Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN TUTORIAL

BLOK RESPIRASI SKENARIO III


“Nyeri Dada Semakin Memberat”

Disusun Oleh:

Afifah Husnun F (G0015009)


Azhari Hasna L (G0015037)
Dhimaz Dhandy P (G0015057)
Dwiana Kartikawati (G0015065)
Felina Joza Savitri (G0015087)
Intan Ardyla M (G0015115)
Luthfi Primadani K (G0015141)
M. Yusuf Habibi (G0015145)
Naufal Aminur Rahman (G0015185)
Ni Putu Dian A (G0015187)
Sekar Ayu K (G0015211)
Wisnu Skunda Mahendra (G0015233)

TUTOR : Darmawan Ismail, dr.,Sp.BTKV.


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
TAHUN 2016
BAB I
Pendahuluan
“Nyeri dada makin memberat”

Seorang laki-laki berusia 30 tahun dating ke puskesmas dengan keluhan nyeri


sebelah kiri. Satu jam sebelumnya pasien sedang mengangkat beban berat di
pasar. Nyeri dirasakan semakin memberat. Pasien juga merasa sesak napas dan
tampak gelisah karena nyerinya. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit serupa
sebelumnya, penyakit hipertensi, penyakit gula maupun riwayat atopi.
Kondisi umum pasien gelisah, dalam posisi duduk. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 150/100 mmHg, denyut nadi 120 kali/ menit, frekuensi
napas 40 kali/menit, seuhu tubuh 36˚C, saturasi oksigen 90% tanpa oksigen. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan pada inspeksi paru kanan sama dengan paru kiri,
terdapat retraksi intercostalis dan sternal. Pada palpasi pengembangan dada
dinamis yang kiri tertinggal dari kanan dan fremitus raba dada kiri menurun. Pada
perkusi didapatkan hipersonor pada paru kiri. Pada auskultasi didapatkan suara
paru hilang di lapang paru kiri, suara paru kanan vesikuler. Pada pemeriksaan
jantung dalam batas normal. Pada pemeriksaan rontgen thorax didapatkan
gambaran sebagai berikut:
Dokter merencanakan untuk tindakan awal untuk mengurangi sesak. Setelah
pasien stabil, dokter segera merujuk untuk penanganan lebih lanjut.
BAB II
DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA

A. Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa


istilah dalam skenario.
1. Retraksi intercostalis: pelebaran antar costa akibat suatu kondisi
B. Langkah II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan.
Permasalahan yang kami dapat dalam skenario ini yaitu sebagai berikut:
1. Bagaimana perbedaan nyeri dada akibat gangguan system respirasi dengan
cardio?
2. Mengapa nyeri dada terasa di bagian kiri saja?
3. Bagaimana hubungan pasien yang mengangkat beban berat dengan nyeri
yang dirasakan?
4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik?
5. Bagaimana interpretasi vital sign? Hubungannya dengan nyeri dada?
6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan radiologi?
7. Bagaimana Diagnosis dan diagnosis banding?
8. Bagaimana hubungan sesak nafas dan nyeri dada?
9. Apa saja faktor resiko terjadi keluhan seperti di scenario?
10. Bagaimana hubungan usia, jenis kelamin, dan pekerjaan dengan keluhan
pasien?
11. Bagaimana terapi yang harus diberikan?
12. Bagaimana hubungan hipertensi, penyakit gula, riwayat atopi dengan
keluhan?
13. Bagaimana pemeriksaan penunjangnya?
C.Langkah III: Menganalisis permasalahan dan membuat pertanyaan
sementara mengenai permasalahan.

2. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pengembangan dada dinamis yang kiri
tertinggal dari kanan menandakan adanya trauma/massa. Adanya fremitus raba
dada kiri menurun menandakan adanya cairan, massa, dan udara. Pada perkusi
didapatkan hipersonor pada paru kiri menandakan adanya udara. Pada auskultasi
didapatkan suara paru hilang di lapang paru kiri menandakan adanya jarak
bertambah antara paru dan dinding dada, kemungkinan collapse. Selain itu juga
menandakan adanya benda didalamnya, yang menghalangi paru dan dinding dada,
contohnya adanya udara yang terjebak di cavitas pleura.

Pada paru-paru, tekanan lebih rendah dari di luar, sehingga udara dapat masuk.
Selain itu, adanya tegangan antar pleura, supaya paru-paru dapat mengembang.
Apabila ada perubahan, dapat disebabkan oleh trauma atau prosedur medis,
sehingga paru-paru collapse. Namun, terdapat elastic recoil yang dapat
mempertahankan agar tidak collapse.

Penyebab udara terjebak di cavitas pleura:

1. Spontan: sudah ada penyakit yang mendasari, contoh: fibrostic cystic


2. Trauma
Ada 3 jenis penyebab trauma:
- Trauma tumpul
- Fraktur
- Penetrasi: luka tusuk, luka tembak, dan kanulasi vena central

Adanya lubang di dinding dada menyebabkan tekanan di pleura lebih


rendah, udara masuk. Apabila udara masuk, menyebabkan tension pleura.
Sebenarnya, ada mekanisme untuk mengeluarkan udara tetapi karena
udara masuk terus menerus, menyebabkan mediastinum bergeser dan
terjadilah hypoxia.

