Anda di halaman 1dari 40

PBL SKENARIO 3

BERCAK MERAH DAN GATAL DI SELANGKANGAN

BLOK PANCA INDERA

OLEH

KELOMPOK B-02

Ketua : Razwa Maghvira (1102012232)

` Sekretaris : Tiara Windasari Agustin (1102011279)

Anggota : Topo Riansa (1102009285)

Mandasari Mansur (1102011153)

Mutiara Sandia Oktoviana (1102012186)

Nurul Hikmah (1102012207)

Rizki Fitrianto (1102012251)

Sera Fajarina Yoseva (1102012271)

Tamara Firdaus Anindhita (1102012292)

Vilona Afrita Zilmi (1102012302)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

2014-2015
SKENARIO 3

BERCAK MERAH DAN GATAL DI SELANGKANGAN

Seorang wanita berusia 28 tahun dating ke poliklinik dengan keluhan bercak merah dan gatal
terutama bila keringat di selangkangan sejak 1 minggu yang lalu. Keluhan disertai dengan
beruntus dan kulit yang menebal berwarna gelap. Kelainan ini hilang timbul selama 6 bulan,
hilang apabila diobati dan timbul saat menstruasi atau menggunakan celana berlapis. Riwayat
keputihan disangkal. Kelainan ini dirasakan setelah berat badan penderita bertambah.

Pada pemeriksaan generalis : dalam batas normal

Pada pemeriksaan dermatologis : Regioner, bilateral pada ke-2 sisi medial paha atas tampak lesi
multiple, berbatas tegas, bentuk beraturan, ukuran bervariasi dari diameter 0,03cm sampai 0,1cm,
kering, permukaan halus dengan efloresensiberupa plak eritem, sebagian likhenifikasi yang
hiperpigmentasi, pada bagian tengah tampak central healing dengan ditutupi skuama halus.

Setelah mendapatkan terapi, penderita diminta untuk control rutin dan menjaga serta memelihara
kesehatan kulit sesuai tuntunan ajaran Islam.

2
Step 1
KATA-KATA SULIT

1. Eflorensensi adalah kelainan kulit yang dapat dilihat dengan mata telanjang.
2. Likhenifikasi adalah daerah penebalan pada kulit yang terlihat seperti garis-garis.
3. Skuama adalah lapisan stratum korneum yang terlepas dari kulit.
4. Sentral healing adalah pada satu lesi di bagian tengah yang tampak bersih dari pada bagian
tepi yang tampak lebih eritema.
5. Eritema adalah kemerahan pada kulit yang dihasilkan oleh kongesti pemuluh kapiler.
6. Plak adalah peninggian diatas permukaan kulit yang berisi zat padat.
7. Hiperpigmentasi adalah penimbunan pigmen yang berlebihan yang mengakibatkan warna
kulit lebih gelap.

Step 2
PERTANYAAN

1. Mengapa keluhan gatal dan timbul bercak merah ditemukan pada saat pasien sedang
berkeringat?
2. Adakah hubungan antara pasien menstruasi, memakai celana berlapis dan peningkatan
berat badan dengan gejala yang dialami oleh pasien?
3. Mengapa kelainan ini terjadi bilateral?
4. Mengapa setelah diobati gejala dapat timbul kembali?
5. Apakah diagnosis pada pasien ini?
6. Apa penyebab utama terjadinya berutus, merah, gatal, kulit menebal dan warna kulit lebih
gelap pada pasien?
7. Tatalaksana apakah yang tepat untuk pasien?
8. Apa dari tujuan control rutin untuk kasus pasien?
9. Sebutkan apa yang dimaksud dengan menjaga kesehatan kulit sesuai dengan ajaran Islam?
10. Bagaimana proses terjadinya sentral healing?
11. Termasuk kedalam jenis klasifikasi dermatologis apakah kelainan kulit yang dialami oleh
pasien?
12. Bagaimana cara melalukan pemeriksaan untuk diagnosis kasus ini?

Step 3
3
JAWABAN

1. Pada saat manusia berkeringat, maka kulit akan meningkatkan tingkat kelembabannya.
Sehingga pada saat inilah jamur,bakteri atau jenis penyebab lainnya akan aktif tumbuh dan
jadilah manifestasi yang timbul berupa merah dan gatal.
2. Salah satu faktor lain yang dapat menyebabkan peningkatan kelebaban kulit yaitu
pemakaian celana terlalu ketat yang bias menjadi tempat aktif dari jamur dan penyebab
lainnya tumbuh. Menstruasi jika tidak sering di ganti dan kebersihan tidak dijaga maka
akan menjadi salah satu faktor risiko yang dapat menyebabkan pertumbuhan jamur, bakteri
dan penyebab lainnya.
3. Kelainan ini terjadi bilateral dilipatan paha dekat organ genital karena pada seseorang
dengan peningkatan berat badan paha kanan dan kiri ketika berjalan atau saat keadaan diam
akan bergesek atau bersentuhan satu sama lain yang mengakibatkan penularan dari satu
sisi ke sisi lainnya.
4. Setelah diobati biasanya dapat timbul kembali gejala akibat dari faktor risiko yang tidak
dihilangkan atau masih tidak mau menjaga kebersihan.
5. Diagnosis pada pasien adalah Dermatophitosis dengan jenis jamur atau dermatomikosis.
6. Berutus terjadi akibat dari jamur yang timbul nantinya akan mengeluarkan zat atau enzim
yang menyebabkan kemerahan dan gatal. Jika terlalu sering di garuk maka akan
mengaktifkan sel melanosit dan menyebabkan hiperpigmentasi pada kulit.
7. Penatalaksanaan dengan anti-jamur. Contohnya golongan mikonazole atau bifonazole.
8. Penyakit dermatophitosis ini adalah suatu penyakit yang tidak akan hilang jika faktor risiko
dan penyebab utamanya tidak dihilangkan. Oleh karena itu harus dilakukan control secara
rutin untuk evaluasi dan terapi lanjutan.
9. Islam mengajarkan cara untuk membersihkan tubuh setiap waktu dengan adanya wudhu
disetiap sebelum melaksanakan shalat. Islam juga memerintahkan agar umatnya senan
tiasa melaksanakan Istinjak pada waktunya. Dan islam juga menegaskan bagi umatnya
laki-laki atau pun perempuan untuk melindungi tubuhnya dengan cara menutup aurat
dengan semestinya agar terjaga dari segala sesuatu yang tidak diinginkan dan dijauhkan
dari penyakit.
10. Pada saat tubuh produksi keringat berlebih maka akan terjadi kelembaban pada kulit dan
akan meningkat lebih banyak pada pasien dengan peningkatan berat badan. Sehingga
akibat dari kelembaban kulit yang tidak terjaga dengan baik jamur atau mikroorganisme
akan banyak tumbuh di tempat-tempat yang lembab. Ketika jamur mulai memproduksi
dengan aktif makan jamur tersebut akan mengeluarkan zat-zatnya yang akan membentuk
suatu manifestasi kulit dan akhirnya membuat sentral healing atau suatu jaringan lesi yang
sudah dijelaskan pengertiannya di atas.
11. Termasuk kedalam jenis eritema, skuama, plak.
12. Pemeriksaan dengan eflorensensi, uji kelainan kulit, dan mengambil kerokan dari kulit atau
lesi untuk mengetahui penyebab dan diagnosis.

4
Step 4
HIPOTESIS
Perempuan yang sedang menstruasi akan terjadi perubahan hormonal yang dapat memperngaruhi
kulit, dan lebih mudah juga untuk berkeringat. Lebih mudah berkeringat juga dapat disebabkan
oleh orang gemuk atau pada yang mengalami peningkatan berat badan. Faktor pemakaian celana
berlapis juga memicu untuk berkeringat. Dari keringat yang berlebih tersebut akan membuat
lembap dan jamur akan mudah untuk berkembang biak, jamur tersebut pada kulit dapat
menyebabkan beruntus menimbulkan gatal, apabila digaruk akan timbul kemerahan. Apabila
kondisi ini berlangsung lama akan menyebabkan hiperpigmentasi, hiperpigmentasi sendiri juga
dapat disebabkan pada saat menstruasi yang dapat mengakibatkan perubahan hormonal. Tanda
tanda kelainan kulit seperti ini merupakan infeksi penyakit kulit karena jamur.

Manifestasi :
Kelembapan Meningkat
gatal, bercak merah , bruntus,
kulit menebal dan
hiperpigmentasi.

Faktor Predisposisi:

Diagnosis sementara:
1. Celana dalam berlapis
2. Siklus menstruasi Akibat Tinea Cruris
3. Kegemukan

Pencegahan:

1. Tidak memakai celana


berlapis
2. Menjaga kebersihaan
daerah kewanitaan
terutama saat
menstruasi
3. Menjaga kebersihan
kulit dengan mandi
Step 5
SASARAN BELAJAR

5
1. Mampu memahami dan menjelaskan Anatomi kulit
2. Mampu memahami dan menjelaskan Fisiologi kulit
3. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatomycosis
3.1. Definisi
3.2. Etiologi
3.3. Klasifikasi
4. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatofitosis
4.1. Definisi
4.2. Epidemiologi
4.3. Klasifikasi
4.4. Etiologi
4.5. Patofisiologi
4.6. Manifestasi klinis
4.7. Diagnosis dan diagnosis banding
4.8. Tata laksana
4.9. Prognosis
4.10. Komplikasi
4.11. Pencegahan
5. Mampu memahami dan menjelaskan menajaga kulit menurut pandangan Islam dan menutup
aurat

1. Mampu memahami dan menjelaskan Anatomi kulit


Adapun ciri-ciri kulit adalah:

6
 Pembungkus yang elastis yang melindungi kulit dari pengaruh lingkungan.

 Alat tubuh yang terberat : 15 % dari berat badan.

 Luas : 1,50 – 1,75 m.

 Tebal rata – rata : 1,22mm.

 Daerah yang paling tebal (66 mm), pada telapak tangan dan telapak kaki dan
paling tipis (0,5 mm) pada daerah penis.

