Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

Daftar isi ....................................................................................................................1


Skenario ....................................................................................................................2
Kata sulit ....................................................................................................................2
Pertanyaan ..................................................................................................................2
Jawaban ......................................................................................................................3
Hipotesa .....................................................................................................................3
Sasaran belajar (learning objective)...........................................................................4
1. Memahami dan menjelaskan Anatomi telinga .......................................................5
1.1 Makroskopis ....................................................................................................5
1.2 Mikroskopis .....................................................................................................8
2. Memahami dan menjelaskan Fisiologi Pendengaran .............................................9
3. Memahami dan menjelaskan Otitis Media Akut ...................................................10
3.1 Definisi ............................................................................................................10
3.2 Etiologi ............................................................................................................10
3.3 Klasifikasi ........................................................................................................10
3.4 Epidemiologi ...................................................................................................11
3.5 Patofisiologi.....................................................................................................11
3.6 Manifestasi Klinis............................................................................................12
3.7 Diagnosis dan diagnosis banding ....................................................................12
3.8 Tatalaksana ......................................................................................................17
3.9 Komplikasi ......................................................................................................17
3.10 Pencegahan ....................................................................................................17
3.11 Prognosis .......................................................................................................18
4. Memahami dan menjelaskan Merawat Telinga menurut Islam .............................18
Daftar pustaka ............................................................................................................20

1
SKENARIO

TELINGA SAKIT
Seorang anak usia 3 tahun pilek batuk dan demam sudah 3 hari yang lalu. Keluhan telinganya
kanan sakit, mengeluarkan sedikit cairan seperti air susu dan bercampur sedikit warna merah
seperti darah. Lalu dibawa ibunya ke UGD. Setelah liang telinga dibersihkan, diperiksa
kendang telinga tampak merah dan mengeluarkan cairan. Ibu pasien bertanya pada dokter,
apakah penyakit anaknya bisa sembuh.

KATA SULIT

1. Kedang telinga: struktur tipis antara meatus acusticus externus dan telinga tengah

PERTANYAAN

1. Mengapa pada telinga kanan keluar sedikit cairan seperti air susu dan darah?
2. Apa hubungan sakit telinga dengan pilek, batuk dan demam?
3. Adakah hubungan penyakit dengan usia?
4. Apa diagnosis pada skenario ini?
5. Apa saja terapi yang dapat diberikan?
6. Apa penyebab keluhan pada pasien?
7. Apakah pada kondisi ini pasien masih bisa mendengar?
8. Apa saja pemeriksaan yang dapat dilakukan?
9. Bagaimana cara merawat telinga dalam islam?
10. Apa saja komplikasi yang dapat ditimbulkan?
11. Bisakah penyakit ini mengenai kedua telinga?
12. Mengapa telinga pasien sakit?
13. Bagaimana cara pencegahan otitis media?

2
JAWABAN

1. Sebagai bentuk pertahanan, karna perbedaan tekanan


2. Batuk, pilek dan demam yang belum sembuh dapat menyebabkan infeksi ascendens
melewati tuba eustachius dan menyebabkan infeksi pada telinga
3. Pada anak tuba eustachiusnya masih pendek, lebar dan horizontal. Selain itu tuba
eustachiusnya juga belum sempurna. Diameternya yang kecil menyebabkan sumbatan
sering terjadi
4. Otitis media akut
5. Antibiotik, obat tetes hidung, obat cuci telinga, miringotomi
6. ISPA, trauma, alergi
7. Masih bisa. Bila menurun akan menyebabkan tuli konduktif
8. Otoskop untuk melihat membran timpani. Selain itu tes ketajaman pendengaran yaitu
rine, webber, dan swabach
9. Berwudhu, mendengarkan yang baik-baik, membersihkan telinga dengan baik dan
benar
10. Tuli, mastoiditis, meningitis, perikondritis
11. Bisa, karna ada tuba eustachius
12. Karna proses inflamasi dan akibat peningkatan tekanan dalam yang lebih besar dari
tekanan luar
13. Menghindari penyebab, pemberian obat yang adekuat, bersihkan telinga rutin, jangan
kena air

HIPOTESA

Otisis media akut disebabkan oleh ISPA, trauma, alergi yang dapat diperiksa dengan otoskop,
rine, webber, dan swabach. Otitis media akut dapat ditatalaksana dengan pemberian antibiotik,
obat tetes hidung, obat cuci telinga, serta miringotomi dan dapat dicegah dengan menghindari
penyebab, pemberian obat yang adekuat, bersihkan telinga rutin, jangan kena air.

3
SASARAN BELAJAR (Learning Objecive)

LO.1 Memahami dan Menjelaskan Anatomi Telinga


1.1 Makroskopis
1.2 Mikroskopis
LO.2 Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran
LO.3 Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
3.3 Klasifikasi
3.4 Epidemiologi
3.5 Patofisiologi
3.6 Manifestasi Klinis
3.7 Diagnosis dan diagnosis banding
3.8 Tatalaksana
3.9 Komplikasi
3.10 Pencegahan
3.11 Prognosis
LO.4 Memahami dan Menjelaskan Merawat Telinga menurut Islam

4
1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Telinga
1.1 Makroskopis
Telinga Luar
 Auricular (daun telinga)
Auricular mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpilkan getaran udara. Auricular
terdiri atas lempeng tulang rawan elastic tipis yang ditutupi kulit. Auricular mempunyai otot
intrinsic dan ekstrinsik, keduanya disarafi oleh n. facialis.
 Meatus acusticus externus
Adalah tabung berkelok yang menghubungkan auricular dengan membrane timpani. Tabung
ini berfungsi menghantarkan gelombang suara dari auricular ke membrane timpani. Pada orang
dewasa panjangnya lebih kurang 2,5 cm. Rangka 1/3 bagian luar meatus adalah cartilage elastic
dan 2/3 bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh
kulit dan 1/3 bagian luarnya mempunyai rambut, kelenjar sebasea dan glandula ceruminosa.