5. Interpretasi Hasil Pemeriksaan Radiologi


Serabut putih  paru-paru collapse

Bergeser karena tertarik oleh pleura

Ada fibrosis

6. Diagnosis Banding: Pneumothorax, Pneumonia, Emfisema,


Pneumomediastinum

10. Thoracostomy di SIC 4

Ditutup menggunakan suatu kedap udara supaya hanya udara yang dapat masuk

14. Hipertensi  Aneurisma  Aorta pecah  Pneumothorax

Atopi  menyingkirkan asma

16. Pasien tidak ada riwayat hipertensi, tetapi tekanan darah dan denyut nadi naik,
menyebabkan kompensasi jantung ketika tubuh kekurangan Oksigen. Kekurangan
Oksigen disebabkan karena paru-paru collapse.
D. Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah 3.

Definisi
Nyeri Dada
Nyeri Dada Etiologi
Kardiogenik
Patogenesis
Anamnesis
Vital Signs
Nyeri Dada
Nonkardiogenik Patofisiologi
Interpretasi dan
Pemeriksaan Fisik Jantung Patogenesis Signs and
Symptoms
Paru
Pemeriksaan Radiologi DD Pneumothorax
x
Pmx Efusi Pleura
Penunjang

Dx

Tatalaksana

E. Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran.


1. Membedakan nyeri dada kardiogenik dan nonkardiogenik dari hasil
anamnesis dan radiologi.
2. Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, patofisiologi, dan signs and
symptoms dari nyeri dada.
3. Menjelaskan jenis-jenis nyeri dada.
4. Menjelaskan diagnosis banding dari kasus.
5. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis kerja.
6. Menjelaskan tatalaksana awal nyeri dada.
F. Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru
Setiap anggota dari kelompok kami mencari referensi untuk
membuktikan kebenaran dari sumber yang telah dikemukakan dan prior
knowledge kami, serta untuk menjawab persoalan yang belum diketahui (pada
Langkah V).Beberapa referensi yang kami dapat berasal dari artikel ilmiah,
jurnal ilmiah, dan buku-buku yang berkaitan dengan permasalahan dalam blok
11 skenario 3 ini.

G. Langkah VII: Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi


baru yang diperoleh.

1. Membedakan nyeri dada kardiogenik dan nonkardiogenik dari hasil


anamnesis dan radiologi.
Ada 2 macam jenis nyeri dada yaitu:
A.Nyeri dada pleuritik
Nyeri dada pleuritik biasa lokasinya posterior atau lateral
1. Sifatnya tajam dan seperti ditusuk. Bertambah nyeri bila batuk atau
bernafas dalam dan berkurang bila menahan nafas atau sisi dada yang
sakit digerakan. Nyeri berasal dari dinding dada, otot, iga, pleura
perietalis,saluran nafas besar, diafragma, mediastinum dan saraf
interkostalis.Nyeri dada pleuritik dapat disebakan oleh :
-Difusi pelura akibat infeksi paru, emboli paru, keganasan atau radang
subdiafragmatik ; pneumotoraks dan pnumomediastinum.
B.Nyeri dada non pleuritik
Nyeri dada non-pleuritik biasa menetap atau dapat menyebar ketempat
lain. Paling sering disebabkan oleh kelainan di luar paru.
1.Kardial
a. Iskemik miokard akan menimbulkan rasa tertekan ataunyeri substernal
yang menjalar ke aksila dan turun ke bawah ke bagian dalam lengan
terutama lebih sering ke lengan kiri. Rasa nyeri juga dapat menjalar ke
epigasterium, leher, rahang, lidah, gigi, mastoid dengan atau tanpa nyeri
dada substernal.Nyeri disebabkan karena saraf eferan viseral akan
terangsang selama iekemik miokard,akan tetapi korteks serebral tidak
dapat menentukan apakahnyeri berasal sari miokard.Karena rangsangan
saraf melalui medulaspinalis T1-T4 yang juga merupakan jalannya
rangsangan saraf sensoris dari sistemsomatis yang lain. Iskemik miokard
terjadi bila kebutuhan miokard tidak dapat dipenuhi oleh aliran darah
koroner. Pda penyakit jantung koroner aliran darah ke jantung akan
berkurang karena adanya penyempitan pembuluh darah koroner.
Ada 3 sindrom iskemik yaitu :
-Angina stabil ( Angina klasik, Angina of Effort) :
Serangan nyeri dada khas yang timbul waktu bekerja. Berlangsung hanya
beberapa menit dan menghilang dengan nitrogliserin atau istirahat. Nyeri
dada dapat timbul setelah makan, pada udara yang dingin, reaksi simfatis
yang berlebihan atau gangguan emosi.
-Angina tak stabil (Angina preinfark, Insufisiensi koroner akut) :
Jenis Angina ini dicurigai bila penderita telah sering berulang kali
mengeluh rasa nyeri di dada yang timbul waktu istirahat atau saat kerja
ringan dan berlangsunglebih lama.
-Infark miokard :
Iskemik miokard yang berlangsung lebih dari 20-30 menit dapat
menyebabkan infark miokard. Nyeri dada berlangsung lebih lama,
menjalar ke bahu kiri, lengan dan rahang. Berbeda dengan angina pektoris,
timbulnya nyeri dada tidak adahubungannya dengan aktivitas fisik dan bila
tidak diobati berlangsung dalam beberapa jam. Disamping itu juga
penderita mengeluh dispea, palpitasi danberkeringat. Diagnosa ditegakan
berdasarkan serioal EKG dan pemeriksa enzym jantung.
b. Prolaps katup mitral dapat menyebabkan nyeri dada prekordinal atau
substernal yangdapat berlangsung sebentar maupun lama. Adanya murmur
akhir sisttolik dan midsistolik-click dengan gambaran
echokardiogramdapat membantu menegakan diagnosa.
c. Stenosis aorta berat atau substenosis aorta hipertrofi yang idiopatik juga
dapat menimbulkan nyeri dada iskemik.
2.Perikardikal
Saraf sensoris untuk nyeri terdapat pada perikardium parietalis diatas
diafragma. Nyeri perikardila lokasinya di daerah sternal dan area
preokordinal, tetapi dapat menyebar ke epigastrium, leher, bahu dan
punggung. Nyeri bisanya seperti ditusuk dan timbul padaaktu menarik
nafas dalam, menelan, miring atau bergerak.Nyeri hilang bila penderita
duduk dan berdandar ke depan. Gerakan tertentu dapat menambah rasa
nyeri yang membedakannya dengan rasa nyeri angina.Radang perikardial
diafragma lateral dapat menyebabkan nyeri epigastrum dan punggung
seperti pada pankreatitis atau kolesistesis.
3.Aortal
Penderita hipertensi, koartasio aorta, trauma dinding dada merupakan
resiko tinggi untuk pendesakan aorta. Diagnosa dicurigai bila rasa nyeri
dada depan yang hebat timbul tiba-tiba atau nyeri interskapuler. Nyeri
dada dapat menyerupai infark miokard akan tetapi lebih tajam dan lebih
sering menjalar ke daerah interskapuler serta turun ke bawah tergantung
lokasi dan luasnya pendesakan.
4.Gastrointestinal
Refluks geofagitis, keganasan atau infeksi esofagus dapat menyebabkan
nyeri esofageal.Neri esofageal lokasinya ditengah, dapat menjalar ke
punggung, bahu dan kadang –kadang ke bawah ke bagian dalam lengan
sehingga seangat menyerupai nyeri angina.Perforasi ulkus peptikum,
pankreatitis akutdistensi gaster kadang –kadang dapatmenyebabkan nyeri
substernal sehingga mengacaukan nyeri iskemik kardinal. Nyeri seperti
terbakar yang sering bersama – sama dengan disfagia dan regurgitasi bila
bertambah pada posisi berbaring dan berurang dengan antasid adalah khas
untuk kelainan esofagus, foto gastrointestinal secara serial,esofagogram,
test perfusi asam, esofagoskapidan pemeriksaan gerakan esofageal dapat
membantu menegakan diagnosa.
5.Mulkuloskletal
Trauma lokal atau radang dari rongga dada otot, tulang kartilago sering
menyebabkannyeri dada setempat. Nyeri biasanya timbul setelah aktivitas
fisik, berbeda halnya nyeriangina yang terjadi waktu exercis. Seperti
halnya nyeri pleuritik. Nyeri dada dapatbertambah waktu bernafas dalam.
Nyeri otot juga timbul pada gerakan yang berpuitar sedangkan nyeri
pleuritik biasanya tidak demikian.
6.Fungsional
Kecemasan dapat menyebabkan nyeri substernalatau prekordinal, rasa
tidak enak di dada, palpilasi, dispnea, using dan rasatakut mati. Gangguan
emosi tanpa adanya kelainan objektif dari organ jantung dapat
membedakan nyeri fungsional dengan nyeri iskemik miokard.
7. Pulmonal
Obstruksi saluran nafas atas seperti padapenderita infeksi laring kronis
dapat menyebakan nyeri dada, terutama terjadi pada waktu menelan. Pada
emboli paru akut nyeri dada menyerupai infark miokard akut dan
substernal. Bila disertai dengan infark paru sering timbul nyeri pleuritik.
Pada hipertensi pulmoral primer lebih dari 50%penderita mengeluh nyeri
prekordial yang terjadi pada waktu exercise. Nyeri dada merupakan
keluhan utama pada kanker paruyang menyebar ke pleura, organ medianal
atau dinding dada.

