PENDAHULUAN
1
lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu, misalnya keadaan kulit
pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, ketebalan epidermis), status
imunologik (misalnya sedang menderita sakit, terpajan sinar matahari).1
Pentingnya deteksi dan penanganan dini pada penyakit DKA bertujuan
untuk menghindari komplikasi kronisnya. Apabila terjadi bersamaan dengan
dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis
numularis, atau psoriasis) atau terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari
(misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat pada
lingkungan penderita) dapat menyebabkan prognosis menjadi kurang baik. Oleh
karena itu penting untuk diketahui apa dan bagaimana DKA sehingga dapat
menurunkan morbiditas dan memperbaiki prognosis DKA.
2
BAB II
STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 26 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Broni
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan : Menikah
Suku Bangsa : Melayu
Hobi : Travelling
I. ANAMNESIS
A. Keluhan Utama : kulit yang bersisik dan gatal pada tangan kanan dan
kiri yang semakin banyak sejak kurang lebih 3 bulan SMRS
B. Keluhan Tambahan : Gatal dan perih pada tangan kanan dan kiri
3
permukaan kulit terdapat kulit yang mengelupas atau bersisik. Pasien
mengaku kulit yang mengelupas atau bersisik dan kering semakin banyak.
Awalnya hanya pada jari telunjuk tangan kanan, kemudian menyebar ke
seluruh jari tangan kanan dan kiri. Selama ini pasien sudah berobat ke
klinik kecantikan dan mendapat lotion. Setelah memakai lotion tersebut
pasien mengaku gatal berkurang pada kedua tangan dan jari – jari tangan,
namun kulit yang mengelupas semakin banyak.
2. Tanda Vital :
Kesadaran : Compos Mentis RR : 20 kali/menit
TD : 110/80 mmHg Nadi : 70 kali/menit
Suhu : 36,5 C
3. Kepala :
4
a. Mata : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),refleks
cahaya (+/+), pupil isokor
b. THT : nyeri tekan tragus (-), sekret (-), deviasi (-), sianosis (-)
4. Thoraks :
a. Jantung : bunyi jantung I/II reguler, murmur (-),gallop (-)
b. Paru : vesikuler (+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
B. Status Dermatologi
1. Inspeksi
o Lokasi : Regio palmar dekstra dan sinistra
o Distribusi : simetris
o Konfigurasi :
o Regio Palmar dekstra : terdapat plak eritematosa, berjumlah
multiple, bentuk tidak teratur, sirkumskrip, distribusi
simetris, pada permukaan terdapat squama putih, halus,
selapis.
o Regio palmar sinistra : terdapat plak eritematosa, berjumlah
5, bentuk tidak teratur, sirkumskrip, distribusi simetris, pada
permukaan terdapat squama, putih, halus, selapis
5
2. Palpasi : keras, permukaan rata, dan kulit mengelupas atau
bersisik
3. Auskultasi : tidak dilakukan
6
4. Lain-lain :
C. Status Venerelogi
1. Inspeksi : tidak dilakukan
o Inspekulo : tidak dilakukan
2. Palpasi : tidak dilakukan
7
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang
V. DIAGNOSIS KERJA
Dermatitis Kontak Alergi
VI. TERAPI
a. Terapi Umum
- Gunakan Sarung Tangan Ketika Mencuci
b. Terapi Khusus
a. Sistemik
- Methiprednisolon 4 mg 3x1 tablet selama 7 hari
- Cetirizin 2x1 tablet selama 7 hari
b. Topikal
Hidrokortison 1% dioleskan pada lesi
VII. PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Bonam
- Quo ad Fungtionam : Bonam
- Quo ad Sanationam : Bonam
8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit) yang
timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi.2
B. Etiologi dan Predisposisi
1. Etiologi
Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa
bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut
bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi
sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit.3
Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-
tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap
tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison
sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly
antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan
logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga),
formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet),
tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi).4
2. Predisposisi
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak alergi. Misalnya
antara lain:
a. Faktor eksternal:1
1) Potesi sensitisasi allergen
2) Dosis per unit area
3) Luas daerah yang terkena
4) Lama pajanan
9
5) Oklusi
6) Suhu dan kelembaban lingkungan
7) Vehikulum
8) pH
b. Faktor Internal/ Faktor Individu:1
1) Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum korneum.
2) Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar
matahari.
3) Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya mutasi
null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena alergi nickel.5
4) Status higinie dan gizi
Seluruh faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain yang
masing – masing dapat memperberat penyakit atau memperingan. Sebagai contoh,
saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun apabila satus higinienya baik
dan didukung status gizi yang cukup, maka potensi sensitisasi allergen akan
tereduksi dari potensi yang seharusnya. Sehingga sistem imunitas tubuh dapat
dengan lebih cepat melakukan perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status
higinie dan gizi individu yang rendah. Selain hal – hal diatas, faktor predisposisi
lain yang menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan
integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis.6
C. Patofisiologi
Fase sensitisasi
Alergen atau hapten diaplikasikan pada kulit dan diambil oleh sel
Langerhans. Antigen akan terdegradasi atau diproses dan terikat pada Human
Leucocyte Antigen-DR (HLA- DR), dan kompleks yang diekspresikan pada
permukaan sel Langerhans. Sel Langerhans akan bergerak melalui jalur limfatik
ke kelenjar regional, dimana akan terdapat kompleks yang spesifik terhadap sel T
10
dengan CD4-positif. Kompleks antigen- HLA-DR ini berinteraksi dengan reseptor
T-sel tertentu (TCR) dan kompleks CD3. Sel Langerhans juga akan mengeluarkan
Interleukin-1 (IL-1). Interaksi antigen dan IL-1 mengaktifkan sel T. Sel T
mensekresi IL-2 dan mengekspresikan reseptor IL-2 pada permukaannya. Hal ini
menyebabkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel T spesifik yang beredar di
seluruh tubuh dan kembali ke kulit.7
Tahap elisitasi
Setelah seorang individu tersensitisasi oleh antigen, sel T primer atau memori
dengan antigen-TCR spesifik meningkat dalam jumlah dan beredar melalui
pembuluh darah kemudian masuk ke kulit. Ketika antigen kontak pada kulit,
antigen akan diproses dan dipresentasikan dengan HLA-DR pada permukaan sel
Langerhans. Kompleks akan dipresentasikan kepada sel T4 spesifik dalam kulit
(atau kelenjar, atau keduanya), dan elisitasi dimulai. Kompleks HLA-DR-antigen
berinteraksi dengan kompleks CD3-TCR spesifik untuk mengaktifkan baik sel
Langerhans maupun sel T. Ini akan menginduksi sekresi IL-1 oleh sel Langerhans
dan menghasilkan IL-2 dan produksi IL-2R oleh sel T. Hal ini menyebabkan
proliferasi sel T. Sel T yang teraktivasi akan mensekresi IL-3, IL- 4, interferon-
gamma, dan granulocyte macrophage colony-stimulating factor (GMCSF).
Kemudian sitokin akan mengaktifkan sel Langerhans dan keratinosit. Keratinosit
yang teraktivasi akan mensekresi IL-1, kemudian IL-1 mengaktifkan
phospolipase. Hal ini melepaskan asam arakidonik untuk produksi prostaglandin
(PG) dan leukotrin (LT). PG dan LT menginduksi aktivasi sel mast dan pelebaran
pembuluh darah secara langsung dan pelepasan histamin yang melalui sel mast.
Karena produk vasoaktif dan chemoattractant, sel-sel dan protein dilepaskan dari
pembuluh darah. Keratinosit yang teraktivasi juga mengungkapkan intercellular
adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan HLA-DR, yang memungkinkan interaksi
seluler langsung dengan sel-sel darah.7
11
Skema Patogenesis DKA
A. Penegakan Diagnosis
1. Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan
pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh gatal.
Data yang berasal dari anamnesis meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat
topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi,
baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya. Penelusuran riwayat pada
DKA didasarkan pada beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 3.1
berikut.1
Tabel 3.1 Penelusuran riwayat pada DKA
12
Demografi dan riwayat Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama, status
pekerjaan pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari pekerjaan,
paparan berulang dari alergen yang didapat saat
kerja, tempat bekerja, pekerjaan sebelumnya.
Tabel 3.2 Perbedaan dermatitis kontak alergi dan dermatitis kontak iritan8
Irritant Contanct Allergic Contanct
Dermatitism Dermatitis
Symptoms Acute Stinging, smarting > Itching > pain
itching
Chronic Itching/pain Itching/pain
Lesions Acute Erythema→vesicles→ Erythema→papules→
erosions→crusts→scaling vesicles→erosions→crusts
→scaling
Papules,plaques,fissures, Papules,plaques,scaling,
Chronic scaling, crusts crusts
Margination Acute Sharp, strictly confined to Sharp, confined to site of
and site site of exposure exposure but spreading in
the periphery; usually
tiny papules; may become
generalized
Chronic III defined, spreads III defined, spreads
Evolution Acute Rapid (few hours after Not so rapid (12-72 h after
exposure) exposure)
Chronic Months to years of repeated Months or longer;
exposure exacerbation after every
reexposure
Causative Dependent on Relatively independent of
agents concentration of agent amount applied, usually
and state of skin barrier; very low concentrations,
occurs only above sufficient but depends on
threshold level degree of sensitization
13
Incidence May occur in practically Occurs only in the
everyone sensitized
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola
kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Pada
pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum dapat diamati beberapa
wujud kelainan kulit antara lain edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Berbagai
lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada tabel 3.2. Misalnya, di ketiak oleh
deodoran; di pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh
sepatu/sandal. Pemeriksaan hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang,
pada seluruh kulit untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-
sebab endogen.1
14
kacamata, obat topikal, gagang telepon.
Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, zat
warna pakaian.
Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet
(elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut
atau pewangi pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, alergen yang berada di
tangan, parfum, kontrasepsi.
Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,
sepatu/sandal.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis
numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang
utama ialah dengan Dermatitis Kontak Iritan (DKI). Dalam keadaan ini
pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah
dermatitis tersebut karena kontak alergi.1
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung. Bahan
yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit, misalnya kosmetik,
pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat langsung digunakan apa
adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air
untuk membilasnya, misalnya sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih
dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam
vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan,
misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi.
Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab
alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut
yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet, atau
15
air, dan ditempelkan di kulit dengan memakai Finn chamber, dibiarkan
sekurang-kurangnya 48 jam.1
Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:1
1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam keadaan akut
atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’ reaksi
positif palsu, dapat juga menyebabkan penyakit yang sedang dideritanya
semakin memburuk.
2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah pemakaian
kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun dikatakan bahwa uji tempel
dapat dilakukan pada pemakaian prednison kurang dari 20 mg/hari atau
dosis ekuivalen kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi
negatif palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi hasil
tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca; pembacaan kedua
dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7 setelah aplikasi.
4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel
menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena memberikan hasil
negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48
jam, dan menjaga agar punggung selalu kering setelah dibuka uji
tempelnya sampai pembacaan terakhir selesai.
5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap penderita
yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan (immediate urticaria
type), karena dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan reaksi
16
anafilaksis. Pada penderita semacam ini dilakukan tes dengan prosedur
khusus.
T.R.U.E. Test®
(Mekos Laboratories,
Hillerod, Denmark)
patch-test.
17
bertambah setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada pasien
untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu setelah aplikasi.1
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah. Interpretasi dilakukan
setelah pembacaan kedua. Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara
pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++
(reaksi tipe crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi tipe
decrescendo).1
b. Pemeriksaan Histopalogi
Pemeriksaan Histopalogi dilakukan dengan cara:1
1) Untuk pemeriksaan ini dibutuhkan potongan jaringan yang didapat
dengan cara biopsi dengan pisau atau plong/punch.
2) Penyertaan kulit normal pada tumor kulit, penyakit infeksi, kulit
normal tidak perlu diikutsertakan.
3) Sedapat-dapatnya diusahakan agar lesi yang akan dibiopsi adalah lesi
primer yang belum mengalami garukan atau infeksi sekunder.
4) Bila ada infeksi sekunder, sebaiknya diobati lebih dahulu.
5) Pada penyakit yang mempunyai lesi yg beraneka macam/ banyak,
lebih baik biopsi lebih dari satu.
6) Potongan jaringan sebisanya berbentuk elips + diikutsertakan jaringan
subkutis.
7) Jaringan yang telah dipotong dimasukan ke dalam larutan fiksasi,
misanya formalin 10% atau formalin buffer, supaya menjadi keras dan
sel-selnya mati.
8) Lalu dikirim ke laboratorium
9) Pewarnaan rutin yang biasa digunakan dalah Hematoksilin-Eosin(HE).
Ada pula yang menggunakanperwarnaan oersein dan Giemsa.
10) Volume cairan fiksasi sebaiknya tidak kurang dari 20 X volume
jaringan
18
11) Agar cairan fiksasi dapat dengan baik masuk ke jaringan hendaknya
tebal jaringan kira-kira 1/2 cm, kalau terlalu tebal dibelah dahulu
sebelum dimasukkan ke dalam cairan fiksasi
19
infiltrasi sel-sel radang berupa limfosit dan beberapa eosinofil, serta elongasi dari
papila epidermis.1
B. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa9
a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan pendek serta
tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan infeksi
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
bersentuhan dengan alergen
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan perhiasan,
aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan penyebab alergi
2. Medikamentosa
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM) sebanyak 3-
4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09 mg/dosis, sehari 3 kali
untuk anak – anak untuk menghilangkan rasa gatal
b. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison 3x10 mg/hari
2) Cetirizine tablet 1x10 mg/hari
3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika
(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis 3x500 mg/hari,
selama 5 hingga 7 hari
c. Topikal
1) Krim dexamethasone 2,5%, 2 kali sehari
3. Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:10
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk terkena
dermatitis kontak alergi
20
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan sabun, jika tidak
ada sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar allergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah dengan pakaian
lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar allergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan aktivitas yang
berisiko terhadap paparan alergen
C. Prognosis
Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan kontaknya
dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila bersamaan
dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen(dermatitis atopik,
dermatitis numularisatau psoriasia). Faktor lain yang membuat prognosis kurang
baik adalah pajanan alergen yang tidak mungkin dihindari misalnya berhubungan
dengan pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita.1
D. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh bakteri
terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus misalnya herpes simpleks.