Telinga tengah
Adalah ruang berisi udara didalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrane
mucosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran
membrane timpani ke perilympha telinga dalam. Telinga tengah mempunyai atap, lantai,
dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral dan dinding medial.
Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang disebut tegmen timpani yang merupakan bagian
dari pars petrosa ossis temporalis. Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari meniges dan
lobus temporalis otak di dalam fossa crania media.
Lantai dibentuk oleh lempeng tipis tulang. Lempeng ini memisahkan cavum timpani dari
bulbus superior vena jugularis interna.
Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan cavum
timpani dari arteri carotis interna. Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua
buah saluran. Dibagian atas dinding posterior terdapat aditus ad antrum. Dibawah ini terdapat
penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit, kecil disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini
dibetuk tendo muskulus stapedius.
Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membrane timpani. Dinding medial dibentuk oleh
dinding lateral telinga dala. Bagian terbesar dari dinding terdapat penonjolan bulat
(promontorium) yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada dibawahnya.
 Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga
luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal rata-rata 9-10 mm dan diameter
antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membrana timpani
tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar
kemuka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani
merupakan kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani,
puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo kemuka bawah tampak refleks cahaya none of light.
 Ossicula Auditus
a. Malleus
Adalah pendengaran terbesar dan terdiri dari caput, collum dan processus longum/
manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis.
b. Incus
Mempunyai corpus yang besar dan 2 crus yaitu crus longum, yang berjalan ke bawah di
belakang dan sejajar dengan manubrium mallei; dan crus breve, menonjol ke belakang dan
dilekatkan pada dinding posterior cavum timpani oleh sebuah ligamentum.
c. Stapes
Mempunyai caput, collum, 2 lengan dan sebuah basis.

5
Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan koklea.
Tulang-tulang ini mengarahkan getaran dari membran timpani ke fenestra vestibulii yang
memisahkan telinga tengah dari telinga dalam.
 Tuba Auditiva
Terbentang dari dinding anterior cavum tympani ke bawah, depan dan medial sampai
nasopharing. 1/3 bagian posterior adalah tulang dan 2/3 bagian anterior adalah cartilage. Tuba
berhubungan dengan nasopharing dengan bejalan melalui pinggir atas M. constrictor pharinges
superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum tympani dngan
nasopharing.
 Antrum Mastoideum
Terletak dibelakang cavum tympani di dalam pars petrosa ossis temporalis dan berhubungan
dengan telinga tengah melalui aditus.
 Cellulae Mastoideae
Adalah suatu seri rongga yang saling berhubungan di dalam processus mastoideus, yang diatas
berhubungan dengan antrum dan cavum tympani. Rongga ini dilapisi oleh membrane mucosa.
 Nervus fasialis
Pada dinding medial telinga tengah membesar membentuk ganglion geniculatum. Cabang-
cabang penting pars intrapetrosa nervus fasialis yaitu nervus petrosus major, saraf ke M.
stapedius dan chorda tympani.
 Nervus Tympanicus
Berasal dari nervus glossopharingeus dan berjalan melalui dasar cavum tympani dan pada
permukaan promontorium. Lalu bercabang-cabang membentuk plexus tympanicus
(mempersarafi lapisan cavum tympani dan mempercabangkan nervus petrosus minor).

Telinga Dalam
Berisi cairan dan terletak dalam tulang temporal, di sisi medial telinga tengah. Telinga tengah
terdiri dari dua bagian:
 Labirin tulang (ossea)
Merupakan ruang berliku berisi perilimfe, suatu cairan yang menyerupai cairan serebrospinalis.
Bagian ini melubangi bagian petrosus tulang temporal dan terbagi menjadi tiga bagian:
1. Vestibula
a. Dinding lateral vestibula mengandung fenestra vestibuli dan venestra cochleae, yang
berhubungan dengan telinga tengah.
b. Membran melapisi fenestra untuk mencegah keluarnya cairan perilimfe.
2. Saluran Semisirkularis
a. Menonjol dari bagian posterior vestibula.
b. Saluran semisirkular anterior dan posterior mengarah pada bidang vertikal di setiap sudut
kanannya.
c. Saluran semisirkular lateral terletak horizontal dan pada sudut kanan kedua saluran di
atas.
d. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibuli sebelah atas, skala timpani di sebelah
bawah dan skala media (duktus koklearis) di antaranya.
e. Skala vestibuli berisi perilimfa, sedangkan skala media berisi endolimfa.
f. Dasar skala vestibuli disebut membran vestibuli (Reissner’s membrane) sedangkan skala
media adalah membran basalis.
g. Pada membran basalis terdapat organ corti.
h. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria.
i. Pada membran basal melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan canalis corti yang
membentuk organ corti.

6
3. Koklea
a. Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah lingkaran dan
vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis.
b. Ujung atau puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani
dengan skala vestibuli.
c. Koklea mengandung reseptor pendengaran.

 Labyrinthus Membranaceus
Terletak didalam labyrinthus osseus dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha.
Labyrinthus ini terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat didalam vestibulum osseus; 3
ductus semisirkularis, yang teletak didalam canalis semisirkularis osseus; dan ductus
cochlearis, yang terletak didalam cochlea.
a. Utriculus
Adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada dan dihubungkan tidak
langsung dengan sacculus dn ductus endolymphaticus oleh ductus utriculosaccularis.
b. Sacculus
Berbentuk bulat dan berhubungan dengan uticulus. Ductus endolymphaticus setelah
bergabung dengan ductus utriculosaccularis akan berakhir didalam kantung buntu kecil
yaitu saccus endolymphaticus.
c. Ductus Semisirkularis
Diameternya lebih kecil dari canalisnya. Ketiganya tersusun tegak lurus satu dengan
lainnya.
d. Ductus Cochlearis
Berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sacculus melalui
ductus reunions.