2. Mengetahui definisi, etiologi, patogenesis, patofisiologi, dan signs and


symptoms dari nyeri dada kardiogenik khususnya yang berasal dari
pulmo.
Nyeri dada (atau ketidaknyamanan dada) merupakan suatu gejala umum
yang dapat timbul akibat dari penyakit sistem kardiovaskuler, paru-paru,
pleura, muskuloskeletal, penyakit sistem gastrointestinal, atau karena
kecemasan (Papadakis,2014).
Secara garis besar rasa nyeri dada dapat digolongkan ke dalam nyeri dada
kardiogenik dan nyeri dada non-kardiogenik. Nyeri dada kardiogenik adalah rasa
nyeri yang dapat ditimbulkan dari iskemik jantung atau pericarditis. Di bawah ini
adalah tabel perbedaan gejala antara nyeri dada kardiogenik/klasik/tipikal dengan
nyeri dada non-kardiogenik/atipikal.
Nyeri dada non-kardiogenik adalah nyeri dada yang ditimbulkan selain
dari sistem kardiovaskuler seperti muskuloskeletal (contoh Costochondritis,
Fibromyalgia), gastrointestinal (contoh dismotilitas esophagus), atau karena
sistem pulmonar/perikardium (contoh pneumonia, pneumothorax). Pada skenario
3, disebutkan bahwa tidak terdapat kelainan kardiogenik dan juga mengarah ke
nyeri di pleura. Rasa nyeri pada kelainan pleura diakibatkan karena reseptor nyeri
pada n. intercostalis daerah yang bersangkutan. Berikut ini beberapa penyakit
pleura yang dapat menyebabkan nyeri dada non-kardiogenik.

