Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masalah kehendak mutlaq Tuhan dan keadilan Tuhan merupakan pembahasan yang
penting dalam ilmu kalam, kedua masalah ini berkaitan erat dengan faham dengan jabariyah
dan Qadariyyah.
Paham jabariyyah menempatkan segala yang maujud ini termasuk di dalamnya
perbuatan manusia dalam ketentuan Tuhan secara mutlak. Sedangkan paham Qadariyyah
lebih menitik beratkan perhatiannya pada kehendak mutlak manusia daripada kehendakan
kemutlakan kekuasaan Tuhan.
Menurut paham ini, kekuasaan Tuhan tidak mutlak semutlak-mutlaknya, karena
manusia mempunyai potensi dan kapasitas untuk melakukan kehendakdan perbuatannya.
Pangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan sebagai
pencipta alam.
Pangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan adalah keberadaan Tuhan
sebagai pencipta alam semesta. Sebagai pencipta alam,Tuhan harus mengatasi segala yang
ada, bahkan harus melampaui segala aspek yang ada. Ia adalah eksistensi yang mempunyai
kehendak dan kekuasaan yang tidak terbatas karena tidak ada eksistensi lain yang mengatasi
dan melampaui eksistensi-Nya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana kehendak mutlak Tuhan ?
2. Bagaimana tentang keadilan Tuhan ?
3. Bagaimana tentang pendapat aliran-aliran?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Dapat mengetahui kehendak mutlak Tuhan
2. Dapat mengetahui keadilan Tuhan
3. Dapat mengetahui pendapat aliran-aliran

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Kehendak Mutlaq Tuhan


Menurut KBBI kehendak dalah kemauan, keinginan, dan harapan keras. Sedangkan
mutlak adalah mengenai segenapnya, tiada terbatas; penuh, tidak boleh tidak; harus ada.
Jadi kehendak mutlak tuhan adalah keinginan tuhan mengenai seluruh alam semesta tanpa
terkecuali.
Kehendak mutlak Tuhan yaitu Alam semesta dengan segala isinya diciptakan oleh
Allah Yang Maha Kuasa (qadir).Tidak ada suatu kekuasaanpun yang menyamainya,
apalagi melebihi kekuasaan Allah. Ia dapat melakukan apa saja yang dikehendakinnya,
karena tidak ada yang bisa mengatur, mengendalikan, apalagi menghalanginya.
Allah berkehendak akan terjadinya atau tidak terjadinya sesuatu terhadap
makhluknya. Memahami kehendak Allah ini merupakan bagian dari beriman kepada qadha
dan qadhar-Nya. Umat islam meyakini bahwa segala yang terjadi dialam ini dalam
kehendak dan dengan sepengetahuan Allah, dan tidak satu pun peristiwa yang terjadi di
luar kehendak Allah dan Allah tidak mengetahuinya. Allah melakukan apa saja yang
dikehendaki-Nya.

2.1.1 Jenis kehendak Allah


Didalam islam kehendak Allah terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Iradah Kauniyah Qadari [Masyiah; kehendak yang pasti terjadi
Iradah Kauniyah Qadari, kehendak kauni atau masyiah adalah kehendak
Allah terhadap perbuatan-Nya, baik yang dikehendaki-Nya atau dilakukan-Nya
tersebut disukai-Nya atau pun dibenci-Nya. Iradah Kauniyah adalah kehendak
Allah yang pasti terjadi pada seluruh makhluknya secara mutlak. Iradah kauni
terjadi pada semua makhluknya, baik kepada hamba yang dicintai, dibenci,
ingkar atau pun yang beriman. Allah yang berkehendak untuk memberi
petunjuk dan juga menyesatkan hamba yang dikehendakinya. Allah
menakdirkan kebaikan dan kecelakaan bagi makhluknya. Allah menghendaki
adanya hamba yang kaya atau miskin, sehat atau sakit, cantik atau cacat, raja

