Anda di halaman 1dari 20

PENYALAHGUNAAN NAPZA PADA REMAJA

Pendahuluan

Pada awalnya, kenakalan remaja hanyalah merupakan perilaku “nakal” dari kalangan remaja
yang sering dikatakan sedang mencari identitas diri. Kenakalan remaja yang demikian ini
tidaklah menimbulkan kekhawatiran dikalangan masyarakat luas (orang tua, guru, teman, dan
masyarakat umum), tetapi justru perilaku yang demikian itu dapat dipahami sebagai suatu
fase yang akan terjadi dan akan dialami oleh setiap orang, yang pada akhirnya akan berlalu
begitu saja oleh masyarakat luas.

Saat ini, kenakalan remaja tampaknya bukan lagi bersifat nakal, tidak lagi memperlihatkan
ciri-ciri kenakalannya tetapi sudah menjurus pada tindakan brutal seperti, perkelahian antar
kelompok, penggunaan narkotika/obat terlarang, perampasan, kebut-kebutan di jalan raya
tanpa aturan, penyimpangan-penyimpangan seksual, dan tindakan-tindakan yang menjurus
pada perbuatan kriminal.

Masalah penggunaan narkoba di Indonesia merupakan masalah serius yang harus dicarikan
jalan penyelesaiannya dengan segera. Banyak kasus yang menunjukkan akibat dari masalah
di atas telah menyebabkan banyak kerugian, baik materi maupun non materi, bahkan
kematian yang disebabkan oleh ketergantungan Narkoba.

Masalah penyalahgunaan Narkoba di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan berbagai


kalangan dan telah menjadi ancaman nasional yang perlu mendapatkan perhatian yang serius
oleh segenap elemen bangsa. Ancaman nasional tersebut berpotensi besar mengganggu
ketahanan diri, keluarga dan masyarakat baik secara fisik, mental dan secara sosial ekonomi.

Pada era globalisasi ini pengaruh narkoba sangat besar, tanpa memandang lingkungan dan
usia. Banyak anak remaja yang memerlukan bimbingan dalam proses menuju kedewasaan
agar tidak terpengaruh dengan narkoba. Narkoba sangat berpengaruh besar khusus para
remaja khususnya yang masih duduk di bangku pendidikan. Meskipun banyak penyuluhan-
penyuluhan ,seminar yang diadakan pada sekolah Narkoba tapi pengaruh narkoba merasuki
pemikiran anak-anak remaja. Masa depan para remaja yang seharusnya penuh perjuangan
kini menjadi buruk akibat penyalahgunaan narkoba.Jika narkoba terus berkembang di
kalangan para remaja maka nasib para remaja akan menjadi suram.

Narkoba atau NAPZA adalah bahan / zat yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan
/psikologi seseorang (pikiran, perasaan dan perilaku) serta dapat menimbulkan
ketergantungan fisik dan psikologi. Yang termasuk dalam NAPZA, yaitu Narkotika,
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya.

Maraknya narkotika dan obat-obatan terlarang telah banyak mempengaruhi mental dan
sekaligus pendidikan bagi para pelajar saat ini. Masa depan bangsa yang besar ini bergantung
sepenuhnya pada upaya pembebasan kaum muda dari bahaya narkoba. Narkoba telah
menyentuh lingkaran yang semakin dekat dengan kita semua. Teman dan saudara kita mulai
terjerat oleh narkoba yang sering kali dapat mematikan. Sebagai makhluk Tuhan yang kian
dewasa, seharusnya kita senantiasa berfikir jernih untuk menghadapi globalisasi teknologi
dan globalisasi yang berdampak langsung pada keluarga dan remaja penerus bangsa
khususnya. Kita harus memerangi kesia-siaan yang di akibatkan oleh narkoba.
Kasus penyalahgunaan narkoba tiap tahun pecandu narkoba di Indonesia, terus meningkat.
Dari data BNN Pusat, pada lima tahun lalu, pengguna narkoba di Indonesia ada 1,8 persen.
Namun sekarang meningkat menjadi sekitar 2,2 persen atau 3,8 juta. Ini sangat
memprihatinkan.Sebab banyak pecandu yang belum mau berobat. Ironisnya, para pecandu itu
kebanyakan pelajar. (http://nasional.kompas.com, diakses pada 20 Juni 2012 Pukul
20.40).Tercatat 14 tahun silam atau sekitar tahun 1997, hanya terjadi 602 kasus tindak pidana
narkotika. Namun pada 2011 angkanya naik 40 kali lipat menjadi 26.560 kasus. Faktor X
yang membuat negara ini menjadi “surga” peredaran narkoba. Bahkan berdasarkan data yang
di ungkap di Metro TV awal tahun 2012 Indonesia berada di peringkat ke 3 pasar narkoba
dunia. http://bangka.tribunnews.com, diakses pada 20 juni 2012 Pukul 21.00).

Oleh karena itu, kondisi keluarga mempunyai pengaruh pada terjadinya penyalahgunaan
Narkoba pada remaja. Dalam hal ini kondisi keluarga ditandai dengan keutuhan keluarga,
kesibukan orang tua, hubungan interpersonal antarkeluarga, dapat merupakan faktor yang
berperan serta pada penyalahgunaan Narkoba. Jumlah pelajar atau remaja yang terlibat
narkoba diperkirakan lebih besar dari jumlah yang diungkap polisi. Ibaratnya, narkoba yang
diungkap polisi hanya bagian permukaan saja atau biasa disebut fenomena Gunung Es.
Mereka rata-rata sembunyi-sembunyi saat mengkonsumsi barang haram tersebut.

