Anda di halaman 1dari 19

Issue Terkini Penyakit Menular

“Dasar Imunologi“

Disusun Oleh:
Kelompok 8
Kelas D 2013

Dina Happy Yusinta 25010113130256


Distia Hayyudini 25010113140244
Faraskia Kenan Diornari 25010113140268
Fina Khiliyatus Jannah 25010113140279
Vinidia Pertiwi 25010113140290
Altriza Juliyandari 25010113140300
Dewi Kurniasih 25010113130310
Altriza Juliyandari 25010113140300
Bhakti Chrisna Pambudi 25010113130317
Fianti Andua 25010115183024

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
KONSEP DASAR IMUNOLOGI

A. Sejarah Imunologi
Imunologi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang sistem
pertahanan tubuh. Terminologi kata “imunologi” berasal dari kata immunitas
dari bahasa latin yang berarti pengecualian atau pembebasan. Istilah itu
awalnya dipakai oleh senator Roma yang mempunyai hak-hak istimewa untuk
bebas dari tuntutan hukum pada masa jabatannya. Immunitas (imunitas)
selanjutnya dipakai untuk suatu pengertian yang mengarah pada perlindungan
dan kekebalan terhadap suatu penyakit, dan lebih spesifik penyakit infeksi.
Konsep imunitas yang berarti perlindungan dan kekebalan sesungguhnya telah
dikenal oleh manusia sejak jaman dahulu.
Pada saat ilmu imunologi belum berkembang, nenek moyang bangsa Cina
membuat puder dari serpihan kulit penderita cacar untuk melindungi anak-
anak mereka dari penyakit tersebut. Puder tersebut selanjutnya dipaparkan
pada anak-anak dengan cara dihirup. Cara yang mereka lakukan berhasil
mencegah penularan infeksi cacar dan mereka kebal walaupun hidup pada
lingkungan yang menjadi wabah. Saat itu belum ada ilmuwan yang dapat
memberikan penjelasan, mengapa anak-anak yang menghirup puder dari
serpihan kulit penderita cacar menjadi imun (kebal) terhadap penyakit itu.
Imunologi tergolong ilmu yang baru berkembang.
Ilmu ini sebenarnya berawal dari penemuan vaksin oleh Edward Jenner
pada tahun 1796. Edward Jenner dengan ketekunannya telah menemukan
vaksin penyakit cacar menular, smallpox. Pemberian vaksin terhadap individu
sehat selanjutnya dikenal dengan istilah vaksinasi. Vaksin ini berupa strain
yang telah dilemahkan dan tidak punya potensi menimbulkan penyakit bagi
individu yang sehat. Walaupun penemuan Jenner ini tergolong penemuan
yang besar dan sangat sukses, namun memerlukan waktu sekitar dua abat
untuk memusnahkan penyakit cacar di seluruh dunia setelah penemuan besar
itu.
(Penemu vaksin Edward Jenner pada tahun 1796.)
World Health Organization (WHO) menyatakan Smallpox musnah pada
tahun 1979. Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Jenner belum bisa
menjelaskan perihal smallpox dengan baik. Ketika Jenner menemukan vaksin
untuk smallpox, Jenner sendiri tidak tahu apa penyebab penyakit yang
mematikan itu. Baru abad 19 Robert Koch bisa menjelaskan adanya
beberapa agen penginfeksi berupa mikroorganisme yang menimbulkan
penyakit. Mikroorganisme tersebut meliputi, virus, bakteri, fungi, dan
beberapa eukaryotik yang selanjutnya disebut parasit. Organisme parasit
sampai saat ini masih menjadi pekerjaan yang sulit bagi para ilmuan. Penyakit
malaria yang ditimbulkan oleh plasmodium, kaki gajah oleh Wuchereria
bancrofti, masih merambah di belahan bumi ini terutama di daerah tropis.
Penemuan oleh Robert Koch dan penemuan besar lain pada abat 19 telah
mengilhami penemuan-penemuan vaksin beberapa penyakit. Pada tahun 1880,
Lois Pasteur menemukan vaksin kolera yang biasa menyerang ayam. Pada
perkembangannya Lois Pasteur berhasil menemukan vaksin rabies.
Penemuan-penemuan tersebut di atas mendasari perkembangan ilmu
Imunologi yang mendasarkan kekebalan sebagai alat untuk menghindari
serangan penyakit. Pada tahun 1890, Emil von Behring dan Shibasaburo
Kitasato menemukan bahwa individu yang telah diberi vaksin akan
menghasilkan antibodi yang bisa diamati pada serum. Antibodi ini selanjutnya
diketahui bersifat sangat spesifik terhadap antigen. (rifai, 2011)
B. Pengertian Imunologi
Imunologi berasal dari bahsa latin yaitu Imunis dan Logos, Imun yang
berarti kebal dan logos yang berarti ilmu. Imunologi adalah ilmu yang
mempelajari tentang kekebalan tubuh. Imunitas adalah perlindungan dari
penyakit, khususnya penyakit infeksi. Sel-sel dan molekul-molekul yang
terlibat di dalam perlindungan membentuk sistem imun. Sedangkan respon
untuk menyambut agen asing disebut respon imun. Imunologi adalah suatu
cabang yang luas dari ilmu biomedis yang mencakup kajian mengenai semua
aspek sistem imun (kekebalan) pada semua organisme
Jika sistem kekebalan bekerja dengan benar, sistem ini akan melindungi
tubuh terhadap infeksi bakteri dan virus, serta menghancurkan sel kanker dan
zat asing lain dalam tubuh. Jika sistem kekebalan melemah, kemampuannya
melindungi tubuh juga berkurang, sehingga menyebabkan patogen, termasuk
virus yang menyebabkan demam dan flu, dapat berkembang dalam tubuh.
Sistem kekebalan juga memberikan pengawasan terhadap sel tumor, dan
terhambatnya sistem ini juga telah dilaporkan meningkatkan resiko terkena
beberapa jenis kanker.
Imunologi ialah ilmu yang mempelajari sistem imunitas tubuh manusia
maupun hewan, merupakan disiplin ilmu yang dalam perkembangannya
berakar dari pencegahan dan pengobatan penyakit infeksi.
Pengetahuan imunologi yang maju telah dapat dikembangkan untuk
menerangkan patogenesis serta menegakkan diagnosis berbagai penyakit yang
sebelumnya masih kabur. Kemajuan dicapai dalam pengembangan berbagai
vaksin dan obat-obat yang digunakan dalam memperbaiki fungsi sistem imun
dalam memerangi infeksi dan keganasan, atau sebaliknya digunakan untuk
menekan inflamasi dan fungsi sistem imun yang berlebihan pada penyakit
hipersensitivitas.