Perdarahan
Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari
a. serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri dan
tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus,
arteri ini bercabang 3 yaitu:
1. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista
ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan
sakulus.
2. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,
bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
3. Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral
yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria
vaskularis.

Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi putaran
tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea,
sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis
mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus endolimfatikus
dan masuk ke sinus

7
1.2 Mikroskopis
a. Daun Telinga
 Kerangka terdiri dari tulang rawan elastis dan bentuk tak teratur.
 Perikondrium mengandung banyak serat elastis.
 Kulit yang menutupi tulang rawan tipis.
 Jaringan subkutan tipis.
 Didalam kulit terdapat rambut halus, kelenjar sebasea, kelenjar keringat sedikit dan
jaringan lemak pada lobules auricular.
b. Meatus Acusticus Externus
 Berupa berupa saluran ± 25 cm, arah medioinferior.
 Bagian luar kerangka dinding terdiri dari tulang rawan elastin.
 Bagian dalam berkerangka os temporal.
 Dilapisi kulit tipis, tanpa subkutis dan berhubungan erat dengan perichondrium/
periosteum yang ada dibawahnya.
c. Membran Tympani
 Bentuk oval, semi transparan.
 Terdiri dari 2 lapisan jaringan penyambung:
a. Lapisan luar, mengandung serat-serat kolagen tersusun radial.
b. Lapisan dalam, mengandung serat-serat kolagen tersusun sirkular.
 Serat elastin terutama dibagian sentral dan perifer.
 Permukaan luat diliputi kulit, tanpa rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar keringat.
 Permukaan dalam dilapisi mucosa yang terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia
yang tipis.
d. Cavum Tympani
 Berisi udara
 Posterior, berhubungan dengan ruang-ruang dalam processus mastoideus.
 Anterior, berhubungan dengan tuba faringotympani.
 Lateral, dibatasi oleh membrane tympani.
 Medial, dipisahkan dari telinga dalam oleh tulang.
 Cavum tympani, tulang-tulang pendengaran, nervus dan musculi dilapisi mucosa yang
terdiri dari epitel selapis cuboid dan lamina propia tipis.
 Epitel cavum tympani sekitar muara tuba faringotympani terdiri dari selapis cuboid/
silindris dengan silia.
e. Tuba Faringotympani
 Lumen sempit, gepeng dalam bidang vertical.
 Mucosa membentuk rugae terdiri dari epitel selapis/ bertingkat silindris dengan silis dan
lamina propia tipis.
 Sepanjang mucosa terdapat limfosit.
f. Telinga Dalam/ Labyrinth
 Labyrinth ossea, didalam os petrosum.
 Labyrinth membranosa, didalam labyrinth ossea.
 Utriculus, sacculus dan ductus semisirkularis dilapisi epitel selapis gepeng.
 Macula dan crista: penebalan jaringan perilimfatik yang dilapisi epitel yang terdiri dari
dua macam yaitu sel rambut (silindris) dan sel penyokong (silindris).
 Jaringan penyambung terutama terdiri dari sel-sel berbentuk bintang dengan cabang-
cabang sitoplasma halus.
g. Membrane basilaris
 Sebagian besar terdiri dari jaringan penyambung padat kolagen.
 Permukaan menghadap scala tympani dilapisi epitel selapis cuboid sampai silindris.

8
 2/3 lateral berupa pars pectinata.
 1/3 medial berupa pars arcuata (terdapat pembuluh darah).
h. Koklea
Telinga dalam: koklea (potongan vertical)
Labirin tulang koklea berpilin mengelilingi sumbu sentral tulang spons, yaitu modiolus.
Ganglion spiralis terbenam di dalam modilus yang terdiri atas neuron bipolar aferen. Akson
panjang dari sel bipolar ini menyatu membentuk nervus koklearis; dendrit lebih pendek
menginervasi sel-sel rambut di dalam apparatus pendengaran, yaitu organ corti.
Labirin bertulang dibagi menjadi dua rongga utama oleh lamina spiralis oseosa dan membran
basilaris. Lamina spiralis oseosa terjulur dari modiolus sampai setengah lumen kanalis
koklearis. Kanalis koklearis dibagi menjadi dua kompartemen besar, skala timpani di bawah
dan skala vestibuli di atas. Dan kedua kompartemen tersebut berhubungan dengan lubang kecil
disebut helikotrema.
Dinding luar duktus koklearis dibentuk oleh area vascular yang disebut stria vaskularis. Epitel
berlapis yang menutupi stria ini unik karena mangandung jalinan kapiler intraepithelial yang
dibentuk oleh pembuluh yang memasok jaringan ikat ligamen spiralis. Lamina propia daerah
ini adalah ligamen spiralis yang terdiri atas serat kolagen, fibroblas berpigmen dan banyak
pembuluh darah.
Membran basilar terdiri atas jaringan ikat bervaskular di bawah lempeng yang lebih tipis serat
basilar. Organ corti yang berada di atas serat basilar ini, meluas dari limbus spiralis ke ligmen
spiralis. Sel-sel rambut sensoris yang sangat khusus, beberapa jenis sel penyokong dan celah
dan terowongan pembentuk organ corti. Cabang perifer dari sel-sel bipolar ganglion spriralis
berjalan melalui saluran-saluran di dalam lamina spiralis oseosa dan bersinaps dengan sel-sel
rambut di dalam organ corti.
i. Organ Corti
 Suatu struktur epitel mengisi duktus koklearis
 Terletak diatas membran basilaris
 Dibentuk oleh sel pilar (tongkat)
 Fungsi: reseptor getaran yg diinduksi oleh gelombang suara
 Bagian luar dan dalam ada sel rambut yaitu: sel rambut luar tdd 1 baris, sel rambut dalam
tdd 3-4 baris
 Serabut saraf (n.auditorius) berhubungan dgn sel rambut ini
 Ada struktur terapung pada endolimph disebut membrana tektoria, yaitu mulai dari lamina
spiralis dekat membrana Reissner