2
atau rakyat, beriman atau kafir. Semua terjadi karena hikmah-Nya dan agar
terjadi interaksi kehidupan di muka bumi. Segala yang telah terjadi dalam
sejarah dunia kita adalah kehendak kauni Allah yang telah dan pasti terjadi, dan
tidak akan ada dunia alternative.
Contoh iradah kauniyah:
Secara kauni Allah menghendaki [menakdirkan] Abu Bakar beriman
kepada ajaran Nabi Muhamma, dan Allah menyukai keimanannya. Allah
menakdirkan iblis membangkang perintah-Nya untuk sujud kepada Adam dan
Allah membenci tindakan iblis tersebut. Allah menakdirkan kebanyakan
manusia membangkang perintah-Nya dan membenci pembangkang tersebuut.
Allah menakdirkan kelahiran dan tidak ada yang mampu menolak untuk
dilahirkan, dan menakdirkan kematian tidak ada yang mampu menghindari
kematian. Allah secara kauni menakdirkan seluruhnya, seluruh tindakan
manusia, penyakit, bencana alam, penciptaan malaikat dan iblis, adanya
kebaikan dan kejahatan.

b. Iradah Syar’iyah Diniyah [kehendak yang tidak mesti terjadi]


Kehendak syar’iyah adalah kehendak Allah dalam perintah agama-Nya,
kehendak Allah yang tidak mengharuskan terjadinya apa yang diinginkan-Nya
dan dicintai-Nya, hal ini karena Allah memberikan pilihan bagi manusia untuk
taat atau untuk menolak. Allah menyukai kehendaknya ini untuk dilaksanakan
makhluknya dan membenci apabila kehendaknya ini dilanggar. Allah senang
bila mereka mendapat petunjuk dan bersyukur dan tidak ridha apabila mereka
kafir.
Contoh iradah syar’iyah:
Allah secara syar’I menghendaki dan menyukai seluruh manusia untuk
beribadah, berlaku jujur, maka ada sebagian manusia yang berbuat jujur dan
Allah menyukainya.

3
2.1.2 Menurut perkataan ulama
Ibnu Kudamah berkata, “para imam pendahulu dari kalangan umat Islam
telah sepakat bahwa wajib beriman kepada qadha dan qadar Allah yang baik
maupun yang buruk. Tidak ada susuatu pun terjadi kecuali atas kehendak Allah dan
tiidak terwujud segala kebaikan dan keburukan kecuali atas kehendak-Nya. Dia
menciptakan siapa saja dalam keadaan sejahtera dan ini merupakan anugerah yang
Allah berikan kepadanya dan menjadikan siapa saja yang Dia kehendaki dalam
keadaan sengsara. Ini merupakan keadilan-Nya serta hak absolut-Nya dan ini
merupakan ilmu yang disembunyikan dari seluruh makhluk-Nya.1

2.1.3 Baik dan buruk semuanya berdasarkan kehendak Allah


Beriman bahwa kebaikan dan keburukan terjadi berdasarkan kehendak Allah
hukumnya wajib bagi setiap muslim. Dalam ratibnya, Al-Habib Abdullah bin Alawi
Al-Haddad mencantumkan kalimat “kebaikan dan keburuukan berdasarkan
kehendak Allah”. Dalam kitab al-Aqidah al-Syaibaniyah disebutkan: “kami
beriman bahwa kebaikan dan keburukan semuanya ditakdirkan Allah untuk hamba-
Nya. Maka apa yang dikehendaki Allah yang menguasai ‘arsy akan terjadi sesuai
kehendak-Nya. Dan apa yang tidak dia kehendaki tidak akan pernah terwujud
dalam ciptaan-Nya.”
Banyak ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang hal ini, diantaranya:

‫ش ْىءٍ َخلَ ْق َٰنَهُ بِقَ َد ٍر‬


َ ‫إِنَّا ُك َّل‬
“Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar”. [QS. Al-
Qamar: 49]
Demikian pula hadits, sebagiamana yang disebutkan dalam As-
Shahihain: “setiap sesuatu [terjadi] berdasarkan qadha dan qadar, sampai-sampai
sifat lemah dan malas”. [HR. Bukhori Muslim].