C. Fungsi Sistem Imun


Sistem Imun adalah satu sistem terpenting yang terus menerus melakukan
tugas dan kegiatan dan tidak pernah melalaikan tugas-nya adalah sistem
kekebalan tubuh. Sistem ini melindungi tubuh sepanjang waktu dari semua
jenis penyerang yang berpotensi menimbulkan penyakit pada tubuh kita. Ia
bekerja bagi tubuh bagaikan pasukan tempur yang mempunyai persenjataan
lengkap.
Setiap sistem, organ, atau kelompok sel di dalam tubuh mewakili
keseluruhan di dalam suatu pembagian kerja yang sempurna. Setiap kegagalan
dalam sistem akan menghancurkan tatanan ini. Sistem imun sangat sangat
diperlukan bagi tubuh kita. Sistem imun adalah sekumpulan sel, jaringan, dan
organ yang terdiri atas :
 Pertahanan lini pertama tubuh — Merupakan bagian yang dapat dilihat
oleh tubuh dan berada pada permukaan tubuh manusia sepeti kulit, air
mata, air liur, bulu hidung, keringat, cairan mukosa, rambut.
 Pertahanan lini kedua tubuh — Merupakan bagian yang tidak dapat
dilihat seperti timus, limpa, sistem limfatik, sumsum tulang, sel darah
putih/ leukosit, antibodi, dan hormon.
Semua bagian sistem imun ini bekerja sama dalam melawan masuknya
virus, bakteri, jamur, cacing, dan parasit lain yang memasuki tubuh melalui
kulit, hidung, mulut, atau bagian tubuh lain.
Fungsi dari sistem imun antara lain:
 Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit dengan
menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme atau substansi
asing (bakteri, parasit, jamur, dan virus, serta tumor) yang masuk ke
dalam tubuh
 Menghilangkan jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan
jaringan
 Mengenali dan menghilangkan sel yang abnormal.
Dan Sasaran utama yaitu bakteri patogen dan virus. Leukosit merupakan sel
imun utama (disamping sel plasma, makrofag, dan sel mast).