2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pendengaran


Mekanisme sampainya suara pendengaran dapat melalui 2 cara yaitu dengan air condaction
dan bone condaction.
a. Air conduction.
Gelombang suara dikumpulkan oleh telinga luar, lalu disalurkan ke liang telinga , menuju
gendang telinga dan kemudian gendang telinga bergetar untuk merespon gelombang suara
yang menghantamnya “kemudian” getaran ini mengakibatkan 3 tulang pendengaran
(malleus, stapes, incus) yang secara mekanis getaran dari gendang telinga akan disalurkan
menuju cairan yang ada di koklea. Getaran yang sampai ke koklea akan menghasilkan
gelombang sehingga rambut sel di koklea bergerak. Gerakan ini merubah energy mekanik
menjadi energy elektrik ke saraf pendengaran (auditory nerve, saraf VIII, saraf akustikus)
yang nantinya akan menuju ke pusat pendengaran di otak bagian lobus temporal sehingga
diterjemahkan menjadi suara yang dapat dikenal di otak

9
b. Bone conduction
Getaran suara berjalan melalui penghantar tulang yang menggetarkan tulang kepala,
kemudian akan menggetarkan perylimph pada skala vestibuli dan skala tympani dan
akhirnya getaran itu dikirim dalam bentuk impuls saraf ke saraf-saraf pendengaran.
Penghantaran melalui tulang dapat dilakukan dengan percobaaan rhine, sedangkan
penghantaran bunyi melalui tulang kemudian dilan-jutkan melalui udara dapat dilakukan
dengan percobaan weber.

3. Memahami dan Menjelaskan Otitis Media Akut


3.1 Definisi
Otitis media akut ialah peradangan telinga tengah yang mengenai sebagian atau seluruh
periosteum dan terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu.

3.2 Etiologi
 Pertahanan tubuh terganggu
 Sumbatan pada tuba eustachius
 ISPA
 Pada bayi, tuba eustachiusnya masih pendek, lebar, dan letaknya agak horizontal
Kuman penyebab utama OMA ialah bakteri piogenik seperti streptokokus hemolitikus,
stafilokokus aureus, pneumokokus. Haemofillus influenza sering ditemukan pada anak yang
berusia dibawah 5 tahun

3.3 Klasifikasi
a. Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan negative
telinga tengah, akibat absorpsi udara.Membrane timpani kadang tampak normal atau berwarna
keruh pucat.Efusi mungkin telah terjadi, tetapi tidak dapat dideteksi.Stadium ini sukar
dibedakan dengan otitis media serosa yang disebabkan oleh virus atau alergi.
b. Stadium Hiperemis (stadium pre-supurasi)
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang melebar di sebagian atau seluruh membrane
timpani, membrane timpani tampak hiperemis disertai edem.Sekret yang telah terbentuk
mungkin masih bersifat eksudat yang serosa sehingga sukar terlihat.
c. Stadium Supurasi
Ditandai dengan adanya edema yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat purulent di cavum timpani sehingga membrane timpani
tampak menonjol (bulging) kearah liang telinga luar.Pada keadaan ini pasien tampak sangat
sakit, nadi dan suhu meningkat, serta rasa nyeri ditelinga bertambah hebat.Apabila tekanan
nanah di cavum timpani tidak berkurang maka terjadi iskemi akibat tekanan pada kapiler-
kapiler, serta timbul tromboflebitis pada vena vena kecil dan nekrosis mukosa serta
submucosa.Nekrosis ini pada membrane timpani terlihat sebagai daerah yang lebih lembek dan
berwarna kekuningan. Ditempat ini akan terjadi rupture. Bila tidak dilakukan insisi membrane
timpani (miringotomi) pada stadium ini, maka kemungkinan besar membrane timpani akan
ruotur dan nanah keluar ke liang telinga luar. Dengan melakukan miringotomi, luka insisi akan
menutup kembali, sedangkan apabila terjadi rupture maka lubang tempat rupture (perforasi)
tidak mudah menutup kembali.

10
d. Stadium Perforasi
Akibat seperti terlambatnya pemberian antibiotika atau virulensi kuman yang tinggi, maka
dapat terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke liang
telinga luar. Anak yang tadinya gelisah sekarang menjadi tenang, suhu badan turun dan anak
dapat tertidur nyenyak.Keadaan ini disebut dengan otitis media akut stadium perforasi.
e. Stadium Resolusi
Bila membrane timpani tetap utuh, maka keadaan membrane timpani perlahan-lahan akan
normal kembali. Bila sudah terjadi perforasi maka secret akan berkurang dan akhirnya kering.
Pada stadium ini membrane timpani berangsur normal, perforasi membrane timpani kembali
menutup dan secret purulent tidak ada lagi.Bila daya tahan tubuh baik atau virulensi kuman
rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.OMA berubah menjadi OMSK
bila perforasi menetap dengan secret yang keluar terus menerus atau hilang timbul.OMA dapat
menimbulkan gejala sisa (sequele) berupa otitis media serosa bila sekret menetap di cavum
timpani tanpa terjadinya perforasi.

3.4 Epidemiologi
Otitis Media adalah diagnosis yang paling umum pada anak-anak yang sakit di
Amerika.Diperkirakan bahwa 75% dari semua anak-anak mengalami paling sedikit satu
episode sebelum berumur 3 tahun. Otitis media akut paling sering diderita oleh anak usia 3
bulan- 3 tahun. Tetapi tidak jarang juga mengenai orang dewasa. Anak-anak lebih sering
terkena OMA