A. PNEUMOTHORAX
Pneumothorax adalah penyakit yang ditandai dengan terakumulasinya
udara di cavitas pleuralis. Pneumothorax berdasarkan penyebabnya dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Pneumothorax Spontan
Pneumothorax spontan yaitu terkumpulnya udara di cavitas pleuralis
tanpa adanya trauma yang menyebabkan lubang di pleura.
Pneumothorax spontan sendiri dapat dibedakan menjadi 2 lagi:
a. Pneumothorax Spontan Primer
Pneumothorax spontan primer disebabkan terjadinya ruptur
bleb/bullae subpleura (Sahn,2000). Terbentuknya bleb/bullae tidak
akan menimbulkan pneumothorax selama tidak terbentuk bleb di
subpleura. Terdapat teori yang mengemukakan bahwa bleb/bullae
terbentuk karena adanya faktor lingkungan seperti rokok atau pada
kasus perokok pasif yang.
Patogenesis pneumothorax spontan primer berawal dari
faktor lingkungan yang menyebabkan terdegradasinya serat elastis
pada paru-paru. Hasil degradasi ini mengundang netrofil dan
makrofag untuk datang. Sebagai respons imunitas, dihasilkan
oksidan untuk mengoksidasi produk degradasi serat elastin. Setelah
itu terjadi ketidakseimbangan antara protease dan antiprotease yang
menyebabkan terjadinya bleb subpleura. Apabila terjadi tekanan
intrapulmoner/ alveoler yang meningkat seperti pada saat mengejan
karena mengangkat beban yang berat, bleb tersebut dapat ruptur
dan udara di dalamnya mengalami kebocoran ke dalam interstitium
paru. Jika udara telah sampai ke hilum pulmonis maka terjadilah
pneumomediastinum. Semakin lama tekanan mediastinal akan
semakin meningkat sebagai hasil dari akumulasi udara di
mediastinum dan mendesak pleura parietalis paru-paru. Pada
akhirnya, pleura akan mengalami ruptur dan terjadilah
pneumothorax spontan primer.
Patofisiologi dari pneumothorax spontan primer bermula
dari gangguan restriktif dari paru-paru. Paru-paru yang yang
diselubungi pleura tidak dapat mengembang dengan sempurna
pada pneumothorax karena pleura yang seharusnya dapat
membantu pengembangan paru pada saat inspirasi justru terisi
udara sehingga tidak dapat menarik paru-paru. Gangguan restriktif
ini menyebabkan kapasitas vital paru menurun dan berakibat
terjadinya hipoxemia.
b. Pneumothorax Spontan Sekunder
Patogenesis pneumothorax spontan sekunder hampir sama
dengan patogenesis pneumothorax spontan primer dimana terjadi
degradasi elastin pada paru-paru yang berkahir pada rupturnya bleb
subpleura. Perbedaan antara pneumothorax spontan primer dan
sekunder adalah pneumothorax spontan sekunder didasari penyakit
paru-paru sebelumnya, terutama Penyakit Pernapasan Obstruktif
Kronis (PPOK), seperti emfisema dan bronkitis kronis.
2. Pneumothorax Traumatik
Pneumothorax traumatik disebabkan karena terbentuknya lubang di
pleura akibat luka trauma. Tekanan pleura normalnya berada dibawah
tekanan atmosfer agar dapat memasukkan udara saat inspirasi normal.
Pada pneumothora traumatik, udara di atmosfer masuk melalui lubang
di pleura menuju ke tekanan negatif di dalam cavitas pleuralis.
Terkumpulnya udara di dalam cavitas pleruralis secara terus menerus
dapat menyebabkan tekanan pleura positif. Hal tersebut dapat
berakibat fatal yang disebut dengan pneumothorax ventil/ tension
pneumothorax.
Pneumothorax Iatrogenik
Pneumothorax iatrogenik hampir sama dengan pneumothorax
traumatik namun pneumothorax iatrogenik disebabkan oleh tindakan
medis yang menyebabkan lubang di pleura seperti thoracobiopsy, fine
needle aspiration biopsy (FNAB), akupuntur.
B. EFFUSI PLEURA
Efusi pleura adalah terkumpulnya cairan di dalam cavitas pleuralis.
Terdapat 2 tipe efusi pleura yakni transudatif dan eksudatif. Efusi pleura

transudatif disebabkan oleh tekanan kapiler pleura visceralis dan parietalis


yang meningkat, dapat disebabkan karena gagal jantung kiri dan kanan,
atau bisa juga efusi disebabkan sirosis hati. Tekanan yang tinggi ini
menyebabkan pergerakan cairan secara osmosis ke cavitas pleuralis.
Efusi pleura eksudatif disebabkan penyakit paru terlebih dulu
seperti pada pneumonia dan tuberkulosis. Hal ini menyebabkan inflamasi
kapiler pembuluh darah di pleura dan bocornya pembuluh darah. Pada
efusi pleura eksudatif tidak hanya cairan yang bocor tetapi juga terjadi
kebocoran protein yang eksesif.

3. Menjelaskan diagnosis banding dari kasus.


Definisi
Bronkitis adalah suatu penyakit yang ditandai adanya dilatasi (ektasis)
bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik. Perubahan
bronkus tersebut disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding
bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastic dan otot-otot polos
bronkus. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium
size), sedangkan bronkus besar jarang terjadi. Hal ini dapat memblok
aliran udara ke paru-paru dan dapat merusaknya.

Patofisiologi
Temuan utama pada bronchitis adalah hipertropi kelenjar mukosa
bronkus dan
peningkatan jumlah sel goblet dengan infiltasi sel-sel radang dan edema
pada mukosa sel bronkus.Pembentukan mukosa yang terus menerus
mengakibatkan melemahnya aktifitas silia dan factor fagositosis dan
melemahkan mekanisme pertahananya sendiri. Pada penyempitan
bronkial lebih lanjut terjadi akibat perubahan fibrotik yang terjadi dalam
saluran napas.

