Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

 Latar Belakang

Manusia merupakan makhluk yang berpikir, merasa, mengindera: dan totalitas


pengetahuannya berasal dari ketiga sumber tersebut, disamping wahyu yang
merupakan komunikasai Sang Pencipta dengan makhluknya. Manusia memiliki
sifat yang berbeda dengan makhluk lain, yaitu sifat ingin tahu yang tinggi
sehingga rasa ingin tahu ini semakin hari semakin bertambah. Oleh sebab itu
manusia dikatakan sebagai makhluk yang mengembangkan pengetahuannya
secara sungguh-sungguh. Binatang juga memiliki pengetahuan, namun
pengetahuannya hanya terbatas untuk kelangsungan hidupnya. Sedangkan
manusia mengembangkan pengetahuannya untuk mengatasi kebutuhan hidupnya
dan mengembangkan hal-hal baru. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dalam
hidupnya tidak sekedar mengatasi kebutuhan hidupnya namun memiliki tujuan
tertentu yang lebih tinggi dari pada itu.

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diperoleh manusia melalui sebuah


pengamatan. Saat seseorang mengamati suatu hal dan dia memperoleh sesuatu
dari pengamatannya, maka bisa disebut orang tersebut memperoleh sebuah
pengetahuan.

1
 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dikemukakan dalam


makalah ini adalah:

1. Jelaskan apa yang dimaksud penalaran?

2. Jelaskan apa yang dimaksud logika?

3. Jelaskan apa yang dimaksud sumber pengetahuan?

4. Jelaskan apa yang dimaksud kriteria kebenaran?

 Tujuan Penulisan

Tujuan penyusunan makalah yang bertema tentang Dasar-Dasar Pengetahuan ini


adalah:

1. Mengetahui apa yang dimaksud Penalaran.

2. Mengetahui apa yang dimaksud Logika.

3. Mengetahui apa yang dimaksud Sumber Pengetahuan.

4. Mengetahui apa yang dimaksud Kriteria kebenaran.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Ilmu dan Filsafat

Ilmu merupakan pengetahuan yang digumuli sejak di bangku sekolah sampai pada
pendidikan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu berarti kita berterus terang kepada diri
kita sendiri; Apakah sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?, Bagaimana saya
ketahui bahwa ilmu merupakan pengetahuan yang benar?
Karakteristik berpikir filsafat yang pertama adalah sifat menyeluruh. Seorang
ilmuan tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi sudut pandang ilmu itu
sendiri. Dia ingin melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang
lainnya, misalnya Dia ingin tahu kaitan ilmu dengan moral. Selain itu
membongkar tempat berpijak secara fundamental, inilah karakteristik yang keua
dari berpikir filsafat yaitu mendasar.

Apakah yang sebenarnya ditelaah filsafat?


Selaras dengan dasarnya yang spekulatif, maka dia menelaah segala masalah yang
mungkin dapat dipikirkan oleh manusia, mempersoalkan hal-hal yang pokok;
terjawab masalah yang satu, diapun mulai merambah pertanyaan lainnya. Pokok
permasalahan yang dikaji filsafat mencakup tiga segi yakni apa yang disebut
benar dan apa yang disebut dengan salah (logika), mana yang dianggap baik dan
mana yang dianggap buruk (etika) dan apa yang termasuk indah dan apa yang
termasuk jelek (estetika). Ketiga cabang ini kemudian berkembang luas hingga
saat ini yang melahirkan berbagai cabang kajian filsafat yang kita jumpai seperti
filsafat politik, pendidikan dan agama.
Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang
secara spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Filsafat ilmu adalah
bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu.
Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang
termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu

3
sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi. Filsafat ilmu berusaha
untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan bagaimana suatu
konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana konsep tersebut
dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta
memanfaatkan alam melalui teknologi; cara menentukan validitas dari sebuah
informasi; formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran
yang dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan
model ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu
sendiri.Filsafat ilmu merupakan telaahan secara filsafat yang ingin menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti; Objek apa yang ditelaah
ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki dari objek tersebut? Bagaimana hubungan
antara objek tadi denga daya tangkap indera manusia yang membuahkan
pengetahuan?.
Untuk membedakan janis pengetahuan yang satu dari pengetahuan yang lain,
maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah: Apa yang dikaji oleh pengetahuan
itu (ontologi)? Bagaimana caranya mendapatkan pengetahuan tersebut
(epistemologi)? Serta untuk apa pengetahuan termaksud dipergunakan
(aksiologi)? Dengan mengetahui ketiga pertanyaan itu maka dengan mudah kita
dapat membedakan berbagai jenis pengetahuan yang terdapat dalam khasanah
kehidupan manusia.

