PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui landasan psikologi
2. Untuk mengetahui psikologi tingkah laku dalam pembelajaran
3. Untuk mengetahui psikologi kognitif dalam pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
Dilihat dari arti katanya, psikologi berasal dari kata “psyche” yang
berarti jiwa atau nafas hidup, dan “logos” atau ilmu dilihat dari arti katanya,
psikologi dapat diartikan seolah-olah sebagai ilmu jiwa yaitu ilmu yang
mempelajari jiwa. Tetapi mengartikan psikologi sebagai ilmu yang
mempelajari jiwa kurang tepat, karena pada kenyataannya psikologi tidak
mengkaji jiwa sebagai objeknya karena jiwa merupakan sesuatu yang tidak
dapat diamati secara konkrit. Psikologi adalah suatu ilmu pengetahuan yang
mengkaji perilaku individu dalam interaksi dengan lingkungannya. Perilaku
yang dimaksud adalah pengertian yang luas sebagai manifestasi hayati (hidup)
yang meliputi jenis, motorik, kognitif, konatif, dan afektif. Perilaku motorik
adalah perilaku dalam bentuk grakan seperti berjalan, berlari, duduk, dsb.
Perilaku kognitif ialah perilaku dalam bentuk bagaimana individu mengenal
alam disekitarnya spserti pengamatan, berfikir, mengingat, mencipta, dsb.
Perilaku konatif ialah perilaku berupa dorongan dari dalam individu, misalnya
kemauan, motif, kehendak, nafsu, dsb. Perilaku afektif ialah perilaku dalam
bentuk perasaan atau emosi seperti senang, nikmat, gembira, sedih, cinta, dsb.
Kesemua jenis perilaku itu merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan
satu dengan yang lainnya.
Sebagai suatu ilmu pengetahuan, psikologi menggunakan metode-
metode ilmiah (scientifik methods) untuk mengumpulkan, mengolah,
menganalisis, dan untuk menafsirkan informasi yang berkenaan dengan
perilaku individu. Beberapa metode yang dipergunakan antara lain
eksperimen, observasi, klinis, psikometrika dan sebagainya.
Menurut Branca (dalam Khodijah,2006) menyatakan bahwa psikologi
sebagai ilmu tentang perilaku. Menurut Woodworth dan Narquis menyatkan
bahwa psikologi adalah ilmu tentang aktifitas individu baik aktifitas motorik,
kognitif, maupun emosional. Pengertian landasan psikologis merupakan
pemahamann terhadap peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan.
Psikologi ialah cabang psikologi yang secara khusus mengkaji berbagai
perilaku individu dalam kaitan dengan situasi pendidikan. Tujuan psikologi
pendidikan ialah menenemukan bergabai fakta, generalisasi, dan teori
psikologis yang berkaitan dengan pendidikan untuk digunakan dalam upaya
melaksanakan proses pendidikan yang efektif.
Pendidikan merupakan upaya dalam mempengaruhi individu agar
berkembang menjadi manusia yang sesuai dengan yang dikehendaki. Dalam
pendidikan terjadi proses pengembangan potensi manusiawai dan proses
pewarisan kebuayaan. Pendidikan merupakan kegiatan yang melibatkan
individu (manusia) yang berperilaku yang disebut dengan perilaku
pendidikan. Perilaku diwujudkan oleh mereka yang secara langsung ataupun
tidak langsung terlibat dalam pendidikan seperti pendidik (guru, pengajar),
peserta didik (murid, pelajar, mahasiswa), pengelola pendidikan, administrator
pendidikan, perencana pendidikan, peneliti pendidikan, lingkungan
pendidikan (orang tua, masyarakata, dsb). Adalah sangat diharapkan agar
mereka-mereka yang terlibat dalam proses dan kegiatan pendidikan itu dapat
menunjukkan perilaku pendidikan yang sesuai dengan agar pendidikan dapat
berlangsung secara efektif sesuai dengan lanasan dan tujuan yang ingin
dicapai.
Dalam lingkup yang lebih khusus (terutama dalam ruang kelas)
psikologi pendidikan banyak memusatkan pada psikologi pembelajran dan
pengajaran. Disini lebih difokuskan pada pengkajian aspek psikologis dalam
aktifitas pembelajaran dan pengajaran. Dengan demikian dapat diciptakan
suatu proses pembelajaran dan pengajaran yang efektif. Hal itu dapat
iupayakan dengan mewujudkan perilaku pembelajaran pada siswa, serta
perilaku-perilaku individu yang yang lain yang terkait (misalnya orang tua,
pengelola, dan administrator pendididikan). Hal ini mengandung makna
bahwa psikologi mempunyai peranan yang sangat besar dalam proses
pembelajran dan pengajaran.