Penyalahgunaan Narkoba terutama di kalangan pelajar, pada umumnya dilakukan atau


diawali dengan coba-coba, lalu ketagihan. Remaja biasanya mencoba memakai Narkoba
dengan anggapan Narkoba itu keren. Selain itu, di masa remaja yang labil biasanya mereka
membutuhkan tempat untuk mencurahkan masalah mereka. Ketika hal itu tidak ada, maka
larinya ke Narkoba. Mereka pun lalu terlibat pergaulan bebas, termasuk mengkonsumsi
Narkoba.

Kajian Teori

Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti perasaan, pikiran,
suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia baik dengan cara dimakan,
diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya.

Penyalahgunaan narkoba adalah suatu pemakaian non medical atau ilegal barang haram yang
dinamakan narkotik dan obat-obatan adiktif yang dapat merusak kesehatan dan kehidupan
produktif manusia pemakainya. Berbagai jenis narkoba yang mungkin disalahgunakan adalah
tembakau, alkohol, obat-obat terlarang dan zat yang dapat memberikan keracunan, misalnya
yang diisap dari asapnya. Penyalahgunaan narkoba dapat menyebabkan ketergantungan zat
narkoba, jika dihentikan maka si pemakai akan sakaw. Penyalahgunaan atau kebergantungan
narkoba perlu melakukan berbagai pendekatan. Terutama bidang psikiatri, psikologi, dan
konseling. Jika terjadi kebergantungan narkoba maka bidang yang paling bertanggung jawab
adalah psikiatri, karena akan terjadi gangguan mental dan perilaku yang disebabkan zat
narkoba mengganggu sinyal penghantar syaraf yang disebut system neurotransmitter didalam
susunan syaraf sentral (otak). Gangguan neurotransmitter ini akan mengganggu :

1) fungsi kogitif (daya pikir dan memori),

2) fungsi afektif (perasaan dan mood),


3) psikomotorik (perilaku gerak),

4) komplikasi medik terhadap fisik seperti kelainan paru-paru, lever, jantung, ginjal, pancreas

dan gangguan fisik lainnya.

Dadang hawari menjelaskan bahwa selain mengganggu jiwa, zat narkoba juga merusak organ
fisik seperti lever, otak, paru, janin, pankreas, pencernaan, otot, endokrin dan libido. Zat
tersebut juga mengganggu nutrisi, metabolisme tubuh, dan menimbulkan inveksi virus. Jika
putus dari narkoba si pemakai akan mengalami sakaw. Pada peristiwa ini timbul gejala
seperti air mata berlebihan (lakrimasi), cairan hidung berlebihan (rhinorea), puril mata
melebar, keringat berlebihan, mual, muntah, diare, bulu kuduk beriri, menguap, tekanan
darah naik, jantung berdebar, insomnia, agresif.

B. Jenis-jenis/golongan Narkoba.

Narkoba dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:

1) Narkotlka – untuk menurunkan kesadaran atau rasa.

2) Pslkotropika – mempengaruhi psikis dan pengaruh selektif susunan syaraf pusat otak

3) Obat atau zat berbahaya

Dari segi efek dan dampak yang ditlinbulkan pada para pemakai narkoba dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) golongan /jenis:

Upper Upper adalah jenis narkoba yang membuat si pemakai menjadi aktif seperti sabusabu,
ekstasi dan amfetamin.

Downer Downer adalah golongan narkoba yang dapat membuat orang yang memakai jenis
narkoba itu jadi tenang dengan sifatnya yang menenangkan / sedatif seperti obat tidur
(hipnotik) dan obat anti rasa cemas.Halusinogen Halusinogen adalah napza yang beracun
karena lebih menonjol sifat racunnya dibandingkan dengan kegunaan medis.

Adapun jenis-jenis narkoba lain antara lain :

Marijuana

Adalah nama khusus untuk Hemp, suatu tanaman tinggi mencapai 2 meter, bentuk daun mirip
daun singkong, daun warna hijau dan tumbuh terbaik didaerah pegunungan. Zat kimia
addictive utama didalam marijuana adalah tetra hydrocannabinol yang dapat dideteksi
melalui air kencing. Para pecandu narkoba menghisap marijuana dengan rokok atau pipa. Jika
putus dari zat marijuana, maka si pemakai akan sakaw dengan gejala macam-macam seperti
mata berair, hidung berselesma, badan jadi nyeri. Pemakaian yang semakin banyak zat
marijuana akan menyebabkan kehilangan memori, kemampuan belajar, dan
motivasi.Marijuana juga dapat menyebabkan distorsi persepsi (penyimpangan persepsi dari
kenyataan), kehilangan koordinasi, detak jantung meningkat timbul rasa cemas yang terus
menerus. Sebagai akibat medical dapat menyebabkan kerusakan paru, batuk kronis,
bronchitis.

Cocaine.

Cocaine sering dihirup melalui hidung, akan tetapi juga diisap dengan rokok atau jika
disuntikkan akan berdampak penyakit HIV/AIDS. Akibat cocaine terhadap fisik pemakai
adalah terhambatnya saluran darah, pupil mata membesar, panas badan meningkat, denyut
jantung meningkat, darah tinggi, perasaan gelisah, nyeri, cemas. Menghisap crack cocaine
bersama rokok akan menimbulkan paranoia(sejenis penyakit jiwa yang meyebabkan timbul
ilusi yang salah tentang sesuatu dan akhirnya bisa bersifat agresif akibat delusi yang
dialaminya). Cocaine dapat menyebabkan kematian karena pernafasannya tersendat lalu otak
kekurangan oksigen.

Methamphetamine.