D. Respon Imunologi
Respons imun adalah respons tubuh berupa suatu urutan kejadian yang
kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen. Respons ini dapat
melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel
limfosit, komplemen dan sitokin yang saling berinteraksi secara kompleks.
Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme pertahan non spesifik
dan mekanisme pertahanan spesifik (Akib, dkk., 2010).
Tahapan Respon Sistem Imun
1. Deteksi dan mengenali benda asing
2. Komunikasi dengan sel lain untuk merespon
3. Rekruitmen bantuan dan koordinasi respon
4. Destruksi atau supresi penginvasi
Funsi respons imun
1. Pertahanan (Defense): terhadap benda asing/mikroba
2. Homeostasis: eliminasi sel tak berguna/debris
3. Pengawasan (Surveillance): bertugas untuk waspada dan mengenal
adanya perubahan-perubahan dan secara cepat membuang sel-sel yang
abnormal tersebut.

E. Jenis-jenis Respon Imun


1. Respon Imun Non Spesifik (Innate Immunity)
Respon imun non spesifik (innate immunity) merupakan
imunitas alamiah yang telah ada sejak lahir. Imunitas ini tidak
ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk berbagai macam
antigen, jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen
tertentu (Kresno, 2003).
Respon imun non spesifik terdiri dari:
1) Pertahanan fisik/mekanik
Kulit, selaput lendir , silia saluran pernafasan, batuk, bersin
akan mencegah masuknya berbagai kuman patogen kedalam
tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput
lendir yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan resiko
infeksi.
2) Pertahanan biokimia
Bahan yang disekresi mukosa saluran nafas, kelenjar sebaseus
kulit, kel kulit, telinga, spermin dalam semen, mengandung
bahan yang berperan dalam pertahanan tubuh secara
biokimiawi. asam HCL dalam cairan lambung , lisozim dalam
keringat, ludah , air mata dan air susu dapat melindungi tubuh
terhadap berbagai kuman gram positif dengan menghancurkan
dinding selnya. Air susu ibu juga mengandung laktoferin dan
asam neuraminik yang mempunyai sifat antibacterial terhadap
E. coli dan staphylococcus.
Lisozim yang dilepas oleh makrofag dapat menghancurkan
kuman gram negatif dan hal tersebut diperkuat oleh
komplemen. Laktoferin dan transferin dalam serum dapat
mengikat zan besi yang dibutuhkan untuk kehidupan kuman
pseudomonas.
3) Pertahanan humoral
Berbagai bahan dalam sirkulasi berperan pada pertahanan
tubuh secara humoral. Bahan-bahan tersebut adalah:
a. Komplemen
Komplemen mengaktifkan fagosit dan membantu
destruktif bakteri dan parasit karena:
 Komplemen dapat menghancurkan sel membran
bakteri
 Merupakan faktor kemotaktik yang
mengarahkan makrofag ke tempat bakteri
 Komponen komplemen lain yang mengendap
pada permukaan bakteri memudahkan
makrofag untuk mengenal dan memfagositosis
(opsonisasi).
b. Interferon
Interferon adalah suatu glikoprotein yang dihasilkan
oleh berbagai sel manusia yang mengandung nukleus
dan dilepaskan sebagai respons terhadap infeksi virus.
Interveron mempunyai sifat anti virus dengan jalan
menginduksi sel-sel sekitar sel yang terinfeksi virus
sehingga menjadi resisten terhadap virus. Disamping
itu, interveron juga dapat mengaktifkan Natural Killer
cell (sel NK). Sel yang diinfeksi virus atau menjadi
ganas akan menunjukkan perubahan pada
permukaannya. Perubahan tersebut akan dikenal oleh
sel NK yang kemudian membunuhnya. Dengan
demikian penyebaran virus dapat dicegah.
c. C-Reactive Protein (CRP)
Peranan CRP adalah sebagai opsonin dan dapat
mengaktifkan komplemen. CRP dibentuk oleh badan
