Anda di halaman 1dari 24

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan bangsa Indonesia dewasa ini belum

menunjukan hasil yang menggembirakan. Indicator derajat kesahatan yang di

capai bangsa Indonesia jika di bandingkan dengan indicator kesehatan bangsa

lain di dunia, utamanya dengan Negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura,

Thailand, dan Philipina, masih terhitung ketinggalan, yakni angka kematian bayi

145 per 1000 kelahiran, angka kematian balita 81 per 10.000 kelahiran hidup,

angka kematian ibu 540 per 100.000 kelahiran(Waryana, 2010).

Tingginya angka kematian tersebut di karenakan masih ditemukannya

beberapa hambatan dan permasalahan pada masyarakat. Masalah tersebut salah

satu di antaranya gizi buruk pada balita. Gizi merupakan salah satu penentu

kualitas sumber daya manusia. Akibat kekurangan gizi pada anak akan

menyebabkan beberapa efek serius seperti kegagalan pertumbuhan fisik serta

tidak optimalnya perkembangan kecerdasan. Akibat lainya adalah terjadinya

penurunan produktifitas, menurunya daya tahan tubuh terhadap penyakit yang

akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian(Waryana,2010).

Suatu bangsa dapat dikatakan semakin maju jika tingkat pendidikan

penduduknya tinggi,derajat kesahatan tinggi, usia harapan hidupnya panjang dan

pertumbuhan fisiknya optimal. Dari pernyataan tersebut terdapat suatu hubungan

yang sangat erat antara pertumbuhan fisik dan perkembangan mental anak pada

usia dini. Anak dengan status gizi yang baik dan sehat, akan dapat lebih aktif

merespon semua perubahan yang ada di lingkungan (Khomsan,2006).

1
Derajat kesehatan yang tinggi dalam pembangunan ditujukan untuk

mewujudkan manusia yang sehat, cerdas, dan produktif. Salah satu unsure

penting dari kesehatan adalah masalah gizi. Gizi sangat penting bagi kehidupan.

Kekurangan gizi pada anak dapat menimbulkan beberapa efek negative seperti

lambatnya pertumbuhan badan, rawan terhadap penyakit, menurunya tingkat

kecerdasan, dan terganggunya mental anak. Kekurangan gizi yang serius dapat

menyebabkan kematian anak. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa

ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu

SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima,

serta cerdas (Suwiji.2006).

Status gizi balita perlu mendapat perhatian yang serius, mengingat jumlah

balita di Indonesia sangat besar yaitu sekitar 10% dari seluruh populasi, perhatian

yang serius itu berupa pemberian gizi yang baik. Pada lima tahun pertama

kehidupannya, ditujukan untuk mempertahankan kehidupan sekaligus

meningkatkan kualitas agar mencapai pertumbuhan yang optimal baik secara

fisik, sosial maupun intelegensi. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan

jumlah sel serta jaringan intraseluler, yang berarti bertambahnya ukuran tubuh

sebagian atau keseluruhan sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan

berat. Pada tahun-tahun awal anak juga merupakan periode kritis yang

berhubungan dengan proses pembelahan otak kiri (logika,analisis, dan

kemampuan berbahasa) dan otak kanan (fungsi sosial). Pada saat proses inilah

masa peka bahasa berlangsung. Menurut Stephen Krashen, proses pembelahan

berakhir pasa usia 5 tahun, sehingga setiap penyimpangan sekecil apapun jika

2
tidak segera di tangani dengan baik akan mengurangi kualitas sumber daya

manusia (Depkes RI,2005).

Dalam menjaga kesehatan serta pertumbuhan yang baik kita harus

mengkonsumsi makanan dengan asupan gizi yang seimbang. Untuk

mempertahankan agar gizi seimbang susunan hidangan sehari-hari harus terdiri

atas berbagai ragam bahan makanan yang berkualitas dalam jumlah dan proporsi

yang sesuai. Dengan demikian akan dapat memenuhi kebutuhan gizi guna

pemeliharaan dan perbaikan sel tubuh dan proses kehidupan serta pertumbuhan

(fisik) dan perkembangan (mental dan psikoligis) secara optimal (Sri

Adiningsih,2010).