Adalah sejenis obat yang kuat yang menyebabkan orang kecanduan yang dapat merangsang
saraf sentral. Dapat dikonsumsi melalui mulut, dihirup, daya serangnya ke otak si pemakai.

Heroin.

Kebanyakan pemakai heroin menyuntikkan zat tersebut ke dalam tubuhnya. Si pemakai


merasakan gelora kesenangan diiringi panas badan, mulut kering, perasaan yang berat dan
mental jadi kelam berawan menuju depresi di dalam system saraf sentral. Jika dihentikan
maka si pemakai akan sakaw, gelisah, sakit pada otot dan tulang, insomnia, muntaber. Untuk
menghilangkan kecanduan harus ada kerja sama antara pecandu dengan pembimbing/dokter.
Biasannya hal ini dilakukan oleh konselor spesialis narkoba dengan menggunakan muti-
methods/konseling terpadu. Metode dokter dengan memberi opiates sedikit demi sedikit
dalam jangka panjang untuk pngobatan kecanduan heroin dimaksudkan agar pasien tidak
melakukan injeksi yang sangat membahayakan dirinya karena over dosis dan bahaya
penyakit HIV dan hepatitis C.

4. Club Drugs.
a. Ecstasy.

Dapat menyebabkan depresi, cemas dalam tidur, kecemasan, paranoia. Ciri fisik : ketegangan
otot, mual, pingsan, tekanan darah tinggi. Menyebabkan kerusakan otak karena sel otak rusak
diserang oleh obat tersebut yang menimbulkan si pasien agresif, mood, kegiatan seks
meningkat, tidur terus, sensitif kena penyakit.

b. Rohypnol.

Obat ini amat beresiko terhadap kesehatan manusia pemakai, seperti liver, ginjal, tekanan
darah, kerusakan pada otak. c. Gammahydroxybutyrate. Akibat over dosis adalah kehilangan
kesadaran, serangan jantung. d. Ketamine. Gejala yang dipakai adalah menimbulkan efek
halusinasi dan mimpi yang diinginkan. Jika over dosis berakibat kehilangan memory,
mengigau, kehilangan koordinasi.

C. Faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkoba

1. Lingkungan

Faktor lingkungan menyangkut teman sebaya, orang tua,dan remaja itu sendiri.Pada mass
remaja, teman sebaya menduduki peran utama ads kehidupan mereka, bahkan menggantikan
peran keluarga/orang tua dalam sosialisasi dan aktivitas waktu Luang dengan hubungan yang
bervariasi dan membuat norms dan sistem nilai yang berbeda.

Faktanya:Pads masa remaja terjadi jarak fisik dan Psikologis yang cendrung berakibat
penurunan kedekatan emosi,dan kehangatan, bahkan cendrung timbul konflik remaja
denganorang tua. Konflik keluarga membuat remaja tergantung pads teman sebaya uantuk
dukungan emosi.

2.Faktor Individu

Selain faktor lingkungan,peran genetik jugs merupakan komponen yang berpengaruh


terhadap penyalahgunaan narkoba, setidaknya untuk beberapa individu. Sederhananya, orang
tua pelaku penyalahgunaan narkoba cendrung menurun kepada anaknya, terlebih pads ibu
yang sedang hamil.Faktor-faktor individu lainnya adalah: Sikap positif
terhadap”minum*quot;. Sifat mudah terpengaruh, kurangnya pemahaman terhadap agama,
pencarian sensasi atau kebutuhan tinggi terhadap “excitment”

3. Faktor Teman Sebaya

Teman sebaya memiliki pengaruh yang paling dasyat terhadap penyalahgunaan narkoba di
kalangan remaja. Anak dari keluarga baik-baik, nilai sekolah baik, lingkungan baik
cenderung terlibat narkoba jika Leman-temannya menggunakan narkoba.

4. Faktor Sekolah, Kerja, dan Komunitas

Kegagalan Akademik

Komitmen rendah terhadap sekolah : datang sekolah hanya untuk ketemu teman , merokok,
lalu bolos.

Transisi sekolah : peralihan j enj ang sekolah yang berakibat penurunan prestasi memberi
andil dalam penyalahgunaan narkoba.

Faktor komunitas biasanya akibat : komunitas permisif terhadap hukum dan norms, kurang
patuh terhadap aturan,status sosial ekonomi.

II. Bahasa Pengguna Narkoba

Pengguna narkoba memiliki emosi yang naik turun dan tidak ragu mumukul orang atau
berbicara kasar terhadap anggota keluarga atau orang yang berada disekitarnya.Dan apabila
ditegur atau dimarahi, maka menunjukan sikap membangkang.

1. Teori Social Control Theory

Social Control Theory lahir pada peradaban dua puluhan, e.A.ros salah seorang Bapak
sosialog amirika berpendapat bahwa system keyakinan lah yang membimbing apa yang
dilakukan oleh orang-orang dan yang secara universal mengontrol tingkah laku, tidak peduli
apapun bentuk keyakinan yang dipilih. Salah satu Social Control Theory sebagaimana
disebutkan oleh Travis Hirschi dalam “Social Bond Theory”, sebagai berikut:

a. Attachment, adalah kemampuan manusia untuk melibatkan dirinya terhadap orang lain.
Kaitan attachment dengan penyimpangan adalah sejauh mana orang tersebut peka terhadap
pikuran , perasaan dan kehendak orang lain sehingga ia dapat dengan bebas melakukan
penyimpangan. Attachment dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
1) Attachment total, adalah keadaan dimana seorang individu melepas rasa yang terdapat
dalam dirinya dan diganti dengan rasa kebersamaan. Rasa kebersamaan inilah yang
mendorong seseorang utk selalu mentaati aturan aturan, karena pelanggaran terhadap aturan
tersebut berarti menyakiti perasaan orang lain.