pada saat infeksi. CRP merupakan protein yang
kadarnya cepat meningkat (100 x atau lebih) setelah
infeksi atau inflamasi akut.
CRP berperanan pada imunitas non spesifik, karena
dengan bantuan Ca++ dapat mengikat berbagai molekul
yang terdapat pada banyak bakteri dan jamur.
4) Pertahanan seluler
Fagosit/makrofag dan sel NK berperanan dalam sistem imun
non spesifik seluller.
a. Fagosit
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan
fagositosis tetapi sel utama yang berperaan dalam
pertahanan non spesifik adalah sel mononuclear
(monosit dan makrofag) serta sel polimorfonuklear
seperti neutrofil.
Dalam kerjanya sel fagosit juga berinteraksi dengan
komplemen dan sistem imun spesifik. Penghancuran
kuman terjadi dalam beberapa tingakt sebagai berikut:
Kemotaksis, menangkap, memakan (fagosistosis),
membunuh dan mencerna. Kemotaksis adalah gerakan
fagosit ketempat infekis sebagai respon terhadap
berbagai factor sperti produk bakteri dan factor
biokimiawi yang dilepas pada aktivasi komplemen.
Antibody seperti pada halnya dengan komplemen C 3b
dapat meningkatkan fagosistosis (opsonisasi). Antigen
yang diikat antibody akan lebih mudah dikenal oleh
fagosit untuk kemudian dihancurkan. Hal tersebut
dimungkinkan oleh adanya reseptor untuk fraksi Fc dari
immunoglobulin pada permukaan fagosit.
b. Natural Killer Cell (sel NK)
Sel NK adalah sel limfoid yang ditemukan dalam
sirkulasi dan tidak mempunyai cirri sel limfoid dari
siitem imun spesifik, maka karenan itu disebut sel non
B non T (sel NBNT) atau sel poplasi ketiga.
Sel NK dapat menghancurkan sel yang mengandung
virus atau sel neoplasma dan interveron meempunyai
pengaruh dalam mempercepat pematangan dan
efeksitolitik sel NK.
2. Respon Imun Spesifik
Respon imun spesifik merupakan mekanisme pertahanan yang
ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak dapat
berperan terhadap antigen jenis lain. Imun spesifik mampu mengenali
kembali antigen yang pernah dijumpainya (memiliki memory),
sehingga paparan berikutnya akan meningkatkan efektifitas
mekanisme pertahanan tubuh (Kresno, 2003).
Sistem imun spesifik ada 2, yaitu:
1) Sistem imun spesifik humoral
Yang berperanan dalam sistem imun humoral adalah limfosit B atau sel B. sel B t
ditemukan didalam serum. Funsi utama antibody ini ialah
untuk pertahanan tehadap infeksi virus, bakteri (ekstraseluler),
dan dapat menetralkan toksinnya.
2) Sistem imun spesifik selular
Yang berperanan dalam sistem imun spesifik seluler adalah limfosit T atau sel T.
Berbeda dengan sel B , sel T terdiri atas beberapa sel subset
yang mempunyai fungsi berlainan. Fungsi utama sel imun
spesifik adalah untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup
intraseluler, virus, jamur, parasit, dan keganasan.
Imunitas spesifik dapat terjadi sebagai berikut:
a. Alamiah
 Pasif
Imunitas alamiah pasif ialah pemindahan
antibody atau sel darah putih yang disensitisasi
dari badan seorang yang imun ke orang lain
yang imun, misalnya melalui plasenta dan
kolostrum dari ibu ke anak.
 Aktif
Imunitas alamiah katif dapat terjadi bila suatu
mikoorgansme secara alamiah masuk kedalam
tubuh dan menimbulkan pembentukan antibody
atau sel yang tersensitisasi.
b. Buatan
 Pasif
Imunitas buatan pasif dilakukan dengan
memberikan serum, antibody, antitoksin
misalnya pada tetanus, difteri, gangrengas,
gigitan ular dan difesiensi imun atau pemberian
sel yang sudah disensitisasi pada tuberkolosis
dan hepar.
 Aktif
Imunitas buatan aktif dapat ditimbulkan dengan
vaksinasi melalui pemberian toksoid tetanus,
antigen mikro organism baik yang mati maupun
yang hidup.

