Anda di halaman 1dari 14

Gangguan Sistem Cerna pada Bayi

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana


Jl. Arjuna Utara No.6, Jakarta 11510
No. Telp (021) 5694-2061

Abstract

Intussusception or Invagination is a condition where a segment of intestine invaginates into


the adjoining intestinal lumen. Usually the proximal segment invaginates the distal segment. The
proximal portion known as intussusceptum while the distal portion is known as intussuscipiens.
Normally ileocoecal occurs. Proper anamnesis and physical examination with the help of additional
workup such as Barium Meal is helpful to diagnose the patient with intussusception. Intussusception
can be treated by operation or non-operative procedure.

Keywords: Intussusception, Invagination, Barium Meal, Ileocoecal

Abstrak

Intususepsi atau Invaginasi adalah suatu keadaan sebagaian usus masuk ke dalam usus
berikutnya. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal. Bagian yang masuk disebut sebagai
intussuseptum dan bagian yang menerima dikenali sebagai intussusepiens. Umumnya terjadi
ileocoecal. Diagnosis bisa ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik yang teratur
dengan dibantu pemeriksaan penunjang seperti Barium Meal. Intususepsi dapat ditangani secara
operatif maupun non-operatif.

Kata Kunci : Intususepsi, Invaginasi, Barium Meal, Ileocoecal

Pendahuluan
Kelainan yang terjadi pada traktus gastrointestinal terutama pada anak dan bayi merupakan
kejadian yang cukup sering ditemukan dalam ilmu kedokteran. Kelainan yang cukup sering
ditemukan dengan kasus bayi dengan keluhan buang air besar berwarna merah kehitaman dan
1
konsistensi menyerupai jeli serta terabanya massa menyerupai sosis di abdomen adalah adanya
intususepsi pada abdomen bagian dalam bayi. Selain intususepsi, kelainan lain serupa yang biasanya
dicurigai adalah adanya divertikulum Meckel dan volvulus.
Ketiga penyakit tersebut akan dibahas di dalam makalah ini. Tujuan pembuatan makalah ini
adalah agar kita lebih mengerti dan memahami bagaimana perbedaan diantara ketiga penyakit
tersebut dan bagaimana penatalaksanaan yang dapat diberikan.

Anamnesis
Hal pertama yang perlu dilakukan oleh seorang dokter ketika pasien datang adalah
melakukan anamnesis. Anamnesis merupakan suatu bentuk wawancara antara dokter dan pasien
dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk verbal dan non verbal mengenai riwayat penyakit pasien.
Riwayat pasien merupakan suatu komunikasi yang harus dijaga kerahasiaannya, yaitu segala hal
yang diceritakan oleh penderita. Anamnesis atau medical history adalah informasi yang dikumpulkan
oleh seorang dokter dengan cara melakukan wawancara dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan
spesifik baik itu terhadap pasien itu sendiri (auto-anamnesis) maupun dari orang yang
dianggap dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan keadaan pasien (allo-
anamnesis/hetero-anamnesis). Berdasarkan anamnesis yang baik, seorang dokter biasanya akan
menanyakan identitas dan keadaan pasien meliputi:1
- Nama lengkap - Status perkawinan
- Jenis kelamin - Pekerjaan
- Umur - Suku bangsa
- Tempat tanggal lahir - Agama
- Alamat tempat tinggal - Pendidikan
Hal pertama yang ditanyakan kepada pasien adalah mengenai riwayat pribadi pasien. Riwayat
pribadi adalah segala hal yang menyangkut pribadi pasien; mengenai peristiwa penting pasien
dimulai dari keterangan kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat. Termasuk dalam
riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi, riwayat makan, riwayat pendidikan dan
masalah keluarga.Setelah mendapatkan data pribadi pasien, anamnesis selanjutnya adalah
menanyakan keluhan utama pasien, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat
keluarga dan riwayat sosial.1
Keluhan utama adalah gangguan atau keluhan yang terpenting yang dirasakan penderita
sehingga mendorong ia untuk datang berobat dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan tentang
lamanya keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk memulai evaluasi pasien.1
Keluhan utama dalam kasus ini adalah seorang anak berumur 5 bulan buang air besar
berwarna merah kehitaman dengan konsistensi kenyal seperti jel berlendir sejak 1 jam yang lalu.
2
Riwayat penyakit sekarang adalah penyakit yang bermula pada saat pertama kali penderita
merasakan keluhan itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui adalah:1.
- Tempat
- Kualitas penyakit
- Kuantitas penyakit
- Urutan waktu
- Situasi
- Faktor yang memperberat atau yang mengurangi
- Gejala-gejala yang berhubungan