2) Attachment partial, adalah suatu bubungan antara seorang individu dengan lainnya,
dimana hubungan tersebut tidak didasarkan pada peleburan ego dengan ego yang lain tetapi
karena hadirnya orang lain yang mengawasi.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa attachment total akan mencegah
hasrat seseorang untuk melakukan deviasi. Sedangkan attachment partial hanya akan
menimbulkan kepatuhan bila terdapat orang lain yang mengawasi , karena apabila tdk
terdapat pengawasan makan orang tersebut akan melakukan deviasi.

b. Commitment, adalah keterikatan seseorang pada sub system konvensional seperti sekolah ,
pekerjaan, organisasi dsb. Commitment merupakan aspek rasional yang ada dalam ikatan
social. Segala kegiatan individu seperti sekolah ,pekerjaan , kegiatan dalam organisasi akan
mendatangkan manfaat bagi orang tersebut. Manfaat tersebut dapat berupa bara benda ,
reputasi, masa depan dsb. “Segala investasi tersebutlah yang mendorong orang untuk taat
pada aturan-aturan yang berlaku, dengan demikian investasi tersebut dapat digunakan sebagai
rem bagi hasrat utk melakukan deviasi (penyimpangan).

c. Involvement, adalah merupakan aktivitas seseorang dalam sub system konvensional, jika
seseorang aktif dalam organisasi maka kecil kecenderungannya untuk melakukan deviasi.
Logika dari pengertian tersebut adalah bila orang aktif di segala kegiatan maka orang tersebut
akan menghabiskan waktu dan tenaganya dalm kegiatan tersebut sehingga dia tidak sempat
lagi memikirkan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dengan demikian segala aktivitas
yang dapat memberi manfaat, akan mencegah seseorang itu untuk melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan hukum.

d. Beliefs, merupakan aspek moral yang terdapat dalam ikatan social, beliefs merupakan
kepercayaan seseorang pada nilai-nilai moral yang ada. Kepercayaan seseorang terhadap
norma-norma yang ada akan menimbulkan kepatuhan terhadap norma tersebut yang tentunya
dengan kepatuhan tersebut akan mengurangi hasrat seseorang untuk melanggar.

Keempat komponen tersebut menurut Hirschi harus terbentuk dalam masyarakat, apabila hal
itu gagal maka para remaja akan menggunakan haknya untuk melanggar.
2. Labeling Theory

Teori Labelling/Labelling Theory menurut Lemert yang berasumsi dari teori ini adalah jika
seseorang mendefinisikan suatu situasi adalah nyata ( Real ) maka nyata pulalah
konsekuensinya. FM Lemert membedakan 2 ( dua ) bentuk penyimpangan, yaitu ;

a) Primary Deviance, merupakan bentuk pelanggaran pertama kali, cenderung coba-coba,


tidak sengaja, tidak serius, perilaku kanak-kanak, perilaku coba-coba.

b) Secondary Deviance, merupakan pelanggaran lanjutan muncul konsep diri, cenderung


reaktif, memiliki motivasi, wujud eksistensi, self fullfilling phropecy.

Teori labelling pada dasarnya menekankan 2 (aspek), yaitu ;

a) Mengapa dan bagaimana orang-orang tertentu diberi cap atau label.

b) Pengaruh/efek dari label sebagai suatu konsekuensi penyimpangan tingkah laku.

Teori Labeling memandang bahwa kejahatan merupakan akibat dari proses sosial yang terjadi
di dalam masyarakat, dimana perilaku jahat dibentuk oleh warganya yang memiliki
“kekuasaan”, atau sebagai cap yang diberikan oleh kelompok dominant. Teori ini utk
menganalisis pemberian label /cap/stigma terhadap pecandu narkoba di kalangan remaja.

Adapun 5 (lima) premis Labeling Theory sebagai berikut:

a) Perilaku menyimpang bukanlah perilaku unik yang timbul dari dalam diri seseorang atau
lembaga tetapi reaksi yang ditimbulkan oleh masyarakat.
b) Reaksi masyarakat tersebut menyebabkan seseorang/ lembaga dicap sebagai penjahat.

c) Orang/ lenbaga yang dicap sebagai pelaku menyimpang diperlakukan benar-benar sebagai
penjahat.

d) Kesemuanya berlangsung dalam suatu proses interaksi shg disebut juga interaksionis teori.

e) Terjadi proses adaptasi yang disebut self full filling yaitu seseorang/ lembaga yang dicap
sebagai pelaku kejahatan karena perlakuan yang counter produktif yang bersangkutan
menyesuaikan diri dengan cap yang disandangnya.

3. Re-Integrative Shaming Theory

Braithwaite (Barlow) menjelaskan bahwa pemberian rasa, malu (shaming) adalah semua
proses-proses sosial yang menunjukan ketidaksetujuan yang bertujuan agar orang yang
melakukan penyimpangan atau pelanggaran hukum merasa menyesal dan malu.
Penghukuman semacam inl -yang biasanya dilakukan oleh anggota masyarakat- membuat
orang menjadl waspada akan adanya shaming. Braithwaite (1996: 2) meyakini bahwa
pemberian rasa malu sebagai suatu bentuk hukuman kepada pelaku ini, memiliki dua
kemungkinan: Reintegrative Shaming atau stigmatisasi (stigmatization).