F. Pengertian Antigen dan Antibody


Antigen molekul asing yang dapat menimbulkan respon imun spesifik dari
limfosit pada manusia dan hewan. Antigen meliputi molekul yang dimilki
virus, bakteri, fungi, protozoa dan cacing parasit. Molekul antigenic juga
ditemukan pada permukaan zat-zat asing seperti serbuk sari dan jaringan yang
dicangkokkan. Sel B dan sel T terspesialisasi bagi jenis antigen yang
berlainan dan melakukan aktivitas pertahanan yang berbeda namun saling
melengkapi. Antigen yang juga disebut imunogen adalah bahan yang dapat
merangsang respon imun atau bahan yang dapat bereaksi dengan antibodi
yang sudah ada tanpa memperhatikan kemampuannya untuk merangsang
produksi antibody (KG, 2004). Antigen biasanya protein atau polisakarida
tetapi dapat jjuga berupa molekul lainnya, termasuk molekul kecil
dipasangkan ke protein pembawa.
(Baratawidjaja 1991: 13; Campbell,dkk 2000: 77).
Antigen merupakan glikoprotein yang terdapat pada permukaan sel darah
merah (Diah dkk, 2007). Antigen juga berupa zat-zat asing yang pada
umumnya merupakan protein yang berkaitan dengan bakteri dan virus yang
masuk ke dalam tubuh. Beberapa berupa polisakarida atau polipeptida, yang
tergolong makromolekul dengan BM > 10.000.
Antibodi adalah senjata utama respon humoral (George, 2006). Antibodi
merupakan protein-protein yang dihasilkan oleh sel-B (limfosit B) untuk
merespon adanya antigen yang masuk ke tubuh, kemudian bereaksi secara
spesifik dengan antigen tersebut. Konfigurasi molekul antigen-antibodi
sedemikian rupa sehingga hanya antibodi yang timbul sebagai respon terhadap
suatu antigen tertentu saja yang cocok dengan permukaan antigen itu sekaligus
bereaksi dengannya. Antobodi tersusun atas emapt rantai polipeptida (George,
2006).
Antibodi dapat ditemukan pada darah atau kelenjar tubuh, dan digunakan
oleh sistem kekebalan tubuh untuk mengidentifikasikan dan menetralisasikan
benda asing seperti bakteri dan virus (Anonim, nd)

Reaksi Antigen dan Antibodi


Dalam lingkungan sekitar kita terdapat banyak substansi bermolekul kecil
yang bisa masuk ke dalam tubuh. Substansi kecil tersebut bisa menjadi
antigen bila dia melekat pada protein tubuh kita yang dikenal dengan istilah
hapten. Substansi-substansi tersebut lolos dari barier respon non spesifik,
kemudian substansi tersebut masuk dan berikatan dengan sel limfosit B yang
akan mensintesis pembentukan antibodi.
Sebelum pertemuan pertamanya dengan sebuah antigen, sel-sel-B
menghasilkan molekul immunoglobulin IgM dan IgD yang tergabung pada
membran plasma untuk berfungsi sebagai reseptor antigen. Sebuah antigen
merangsang sel untuk membuat dan menyisipkan dalam membrannya
molekul immunoglobulin yang memiliki daerah pengenalan spesifik untuk
antigen itu. Setelah itu, limfosit harus membentuk immunoglobulin untuk
antigen yang sama. Pemaparan kedua kali terhadap antigen yang sama
memicu respon imun sekunder yang segera terjadi dan meningkatkan titer
antibodi yang beredar sebanyak 10 sampai 100 kali kadar sebelumnya. Sifat
molekul antigen yang memungkinkannya bereaksi dengan antibodi disebut
antigenisitas. Kesanggupan molekul antigen untuk menginduksi respon imun
disebut imunogenitas.