Hasil Rinkesdas 2010 menunjukan bahwa Secara nasional prevalensi gizi

kurang pada anak balita mencapai 17,9 %. Hal ini berarti bahwa masalah gizi

kurang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia dan juga di

provinsi(Profil kesehatan Indonesia 2011).

Berdasarkan hasil Riskesdas 2010 prevalensi gizi kurang pada balita di

Indonesia angkanya sebesar 17,9 %. Angka ini menunjukan penurunan sejak

1990 lalu sebesar 31,0%. Meski demikian, di Indonesia masih akan ditemui

sekitar 3,7 juta balita mengalami kekurangan gizi, ditambah lagi dengan anak-

anak yang tergolong pendek yang angkanya sebesar 35,7 %(Profil kesehatan

Indonesia 2011).

Berdasarkan hasil dinas kesehatan kota palu tahun 2011 jumlah balita

yang mengalami gizi kurang laki-laki sebesar 2,78 % dan perempuan sebesar

2,84 %(Dinkes kota palu,2011).

3
Sedangkan berdasarkan tumbuh kembang balita di puskesmas sangurara

tahun 2011 jumalah balita yang ada di wilayah kerja puskesmas sebesar 5621

dan yang mengalami gizi kurang sebanyak 92 orang dengan presentasi 1,6 %.

(Data PKM Sangurara 2011).

Dari distribusi prevalensi status gizi kurang pada balita di puskesmas

sangurara tahun 2011 tersebut, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti dan

menelusuri faktor-faktor apa yang mempengaruhi gizi kurang pada balita yang

akan penulis lakukan di wilayah kerja Puskesmas sangurara palu.

B. Rumusan Masalah

Dari data dan permasalahan yang ada di atas, maka rumusan masalah peneliti

adalah “Bagaimana Gambaran Faktor –faktor yang Mempengaruhi Gizi Kurang

pada Balita di Puskesmas Sangurara Palu”.

C. Tujuan Peneliti

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang

pada balita di PKM Sangurara palu.

2. Tujuan Khusus

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada balita

ditinjau dari tingkat pengetahuan ibu.

4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada balita

ditinjau dari tingkat pendidikan ibu.

4
5. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada balita

ditinjau dari penghasilan keluarga.

D. Manfaat Penelitian

1. Tenaga kesehatan/kebidanan

Memberikan informasi serta wawasan mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi gizi kurang pada balita dan pentingnya makanan bergizi terhadap

status gizi balita.

2. Puskesmas

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak PKM Sangurara Palu

khususnya bidang Gizi dalam upayah perbaikan gizi masyarakat terutama gizi

balita.

3. Institusi pendidikan

Sebagai bahan tambahan informasi khususnya pada mata kuliah tentang gizi.

4. Bagi peneliti lain

Sebagai bahan tambahan atau referensi untuk peneliti selanjutnya.

5. Masyarakat

Untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat terutama ibu tentang faktor-faktor

yang Mempengaruhi gizi kurang pada balita dan pentingnya makanan bergizi

bagi status gizi Balita untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep tentang gizi

1. Pengertian gizi

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang di

konsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpanan, metabolism, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan

untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari

organ-organ serta menghasilkan energy(Waryana,2010).

Dengan mengkonsumsi makanan yang bergizi setiap hari berat akan

memperbaiki kesehatan seseorang, khususnya bagi perkembangan balita,

anak-anak, serta remaja. Tidak semua bahan makanan bergizi mahal

harganya, tetapi kita harus bisa atau pandai memilih dan

menganekaragamankan bahan makanan dan menciptakan menu yang

mengundang selera. Setiap jenis makanan mempunyai kandungan zat gizi

yang baik dan bervariasi, baik jenis dan jumlahnya (Erna, 2005).
2. pengertian zat gizi
Zat gizi adalah ikatan kimia yang di perlukan tubuh untuk melakukan

fungsinya, yaitu menghasilkan energy, membangun dan memelihara jaringan,

serta mengatur proses-proses kehidupan (Fahmi hafid, 2010).