Pathogenesis
Kelainan utama pada bronkus adalah hipertensi kelenjar mukus dan
menyebabkan penyempitan pada saluran bronkus, yang mengakibatkan
diameter
bronkus menebal lebih dari 30-40% dari tebalnya didinding bronkus
normal, dan
akan terjadi sekresi mukus yang berlebihan dan kental. Sekresi mukus
menutupi cilia, karena lapisan dahak menutupi cilia, sehingga cilia tida
kmampul agi mendorong dahak keatas, satu-satunya cara mengeluarkan
dahak dari bronki adalah dengan batuk.

Etiologi
Secara umum penyebab bronkitis dibagi berdasarkan faktor lingkungan
dan
faktor host/penderita.Penyebab bronkitis berdasarkan faktor lingkungan
meliputi
polusi udara, merokok dan infeksi.Infeksi sendiri terbagi menjadi infeksi
bakteri
(Staphylococcus, Pertusis, Tuberculosis, mikroplasma), infeksi virus
(RSV,
Parainfluenza, Influenza, Adeno) dan infeksi fungi (monilia). Faktor
polusi udara
meliputi polusi asap rokok atau uap/gas yang memicu terjadiny
abronkitis. Sedangkan faktor penderita meliputi usia, jenis kelamin,
kondisi alergi dan riwayat penyakit paru yang sudah ada.

Efusi Pleura
Definisi
Efusi pleura didefinisikan sebagai terkumpulnya cairan abnormal di
dalam cavum pleura. Cavum pleura merupakan ruangan yang hanya
berisi sedikit cairan serous untuk melumasi dinding dalam pelura. Namun
pada kondisi ini, di dalam cavum pelura terdapat cairan yang berlebih,
sehingga dengan jumlah cairan yang berlebih tadi, akan menekan paru
menyebabkan paru akan sulit untuk mengembang. Kondisi paru yang
sulit mengembang nantinya akan menyebabkan berkurangnya oxygen
intake dari pasien dan dapat menimbulkan berbagai macam komplikasi
sistemik hingga ke arah kematian.
Efusi pleura secara spesifik dinamakan berdasarkan jenis cairan
abnormal yang terakumulasi secara abnormal di cavum pleura, yang
berasal dari sumber – sumber tertentu seperti yang disebutkan pada
paragraf sebelumnya. Jenis – jenis efusi pleura antara lain :
Hidrothoraks : Terakumulasinya cairan serous
Hemothoraks : Terakumulasinya darah
Kilothoraks : Terakumulasinya cairan limfe
Pyothoraks : Terakumulasinya cairan pus sisa infeksi

Secara garis besar jenis cairan pleura dibedakan menjadi dua untuk
mempermudah diagnosis diferensial, yakni cairan efusi pleura transudat
dan cairan pleura eksudat.

Efusi pleura transudat dapat terbentuk oleh karena peningkatan tekanan


hidrostatik, penurunan tekanan onkotik, peningkatan tekanan negatif
cavum pleura dan dapat juga berasal dari cairan ascites yang masuk
melalu diafragma. Sementara cairan efusi pleura eksudatif dapat
terbentuk oleh karena peningkatan permeabilitas kapiler dan atau
terganggunya sistem drainase limfe yang terjadi akibat adanya proliferasi
atau inflammasi.

Diagnosis
Diagnosis untuk menentukan pasien dengan efusi pleura di awali dengan
melakukan anamnesis. Tanda dan Gejala yang muncul pada efusi pleura
antara lain yakni dyspneu, nyeri dada, deviasi trakea, batuk.
Setelah melakukan anamnesis, langkah selanjutnya adalah dengan
melaksanakan pemeriksaaan fisik. Pada pemeriksaan fisik thoraks
dilakukan dengan urutan inspeksi, palapasi, perkusi dan auskultasi. Pada
inspeksi dapat ditemukan tanda – tanda antatra lain dinding paru
asimetris, dinding dada tertinggal, ada sianosis dan lain - lain. Pada
palpasi akan ditemukan stem fremitus paru akan mengalami penurunan
dibandingkan paru yang tidak efusi. Pada perkusi biasanya akan
ditemukan perbedaan yang cukup nyata yakni pada pasien dengan efusi
pleura maka akan ditemukan suara redup pada lapangan bawah paru.
Pada auskultasi akan ditemukan suara paru melemah pada lapangan paru
yang sedang kolaps oleh karena efusi pleura.
Setelah melalui proses pemeriksaan fisik, dilakukan pemeriksaan
penunjang sebagai sarana untuk memastikan diagnosa kerja yang telah
dibangun. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis efusi
pleura cukup sederhana yakni dengan melakukan x foto thorax posisi PA.

Terapi efusi pleura


1.) Water Seal Drainage (tube thoracostomy) : modalitas terapi yang
bekerja dengan menghubungkan cavum pleura berisi cairan abnormal
dengan botol sebagai perangkat WSD yang nantinya akan menarik keluar
isi cairan abnormal yang ada di dalam cavum pleura dan mengembalikan
cavum pleura seperti semula, menyebabkan berkurangnya kompresi
terhadap paru yang tertekan dan paru akan kembali mengembang, WSD
memungkinkan drainase dari udara, darah, pus, cairan serous dan cairan
– cairan abnormal lain yang berasal dari cavum pleura dengan hanya satu
arah, yakni dari cavum pleura menuju ke botol WSD yang akan
menariknya.
2.) Thoracocentesis : modalitas terapi yang bekerja dengan cara
melakukan aspirasi menggunakan jarum yang ditusukkan biasanya pada
linea axillaris media spatium intercostalis 6. Aspirasi dilakukan dengan
menggunakan jarum dan spuit, atau dapat juga menggunakan kateter.
Aspirasi dilakukan dengan batas maksimal 1000 – 1500 cc untuk
menghindari komplikasi reekspansi edema pulmonum dan
pneumothoraks akibat terapi
3.) Pleurodesis : modalitas terapi yang bekerja dengan cara memasukkan
substansi kimiawi pada dinding bagian dalam pleura parietal, dengan
tujuan merekatkan hubungan antara pleura visceral dan pleura parietal.
Dengan harapan celah pada cavum pleura akan sangat sempit dan tidak
bisa terisi oleh substansi abnormal. Dan dengan harapan supaya paru
yang kolaps bisa segera mengembang dengan mengikuti gerakan dinding
dada.