Kulit terbagi menjadi 3 lapisan:

7
1) Epidermis
Terbagi atas 5 lapisan:

keterangan:
A = Melanocyt
B = Langerhans cell
C = Merkels cell
D = Nervända
1 = Stratum corneum
2 = Stratum granulosum
3 = Stratum spinosum
4 = Stratum basale
5 = Basal membran

a. Stratum korneum/Lapisan tanduk


 Terdiri dari beberapa lapis sel gepeng yang mati dan tidak berinti

8
 Protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk)

b. Stratum Lusidum
 Lapisan sel gepeng tanpa inti
 protoplasma berubah menjadi protein (eleidin)
 Biasanya terdapat pada kulit tebal telapak kaki dan telapak tangan
 Tidak tampak pada kulit tipis

c. Stratum granulosum / Lapisan Granular


 Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng
 Sitoplasma berbutir kasar yang terdiri atas keratohialin dan terdapat inti
diantaranya
 Mukosa tidak mempunyai lapisan ini

d. Stratum spinosum / lapisan Malphigi


 Lapisan epidermis yang paling tebal
 Terdiri dari sel polygonal, besarnya berbeda-beda karena ada proses mitosis
 Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan inti terletak
ditengah
 Terdapat jembatan antarsel (intecelluler bridges) yg tdd: protoplasma dan
tonofibril
 Perlekatan antar jembatan membentuk nodulus Bizzozero
 Terdapat juga sel langerhans yang berperan dalam respon – respon antigen
kutaneus. Seperti ditunjukan dibawah

e. Stratum basale
 Terdiri dari sel – sel kuboid yang tegak lurus terhadap dermis
 Tersusun sebagai tiang pagar atau palisade
 Lapisan terbawah dari epidermis
 Mengadakan mitosis dan berfungsi reproduktif
 Terdapat melanosit (clear cell) yaitu sel dendritik yang yang membentuk melanin
melindungi kulit dari sinar matahari. Dengan sitoplasma yang basofilik dan inti
gelap, mengandung butir pigmen (melanosomes)

9
Setiap kulit yang mati banyak mengandung keratin yaitu protein fibrous insoluble yang
membentuk barier terluar kulit yang berfungsi:
 Mengusir mikroorganisme patogen
 Mencegah kehilangan cairan yang berlebihan dari tubuh
 Unsur utam yang mengerskan rambut dan kuku.
Setiap kulit yang mati akan terganti tiap 3-4 minggu. Epidermis akan bertambah tebal jika
bagian tersebut sering digunakan. Persambungan antara epidermis dan dermis di sebut rete ridge
yang berfunfgsi sebagai tempat pertukaran nutrisi yang essensial. Dan terdapat kerutan yang
disebut fingers prints.

2) Dermis (korium)
Merupakan lapisan dibawah epidermis. Terdiri dari jaringan ikat yang terdiri dari 2 lapisan:
a. Pars papilare
o Bagian yang menonjol ke epidermis
o Berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah
b. Pars retikulare
o Bagian yang menonjol ke subkutan
o Terdiri atas: serabut-serabut penunjang (kolagen, elastin, retikulin), matiks
(cairan kental asam hialuronat dan kondroitin sulfat serta fibroblas)
o Terdiri dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang
terdapat banyak p. darah, limfe, akar rambut, kelenjar kerngat dan k.
sebaseus.

3) Jaringan Subkutan atau Hipodermis / Subcutis

10
Terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Pada lapisan ini terdapat
ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.
a. Sel lemak
o Sel lemak dipisahkan oleh trabekula yang fibrosa
o Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel liposit yang menghasilkan
banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang berfungsi sebagai
cadangan makanan
o Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit dan setruktur internal seperti otot
dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan kontur tubuh dan penyekatan
panas. Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat penumpukan energi
b. Vaskularisasi
Dikulit diatur oleh 2 pleksus:
o Pleksus superfisialis
o Pleksus profunda

Adneksa Kulit
1) Kelenjar-Kelenjar Pada Kulit
a. Kelenjar keringat (glandula sudorifera)
Terdapat di lapisan dermis. Diklasifikasikan menjadi 2 kategori:
- Kelenjar Ekrin terdapat disemua kulit

 Melepaskan keringat sebgai reaksi penngkatan suhu lingkungan dan suhu


tubuh.

 Kecepatan sekresi keringat dikendalkan oleh saraf simpatik. Pengeluaran


keringat pada tangan, kaki, aksila, dahi, sebagai reaksi tubuh terhadap
setress, nyeri dll
- Kelenjar Apokrin

 Terdapat di aksil, anus, skrotum, labia mayora, dan berm,uara pada folkel
rambut

 Kelenjar ininaktif pada masa pubertas,pada wanit a akan membesar dan


berkurang pada sklus haid

 Kelenjar Apokrin memproduksi keringat yang keruh seperti susu yang


diuraikan oleh bajkteri menghasilkan bau khas pada aksila

11
 Pada telinga bagian luar terdapat kelenjar apokrin khusus yang disebut K.
seruminosa yang menghasilkan serumen (wax)

2) Kelenjar Sebasea
Berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam ruang antara folikel rambut dan batang
rambut yang akan melumasi rambut sehingga menjadi halus lentur dan lunak.

Turunan Kulit
Rambut
Rambut merupakann bangunan berzat tanduk yang diproduksi oleh folikel rambut yang
merupakan pertumbuhan epitel permukaan kedalam lapisan dermis dibawahnya. Pertumbuhan
rambut berlangsung dalam bagian pangkal folikel yang menggelembung dan disebut bulbus pili,
yang terdiri atas sel-sel epitelial yang aktif membelah dan mengitari suatu papila jaringan ikat yang
banyak mengandung pembuluh darah, dan saraf yang penting bagi kelangsungan hidup folikel
rambut. Papila dermis dalam bulbus pili ini disebut papila pili. Batang rambut dibentuk oleh sel
folikel yang paling dalam yang membatasi papila yang disebut sel matriks. Sel-sel folikel rambut
merupakan lanjutan dari startum basal dan spinosum epidermis kulit. Pada permulaan
perkembangan semua sel pada folikel aktif bermitosis akan tetapi seltelah folikel terdiferensiassi
sempurna hanya tinggal sel-sel matriks yang aktif bermitosis dan menghasilkan berbagai bagian
rambut yaitu, medula, korteks, dan kutikula rambut. Pigmen melanin ditemukan terjepit diantara
dan di dalam sel tersebut sehingga mewarnai rambut. M. arector pili melekat ke sarung folikel dan
berinsersi di daerah papila dermis pada epidermis. Kontraksi ini menyebabkan rambut menegak
dan menarik ke dalam daerah tempat insersinya pada papila sehingga terjadi keadaan yang tampak
pada kulit yang merinding. Muskulus arektor pili dipersarafi oleh sistem saraf simpatis dan
penegakan rambut terjadi apabila kedinginan atau ketakutan.

Kuku
Kuku berasal dari sel yang sama pada epidermis, mempunyai matriks yang aktif bermitosis
menghasilkan dasar kuku, yang merupakan lanjutan stratum germinatif kulit. Bagian pangkal kuku
diliputi suatu lipatan kulit yang disebut eponikium atau kutikula. Lempeng kuku tumbuh dari dasar
kuku sebagai suatu lempeng zat tanduk.Dasar kuku merupakan lanjutan stratum germinatif, terdiri
atas sel-sel basal di atas membran basal dan dua atau tiga lapisan spinosum. Di bagian proksimal
kuku terdapat daerah putih yang berbentuk bulan , disebut lunula. Stratum korneum yang mengeras
di bawah ujung bebas kuku disebut hiponikium.Pertumbuhan kuku bersifat kontinu dan bisa
digunakan sebagai indikator kesehatan seseorang seperti, adanya lekukan dan kekeruhan sering
ditemukan pada infeksi kuku.Kuku yang tipis, mudah sobek, konkaf atau kuku sendok,
menandakan adanya penyakit seperti anemia kronik, sifilis dan demam rematik. Kuku yang kering
dan rapuh menunjukan defisiensi vitamin atau keadaan hipotiroid.

2. Mampu memahami dan menjelaskan Fisiologi kulit


Kulit berfungsi untuk :
1.Proteksi

12
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, gangguan
kimiawi, gangguan bersifat panas, serta gangguan infeksi luar terutama kuman/bakteri maupun
jamur.
Gangguan fisik dan mekanik ditanggulangi dengan adanya bantalan lemak subkutis,
tebalnya lapisan kilit, dan serabut penunjang yang berfungsi sebagai pelindung bagian luar tubuh.
Gangguan sinar UV diatasi oleh sel melanin yang menyerap sebagian sinar tersebut. Gangguan
kimiawi ditanggulangi dengan adanya lemak permukaan kulit yang berasal dari kelenjar palit kulit
yang mempunyai pH 5,0 – 6,5. Lemak permukaan kulit juga berperan dalam mengatasi banyak
mikroba yang ingin masuk ke dalam kulit.

2.Absorpsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan, maupun benda padat. tetapi cairan
yang mudah menguap lebih mungkin diserap kulit, begitu pula zat yang larut dalam minyak.
Permeabilitas kulit terhadap gas CO2 atau O2 mengungkapkan kemungkinan kulit mempunyai
peran dalam fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi tersebut dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit,
hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum.

3.Eksresi
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat sisa metabolisme berupa NaCl. Urea, asam
urat, dan ammonia. Sebum yang dihasilkan berfungsi untuk melindungi kulit karena selain
meminyaki kulit juga menahan evaporasi air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.

4.Persepsi
Rangsang panas : badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis.
Rangsang dingin : badan-badan Krause yang terletak di dermis.
Rangsang rabaan : badan taktil Meissner di papilla dermis dan badan Merkel Ranvier di epidermis.
Rangsang tekan : badan Paccini di epidermis.
5.Pengaturan suhu tubuh
Termoregulasi kulit dilakukan dengan mengeluarkan keringat dan mengerutkan pembuluh
darah kulit.

6.Pembentukan pigmen
Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10 : 1. Jumlah melanosit dan jumlah serta
besarnya butiran pigmen menentukan warna kulit ras maupun individu. Pajanan sinar matahari
mempengaruhi produksi melanosom. Pigmen disebar ke epidermis melalui tangan-tangan
dendrite, sedangkan pada dermis melalui sel melanofag. Warna kulit juga dipengaruhi oleh tebal
tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.