B. Konsep tentang balita

1. pengertian balita
Balita adalah anak yang berumur 0 – 59 bulan, pada masa ini di

tandai dengan proses pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat, di

sertai dengan perubahan yang memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih

banyak dengan kwalitas tinggi (Waryana,2010).

6
Cara mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak balita

adalah bukan hal yang mudah, tapi juga bukan hal yang sulit. Namun butuh

pengorbanan yang cukup besar. Ada beberapa standar pokok batas minimum

tumbuh kembang anak balita. Itu bisa jadi acuan, namun bukan menjadi

pedoman mutlak syarat mutlak(Anna Ahira,2010).


Sebenarnya di usia balita ia adalah anak yang agak antisocial. Tapi

ia butuh bermain dan dekat dengan orang lain, yang pada akhirnya dia akan

mulai berbaur bermain dengan orang lain. Ia mencoba menjadi makhluk

social. Perli diingat bahwa anak batita selalu mencari perhatian. Karena itu,

tunjukkan perhatian kita padanya secara nyata (Achmadi, 2007).


C. Gizi balita

1. Kebutuhan gizi pada balita

Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita diantaranya

energy dan protein. Kebutuhan energy sehari anak untuk tahun pertama

kurang lebih 100 – 120 kkal / kg berat badan. Untuk tiap 3 bulan pertambahan

umur, kebutuhan energy turun kurang lebih 1o kkal / kg berat badan. Energy

dalam tubuh diperoleh terutama dari zat gizi karbohidrat, lemak, dan juga

protein. Protein dalam tubuh merupakan sumber asam amino esensial yang

diperlukan sebagai zat pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan

pembentukan protein dalam serum, mengganti sel-sel yang rusak, memelihara

keseimbangan asam basa cairan tubuh, serta sebagai sumber energy. Lemak

merupakan sumber kalori berkonsentrasi tinggi, selain itu lemak juga

mempunyai 3 fungsi, diantaranya sebagai sumber lemak esensial, sebagai zat

pelarut vitamin A, D, E, K, serta dapat member rasa sedap dalam makanan.

Kebutuhan karbohidrat yang di anjurkan adalah 60 – 70 % dari total energy.

7
Sumber karbohidrat dapat diperoleh dari beras, jagung, singkong, tepung-

tepungan, gula, dan serat makanan (Waryana,2010).

2.Prinsip Gizi balita

Anak usia balita merupakan konsumen pasif, artinya anak

menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi

demikian, sebaiknya anak balita diperkenalkan dengan berbagai bahan

makanan. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia

prasekolah sehinggah diperlukan jumlah makanan yang relatif besar

dari masa usia prasekolah sehinggah diperlukan jumlah makanan yang

relatif besar. Namun, perut yang masih kecil menyebabkan jumlah

makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil

daripada anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan

yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering (Erna,2005).


Setelah anak berumur satu tahun menunya harus bervariasi

untuk mencegah kebosanan dan diberi susu, serealia (bubur beras,

roti, daging, sup, sayuran dan buah-buahan). Makanan padat yang

diberikan tidak perlu diblender lagi melainkan yang kasar supaya anak

yang sudah mempunyai gigi dapat belajar mengunyah. Adakalanya

anak tidak mau makan dan sebagai penggantinya ibu memberikan

susu. Kebiasaan demikian akan mengarah ke diet yang hanya terdiri

dari susu saja (Erna, 2005).


Gizi ibu yang kurang atau buruk pada waktu konsepsi atau

sedang hamil muda dapat berpengaruh pada pertumbuhan seorang

batita. Masa batita sampai balita adalah masa pertumbuhan sehinggah

memerlukan gizi yang baik. Bila gizinya buruk maka perkembangan

8
otaknya pun kurang dan itu akan berpengaruh pada kehidupannya di

usia sekolah dan prasekolah (Erna, 2005).