Reintegrative Shaming (Braithwaite, 1989: 84-97) adalah proses mempermalukan yang


diikuti dengan upaya-upaya mengintegrasikan kembali pelaku penyimpangan atau
pelanggaran hukum ke dalam masyarakat yang patuh hukum.

Karakteristik Reintegrative Shaming menurut Braithwaite (1996;2) adalah jika masyarakat:

a) Menolak atau mencela tingkah laku jahat, memujl atau mendukung tingkah laku baik.
b) Memiliki formalitas yang menyatakan tingkah laku seseorang jahat atau menyimpang,
yang diakhiri dengan menyatakan orang tersebut sudah dlmaafkan.

c) Memberikan hukuman atau pencelaan tanpa proses labelling.

d) Tidak menjadikan kesalahan atau penyimpangan atau kejahatan sebagai dari status utama
(master status trait).

4. Konsep Kenakalan Remaja

Dalam pasal 1 UU No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan anak, disebutkan bahwa yang
dimaksud anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 tahun
tetapi belum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin (ayat 1). Sedangkan
pengertian anak nakal adalah anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang melakukan
perbuatan yang dinyatakan terlarang bagi anak baik menurut peraturan perundang-undangan
maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan (ayat 2).

Dari pengertian tersebut, bentuk kenakalan remaja dapat bermacam-macam. Misalnya berupa
kejahatan kekerasan oleh anak seperti pembunuhan dan penganiayaan, pencurian baik
pencurian berat maupun pencurian ringan oleh anak, penyalah gunaan narkotika oleh anak,
kejahatan seksual oleh anak, pemerasan, penggelapan, penipuan, dan bentuk-bentuk
kejahatan lain yang dilakukan oleh anak. Atau dapat pula berupa perbuatan melanggar hukum
lainnya seperti perkelahian pelajar atau tawuran, kebut-kebutan, dan lain-lain.

Kenakalan remaja tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor, yang dapat ditinjau dengan
menggunakan berbagai macam sudut pandang, seperti sudut pandang psikologis maupun
sudut pandang kriminologis.

Dalam sudut pandang kriminologis, kenakalan remaja dapat dikaji dengan menggunakan
berbagai macam teori-teori kriminologis yang dikemukakan oleh para ahli kriminologi.
Kajian dan analisa terhadap berbagai bentuk kenakalan remaja tersebut bertujuan untuk
melihat faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kenakalan remaja, dengan tujuan untuk
memberikan pandangan dan pemikiran tentang upaya yang tepat serta memberi perhatian
khusus untuk menangani permasalahan kenakalan remaja yang telah menjadi suatu fenomena
dalam kehidupan masyarakat.

Marlatt dkk (dalam Heaven 1996) mengemukakan bahwa perspektif teoritis yang mendasari
penelitian tentang penyalahgunaan NAPZA secara garis besar dapat dibagi dalam dua
kategori utama, yaitu ; (1) perspektif predisposisi genetis dan (2) perspektif prediktor
psikososial, (3) perspektif psikodinamika (4) perspektif sosiokultural, (5) perspektif belajar
(social learning) dan (6) perpspektif kognitif Berikut ini akan diuraikan masing-masing
perspektif tersebut.

1. Perspektif predisposisi genetis

Perspektif predisposisi genetis mendasarkan pada argumen bahwa para penyalahguna


NAPZA memimiliki predisposisi genetis untuk menjadi penyalahguna NAPZA. Penelitian-
penelitian terhadap anak kembar, penelitian dengan melibatkan saudara kandung serta
penelitian pada anak-anak yang diadopsi dilakukan untuk memeriksa perbedaan pengaruh
genetis pada penyalahguna NAPZA ( Adityanjee dan Murray dalam Heaven, 1996).

Suatu review terhadap hasil-hasil penelitian yang dilakukan sejak tahun 1960-an sampai
dengan tahun 1987 menyimpulkan bahwa indeks untuk alkoholisme pada anak-anak kembar
identik (monozigotik) jauh lebih tinggi dari pada anak-anak kembar fratenal (digizotik).
Anak-anak kembar identik yang diketahui menjadi penyalahguna NAPZA menunjukkan
bahwa saudara kandung kembarnyapun juga penyalahguna NAPZA (Brook, dkk, 1996).

Beberapa penelitian yang mendasarkan pada perspektif predisposisi genetis antara lain
dilakukan oleh Blumm, dkk (1996). Penelitian dilakukan pada 40 orang pasien rawat jaga
klinik psikiatri untuk mengetahui pengaruh gen terhadap perilaku penyalahgunaan NAPZA.
Hasil penelitian membuktikan bahwa peningkatan penyalahgunaan NAPZA berhubungan
secara signifikan dengan adanya klasifikasi gen allelic A.1. hal ini menunjukkan bahwa
adanya gen alel Taq 1.A1 dari gen reseptor dopamine (DRD2) menyebabkan peningkatan
resiko perilaku penyalahgunaan dan ketagihan NAPZA. Penelitian yang dilakukan oleh
Chasin, dkk (1996) menyelidiki pengaruh orang tua yang alkoholik terhadap penyalahgunaan
NAPZA pada remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja dengan ayah alkoholik
lebih cenderung menjadi penyalahguna NAPZA dari pada remaja yang ayahnya bukan
alkoholik.
Analisis yang dapat dilakukan berkaitan dengan temuan hasil-hasil penelitian yang telah
dikemukakan adalah bahwa menurut Sarason dan Sarason (19993), alkohol dan zat psikoaktif
mempengaruhi setiap sistem di dalam tubuh manusia, terutama pada sistem syaraf pusat yang
dapat mempengaruhi pikiran, emosi dan perilaku manusia. Pengaruh alkohol dan zat
psikoaktif mempengaruhi seluruh proses kimiawi dan elektris pada berjuta-juta sel syaraf
secara cepat. Sejumlah sistem ini dapat dipengaruhi secara predisposisi yang diwariskan
terhadap alkoholism. Alkohol dapat mempengaruhi sejumlah proses yang terlibat dalam
fungsi sel syaraf, dan jika di sana terdapat variasi yang diwariskan dalam proses tersebut, hal
tersebut dapat menghasilkan kerentanan baik sebagai kerentanan neurokimiawi maupun
resistensi pada alkohol. Individu yang memiliki predisposisi terhadap alkohol memiliki
membran sel-sel syaraf yang lebih sensitif terhadap efek perubahan permeabilitas
(permaebility-altering) terhadap alkohol, yaitu mempengaruhi gerakan ion-ion sodium dan
potasium dan perambatan impuls-impuls syaraf.