13
7.Keratinisasi
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan, sel basal yang lain akan
berpindah ke atas dan berubah bentuknya menjadi sel spinosum, makin ke atas makin gepeng dan
bergranula menjadi sel granulosum. Makin lama inti menghilangdan keratinosit ini menjadi sel
tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung normal selama kira-kira 14-21 hari dan member
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis fisiologik.

8.Pembentukan vitamin D
Dimungkinkan dengan mengubah 7 dihidroksi kolesterol dengan pertolongan sinar matahari.

9.Fungsi Ekspresi Emosi


Hasil gabungan fungsi yang telah disebut di atas menyebabkan kulit mampu berfungsi
sebagai alat untuk menentukan emosi yang terdapat dalam jiwa manusia. Kegembiraan dapat
dinyatakan oleh otot kulit muka yang relaksasi dan tersenyum, kesedihan diutarakan oleh kelenjar
air mata yang meneteskan air matanya, ketegangan dengan otot kulit dan kelenjar keringat,
ketakutan oleh kontraksi pembuluh darah kapiler kulit sehingga kulit menjadi pucat dan rasa erotik
oleh kelenjar minyak dan pembuluh darah kulit yang melebar sehingga kulit tampak semakin
merah, berminyak, dan menyebarkan bau khas.Semua fungsi kulit pada manusia berguna untuk
mempertahankan kehidupannya sama seperti organ tubuh lain.

3. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatomycosis


3.1 Definisi
Penyakit pada kulit yang disebabkan oleh jamur. Penyakit jamur atau mikosis dibagi
menjadi : mikosis profunda dan mikosis superfisialis.

3.2 Etiologi
Menurut Petrus 2005 & Utama 2004 faktor yang mempengaruhi adalah udara yang
lembab, lingkungan yang padat, sosial ekonomi yang rendah, adanya sumber penularan
disekitarnya, obesitas, penyakit sistemik, penggunaan obat antibiotik, steroid, sitostatika yang
tidak terkendali.

3.3 Klasifikas
A.Mikosis profunda
Mikosis profunda terdiri atas beberapa penyakit yang disebabkan jamur, dengan gejala
klinis tertetentu yang menyerang alat di bawah kulit, misalnya traktus intestinalis, traktus
respiratorius, traktus urogenitalis, susunan saraf sentral, otot, tulang, susunan kardiovaskular.

14
Kelainan kulit pada mikosis profunda dapat berupa afek primer, maupun akibat proses dari
jaringan di bawahnya (per kontinuitatum).
Dikenal beberapa penyakit jamur profunda yang klinis dan manifestasinya berbeda satu
dengan yang lain. CONANT dkk. (1977) misalnya mencantumkan dalam bukunya Manual of
Clinical Mycology berbagai penyakit, yaitu :
1. Aktinomikosis
2. Nokardiosis
3. Antinomikosis misetoma
4. Blastomikosis
5. Parakoksidiodomikosis
6. Lobomikosis
7. Koksidiodomikosis
8. Histoplasmosis
9. Histoplasmosis Afrika
10. Kriptokokosis
11. Kandidiosis
12. Geotrikosis
13. Aspergillosis
14. Fikomikosis
15. Sporotrikosis
16. Maduromikosis
17. Rinosporidiosis
18. Kromoblastomikosis
19. Infeksi yang disebabkan jamur Dematiceae ( berpigmen coklat)

Diantara 19 macam penyakit jamur profunda yang disebutkan di atsa aktinomikosis


menurut RIPPON (1974) sudah bukan penyakit jamur asli. Ia cenderung memasukkan
Actinomyces dan Nocardia atau bacteria-like fungi ini di dalam golongan bakteri, walaupun masih
mempunyai sifat – sifat jamur , yaitu branching di dalam jaringan, membentuk anyaman luas
benang jamur pada jaringan maupun pada media biakan, dan menyebabkan penyakit kronik.
Namun Actinomyces dan Nocardia mempunyai sifat khas bakteri , yaitu adanya asam muramik
15
pada dinding sel, tidak mempunyai inti sel yang karakteristik, tidak mempunyai mitokondria, besar
mikoorganisme khas untuk bakteri, dan dapat dihambat oleh obat – obatan anti bacterial.
Mikosis profunda biasanya dalam klinik sebagai penyakit kronik dan residif. Manifestasi
klinik morfologik dapat ebrupa tumor, infiltasi peradangan vegetatif, fistel, ulkus, atau sinus,
tersendiri maupun bersamaan. Mengingat banyaknya penyakit yang dapat memenuhi kedua syarat
tersebut, misalnya tuberculosis, lepra, sifilis, frambusia, keganasan, sarcoidosis, dan pioderma
kronik, maka pemeriksaan tambahan untuk verifikasi sangat diperlukan.
Pemeriksaan tersebut adalah sediaan langsung dengan KOH, biakan jamur, pemeriksaan
histopatologik dan pemeriksaan imunologik termasuk tes kulit, maupun serologic dan pemeriksaan
imunologik yang lain. Pemeriksaan tambahan ini diperlukan untuk memastikan atau
menyingkirkan mikosis profunda dan penyakit yang disebut sebagai diagnosis banding. Sebagai
contoh, pemeriksaan lapangan gelap, histopatologik, dan pemeriksaan tes serologic untuk sifilis
yang spesifik, maupun yang non spesifik. Demikian pula pemeriksaan pemeriksaan khusus untuk
penyakit tertentu.

MISETOMA
Definisi:
Misetoma adalah penyakit kronik, supuratif granulomatosa yang dapat disebabkan
Actinomyces, Nocardia , dan Eumycetes atau jamur berpigmen.
Etiologi :

 Actinomyces disebut Actinomycotic mycetoma

 Botryomycosis yang disebabkan oleh bakteri

 Madurromycosis yang disebabkan oleh jamur berfilamen


Gejala klinis :

 Pembengkakan

 Abses

 Sinus, didalamnya ditemukan butir-butir (granula) yang berpigmen kemudian dikeluarkan


melalui eksudat

 Fistel multiple
Gejala klinis biasanya merupakan lesi kulit yang sirkumskrip dengan pembengkakan
seperti tumor jinak dan ahrus disertai butir-butir. Inflamasi dapat menjalar dari permukaan sampai
ke bagian dalam dan dapat menyerang subkutis, fasia, otot dan tulang. Sering terbentuk fistel, yang
mengeluarkan eksudat. Butir – butir sering bersama – sama eksudat mengalir ke luar dari jaringan.
Diagnosis:

16
Diagnosis dibuat berdasarkan klinis morfologik sesuai dengan uraian diatas. Namun bila
disokong dengan gambaran histologic dan hasil biakan, diagnosis akan lebih mantap. Lagi pula
penentuan spesies penyebab sangat penting untuk terapi dan prognosis
Tatalaksana:
Pengobatan misetoma biasanya harus disertai radikal, bahkan amputasu kadang –kadang
perlu dipertimbangkan. Obat – obat , misalnya kombinasi kotrimoksazol dengan streptomisin
dapat bermanfaat , bila penyakit yang dihadapi adalah misetoma aktinomikotik, tetapi pengobatan
memerlukan waktu lama ( 9bulan-1tahun) dan bila kelainan belum meluas benar. Obat – obat baru
antifungal , misalnya itrakonazol dapat dipertimbangkan untuk misetoma maduromikotik.
Prognosis:
Quo ad vitam umumnya baik. Pada maduromikosis prognosis quo ad sanationam tidak
begitu baik bila dibandingkan dengan aktinomikosis/botriomikosis. Diseminasi limfogen atau
hematogen dengan lesi pada alat – alat dalam merupakan kecualian

SPOROTRIKOSIS
Infeksi koronis yang disebabkan Sporotrichium schenkii dan ditandai dengan pembesaran
kelenjar getah bening. Kulit dan jaringan subkutis di atas nodus sering melunak dan pecah
membentuk ulkus yang indolen. Penyakit jamur ini mempunyai insidens yang cukup tinggi pada
daerah tertentu, dan ditemukan pada pekerja hutan maupun petani (HUTAPEA,1978;SIREGAR
dan THAHA 1978)
Bila tidak terjadi diseminasi melalui saluran getah bening diagnosis agak sukar dibuat.
Selain gejala klinis, yang dapat menyokong diagnosis adalah pembiakan terutama pada mencit
atau tikus, dan pemeriksaan histopatologik. Pernah dilaporkan sekali-sekali selain bentuk kulit
yang khas, beberapa bentuk di paru dan alat dalam lain. Pada kasus-kasus ini rupanya terjadi
infeksi melalui inhalasi.
Pengobatan yang memuaskan biasanya dicapai dengan pemberian larutan kalium yodida
jenuh oral. Dalam hal yang rekalsitran pengobatan dengan amfoterisin B atau itrakonazol dapat
diberikan.

KROMOMIKOSIS
Kromomikosis atau kromoblastomikosis atau dermatitis verukosa adalah penyakit jamur
yang disebabkan bermacam-macam jamur berwarna (dematiaceous). Penyakit ini ditandai dengan
pembentukan nodus verukosa kutan yang perlahan-lahan, sehingga akhirnya membentuk vegetasi
papilomatosa yang besar. Pertumbahan ini dapat menjadi ulkus atau tidak, biasanya ada di kaki
dan tungkai, namun lokalisasi di tempat lain pernah ditemukan, misalnya pada tangan, muka,
telinga, leher, dada, dan bokong. Penyakit ini kadang-kadang dilihat di Indonesia. Sumber penyakit
biasanya dari alam dan terjadi infeksi melalui trauma.
Penyakit tidak ditularkan dari manusia ke manusia dan belum pernah dilaporkan terjadi
pada binatang. Diseminasi dapat terjadi melalui autoinokulasi, ada juga kemungkinan penyebaran
melalui darah dengan terserangnya susunan saraf sentral pernah dilaporkan. Walaupun penyakit

17
jamur ini biasanya terbatas pada kulit, bila lesinya luas dapat mengganggu kegiatan penderita
sehari-hari.
Pengobatannya sulit. Terapi sinar x pernah dilakukan dengan hasil yang berbeda-beda.
Kadang-kadang diperlukan amputasi. Pada kasus lain reseksi lesi mikotik disusul dengan skin graft
memberi hasil yang memuaskan. Obat-obatan biasanya memberikan hasil yang kurang
memuaskan dan harus diberikan dalam waktu yang lama.
Pada akhir-akhir ini hasil pengobatan yang memuaskan dicapai dengan kombinasi
amfoteresin B dan 5-fluorositosin. Demikian pula pengobatan dengan kantong-kantong panas di
JEpang. Prognosis, seperti diuraikan oada hasil terapi di atas. Itrakonazol pada akhir-akhir ini
memberikan harapan baru pada penyakit ini, terutama bila penyebabnya adalah Cladosporium
carrionii.

