Anda di halaman 1dari 20

PRESENTASI KASUS

EPILEPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Lulus Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kesehatan Anak
RSU PKU Muhammadiyah Gamping

Nama: Damar Arya B

NIPP: 20174011101

Pembimbing

Dr. H. M. Bambang Edy S, Sp. A., M. Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019

1
I. Identitas Pasien
Nama : An. S A
Usia : 1 tahun
Alamat : Kasihan, Bantul
Agama : Islam
JK : Perempuan

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Kejang

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien datang ke IGD RS PKU Gamping dengan keluhan kejang. Kejang


dirasakan selama 2 menit dan berhenti sendiri. Keluhan tesebut disertai adanya
demam + sejak pagi, batuk + sejak 3 hr yll, dan diare + sebanyak 1x kemarin.
Keluhan kejang timbul ketika pasien sedang makan malam dan tiba-tiba jatuh
terlentang dan mengalami kejang. Keluhan lain disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu:

- Riwayat kejang sebelumnya (+) 2 bln yll


- Riwayat opname sebelumnya (+) karena kejang
- Asma (-)
- alergi (-)

Riwayat Penyakit Keluarga:

- Tidak ada riwayat kejang di keluarga


- Asma (-)
- Alergi (-)

Riwayat Persalinan dan Kehamilan:

Lahir melalui persalinan normal, cukup bulan, langsung menangis, BBL 3000gr

Riwayat Imunisasi:

2
Imunisasi dasar sampai usia 9 bulan sudah lengkap di puskesmas.

Riwayat Makan dan Minum:

- ASI s/d usia 6 bulan


- ASI + MP-ASI sampai usia 1 tahun

III. PEMERIKSAAN FISIK:


 KU : Compos mentis, tampak sakit ringan
 VS :
 N : 100x/menit
 T : 37,9C
 RR : 26x/mnt

Status Generalis :

 Pemeriksaan Kepala Leher


o Bentuk : Normocephal, Simetris
o Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), edem
palpebral
(-), mata cowong (-)
o Hidung : discharge (-), nafas cuping hidung (-)
o Mulut : Bibir basah (+), bibir sianosis (-)
o Leher : Limfadenopati (-)
 Pemeriksaan Thorax
Pemeriksaan Paru
o Inspeksi : dinding dada simetris, ketertinggalan gerak (-),
jejas (-).
o Palpasi : Vokal Fremitus kanan = kiri
o Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
o Auskultasi : Vesicular +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-

Pemeriksaan Cor

o Inspeksi : Ictus cordis (+)


o Palpasi : Ictus cordis (+) di SIC V mid clavicular
o Perkusi : Batas jantung normal

3
o Auskultasi : Suara S1-S2 normal, regular
 Pemeriksaan Abdomen
o Inspeksi : Datar, jejas (-)
o Auskultasi : Peristaltik (+) normal
o Perkusi : Timpani di seluruh lapang abdomen
o Palpasi : Supel, nyeri tekan epigastrik (-), turgor kulit kembali
cepat
o Hepar-Lien : Tidak teraba
 Ekstermitas
o Superior : Edem -/-, deformitas -/-, akral hangat +/+, CRT < 2
detik
o Inferior : Edem -/-, deformitas -/-, akral hangat +/+, CRT < 2
detik

4
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

HEMATOLOGI – DARAH LENGKAP


PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
Leukosit 16,600 4000-11.000
Basofil 1 0-1
Eosinofil 0 1-3
Neutrofil 29 50-70
Limfosit% 58 20-40
Monosit% 12 2-8
Eritrosit 4,8 3,8-5,4
Hemoglobin 12,5 12-18
Hematokrit 37 37-54
MCV 76 77-91
MCH 26 27-34
MCHC 34 32-36
Trombosit 176 150-400
RDW CV 14,6 11-16
KIMIA KLINIK
Glukosa Sewaktu 120 70-140

V. DIAGNOSIS
- Kejang Demam Kompleks
- Bronkitis

VI. PENATALAKSANAAN
- PCT oral 0,8 cc/prn
- Diazepam oral 1 mg/12 jam
- Lacto B oral/12 jam
- Ampicilin iv 200mg/6 jam
- PCT iv 80 mg/12 jam
- Dexa ¼ amp/12 jam.

5
Follow Up : 2 hari setelah perawatan dan kondisi pasien stabil, direncanakan untuk rekam
otak (EEG).

Hasil EEG : Abnormal dengan aspek iritatif di oksipital bilateral yang menyebar diffus, kesan
Epilepsi.