1 Dunia Islam Republika.co.id, inilah Wujud Keadilan Allah bagi Makhluk-Nya, (25 april 2017, 22.27).

4
2.2 Keadilan Tuhan
Keadilan secara leksikal adalah sama dan menyamakan. Dan menurut pandangan
umum, keadilan yaitu menjaga hak-hak orang lain. Definisi keadilan ialah memberikan hak
kepada yang berhak menerimanya. Allah Swt disebut didalam Alquran dengan sebutan Al-
Ahkam atau Al-Hakim yang artinya Hakim yang paling Adil (QS.At-Tin: 8). Karena
keadilan-Nya juga disebut Al-‘Adl yang artinya Tuhan Yang Maha Adil. Adil karena
memberikan kepada Makhluk hak mereka serta ditempatkan-Nya masing-masing
Makhluk-Nya itu pada posisi yang sesuai ddengan tabiat mereka.
Allah juga tidak pernah membebankan melebihi kemampuan Makhluk-Nya, seperti
firman-Nya yang artinya “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya, ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia
mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”. (QS.Al-Baqarah: 286)
Keadilan Allah sangat luas, banyak yang tak terkira oleh manusia. Ada suatu hal
yang dipandang buruk oleh manusia, tetapi justru di dalamnya tersimpan keadilan, begitu
juga sebaliknya yang justru di dalamnya terdapat ketidak adilan. Atas dasar keadilan itulah
Allah memperlakukan makhluk-Nya baik laki-laki atau perempuan sama di sisi Allah.
Alquran menjelaskan, “barang siapa yang mengerjakan amal-amal sholeh, baik laki-laki
maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan
mereka tidak dianiaya walau sedikit pun”.

2.3 Kehendak Mutlak Tuhan menurut aliran-aliran


Dalam sejarah perkembangan ilmu kalam terdapat perbedaan pandangan tentang
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan ini. Perbedaan ini sebagai akibat dari perbedaan
paham yang terdapat dalam berbagai aliran teologi islam tentang kekuatan akal, fungsi
wahyu dan kebebasan serta kekuasaan manusia atas kehendak dan perbuatannya.
1. Aliran Kalam Rasional
Berpendapat bahwa akal mempunyai daya besar dan manusia mempunyai
kebebasan dalam berkehendak dan berbuat, kehendak mutlak Tuhan pada hakikatnya
tidak lagi bersifat mutlak semutlak-mutlaknya, tetapi sudah terbatas. Keterbatasan ni
terjadi sebagian yang dikatakan golongan Mu’tazilah, oleh adanya kebebasan yang
diberikan Tuhan kepada manusia, keadilan, dan kewajiban-kewajibannya terhadap

5
manusia, serta hukum alam(Sunah Allah) yang menurut al-Qur’an tidak mengalami
perubahan.1 Seperti Firman Al-Ahzab ayat 62 :
Sebagai Sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu
sebelum (kamu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati perubahan pada sunnah
Alllah. (Q.S.Al-Ahzab:62).2

2. Mu’tazilah
a) Kehendak Tuhan
Kaum Mu’tazilah berpendapat bahwa manusia bebas melakukan
perbuatanya sendiri, dan kekuasaan Tuhan terbatas dan memandang kekuasaan
tuhan dari sudut kepentingan manusia.2 Kekuasaan Tuhan tidak bersifat mutlak
lagi ketika Tuhan dibatasi oleh kebebasan yang telah diberikan kepada manusia
untuk menentukan kemauan dan perbuatannya. Kekuasaan mutlak itu dibatasi
oleh keadilan Tuhan. Tuhan tidak lagi berbuat sesuai kehendak-Nya. Tuhan telah
terikat oleh norma-norma keadilan yang kalau dilanggar, membuat Tuhan tidak
bersifat adil bahkan dikatakan zalim. Tentunya sifat yang demikian tidak dapat
diberikan kepada Tuhan. Oleh karena itu dalam pandangan Mu’tazilah kekuasaan
dan kehendak Tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah
alam semesta. Maka kehendak mutlak dibatasi oleh natur atau hukum alam
[sunnatullah] yang tidak mengalami perubahan, seperti dalam surat al-Ahzab: 623
‫سنَةُ اللة تَ ْب ِد ْيلا‬
ُ ‫َولَ ْن تَ ْجدَ ِل‬
“ dan kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan pada sunnah
Allah.”
Ayat ini menegaskan, bahwa tidak akan dijumpai perubahan hukum alam.
Al-Khayyat, tokoh Mu’tazilah menjelaskan bahwa tiap benda mempunyai natur
sendiri yang menimbulkan efek tertentu menurut natur masing-masing.
Kaum Mu’tazilah percaya pada sunnatullah yang mengatur perjalanan
kosmos dan dengan demikian mereka mengatur faham determinisme dengan

2 Muhammaddin,Ilmu kalam.IAIN RADEN FATAH PRESS.Palembang,2009, hal. 101


3 Abdul Rozak ; Rosihon Anwar, Ilmu Kalam.Bandung.CV Pustaka Setia,2012,Hal.217

6
pemahaman tidak berubah-ubah, tuhan tidak bersikap absolut, tetapi tidak
melanggar kosntitusi yan telah Dia gariskan dengan sunnatullah.

b) Keadilan Tuhan
Menurut pemikiran kaum Mu’tazilah keadilan Tuhan mengandung arti
kewajiban-kewajiban yang harus dihormati. Keadilan bukanlah hanya berarti
memberi upah kepada yang berbuat baik dan memberi hukuman kepada yang
berbuat salah. Dan keadilan raja konstitusional, yang kekuasannya dibatasi oleh
hukum yang mana hukum itu adalah buatanya sendiri, ia mengeluarkan hukuman
sesuai dengan hukum dan bukan sesuai sewenang-wenang.