Riwayat penyakit dahulu adalah riwayat penyakit yang pernah diderita di masa lampau yang
mungkin berhubungan dengan penyakit yang dialaminya sekarang.Riwayat keluarga merupakan
segala hal yang berhubungan dengan peranan herediter dan kontak antar anggota keluarga mengenai
penyakit yang dialami pasien. Dalam hal ini faktor-faktor sosial keluarga turut mempengaruhi
kesehatan penderita.Riwayat sosial mencakup keterangan mengenai segala aktivitas di luar,
lingkungan tempat tinggal dan lain-lain. Perlu ditanyakan pula tentang kesulitan yang dihadapi
pasien.1

3
Pemeriksaan Fisik

1. Pemeriksaan fisik abdomen patologis


 Inspeksi

Dilakukan pada pasien dengan posisi tidur terlentang dan diamati dengan
seksama dinding abdomen.2 Yang perlu diperhatikan adalah:

 Keadaan kulit; warnanya (ikterus, pucat, coklat, kehitaman), elastisitasnya


(menurun pada orang tua dan dehidrasi), kering (dehidrasi), lembab (asites),
dan adanya bekas-bekas garukan (penyakit ginjal kronik, ikterus obstruktif),
jaringan parut (tentukan lokasinya), striae (gravidarum/ cushing syndrome),
pelebaran pembuluh darah vena (obstruksi vena kava inferior & kolateral pada
hipertensi portal).
 Besar dan bentuk abdomen; rata, menonjol, atau scaphoid (cekung).
 Simetrisitas; perhatikan adanya benjolan local (hernia, hepatomegali,
splenomegali, kista ovarii, hidronefrosis).
 Gerakan dinding abdomen pada peritonitis terbatas.
 Pembesaran organ atau tumor, dilihat lokasinya dapat diperkirakan organ apa
atau tumor apa.
 Peristaltik; gerakan peristaltik usus meningkat pada obstruksi ileus, tampak
pada dinding abdomen dan bentuk usus juga tampak (darm-contour).
 Pulsasi; pembesaran ventrikel kanan dan aneurisma aorta sering memberikan
gambaran pulsasi di daerah epigastrium dan umbilical.

Perhatikan juga gerakan pasien:

 Pasien sering merubah posisi  adanya obstruksi usus.


 Pasien sering menghindari gerakan  iritasi peritoneum generalisata.
 Pasien sering melipat lutut ke atas agar tegangan abdomen berkurang/
relaksasi  peritonitis.
 Pasien melipat lutut sampai ke dada, berayun-ayun maju mundur pada saat
nyeri  pankreatitis parah.

4
 Palpasi

Beberapa pedoman untuk melakukan palpasi, ialah:2

 Pasien diusahakan tenang dan santai dalam posisi berbaring terlentang.