4
2.2 Pengertian Pengetahuan Dan Dasar-Dasar Penetahuan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, pengetahuan berarti


segala sesuatu yg diketahui; kepandaian: atau segala sesuatu yg diketahui
berkenaan dengan hal (mata pelajaran). Adapun pengetahuan menurut beberapa
ahli adalah:

Menurut Pudjawidjana (1983), pengetahuan adalah reaksi dari manusia atas


rangsangannya oleh alam sekitar melalui persentuhan melalui objek dengan indera
dan pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah orang melakukan
penginderaan sebuah objek tertentu.

Menurut Ngatimin (1990), pengetahuan adalah sebagai ingatan atas bahan-bahan


yang telah dipelajari dan mungkin ini menyangkut tentang mengikat kembali
sekumpulan bahan yang luas dari hal-hal yang terperinci oleh teori, tetapi apa
yang diberikan menggunakan ingatan akan keterangan yang sesuai.

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan
ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,
penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh
melalui mata dan telingan.

Dari beberapa pengertian pengetahuan di atas dapat disimpulkan bahwa


pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui yang diperoleh dari
persentuhan panca indera terhadap objek tertentu. Pengetahuan pada dasarnya
merupakan hasil dari proses melihat, mendengar, merasakan, dan berfikir yang
menjadi dasar manusia dan bersikap dan bertindak. Partanto Pius dalam kamus
bahasa indonesia (2001) pengetahuan dikaitkan dengan segala sesuatu yang
diketahui berkaitan dengan proses belajar.

Mendefinisikan pengetahuan merupakan kajian panjang sehingga terjadi


pergulatan sejarah pemikiran filsafati dalam menemukan pengertian pengetahuan.

5
Hal ini wajar karena “keistimewaan” filsafat adalah perselisihan, pergumulan
pemikirannya itu berlangsung terus selamanya. Suatu produk pemikiran filsafat
selalu ada yang menguatkan, mengkritik, melemahkan bahkan akan ada yang
merobohkan pemikiran itu. Kelakpun akan dijumpai yang satu menegaskan
sedang yang lain mengingkari. Begitulah seterusnya akan selalu berada dalam
bingkai dialektika.

Sedangkan Ilmu merupakan pengetahuan yang terorganisasi dan diperoleh melalui


proses keilmuan. Sedangkan proses keilmuan adalah cara memperoleh
pengetahuan secara sistematsi tentang suatu sistem. Perolehan sistematis ini
biasanya atau pada umunya berupa metode ilmiyah. Dari proses metode ilmiah itu
melahirkan “science”. Science atau tepatnya Ilmu pengetahuan memilki arti
spesifik bila digandengkan dengan ilmu pengetahuan yaitu sebagai kajian
keilmuan yang tersistematis sehingga menjadi teori ilmiah-obyektif ( dapat
dibuktikan secara empiris ) dan prediktif ( menduga hasil empiris yang bisa
diperiksa sehingga bisa jadi hasilnya bersesuaian atau bertentangan dengan realita
empiris).

Pengetahuan dalam pandangan Rasionalis bersumber dari “Idea”. Tokoh awalnya


adalah Plato (427-347). Menurutnya alam idea itu kekal, tidak berubah-ubah.
Manusia semenjak lahir sudah membawa idea bawaan sehingga tinggal
mengingatnya kembali untuk menganalisa sesuatu itu.

Istilah yang digunakan Rene Descartes (1596-1650) sebagai tokoh rasionalis


dengan nama “innete idea”. Penganut rasionalis tidak percaya dengan inderawi
karena inderawi memiliki keterbatasan dan dapat berubah-ubah. Sesuatu yang
tidak mengalami perubahan itulah yang dapat dijadikan pedoman sebagai sumber
ilmu pengetahuan. Aristatoles dan para penganut Empirisme-Realisme
menyangggah yang disampaikan oleh kaum Rasionalis. Mereka berdalih bahwa
ide-ide bawaan itu tidak ada. Hukum-hukum dan pemahaman yang universal
bukan hasil bawaan tetapi diperoleh melalui proses panjang pengamatan empiric

6
manusia. Aristatoles berkesimpulan bahwa ide-ide dan hukum yang universal itu
muncul dirumuskan akal melalui proses pengamatan dan pengalaman inderawi.

Pengetahuan yang tidak bisa diukur dan dibuktikan dengan empiric-realitas-


material merupakan pengetahuan yang hayali, tahayul dan bohong (mitos). Aliran
empirisme menyatakan bahwa pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman-
pengalaman yang konkrit. Sedangkan aliran rasionalis berpendapat bahwa
pengetahuan manusia didapatkan melalui penalaran rasional. Kedua pendekatan
ini merupakan cikal bakal lahirnya positivisme modern dalam kajian keilmuan.