3. Asy’ariyah
a) Kehendak Tuhan
Menurut mereka Tuhan berkuasa mutlak atas segala-galanya. Tidak ada
sesuatu pun yang membatasi kekuasaannya itu, karena kekuasaan Tuhan bersifat
absolut. Mereka percaya pada kemutlakan Tuhan, sehingga berpendapat bahwa
perubahan-perubahan tuhan tidak mempunyai tujuan. Sebab yang mendorong
Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata karena kekuasaan dan kehendak
mutlak-Nya, bukan karena kepentingan manusia dan tujuan lain. Aliran
Asy’ariyah ini berpijak pada paham jabariyah dan penggunaan akal yang tidak
begitu besar, maka mereka berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kehendak
mutlak. Baik kehendak berupa hidayat dan kesesatan, kenikmatan dan
kesengsaraan, pahala bagi yang taat dan siksa bagi yang maksiat, pengutusan
Rasul dan pengukuhannya dengan mu’jizat.4
Dalam hal ini Asy’ariyah berpegang pada dalil naqli dan dalil aqli. Secara
aqli dinytakan bahwa perbuatan Tuhan itu berasal dari qudrat dan iradat-Nya
secara sempurna dan terealisasi dengan mutlak. Sedangkan dalil naqli adalah
firman Allah QS. Ash-Shaffat: 96 dan hadits Nabi.

4 Abdul Rozak ; Rosihon Anwar, Op. cit.,hlm. 222

7
b) Keadilan Tuhan
Kaum Asy’ariyah percaya pada mutlaknya kekuasaan Tuhan, mempunyai
tendensi yang sebaliknya. Dan mereka menolak paham Mu’tazilah bahwa Tuhan
mempunyai tujuan dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Bagi mereka perbuatan
tersebut tidak mempunyai tujuan, (tujuan dalam arti sebab yang mendorong Tuhan
untuk berbuat sesuatu). Mereka akui bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan
menimbulkan dan keuntungan bagi manusia dan bahwa Tuhan mengetahui
kebaikan dan keuntungan itu. Tuhan berbuat semata-mata karena kekuasaan dan
kehendak mutlak-Nya dan bukan karena kepentingan manusia atau tujuan lain.
Dengan demikian mereka mempunyai tendensi untuk meninjau wujud dari sudut
kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
Dalam hal ini, kaum Maturidiyah golongan Bukhara mempunyai sikap
yang sama dengan kaum Asy’ariyah. Menurut Al-Bazdawi, tidak ada tujuan yang
mendorong Tuhan untuk menciptakan kosmos (jagat raya atau alam semesta) ini.
Tuhan berbuat sekehendak hati-Nya dengan kata lain, Al-Bazwi berpendapat
bahwa alam tidak diciptakan Tuhan untuk kepentingan manusia.

4. Maturidiah
a) Kehendak Tuhan
Paham Maturidiah adalah Tuhan tidak mungkin melanggar janjinya
kepada orang yang berbuat baik dan menghukum orang yang berbuat jahat.
Pendapat ini menunjukan bahwa kekuasaan Tuhan tidak sepenuhnya, sebab
masih terkandung adanya kewajiban Tuhan dalam menepati janji.
Maturidiah Samarkhan dibatasi keadilan Tuhan. Mereka mengambil posisi
tengah, antara golongan Mu’tazilah dan Asy’ariyah, hal yang mereka pegangi
sebagai btas kehendak mutlak Tuhan. Walaupun mengidentifikasikan adanya
kemerdekaan dan kemauan pada manusia, bukan berarti sama sekali menafikan
kehendak tuhan dalam diri manusia. Tuhan masih juga ikut campur tangan
dalam menentukan perbuatan manusia.5