Psikologi belajar atau disebut pula dengan teori belajar adalah teori
yang mempelajari perkembangan intelektual (mental) siswa. Psikologi
mengajar atau teori mengajar berisi tentang petunjuk bgaimana semestinya
mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar. Jadi pada teori
mengajar terdapat prosedur dan tujuan mengajar.
a. Toeri Thorndike
Edward L. Thorndike (1984-1949) mengemukakan beberapa hokum
belajar yang dikenal dengan sebutan Law of effect. Menurut hukum ini
belajar akan lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus
segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasaan. Rasa senang atau
kepuasaan ini bisa timbul sebagai akibat anaka mendapatkan pujian atau
ganjaran lainnya.
Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini
disebut juga koneksionis. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya
belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan
respon. Terdapat beberapa dalil atau hukum kesiapan (law of readiness),
hukum latihan (law exercise) dan hukum akibat (law of effect).
Hukum kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak
dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai
kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan
kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan
melahirkan kepuasan bagi dirinya.
Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon
sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakin kuat, sedangkan makin
jarang hubungan stimulus respon dipergunakan, maka akan makin lemah
hubungan yang terjadi. Hukum pada dasarnya menggunakan bahwa
dasar stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu sama lain secara
kuat, jika proses pengulangan sering terjadi, makin banyak kegiatan ini
dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat otomotis. Seorang
anak yang diahadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya
akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan
pengalamannya pada waktu sebelumnya.
Dalam hokum akibat dijelaskan bahwa kepuasaan yang terlahir dari
adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasaan bagi anak, dan
anak cendrung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang
telah dicapainya itu. Guru yang memberikan senyuman wajar terhadap
jawaban anak, akan tetapi menguatkan konsep yang tertanam pada diri
anak. Kata-kata “Bagus”. “Hebat”, “Kau sangat teliti” dan semacamnya
akan merupakan hadiah bagi anak yang kelak akan meningkatkan dirinya
dalam menguasai pelajaran.
b. Toeri Skinner
Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran penguatan
mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Ganjaran
merupakan respon yang sifatnya mengembirakan dan merupakan tingkah
laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu
yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respond an lebih
mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teori Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas
penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan dapat dianggap
sebagai stimulus positif, jika penguatan tersebut sering dengan
meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya
itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan pada anak memperkuat
tindakan anak, sehingga anak semakin sering melakukannya.
Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan
pada anak. Sikap guru yang bergembira pada anak saat menjawab
pertanyaan, merupakan penguatan positif pula. Untuk mengubah tingkah
laku anak dari negative menjadi positif,guru perlu mengetahui psikogi
yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dan
mengendalikan tingkah laku anak. Guru didalam kelas mempunyai tugas
untuk mengarahkan anak dalam aktifitas belajar, Karena pada saat
tersebut, control berada pada guru, yang berwenang memberikan intruksi
ataupun larangan pada anak didiknya.
Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang
efektivitas pencapaian tujuan)harus segera diberi penguatan positif agar
respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu
dipertahankan. Misalnya dengan mengatakan bahwa “bagus, pertahankan
pretasimu” untuk siswa yang mendapat nilai tes yang memuaskan.
Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak
menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan negative
agar respon tersebut tidak diulang lagi dan berubah menjadi respon yang
sifatnya poitif, penguatan negatif ini bias berupa teguran, peringatan, atau
sangsi.
c. Teori Ausubel
Teori ini dikenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya
pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan antar belajar
menemukan dengan belajar menerima. Pada belajar menerima siswa
hanya menerima, jadi tinggal menghapalkannya, tetapi pada belajar
menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran
begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar
menghafal,siswa menghafalkan materi yang diperolehnya, tetapi pada
belajar bermaknamateri yang diperoleh itu dikembangkan dengan
keadaan lain sehingga belajarnya lebih dimengerti.
d. Teori Gagne
Menurut Gegne dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat
diperoleh, yaitu objek lansung dan objek tidak langsung. Objek tak
langsung antara lain kemampuan menyelidik dan memecahkan masalah,
belajar mandiri, bersikap positif terhadapa matematika, dan tahu
bagaimana semestinya belajar, sedangkan objek lansung berupa fakta,
keterampilan, konsep dan aturan.
Menurut Gegne, belajar dapt dikelompokkan menjadi 8 tipe belajar yaitu
1) Belajar isyarat
Adalah belajar yang tingkatnya paling rendah, karena tidak ada
niat atau spontanitas. Contohnya menyenan, atau menghindar
pelajaran karena akibat perilaku gurunya.
2) Stimulus respon
Merupakan kondisi belajar yang ada niat diniati dan responnya
jasmaniah. Misalnya siswa meniru tulisan guru di papa tulis.
3) Rangkain gerak
Adalah perbuatan jasmaniah terurut dari dua kegiatan atau lebih
dalam rangka stimulus respon.