7
2.3 Penalaran

Kemampuan menalar menyebabkan manusia mampu mengembangkan


pengetahuan yang merupakan rahasia kekuasaan-kekuasaan – Nya. Secara
simbolik manusia memakan buah pengetahuan lewat Adam dan Hawa, dan
setelah itu manusia harus hidup berbekal pengetahuannya itu. Dia mengetahui
apa yang benar dan apa yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, serta
mana yang indah dan mana yang jelek. Secara terus menerus dia selalu hidup
dalam pilihan.
Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan ini
sungguh-sungguh. Binatang juga mempunyai pengetahuan, namun pengetahuan
ini terbatas hanya untuk kelangsungan hidupnya. Manusia mengembangkan
pengetahuannya mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dan
memikirkan hal-hal

baru, menjelajah ufuk baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan
hidupnya, namun lebih dari pada itu. Manusia mengembangkan kebudayaan;
memberi makna bagi kehidupan; manusia memanusiakan” diri dalam dalam
hidupnya. Intinya adalah manusia di dalam hidupnya mempunyai tujuan tertentu
yang lebih tinggi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang membuat
manusia mengembangkan pengetahuannya dan pengetahuan ini mendorong
manusia menjadi makhluk yang bersifat khas.
Penalaran adalah kemampuan manusia untuk melihat dan memberikan
tanggapan tentang apa yang dia lihat. Karena manusia adalah makhluk yang
mengembangkan pengetahuan dengan cara bersungguh-sungguh, dengan
pengetahuan ini dia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Penalaran juga merupakan kemampuan berfikir cepat, tepat dan mantap. Selain itu
penalaran merupakan proses berfikir dan menarik kesimpulan berupa
pengetahuan.

Manusia adalah satu-satunya makhluk yang mengembangkan pengetahuan


secara bersungguh-sungguh. Namun bukan hanya manusia yang mempunyai

8
pengetahuan binatang juga mempunyai pengetahuan. Perbedaan pengetahuan
manusia dan hewan adalah hewan hanya diajarkan hal-hal yang menyangkut
kelangsungan hidupnya (survival) contohnya apabila ada bencana mereka akan
cepat bersembunyi atau mencari tempat yang aman sedangkan manusia dengan
cara mengembangkan pengetahuannya dia akan berusaha menghindari dan
mencari penyebab terjadinya bencana sampai bagaimana mengatasinya.Manusia
dalam kehidupannya dia akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan kelangsungan
hidupnya, contohnya manusia akan selalu memikirkan hal yang baru,
mengembangkan budaya dan memberikan makna dalam kehidupan.

1. Contoh Penalaran

Penalaran dalam contoh yang nyata dapat kita temukan pada perbedaan Contoh
lainnya yang membedakan manusia dengan hewan adalah yaitu apabila terjadi
kabut burung akan terbang untuk mengindari polusi udara yang memungkinkan
dia tidak bisa bertahan hidup. Sedangkan manusia akan mencari tau mengapa
sampai terjadinya kabut? Bagaimana cara menghindari kabut? Apa saja
komponen-komponen yang terkadung di dalam kabut? Apa saja penyakit yang
diakibatkan oleh kabut?

Penalaran manusia bisa terjadi karena dua hal yaitu manusia mempunyai bahasa
dan manusia mampu mengembangkan pengetahuan. Dua hal inilah yang
membedakan manusia dengan hewan dan di harapkan manusia mampu
memposisikan dirinya di tempat yang benar. Penalaran biasanya di awali dengan
berfikir kerena berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan
yang benar. Apa yang disebut benar bagi tiap orang adalah tidak sama maka oleh
sebab itu kegiatan proses berfikir untuk mengasilkan pengetahuan yang benar itu
pun juga berbeda-beda. Dapat dikatakan bahwa tiap jalan pikiran mempunyai apa
yang disebut sebagai kriteria kebenaran, dan kriteria kebenaran ini merupakan
landasan bagi proses penemuan kebenaran tersebut. penalaran merupakan suatu
proses penemuan kebenaran di mana tiap-tiap jenis penalaran mempunyai
kriterianya masing-masing.

1. Ciri-ciri Penalaran

Sebagai suatu kegiatan berfikir maka penalaran mempunyai ciri-ciri:

1. Adanya suatu pola pikir yang secara luas dapat disebut logika. Dalam hal
ini maka dapat dikatakan bahwa tiap bentuk penalaran mempunyai
logikanya sendiri. Atau dapat juga disimpulkan bahwa kegiatan penalaran
merupakan suatu proses berfikir logis, di mana berfikir logis disini harus
diartikan sebagai kegiatan berfikir menurut suatu pola tertentu.

9
2. Bersifat analitik dari proses berfikirnya. Penalaran merupakan suatu
kegiatan berfikir yang menyandarkan diri kepada suatu analisis dan
kerangka berpikir yang dipergunakan untuk analisis tersebut adalah logika
penalaran yang bersangkutan. Artinya penalaran ilmiah merupakan suatu
kegiatan analisis yang mempergunakan logika ilmiah, dan demikian juga
penalaran lainnya yang mempergunakan logikanya tersendiri pula. Sifat
analitik ini merupakan konsekuensi dari adanya suatu pola berpikir
tertentu. Tanpa adanya pola berpikir tersebut maka tidak akan ada kegiatan
analisis.