ZIGOMIKOSIS, FIKOMIKOSIS, MUKORMIKOSIS


Penyakit jamur ini terdiri atas pelbagai infeksi jamur dan disebabkan oleh bermcam-macam
jamur pula yang taksonomi dan peranannya masih didiskusikan, oleh karena itu di dalam buku-
buku baru diberikan nama umum, yaitu zigomikosis
Zygomycetes meliputi banyak genera, yaitu Mucor, Rhizopus, Absidia, Mortierella dan
Cunning-hamella. Penyakit yang disebabkan oleh golongan jamur ini dapat disebut sesuai dengan
lokalisasi atau alat dalam yang terserang. Contohnya rinozigomikosis, otozigomikosis,
zigomikosis subkutan, zigomikosis fasiale, atau zigomikosis generalisata. Golongan penyakit
jamur ini dapat dinamakan juga sesuai dengan jamur penyebabnya, misalnya mukomikosis dan
sebagainya.
Oleh karena penyakit ini disebabkan jamur yang pada dasarnya oportunistik, maka pada
orang sehat jarang ditemukan. Diabetes mellitus, misalnya merupakan factor predisposisi.
Demikian pula penyakit primer berat yang lain.
Fikomikosis subkutan adalah salah satu bentuk penyakit golongan ini yang kadang-kadang
dilihat di bagian kulit dan kelamin. Penyakit ini untuk pertama kali dilaporkan di Indonesia pada
tahun 1956. Setelah itu banyak kasus dilaporkan di Indonesia, Afrika, dan India. Kelainan timbul
di jaringan subkutan Antara lain di dada, perut, atau lengan atas sebagai nodus subkutan yang
perlahan-lahan membesar setelah sekian waktu. Nodus tersebut konsistensinya keras dan kadang-
kadang dapat terjadi infeksi sekunder. Penderita pada umumnya tidak demam dan tidak disertai
pembesaran kelenjar getah bening regional.
Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologik dan biakan. Jamur agak khas,
hifa lebar 6-50 miu, seperti pita, tidak bersepta dan coenocytic.
Sebagai terapu fikomikosis subkutan dapat diberikan larutan jernih kalium yodida. Mulai
dari 10-15 tetes 3 kali seharu dan perlahan-lahan dinaikan sampai terlihat gejala intoksikasi,
penderita mual dan muntah. Kemudian dosis diturunkan 1-2 tetes dan dipertahankan terus sampai
tumor menghilang. Itrakonazo; berhasil mengatasi fikomikosis subkutan dengan baik. Dosis yang
diberikan sebanyak 200mg sehari selama 2-3 bulan. Prognosis bentuk klinis ini umumnya baik
B.Mikosis superfisialis

18
Terbagi menjadi :
1. Dermatofitosis
2. Non-dermatofitosis, terdiri atas pelbagai penyakit:

- Pitriasis versikolor

- Piedra hitam

- Piedra putih

- Tinea nigra palmaris

- Otomikosis

- Keratomikosis

4. Mampu memahami dan menjelaskan Dermatofitosis


4.1. Definisi
Setiap infeksi fungal superfisial yang disebabkan oleh dermatofit dan mengenai stratum
korneum kulit, rambut dan kuku, termasuk onikomikosis dan berbagai macam bentuk tinea.
Disebut juga epidermomycosis dan epidermophytosis. 4
Jamur dermatofit dinamai sesuai dengan genusnya (mycrosporum, trichophyton, dan
epidermophyton) dan spesiesnya misalnya, microsporum canis, t. rubrum). Beberapanya hanya
menyerang manusia (antropofilik), dan yang lainya terutama menyerang hewan (zoofilik), walau
kadang bisa menyerang manusia. Apabila jamur hewan menimbulkan lesi dikulit pada manusia,
keberadaaan jamur tersebut sering menyebabkan suatu reaksi inflamasi yang hebat (misalnya,
cattle ringworm).

4.2. Epidemiologi
Indonesia termasuk wilayah yang baik untuk pertumbuhan jamur, sehingga dapat
ditemukan hampir di semua tempat. Menurut Adiguna MS, insidensi penyakit jamur yang terjadi
di berbagai rumah sakit pendidikan di Indonesia bervariasi antara 2,93%-27,6%. Meskipun angka
ini tidak menggambarkan populasi umum.
Dermatomikosis atau mikosis superfisialis cukup banyak diderita penduduk negara tropis.
Di Indonesia angka yang tepat, berapa sesungguhnya insiden dermatomikosis belum ada. Di
Denpasar, golongan penyakit ini menempati urutan kedua setelah dermatitis. Angka insiden
tersebut diperkirakan kurang lebih sama dengan di kota-kota besar Indonesia lainnya. Di daerah
pedalaman angka ini mungkin akan meningkat dengan variasi penyakit yang berbeda.
Sebuah penelitian retrospektif yang dilakukan pada penderita dermatomikosis yang
dirawat di IRNA Penyakit Kulit Dan Kelamin RSU Dr. Soetomo Surabaya dalam kurun waktu
antara 2 Januari 1998 sampai dengan 31 Desember 2002. Dari pengamatan selama 5 tahun
didapatkan 19 penderita dermatomikosis. Kasus terbanyak terjadi pada usia antara 15-24 tahun
(26,3%), penderita wanita hampir sebanding dengan laki-laki(10:9). Dermatomikosis terbanyak

19
ialah Tinea Kapitis, Aktinomisetoma, Tinea Kruris et Korporis, Kandidiasis Oral, dan Kandidiasis
Vulvovaginalis.
Jenis organisme penyebab dermatomikosis yang berhasil dibiakkan pada beberapa rumah
sakit tersebut yakni: T.rubrum, T.mentagrophytes, M.canis, M.gypseum, M.tonsurans,
E.floccosum, Candida albicans, C.parapsilosis, C.guilliermondii, Penicillium, dan Scopulariopsis.
Menurut Rippon tahun 1974 ada 37 spesies dermatofita yang menyebabkan penyakit di dunia.9
Di luar seperti India, berdasarkan penelitian di India yang mengambil sampel sebanyak
121 kasus (98 pria & 23 perempuan), dermatomikosis menempati urutan pertama untuk kasus
penyakit kulit, 103 kasus (70,5%), diikuti candidiasis 30 kasus (20,5%) dan pitiriasis versikolor.
Di Amerika endemik dermatomikosis di daerah Utara dan barat Venezuela, brasil, dan beberapa
kasus di laporkan di Columbia dan argentina. Di Eropa infeksi tinea adalah hal yang umum.
Perkiraan insidensi penyakit ini sekitar 10-20%. Di Eropa dermatomikosis merupakan penyakit
kulit yang menempati urutan kedua. Penyakit ini disebabkan oleh tinea pedis, tinea corporis, tinea
cruris, dan tinea rubrum. Tinea rubrum ditemukan pada 76,2% kasus dermatomikosis melalui
pemeriksaan sampel di Eropa.
Onset usia terjadi pada anak kecil yang baru belajar berjalan (toddlers) dan anak usia
sekolah. Paling sering menyerang anak berusia 6-10 tahun dan juga pada usia dewasa.9
Frekuensi infeksi pada spesies tertentu antara lain:
• Sekitar 58% dermatofita yang terisolasi adalah trichophyton rubrum
• 27% Trichophyton mentagrophytes
• 7% Trichophyton verrucosum
• 3% Trichophyton tonsurans
• Kecil dari 1 % yang terisolasi: Epidermophyton floccosum, Microsporum audouinii,
Microsporum canis, Microsporum equinum, Microsporum nanum, Microsporum versicolor,
Trichophyton equinum, Trichophyton kanei, Trichophyton raubitschekii, and Trichophyton
violaceum.

4.3. Klasifikasi
Klasifikasi yang paling sering dipakai oleh para spesialis kulit adalah berdasarkan lokasi:
a. Tinea kapitis, tinea pada kulit dan rambut kepala
b. Tinea barbe, dermatofitosis pada dagu dan jengggot.
c. Tinea kruris, dermatofita pada daerah genitokrural, sekitar anus, bokong, dan kadang-
kadang sampai perut bagian bawah.

20
d. Tinea pedis et manum, dermatofitosis pada kaki dan tangan.
e. Tinea unguium, tinea pada kuku kaki dan tangan.
f. Tinea facialis, tinea yang meliputi bagian wajah
g. Tinea korporis, dermatofitosis pada bagian lain yang tidak termasuk 5 bentuk tinea diatas.
Selain 6 bentuk tinea di atas masih dikenal istilah yang mempunyai arti khusus, yaitu:
1. Tinea imbrikata: dermatofitosis dengan susunan skuama yang kosentris dan disebabkan
oleh tricophyton concentricum.
2. Tinea favosa atau favus: dermatofitosis yang terutama disebabkan oleh tricophyton
schoenleini: secara klinis antara lain berbentuk skutula dan berbau seperti tikus (mousy
odor).
3. Tinea sirsinata, arkuata yang merupakan penamaan deskriptif dari morfologinya.
4. Tinea incognito: dermatofitosis dengan bentuk klinis tidak khas oleh karena telah diobati
dengan steroid topical kuat.

4.4. Etiologi
Berdasarkan sifat makro dan mikro, dermatofita dibagi menjadi: microsporum, tricopyton,
dan epidermophyton. Yang paling terbanyak ditemukan di Indonesia adalah T.rubrum. dermatofita
lain adalah: E.floccosum, T.mentagrophytes, M. canis, M. gypseum, T.cocentricum, T.schoeleini
dan T. tonsurans.