4. Menjelaskan pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis


kerja.
PNEUMOTHORAX
a. Tanda dan gejala
Gejalanya sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah udara yang
masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami
kolaps (mengempis). Gejalanya bisa berupa:

i. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri
jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk
ii. Sesak nafas
iii. Dada terasa sempit
iv. Mudah lelah
v. Denyut jantung yang cepat
vi. Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
vii. Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.
viii. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
ix. Hidung tampak kemerahan
x. Cemas, alveol, tegang
xi. Tekanan darah rendah (hipotensi)
b. Pemeriksaan diagnosis
Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
penurunan suara pernafasan pada sisi yang terkena. Trakea (saluran
udara besar yang melewati bagian depan leher) bisa terdorong ke salah
satu sisi karena terjadinya pengempisan paru-paru. Pemeriksaan yang
biasa dilakukan yaitu rontgen dada (adanya udara diluar paru-paru)
dan gas darah arteri.
c. Tatalaksana
Penatalaksanaan pneumothorax tergantung dari jenis pneumothoraks
antara lain dengan melakukan :

i. Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura
menghisap udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama
ditunjukan pada pneumothorax tertutup atau terbuka, sedangkan
untuk pneumothorax ventil tindakan utama yang harus dilakukan
dekompresi tehadap tekanan intra pleura yang tinggi tersebut yaitu
dengan membuat hubungan udara ke luar.
ii. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara:
a) Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga
pleura dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga
pleura akan berubah menjadi negatif karena udara yang keluar
melalui jarum tersebut.
b) Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ven il
 Dapat memakai infuse set
 Jarum abbocath
 Pipa WSD (Water Sealed Drainage)
Pipa khusus (thoraks kateter) steril, dimasukan kerongga
pleura dengan perantara thoakar atau dengan bantuan klem
penjepit (pean). Pemasukan pipa plastic (thoraks kateter)
dapat juga dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan
insisi kulit dari sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau
pada garis aksila belakang. Selain itu data pula melalui sela
iga ke 2 dari garis klavikula tengah. Selanjutnya ujung sela
alveola didada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa
alveola lainya, posisi ujung pipa kaca yang berada dibotol
sebaiknya berada 2 cm dibawah permukaan air supaya
gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui tekanan
tersebut.

Penghisapan terus – menerus ( continous suction ).

Penghisapan dilakukan terus – menerus apabial tekanan intra


pleura tetap positif, penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan alveolar sebesar 10 – 20 cm H2O dengan
tujuan agar paru cepat mengembang dan segera terjadi
perlekatan antara pleura viseralis dan pleura parentalis.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan
intrapleura sudah alveolar lagi, drain dapat dicabut, sebelum
dicabut drain ditutup dengan cara dijepit atau ditekuk selama
24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh, maka drain
dicabut.

iii. Tindakan bedah


a) Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi dan dicari
lubang yang menyebabkan pneumothorax dan dijahit
b) Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura
yang menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka
dilakukan pengelupasan atau dekortisasi
c) Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan
atau ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak
berfungsi dan tidak dapat dipertahankan kembali
d) Pilihan terahkir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara
kedua pleura ditempat fistel.
iv. Pengelolaan tambahan
Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan
ditujukan terhadap penyebabnya:
a) Terhadap proses tuberkolosis paru, diberi obat anti tuberkolosis.
b) Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi,
penderita diberi laksan ringan ringan, dengan tujuan supaya saat
defekasi, penderita tidak dapat perlu mengejan terlalu keras.
c) Istirahat total
d) Penderita dilarang melakukan kerja keras (mengangkat
barang berat), batuk, bersin terlalu keras, mengejan