3.5 Patofisiologi
Otitis media akut terjadi karena terganggunya faktor pertahanan tubuh.Sumbatan pada tuba
eustachii merupakan faktor utama penyebab terjadinya penyakit ini.Dengan terganggunya
fungsi tuba eustachii maka terganggu pula pencegahan invasi kuman ke dalam telinga tengah
sehingga kuman masuk dan terjadi peradangan.Pencetus terjadinya OMA adalah infeksi
saluran pernafasan atas (ISPA).Sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran
napas atas, termasuk nasofaring dan tuba eustaschius.Gangguan fungsi tuba eustachius ini
menyebabkan terjadinya tekanan negative di telinga tengah yang menyebabkan transudasi
cairan hingga supurasi. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks
dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring kedalam telinga tengah mellaui tuba
eustaschius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba eustachius untuk mengatur proses
ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan
mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan kedalam telinga tengah. Jika
secret bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, pendengaran dapat terganggu karena
membrane timpani dan tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran.
Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membrane timpani akibat
tekanannya yang meninggi.
Makin sering anak-anak terserang ISPA, makin besar kemungkinan terjadinya OMA. Pada
bayi dan anak-anak terjadinya OMA dipermudah karena : 1. Morfologi tuba eustachius yang
pendek, lebar dan letaknya agak horizontal, 2. Sistem kekebalan tubuh masih dalam
perkembangan, 3. Adenoid pada anak relative lebih besar dibanding orang dewasa dan sering
terinfeksi sehingga infeksi dapat menyebar ke telinga tengah.
Beberapa faktor lain yang mungkin juga berhubungan dengan terjadinya penyakit telinga
tengah, seperti alergi, disfungsi siliar, penyakit hidung dan atau sinus, dan kelainan sistem
imun.

11
3.6 Manifestasi klinis
Bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Pada anak yang sudah dapat berbicara
keluhannya adalah rasa nyeri didalam telinga, suhu tubuh yang tinggi.biasanya terdapat
riwayat batuk pilek sebelumnya.
Pada anak yang lebih besar atau pada orang dewasa selain rasa nyeri terdapat pula gangguan
pendengaran berupa rasa penuh di telinga. Pada bayi dan anak kecil gejala khas OMA ialah
suhu tubuh tinggi dapat sampai 39,5 derajat celcius, anak gelisah dan sukar tidur, tiba-tiba
anak menjerit waktu tidur. Bila terjadi ruptur membran timpani, maka sekret akan mengalir
ke liang telinga, suhu tubuh turun dan anak tertidur tenang.

3.7 Diagnosis dan diagnosis banding


Diagnosis OMA harus memenuhi tiga hal berikut.
1. Penyakitnya muncul mendadak (akut)
2. Ditemukannya tanda efusi (efusi: pengumpulan cairan di suatu rongga tubuh) di telinga
tengah. Efusi dibuktikan dengan adanya salah satu di antara tanda berikut:
a. menggembungnya gendang telinga
b. terbatas/tidak adanya gerakan gendang telinga
c. adanya bayangan cairan di belakang gendang telinga
d. cairan yang keluar dari telinga
3. Adanya tanda/gejala peradangan telinga tengah, yang dibuktikan dengan adanya salah satu
di antara tanda berikut:
a. kemerahan pada gendang telinga
b. nyeri telinga yang mengganggu tidur dan aktivitas normal

Anak dengan OMA dapat mengalami nyeri telinga atau riwayat menarik-narik daun telinga
pada bayi, keluarnya cairan dari telinga, berkurangnya pendengaran, demam, sulit makan,
serta rewel. Namun gejala-gejala ini (kecuali keluarnya cairan dari telinga) tidak spesifik
untuk OMA sehingga diagnosis OMA tidak dapat didasarkan pada riwayat semata.
Pemeriksaan dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung,
perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta
cairan di liang telinga.

Tes pendengaran yang dapat dilakukan secara sederhana adalah:


I. Tes Bisik
A. Syarat:
- Tempat : ruangan sunyi dan tidak ada echo (dinding dibuat rata atau dilapisi ”soft
board” / gorden) serta ada ajarak sepanjang 6 meter
- Penderita (yang diperiksa)
o Mata ditutup atau dihalangi agar tidak membaca gerak bibir
o Telinga yang diperiksa dihadapkan ke arah pemeriksa
o Telinga yang tidak diperiksa ditutup (bisa ditutupi kapas yang dibasahi gliserin)
o Mengulang dengan keras dan jelas kata-kata yang dibisikkan
- Pemeriksa
o Kata-kata dibisikkan dengan udara cadangan paru-paru, sesudah ekspirasi biasa
o Kata-kata yang dibisikkan terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal
penderita, biasanya kata-kata benda yang ada di sekeliling kita.
B. Teknik Pemeriksaan
- Mula-mula penderita pada jarak 6 m dibisiki beberapa kata. Bila tidak menyahut
pemeriksa maju 1 m (5 m dari penderita) dan tes ini dimulai lagi. Bila masih
belum menyahut pemeriksa maju 1 m, demikian seterusnya sampai penderita

12
dapat mengulangi 8 kata-kata dari 10 kata-kata yang dibisikkan. Jarak dimana
penderita dapat menyahut 8 dari 10 kata disebut sebagai jarak pendengaran.
- Cara pemeriksaan yang sama dilakukan untuk telinga yang lain sampai
ditemukan satu jarak pendengaran.
C. Hasil tes
Pendengaran dapat dinilai secara kuantitatif (tajam pendengaran) dan secara
kualitatif (jenis ketulian)

KUANTITATIF KUALITATIF
FUNGSI SUARA
PENDENGARAN BISIK
Normal 6m TULI SENSORINEURAL
Dalam batas normal 5m Sukar mendengar huruf desis (frekuensi
Tuli ringan 4m tinggi), seperti huruf s – sy – c
Tuli sedang 3-2m TULI KONDUKTIF
Tuli berat ≤ 1m Sukar mendengar huruf lunak
(frekuensi rendah), seperti huruf m – n
–w

II. TES GARPU TALA (TGT)


Ada 4 jenis tes garpu tala yang sering dilakkukan:
1. Tes batas atas dan batas bawah
2. Tes Rinne
3. Tes Weber
4. Tes Scwabach