Berdasarkan kriteria penalaran dikatakan bahwa tidak semua kegiatan berfikir


bersifat logis dan analitis. Jadi cara berpikir yang tidak termasuk ke dalam
penalaran bersifat tidak logis dan analitik. Dengan demikian maka dapat
dibedakan secara garis besar ciri-ciri berpikir menurut penalaran dan berpikir
yang bukan berdasarkan penalaran.

Perasaan merupakan penarikan kesimpulan yang tidak berdasarkan penalaran.


Kegiatan berpikir juga ada yang tidak berdasarkan penalaran umpamanya adalah
intuisi. Berpikir intuisi memegang peranan yang penting dalam masyarakat yang
berpikir nonanalitik, yang kemudian sering bergalau dengan perasaan. Jadi secara
luas dapat dikatakan bahwa cara berpikir masyarakat dapat dikategorikan kepada
cara berpikir analitik yang berupa panalaran dan cara berpikir yang nonanalitik
yang berupa intuisi dan perasaan.

 Prinsip-prinsip penalaran adalah:

Prinsip dasar pernyataan hanya ada tiga prinsip, yang mengemukakan pertama
kali adalah Aristoteles, yaitu sebagai berikut:

 Prinsip identitas

Prinsip ini dalam istilah latin ialah principium indentitas. prinsip identitas
berbunyi: ’’sesuatu hal adalah sama dengan halnya sendiri’’. Dengan kata lain,
“sesuatu yang disebut p maka sama dengan p yang dinyatakan itu sendiri bukan
yang lain”.

 Prinsip kontradiksi (principium contradictionis)

Prinsip kontradiksi berbunyi: “sesuatu tidak dapat sekaligus merupakan hal itu
dan bukan hal hal itu pada waktu yang bersamaan”, atau “sesuatu pernyataan tidak
mungkin mempunyai nilai benar dan tidak benar pada saat yang sama”. Dengan
kata lain, “sesuatu tidaklah mungkin secara bersamaan merupakan p dan non p”.

 Prinsip eksklusi (principium exclusi tertii)

10
Prinsip eksklusi tertii, yakni prinsip penyisihan jalan tengah atau prinsip tidak
adanya kemungkinan ketiga.

Prinsip ekslusi tertii berbunyi “sesuatu jika dinyatakan sebagai hal tertentu atau
bukan hal tertentu maka tidak ada kemungkinan ketiga yang merupakan jalan
tengah. Dengan kata lain, “sesuatu x mestilah p atau non p tidak ada kemungkinan
ketiga”. Arti dari prinsip ini ialah bahwa dua sifat yang berlawanan penuh (secara
mutlak) tidak mungkin kedua-duanya dimiliki oleh suatu benda, mestilah hanya
salah satu yang dapat dimilikinya.

Disamping ketiga prinsip yang dikemukakan Aristoteles diatas, seorang filusuf


Jerman Leibniz menambah satu prinsip yang merupakan pelengkap atau tambahan
bagi prinsip identitas, yaitu prinsip cukup alasan (principium rationis sufficientis),
yang berbunyi. “suatu perubahan yang terjadi pada sesuatu hal tertentu haruslah
berdasarkan alasan yang cukup, tidak mungkin tiba-tiba berubah tanpa sebab-
sebab yang mencukupi”. Dengan kata lain, “adanya sesuatu itu mestilah
mempunyai alasan yang cukup, demikian pula jika ada perubahan pada keadaan
sesuatu”.

Penalaran merupakan cara berpikir tertentu oleh karena itu untuk melakukan
kegiatan analisis maka kegiatan penalaran tersebut harus diisi dengan materi
pengetahuan yang berasal dari suatu sumber kebenaran. Pengetahuan yang
dipergunakan dalam penalaran pada dasarnya bersumber pada rasio atau fakta.
Mereka yang berpendapat bahwa rasio adalah sumber kebenaran mengembangkan
paham yang kemudian disebut sebagai rasionalisme. Sedangkan mereka yang
menyatakan bahwa fakta yang tertangkap lewat pengalaman manusia merupakan
sumber kebenaran mengembangkan paham empirism.

2.4 Logika
Nama logika untuk pertama kali muncul pada filusuf Cicero (abad ke -1 sebelum
Masehi), tetapi dalam arti ‘seni berdebat’. Alexander Aphrodisias (sekitar
permulaan abad ke-3 sesudah Masehi) adalah orang pertama yang
mempergunakan kata ‘logika’ dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus tidaknya
pemikiran kita.