Diagnosis : EPILEPSI

6
PEMBAHASAN
EPILEPSI

2.1. DEFINISI

Kejang merupakan manifestasi berupa pergerakan secara mendadak dan tidak


terkontrol yang disebabkan oleh kejang involunter saraf otak.4
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang
ditandai oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya.
Definisi ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya. 5
Status epileptikus merupakan kejang yang terjadi > 30 menit atau kejang berulang tanpa
disertai pemulihan kesadaran kesadaran diantara dua serangan kejang.5

2.2 . EPIDEMIOLOGI

Epilepsi merupakan salah satu kelainan otak yang serius dan umum terjadi, sekitar lima
puluh juta orang di seluruh dunia mengalami kelainan ini. Angka epilepsi lebih tinggi di negara
berkembang. Insiden epilepsi di negara maju ditemukan sekitar 50/100,000 sementara di
negara berkembang mencapai 100/100,000.7
Di negara berkembang sekitar 80-90% diantaranya tidak mendapatkan pengobatan
apapun.8 Penderita laki-laki umumnya sedikit lebih banyak dibandingkan dengan perempuan.
Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus) dan uisa
lanjut di atas 65 tahun (81/100.000 kasus). 9 Menurut Irawan Mangunatmadja dari Departemen
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) Jakarta angka kejadian epilepsi pada anak cukup tinggi, yaitu pada
anak usia 1 bulan sampai 16 tahun berkisar 40 kasus per 100.000. 10

2.3. ETIOLOGI

Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :11

7
• Epilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari penderita
epilepsi anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3
tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat – alat diagnostik yang
canggih kelompok ini makin kecil

• Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya
: post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik, malformasi otak
kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksik
(alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.

• Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui,


termasuk disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik

2.4. KLASIFIKASI
Klasifikasi Internasional Kejang Epilepsi menurut International League Against
Epilepsy (ILAE) 1981: 12
I . Kejang Parsial (fokal)
A. Kejang parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
1. Dengan gejala motorik
2. Dengan gejala sensorik
3. Dengan gejala otonomik
4. Dengan gejala psikik
B. Kejang parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
1. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
a. Kejang parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
b. Dengan automatisme
2. Dengan gangguan kesadaran sejak awal kejang
a. Dengan gangguan kesadaran saja
b. Dengan automatisme
C. Kejang umum sekunder/ kejang parsial yang menjadi umum (tonik-klonik, tonik atau
klonik)
1. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi kejang umum
2. Kejang parsial kompleks berkembang menjadi kejang umum

8
3. Kejang parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks, dan
berkembang menjadi kejang umum

II. Kejang umum (konvulsi atau non-konvulsi)


A. lena/ absens
B. mioklonik
C. tonik
D. atonik
E. klonik
F. tonik-klonik

III. Kejang epileptik yang tidak tergolongkan

Klasifikasi Epilepsi berdasarkan Sindroma menurut ILAE 1989 :


I. Berkaitan dengan letak fokus
A. Idiopatik
Benign childhood epilepsy with centrotemporal spikes
Childhood epilepsy with occipital paroxysm

B. Simptomatik
o Lobus temporalis
o Lobus frontalis
o Lobus parietalis
o Lobus oksipitalis

II. Epilepsi Umum

A. Idiopatik
Benign neonatal familial convulsions, benign neonatal convulsions
Benign myoclonic epilepsy in infancy
Childhood absence epilepsy
Juvenile absence epilepsy
Juvenile myoclonic epilepsy (impulsive petit mal)
Epilepsy with grand mal seizures upon awakening
Other generalized idiopathic epilepsies
9
B. Epilepsi Umum Kriptogenik atau Simtomatik
West’s syndrome (infantile spasms)
Lennox gastaut syndrome
Epilepsy with myoclonic astatic seizures
Epilepsy with myoclonic absences

C. Simtomatik
Etiologi non spesifik
Early myoclonic encephalopathy
Specific disease states presenting with seizures
2.5. PATOFISIOLOGI

Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap
penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel
neuron lebih stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-
neurotransmitter eksitasi dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin
sedangkan neurotransmitter inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA)
dan glisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls
atau rangsang. Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu
dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran
neuron dan seluruh sel akan melepas muatan listrik.

Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu
fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan
ekstra ke intra seluler. Influks Ca akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas
muatan listrik berlebihan, tidak teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh
sejumlah besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat
khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses
inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu
juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak
terus-menerus berlepas muatan memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan
suatu serangan epilepsi terhenti ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang
penting untuk fungsi otak.13
10
Silbernagl S. Color Atlas of Pathophysiology. New York: Thieme. 2000

2.6 GEJALA

 Kejang parsial simplek


Seranagan di mana pasien akan tetap sadar. Pasien akan mengalami gejala berupa:
- “deja vu”: perasaan di mana pernah melakukan sesuatu yang sama sebelumnya.
- Perasaan senang atau takut yang muncul secara tiba-tiba dan tidak dapat dijelaskan
- Perasaan seperti kebas, tersengat listrik atau ditusuk-tusuk jarum pada bagian tubih
tertentu.
- Gerakan yang tidak dapat dikontrol pada bagian tubuh tertentu
- Halusinasi

11
 Kejang parsial (psikomotor) kompleks
Serangan yang mengenai bagian otak yang lebih luas dan biasanya bertahan lebih lama.
Pasien mungkin hanya sadar sebagian dan kemungkinan besar tidak akan mengingat waktu
serangan. Gejalanya meliputi:
- Gerakan seperti mencucur atau mengunyah
- Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang atau memainkan pakaiannya
- Melakukan gerakan yang tidak jelas artinya, atau berjalan berkeliling dalam
keadaan seperti sedang bingung
- Gerakan menendang atau meninju yang berulang-ulang
- Berbicara tidak jelas seperti menggumam.
 Kejang tonik klonik (epilepsy grand mal).
Merupakan tipe kejang yang paling sering, di mana terdapat dua tahap: tahap tonik atau
kaku diikuti tahap klonik atau kelonjotan. Pada serangan jenis ini pasien dapat hanya
mengalami tahap tonik atau klonik saja. Serangan jenis ini biasa didahului oleh aura. Aura
merupakan perasaan yang dialami sebelum serangan dapat berupa: merasa sakit perut, baal,
kunang-kunang, telinga berdengung. Pada tahap tonik pasien dapat: kehilangan kesadaran,
kehilangan keseimbangan dan jatuh karena otot yang menegang, berteriak tanpa alasan
yang jelas, menggigit pipi bagian dalam atau lidah. Pada saat fase klonik: terjaadi kontraksi
otot yang berulang dan tidak terkontrol, mengompol atau buang air besar yang tidak dapat
dikontrol, pasien tampak sangat pucat, pasien mungkin akan merasa lemas, letih ataupun
ingin tidur setelah serangan semacam ini.14

12
2.7 DIAGNOSIS

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis. 15

1. Anamnesis
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh. Anamnesis
menanyakan tentang riwayat trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, meningitis,
ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan penggunaan obat-obatan tertentu.
Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi:
- Pola / bentuk serangan
- Lama serangan
- Gejala sebelum, selama dan paska serangan
- Frekueensi serangan
- Faktor pencetus
- Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
- Usia saat serangan terjadinya pertama
- Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
- Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya
- Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti
trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal atau
difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan menggunakan
umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anakanak pemeriksa harus memperhatikan
adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran antara anggota tubuh
dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

3. Pemeriksaan penunjang
a. Elektro ensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan
penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan diagnosis epilepsi. Akan tetapi
epilepsi bukanlah gold standard untuk diagnosis. Hasil EEG dikatakan bermakna jika didukung
oleh klinis. Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi
13
struktural di otak, sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan
adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG dikatakan abnormal.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding seharusnya misal
gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya
gelombang tajam, paku (spike) , dan gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.

b. Rekaman video EEG


Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang mengalami
serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan. Rekaman video
EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta memberi kesempatan
untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang mahal ini sangat
bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti, serta bermanfaat
pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial dengan prosedur ini
sangat diperlukan pada persiapan operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat
struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih
sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan
hipokampus kanan dan kiri serta untuk membantu terapi pembedahan.
2.8 TERAPI
Status epileptikus merupakan kondisi kegawatdaruratan yang memerlukan pengobatan
yang tepat untuk meminimalkan kerusakan neurologik permanen maupun kematian . Definisi
dari status epileptikus yaitu serangan lebih dari 30 menit, akan tetapi untuk penanganannya
dilakukan bila sudah lebih dari 5-10 menit

Algoritme manajemen status epileptikus

14
Tujuan terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien. Prinsip
terapi farmakologi epilepsi yakni:

 OAE mulai diberikan bila diagnosis epilepsi sudah dipastikan, terdapat minimal dua
kali bangkitan dalam setahun, pasien dan keluarga telah mengetahui tujuan pengobatan
dan kemungkinan efek sampingnya.
 Terapi dimulai dengan monoterapi
 Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif
tercapai atau timbul efek samping; kadar obat dalam plasma ditentukan bila bangkitan
tidak terkontrol dengan dosis efektif.