Sebaiknya pemeriksaan dilakukan tidak buru-buru.
 Palpasi dilakukan dengan menggunakan palmar jari dan telapak tangan.
Sedangkan untuk menentukan batas tepi organ, digunakan ujung jari.
Diusahakan agar tidak melakukan penekanan yang mendadak, agar tidak
timbul tahanan pada dinding abdomen.
 Palpasi dimulai dari daerah superficial, lalu ke bagian dalam. Bila ada daerah
yang dikeluhkan nyeri, sebaiknya bagian ini diperiksa paling akhir.x
 Bila dinding abdomen tegang, untuk mempermudah palpasi maka pasien
diminta untuk menekuk lututnya. Bedakan spasme volunteer & spasme sejati;
dengan menekan daerah muskulus rectus, minta pasien menarik napas dalam,
jika muskulus rectus relaksasi, maka itu adalah spasme volunteer. Namun jika
otot kaku tegang selama siklus pernapasan, itu adalah spasme sejati.
 Palpasi bimanual; palpasi dilakukan dengan kedua telapak tangan, dimana
tangan kiri berada di bagian pinggang kanan atau kiri pasien sedangkan tangan
kanan di bagian depan dinding abdomen.
 Pemeriksaan ballottement; cara palpasi organ abdomen dimana terdapat asites.
Caranya dengan melakukan tekanan yang mendadak pada dinding abdomen &
dengan cepat tangan ditarik kembali. Cairan asites akan berpindah untuk
sementara, sehingga organ atau massa tumor yang membesar dalam rongga
abdomen dapat teraba saat memantul. Teknik ballottement juga dipakai untuk
memeriksa ginjal, dimana gerakan penekanan pada organ oleh satu tangan
akan dirasakan pantulannya pada tangan lainnya.

 Setiap ada perabaan massa, dicari ukuran/ besarnya, bentuknya, lokasinya,


konsistensinya, tepinya, permukaannya, fiksasi/ mobilitasnya, nyeri spontan/
tekan, dan warna kulit di atasnya. Sebaiknya digambarkan skematisnya.

Palpasi hati; dilakukan dengan satu tangan atau bimanual pada kuadran kanan
atas. Dilakukan palpasi dari bawah ke atas pada garis pertengahan antara mid-line
& SIAS. Bila perlu pasien diminta untuk menarik napas dalam, sehingga hati

5
dapat teraba. Pembesaran hati dinyatakan dengan berapa sentimeter di bawah
lengkung costa dan berapa sentimeter di bawah prosesus xiphoideus.2

 Perkusi

Perkusi berguna untuk mendapatkan orientasi keadaan abdomen secara


keseluruhan, menentukan besarnya hati, limpa, ada tidaknya asites, adanya massa
padat atau massa berisi cairan (kista), adanya udara yang meningkat dalam
lambung dan usus, serta adanya udara bebas dalam rongga abdomen. Suara
perkusi abdomen yang normal adalah timpani (organ berongga yang berisi udara),
kecuali di daerah hati (redup; organ yang padat).2

 Orientasi abdomen secara umum.


Dilakukan perkusi ringan pada seluruh dinding abdomen secara sistematis
untuk mengetahui distribusi daerah timpani dan daerah redup (dullness). Pada
perforasi usus, pekak hati akan menghilang.

 Cairan bebas dalam rongga abdomen


Adanya cairan bebas dalam rongga abdomen (asites) akan menimbulkan suara
perkusi timpani di bagian atas dan dullness dibagian samping atau suara
dullness dominant. Karena cairan itu bebas dalam rongga abdomen, maka bila
pasien dimiringkan akan terjadi perpindahan cairan ke sisi terendah. Cara
pemeriksaan asites:

 Pemeriksaan gelombang cairan (undulating fluid wave).


Teknik ini dipakai bila cairan asites cukup banyak. Prinsipnya
adalah ketukan pada satu sisi dinding abdomen akan menimbulkan
gelombang cairan yang akan diteruskan ke sisi yang lain.

Pasien tidur terlentang, pemeriksa meletakkan telapak tangan


kiri pada satu sisi abdomen dan tangan kanan melakukan ketukan
berulang-ulang pada dinding abdomen sisi yang lain. Tangan kiri kan
merasakan adanya tekanan gelombang.

 Pemeriksaan pekak alih (shifting dullness).


Prinsipnya cairan bebas akan berpindah ke bagian abdomen
terendah. Pasien tidur terlentang, lakukan perkusi dan tandai peralihan

6
suara timpani ke redup pada kedua sisi. Lalu pasien diminta tidur
miring pada satu sisi, lakukan perkusi lagi, tandai tempat peralihan
suara timpani ke redup maka akan tampak adanya peralihan suara
redup.