Selain itu kata logika diturunkan dari kata “logike” (bahasa yunani), yang
berhubungan dengan kata benda logos, suatu yang menunjukkan kepada kita
adanya hubungan yang erat dengan pikiran dan kata yang merupakan pernyataan
dalam bahasa. Jadi, secara etimologi, logika adalah ilmu yang mempelajari

11
pikiran melalui bahasa. Logika juga bisa dikatakan penarikan kesimpulan dari
apa yang dianggap benar dari suatu proses penalaran.

logika adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat.
Agar dapat berpikir lurus, tepat, dan teratur, logika menyelidiki, merumuskan
serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati. Logika itu adalah cara
berpikir manusia yang disusun berdasarkan pola tertentu. Berpikir adalah objek
material logika. Berpikir disini adalah kegiatan pikiran, akal budi manusia.
Dengan berpikir, manusia ‘mengolah’, ‘mengerjakan’ pengetahuan yang telah
diperolehnya. Dengan ‘mengolah’ dan ‘mengerjakannya’ ini terjadi dengan
mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan, serta menghubungkan
pengertian yang satu dengan penegertian yang lainnya.

Dalam logika berfikir dipandang dari sudut kelurusan dan ketepatannya. Karena
berfikir lurus dan tepat, merupakan objek formal logika. Di samping dua filusuf di
atas (Cicero dan Alexander Aphrodisias) Aristoteles pun telah berjasa besar
dalam menemukan logika. Namun, Aristoteles belum memakai nama logika.
Aristoteles memakai istilah ‘analika’ dan ‘dialektika’. Analika untuk penyelidikan
mengenai argumentasi yang bertitik tolak dari putusan-putusan yang benar
sedangkan dialektika untuk penyelidikan mengenai argumentasi yang bertitik
tolak hipotsesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya.

Aristoteles membagi ilmu pengetahuan atas tiga golongan, yaitu ilmu


pengetahuan praktis, produktif, dan teoritis. Ilmu pengetahuan produktif
menyangkut pengtahuan yang sanggup menghasilkan suatu karya (teknik dan
kesenian). Ilmu pengetahuan praktis meliputi etika dan politika. Akhirnya ilmu
pengetahuan teoritis mencakup tiga bidang yaitu fisika, matematika, dan ‘filsafat
pertama’. Logika tidak termasuk ilmu pengetahuan sendiri, tetapi mendahului
ilmu pengetahuan sebagai persiapan untuk berfikir dengan cara ilmiah.Setelah
Aristoteles meninggal, naskah-naskah ajarannya mengenai penalasaran, olah para
pengikutnya telah dihimpun menjadi satu. Himpunan tersebut mengenai ajaran

12
Aristoteles mengenai penalaran termuat dalam eman naskah, yaitu sebagai
berikut:

1. Ini membahas mengenai cara menguraikan sesuatu objek dalam jenis


pengertian umum.
2. On Interpretation (tentang penafsiran). Membahas mengenai komposisi
dan hubungan dari keterangan sebagai satuan pikiran. Dalam hal ini
Aristoteles membahas suatu yang dikenal sebagai penyimpulan langsung
dan bujur sangkar pertentangan.
3. Prior Analyties (analika yang lebih dahulu). Memuat mengenai teori
silogisme dalam ragam dan pola-polanya.
4. Posterior Analyties (analika yang lebih dahulu). Membicarakan tentang
pelaksanaan dan penerapan, penalaran silogistik dalam pembuktian
ilmiah sebagai materi dari silogisme.
5. Topics (mengupas dialektika). Dibahas mengenai persoalan tentang
perbincangan berdasarkan permis-permis yang boleh jadi benar
6. Sohistical Refutations (cara perbincangan kaum sofis). Membahas
mengenai sifat dasar dan penggolongan sesat piker

Terdapat bermacam-macam cara penarikan kesimpulan namun untuk sesuai dengan


tujuan studi yang memusatkan diri kepada penalaran ilmiah, maka dilakukan
penelaahan yang seksama hanya terhadap dua jenis penarikan kesimpulan yakni logika
induktif dan logika deduktif.

13
LOGIKA INDUKTIF

Logika induktif ini sendiri dapat di definisikan sebagai penarikan kesimpulan dari
kasus-kasus individual yang benar adanya dengan sifat yang khusus dan telah di
akui bahwa valid secara ilmiah yang akan menjadi sebuah kesimpulan yang
bersifat umum. Sudah dijelaskan di atas bahwa logika induktif akan menghasilkan
simpula yang umum dari pernyataan yang khusus, jadi pada pemaparan logika
induktif di bedakan dari beberapa bentuk penalaran, diantaranya adalah:
a. Generalisasi:
Generalisasi merupakan proses penalaran yang berdasarkan beberapa pernyataan
yang mempunyai sifat tertentu untuk menghasilkan simpulan yang bersifat umum
atau luas.
Contoh Generalisasi adalah:
-Mobil membutukan bahan bakar untuk bergerak.
-Kapal membutuhkan bahan bakar untuk berlayar.
-Pesawat membutuhkan bahan bakar untuk terbang.
-Jadi, semua transportasi membutuhkan bahan bakar agar bisa bergerak.