Berdasarkan uraian tentang perspektif predisposisi genetis beserta hasil-hasil penelitian yang
telah dikemukakan dapat dinayatakan bahwa faktor genetis yang diwariskan dapat
mempengaruhi timbulnya penyalahgunaan NAPZA, namun pengaruh faktor genetis ini tidak
selalu manifes dalam perilaku penyalahgunaan NAPZA. Menurut Rosenthal (1990) semua
perilaku manusia merupakan hasil interaksi antara faktor genetis dan faktor lingkungan.
Faktor genetis akan mempengaruhi DNA ( Deoxyribose Nucleic Acid) gen-gen otak dalam
mengkode protein yang penting dalam perkembangan, pemeliharaan dan regulasi sirkuit-
sirkuit syaraf, sementara faktor lingkungan banyak berperan dalam manifestasi ekspresi gen
baik berupa kondisi fisik, psikis dan perilaku individu (behavior).

2. Perspektif prediktor psikososial

Perspektif prediktor psikososial mendasarkan pada argumen bahwa ada sejumlah faktor
psikososial yang berpengaruh dalam penyalahgunaan NAPZA; faktor tersebut adalah
penyalahgunaan NAPZA oleh teman sebaya dan orang tua, orang tua yang sosiopat, harga
diri rendah, stres dan hambatan konformitas sosial ( Gren dalam Heaven, 1996). Berikut ini
akan digambarkan beberapa penelitian terhadap penyalahgunaan NAPZA pada remaja.

Penelitian yang dilakukan oleh Oetting dan Beauvais (1987) terhadap 415 remaja dari
komunitas midsize western menunjukkan hasil bahwa faktor-faktor sosial yang berpengaruh
secara langsung terhadap keterlibatan remaja dalam penyalahgunaan NAPZA adalah
kelompok teman sebaya yang kecil, dan kelompok teman sebaya yang kohesif yang
membentuk sejumlah perilaku termasuk dalam penyalahgunaan NAPZA. Sementara faktor-
faktor sosialisasi yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap keterlibatan remaja dalam
penyalahgunaan NAPZA adalah identifikasi religiusitas, dan penyesuaian diri di sekolah.
Perspektif psikososial tentang penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA secara lebih rinci
dijelaskan berdasarkan perspektif yang dikemukakan oleh Nevid, dkk (1997). Selain
perspektif biologis sebagaimana dikemukakan oleh Heaven (1996) yang berkaitan dengan
faktor-faktor genetis dan biologis, Nevid, dkk (1997) menjelaskan bahwa permasalahan
penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA dari perspektif psikodinamika, perspektif
sosiokultural, perspektif belajar dan perspektif kognitif. Berikut ini akan diuraikan tentang
pandangan-pandangan masing-masing perspektif teoritis berkaitan dengan masalah
penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA.

3. Perspektif psikodinamika.

Perspektif psikodinamika, individu yang mengalami masalah penyalahgunaan dan


ketergantungan NAPZA, khususnya pada alkohol mencerminkan adanya kepribadian
ketergantungan oral. Individu tersebut mengalami fiksasi fase oral dalam perkembangan
psikoseksualnya. Individu yang minum alkohol terlalu banyak (alkoholik) pada masa dewasa
merupakan simbolisasi usaha untuk mencapai kepuasan oral. Dengan kata lain dinyatakan
bahwa alkoholisme merupakan representasi fiksasi oral disebabkan oleh konflik
ketidaksadaran pada masa kank-kanak. Namun menurut Nevid, dkk (1997) perspektif
psikodinamika ini tidak banyak didukung oleh hasil-hasil penelitian atau bukti-bukti empiris.

Penyalahgunaan NAPZA dalam perspektif psikodinamika sangat dipengaruhi oleh kondisi


individu pada awal masa kehidupannya (0 – 5 ), sehingga intervensi pada masa kehidupan
remaja menjadi tidak berarti. Selain itu dalam perspektif psikodinamika juga dinyatakan
bahwa penyalahgunaan NAPZA merupakan representasi konflik ketidaksadaran pada masa
kanak-kanak. Dengan demikian pada masa remaja seolah-olah problema penyalahgunaan
NAPZA adalah suatu masalah yang tidak dapat dikendalikan oleh remaja itu sendiri.