 Auskultasi

Kegunaan auskultasi ialah untuk mendengarkan suara peristaltic usus dan


bising pembuluh darah. Dilakukan selama 2-3 menit.2

 Mendengarkan suara peristaltic usus.


Diafragma stetoskop diletakkan pada dinding abdomen, lalu
dipindahkan ke seluruh bagian abdomen. Suara peristaltic usus terjadi akibat
adanya gerakan cairan dan udara dalam usus. Frekuensi normal berkisar 5-34
kali/ menit.

Bila terdapat obstruksi usus, peristaltic meningkat disertai rasa sakit


(borborigmi). Bila obstruksi makin berat, abdomen tampak membesar dan
tegang, peristaltic lebih tinggi seperti dentingan keeping uang logam (metallic-
sound).

Bila terjadi peritonitis, peristaltic usus akan melemah, frekuensinya


lambat, bahkan sampai hilang.

 Mendengarkan suara pembuluh darah.


Bising dapat terdengar pada fase sistolik dan diastolic, atau kedua fase.
Misalnya pada aneurisma aorta, terdengar bising sistolik (systolic bruit). Pada
hipertensi portal, terdengar adanya bising vena (venous hum) di daerah
epigastrium.
Untuk kasus ini, pada inspeksi abdomen terlihat distensi abdomen kemudian
pemeriksaan dilanjutkan dengan dilakukannya pemeriksaan dengan palpasi di regio abdomen
anak. Pada palpasi, ditemukan massa yang berbentuk seperti sosis yang teraba pada abdomen.
Dan pada auskultasi ditemukan bising usus meningkat.

7
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang atau pemeriksaan laboratorium dalam arti luas adalah setiap
pemeriksaan yang dilakukan di luar pemeriksaan fisik. Pemeriksaan penunjang dalam garis
besarnya dimaksudkan sebagai alat diagnostik, petunjuk tatalaksana, dan petunjuk prognosis.1
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk mendukung diagnosis adalah:3
- Film polos abdomen
Dapat menunjukkan tanda-tanda obstruksi usus halus dan massa pada jaringan lunak yang
disebabkan oleh intususepsi.
- Ultrasonografi
Suatu pemeriksaan non invasif, dapat mengidentifikasi massa abdomen.
- Barium enema diperlukan untuk diagnosis definitif. Gambaran diagnostiknya adalah
obstruksi total pada aliran barium.

Diagnosis Kerja
Diagnosis kerja adalah kesimpulan yang dibuat setelah dievaluasi adanya penemuan
positif dan negatif yang bermakna dari anamnesis dan pemeriksaan fisik. Berdasarkan
diagnosis kerja ini, maka pengobatan serta tindakan yang perlu dapat segera
dilaksanakan.Diagnosis kerja yang diambil untuk kasus ini adalah intususepsi.1

Intususepsi
Intususepsi adalah suatu invaginasi usus ke dalam segmen di bawahnya yang
berdekatan. Biasanya berasal dari ileum terminal atau katup ileosekal yang berakibat
intususepsi ileokolik. Suatu intususepsi disebabkan oleh masuknya atau invaginasi satu
segmen usus ke dalam segmen lainnya, yang menyebabkan obstruksi. Keadaan ini paling
sering terjadi pada daerah ileocaecal dan dapat teraba. Infark usus akan terjadi jika tidak
dilakukan terapi. Gejalanya berupa penurunan kesadaran, nyeri kolik abdomen, muntah dan
ada darah keluar per rektal.3,4