b. Analogi:
Analogi adalah cara penalaran dengan membandingkan dua hal atau lebih yang
mempunyai sifat yang sama.
Contoh analogi adalah:
-Ani adalah mahasiswa prodi telekomunikasi Polines.
-Ani dapat lulus dengan nilai baik.
-Budi adalah mahasiswa prodi telemunikasi Polines.
-Maka, Budi dapat lulus dengan nilai baik.

c. Hubungan Kausal:
Hubungan kausal merupakan jenis logika induktif yang penalaranya diperoleh
dari gejala-gejala yang saling berhubungan.
Contoh hubungan kausal adalah:

14
-Ban bocor ini membuat mobil tidak bisa digunakan
-Terlambat kuliah membuat aku tidak boleh mengikuti ujian minggu depan.

LOGIKA DEDUKTIF

Logika deduktif ini sendiri merupakan penarikan kesimpulan yang di peroleh dari
kasus-kasus yang sudah umum untuk menjadi sebuah kesimpulan yang ruang
lingkupnya bersifat khusus atau individu. Jika penalaran deduktif adalah suatu
proses berfikir yang pernyataan bersifat umum ditarik menjadi suatu rangkaian
kesimpulan yang bersifat khusus dan valid. penarikan kesimpulan secara deduktif
ini biasanya menggunakan pola pikir silogisme, silogisme ini disususn dari dua
buah atau lebih pernyataan dan menjadi sebuah suatu kesimpulan. Pernyataan
yang mendasari silogisme ini disebut dengan permis, permis tersebut di bedakan
menjadi dua yaitu permis mayor dan permis minor. Sedangkan untuk
mendapatkan suatu kesimpulan penalaran deduktif merupakan pengetahuan yang
didapat dari penalaran itu didapat dari kedua permis tersebut. Namun, penarikan
kesimpulan itu didapatkan secara langsung dan tidak langsung, jika penarikan
langsung ditarik dari satu permis dan penarikan tidak langsung ditarik dari dua
permis.

Contoh logika deduktif adalah:

-Semua mahasiswa Prodi Telekomunikasi Polines perlu nilai untuk lulus

-Ani adalah mahasiswa Prodi Telekomunikasi Polines

-Jadi, Ani perlu nilai untuk lulus dari Prodi Telekomunikasi Polines.

15
2.5 Sumber Pengetahuan
Pengetahuan merupakan kegiatan akal yang mengolah hasil tangkapan yang tidak
jelas yang timbul dari indera kita, ingatan atau angan-angan kita. Ada beberapa
sumber untuk mendapatkan pengetahuan, antara lain:

1.Akal atau rasio

Aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal atau ide disebut
rasionalisme. Kaum rasionalis mempergunakan metode deduktif dalam menyusun
pengetahuannya. Kaum rasionalis yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di
dalam ide dan hanya dapat diperoleh dengan akal budi saja. Jadi ide kaum rasionalis
bersifat apriori dan pengalaman didapatkan dari penalaran rasional. Masalah yang
timbul dari berpikir seperti ini adalah mengenai kriteria untuk mengetahui kebenaran
dari suatu ide yang menurut seseorang jelas dan dapat dipercaya. Hal ini terjadi
karena premis-premis yang hanya bersumber pada penalaran rasional dan tidak
memperdulikan pengalaman.

2.Pengalaman

Aliran pemikiran yang menekankan pengalaman sebagai sumber pengetahuan


disebut empirisme. Kaum empiris berpendapat bahwa pengetahuan manusia itu
bukan didapat dari penalaran rasional yang abstrak namun lewat pengalaman yang
konkret. Masalah utama yang timbul dalam penyusunan pengetahuan secara empiris
adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan itu cenderung untuk menjadi suatu
kumpulan fakta-fakta. Kumpulan mengenai fakta atau kaitannya antara berbagai
fakta, belum menjamin terwujudnya suatu sistem pengetahuan yang sistematis.
Pengalaman dalam empirisme yang dimaksud ialah pengalaman inderawi.
Pengetahuan inderawi ini bersifat parsial karena indera yang satu berbeda dengan
indera yang lainnya. Jadi pengetahuan inderawi berdasar pada perbedaan indera dan
terbatas pada sensibilitas indera tertentu.

3. Intuisi

16
Intuisi merupakan pengetahuan yang didapat tanpa melalui proses penalaran
tertentu. Intuisi besifat personal dan tidak dapat diramalkan. Pengetahuan intuitif
dapat dipergunakan sebagai hipotesis bagi analisis selanjutnya dalam menentukan
benar tidaknya pernyataan yang dikemukakan. Kegiatan intuitif dan analitik dapat
bekerjasama dalam menemukan suatu kebenaran.