5. Menjelaskan tatalaksana awal nyeri dada nonkardiogenik


khususnya yang berkaitan dengan pulmo.
Tatalaksana Nyeri Dada Non Kardiogenik
Pengobatan yang dilakukan di arahkan terhadap penyakit
primer yang menyebabkan terjadinya edema paru tersebut disertai
pengobatan suportif terutama mempertahankan oksigenasi yang
adekuat dan optimalisasi hemodinamik sehingga diharapkan
mekanisme kompensasi tubuh akan bekerja dengan baik bila terjadi
gagal multiorgan.
Pemberian oksigen sering berguna untuk meringankan dan
menghilangkan rasa nyeri dada dan bila memungkinkan dapat dicapai
paling baik dengan memberikan tekanan positif terputus-putus.
Kebutuhan untuk intubasi dan ventilasi mekanik mungkin akan
semakin besar sehingga pasien harus dirawat di unit perawatan
intensif (ICU).
Untuk mengoptimalkan oksigenasi dapat dilakukan teknik-
teknik ventilator, yaitu Positive endexpiratory pressure (PEEP) 25-15
mmH2O dapat digunakan untuk mencegah alveoli menjadi kolaps.
Tekanan jalan napas yang tinggi yang terjadi pada ARDS dapat
menyebabkan penurunan cairan jantung dan peningkatan risiko
barotrauma (misalnya pneumotoraks). Tekanan tinggi yang
dikombinasi dengan konsentrasi O2 yang tinggi sendiri dapat
menyebabkan kerusakan mikrovaskular dan mencetuskan terjadinya
permeabilitas yang meningkat hingga timbul edema paru, sehingga
penerapannya harus hati-hati.
Salah satu bentuk teknik ventilator yang lain
yaitu inverse ratio ventilation dapat memperpanjang fase inspirasi
sehingga transport oksigen dapat berlangsung lebih lama dengan
tekanan yang lebih rendah. extra corporeal membrane
oxygenation (ECMO) menggunakan membran eksternal artifisial
untuk membantu transport oksigen dan membuang CO2. Strategi
terapi ventilasi ini tidak begitu banyak memberikan hasil yang
memuaskan untuk memperbaiki prognosis secara umum tapi mungkin
bermanfaat pada beberapa kasus.
Optimalisasi fungsi hemodinamik dilakukan dengan berbagai
cara. Dengan menurunkan tekanan arteri pulmonal berarti dapat
membantu mengurangi kebocoran kapiler paru. Caranya ialah dengan
retriksi cairan, penggunaan diuretik dan obat vasodilator pulmonal
(nitric oxide/NO). Pada prinsipnya penatalaksanaan hemodinamik
yang penting yaitu mempertahankan keseimbangan yang optimal
antara tekanan pulmoner yang rendah untuk mengurangi kebocoran ke
dalam alveoli, tekanan darah yang adekuat untuk mempertahankan
perfusi jaringan dan transport oksigen yang optimal.
Kebanyakan obat vasodilator arteri pulmonal seperti nitrat dan
antagonis kalsium juga dapat menyebabkan vasodilatasi sistemik
sehingga dapat sekaligus menyebabkan hipotensi dan perfusi organ
yang terganggu, untuk itu penggunaanya harus hati-hati. Obat-obat
inotropik dan vasopresor seperti dobutamin dan noradrenalin mungin
diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah sistemik dan curah
jantung yang cukup terutama pada pasien dengan sepsis (vasodilatasi
sistemik).
Inhalasi NO telah digunakan sebagai vasodilator arteri
pulmonal yang selektif. Karena diberikan secara inhalasi sehingga
terdistribusi pada daerah di paru-paru yang menyebabkan vasodilatasi.
Vasodilatasi yang terjadi pada alveoli yang terventilasi akan
memperbaiki disfungsi ventilasi/perfusi sehingga dengan demikian
fungsi pertukaran gas membaik. NO secara cepat diinaktivasi oleh
hemoglobin sehingga mencegah reaksi sistemik.
Strategi terapi suportif terkini yang dalam uji coba:
1. Perbaikan metode ventilator (beberapa cara terbaru)
Lung–protective ventilation dengan higher PEEP
• Non invasive positive pressure ventilation
• High frequency ventilation
• Tracheal gas insuflation
• Proportional- assist ventilation
• Inverse ratio ventilation dan airway pressure-release ventilation
2. Surfactant replacement therapy, dengan memakai aerosol surfaktan
sintetis hasilnya mengecewakan, tetapi dengan memakai natural
mamalia surfactant dan perbaikan alat aerosol terbukti memperbaiki
stabilitas alveolar, mengurangi insidens atelektasis/intrapulmonary
shunting. Meningkatkan efek antibakterial dan antiinflamasi.
3. Extra corporeal gas exchange
4. Prone positioning, terbukti baik dalam oksigenasi karena terjadi shift
perfusi dan perbaikan gas exchage
5. Fluorocarbon liquid-assisted gas exchange
6. Antiinflamasi
a. Fluorokortikoid dosis tinggi
b. Anti endotoxin monoclonal antibody
c. Anti TNF-a
d. Anti IL-1
e. Activated protein C
f. Antioksidan
g. N-asetilsistein

Water Seal Drainage


Indikasi pemasangan WSD :

1. Hematotoraks

2. Pneumotoraks

Indikasi pemasangan WSD pada pneumotoraks karena trauma tajam

atau trauma tembus toraks :

1. sesak nafas atau gangguan nafas

2. bila gambaran udara pada foto toraks lebih dari seperempat rongga
torak sebelah luar

3. bila ada pneumotorak bilateral

4. bila ada tension pneumotorak setelah dipunksi

5. bila ada haemotoraks setelah dipunksi

6. bila pneumotoraks yang tadinya konservatif pada pemantauan


selanjutnya ada perburukan

Macam-macam WSD :

1. Single Bottle Water Seal System

Ujung akhir pipa drainase dari dada pasien dihubungkan ke dalam


satu botol yang memungkinkan udara dan cairan mengalir dari rongga
pleura tetapi tidak mengijinkan udara maupun cairan kembali ke
dalam rongga dada. Secara fungsional, drainase tergantung pada gaya
gravitasi dan mekanisme pernafasan, oleh karena itu botol harus
diletakkan lebih rendah. Ketika jumlah cairan di dalam botol
meningkat, udara dan cairan akan menjadi lebih sulit keluar dari
rongga dada, dengan demikian memerlukan suction untuk
mengeluarkannya.

Sistem satu botol digunakan pada kasus pneumothoraks sederhana


sehingga hanya membutuhkan gaya gravitasi saja untuk mengeluarkan
isi pleura. Water seal dan penampung drainage digabung pada satu
botol dengan menggunakan katup udara. Katup udara digunakan
untuk mencegah penambahan tekanan dalam botol yang dapat
menghambat pengeluaran cairan atau udara dari rongga pleura. Karena
hanya menggunakan satu botol yang perlu diingat adalah penambahan
isi cairan botol dapat mengurangi daya hisap botol sehingga cairan
atau udara pada rongga intrapleura tidak dapat dikeluarkan.

