim produksi panen juga demikian. Hal ini berdampak pada masalah
penyediaan pangan bagi penduduk, kelaparan, lapangan kerja bahkan
menimbulkan kriminal akibat tekanan tuntutan hidup. (Syaifullah, 2015).
3. Punahnya berbagai jenis fauna. Flora dan fauna memiliki batas toleransi
terhadap suhu, kelembaban, kadar air dan sumber makanan. Kenaikan suhu
global menyebabkan terganggunya siklus air, kelembaban udara dan
berdampak pada pertumbuhan tumbuhan sehingga menghambat laju
produktivitas primer. Kondisi ini pun memberikan pengaruh habitat dan
kehidupan fauna.
4. Habitat hewan berubah akibat perubahan faktor-faktor suhu, kelembaban
dan produktivitas primer sehingga sejumlah hewan melakukan migrasi untuk
menemukan habitat baru yang sesuai. Migrasi burung akan berubah
disebabkan perubahan musim, arah dan kecepatan angin, arus laut (yang
membawa nutrien dan migrasi ikan).
5. Peningkatan muka air laut, air pasang dan musim hujan yang tidak
menentu menyebabkan meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir.
6. Ketinggian gunung-gunung tinggi berkurang akibat mencairnya es pada
puncaknya.
7. Perubahan tekanan udara, suhu, kecepatan dan arah angin menyebabkan
terjadinya perubahan arus laut. Hal ini dapat berpegaruh pada migrasi ikan,
sehingga memberi dampak pada hasil perikanan tangkap.
8. Berubahnya habitat memungkinkan terjadinya perubahan terhadap
resistensi kehidupan larva dan masa pertumbuhan organisme tertentu, kondisi
ini tidak menutup kemungkinan adanya pertumbuhan dan resistensi organisme
penyebab penyakit tropis. Jenis-jenis larva yang berubah resistensinya
terhadap perubahan musim dapat meningkatkan penyebaran organisme ini
lebih luas. Ini menimbulkan wabah penyakit yang dianggap baru.
9. Mengancam kerusakan terumbu karang di kawasan segitiga terumbu
karang yang ada di enam negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Kepulauan
Salomon, Papua Nugini, Timor Leste, dan Philipina. Dikhawatirkan merusak
kehidupan masyarakat lokal yang berada di sekitarnya. Masyarakat lokal yang
pertama kali menjadi korban akibat kerusakan terumbu karang ini. Untuk
menyelamatkan kerusakan terumbu karang akibat pemanasan global ini, maka
para aktivis lingkungan dari enam negara tersebut telah merancang protokol
adaptasi penyelamatan terumbu karang. Lebih dari 50 persen spesies terumbu
karang dunia hidup berada di kawasan segitiga ini. (Burke, 2002).
DAFTAR PUSTAKA

Burke, L. E. Selig, dan M. Spalding. 2002. Terumbu Karang yang Terancam di


Asia Tenggara. World Resources Institute: Washington DC. USA.
Eko Cahyono, Waluyo. 2011. Pengaruh Pemanasan Global Terhadap
Lingkungan Bumi. Bandung: Jurnal Peneliti Pengkajian Ozon dan
Lapisan Udara. Vol.1. No.2: 28-30.
Ford, Harry. 2005. Topik Paling Seru: CUACA. Jakarta: Erlangga.
Syaifullah, Djazim. 2015. Suhu Permukaan Laut Perairan Indonesia dan
Hubungannya Dengan Pemanasan Global. Jakarta: Jurnal Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Vol.11. No.1: 37-47.

Anda mungkin juga menyukai