Diagnosis Intususepsi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pada kecurigaan klinis, temuan fisik, laboratorium,
dan pencitraan. Riwayat klinis dan temuan fisik biasanya cukup khas untuk menegakkan
diagnosis. Diagnosis biasanya berdasarkan kecurigaan klinis ditunjang dengan foto polos
abdomen yang menunjukkan adanya massa di daerah intususepsi serta menghilangnya
gambaran udara sepanjang sekum dan kolon ascendens.4,5,6
8
Jika riwayat penyakit kurang dari 24 jam dan tidak ada tanda-tanda, seperti demam,
nyeri tekan atau keluarnya darah per rektal, pemeriksaan barium enema adalah cara tepat
untuk dilakukan. Barium enema berguna dalam mendiagnosis intususepsi non-obstruktif
rekuren kronis. Barium enema akan menunjukkan bentuk seperti mangkuk di ujung pengisian
barium karena alirannya tersumbat akibat intususepsi. Kolom barium linier di tengah
mungkin dapat terlihat pada lumen intususeptum yang tergencet, dan tepi tipis barium
mungkin juga terlihat terperangkap di sekitar usus yang masuk di lipatan mukosa di dalam
intususipien (tanda cincin-spiral), terutama setelah evakuasi. Intususepsi ileoiliem biasanya
tidak dapat tampak dengan enema barium, tetapi dicurigai karena adanya kembung gas pada
usus di atas lesi.4,5,6
Pada pemeriksaan fisik, massa berbentuk sosis dapat ditemukan pada abdomen bagian
atas. Pemeriksaan dengan sinar-X dapat menunjukkan massa, obstruksi, atau visualisasi
intususepsi yang sebenarnya. Pemeriksaan sinar-X abdomen dapat memperlihatkan adanya
obstruksi usus halus disertai garis batas udara-cairan dan kadang-kadang massa jaringan
lunak yang merupakan petunjuk penting intususepsi. Barium enema tidak hanya memperkuat
diagnosis, tetapi dengan tekanan hidrostatis yang sesuai, dapat mengurangi intususepsi pada
75% pasien. Reduksi bedah harus dilakukan jika terdapat tanda-tanda klinis perforasi,
peritonitis, atau syok, jika reduksi medik tidak berhasil; atau jika ada kemungkinan temuan
titik petunjuk patologis yang tinggi.7
Diagnosis banding
1. Volvulus sigmoideum dan sekum
Volvulus merupakan keadaan terpuntirnya gelungan usus secara total di sekeliling
dasar vaskuler mesenterikanya, sehingga terjadi obstruksi dan infark. Volvulus paling
sering terjadi pada usus halus atau pada gelungan kolon sigmoid yang kendur.7

Diagnosis Volvulus
Volvulus harus dicurigai berdasarkan pemeriksaan fisik dan dapat dikonfirmasi
dengan imaging study. Film radiografi polos abdomen dapat mengkonfirmasi diagnosis
volvulus sigmoid pada sekitar 60% pasien. Pada pemeriksaan radiologi terutama dengan
barium enema, dapat ditemukan adanya obstruksi intestinal akibat volvulus. Temuan
lainnya dalam pemeriksaan radiologi adalah adanya penyempitan saluran yang
menyerupai paruh burung di lokasi volvulus. Pemeriksaan menggunakan kontras enema
diperlukan untuk mendiagnosis kasus-kasus yang kurang jelas karena kontras enema bisa
mendeteksi adanya gangren yang bisa meningkatkan resiko perforasi. Computed
9
Tomography-Scan (CT Scan) juga dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis.
Sigmoidoskopi juga baik untuk diagnostik dan terapi, sementara kolonoskopi jarang
membantu untuk kasus volvulus cecal karena mempunyai resiko terjadinya perforasi
kolon.5

2. Divertikulum Meckel
Divertikulum Meckel merupakan malformasi kongenital dari traktus gastrointestinal yang
paling sering ditemukan. Divertikulum Meckel merupakan suatu keadaan malformasi dari
traktus gastrointestinal dengan adanya persistensi dari duktus vitello-intestinal /
omphalomesenterik yang gagal mengalami penutupan dan absorpsi. Kebanyakan dari
pasien yang menderita Divertikulum Meckel tidak menunjukkan gejala, dan kelainan ini
lebih sering ditemukan secara insidental pada pemeriksaan barium maupun laparotomi.
Gejala yang timbul pada kelainan ini lebih cenderung akibat dari komplikasi yang timbul.
Komplikasi yang sering ditimbulkan adalah adanya obstruksi usus (35%), kemudian
diikuti peradarahan (32%), divertikulits (22%), kelainan umbilikus (10%), dan lainnya
(3%).6