1. TES BATAS ATAS DAN BATAS BAWAH


- Tujuan:
Menentukan frekuensi garpu tala yang dapat didengar penderita melalui hantaran
udara bila dibunyikan pada intensitas normal.
- Cara:
Semua garpu tala (128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz), dapat dimulai
dari frekuensi terendah berurutan sampai frekuensi tertinggi atau sebaliknya,
dibunyikan satu persatu, dengan cara dipegang tangkainya kemudian kedua ujung
kakinya dibunyikan dengan lunak (dipetik dengan jari/kuku, didengarkan lebih
dulu oleh pemeriksa sampai bunyi hampir hilang untuk mencapai intrensitas
bunyi yang terendah bagi orang normal / nilai ambang normal), kemudian
diperdengarkan pada penderita dengan meletakkan garpu tala di dekat MAE pada
jarak 1 – 2 cm dalam posisi tegak dan 2 kaki pada garis yang menghubungkan
MAE kanan dan kiri.
- Interpretasi:
o Normal : mendengar garpu tala pada semua frekuensi
o Tuli konduksi : batas bawah naik (frekuensi rendah tak terdengar)
o Tuli sensori neural : batas atas turun (frekuensi tinggi tak terdengar)
o Kesalahan : garpu tala dibunyikan terlalu keras sehingga tidak dapat
mendeteksi pada frekuensi mana penderita tidak mendengar

13
2. TES RINNE
- Tujuan:
Membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.
- Cara:
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada
planum mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak
mendengar, kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila
penderita masih mendengar garpu tala di depan MAE disebut Rinne positif, bila
tidak mendengar disebut Rinne negatif.
- Interpretasi:
o Normal : Rinne positif
o Tuli konduksi : Rinne negatif
o Tuli sendori neural : Rinne positif

3. TES WEBER
- Tujuan:
Membandingkan hantaran tulang antara kedua telinga penderita.
- Cara:
o Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan
tegak lurus di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu,
atau pada gigi insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal.
o Penderita diminta untuk menunjukkan telinga mana yg mendengar atau
mendengar lebih keras.
o Bila mendengar pada satu telinga disebut lateralisasi ke sisi tellinga tersebut.
Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada
lateralisasi.
- Interpretasi:
o Normal : tidak ada lateralisasi
o Tuli konduksi : mendengar lebih keras di telinga yang sakit
o Tuli sensori neural : mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
Karena menilai kedua telinga sekaligus maka kemungkinannya dapat lebih dari
satu.

4. TES SCHWABACH
- Tujuan:
Membandingkan hantaran lewat tulang antara penderita dengan pemeriksa
- Cara:
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya diletakkan
tegak lurus pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa sudah tidak mendengar,
secepatnya garpu tala dipindahkan ke mastoid penderita. Bila penderita masih
mendengar maka Schwabach memanjang, tetapi bila penderita tidak mendengar,
terdapat dua kemungkinan yaitu Scwabach memendek atau normal.
Untuk membedakan kedua kemungkinan ini maka tes dibalik, yaitu tes pada penderita
dulu baru ke pemeriksa. Garpu tala 512 Hz dibunyikan kemudian diletakkan tegak
lurus pada mastoid penderita, bila penderita sudah tidak mendengar maka seceptnya
garpu tala dipindahkan pada mastoid pemeriksa, bila pemeriksa tidak mendengar
berarti sama-sama normal, bila pemeriksa masih mendengar berarti Schwabach
penderita memendek.

14
- Interpretasi:
o Normal : Schwabach normal
o Tuli konduksi : Schwabach memanjang
o Tuli sensori neural : Schwabach memendek

III. Tes Audiometri


Pemeriksaan audiometri
Ketajaman pendengaran sering diukur dengan suatu audiometri. Alat ini menghasilkan nada-
nada murni dengan frekuensi melalui aerphon. Pada sestiap frekuensi ditentukan intensitas
ambang dan diplotkan pada sebuah grafik sebagai prsentasi dari pendengaran normal. Hal ini
menghasilkan pengukuran obyektif derajat ketulian dan gambaran mengenai rentang nada
yang paling terpengaruh.
a. Definisi
Audiometri berasal dari kata audir dan metrios yang berarti mendengar dan mengukur (uji
pendengaran). Audiometri tidak saja dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran,
tetapi juga dapat dipergunakan untuk menentukan lokalisasi kerusakan anatomis yang
menimbulkan gangguan pendengaran.
Audiometri adalah subuah alat yang digunakan untuk mengetahui level pendengaran
seseorang. Dengan bantuan sebuah alat yang disebut dengan audiometri, maka derajat
ketajaman pendengaran seseorang da[at dinilai. Tes audiometri diperlukan bagi seseorang
yang merasa memiliki gangguan pendengeran atau seseorang yag akan bekerja pada suatu
bidang yang memerlukan ketajaman pendngaran.
Pemeriksaan audiometri memerlukan audiometri ruang kedap suara, audiologis dan pasien
yang kooperatif. Pemeriksaan standar yang dilakukan adalah :
1) Audiometri nada murni
Suatu sisitem uji pendengaran dengan menggunakan alat listrik yang dapat menghasilkan
bunyi nada-nada murni dari berbagai frekuensi 250-500, 1000-2000, 4000-8000 dan dapat
diatur intensitasnya dalam satuan (dB). Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon
kepala dan vibrator tulang ketelinga orang yang diperiksa pendengarannya. Masing-masing
untuk menukur ketajaman pendengaran melalui hntaran udara dan hantran tulang pada
tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkankurva hantaran tulang dan hantaran
udara. Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengtahui jenis dan derajat kurang
pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran
normal dan berusia sekitar 20-29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk
nada muri.
Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan kisaran frekwuensi 20-20.000 Hz.
Frekwensi dari 500-2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari.