4. Perspektif sosiokultural.

Perspektif sosiokultural masalah penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA dihubungkan


dengan faktor-faktor budaya dan agama. Nevid, dkk (1997) menjelaskan bahwa menurut
pandangan sosiokultural, tingkat penyalahgunaan NAPZA sangat erat kaitannya dengan
norma-norma sosial dan budaya yang mengatur perilaku individu. Kebiasaan minum alkohol
ditentukan oleh dimana dan dengan siapa individu tinggal. Individu yang tinggal di
lingkungan budaya yang permisif terhadap penggunaan alkohol maka kecenderungan
individu untuk menggunakan alkohol juga tinggi.
Tingkat penyalahgunaan NAPZA sangat beragam pada berbagai budaya. Sebagai contoh
berdasarkan hasil survei diketahui bahwa penggunaan alkohol lebih banyak pada masyarakat
Jerman daripada Amerika (Nevid, dkk, 1997). Hal ini nampaknya dipengaruhi oleh tradisi
budaya di Jerman yang secara normatif dapat menerima konsumsi alkohol khususnya jenis
bir.

5. Perspektif belajar.

Perspektif teori bejalar dinyatakan bahwa perilaku yang berhubungan dengan


penyalahgunaan NAPZA adalah perilaku yang dipelajari. Problem penyalahgunaan NAPZA
tidak dipandang sebagai simptom dari penyakit, tetapi lebih dilihat sebagai masalah
kebiasaan (Nevid, dkk, 1997). Teori ini lebih menekankan peran belajar dan pemeliharaan
perilaku bermasalah yaitu penyalahgunaan NAPZA.

Teori kondisioning operan menjelaskan bahwa pemakaian NAPZA menjadi kebiasaan


disebabkan karena kenikmatan atau penguatan positif yang dihasilkan oleh NAPZA. Individu
dapat berkenalan dengan pengunaan NAPZA karena pengaruh sosial atau melalui observasi
sosial. Individu belajar melalui pengamatan sosial bahwa NAPZA dapat menimbulkan
euphoria (rasa senang), mengurangi kecemasan dan ketegangan serta menghilangkan
hambatan perilaku. Individu dapat menjadi tergantung secara fisiologis pada NAPZA dan
memelihara kebiasaan tersebut karena beranggapan jika ia menghentikan penggunaan
NAPZA maka akan muncul kondisi yang tidak mengenakan.

Teori belajar sosial menekankan pentingnya peran model (role model). Individu yang tinggal
dalam keluarga alkoholik mengalami peningkatan resiko alkoholisme karena ia belajar secara
terus menerus dengan mengamati perilaku orang tuanya atau saudaranya yang juga alkoholik.
Demikian pula individu yang tinggal bersama kelompok sosial dengan pemimpin yang
alkoholik maka tingkat resiko menjadi alkoholikpun menjadi bertambah karena ia belajar dari
pemimpinannya dan cenderung mengikuti pemimpinnya untuk juga menggunakan alkohol
(nevid, dkk, 1997).

6. Perspektif kognitif.

Perspektif kognitif, penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA dikaitkan dengan peran


sejumlah faktor yang melibatkan faktor-faktor kognitif seperti harapan dan keyakinannya
tentang NAPZA, proses pengambilan keputusan dan kesadaran diri (Nevid, dkk, 1997).
Harapan dan keyakinan tentang NAPZA sangat dipengaruhi oleh pengetahuan individu
tentang masalah NAPZA, misalnya dapat menimbulkan kerusakan syaraf, prestasi belajar
buruk bahkan kematian maka ia cenderung memiliki harapan dan keyakinan negatif.
Sebaliknya individu yang banyak mendapatkan pengetahuan tentang efek positif NAPZA,
misalnya NAPZA dapat mengurangi kecemasan dan ketegangan, menimbulkan rasa percaya
diri maka ia cenderung memiliki harapan dan keyakinan yang positif. Harapan dan keyakinan
tentang efek NAPZA sangat mempengaruhi keputusan individu untuk menggunakan NAPZA
atau tidak. Individu yang memiliki haraapan dan keyakinan positif terhadap efek NAPZA,
maka kecenderungan untuk menggunakan NAPZA lebih besar. Sebaliknya individu yang
memiliki harapan dan keyakinan negatif terhadap efek NAPZA maka kecenderungan untuk
menggunakan NAPZA menjadi lebih kecil.

Penyebab Penyalahgunaan Narkoba

a. Kegagalan yang di alami dalam kehidupan

Tidak memiliki rasa percaya diri ataupun kurang mendapat kasih sayang orang tua dapat
menyebabkan timbulkan penyalahgunaan narkoba di kalangan remaja. Misalnya saja, orang
tua yang terbilang sukses dalam berkarir tetepi kurang memberi perhatian kepada keluarga,
adanya perselisihan di keluarga hingga mengalami kehancuran (Broken Home).

b. Pergaulan yang bebas dan lingkungan yang kurang tepat.

Menurut teori Waddington, mengenai “develope mental land scape”, jika seorang anak di
tempatkan pada suatu lingkungan tertentu, maka sulitlah bagi kalangan tersebut untuk
mengubah pengaruhnya, terlebih lagi jika lingkungan itu sangat kuat mempengaruhi anak
tersebut. Dengan demikian untuk mencegah penggunaan narkoba, maka land scape
(lingkungan) yang baik saat ini adalah lingkungan Islam. Sebagai orang tua seharusnya dapat
memperingatkan anaknya agar tidak bergaul dengan teman yang berakhlak tidak baik.

c. Kurangnya siraman agama

Untuk memerangi narkoba, upaya yang perlu di lakukan adalah membangkitkan kesadaran
beragama dan menginformasikan hal-hal yang positif dan bermanfaat kepada para remaja.
Karena, pada zaman sekarang ini sangt sedikit para remaja yang sadar akan pentingnya
siraman agama.

d. Keinginan untuk sekadar mencoba

Keyakinan bahwa bila mencoba sekali takkan ketagihan adalah salah satu penyebab
penggunaan narkoba, karena sekali memakai narkoba maka mengalami ketagihan dan sulit
untuk di hentikan. Maka dari itu, bila seseorang ingin terhindar dari narkoba, harus dapat
menjauhkan dirinya dari hal-hal yang memungkinkan untuk mencoba dan bersentuhan
dengan narkoba.