Etiologi Intususepsi
Penyebab kebanyakan intususepsi belum diketahui. Insiden musiman memuncak pada
musim semi dan musim gugur. Korelasi dengan infeksi adenovirus telah dilaporkan, dan
keadaan ini dapat mempersulit gastroenteritis.Intususepsi terjadi bila satu segmen usus masuk
ke dalam segmen usus distal. Penyebabnya belum diketahui, tetapi hiperplasia limfoid (Peyer
patches) dapat membentuk suatu titik petunjuk segmen intususepsi proksimal. Titik petunjuk
ditemukan pada 5% kasus. Plak peyer yang membengkak di ileum dapat merangsang
peristaltik usus sebagai upaya untuk mengeluarkan massa tersebut sehingga terjadi
intususepsi. Bentuk ileokolon adalah yang paling sering, diikuti oleh ileoilium dan
kolokolon.7,8

Epidemiologi Intususepsi
Insiden terjadinya intususepsi bervariasi dari 1-4 per 1000 kelahiran hidup. Laki-laki
berbanding perempuan adalah 4:1.Meskipun jarang (2:1000 kelahiran hidup), intususepsi
merupakan penyebab tersering obstruksi usus pada 2 tahun pertama kehidupan. Intususepsi
idiopatik biasanya terjadi antara usia 6-18 bulan, hanya 10% kasus terjadi sesudah 3 tahun.

10
Kelainan intususepsi jarang terjadi pada anak dibawah usia 3 bulan dan frekuensi kejadian
menurun setelah 36 bulan.5,7,8

Patofisiologi Intususepsi
Intususepsi menunjukkan invaginasi satu potongan usus ke dalam segmen yang
berdekatan, menyebabkan kompresi mesenterium, edema, dan bertambahnya iskemia.
Intususepsi terjadi spontan pada sebagian besar kasus dan biasanya dimulai dengan
hiperperistaltik dalam segmen intestin, lebih sering pada atau dekat katup ileosekal.
Peristaltik berlanjut untuk menarik segmen yang invaginasi sepanjang usus; edema intestinal
dan obstruksi terjadi dan aliran darah ke daerah tersebut terhenti.6,9
Bagian usus yang mengalami intususepsi ke dalam usus lain disebut intususeptum,
sementara intususipien adalah usus yang menerima. Konstriksi mesenterium menyumbat
aliran balik vena; selanjutnya terjadi pembengkakan intususeptum karena edema dan
perdarahan mukosa menyebabkan tinja mengandung darah dan kadang-kadang mengandung
mukus. Tinja yang mengandung darah berwarna merah kehitaman dan terdapat gambaran
menyerupai jel, menunjukkan bahwa usus sudah mengalami nekrosis. Kebanyakan
intususepsi tidak menjepit usus dalam 24 jam pertama, tetapi kemudian akhirnya dapat
menyebabkan gangren usus dan syok.6,7

Manifestasi Klinis Intususepsi


Gejala yang timbul adalah nyeri proksismal kadang-kadang disertai refleks muntah.
Anak yang datang dengan nyeri kram abdomen intermitten, bisa disertai maupun tidak
disertai demam ataupun tanda-tanda obstruksi usus. Muntah terjadi pada kebanyakan kasus
dan biasanya lebih sering pada fase awal. Pada fase lanjut, muntah disertai dengan empedu.
Tinja dengan gambaran normal dapat dikeluarkan pada beberapa jam pertama setelah
timbulnya gejala. Setelah itu, pengeluaran tinja sedikit atau sering tidak ada, dan kentut
jarang atau tidak ada. Darah umumnya keluar pada 12 jam pertama dan pada 60% bayi akan
mengeluarkan tinja bercampur darah berwarna seperti jeli kismis. Beberapa penderita hanya
bergejala rewel, dan letargi intermitten atau progresif.5,6,7
Abdomen distensi dan pada palpasi abdomen biasanya menunjukkan sedikit nyeri
tekan, kemungkinan dengan massa yang dapat dipalpasi. Abdomen yang distensi dan nyeri
tekan baru timbul jika obstruksi usus menjadi lebih akut. Massa berbentuk sosis mungkin
teraba, massa seperti sosis ini mungkin membesar dan mengeras selama terjadi paroksisme