Tabel berikut memperlihatkan klasifikasi kehilangan pendengaran


Kehilangan Klasifikasi
dalam Desibel

0-15 Pendengaran normal


>15-25 Kehilangan pendengaran kecil
>25-40 Kehilangan pendengaran ringan
>40-55 Kehilangan pendengaran sedang
>55-70 Kehilangan pendenngaran sedang sampai berat
>70-90 Kehilangan pendengaran berat
>90 Kehilangan pendengaran berat sekali

15
Pemeriksaan ini menghasilkan grafik nilai ambang pendengaran psien pada stimulus nada
murni. Nilai ambang diukur dengan frekuensi yang berbeda-beda. Secara kasar bahwa
pendengaran yang normal grafik berada diatas. Grafiknya terdiri dari skala decibel, suara
dipresentasikan dengan aerphon (air kondution) dan skala skull vibrator (bone conduction).
Bila terjadi air bone gap maka mengindikasikan adanya CHL. Turunnya nilai ambang
pendengaran oleh bone conduction menggambarkan SNHL.
2) Audiometri tutur
Audiometri tutur adalah system uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang
telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikaliberasi, untuk mrngukur
beberapa aspek kemampuan pendengaran. Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan
audiometri nada murni, hanya disni sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata
terpuilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh
pemeriksa melalui mikropon yang dihubungkan dengan audiometri tutur, kemudian
disalurkan melalui telepon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya, atau kata-kata
rekam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali
dan disalurkan melalui audiometer tutur. Penderita diminta untuk menirukan dengan jelas
setip kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena
intensitasnya makin dilemahkan, pendengar diminta untuk mnebaknya. Pemeriksa mencatata
presentase kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil
ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang absisnya adalah intensitas suara kata-kata
yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yanag diturunkan dengan
benar. Dari audiogram tutur dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a. Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan
pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut persepsi tutur atau NPT,
dan dinyatakan dengan satuan de-sibel (dB).
b. Kemamuan maksimal perndengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem)
dalam kata-kata yang dituturkan yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT.
Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal kata-kata yang ditirukan dengan
benar, sedangkan intensitas suara barapa saja. Dengan demikian, berbeda dengan audiometri
nada murni pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat
nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh diatasnya.

Audiometri tutur pada prinsipnya pasien disuruh mendengar kata-kata yang jelas artinya pada
intensitas mana mulai terjadi gangguan sampai 50% tidak dapat menirukan kata-kata dengan
tepat.
Kriteria orang tuli :
 ü Ringan masih bisa mendengar pada intensitas 20-40 dB
 ü Sedang masih bisa mendengar pada intensitas 40-60 dB
 ü Berat sudah tidak dapat mendengar pada intensitas 60-80 dB
 ü Berat sekali tidak dapat mendengar pada intensitas >80 dB
Pada dasarnya tuli mengakibatkan gangguan komunikasi, apabila seseorang masih memiliki
sisa pendengaran diharapkan dengan bantuan alat bantu dengar (ABD/hearing AID) suara
yang ada diamplifikasi, dikeraskan oleh ABD sehingga bisa terdengar. Prinsipnya semua tes
pendengaran agar akurat hasilnya, tetap harus pada ruang kedap suara minimal sunyi. Karena
kita memberikan tes paa frekuensi tertetu dengan intensitas lemah, kalau ada gangguan suara
pasti akan mengganggu penilaian. Pada audiometri tutur, memng kata-kata tertentu dengan
vocal dan konsonan tertentu yang dipaparkan kependrita. Intensitas pad pemerriksaan
audiomatri bisa dimulai dari 20 dB bila tidak mendengar 40 dB dan seterusnya, bila
mendengar intensitas bisa diturunkan 0 dB, berarti pendengaran baik.

16
Tes sebelum dilakukan audiometri tentu saja perlu pemeriksaan telinga : apakah ada cairan
dalam telinga, apakah ada kotoran telinga (serumen), apakah ada lubang gendang telinga,
untuk menentukan penyabab kurang pendengaran.

VI. Tes Otoskopia


Tujuan:
Memeriksa Meatus Akustikus Externus dan Membran Timpani dengan meneranginya
memakai cahaya lampu.

3.8 Tatalaksana

 Stadium oklusi: bertujuan untuk membuka kembali tuba eustachius. Diberikan obat
tetes hidung berupa HCL efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik (anak <12 tahun) atau
HCL efedrin 1% dalam larutan fisiologik (>12 tahun atau dewasa). Selain itu sumber
infesi harus diobati. Antibiotik diberikan apabila penyebab penyakit adalah kuman,
bukan oleh virus ataupun alergi.
 Stadium presupurasi: antibiotik, obat tetes hidung, analgetika. Antibiotik yang
dianjurkan adalah golongan penisilin atau ampisilin yang diberikan selama 7 hari.
Bila pasien alergi penisilin maka diberikan eritromisin
 Stadium supurasi: antibiotik + miringotomi bila membran timpaninya masih utuh
 Stadium perforasi: obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari serta antibiotik yang
adekuat.
 Stadium resolusi: membran timpani berangsur normal, sekret tidak ada lagi dan
perforasi menutup.
Bila tidak terjadi resolusi biasanya sekret mengalir di liang telinga luar maka
antibiotik dapat dilanjutkan sampai 3 minggu. Bila 3 minggu setelah pengobatan
sekret masih tetap banyak kemungkinan terjadi mastoiditis. Bila OMA berlanjut
dengan keliarnya sekret dari telinga tengah lebih dari 3 mingg disebut otitis media
supuratif subakut dan bila sekret tetap kelar lebih dari satu setengah bulan atau dua
bulan maka disebut otitis media supuratif kronis (OMSK)

3.9 Komplikasi
Sebelum ada antibiotik: abses sub-periosteal, meningitis, abses otak
Setelah pemberian antibiotik: biasanya komplikasi didapatkan dari OMSK

3.10 Pencegahan
- Resiko terjadinya perforasi pada membran timpani dapat dicegah dengan menghindari
terjadinya infeksi pada telinga tengah. Pada anak – anak dapat diberikan imunisasi
terhadap2 bakteri yang sering menimbulkan infeksi pada telinga tengah (Haemophilus
influenzae and Streptococcus pneumoniae).
- Jangan mengorek – orek liang telinga terlalu kasar karena dapat merobek membran timpani.
- Jika ada benda asing yang masuk ke telinga anda, datanglah ke dokter untuk meminimalisasi
kerusakan telinga yang dapat terjadi.
- Jauhkan telinga dari bunyi yang sangat keras.
- Lindungi telinga dari kerusakan yang tidak diinginkan dengan memakai pelindung telinga
jika terdapat suara yang amat keras.
- Menonton televisi dan mendengarkan musik dengan volume yang normal.
- Lindungi telinga anda selama penerbangan.