3. Kecukupan gizi rata-rata untuk balita

Pemberian makanan pada balita, sebagaimana halnya kelompok

usia lain yang lebih tua, harus memenuhi kebutuhan balita itu, yang meliputi

kebutuhan kalori serta kebutuhan zat-zat gizi utama yang meliputi 5

komponen dasar, yakni karbohidrat, protein, lemak, mineral dan vitamin

(termaksud air dalam yang cukup). Kesemua zat gizi ini mempunyai fungsi

masing-masing, serta harus terdapat secara bersamaan pada suatu waktu

(Fahmi Hafid,2010).

a). Energi. Zat gizi yang mengandung energy terdiri dari protein dan

karbohidrat. Tiap gram protein maupun karbohidrat member energy

sebanyak 4 kilokalori, sedangkan tiap gram lemak 9 kilokalori. Dianjurkan

supaya jumlah energy yang di perlukan didapatkan dari 50 -60 %

karbohidrat, 25 – 35 % lemak, selebihnya 10 – 15 % protein.

b). Protein. Disarankan untuk member 2,5 – 3 gram tiap kilogram berat

badan balita. Protein yang diberikan dianggap adekuat jika mengandung

semua asam amino esensial dalam jumlah yang cukup, mudah dicerna dan

diserap tubuh, serta harus yang berkualitas tinggi seperti protein hewani.

c).Mineral dan vitamin. Susu sapi merupakan sumber yang baik bagi

beberapa vitamin dan mineral seperti kalsium dan fosfor. Tiap 500 – 600 ml

susu mengandung kurang lebih 0,7 -0,8 gram kalsium dan cukup fosfor bagi

pembentukan tulang dan gigi. Menu yang setiap harinya mengandung susu,

9
daging, ayam, ikan, telur, sayur, buah dan serealia (nasi, roti, kentang, mi),

akan mengandung cukup vitamin dan mineral.

d). Cairan. Pada umumnya anak sehat memerlukan 1000 sampai 1500 ml air

setiap harinya. Pada keadaan sakit seperti infeksi dengan suhu tubuh tinggi,

diare, atau muntah masukan cairan harus ditingkatkan untuk menghindari

kekurangan cairan.(Fahmi Hafid,2010).

4. tanda gizi kurang balita

Menurut Dr. Sri Kurniati M.S., Dokter Ahli Gizi Medik Rumah Sakit Anak dan

Bersalin Harapan Kita, kurang gizi pada anak terbagi menjadi tiga.

Pertama, disebut sebagai Kurang Energi Protein Ringan. Pada tahap ini, Sri

menjelaskan bahwa belum ada tanda-tanda khusus yang dapat dilihat

dengan jelas. Hanya saja, berat badan si anak hanya mencapai 80 persen

dari berat badan normal.

Sedangkan yang kedua, disebut sebagai Kurang Energi Protein Sedang.

Pada tahap ini, berat badan si anak hanya mencapai 70 persen dari berat

badan normal. Selain itu, ada tanda yang bisa dilihat dengan jelas adalah

wajah menjadi pucat, dan warna rambut berubah agak kemerahan.

Ketiga, disebut sebagai Kurang Energi Protein Berat. Pada bagian ini terbagi

lagi menjadi dua, yaitu kurang sekali, biasa disebut Marasmus. Tanda pada

marasmus ini adalah berat badan si anak hanya mencapai 60 persen atau

kurang dari berat badan normal. Selain marasmus, ada lagi yang disebut

sebagai Kwashiorkor. Pada kwashiorkor, selain berat badan, ada beberapa

10
tanda lainnya yang bisa secara langsung terlihat. Antara lain adalah kaki

mengalami pembengkakan, rambut berwarna merah dan mudah dicabut,

kemudian karena kekurangan vitamin A, mata menjadi rabun, kornea

mengalami kekeringan, dan terkadang terjadi borok pada kornea, sehingga

mata bisa pecah. Selain tanda-tanda atau gejala-gejala tersebut, ada juga

tanda lainnya, seperti penyakit penyertanya. Penyakit-penyakit penyerta

tersebut misalnya adalah anemia atau kurang darah, infeksi, diare yang

sering terjadi, kulit mengerak dan pecah sehingga keluar cairan, serta pecah-

pecah di sudut mulut.