11
nyeri dan paling sering terdapat di abdomen kanan atas. Jika massa ini teraba di epigastrium,
sumbu panjangnya adalah melintang. Pada sekitar 30% penderita, massa ini tidak teraba.5,7,9
Adanya lendir darah di jari ketika jari ditarik pada pemeriksaan rektum menyokong
diagnosis intususepsi. Bila terjadi keterlambatan diagnosis, dimana obstruksi telah berlanjut,
anak akan mengalami demam, letargi, perut kembung, dan mengeluarkan lendir bercampur
darah per rektal.Intususepsi menyebabkan nyeri kolik akut, nyeri abdomen yang hilang
timbul. Selama episode nyeri, bayi akan menangis, menarik lutut dan muntah. Letargi dan
demam merupakan temuan yang lebih lambat, disertai keluarnya tinja berwarna kismis jeli
(currant jelly). Intususepsi ileoileum mempunyai gambaran klinis yang kurang khas, gejala
dan tanda-tanda yang ada terutama adalah gejala dan tanda-tanda obstruksi usus halus.
Intususepsi kronik, yang gejala-gejalanya lebih ringan dengan interval yang berulang, lebih
mungkin terjadi bersama atau menyertai enteritis akut dan dapat terjadi pada anak yang lebih
tua maupun pada bayi.5,7,8

Komplikasi Intususepsi
Jika penanganan ditunda sampai lebih dari 24 jam, dapat terjadi penjepitan usus
(strangulasi), menyebabkan nekrosis, perdarahan, perforasi, peritonitis, dan syok. Jika tidak
tertangani, anak dengan intususepsi tidak dapat bertahan hidup.9
Jika intususepsi tidak direduksi segera, maka bayi akan semakin lemah dan lesu.
Akhirnya bisa terjadi keadaan syok dengan kenaikan suhu tubuh sampai 41 derajat Celcius.
Denyut nadi menjadi lemah dan kecil, pernapasan menjadi dangkal dan nyeri mungkin
dimanifestasikan hanya dengan suara merintih.7

Penatalaksanaan Intususepsi
Pasien dengan tanda nekrosis usus, peritonitis, atau sepsis harus cepat diresusitasi,
diberikan antibiotik intravena berspektrum luas, dan dilakukan pembedahan emergensi. Pada
pasien yang lebih stabil, hitung darah lengkap, analisis elektrolit, penentuan golongan darah
dan cross match, pemeriksaan rontgen abdomen tegak, dan konsultasi bedah harus dilakukan.
Enema udara atau barium dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan dapat
digunakan untuk mereduksi intususepsi (efektif pada 80% kasus). Jika reduksi enema gagal,
maka diperlukan pembedahan untuk reduksi.6
Reduksi intususepsi merupakan prosedur gawat darurat yang harus dilakukan segera
setelah diagnosis. Pemberian cairan dan darah serta air dan elektrolit diperlukan jika pasien
sudah mencapai tanda-tanda syok. Pada 75% kasus , bila tidak ada tanda-tanda kelemahan,
12
syok, perforasi usus, pneumatosis usus, atau iritasi peritonium, reduksi intususepsi dapat
dilakukan dengan tekanan hidrostatik atau pneumatik di bawah bimbingan fluoroskopi atau
ultrasonografi dan dengan konsultasi serta pengawasan yang ketat dari ahli bedah.7
Apabila ada bukti klinis obstruksi usus lama dengan peritonitis, reduksi intususepsi
hidrostatik seharusnya tidak dikerjakan karena resiko perforasi pada tempat intususepsi. Pada
intususepsi ileoileum, enema barium biasanya tidak bersifat diagnostik dan reduksi dengan
teknik hidrostatik tidak mungkin dilakukan. Intususepsi demikian dapat berlangsung secara
tersembunyi sebagai komplikasi laparatomi dan memerlukan reseksi. Insisi samping kanan
melintang paraumbilikus atau infraumbilikus memberi jalan masuk ke kolon ascendens. Jika
reduksi bedah secara manual tidak dapat dilakukan atau usus tidak dapat hidup, akan
diperlukan reseksi intususepsi, dengan anastomosis ujung ke ujung.Tingkat kesuksesan yang
tinggi untuk terapi pada kasus intususepsi dapat terjadi dengan reduksi hidrostatik yang
dipandu secara radiologis dengan menggunakan barium atau udara. Jika hal ini gagal,
diperlukan reduksi dengan pembedahan.4,7
Reduksi bedah harus dilakukan jika terdapat tanda-tanda klinis perforasi, peritonitis,
atau syok, jika reduksi medik tidak berhasil; atau jika ada kemungkinan temuan titik petunjuk
patologis yang tinggi.Reduksi hidrostatik mempunyai nilai keberhasilan pada sekitar 75%
kasus, sementara sisanya memerlukan pembedahan segera. Pembedahan berguna untuk
mengetahui penyebab yang mendasarinya, seperti adanya divertikulum Meckel. Namun,
penyebab seperti itu hanya dijumpai pada 5-7% kasus. Rekurensi lebih sering terjadi setelah
dilakukan reduksi dengan barium enema.5,8
Hal-hal yang biasanya dilakukan setelah pembedahan adalah:9
- Meningkatkan hidrasi yang adekuat. Anjurkan asupan cairan jernih setelah
pembedahan.
- Meningkatkan nutrisi yang adekuat sesuai dengan usia dan kebutuhan nutrisi anak.
Tingkatkan diet sesuai toleransi setelah pembedahan.
- Pantau status eliminiasi usus apakah dapat berfungsi normal kembali.