G. Sistem Komplemen
Sistem komplemen adalah protein dalam serum darah yang bereaksi
berjenjang sebagai enzim untuk membantu sistem kekebalan selular dan
sistem kekebalan humoral untuk melindungi tubuh dari infeksi. Protein
komplemen tidak secara khusus bereaksi terhadap antigen tertentu, dan segera
teraktivasi pada proses infeksi awal dari patogen. Oleh karena itu sistem
komplemen dianggap merupakan bagian dari sistem kekebalan turunan.
Walaupun demikian, beberapa antibodi dapat memicu beberapa protein
komplemen, sehingga aktivasi sistem komplemen juga merupakan bagian dari
sistem kekebalan humoral.
Sistem komplemen adalah suatu sistem yang terdiri dari seperangkat
kompleks protein yang satu dengan lainnya sangat berbeda. Pada kedaan
normal komplemen beredar di sirkulasi darah dalam keadaan tidak aktif, yang
setiap saat dapat diaktifkan melalui dua jalur yang tidak tergantung satu
dengan yang lain, disebut jalur klasik dan jalur alternatif. Aktivasi sistem
komplemen menyebabkan interaksi berantai yang menghasilkan berbagai
substansi biologik aktif yang diakhiri dengan lisisnya membran sel antigen.
Aktivasi sistem komplemen tersebut selain bermanfaat bagi pertahanan
tubuh, sebaliknya juga dapat membahayakan bahkan mengakibatkan
kematian, hingga efeknya disebut seperti pisau bermata dua. Bila aktivasi
komplemen akibat endapan kompleks antigen-antibodi pada jaringan
berlangsung terus-menerus, akan terjadi kerusakan jaringan dan dapat
menimbulkan penyakit.
H. Sel-sel Sistem Imunologi
Sel – sel imun terdiri dari sel APC (Antigen Presenting Cell) yang bertugas
mengenali antigen yang masuk lalu informasi yang didapat oleh sel APC
dikomunikasikan pada sel T (limfosit T) untuk memusnahkan antigen yang
masuk, dalam hal ini sel T dapat memusnahkan antigen dengan cara
mengerahkan banyak sel T atau dengan bantuan sel B (limfosit B) untuk
membentuk antibody yang digunakan sebagai senjata dalam memusnahkan
agen (Admin 2013).
Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang
bersirkulasi dalam darah dan pada cairan lymph. Sel – sel tersebut dapat
dijumpai dalam jumlah yang besar pada organ limfoid dan dan dapat
ditemukan pula dalam keadaan tersebar pada seluruh jaringan tubuh kecuali
pada CNS (Central Nervous System). Sel – sel yang terlibat dalam sistem
imun itu berasal dari sumsum tulang. Kemampuan sel – sel tersebut untuk
bersirkulasi dan mengadakan perpindahan antara darah, lymph dan jaringan
adalah hal yang sangat penting untuk terjadinya respon imun (Muhaimin Rifai
2011).