4.Wahyu

Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia.


Pengetahuan ini disalurkan lewat nabi-nabi yang diutus-Nya sepanjang zaman.
Agama merupakan pengetahuan bukan saja mengenai kehidupan sekarang yang
terjangkau pengalaman, namun juga mencakup masalah-masalah yang bersifat
transedental seperti latar belakang penciptaan manusia dan hari kemudian di
akhirat nanti. Singkatnya, agama dimulai dari rasa percaya, dan lewat pengkajian
selanjutnya kepercayaan itu meningkat atau menurun. Sedangkan pengetahuan
muncul dari rasa tidak percaya, dan setelah melalui proses pengkajian ilmiah, bisa
diyakinkan atau tetap pada pendirian semula.

2.6 Kriteria Kebenaran

Kebenaran adalah keadaan yang cocok dengan keadaan yang sesungguhnya. Kata
“kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkrit maupun
abstrak. Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya adalah proposisi atau
makna yang dikandung dalam suatu pernyataan (statement) yang benar. Apabila
subjek menyatakan kebenaran artinya bahwa yang diuji itu pasti memiliki kualitas,
sifat atau karakteristik, hubungan dan nilai. Hal yang demikian itu karena
kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan dan nilai itu
sendiri.
Persesuaian antara pengetahuan dan obyeknya itulah yang disebut kebenaran.
Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek obyek yang diketahui. Jadi
pengetahuan benar adalah pengetahuan obyektif.

17
Kebenaran adalah suatu sifat dari kepercayaan, dan diturunkan dari kalimat yang
menyatakan kepercayaan tersebut. Artinya kebenaran merupakan suatu hubungan
tertentu antara satu kepercayaan dengan suatu fakta atau lebih dari luar
kepercayaan. Bila hubungan ini tidak ada, maka kepercayaan itu adalah salah.
Dengan demikian kepercayaan tetap benar jika fakta yang merupakan pertaliannya
dengan dunia luar atau merupakan tanda kejadiannya dan jika tidak ada fakta
seperti itu maka hal itu tetap salah.

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai
yang menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat
kemanusiaan (human dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.

A. Pengertian Kebenaran dan Tingkatannya

Berdasarkan scope potensi subjek, maka susunan tingkatan kebenaran itu menjadi:

1. Tingkatan kebenaran indera adalah tingakatan yang paling sederhanan dan


pertama yang dialami manusia

2. Tingkatan ilmiah, pengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping


melalui indara, diolah pula dengan rasio

3. Tingkat filosofis,rasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah


kebenaran itu semakin tinggi nilainya

4. Tingkatan religius, kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang


Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman
dan kepercayaan

Manusia selalu mencari kebenaran, jika manusia mengerti dan memahami


kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk melaksankan kebenaran itu.
Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenran, tanpa
melaksankan konflik kebenaran, manusia akan mengalami pertentangan batin,
konflik spilogis. Karena di dalam kehidupan manusia sesuatu yang dilakukan

18
harus diiringi akan kebenaran dalam jalan hidup yang dijalaninya dan manusia
juga tidak akan bosan untuk mencari kenyataan dalam hidupnya yang dimana
selalu ditunjukkan oleh kebanaran.

Untuk menentukan sebuah pernyataan dapat dikatakan benar, ada beberapa teori yang
mengungkapkan kriteria kebenaran, yaitu teori koherensi atau konsistensi, teori
korespondensi, dan teori pragmatis.

Teori-Teori Kebenaran Menurut Filsafat

1. Teori Corespondence menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan


benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud
suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh
pernyataan atau pendapat tersebut.

2. Teori Consistency Teori ini merupakan suatu usah apengujian (test) atas arti
kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika kesan-
kesanyang berturut-turut dari satu penyelidik bersifat konsisten dengan
hasil test eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan
tempat yang lain.

3. Teori Pragmatisme Paragmatisme menguji kebenaran dalam praktek yang


dikenal apra pendidik sebagai metode project atau medoe problem olving
dai dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka
berguna mampu memecahkan problem yang ada. Artinya sesuatu itu
benar, jika mengmbalikan pribadi manusia di dalamkeseimbangan dalam
keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme
ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk ini
manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan-tuntutan
lingkungan.

4. Kebenaran Religius Kebenaran tak cukup hanya diukur dnenga rasion dan
kemauan individu. Kebenaran bersifat objective, universal,berlaku bagi

19
seluruh umat manusia, karena kebenaran ini secara antalogis dan oxiologis
bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

Tidak semua manusia mempunyai persyaratan yang sama terhadap apa yang
dianggapnya benar. Berdasarkan teori koherensi, suatu pernyataan dianggap benar
bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang dianggap benar. Misalnya bila kita menganggap bahwa “semua
manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyaatan yang benar, maka pernyataan
bahwa “si Polan seorang manusia dan si Polan pasti akan mati” adalah benar pula,
sebab pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
Dengan kata lain, penalaran koherensi bersifat logika deduktif.