15
 Bila dengan pengguanaan dosis maksimum OAE tidak dapat mengontrol bangkitan,
ditambahkan OAE kedua. Bila OAE kedua telah mencapai kadar terapi, maka OAE
pertama diturunkan bertahap perlahan-lahan.
 Penambahan OAE ketiga baru dilakukan setelah terbukti bangkitan tidak dapat diatasi
dengan pengguanaan dosis maksimal kedua OAE pertama.

Pasien dengan bangkitan tunggal direkomendasikan untuk dimulai terapi bila kemungkinan
kekambuhan tinggi , yaitu bila: dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG, terdapat riwayat
epilepsi saudara sekandung, riwayat trauma kepala disertai penurunan kesadaran, bangkitan
pertama merupakan status epileptikus. 16
Prinsip mekanisme kerja obat anti epilepsi :
 Meningkatkan neurotransmiter inhibisi (GABA)
 Menurunkan eksitasi: melalui modifikasi kponduksi ion: Na+, Ca2+, K+, dan
Cl- atau aktivitas neurotransmiter.

Penghentian pemberian OAE


Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap dapat dipertimbangkan setelah 2
tahun bebas serangan .
Syarat umum menghentikan OAE adalah sebagai berikut:
 Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah
minimal 2 tahun bebas bangkitan
 Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula,
setiap bulan dalam jangka waktu 3-6 bulan
 Bila digunakan lebih dari satu OAE, maka penghentian dimulai dari satu OAE
yang bukan utama
Obat ezogabine merupakan obat baru dan memiliki mekanisme kerja sebagai pembuka
saluran kalium, mengaktivasi gerbang saluran kalium di otak. Akan tetapi mekanisme unik ini
memiliki beberapa efek toksik yang biasanya tidak terdapat pada obat kejang lainnya seperti
retensi urin.Hal inilah yang menyebabkan US Food and Drug Administration's (FDA's) masih
mempertimbangkan obat ini.17

Pemilihan OAE pada pasien anak berdasarkan bentuk bangkitan dan sindrom

16
Mekanisme kerja OAE

17
Obat epilepsi untuk anak

18
19
DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.epilepsy.ca/eng/content/sheet.html
2. http://www.searo.who.int/LinkFiles/Technical_documents_Ment-134.pdf
3. Tjahjadi,P.,Dikot,Y,Gunawan,D. Gambaran Umum Mengenai Epilepsi. In : Kapita
Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. 2005. p119-127.
4. Heilbroner, Peter. Seizures, Epilepsy, and Related Disorder, Pediatric Neurology:
Essentials for General Practice. 1st ed. 2007
5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15816939
6. Octaviana F. Epilepsi. In: Medicinus Scientific Journal of pharmaceutical development
and medical application. Vol.21 Nov-Des 2008. p.121-2.
7. http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy_atlas_introdion.pdf
8. http://www.epilepsyfoundation.org/about/statistics.cfm
9. http://epilepsiindonesia.com/pengobatan/epilepsi-dan-anak/pahami-gejala-epilepsi-
pada-anak-2
10. http://www.epilepsysociety.org.uk/AboutEpilepsy/Whatisepilepsy/Causesofepilepsy
11. Shorvon SD. HANDBOOK OF Epilepsy Treatment Forms, Causes and Therapy in
Children and Adults.2nd ed. America: Blackwell Publishing Ltd. 2005
12. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6.
Jakarta: EGC
13. Aminoff MJ dkk. Clinical Neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill.
14. Wilkinson I. Essential neurology. 4th ed. USA: Blackwell Publishing. 2005
15. PERDOSSI. Pedoman Tatalaksana Epilepsi. Ed. 3. Jakarta. 2008
16. http://www.medscape.com/viewarticle/726809
17. Kliegman. Treatment of Epilepsy.Nelson Textbook of Pediatrics. Philadelphia:
Saundres Elsevier. 2008. 593(6)

20

Anda mungkin juga menyukai