5. Akibat Gizi Kurang pada Proses Tubuh


Akibat kurang gizi pada proses tubuh yang tergantung pada zat –

zat apa yang kurang. Kekurangan gizi secara umum menyebabkan

gangguan pada proses – proses :


a. Pertumbuhan
Anak– anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein digunakan

sebagai zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut

mulai rontok. Anak-anak yang berasal dari tingkat ekonomi menengah

keatas rat-rata lebih tinggi daripada berasal dari keadaan sosial

rendah.
b. Produksi tenaga
Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seseorang

kekurangan tenaga untuk bergerak, dan melakukan aktifitas. Orang

menjadi malas, merasa lemah dan produktifitas menurun.


c. Pertahanan tubuh
Daya tahan terhadap tekanan atau sters menurun. Sistem imunitas

dan anti bodi berkurang, sehingga orang mudah terkena infeksi seperti

pilek, batuk dan diare. Pad anak - anak hal ini dapat membawa

kematian.
11
d. Struktur dan fungsi otak
Kurang gizi dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental,

dengan demikian kemampuan berfikir otak mencapai bentuk maksimal

pada usia tiga tahun.


(Zaifbio, 2010).
6. Faktor Penyebab Gizi Kurang.
Menurut Ramlah (2009) da beberapa hal yang sering

merupakan penyebab terjadinya gangguan gizi, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Sebagai penyebab langsung gangguan gizi,

khususnya gangguan gizi pada bayi dan anak usia dibawah lima tahun

(balita) adalah tidak sesuainya jumlah gizi yang mereka peroleh dari

makanan dengan kebutuhan tubuh mereka. Berbagai faktor yang secara

tidak langsung mendorong terjadinya gangguan gizi terutama pada anak

batita sampai balita antara lain :

a. Sosial ekonomi
Keterbatasan penghasilan keluarga turut menentukan mutu

makanan yang disajikan. Tidak dapat disangka bahwa penghasilan

keluarga akan turut menentukan hidangan yang disajikan untuk

keluarga sehari-hari, baik kualitas maupun jumlah makanan.


b. Sosial budaya
Adanya kebiasaan atau pantangan makanan yang merugikan.

berbagai kebiasaan yang bertalian dengan pantang makan makanan

tertentu masih sering kita jumpai terutama di didaerah pedesaan.

Larangan terhadap anak untuk makan telur, ikan ataupun daging hanya

berdasarkan kebiasaan yang tidak ada datanya dan hanya diwarisi

secara dogmatis turun temurun, padahal anak itu sendiri sangat

memerlukan bahan makanan seperti itu guna keperluan pertumbuhan

tubuhnya. Kadang- kadang kepercayaan orang akan sesuatu makanan

12
anak kecil membuat anak sulit mendapat cukup protein. Beberapa

orang tua ikan, telur, ayam, dan jenis makanan protein lainnya member

pengaruh buruk untuk anak kecil. Anak yang terkena diare malah

dipuasakan. Cara pengobatan seperti ini akan memperburuk gizi anak.


c. Penyakit infeksi

Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan tidak

mau makan. Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein dan

kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan. Diare dan muntah

dapat menghalangi penyerapan makanan. Penyakit-penyakit umum

yang memperburuk keadaan malaria kronis, cacingan.

d. Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan


Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari sering terlihat

keluarga yang sungguhpun berpenghasilan cukup akan tetapi makanan

yang dihidangkan seadanya saja. Dengan demikian, kejadian

gangguan gizi tidak hanya ditemukan pada keluarga yang

berpenghasilan kurang akan tetapi juga pada keluarga yang

berpenghasilan relatif baik (cukup). Keadaan ini menunjukkan bahwa

ketidaktahuan akan faedah makanan bagi kesehatan tubuh mempunyai

sebab buruknya mutu gizi makanan keluarga, khususnya makanan

anak batita. Menurut Soegeng, masalah gizi Karena kurang

pengetahuan dan keterampilan dibidang memasak menurunkan

komsumsi anak, keragaman bahan dan keragaman jenis masakan

yang mempengaruhi kejiwaan misalnya kebosanan.


e. Prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu.
Banyak bahan makanan yang sesungguhnya bernilai gizi

tinggi tetapi tidak digunakan atau hanya digunakan secara terbatas

13
akibat adanya prasangka yang tidak baik terhadap bahan makanan itu.