2.1 Microsporum
Kelompok dermatofita yang bersifat keratofilik, hidup pada tubuh manusia (antropofilik)
atau pada hewan (zoofilik). Merupakan bentuk aseksual dari jamur. Terdiri dari 17 spesies, dan
yang terbanyak adalah:

SPECIES CLASSIFICATION (NATURAL RESERVOIR)

Microsporum audouinii Anthropophilic

Microsporum canis Zoophilic (Cats and dogs)

Microsporum cooeki Geophilic (also isolated from furs of cats, dogs, and rodents)

21
Microsporum ferrugineum Anthropophilic

Microsporum gallinae Zoophilic (fowl)

Microsporum gypseum Geophilic (also isolated from fur of rodents)

Microsporum nanum Geophilic and zoophilic (swine)

Microsporum persicolor Zoophilic (vole and field mouse)

Tabel 2.1 Spesies Microsporum.


Koloni mikrosporum adalah glabrous, serbuk halus, seperti wool atau powder.
Pertumbuhan pada agar Sabouraud dextrose pada 25°C mungkin melambat atau sedikit cepat dan
diameter dari koloni bervariasi 1- 9 cm setelah 7 hari pengeraman. Warna dari koloni bervariasi
tergantung pada jenis itu. Mungkin saja putih seperti wol halus yang masih putih atau menguning
sampai cinamon.

2.2 Epidermophyton
Jenis Epidermophyton terdiri dari dua jenis; Epidermophyton floccosum dan
Epidermophyton stockdaleae. E. stockdaleae dikenal sebagai non-patogenik, sedangkan E.
floccosum satu-satunya jenis yang menyebabkan infeksi pada manusia. E. floccosum adalah satu
penyebab tersering dermatofitosis pada individu tidak sehat. Menginfeksi kulit (tinea corporis,
tinea cruris, tinea pedis) dan kuku (onychomycosis). Infeksi terbatas kepada lapisan korneum kulit
luar.koloni E. floccosum tumbuh cepat dan matur dalam 10 hari. Diikuti inkubasi pada suhu 25 °
C pada agar potato-dextrose, koloni kuning kecoklat-coklatan

2.3 Tricophyton
Trichophyton adalah suatu dermatofita yang hidup di tanah, binatang atau manusia.
Berdasarkan tempat tinggal terdiri atas anthropophilic, zoophilic, dan geophilic. Trichophyton
concentricum adalah endemic pulau Pacifik, Bagian tenggara Asia, dan Amerika Pusat.
Trichophyton adalah satu penyebab infeksi pada rambut, kulit, dan kuku pada manusia.

NATURAL HABITATS OF TRICHOPHYTON SPECIES

Species Natural Reservoir

Ajelloi Geophilic

Concentricum Anthropophilic

Equinum zoophilic (horse)

Erinacei zoophilic (hedgehog)

22
Flavescens geophilic (feathers)

Gloriae Geophilic

Interdigitale Anthropophilic

Megnini Anthropophilic

Mentagrophytes zoophilic (rodents, rabbit) /


anthropophilic

Phaseoliforme Geophilic

Rubrum Anthropophilic

Schoenleinii Anthropophilic

Simii zoophilic (monkey, fowl)

Soudanense Anthropophilic

Terrestre Geophilic

Tonsurans Anthropophilic

Vanbreuseghemii Geophilic

Verrucosum zoophilic (cattle, horse)

Violaceum Anthropophilic

Yaoundei anthropophilic

Tabel 2.2 Spesies Trichophyton.

4.5. Patofisiologi
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan langsung
dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari manusia, binatang, atau
tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu yang dihinggapi jamur, pakaian
debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui kontaminasi dengan pakaian, handuk atau
sprei penderita atau autoinokulasi dari tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum.
Jamur ini menghasilkan keratinase yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan
invasi ke stratum korneum. Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam

23
jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan
epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial di stratum
korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan meninggi (ringworm).
Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang menjadi suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur apakah jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.
Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam hal afinitas
terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya: Trichopyhton rubrum jarang
menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling sering menyerang liapt paha bagian
dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak pada lokalisasi atau
lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela jari paling sering terserang
penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat insiden penyakit
jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering ditemukan daripada
golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)

Infeksi dermatofita melibatkan tiga langkah utama: perlekatan ke keratinosit, penetrasi melalui
dan diantara sel, dan perkembangan respon host.
1. Perlekatan.
Jamur superfisial harus melewati berbagai rintangan untuk bisa melekat pada jaringan keratin
diantaranya sinar UV, suhu, kelembaban, kompetisi dengan flora normal dan sphingosin yang
diproduksi oleh keratinosit. Asam lemak yang diproduksi oleh glandula sebasea juga bersifat
fungistatik.
2. Penetrasi.

24
Setelah terjadi perlekatan, spora harus berkembang dan menembus stratum korneum pada
kecepatan yang lebih cepat daripada proses desquamasi. Penetrasi juga dibantu oleh sekresi
proteinase, lipase dan enzim mucinolitik, yang juga menyediakan nutrisi untuk jamur. Trauma
dan maserasi juga membantu penetrasi jamur kejaringan. Fungal mannan didalam dinding sel
dermatofita juga bisa menurunkan kecepatan proliferasi keratinosit. Pertahanan baru muncul
ketika begitu jamur mencapai lapisan terdalam dari epidermis.
3. Perkembangan respons host.
Derajat inflamasi dipengaruhi oleh status imun pasien dan organisme yang terlibat. Reaksi
hipersensitivitas tipe IV, atau Delayed Type Hipersensitivity (DHT) memainkan peran yang
sangat penting dalam melawan dermatofita. Pada pasien yang belum pernah terinfeksi
dermatofita sebelumnya, infeksi primer menyebabkan inflamasi minimal dan trichopitin tes
hasilnya negative.infeksi menghasilkan sedikit eritema dan skuama yang dihasilkan oleh
peningkatan pergantian keratinosit.
Dihipotesakan bahwa antigen dermatofita diproses oleh sel langerhans epidermis dan
dipresentasikan dalam limfosit T di nodus limfe. Limfosit T melakukan proliferasi dan
bermigrasi ketempat yang terinfeksi untuk menyerang jamur. Pada saat ini, lesi tiba-tiba
menjadi inflamasi, dan barier epidermal menjadi permeable terhadap transferin dan sel-sel
yang bermigrasi. Segera jamur hilang dan lesi secara spontan menjadi sembuh

4.6. Manifestasi klinis


Tinea Pedis
Infeksinya anthropophilic dermatophytes biasanya disebabkan oleh adanya elemen hifa
dari jamur yang mampu menginfeksi kulit. Skala desquamasi kulit bisa terinfeksi di lingkungan
selama berbulan-bulan atau tahun. Oleh karena itu transmisi bisa terjadi dengan kontak tidak
langsung lama setelah infeksi terjadi.Bahan seperti karpet yang kontak dengan kulit vektor
sempurna. Begitu, transmisi dermatophytes suka Trichophyton rubrum, T. interdigitale dan
Epidermophyton floccosum yang biasnya pada kaki. infeksi di sini sering kronis dan tidak
menimbulkan keluhan selama beberapa tahun dan hanya ketika menyebar kebagian lain, biasanya
di kulit.

Tinea unguium (dermatophytic onycomicosis, ringworm of the nail)


Trichophyton rubrum dan T. interdigitale adalah spesies yang sering menyebabkan tinea
unguium. Dermatofita jenis unguium digolongkan menjadi dua bagian utama: (1). Superficial
white-onycomycosis yang menempel atau membuat lubang pada permukaan kuku. (2). Invasif,
subungual dermatofita yang lateral dari proximal atau pun distal. Diikuti dengan menetapnya
infeksi pada dasar kuku. Onycomycosis subungual distal adalah bentuk umum dari onycomycosis
dermatofita. Jamur menyerang bagian distal bantalan jari yang menyebabkan hiperkeratosis dari
bantalan kuku dengan onycolisis dan menyebabkan penebalan lempeng kuku.

25
Seperti namanya onycomycosis subungual lateral dimulai dari bagian lateral kuku dan
sering menyebar melibatkan semua lempeng kuku. Pada onycomycosis subungual proximal jamur
menginvasi kebawah kutikula dan menginfeksi bagian proximal daripada bagian distal karena spot
yellow-white akan menyerang lunula terlebih dahulu kemudian meluas ke lempeng kuku.

Tinea kruris (eczema marginatum, dhobie itch, ringworm of the groin)


Tinea kruris adalah dermatofitosis pada lipat paha, daerah perineum, dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut ataupun menahun, bahkan dapat merupakan penyakit yang
berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat berbatas pada daerah genito-krural saja, atau meluas
ke daerah sekitar anus, daerah gluteus, dan perut bagian bawah, atau bagian tubuh yang lain.
Kelainan kulit yang tampak pada sela paha merupakan lesi berbatas tegas. Peradangan pada
tepi lebih nyata daripada daerah di tengahnya. Fluoresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk
yang primer dan sekunder (polimorfik). Bila menahun dapat disertai bercak hitam dan bersisik.
Erosi dan keluarnya cairan terjadi akibat garukan. Dan tinea kruris merupakan bentuk klinis
tersering di Indonesia.
Dermatofit T rubrum menjadi penyebab yang paling umum untuk tinea cruris. T rubrum
menjadi dermatofit yang lazim 90% dari kasus tinea cruris, diikuti T tonsurans ( 6%) dan T
mentagrophytes ( 4%). Organisme lain, termasuk E floccosum dan T verrucosum, menyebabkan
suatu kondisi klinis yang serupa. Infeksi T rubrum dan E floccosum lebih cenderung untuk menjadi
kronis dan non-inflamatori, sedangkan infeksi oleh T mentagrophytes sering dihubungkan dengan
suatu presentasi klinis merah, menyebabkan peradangan akut.
Agen yang pada umumnya menyebabkan tinea kruris antara lain: T. rubrum, T.
interdigitale dan E. floccosum.

Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan pada kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh spesies
dermatofita. Kelainan ini dapat ditandai dengan lesi bersisik, kemerahan, alopesia dan kadang-
kadang terjadi gambaran klinis yang lebih berat, yang disebut kerion. Ada tiga bentuk tinea kapitis:
1. Gray patch ring-worm, merupakan tinea kapitis yang biasanya disebabkan oleh genus
microsporum dan sering ditemukan pada anak-anak. Penyakit mulai dengan papul merah
yang kecil di sekitar rambut. Papul ini melebar dan membentuk bercak, yang menjadi pucat
dan bersisik. Keluhan penderita adalah rasa gatal. Warna rambut menjadi abu-abu dan tidak
berkilat lagi. Rambut mudah patah dan terlepas dari akarnya sehingga mudah dicabut
dengan pinset tanpa rasa nyeri. Semua rambut di daerah tersebut terserang oleh jamur dan
menyebabkan alopesia setempat. Tempat-tempat terlihat sebagai gray patch, yang pada
klinik tidak menunjukan batas daerah sakit dengan pasti. Pada pemeriksaan lampu wood
terlihat fluoresensi hijau kekuningan pada rambut yang sakit, melampaui batas dari gray
patch tersebut. Tinea kapitis disebabkan oleh microsporum audouini biasanya disertai
tanda peradangan, hanya sesekali berbentuk kerion.
2. Kerion, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh Microsporum canis
(Mulyono, 1986). Bentuk yang disertai dengan reaksi peradangan yang hebat. Lesi berupa

26
pembengkakan menyerupai sarang lebah, dengan sebukan radang di sekitarnya. Kelainan
ini menimbulkan jaringan parut yang menetap.
3. Black dot ring-worm, merupakan tinea kapitis yang terutama disebabkan oleh
Trichophyton tonsurans dan Trichophyton violaceum (Mulyono, 1986). Gambaran klinis
berupa terbentuknya titik-titik hitam pada kulit kepala akibat patahnya rambut yang
terinfeksi tepat di muara folikel. Ujung rambut yang patah dan penuh spora terlihat sebagai
titik hitam. Diagnosis banding pada tinea kapitis adalah alopesia areata, dermatitis seboroik
dan psoriasis (Siregar, 2005). 13

Tinea korporis (tinea sirsinata, tinea glabrosa, scherende flechte, kurap, herpes sircine
trichophytique)
Merupakan dermatofitosis pada kulit tubuh yang tidak berambut (glabrous skin).
1. Kelainan yang dilihat dalam klinik merupakan lesi bulat atu lonjong, berbatas tegas terdiri
dari eritema, squama, kadang-kadang dengan vesikel dan papul ditepi. Daerah tengah
biasanya tenang. Kadang terlihat erosi dan krusta akibat garukan. Lesi-lesi pada umumnya
merupakan bercak-bercak terpisah satu dengan yang lain. Dapat terlihat sebagai lesi
dengan tepi polisiklik, karena beberapa lesi kulit menjadi satu.
2. Tinea korporis yang menahun tanda radang yang mendadak biasanya tidak terlihat lagi.
Kelainan ini dapat terjadi pada tiap bagian tubuh dan bersama-sama dengan kelainan pada
sela paha. Dalalm hal ini disebut tinea korporis et kruris atau sebaliknya tinea kruris et
korporis. Bentuk menahun dari trichophyton rubrum biasanya dilihat bersama-sama
dengan tinea unguium.
3. Bentuk khas dari tinea korporis yang disebabkan oleh trichophyton concentricum disebut
tinea imbrikata. Tinea imbrikata dimulai dengan bentuk papul berwarna coklat, yang
perlahan menjadi besar. Stratum korneum bagian tengah ini terlepas dari dasarnya dan
melebar. Proses ini setelah beberapa waktu mulai lagi dari bagian tengah, sehingga
terbentuk lingkaran-lingkaran berskuama yang kosentris.
Bentuk tinea korporis yang disertai kelainan pada rambut adalah tinea favosa atau favus.
Penyakit ini biasanya dimulai dikepala sebagai titik kecil di bawah kulit yang berwarna merah
kuning dan berkembang menjadi krusta berbentuk cawan (skutula) dengan berbagai ukuran.
Krusta tersebut biasanya tembus oleh satu atau dua rambut dan bila krusta diangkat terlihat dasar
yang cekung merah dan membasah. Rambut tidak berkilat lagi dan terlepas. Bila tidak diobati,
penyakit ini meluas keseluruh kepala dan meninggalkan parut dan botak. Berlainan dengan tinea
korporis yang disebabkan oleh jamur lain, favus tidak menyembuh pada usia akil balik. Biasanya
tercium bau tikus (mousy odor) pada para penderita favus. Tiga spesies dermatofita yang
menyebabkan favus, yaitu trichophyton schoenleini, trichophyton violaceum, dan microsporum
gypseum. Berat ringan bentuk klinis yang tampak tidak bergantung pada spesies jamur penyebab,
akan tetapi lebih banyak dipengaruhi oleh tingkat kebersihan, umur, dan ketahanan penderita
penderita.

4.7. Diagnosis dan diagnosis banding


1. Pemeriksaan Lampu Wood

27
 Prinsip:
- Sinar Wood diarahkan ke lesi akan dipantulkan berdasarkan perbedaan
berat molekul metabolit organisme penyebab, sehingga menimbulkan
indeks bias berbeda, dan menghasilkan pendaran warna tertentu.
 Alat : Lampu Wood dan ruangan kedap cahaya
 Cara :
- Kulit dan rambut yang akan diperiksa harus dalam keadaan sealamiah
mungkin.
- Obat topikal, bahan kosmetik, lemak, eksudat harus dibersihkan terlebih
dahulu karena dapat memberikan hasil positif palsu.
- Pemeriksaan harus dilakukan di dalam ruangan kedap cahaya agar
perbedaan warna lebih kontras.
- Jarak lampu Wood dengan lesi yang akan diperiksa ± 10-15 cm
- Lampu Wood diarahkan ke bagian lesi dengan pendaran paling besar/jelas.
 Interpretasi

 Tinea kapitis (M canis, M. audouinii, M.rivalieri, M. distortum, M.


ferrugineum dan M. gypseum) : hijau terang.

 Pitiriasis versikolor : putih kekuningan, orange – tembaga, kuning


keemasan, atau putih kebiruan (metabolit koproporfirin).

 Tinea favosa (Trichophyton schoenleinii ) : biru suram / hijau suram (akibat


metabolit pteridin)

 Eritrasma (Corynebacterium minutissimum) : merah koral (metabolit


porfirin).

 Infeksi pseudomonas : hijau (metabolit pioverdin atau fluoresein).

 Hasil positif palsu :


- salep dan krim di kulit atau eksudat : biru - jingga
- tetrasiklin, asam salisilat dan petrolatum : kuning.

2. Pemeriksaan KOH
 Cara pengambilan spesimen :
a) Kulit tidak berambut :

28
 Dari bagian tepi kulit yang mengalami lesi dikerok ke bagian tengah
dengan pisau tumpul steril
 Menggunakan larutan KOH 10%
b) Kulit yang berambut :
 Rambut yang ada pada daerah lesi dicabut dengan pinset
 Kulit di daerah lesi dikerok untuk dikumpulkan sisik kulitnya
 Gunakan KOH 20% untuk rambut, KOH 10% untuk kulit.
c) Kuku
 Potongan bagian belakang kuku terinfeksi atau kerokan daerah
hiperkeratotik dan penebalan dasar kuku di bagian proksimal
kutikula atau lipatan kuku proksimal
 Gunakan larutan KOH 40%
 Teknik pemeriksaan preparat KOH :
- Teteskan setetes larutan KOH 10-30 % di atas kaca obyek bersih.
- Tambahkan sejumlah spesimen yang akan diperiksa.
- Tutup dengan kaca penutup.
- Panaskan hati-hati dengan melewatkan di atas api bunsen beberapa kali,
tetapi jangan sampai mendidih (biasanya 2-4 kali).
- Tekan kaca penutup perlahan-lahan agar sediaan yang sudah lisis menipis
dan rata.
- Periksa dibawah mikroskop cahaya menggunakan pembesaran 10 kali lalu
dikonfirmasi dengan pembesaran 40 kali.
- Jika diperlukan (preparat belum jernih), dapat dipanaskan kembali sehingga
visualisasi menjadi lebih baik

 Interpretasi
- Dermatofitosis : hifa panjang bersepta, bercabang-cabang dan artrospora
- Pada spesimen rambut terinfeksi dermatofita :
 Jamur di sekeliling batang rambut (ektotriks)
 Jamur di dalam batang rambut (endotriks)

29
- Pada pemeriksaan, elemen jamur tampak seperti garis dan memiliki indeks
bias berbeda dengan sekitarnya, pada jarak tertentu dipisahkan oleh sekat
dan dijumpai butir – butir bersambung seperti rantai (artrospora).
- Pitiriasis versikolor : spora bulat berdinding tebal, berkelompok dengan
miselium kasar dan terputus-putus/ pendek-pendek (sphaghetti and
meatballs)
- Kandidosis : tampak sel ragi berbentuk lonjong atau bulat, blastospora (sel
ragi bertunas) dan pseudohifa.

Tinea capitis
Ciri-ciri case:
 Botak/allopecia (rambut mudah patah)
 Rambut kusam, rapuh, tidak mengkilat
 Kulit bersisik abu-abu (gray patch type)
 Papul yang eritem
 Ada faktor resiko (kontak dengan teman, hewan, dll)

Diagnosis Banding

Gejala Tinea capitis Allopecia Trikotilomania Dermatitis


Areata Seboroik

Allopecia + + + +
(pd kepala) (Pd kepala, alis,
janggut)

Batas Tegas, Tegas, Tidak tegas Tegas, tidak


eromatous bulat/lonjong erimatous

Rambut Kusam, mudah patah putus tidak tepat Tidak patah


patah pd kulit kepala

Skuama + - - Berminyak dan


kekuningan

Nyeri -/+ - - -

Gatal + - - -

Papul eritem + - - eritema

30
1. Allopecia Areata kebotakan rambut yang penyebabnya belum diketahui. Dengan gejala
adanya bercak kerontokan/kebotakan rambut pada daerah kulit kepala, alis, janggut.
Batasnya tegas bulat/lonjong, tapi tidak ada sisik/skuama.
2. Trikotilomania  kelainan berupa keinginan atau kesenangan menarik rambut sendiri
sehingga terjadi kebotakan rambut. Hal ini diduga dipengaruhi oleh faktor psikis.
3. Dermatitis Seboroik  peradangan kulit pada daerah yang banyak terdapat kelenjar
sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema, skuama yang berminyak berwarna kekuningan,
dan batasnya tidak tegas.