17
- Mengunyah permen ketika pesawat berangkat dan mendarat dapat mencegah terjadinya
perforasi membran timpani selama penerbangan.

3.11 Prognosis
Dengan pengobatan yang adekuat, prognosis OMA adalah baik untuk pendengaran dan
kesembuhan, khususnya bila dilakukan paasentesis sebelum terjadi perforasi spontan
membran timpani

4. Memahami dan Menjelaskan Merawat Telinga menurut Islam


Menjaga telinga tentunya dari suara-suara buruk dan omong kosong.Orang yg mendengar
pembicaraan adalah sekutu orang yg berbicara.Mendengarkan pembicaraan jelek dan omong
kosong itu bisa menggerakkan hati dan gangguan yg bermacam-macam di dalam hati, yg
kemudian menimbulkan kesibukan pada badan sehingga tidak ada waktu untuk beribadah.
Pembicaraan yg masuk ke dalam hati , sama dengan makanan yg masuk ke dalam perut. Jadi,
sebagian ada yg membahayakan dan sebagian ada yg bermanfaat.Ada yg menjadi penguat dan
ada yg bagaikan racun.
Tetapnya omongan dalam hati itu lebih kuat ketimbang makanan.Makanan bisa hilang
disebabkan sesuatu.Namun omongan, kalau jelek tetap membekas di hati sehingga bisa
memayahkan orangnya.
Dari Nafi’ maula Ibnu Umar radliyallahu’anhuma: “Bahwasanya Ibnu Umar
radliyallahu’anhuma pernah mendengar suara seruling seorang penggembala. Maka beliau
(Ibnu Umar) meletakkan kedua jarinya di telinganya lalu mencari jalan lain. Ibnu Umar
berkata: ‘Wahai Nafi’ !Apakah kamu mendengarkan suara ini?’ Maka aku menjawab: ‘Ya!’
Dan beliau selalu mengatakan demikian, sampai aku mengatakan: ‘Saya tidak mendengar lagi!’
Lalu Ibnu Umar: ‘Saya pernah melihat Rasululloh shallallahu’alaihi wa sallam mendengar
seruling penggembala lalu beliau melakukan seperti ini’” (Atsar Shohih, Dikeluarkan Imam
Ahmad 4535-4965, dan lain-lain dishohihkan Syaikh Ahmad Syakir dan Syaikh Al-Albani
dalam Tahrimu Alatu Thorbi hlm. 116)
Atsar ini menunjukkan betapa besarnya semangat para sahabat radliyallahu’anhum dalam
menjaga pendengaran, diantaranya tidak mendengarkan alunan musik, serta selalu beruswah
kepada Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.
Anehnya atsar ini kadang malah dijadikan dalil tentang bolehnya mendengarkan nyanyian.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata dalam Majmu’ Fatawa 30/212:
Hadits tersebut -jika memang shohih- maka tidak bisa dijadikan dalil dibolehkannya
mendengarkan nyanyian musik, bahkan larangan tersebut lebih utama dikarenakan beberapa
segi:
1. Yang diharamkan adalah “mendengarkan” bukan hanya “sekedar mendengar”.
Seseorang jika mendengar kekufuran, ucapan dusta, ghibah (gunjingan), celaan, serta
musik dan nyanyian tanpa adanya niat/maksud untuk mendengarkan -seperti seseorang
yang hanya sekedar lewat jalan tersebut lalu mendengar suara nyanyian- maka orang
tersebut tidaklah mendapatkan dosa dengan kesepakatan kaum muslimin. Dan kalau
seandainya ada seseorang yang berjalan lalu mendengar bacaan al-Qur’an tanpa
mendengarkannya terhadap bacaan tersebut maka dia tidak mendapatkan pahala. Dan
dia akan mendapatkan pahala jika dia mendengarkan dan memperhatikan bacaan
tersebut yang ia maksudkan. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam dan Ibnu Umar itu
keduanya hanya sekedar melewati jalan tersebut tanpa ada niatan mendengarkan
nyanyian, begitu juga apa yang dilakukan oleh Ibnu Umar dan Nafi’.

18
2. Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyumbat kedua telinga karena beliau sangat
menjaga pendengarannya supaya tidak mendengar suara nyanyian sama sekali. Kalau
seandainya suara tersebut boleh didengarkan maka Nabi shallallahu’alaihi wa sallam
tidak menyumbat telinga. Hal ini menunjukkan bahwa mendengarkan serta
menikmatinya itu lebih terlarang.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Jakarta : Media Asculapius
Cody, D dan Thane. R. 1993. Penyakit telinga, hidung dan tenggorokan. Jakarta : EGC

FKUI. 2000. Penatalaksanaan penyakit dan kelainan hidung, telinga dan tenggorikan edisi
2.Jakarta : EGC

Sherwood,Lauralee.2012.Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem.Jakarta : EGC

Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC

Leeson, C. Riland. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta : EGC

FK UI,2012. Buku Ajar Kesehatan Telinga hidung tenggorok kepala & leher ,edisi 6.Jakarta :
FK UI

Hartanto, Widya W., Thaufiq S. Boesoirie, dan Ratna A. S. Poerwana. 2013. Tingkat Ketepatan
Audiometer Skrining Medan Bebas untuk Mendeteksi Gangguan Dengar Anak pada MKB Vol.
45 No.1, tahun 2013

20

Anda mungkin juga menyukai