Penggunaan bahan makanan itu dianggap dapae menurunkan harkat

keluarga. Jenis sayuran seperti genjer, daun turi, bahkan daun ubi kayu

yang kaya akan zat besi, vitamin A dan protein dibeberapa daerah

masih dianggap sebagai makanan yang dapat menurunkan harkat

keluarga.

f. Kesukaan yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu.


Kesukaan yang berlebihan terhadap suatu jenis makanan

tertentu atau disebut sebagai faddisme makanan akan mengakibatkan

tubuh tidak memperoleh semua zat gizi yang diperlukan.


g. Jarak kelahiran yang terlalu rapat

Banyak hasil penelitian yang membuktikan bahwa banyak

anak yang menderita gangguan gizi oleh karena ibunya sedang hamil

lagi atau adiknya yang baru telah lahir, sehingga ibunya tidak dapat

merawatnya secara baik (Harsono, 1999).

Anak yang dibawah usia 2 tahun masih sangat memerlukan

perawatan ibunya, baik perawatan makanan maupun perawatan

kesehatan dan kasih sayang, jika dalam masa 2 tahun itu ibu sudah

hamil lagi, maka bukan saja perhatian ibu terhadap anak akan menjadi

berkurang.akan tetapi air susu ibu (ASI) yang masih sangat dibutuhkan

anak akan berhenti keluar. Anak yang belum dipersiapkan secara baik

untuk menerima makanan pengganti ASI, yang kadang-kadang mutu

gizi makanan tersebut juga sangat rendah, dengan penghentian

pemberian ASI karena produksi ASI berhenti, akan lebih cepat

mendorong anak ke jurang malapetaka yang menderita gizi buruk,

14
yang apabila tidak segera diperbaiki maka akan menyebabkan

kematian. Karena alasan inilah dalam usaha meningkatkan

kesejahteraan keluarga, disamping memperbaiki gizi juga perlu

dilakukan usaha untuk mengatur jarak kelahiran (Harsono,1999).

7. Upaya penanganan gizi kurang.


Bila kekurangan gizi , anak akan mudah sekali terkena

berbagai macam penyakit, anak yang kurang gizi tersebut, akan

sembuh dalam waktu yang lama. Dengan demikian kondisi inin juga

akan mempengaruhi perkembangan intelegensi anak. Untuk itu, bagi

anak yang mengalami kurang gizi,harus dilakukan upaya untuk

memperbaiki gizinya. Upaya-upaya yang dilakukan tersebut antara lain

adalah :
a. Meningkatkan pengetahuan mengenai gizi.
b. Melakukan pengobatan kepada anak dengan memberikan makanan

yang dapat menjadikan status gizi anak menjadi lebih baik. Makanan

yang baik adalah makanan yang kuantitasnya dan kualitasnya baik.

Makanan yang kuantitasnya baik adalah makanan yang diberikan

sesuai dengan kebutuhan anak.


c. Mengobati penyakit-penyakit penyerta yang diderita anak.
(Irianto, 2007).

D. Konsep Tentang Variabel yang Diteliti

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran,

15
penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar dari pengetahuan manusia dapat

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Ada 4 faktor yang sangat berpengaruh terhadap konsumsi pangan

sehari- hari sebagian besar penduduknya :


a. Produksi pangan untuk keperluan pangan rumah tangga.
b. Pengeluaran uang untuk keperluan pangan rumah tangga.
c. Pengetahuan tentang gizi
d. Tersedianya pangan yang diperoleh oleh point a dan b.
Dilihat pada point ke-3 pengetahuan gizi sangat penting untuk

dipahami dan dimengerti terutama bagi kaum ibu yang memiliki anak

batita karena ibu tersebut harus bisa mengetahui tentang kebutuhan gizi

yang diperoleh oleh batita seperti pemberian ASI eksklusif yang diberikan

sampai umur 6 bulan, sedang lama ASI diberikan sampai umur 2 tahun.