5 Abdul Rozak ; Rosihon Anwar, Op. cit., hlm. 223

8
Maturidiah Bukhara berpendapat bahwa keadilan tuhan mempunyai
kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat yang dikehendaki-Nya dan menentukan
segalanya, tidak ada yang dapat menentang dan memaksa Tuhan dan tiada
larangan bagi-Nya.

b) Keadilan Tuhan Kaum Maturudiyah golongan Samarkhan,


karena menganut paham free will dan free act, serta adanya batasan
tentang kekuasaan mutlak Tuhan, dalam hal ini mempunyai posisi yang lebih
dekat kepada kaum Mu’tazilah dari pada kaum Asy’ariyah. Tetapi tendensi
golongan ini untuk meninjau wujud dari sudut kepentingan manusia lebih kecil
dari tendensi kaum Mu’tazilah. Itu mungkin disebabkan oleh karena kekuatan
yang diberikan golongan Samarkhan kepada akal serta balasan yang mereka
berikan kepada kekuasaan mutlak Tuhan. Sebagaimana yang telah dijelaskan
oleh Amdul Al-Jabbar keadilan erat hubungan dengan hak, dan keadilan
diartikan memberi seseorang akan haknya kata-kata “Tuhan adil” mengandung
arti bahwa segala perbuatanya adalah baik, bahwa ia tidak dapat berbuat yang
buruk, dan bahwa dia tidak dapat mengabaikan kewajibannya terhadap manusia.
Oleh karena itu Tuhan tidak dapat bersifat zalim dalam memberi hukuman.
Selanjutnya keadilan juga mengandung arti berbuat menurut semestinya serta
sesuai dengan kepentingan manusia. Sedangkan Kaum Maturidiah golongan
Bukhara sepaham dengan kaum Asy’ariyah.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehendak Tuhan dipahami oleh aliran Mu’tazilah sebgai kehendak yang tidak
mutlak-mutlaknya, namun dibatasi akan kebebasan dan perbuatan manusia, keadilan
Tuhan, kewajiban Tuhan kepada manusia dan sunnatullah. Sedangkan oleh aliran
Asy’ariyah, kehendak tuhan ini dipahami sebagai kehendak mutlak yang dipahami
sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya .Menurut Mu’tazilah dipahami sebagai
sesuatu yang terpusat pada kepentingan manusia.
Mengenai Keadilan Tuhan, Al-Maraghi juga sejalan dengan pemikiran kalam
Mu’tazilah yang meninjau keadilan Tuhan dari sudut kepentingan manusia, bukan dari
sudut Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak atau pemilik alam semesta, yang dapat
berbuat apa saja yang dikehendakinya, walaupun tidak adil dalam pandangan manusia.

3.2 Saran
Dari uraian ringkasan di atas, penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi penulisan maupun dari
sumber yang penulis miliki, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan sarannya
yang bertujuan agar makalah yang selanjutnya agar lebih baik lagi.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dunia Islam Republika.co.id, inilah Wujud Keadilan Allah bagi Makhluk-Nya, ( diakses
tanggal 6 Maret 2019)
Nasution, Harun, 1919-Teologi Islam: aliran-aliran,
sejarah analisa/dan/perbandingan/Harun Nasution. Cet. 5. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-
Press) 1986
‘Abd Al-Jabbar ibn Ahmad, J.J.Hauban S.J (ED.) Al-Majmu’ fi Al-Muhit bi Al-Takhlif, folv.
I,Beyrouth: L. Institut des Letteres Orientales D Bayrouth, 1965
Bazdawi, Abu Al-Yusr Muhammad, Al-, Kitab Ushul Ad-Din, Isa Al-Babi Al-Halabi, Kairo,
1963
Rozak, Abdul, Ilmu Kalam, Pustaka Setia Bandung, Bandung, 2000
Razak, Abdul dan Anwar, Rosihon. 2014. Ilmu Kalam, Bandung: Puskata Setia, cet. ke-2
Edisi Revisi

11
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................................... i


Daftar Isi ............................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1
1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Kehendak Mutlaq Tuhan .................................................................................. 2
2.1.1 Jenis kehendak Allah ............................................................................ 2
2.1.2 Menurut perkataan ulama ..................................................................... 4
2.1.3 Baik dan buruk semuanya berdasarkan kehendak Allah ...................... 4
2.2 Keadilan Tuhan ................................................................................................. 5
2.3 Kehendak Mutlak Tuhan menurut aliran-aliran ............................................... 5

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ......................................................................................................... 10
3.2 Saran.................................................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 11

12

Anda mungkin juga menyukai