Prognosis untuk Kasus Intususepsi


Intususepsi pada bayi yang tidak ditangani akan selalu berakibat fatal; kesempatan
sembuh terkait langsung dengan lamanya intususepsi sebelum reduksi. Kebanyakan bayi
sembuh jika intususepsi direduksi dalam 24 jam pertama, tetapi angka mortalitas meningkat
dengan cepat setelah 24 jam, terutama setelah hari kedua. Dengan terapi bedah yang adekuat,
reduksi dengan operasi sangat mengurangi angka mortalitas pada kasus dini.7
13
Kesimpulan
Intususepsi merupakan salah satu bentuk gangguan obstruksi usus yang sifatnya
mekanik. Intususepsi merupakan gangguan saluran pancernaan yang dimanifestasikan dengan
terjadinya invaginasi usus ke dalam bagian usus di bawahnya. Masalah utama yang muncul
yaitu terjadinya rasa nyeri abdomen yang paroksimal. Serta terjadinya gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit hingga terjadi syok hipovolemik.

Daftar Pustaka
1. Santoso M. Pemeriksaan fisik diagnosis. Jakarta: Bidang Penerbitan Yayasan Diabetes
Indonesia; 2006.h.1-4,6,13-5,20,98.
2. K, Marcellus Simadibrata. Pemeriksaan abdomen. Jilid I. Edisi keempat. Jakarta : pusat
penerbit ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia, 2008, hal 51-55.
3. Patel PR. Radiologi. Ed 2. Jakarta: Erlangga; 2007.h.241.
4. Hull D, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Ed 3. Jakarta: EGC; 2008.h.155.
5. Greenberg MI. Teks-atlas kedokteran kedaruratan. Jakarta: Erlangga; 2007.h.588-9.
6. Sagar J, Kumar V, Shah DK. Meckel’s diverticulum: a systematic review. J RSoc Med.
2006;99:501-505.
7. Kliegman RM, Stanton BF, Schor NF, Geme JW, Behrman RE. Nelson textbook of
pediatrics. Edisi 15 ; 2012 .h.1281-1312-3.
8. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatri nelson. Ed 4. Jakarta: EGC; 2010.h.539
9. Muscari ME. Pediatrik. Ed 3. Jakarta: EGC; 2006.h.261-2.

14

Anda mungkin juga menyukai