Diagnosis Kerja
Tinea Capitis  kelainan pada kulit kepala dan rambut yang disebabkan oleh dermatofita.
 Etiologi  biasanya disebabkan oleh dermatofita jenis Microsporum dan Trichophyton
 Epidemiologi  paling sering terjadi pada anak-anak umur 3-14 tahun, dan perempuan
lebih banyak menderita penyakit ini.
 Faktor resiko:
- Kebersihan/higienis tubuh kurang
- Daerah padat penduduk
- Malnutrisi dan sistem imun menurun
- Penularan, melalui ; kontak langsung dengan penderita, dan kontak tak
langsung (melalui sisir, kursi bioskop, bantal).
Ada 3 bentuk Tinea Capitis berdasarkan manifestasi klinisnya, yaitu:
1. Bentuk Gray patch :
- inflamasi ringan /minimal
- kulit kepala bersisik, rambut mudah putus, warna rambut menjadi abu-abu,
mudah dicabut dari akarnya, kemudian terjadi alopesia.
- Kadang terdapat keluhan adanya papul merah dan gatal
- Biasa disebabkan oleh Microsporum audouinii dan Microsporum canis,
yang bersifat antropofilik ektotrik.
2. Bentuk Black Dot ringworm :
- tampak alopesia dengan titik-titik hitam di tengahnya, yang terdiri dari
batang rambut yang patah tepat pada permukaan kulit atau di bawah
permukaan kulit kepala.

31
- Biasa disebabkan oleh Trichophyton tonsurans dan Trychophyton violaceu,
bersifat antropofilik endotrik
3. Bentuk Kerion Selsi :
- Dimulai dengan ruam eritematosa, skuama, papul, disertai rambut yang
putus, dapat disertai peradangan akut berupa indurasi yang mengeluarkan
pus, keadaan ini disebut sebagai kerion selsi.
- Reaksi peradangan berat, dam pada penyembuhan akan menimbulkan
jaringan parut serta alopecia yang permanen.
- Biasa disebabkan oleh Microsporum canis dan Microsporum cani, bersifat
zoofili atau geofilik.

Tinea Kruris
Ciri-ciri kasus:
- Gatal, dan sensari terbakar pada daerah inguinal, lipatan paha, anus, bawah
perut.

Diagnosis Banding
1. Dermatitis Seboroik  peradangan kulit pada daerah yang banyak terdapat kelenjar
sebasea. Gejalanya dapat berupa eritema, skuama yang berminyak berwarna kekuningan,
dan batasnya tidak tegas.
2. Erythrasma  batas lesi tegas, jarang disertai infeksi, pada fluoresensi berwarna merah
bata yang khas dengan sinar Wood.
3. Candidiasis  lesi relativ lebih basah, berbatas jelas disertai lesi-lesi satelit
4. Psoriasis  skuama lebih tebal dan berlapis-lapis

Diagnosis Kerja
Tinea Cruris: inflamasi yang disebabkan jamur dermatofita pada superfisial terutama di daerah
inguinal, gluteal, dan suprapubik.
Etiologi  T. rubrum, T. mentagrophytes, E. floccosum

Epidemiologi:
- Pada 10-20% pasien dermatofita
- Laki:perempuan = 3:1
- Lebih sering pada dewasa dan pada daerah yang lembab

32
Faktor Resiko:
- Orang yang gemuk dan atlet yang banyak berkeringat
- Kontak langsung atau tak lanfsung melalui pakaian
- Orang-orang yang berpakaian ketat
- Riwayat DM atau HIV/AIDS

Manifestasi klinis
- Lesi pada genitokrural saja, atau meluas ke anus, gluteal, atau perut bagian
bawah
- Gatal dan rasa terbakar pada lesi
- Biasanya kulit berwarna lebih terang
- Lesi berbatas tegas dan inflamasi pada bagian tepi lebih nyata
- Jika lesi menahun, tampak bercak hitam disertai sisik
- Erosi dan cairan bisa keluar akibat garukan

Tinea Manum
Ciri-ciri case:
- Telapak tangan gatal
- Kulit telapak serta jari mengelupas dan ada lesi putih di sela-sela jari

Diagnosis Banding
1. Psoriasis :

 Bercak-bercak eritema berbatas tegas


 Skuama kasar berlapis-lapis
 Gatal
2. Keratoderma palmaris

 Pembentukan keratin yang berlebihan pada telapak tangan


3. Dermatitis

 Batasnya tidak tegas


 Bagian tepi tidak lebih aktif dari bagian tengah
 Adanya vesikel-vesikel steril pada jari-jari kaki dan tangan

33
Diagnosis Kerja
Tinea Manus
Merupakan dermatofitosis pada daerah palmar dan interdigital di tangan.

Etiologi
Penyebab tersering adalah Trichophyton rubrum, T. mentagrophytes, dan Epidermophyton
floccosum.

Epidemiologi:
o Merupakan dermatofitosis terbanyak di dunia
o Ditularkan melalui kontak langsung dengan orang atau hewan yang terinfeksi, dari tanah
atau melalui autoinokulasi.
o Hampir selalu bersamaan dengan tinea pedis/unguinum

Faktor resiko:
o Menderita dermatofitosis jenis lainnya seperti tinea pedis
o Higienitas kurang terjaga
o Sanitasi lingkungan yang buruk
o Imunitas yang menurun

Manifestasi Klinis
o Gatal (++)
o Telapak tangan yang hiperkeratotik kalau sudah kronik
o Kulit kering
o Skuama (+)
o Biasanya unilateral
o Inflamasi berupa vesikel atau bullae yang jarang ditemukan
o Bisa dikatakan tinea pedis yang bermanifestasi klinis di tangan

4.8. Tatalaksana
Pengobatan dermatofitosis sering tergantung pada klinis. Sebagai contoh lesi tunggal pada
kulit dapat diterapi secara adekuat dengan antijamur topikal. walaupun pengobatan topikal pada
kulit kepala dan kuku sering tidak efektif dan biasanya membutuhkan terapi sistemik untuk
sembuh. Infeksi dermatofitosis yang kronik atau luas, tinea dengan implamasi akut dan tipe
"moccasin" atau tipe kering jenis t.rubrum termasuk tapak kaki dan dorsum kaki biasanya juga

34
membutuhkan terapi sistemik. Idealnya, konfirmasi diagnosis mikologi hendaknya diperoleh
sebelum terapi sistemik antijamur dimulai.
Pengobatan oral, yang dipilih untuk dermatofitosis adalah

Infeksi Rekomendasi Alternatif

Tinea unguium Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr /3-5 bulan atau 400
(Onychomycosis) 6 minggu untuk kuku mg/hr seminggu per bulan selama 3-4 bulan
jari tangan, 12 minggu berturut-turut.
untuk kuku jari kaki Fluconazole 150-300 mg/ mgg s.d sembuh (6-
12 bln) Griseofulvin 500-1000 mg/hr s.d
sembuh (12-18 bulan)

Tinea capitis Griseofulvin Terbinafine 250 mg/hr/4 mgg


500mg/day Itraconazole 100 mg/hr/4mgg
(≥ 10mg/kgBB/hari) Fluconazole 100 mg/hr/4 mgg
sampai sembuh (6-8
minggu)

Tinea corporis Griseofulvin 500 mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 minggu
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
minggu), sering 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
dikombinasikan mg/mggu selama 4 mgg.
dengan imidazol.

Tinea cruris Griseofulvin 500 mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau 200
minggu) mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
mg/hr selama 4 mgg.

Tinea pedis Griseofulvin 500mg/hr Terbinafine 250 mg/hr selama 2-4 mgg
sampai sembuh (4-6 Itraconazole 100 mg/hr selama 15 hr atau
minggu) 200mg/hr selama 1 mgg. Fluconazole 150-300
mg/mgg selama 4 mgg.

Chronic and/or Terbinafine 250 mg/hr Itraconazole 200 mg/hr selama 4-6 mgg.
widespread selama 4-6 minggu Griseofulvin 500-1000 mg/hr sampai sembuh
non-responsive (3-6 bulan).
tinea.

Tabel 2.3 Pilihan terapi oral untuk infeksi jamur pada kulit
Pada pengobatan kerion stadium dini diberikan kortikosteroid sistemik sebagai
antiinflamasi, yakni prednisone 3x5 mg atau prednisolone 3x4 mg sehari selama dua minggu,
bersamaaan dengan pemberian grisiofulvine yang diberikan berlanjut 2 minggu setelah lesi hilang.
Terbinafine juga diberikan sebagai pengganti griseofulvine selama 2-3 minggu dosis 62,5-250 mg
sehari tergantung berat badan.