I. Reaksi Hipersensitivas
Pada keadaan normal, mekanisme pertahanan tubuh baik humoral maupun
selular tergantung pada aktivasi sel B dan sel T. Aktivasi berlebihan oleh
antigen atau gangguan mekanisme ini, akan menimbulkan suatu keadaan
imunopatologik yang disebut reaksi hipersensitivitas.
Menurut Gell dan Coombs, reaksi hipersensitivitas dapat dibagi menjadi 4
tipe, yaitu
1. Tipe I hipersensitif anafilaktik
2. Tipe II hipersensitif sitotoksik yang bergantung antibodi
3. Tipe III hipersensitif yang diperani kompleks imun
4. Tipe IV hipersensitif cell-mediated (hipersensitif tipe lambat).
Pembagian reaksi hipersensitivitas oleh Gell dan Coombs adalah usaha
untuk mempermudah evaluasi imunopatologi suatu penyakit. Dalam keadaan
sebenarnya seringkali keempat mekanisme ini saling mempengaruhi. Aktivasi
suatu mekanisme akan mengaktifkan mekanisme yang lainnya.
1. Reaksi Hipersentivitas Tipe I
Reaksi hipersensitivitas tipe I atau anafilaksis atau alergi yang
timbul segera sesudah badan terpajan dengan alergen. Semula diduga
bahwa tipe I ini berfungsi untuk melindungi badan terhadap parasit
tertentu terutama cacing. Istilah alergi pertama kali diperkenalkan oleh
Von Pirquet pada tahun 1906, yang diartikan sebagai reaksi pejamu
yang berubah. Pada reaksi ini allergen yang masuk ke dalam tubuh
akan menimbulkan respon imun dengan dibentuknya Ig E.
Urutan kejadian reaksi tipe I adalah sebagai berikut :
a) Fase Sensitasi
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai
diikatnya oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mastosit
dan basofil.
b) Fase Aktivasi
Waktu selama terjadi pajanan ulang dengan antigen yang
spesifik, mastosit melepas isinya yang berisikan granul yang
menimbulkan reaksi.
c) Fase Efektor
Waktu terjadi respon yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek
bahan- bahan yang dilepas mastosit dengan aktivasi
farmakologik.
IgE yang sudah dibentuk, biasanya dalam jumlah sedikit,
segera diikat oleh mastosit/basofil. IgE yang sudah ada
permukaan mastosit akan menetap untuk beberapa minggu.
Sensitasi dapat juga terjadi secara pasif apabila serum (darah)
orang yang alergik dimasukkan ke dalam kulit atau sirkulasi
orang normal.
2. Reaksi Hipersensitivitas Tipe II
Reaksi hipersensitivitas tipe II atau Sitotoksis terjadi karena
dibentuknya antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang
merupakan bagian sel pejamu. Reaksi ini dimulai dengan antibodi
yang bereaksi baik dengan komponen antigenik sel, elemen jaringan
atau antigen atau hapten yang sudah ada atau tergabung dengan elemen
jaringan tersebut. Kemudian kerusakan diakibatkan adanya aktivasi
komplemen atau sel mononuklear. Mungkin terjadi sekresi atau
stimulasi dari suatu alat misalnya thyroid. Contoh reaksi tipe II ini
adalah distruksi sel darah merah akibat reaksi transfusi, penyakit
anemia hemolitik, reaksi obat dan kerusakan jaringan pada penyakit
autoimun. Mekanisme reaksinya adalah sebagai berikut :
a) Fagositosis sel melalui proses apsonik adherence atau immune
adherence
b) Reaksi sitotoksis ekstraseluler oleh sel K (Killer cell) yang
mempunyai reseptor untuk Fc
c) Lisis sel karena bekerjanya seluruh sistem komplemen