II. Narkoba Yang Banyak Beredar Di Masyarakat.


Ada banyak jenis narkoba yang beredar di masyarakat yang banyak di salahgunakan oleh
remaja, antara lain:


Ganja, di sebut juga dengan mariyuana, grass/rumput, pot, cannabis, joint, hashish,
cimeng.

Heroin, di sebut juga dengan putaw, putih, PT, bedak, etep.

Morfin, yaitu narkoba yang di olah dari candu/opium yang mentah.

Kokain, di sebut juga dengan crack, coke, girl, lady.

Ekstasi, di sebut juga dengan ineks, kancing.

Shabu-shabu, di sebut juga dengan es, ss, ubas, kristal, mecin.


Amphetamin, di sebut juga dengan speed.

# Zat Hirup

Berbagai jenis bahan perekat yang di pasarkan sebagai bahan bangunan juga sering kali di
salah gunakan untuk di hirup, antara lain: lem kayu (sejanis aica aibon), cat, thinner.

# Obat Penenang, di sebut juga pil koplo

berbagai obat penenang dan obat tidur (anti-insomnia) juga sring di pakai oleh pecandu
narkoba. Obat-obatan in masuk daftar G dan psikotropika, tetapi di perjualbelikan secara
bebas di kios-kios kaki lima.

1.
2.

a. Akibat Penyalahgunaan Narkoba Terhadap Kesehatan.

Secara keseluruhan obat-obatan ini dapat menimbulkan gangguan-gangguan pada sistem


saraf manusia, juga pada organ-organ tubuh manusia. Narkoba juga akan mengakibatkan
kcanduan/ketagihan kepada pemakainya dan apabila pemakaian di hentikan, dapat
mengakibatkan kematian. Ciri-ciri kecanduan antara lain: kejang, sakit perut, badan gemetar,
muntah-muntah, mata dan hidung berair, hilangnya nafsu makan dan hilangnya/berkurangnya
berat badan.

1.
2.

b. Akibat Penggunaan Narkoba Terhadap Lingkungan Di Masyarakat


Penggunaan narkoba dapat menghilangkan kesadaran pemakainya, menyebabkan paranoia
(linglung), juga dapat membuat pemakainya menjadi ganas dan liar sehingga dapat
mengganggu ketentraman di masyarakat.

Untuk mendapatkan barang-barang haram itu, di perlukan tidak sedikit biaya, sehingga dapat
menimbulkan perbuatan-perbuatan kriminal seperti pencurian, perampasan ataupun
pertengkaran dan tidak sedikit pula yang menimbulkan pembunuhan.

Kesimpulan

Kenakalan remaja adalah hal yang dianggap biasa selama kenalan tersebut tidak mengganggu
orang lain dan tidak bertentangan dengan norma – norma yang terdapat di negara
ini.kenakalan di usia remaja dianggap wajar dikarenakan pada saat itulah seseorang sedang
mencari jati dirinya. Namun jika kenakalannya sudah berbenturan dengan norma atau dengan
hal yang dapat merusak dirinya dan orang lain, tentu hal tersebut tidak dapat didiamkan

Jika kenakalannya berhubungan dengan narkoba atau NAPZA, maka perlu bantuan orang –
orang terdekat untuk memulihkan keadaannya dari narkoba atau NAPZA. Orang tua dan
keluarga memegang peranan sangat penting. Perlakuan yang sewajarmya juga harus
diberikan kepada pengguna narkoba atau NAPZA, jangan jauhi atau memberikan perlakuan
yang berbeda, karena hal tersebut dapat memperparah keadaan pengguna narkoba atau
NAPZA. Banyak yang bisa dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi penyalahgunaan
narkoba seperti :

membangkitkan kesadaran beragama, menginformasikan hal-hal positif dan


bermanfaat.

Selektif dalam memilih teman.


Selektif dalam memilih makanan dan minuman.

Menghindarkan diri dari lingkungan yang tidak tepat.

Membentuk kelompok-kelompok kecil yang saling mengingatkan.

Bila berhadapan dengan orang/teman yang mulai bersentuhan dengan narkoba,


gunakan kasih sayang untuk menariknya ke jalan hidup yang lebih sehat.

Sumber :

http://detektifromantika.wordpress.com/category/narkotika/

http://nasional.kompas.com/read/2012/04/24/20312413/Sekitar.3.8.juta.penduduk.Indonesia.p
ecandu.Narkoba

http://bangka.tribunnews.com/2012/06/07/indonesia-surga-narkoba
http://info-narkotika.blogspot.com/2012/01/contoh-makalah-narkoba.html

http://megapolitan.kompas.com/read/xml/2008/02/13/20463659/sumsel.nomor.tiga.pemakai.
narkoba.remaja

http://ferli1982.wordpress.com/2011/04/09/kenakalan-remaja-dalam-bentuk-penyalahgunaan-
narkoba-di-wilayah-hukum-poltabes-palembang-suatu-perspektif-control-social-labeling-dan-
re-integrative-shaming-theory/

http://wild76.wordpress.com/2008/08/13/sekilas-tentang-teori-napza/

http://bayu96ekonomos.wordpress.com/anda-tertarik/artikel-kesehatan/penyalahgunaan-
narkoba-di-kalangan-remaja/

Anda mungkin juga menyukai