Rasa gatal yang berkepanjangan serta perilaku menggaruk dapat dapat mendorong
kelembaban pada lesi kulit sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi
bakteri atau jamur. Selain itu dapat pula menyebabkan eritema multiforme (lecet)
dan menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan kasar atau disebut
neurodermatitis (lichen simplex chronicus).9
21
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Pada pasien ini berdasarkan anamnesis datang dengan keluhan kulit yang
mengelupas pada jari-jari tangan kanan dan kiri yang semakin banyak sejak
kurang lebih 3 bulan SMRS Awalnya berupa kulit yang memerah saja pada
bagian jari telunjuk tangan kanan yang berkontak dengan sabun pencuci piring.
Kemerahan pada kulit tidak langsung muncul melainkan setelah berkontak ulang
dengan sabun pencuci piring. Kemudian kulit yang memerah tersebut mulai terasa
gatal, merah dan kasar dan menebal pada kedua tangan yang berkontak dengan
sabun pencuci piring. Pada permukaan kulit terdapat kulit yang mengelupas atau
bersisik. Sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa gatal merupakan keluhan
utama yang muncul pada kasus alergi diikuti dengan munculnya lesi pada area
kulit yang mengalami kontak dengan alergen. Pada sebuah penelitian diperoleh
hasil bahwa manifestasi gatal pada pasien dermatitis kontak alergika mencapai
90%. Selain itu keluhan lain dapat ditemukan adanya fotosensitifitas (42%) dan
rasa terbakar (20%).
Pada kasus ini, etiologi Dermatitis Kontak Alergi adalah sabun pencuci
piring. Hal ini sesuai dengan teori, yaitu Penyebab dermatitis kontak alergik
adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang
dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang
timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya
penetrasi di kulit.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan plak eritema, berjumlah multiple,
berbatas tegas, tepi lesi jelas dan meninggi dari kulit sekitar, distribusi bilateral,
pada permukaan terdapat squama, konsistensi keras. Menurut teori, kelainan kulit
yang terjadi bergantung pada keparahan dermatitis. Pada DKA yang akut kelainan
22
kulit dapat berupa bercak eritema yang berbatas jelas, kemudian diikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan
erosi dan eksudasi (basah). Sementara pada DKA kronis terlihat kulit kering,
berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisura dan batasnya terkadang
tidak jelas.
23
bahan penyebab DKA berdasarkan anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang berupa uji tempel bahan yang dicurigai. Pengobatan
dermatitis pada umumnya yaitu antihistamin, jika lesi basah diberi kompres. Jika
sudah mengering diberi kortikosteroid topikal. Pada DKA yang disertai dengan
infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik sistemik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin. Jakarta : FKUI.
2. Amiruddin Dali, Ilmu Penyakit Kulit, Makassar: Bagian Ilmu Penyakit
Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran Hasanuddin, 2003: Hal 249-251.
3. Kartowigno S, sepuluh besar kelompok penyakit kulit Edisi 2. Palembang ;
Bagian / Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Universitas
Sriwijaya.
4. Tardan MPC, Zug KA. Allergic Contact Dermatitis. In : Fitzpatrick’s
Dermatology in general medicine. 8thed. New York; The McGraw-Hill
Companies; 2012. p152-64.
5. Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta:
6. Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2005. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 4. Jakarta: FK UI
7. Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan
di RSUP Haji Adam Malik Medan. Universitas Sumatra Utara, Medan.
Tersedia dalam : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/6372 diakses
pada tanggal 1 November 2017
8. Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of
Contact Allergy in the Adult General Population. Denmark : National Allergy
24
Research Centre, Departement of Dermato-Allergology, Genofte Hospital,
University of Copenhagen .
9. Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
10. Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
11. Fitzpatrick TB et al, Color Atlas and Synopsis of Clinical Dermatology, 7th
edition. McGraw-Hill 2013.
12. Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact Dermatitis:
anupdate.Tersediadalam:
http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical%20guidelines/contact
%20dermatitis%20bjd%20guidelines%20may%202009.pdf. Diakses pada
tanggal 1 November 2017
13. Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak.
Yogyakarta : Fakultas Farmasi UGM
25