3. Reaksi Hipersensitivitas Tipe III


Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun adalah reaksi
yang terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam jaringan
atau sirkulasi/ dinding pembuluh darah dan mengaktifkan komplemen.
Antibodi yang bisa digunakan sejenis IgM atau IgG sedangkan
komplemen yang diaktifkan kemudian melepas faktor kemotatik
makrofag. Faktor kemotatik yang ini akan menyebabkan pemasukan
leukosit-leukosit PMN yang mulai memfagositosis kompleks-
kompleks imun. Reaksi ini juga mengakibatkan pelepasan zat-zat
ekstraselular yang berasal dari granula-granula polimorf, yakni berupa
enzim proteolitik, dan enzim-enzim pembentukan kinin.
Antigen pada reaksi tipe III ini dapat berasal dari infeksi kuman
patogen yang persisten (malaria), bahan yang terhirup (spora jamur
yang menimbulkan alveolitis alergik ekstrinsik) atau dari jaringan
sendiri (penyakit autoimun). Infeksi dapat disertai dengan antigen
dalam jumlah berlebihan, tetapi tanpa adanya respons antibodi yang
efektif.
4. Reaksi Hipersensitivitas Tipe IV
Reaksi tipe IV disebut juga reaksi hipersensitivitas lambat, cell
mediatif immunity (CMI), Delayed Type Hypersensitivity (DTH) atau
reaksi tuberculin yang timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpajan
dengan antigen. Reaksi terjadi karena sel T yang sudah disensitasi
tersebut, sel T dengan reseptor spesifik pada permukaannya akan
dirangsang oleh antigen yang sesuai dan mengeluarkan zat disebut
limfokin. Limfosit yang terangsang mengalami transformasi menjadi
besar seperti limfoblas yang mampu merusak sel target yang
mempunyai reseptor di permukaannya sehingga dapat terjadi
kerusakan jaringan.
Antigen yang dapat mencetuskan reaksi tersebut dapat berupa
jaringan asing (seperti reaksi allograft), mikroorganisme intra seluler
(virus, mikrobakteri, dll). Protein atau bahan kimia yang dapat
menembus kulit dan bergabung dengan protein yang berfungsi sebagai
carrier. Selain itu, bagian dari sel limfosit T dapat dirangsang oleh
antigen yang terdapat di permukaan sel di dalam tubuh yang telah
berubah karena adanya infeksi oleh kuman atau virus, sehingga sel
limfosit ini menjadi ganas terhadap sel yang mengandung antigen itu
(sel target). Kerusakan sel atau jaringan yang disebabkan oleh
mekanisme ini ditemukan pada beberapa penyakit infeksi kuman
(tuberculosis, lepra), infeksi oleh virus (variola, morbilli, herpes),
infeksi jamur (candidiasis, histoplasmosis) dan infeksi oleh protozoa
(leishmaniasis, schitosomiasis)
DAFTAR PUSTAKA

Akib, Arwin AP, dkk., 2007. Buku Ajar Alergi Imunologi Anak, Edisi 2. Jakarta:
IDAI

Anonim. nd. Reaksi Antigen-Antibodi dan Prinsip Pengobatan. Dikutip dari


http://directory.umm.ac.id/Data%20Elmu/pdf/minggu_4._baru.pdf. Diakses
pada tanggal 15 November 2015

Aryulina dkk. 2007. Biologi SMA dan MA Kelas XII. Jakarta: Erlangga (Esis)

Bratawidjaja KG. 2004. Immunologi Dasar 6th. Jakarta: Balai Penerbit FKUI 3-
17, 32-90, 92-105, 128-150, 171-190

Brown EJ, Joiner KA, Frank MM. Complement. In fundamental immunology.


3rd edition. New York: Raven Press, l985; 645-68.

Frank MM. Complement and kinin. In Stites DP, Terr AI. Basic and clinical
immunology; 7th edition . NorwaIk: Appleton & Lange, 1991; 161-74.

Fried George H. dan George J. Hademenos. 2006. Schaum’s Outlines of Theory


and Problem of Biology. Jakarta: Erlangga

http://pendidikankarakter.org/biosciencelearning/Materi/SISTEM%20IMUNITAS
%20MANUSIA_SMA_2013.pdf diakses pada tanggal 14 November 2015

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39480/5/Chapter%20I.pdf diakses
pada tanggal 14 November 2015

http://staff.ui.ac.id/system/files/users/tutinfik/material/dasar-
dasarimunobiologi.pdf diakses pada tanggal 14 November 2015

https://ikma10fkmua.files.wordpress.com/2011/03/dasar-imunologi-fkm-2009.pdf
diakses pada tanggal 14 November 2015

Husband,A.J.1995. The immune system and integrated homeostasis. Immunology


and Cell Biologi, 73:377-382.
Judarwanto, Widodo. 2012. Reaksi Hipersensitivitas. Jakarta: Children Allergy
Online Clinic.

Kresno, S. 2003. Ilmu Dasar Onkologi. Jakarta: PT Quparada Makuda Perkasa

Mader, SS. 2010. Human Biology, sixth edition. USA: The McGraw-Hill
Companies, Inc

Rifai, Muhaimin. 2011. Konsep Imunologi. Universitas Brawijaya. [Online],


http://muhaiminrifai.lecture.ub.ac.id/files/2011/01/BABI.-Konsep-
Imunologi.pdf. Diakes pada 14 November 2015

Subowo. 1993. Imunobiologi. Bandung: Penerbit Angkasa

Anda mungkin juga menyukai