Paham lain adalah kebenaran yang berdasarkan teori korespondensi, dimana


eksponen utamanya adalah Bertrand Russell (1872-1970). Bagi penganut teori
korespondensi maka suatu pernyataan adalah benar jika materi pengetahuan yang
dikandung pernyataan itu

berkorespondensi (berhubungan) dengan obyek yang dituju oleh pernyataan


tersebut. Maksudnya jika seseorang mengatakan bahwa “Ibu Kot Republik
Indonesia adalah Jakarta” maka pernyatan itu adalah benar sebab penyataan itu
berhubungan dengan obyek yang bersifat faktual yakni Jakart yng memang
menjadi Ibu Kota Republik Indonesia. Sekiranya orang lain menyatakan bahwa
“Ibu Republik Kota Republik Indonesia adalah Bandung” maka pernyataan itu
adalah tidak benar sebab tidak terdapat obyek yang dengan pernyataan tersebut.
Dalam hal ini maka secara faktual “Ibu Kota Republik Indonesia adalah bukan
Bandung melainkan Jakarta”.

Kedua teori kebenaran ini yakni teori koherensi dan teori korespondensi kedua-
duanya dipergunakan dalam cara berpikir ilmiah. Penalaran teoretis yang
berdasarkan logika dedukitif jelas mempergunakan teori koherensi ini. Sedangkan
yang bersifat pembuktian secara empiris dalam bentuk pengumpulan fakta-fakta

20
yang mendukung suatu pernyataan tertentu mempergunakan teori kebenaran yang
lain yang disebut teori kebenaran pragmatis.

Teori pragmatis dicetuskan oleh Charles S. Piere (1839-1914) dalam sebuah


makalah yang terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to Make Our Ideas
Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat yang
kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini sering
dikaitkan dengan filsafat Amerika.

Bagi seorang pragmatis maka kebenaran suatu pernyataan diukur dengan kriteria
apakah pernyataan tersebut bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Artinya
suatu pernyataan adalah benar, jika pernyataan atau konsekuensi dari pernyataan
itu mempunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Kaum pragmatis
berpaling kepada metode ilmiah sebagai metode untuk mencari pengetahuan
tentang alam ini yang dianggapnya fungsional dan berguna dalam menafsirkan
gejala-gejala alamiah. Demikian juga kaum pragmatis percaya kepada agama
sebab agama bersifat funsionil dalam memberikan pegangan moral dan percaya

kepada demokrasi sebab demokrasi bersifat fungsional dalam menemukan


konsesus masyarakat.Kriteria pragmatis ini juga dipergunakan oleh para ilmuwan
dalam menentukan kebenaran ilmiah dilihat dalam perspektif waktu. Secara
historis pernyataaan ilmiah yang sekarang dianggap benar suatu waktu mungkin
tidak lagi demikian. Dihadapkan pada masalah ini maka ilmuwan bersifat
pragmatis. Selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka
pernyataan itu dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat
demikian disebabkan oleh perkembangan ilmu itu sendiri yangmelahirkan
pernyataan baru, maka pernyataan itu ditinggalkan.

21
BAB III

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diperoleh manusia melalui sebuah


pengamatan. Saat seseorang mengamati suatu hal dan dia memperoleh sesuatu
dari pengamatannya, maka bisa disebut orang tersebut memperoleh sebuah
pengetahuan.

Berpikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang benar.


Apa yang disebut benar bagi setiap orang itu berbeda-beda sehingga kegiatan
proses berpikir untuk menghasilkan pengetahuan yang benar itu pun juga berbeda-
beda. Oleh sebab itu, cara berpikir mempunyai kriteria kebenaran yang digunakan
sebagai landasan untuk menemukan kebenaran.

22
Daftar isi

Diary dahlia,’Dasar-Dasar
Pengetahuan’’http://diarydahlia.blogspot.co.id/2011/09/dasar-dasar-pengetahuan-
filsafat-ilmu.html(diakses15 Semptember 2017 )

Catarts,’Ontologi(Hakekat Yang Di Kaji/ontologi Pengetahuan)’


https://catarts.wordpress.com/2012/03/25/dasar-dasar-pengetahuan-filsafat-ilmu-7/(di
akses 16 Semptember 2017)

lusiyustini.blogspot,’Semuanya Tentang
Filsafat’http://lusiyustini.blogspot.co.id/2016/12/dasar-dasar-pengetahuan-dalam-
filsafat.htm(di akses 16 Semptember 2017)

https://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ilmu

23

Anda mungkin juga menyukai