Two Bottle System

System ini terdiri dari botol water-seal ditambah botol penampung


cairan. Drainase sama dengan system satu botol, kecuali ketika cairan
pleura terkumpul, underwater seal system tidak terpengaruh oleh
volume drainase. Sistem dua botol menggunakan dua botol yang
masing-masing berfungsi sebagai water seal dan penampung. Botol
pertama adalah penampung drainage yang berhubungan langsung
dengan klien dan botol kedua berfungsi sebagai water seal yang dapat
mencegan peningkatan tekanan dalam penampung sehingga drainage
dada dapat dikeluarkan secara optimal. Dengan sistem ini jumlah
drainage dapat diukur secara tepat.

Three Bottle System

Pada system ini ada penambahan botol ketiga yaitu untuk mengontrol
jumlah cairan suction yang digunakan. Sistem tiga botol
menggunakan 3 botol yang masing-masing berfungsi sebagai
penampung, "water seal" dan pengatur; yang mengatur tekanan
penghisap. Jika drainage yang ingin, dikeluarkan cukup banyak
biasanya digunakan mesin penghisap (suction) dengan tekanan
sebesar 20 cmH20 untuk mempermudah pengeluaran. Karena dengan
mesin penghisap dapat diatur tekanan yang dibutuhkan untuk
mengeluarkan isi pleura. Botol pertama berfungsi sebagai tempat
penampungan keluaran dari paru-paru dan tidak mempengaruhi botol
"water seal". Udara dapat keluar dari rongga intrapelura akibat
tekanan dalam bbtol pertama yang merupakan sumber-vacuum. Botol
kedua berfungsi sebagai "water seal" yang mencegah udara memasuki
rongga pleura. Botol ketiga merupakan pengatur hisapan. Botol
tersebut merupakan botol tertutup yang mempunyai katup atmosferik
atau tabung manometer yang berfungsi untuk mengatur dan
mongendalikan mesin penghisap yang digunakan.

Tempat insersi slang WSD :

Untuk pengeluaran udara dilakukan pada intercostals 2-3 garis


midclavicula

Untuk pengeluaran cairan dilakukan pada intercostals 7-8-9 mid


aksilaris

line/dorsal axillar line

System drainase selang dada

Keuntungan

- Satu botol Penyususnan


- Sederhana

Torakosentesis
Torakosentesis dilakukan untuk tujuan mencari penyebab ataupun
menghilangkan rasa sesak dengan cara mengeluarkan cairan serta
memasukan antibiotik dan antiseptik ke rongga pleura pasien. Kontra
indikasi adalah pada pasien yang mengalami kelainan pembekuan
darah. Torakosentesis dilakukan pada posisi duduk, untuk menentukan
batas atas dari efusi dapat diketahui dengan pemeriksaan fisik.
Torakosentesis dilakukan di sela iga di linea aksilaris, linea aksilaris
posterior ujung tulang belikat dan linea aksilaris anterior di bawah
permukaan cairan, dan permukaan kulit tempat tusukan harus bebas
dari segala penyakit dan jarum tusukan sedalam 5 – 10 cm ke arah
vertebra.
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada skenario 3 ini, dari hasil anamnesis diketahui bahwa pasien adalah
seorang laki-laki berusia 30 tahun dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri,
satu jam sebelumnya pasien sedang mengangkat beban berat di pasar.
Vital sign didapatkan tekanan darah 150/100 (abnormal, normal tekanan
darah ialah 120/80), Frekuensi nafas 40 x/menit (di atas normal,
normalnya 14-20), denyut nadi takikardi 120 kali (normalnya 60-100 kali),
suhu tubuh 360 C (normal, normalnya 36,6-37,2). Saturasi oksigen 90%
(rendah, normalnya 95-100%)
Dari hasil pemeriksaan fisik dengan gejala-gejala yang sesuai didapatkan
suatu diagosis banding, yaitu: efusi pleura, pneumonia, emfisema. Hal ini
didasarkan pada tanda-tanda yang muncul seperti adanya retraksi
intercostalis dan sternal, didapatkan suara hipersonor pada paru kiri (paru
berisi udara), didapatkan suara dasar vesikular, pada palpasi didapatkan
pengembangan dada tertinggal dan fremitus raba menurun, sedangkan
jantung dalam batas normal (menandakan bahwa kelainan tidak berasal
dari jantung). Namun, sebelum bisa ditentukan diagnosis nya secara tepat ,
dokter merencanakan untuk tindakan awal, kemudian dokter segera
merujuk untuk penganganan lebih lanjut.
B. Saran

Untuk mahasiswa:

Sebaiknya mahasiswa lebih berusaha memahami materi dan


mengumpulkan materi dari sumber serta melakukan pemahaman lebih
lanjut dan mengkaji sumber tersebut apakaah informasi yang diberikan
sumber tersebut memiliki keterkaitan dengan learning objecivet yang
dibahas. Serta memperbanyak sumber supaya ada masukan-masukan
tambahan sehingga materi yang di-share oleh mahasiswa menjadi lebih
padat dan lengkap.
Untuk tutor pembimbing:

Tutor pembimbing sudah baik, kompeten, dapat mengarahkan


mahasiswa utuk menuju learning objective yang hendak dicapai serta
memberikan masukan- masukan kekurangan dalam diskusi. Tutor
pembimbing juga mampu memberi dorongan kepada para mahasiswa
untuk saling berpartisipasi dalam jalannya diskusi sehingga semakin
banyak materi dari sumber yang beragam, membuat materi yang diterima
oleh mahasiswa lebih beragam dan lengkap.

Anda mungkin juga menyukai