Sedang mengenai makanan tambahan, makanan yang diberikan pada

saat bayi memerlukan zat-zat yang kadarnya sudah berkurang pada ASI.

Makanan tambahan ini diberikan sesudah bayi berumur enam

bulan,misalnya sari buah atau buah – buahan, makanan lumat dan

akhirnya makanan lembek. (Ramlah, 2009)

Aspek-aspek pengetahuan gizi diantaranya pangan dan gizi

(pengertian, jenis, fungsi, sumber, akibat kekurangan), pangan / gizi bayi

(ASI, MP ASI, umur pemberian, jenis), pangan dan gizi balita, pangan

dan gizi ibu hamil, pertumbuhan anak, kesehatan anak serta

pengetahuan tentang pengasuhan anak. Kurangnya pengetahuan gizi

mengakibatkan berkurangnya kemampuan menerapkan informasi dalam

kehidupan seharihari dan merupakan salah satu penyebab terjadinya

gangguan gizi (Irianto, 2007).

2. Tingkat Pendidikan

16
Tingkat pendidikan dalam keluarga khususnya ibu dapat menjadi

faktor yang mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga. Semakin

tinggi pendidikan orang tua maka pengetahuannya akan gizi akan lebih

baik dari yang berpendidikan rendah. Salah satu penyebab gizi kurang

pada anak adalah kurangnya perhatian orang tua akan gizi anak. Hal ini

disebabkan karena pendidikan dan pengetahuan gizi ibu yang rendah.

Pendidikan formal ibu akan mempengaruhi tingkat pengetahuan gizi,

semakin tinggi pendidikan ibu, maka semakin tinggi kemampuan untuk

menyerap pengetahuan praktis dan pendidikan formal terutama melalui

masa media. Hal serupa juga dikatakan oleh L. Green, Rooger yang

menyatakan bahwa makin baik tingkat pendidikan ibu, maka baik pula

keadaan gizi anaknya (Cyntia, 2010).

Tingkat pendidikan ibu mempengaruhi status gizi pada batita.

Tingkat pendidikan ibu dinilai melalui jenjang pendidikan secara formal.

Tingkat pendidikan berhubungan dengan status gizi yaitu dengan

meningkatkan pendidikan kemungkinan akan dapat meningkatkan

pendapatan sehingga meningkatkan daya beli makanan untuk mencukupi

kebutuhan gizi keluarga (Achmadi, 2007).

3. Pekerjaan

Pekerjaan ibu mempengaruhi pola asuh ibu terhadap anak usia

balita. Ibu yang bekerja tidak memiliki cukup waktu untuk memperhatikan

serta mengontrol pola makan dan pemberian nutrisi anak (Berg, 2004).

Ibu-ibu yang bekerja dari pagi hingga sore tidak memiliki waktu

yang cukup bagi anak-anak dan keluarga (Berg, 2004). Dalam hal ini ibu

mempunyai peran ganda yaitu sebagai ibu rumah tangga dan wanita

17
pekerja. Walaupun demikian ibu dituntut tanggung jawabnya kepada

suami dan anak-anaknya, khususnya memelihara anak (Singarimbun,

2005). Keadaan yang demikian dapat memengaruhi keadaan gizi

keluarga khususnya anak balita dan usia sekolah. Ibu-ibu yang bekerja

tidak mempunyai cukup waktu untuk memperhatikan makanan anak yang

sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan serta kurang perhatian dan

pengasuhan kepada anak (Berg. 2004).

4. Penghasilan

Penghasilan keluarga mempengaruhi ketahanan pangan

keluarga. Ketahanan pangan yang tidak memadai pada keluarga dapat

mengakibatkan gizi kurang. Oleh karena itu, setiap keluarga diharapkan

mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota

keluarganya. Keadaan sosial ekonomi keluarga merupakan salah satu

faktor yang menentukan jumlah makanan yang tersedia dalam keluarga

sehingga turut menentukan status gizi keluarga tersebut (Supariasa,

2002).