35
Efek samping griseofulvine jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia
yang didapati pada 15% penderita. Efek samping lain berupa gangguan traktus digestifus yaitu:
nausea, vomitus, dan diare. Obat tersebut bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.
Efek samping terbinafine ditemukan kira-kira 10% penderita, yang tersering gangguan
gastrointestinal diantaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diarea, konstipasi, umumnya ringan.
Efek samping lain berupa ganguan pengecapan, persentasinya kecil. Rasa pengecapan hilang
sebagian atau keseluruhan setelah beberapa minggu minum obat dan hanya bersifat sementara.
Sefalgia ringan dilaporrkan pula 3,3%-7% kasus.
Pada kasus resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan ketokonazol sebagai terapi
sistemik 200 mg per hari selam 10 hari sampai 2 minggu pada pagi hari setelah makan.
Ketokonazol kontraindikasi untuk kelainan hepar.
Pengobatan topical yang diberikan adalah :
a. Obat antifungal Topikal
 Imidazol:
o Miconazol : 1-2x /hari, selama 2-3 minggu
Sediaan : krim 2%, bedak kocok ataupun bedak
o Klotrimazol : 2x /hari, selama 4 minggu
Sediaan: krim 1%, solusio, atau bedak kocok
o Ketokonazol : 2-4x /hari, selama 2-4 minggu
Sediaan: krim 1%
 Allilamin
o Nafritin : 4x /hari selama 4 minggu
Sediaan : krim, gel, atau solusio 1%
o Terbinatin : 4x /hari selama 1-4 minggu
Catatan :
1.Obat topikal kurang efektif digunakan pada tinea capitis & cruris
2.Untuk tinea capitis
Rehabilitasi : shampoo Selenium  menurunkan penyebaran spora dan hifa

4.9. Prognosis
DUBIA AD BONAM, bila penatalaksaan dilakukan dengan rutin dan tepat maka
dermatofitosis dapat sembuh total.

4.10. Komplikasi

 Bisa terjadi infeksi sekunder oleh bakteri atau candida


 Hiperpigmentasi karena infeksi jamur kronik
 Efek samping pemakaian obat steroid topikal dapat mengakibatkan eksaserbasi penyakit
 Allopecia permanen &kerion (tinea capitis)
 Onychomycosis (tinea manus/pedis)

4.11. Pencegahan

36
Tinea capitis

 Jaga kebersihan diri, terutama terhadap lembab


 Jaga imun tubuh dengan konsumsi makanan bergizi dan hidup sehat
 Hindari kontak dengan pernderita/hewan piaraan.
Tinea Cruris

 Menjaga berat badan ideal


 Mengeringkan badan setelah mandi
 Hindari memakai pakaian yang terlalu ketat
 Bedak antijamur untuk mengurangi resiko berulang
Tinea Manus

 Menjaga kebersihan tangan dan kaki dengan sering mencucinya


 Menjaga kaki agar tetap kering, dan tidak lembab

5.Mampu memahami dan menjelaskan menajaga kulit menurut pandangan Islam


dan menutup aurat
Menjaga kulit dari sinar Matahari – Matahari memiliki peran utama dalam merusak kulit.
Anda perlu melindungi kulit dari matahari guna mencegah penuaan pada kulit. Matahari sangat
berpengaruh dalam membuat kulit berkerut, kering, dan membuat warna kulit berubah;
Penjarangan kulit, tekstur kulit, penipisan kulit serta penyakit kulit yang berhubungan dengan
paparan sinar matahari.

Perintah menutup aurat


Aurat diambil dari perkataan Arab 'Aurah' yang berarti keaiban. Manakala dalam istilah
fiiah aurat diartikan sebagai bagian tubuh badan seseorang yang wajib ditutup atau dilindungi dari
pandangan.
Perintah menutup aurat telah difirmankan oleh Allah s.w.t dalam surah al-ahzab ayat 33
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti
orang-orang jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ta'atilah Allah dan
Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu dan
membersihkan kamu sebersih-bersihnya”.

Manfaat menutup aurat:


1. Selamat dari adzab Allah (adzab neraka)
“Ada dua macam penghuni Neraka yang tak pernah kulihat sebelumnya; sekelompok laki-laki
yang memegang cemeti laksana ekor sapi, mereka mencambuk manusia dengannya. Dan wanita-

37
wanita yang berpakaian namun telanjang, sesat dan menyesatkan, yang dikepala mereka ada
sesuatu mirip punuk unta. Mereka (wanita-wanita seperti ini) tidak akan masuk surga dan tidak
akan mencium baunya. Sedangkan bau surga itu tercium dari jarak yang jauh” (HR. Muslim).
Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “Wanita-wanita yang
berpakaian namun telanjang” ialah mereka yang menutup sebagian tubuhnya dan menampakkan
sebagian lainnya dengan maksud menunjukkan kecantikannya.
2. Terhindar dari pelecehan

Banyaknya pelecehan seksual terhadap kaum wanita adalah akibat tingkah laku mereka
sendiri. Karena wanita merupakan fitnah (godaan) terbesar. Sebagaiman sabda Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam,
“Sepeninggalku tak ada fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita.” (HR.
Bukhari)

Islam telah menggariskan batasan aurat pada lelaki dan wanita.Aurat asas pada lelaki
adalah menutup antara pusat dan lutut. Manakala aurat wanita pula adalah menutup seluruh badan
kecuali muka dan tapak tangan.

1. Aurat Ketika Sembahyang


Aurat wanita ketika sembahyang adalah menutup seluruh badan kecuali muka dan tapak tangan.

2. Aurat Ketika Sendirian


Aurat wanita ketika mereka bersendirian adalah bahagian anggota pusat dan lutut. Ini bererti
bahagian tubuh yang tidak boleh dilihat antara pusat dan lutut.

3. Aurat Ketika Bersama Mahram


Pada asasnya aurat seseorang wanita dengan mahramnya adalah antara pusat dan lutut. Walau pun
begitu wanita dituntut agar menutup mana-mana bahagian tubuh badan yang boleh menaikkan
syahwat lelaki walaupun mahram sendiri.
Perkara ini dilakukan bagi menjaga adab dan tatsusila wanita terutana dalam menjaga kehormatan
agar perkara-perkara sumbang yang tidak diingini tidak akan berlaku.

Syarak telah menggariskan golongan yang dianggap sebagai mahram kepada seseorang wanita
yaitu :
1.Suami
2.Ayah mertua
3.Anak-anak lelaki termasuk cucu sama ada dari anak lelaki atau perempuan
4. Saudara lelaki kandung atau seibu atau sebapak
5. Anak saudara lelaki karena mereka ini tidak boleh dinikahi selama-lamanya
6. Anak saudara dari saudara perempuan
7. Sesama wanita sama ada kaitan keturunan atau seagama
8. Hamba sahaya
9. Pelayan yang tidak ada nafsu syahwat
10. Anak-anak kecil yang belum mempunyai syahwat terhadap wanita. Walau pun begitu, bagi
38
kanak-kanak yang telah mempunyai syahwat tetapi belum baligh,wanita dilarang menampakkan
aurat terhadap mereka.

Berwudhu
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang
menyucikan/membersihkan diri”. (Al-Baqarah : 222)
Ajaran kebersihan dalam Agama Islam berpangkal atau merupakan konsekusensi dari pada
iman kepada Allah, berupaya menjadikan dirinya suci/bersih supaya Ia berpeluang mendekat
kepada Allah SWT.
Kebersihan itu bersumber dari iman dan merupakan bagian dari iman. Dengan demikian
kebersihan dalam Islam mempunyai aspek ibadah dan aspek moral, dan karena itu sering juga
dipakai kata “bersuci” sebagai padanan kata “membersihkan/melakukan kebersihan”.

Ajaran kebersihan tidak hanya merupakan slogan atau teori belaka, tetapi harus dijadikan
pola hidup praktis, yang mendidik manusia hidup bersih sepanjang masa, bahkan dikembangkan
dalam hukum Islam. Dalam rangka inilah dikenal sarana-sarana kebersihan yang termasuk
kelompok ibadah, seperti : wudhlu, tayamum, mandi (ghusl), pembersihan gigi (siwak).
Adanya kewajiban shalat 5 waktu sehari merupakan jaminan terpeliharanya kebersihan
badan secara terbatas dan minimal, karena ibadah shalat itu baru sah kalau orang terlebih dahulu
membersihkan diri dengan berwudhlu. Demikian juga ibadah tersebut baru sah jika pakaian dan
tempat dimana kita melakukannya memang bersih. Jadi jaminan kebersihan diri, pakaian dan
lingkungan mereka yang melaksanakannya. Disinilah letaknya ibadah itu ikut berperan membina
kesehatan jasmani selain tentunya peran utamanya membina kesehatan jiwa/rohani manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Bennet, J.E.: Antumicrobial agents; in: Goodman & Gilman’s. Brunton, L.L: Lazo, J.S. and Parker,
K.L: The Pharmacological Basis of Therapeutics; 11th ed.pp. 1232 (McGraw-Hill, Medical
Publishing Division, New York 2006)
Budimulja, U.: Penyelidikan dermatofitosis di RS Dr.Cipto Mangunkusomo Jakarta. Tesis (Jakarta
1980)
39
Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003
Conant, N.F.: Smith, D.T.: Baker, R.D. and Callaway, J.L: Manual of clinical mycology; 3rd ed.
(W.B. Saunders Company, Philadelphia, London, Tronto 1971)
Grunwald, M.H.: Adverse drug reacions of the new oral antifungial agents-terbinafine,
gluconazole, and itraconazole. Int. J. Derm. 37: 410-4315
Harjandi: Widaty, S.: Bramono K.: Folikulitis pitisporum. Laporan kasus Kongres PMKI,2000.
Hutapea, O.N,: LAporan pendahuluan mengenai cutaneous sporothricosis pada para petani di
Sumetera Utara, KONAS PADVI, Surabaya, 1976, 1: 340-348
http://www.bekamhijamah.com/index.php?Sehat_secara_Islam_dengan_dr.Aldjoefrie:Menjaga_
kesehatan_kulit_badan_dan_wajah_dengan_sistem_Islam
Indraini : Pravelensi folikulitis pitisporum diantara pasien akne vulgaris dan erupsi di Poliklinik
Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUPN Dr.Cipto Mangunkusomo, Jakrta: tesis, Program
Pendidikan Dokter Spesialis FKUI, Jakarta (2001)
Jacinto-JAmora, S.: Tamesis, J; Katigbak, M.L.: Ptyrosporoum folikulitis in the Philippines;
Diagnosis prevalence and management. J. Am. Acad. Dermatol;695-6 (1991)
Rippon, J.W.: Medical Mycology. The Pathogenic Fungi and the Pathogenic Actinomycetes (W.B.
Sauders Company, Philadelphia, London, Toronto 1982)
Siregar, R. dan Thaha, M.A.: Sporothricosis kulit pada RSUP Palembang, jilid I, hal 334-339
(KONAS PADVI,Surabaya 1976)

40

Anda mungkin juga menyukai