4) Rangkain verbal
Adalah perbuatan lisan terurur dari dua kegiatan atau lebih dalam
rangka stimulus respon. Contohnya adalah mengemukakan
pendapat, menjawab pertanyaan guru secara lisan.
5) Belajar membedakan
Adalah belajar memisah-misah rangkain yang bervariasi.
6) Pembentukan konsep
Disebut juga tipe belajar pengelompokkan, yaitu belajar melihat
sifat bersama benda-benda konkrit atau peritiwa untuk dijadikan
suatu kelompok.
7) Pembentukan aturan
8) Pemecahan masalah
Dalam pemecahan masalah ada 5 langkah yang harus dilakukan
yaitu:
a. Menyajikan masalah dalam bentuk yang jelas.
b. Menyatakan masalah dalm bentul yang operasional.
c. Menyusun hipotesis-hipotesis alternative dan prosedur yang
diperkirakan baik.
d. Mengetes hipotesis dan melakukan kerja untuk meperoleh
hasilnya
e. Mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.
e. Teori Pavlov
Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Pavlov
mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning) dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar, agar siswa belajar
dengan baikmaka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan
soal pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya,
menjelaskannya, atau member nilai terhadap hasil pekerjaannya.
f. Teori Baruda
Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru.
Maksudnya bukan mencontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan
orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan
santun dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar, tingkah laku
yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematik, maka siswa
akan menirunya. Jika conto-contoh yang dilihatnya kurang baik iapun
menirunya. Dengan demikian harus ada menjadi manusi yang
propfesional.
2.3 Psikologi Kognitif dalam Pembelajran
Menurut Wundt, kognitif adalah suatu proses aktif dan kreatif yang
bertujuan membangun struktur melalui pengalaman-pengalaman. Model belajar
kognitif merupakan suatu bentuk tori belajar yang sering disebut sebagai model
percektual. Prespektif kognitif membagi jenis pengetahuan menjadi 3, yaitu :
1. Pengetahuan deklarif, yaitu pengetahuan yang dinyatakan dalam bentuk kata
atau yang biasa disebut konseptual.
2. Pengetahuan procedural, yaitu pengetahuan tentang tahap-tahap atau proses
yang harus dilakukan tentang bagaimana melakukan implementasi (praktik
dari suatu konsep).
3. Pengetahuan kodisional, yaitu pengetahuan tentang kapan dan mengapa suatu
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan procedyral diguanakan.
Pendekatan Kognitif
Pendekatan kognitif mengasumsikan adanya beberapa jenis intelegensi dan
memiliki penekanan pada strategi yang digunakan orang pada saat berpikir dalam
menghadapi suatu masalah dan menemukan solusi permasalahan.
Salah satu teori kognitif yang paling terkenal adalah teori triarki inteligency
yang diperkenalkan oleh Robert Sternberg tahun 1988, triarki berarti 3 bagian.
Pada tahun 2004 Stenberg mendefinisikan bahwa pengetahuan dan kemampuan
yang dibutuhkan untuk mencapai keberhasilan dalam hidup berdasarkan definisi
keberhasilan yang dimiliki seseorang. Menurut Stenrberg integency terdiri dari 3
aspek yaitu intelegency komponensial, intelegency kreatif, dan intelegency
praktis.
Prespektif kognitif menekankan hal yang berlangsung dipikan seseorang
tentang bagaimana cara berfikir, mengingat, memahami bahasa, memecahkan
masalah, menjelaskan berbagaia pengalaman, memperoleh sejumlah standard
moral dan membentuk keyakinan.
Teori-teori Belajar Berbasis Kognitif
a. Kematangan
b. Pengalaman fisik/ lingkungan
c. Transmisi social
d. Equilibrium/ self regulation
a. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh
karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan cara berfikir anak.
b. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi
lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
c. Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak
asing.
d. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
e. Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
e) Toeri Dienes
Zoltan P. Dienes adalah seorang matematikawan yang memusatkan
perhatiannya pada cara-cara pengajaran terhadap anak-anak. Dasar teorinya
bertumpu pada teori piaget, dan pengembangannya diorientasikan pada anak
– anak, sedemikian rupa sehingga system yang dikembangkannya itu
menarik bagi anak yang mempelajari matematika.
Jenis berpendapat bahwa dasarnya matematika dapat dianggap sebagai studi
tentang struktur, memisah – misahkan hubungan – hubungan diantara
struktur dan mengkategorikan hubungan – hubungan diantara struktur –
struktur. Dienes mengemukakan bahwa tiap – tiap konsep atau prinsip dalam
matematika yang disajikan dalam bentuk konkret akan dapat dipahami
dengan baik. Ini mengandung arti bahwa benda – benda atau objek – objek
dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi dengan baik
dalam pengajaran matematika.
3.2 Saran