Anda di halaman 1dari 7

Definisi

Terminologi sinkop berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari kata “syn” dan
“koptein” yang berarti memutuskan. Secara medis, definisi dari sinkop adalah
kehilangan kesadaran dan kekuatan postural tubuh serta kemampuan untuk berdiri
karena pengurangan aliran darah ke otak (Padmosantjojo,2000). Prognosis dari
sinkop sangat bervariasi bergantung dari diagnosis dan etiologinya. Individu yang
mengalami sinkop termasuk sinkop yang tidak diketahui penyebabnya memiliki
tingkat mortalitas yang lebih tinggi dibanding mereka yang tidak pernah sinkop.

Sinkop kardiak merupakan penyebab kedua tersering dari sinkop meliputi 10-20
% atau seperlima dari seluruh kejadian. Sinkop kardiakini akan menyebabkan
mortalitas yang lebih tinggi dibandingkan kasus yang tidak mempunyai dasar
kelainan jantung. Pasien dengan sinkop kardiak ini mempunyai resiko kematian
tertinggi dalam 1 sampai 6 bulan. Tingkat mortalitas pada tahun pertama 18-33 %,
dibandingkan dengan sinkop yang bukan disebabkan kelainan kardiak yaitu 0-
12%, bahkan pada sinkop tanpa sebab yang jelas hanya kira-kira 6%.

2.2 Etiologi Sinkop

a) SINKOP KARENA KELAINAN IRAMA JANTUNG

Secara umum sinkop kardiak dapat dibagi atas sinkop kardiak karena kelainan
irama jantung dan sinkop karena kelainan struktural jantung. Sinkop akibat
kelainan irama jantung paling sering disebabkan oleh keadaan takikardia
(Ventrikular atau supraventrikular), atau bradiaritmia.

b) SINKOP KARENA KELAINAN STUKTUR JANTUNG

Kelainan struktur jantung yang dapat menyebabkan sinkop termasuk stenosis


valvular

(aorta, mitral, pulmonal), disfungsi katup protesa atau trombosis, kardiomiopati


hipertropik,

emboli paru, hipertensi pulmonal, tamponade jantung dan anomali dari arteri
koroner.

2.3 Patofisiologi

Hilangnya pada setiap jenis sinkop disebabkan oleh penurunan oksigenasi pada
bagian-bagian otak yang merupakan bagian kesadaran. Terdapat penurunan aliran
darah, penggunaan oksigen serebral, resistensi serebrovaskuler yang dapat
ditunjukkan. Jika iskemia hanya berakhir beberapa menit, tidak terdapat efek otak.
Iskemia yang lama mengakibatkan nekrosis jaringn otak pada daerah perbatasan
dari perfusi anatara daerah vaskuler dari arteri serebralis mayor.

Pada pasien dengan kelemahan atau sinkop yang ditandai dengan bradikardia,
seseorang harus membedakan yang disebabkan oleh kegagagalan reflex
neurologenaik dari seranagn kardiogenaik (Stokes-adam). EKG bersifat
menentukan, tapi meskipun tanpa EKG, seranagn stokes. Adam dapat diketahui
secara klinis dengan durasinya yang lebih lama, dan sifat denyut jantung lambat
yang menetap, adanya bunyi sinkron yang dapat didengar dangan kontraksi atrial,
dengan gelombang kontraksi antrial (A) pada pulsasi vena jugularis, dan dengan
berbagai intensitas bunyi jantung pertama yang nyata walaupun ritme teratur

2.4 Manifestasi Klinis Sinkop

1. adapun tanda dan gejala orang pingsan yaitu:


2. Kesadaran menurun / hilang
3. Muka pucat, kulit basah, keringat dingin, dan gelisah
4. Nafas dangkal, nadi cepat
5. Mengeluh mual, kadang muntah, pusing, haus dan bibir rasa baal

2.5 Pemeriksaan Diagnostik

1. Laboratorium : leukosit, LED, limfosit, LDH.


2. Elektrokardiografi.
3. Pemeriksaan elektroensefalografi.
4. Ekokardiografi.

Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

1. Penurunan curah jantung b/d adanya Gangguan aliran darah ke otot jantung

Tujuan :

Kriteria hasil :

Intervensi Rasional
 Periksa ABC dan jika diperlukan
bebaskan jalan nafas , dan Pijat
Jantung  Pucat menunjukkan
 Pantau frekuensi nadi, RR, TD adanya penurunan
secara teratur perfusi perifer
terhadap tidak
adekuatnya curah
jantung. Sianosis
 Periksa keadaan jantung klien dg terjadi sebagai akibat
pemeriksaan EKG adanya obstruksi
 Kaji perubahan warna kulit aliran darah pada
terhadap sianosis dan pucat. ventrikel.
 Ginjal berespon
untuk menurunkan
curah jantung dengan
 Pantau intake dan output setiap 24 menahan produksi
jam. cairan dan natrium.
 Istirahat memadai
diperlukan untuk
memperbaiki
 Batasi aktifitas secara adekuat. efisiensi kontraksi
jantung dan
menurunkan
komsumsi O2 dan
kerja berlebihan.
 Stres emosi
 Berikan kondisi psikologis menghasilkan
lingkungan yang tenang. vasokontriksi yang
 Mengetahui kepatenan jalan nafas meningkatkan TD
dan sirkulasi darah dan meningkatkan
o Memonitor adanya kerja jantung.
perubahan sirkulasi
jantung sedini mungkin.
o Mengetahui adanya
perubahan irama jantung.

2. Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan sirkulasi darah perifer; penghentian


aliran arteri-vena

Tujuan :

Kriteria Hasil :

Intervensi Rasional
 Monitor perubahan tiba-tiba  Perfusi serebral secara langsung
atau gangguan mental kontinu berhubungan dengan curah
(camas, bingung, letargi, jantung, dipengaruhi oleh
pinsan). elektrolit/variasi asam basa,
hipoksia atau emboli sistemik.
 Vasokonstriksi sistemik
diakibatkan oleh penurunan curah
 Observasi adanya pucat, jantung mungkin dibuktikan oleh
sianosis, belang, kulit penurunan perfusi kulit dan
dingin/lembab, catat kekuatan penurunan nadi.
nadi perifer.  Indikator adanya trombosis vena
dalam.

 Kaji tanda Homan (nyeri pada


betis dengan posisi dorsofleksi),  Menurunkan stasis vena,
eritema, edema. meningkatkan aliran balik vena
 Dorong latihan kaki aktif/pasif. dan menurunkan resiko
tromboplebitis.
 Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distres pernafasan.
Namun dispnea tiba-tiba/berlanjut
menunjukkan komplikasi
tromboemboli paru.
 Penurunan aliran darah ke
 Pantau pernafasan. mesentrika dapat mengakibatkan
disfungsi GI, contoh kehilangan
peristaltik.

 Penurunan pemasukan/mual terus-


menerus dapat mengakibatkan
penurunan volume sirkulasi, yang
berdampak negatif pada perfusi
 Kaji fungsi GI, catat anoreksia, dan organ.
penurunan bising usus,
mual/muntah, distensi abdomen,
konstipasi.

 Pantau masukan dan perubahan


keluaran urine.

3. gangguan perfusi jaringan serebral b.d penurunan aliran oksigen ke serebral

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatn 2×24 jam klien diharapkan


menunjukan perfusi jaringan yang efektif

Kriteria Hasil : Tekanan darah sistolik dan diastolic stabil


Berkomunikasi dengan jelas dan sesuai dengan usia dan
kemampuan

Intervensi Rasional
 Pantau TTV 
 Posisikan pasien dg posisi syok 
kaki diangkat 45 derajat
 Pantau tingkat kesadaran

 Tingkat kesadaran seseorang


juga
 Pantau SpO2
dipengaruhi oleh perfusi oksigen ke otak

 Mencegah terjadinya hipoksia


 Pantau kesimetrisan dan reaksi pada otak
pupil
 Kolaborasi: untuk melancarkan
sirkulasi otak
Vasodepressor syncope dapat terjadi di mana saja dan kapan saja, tak
terkecuali di tempat praktek dokter gigi. Prosedur perawatan gigi sering
menyebabkan penderita mengalami stres psikis terutama pada individu yang
belum pernah ke dokter gigi atau pada mereka yang mempunyai pengalaman tidak
menyenangkan dengan perawatan gigi sebelumnya. Serangan vasodepressor
seringkali ditandai dengan hilangnya kesadaran penderita secara mendadak
sebelum, selama atau setelah tindakan anestesi lokal. Hilangnya kesadaran
penderita dapat menimbulkan kepanikan pada tenaga medis dan paramedis yang
terlibat, terutama bila mereka tidak terlatih di dalam penanganan
kegawatdaruratan medik. Meskipun pada umumnya berlangsung sementara dan
self limiting, tetapi bila penanganannya tidak tepat vasodepressor syncope dapat
berlangsung lama dan menimbulkan morbiditas penderita yang tidak ringan.
Dalam artikel ini dilaporkan suatu kasus vasodepressor syncope yang terjadi saat
perawatan gigi yang ditandai dengan gejala klinis yang befrat dan kompleks dan
membutuhkan waktu pemulihan yang cukup lama. Dengan membaca artikel ini
diharapkan para pembaca akan mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang
vasodepressor syncope sehingga nantinya akan mampu melakukan tindakan-
tindakan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya vasodepressor syncope
selama perawatan gigi, sekaligus akan mampu melakukan penanganan dengan
benar apabila terjadi kasus vasodepressor syncope.
Vasodepressor syncope merupakan kegawatdaruratan medik yang paling
sering terjadi di tempat praktek dokter gigi yang dapat muncul selama prosedur
pencabutan gigi, pembedahan, injeksi anestesi lokal, atau bahkan saat penderita
duduk dalam posisi tegak sebelum ada tindakan perawatan giginya sama sekali.
Vasodepressor syncope paling sering terjadi pada penderita dewasa muda usia 16-
35 tahun. Pada suatu penelitian retrospektif didapatkan usia rata-rata 35.5 tahun.
Insidensi vasodepressor syncope lebih tinggi pada penderita lakilaki
dibandingkan wanita. Penderita laki-laki cenderung berusaha untuk menutupi rasa
takut, nyeri dan stres nya selama prosedur perawatan gigi sehingga mereka akan
lebih mudah mengalami reaksi syncope dibandingkan dengan penderita wanita
yang pada umumnya lebih terbuka kepada dokter giginya.
Patofisiologi terjadinya vasodepressor syncope dapat dijelaskan sebagai
berikut. Faktor-faktor psikogenik seperti perasaan takut, ngeri atau rasa nyeri yang
hebat akan menyebabkan peningkatan aktifitas nervus vagus pada jantung dan
pembuluh darah perifer sehingga mengakibatkan bradikardi dan vasodilatasi
sistemik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya hipotensi secara mendadak,
hipotensi tersebut akan menyebabkan penurunan cerebral blood flow yang
ditandai dengan munculnya keluhan-keluhan berupa: pandangan gelap, perasaan
mau pingsan, dan mual (nausea). Terjadinya hipotensi akan merangsang reflex
simpatis berupa takikardi dan vasokonstriksi perifer yang secara klinis dideteksi
sebagai peningkatan denyut nadi dan keringat dingin pada akral atau ekstremitas
atas.

Anda mungkin juga menyukai