Kurangnya pemberdayaan keluarga dan pemanfaatan sumber

daya masyarakat mempengaruhi faktor sosial ekonomi keluarga,

termasuk kurangnya pemberdayaan wanita dan tingkat pendidikan dan

pengetahuan orang tua khususnya ibu dalam mengasuh anaknya juga

termasuk faktor sosial ekonomi yang akan mempengaruhi status gizi

keluarga (Erna, 2005).

Tingkat penghasilan keluarga yang mempengaruhi status gizi

kurang pada batita yang dihubungkan dengan jumlah anggota keluarga,

18
penyakit pada anak, yaitu penyakit yang diderita oleh anak yang

menyebabkan terganggunya status gizi batita (Harsono, 1999).


E. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah suatu kerangka hubungan atau

kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang

ingin diteliti ( Tanari, 2010).

Dari uraian diatas maka kerangka pemikiran yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Skema Kerangka Pemikiran

Variable Independent Variable Dependent

Pengetahuan ibu

Tingkat Pendidikan ibu


Faktor – faktor yang mempengaruhi gizi kurang
pada batita

Pekerjaan

Penghasilan keluarga

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif tentang gambaran

faktor – faktor yang mempengaruhi gizi kurang pada batita. Penelitian deskriptif

19
adalah penelitian dengan maksud membuat gambaran secara rinci dari variabel

yang diteliti tanpa membuat suatu perbandingan atau hubungan dengan variabel

lain (Notoatmodjo, 2005).


B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Puskesmas Sangurara Palu kec. Palu Barat pada

tahun 2012.
C. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak balita

di Puskesmas Sangurara Palu.


b. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. (Machfoedz, Ms,

2008). Pada penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

purposive sampling . Subyek dalam penelitian ini adalah semua ibu yang

mempunyai anak balita dan mengalami gizi kurang. Sampel dalam penelitian

ini berjumlah 43 orang. Dalam pengambilan sampel menggunakan rumus :

Lameshow (1997)

n =

= (1,96)2 x 0,5 x 0,5

(0,15)2

= (3,84) x 0,5 x 0,5

0,0225

= 42,67

= 43

20
keterangan :
n = jumlah sampel
Z = nilai baku standar normal, biasa ditentukan pada 1,96
p = proporsi ( 0,5 )
q = 1 – p ( 1 – 0,5 )
d = derajat ketepatan yang dipilih adalah 0,15
Dengan menggunakan rumus pencarian sampel di atas maka ditemukan

jumlah sampel dalam penelitian ini berjumlah 43 orang.


D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Definisi operasional adalah pembatasan ruang lingkup atau pengertian variable

yang diamati atau diteliti. (Notoadtmodjo, 2005).


1. Pengetahuan
Yang dimaksud pengetahuan dalam penelitian ini adalah pengetahuan

seorang responden khususnya tentang gizi batita.


Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian kuesioner
Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : Baik , jika jumlah skor ≥ median


Kurang , jika jumlah < median
2. Tingkat Pendidikan
Yang dimaksud tingkat pendidikan dalam penelitian ini adalah jenjang

pendidikan yang diperoleh responden secara formal.


Alat ukur : kuesionear
Cara ukur : pengisian kuesionear
Skala ukur : ordinal
Hasil ukur : a. Pendidikan dasar (SD dan SMP)
b. Pendidikan menengah (SMA)
c. Pendidikan tinggi (> SMA)
3. Pekerjaan
Pekerjaan keluarga khususnya ibu yang mempengaruhi gizi kurang pada

batita yaitu ibu yang bekerja diluar rumah dan ibu rumah tangga.

Alat ukur : kuesionear

Cara ukur : pengisian kuesionear


Skala ukur : ordinal
Hasil ukur : a. Ibu yang bekerja di rumah

b. Ibu yang bekerja di luar rumah.

4. Penghasilan keluarga

21
Tingkat penghasilan keluarga yang mempengaruhi status gizi kurang pada

batita yang dihubungkan dengan jumlah anggota keluarga dan penyakit pada

anak. Berdasarkan Upah Minimum Rata-rata (UMR) Propinsi Sulawesi

Tengah (Badan Pusat Statistik, 2010).

Alat ukur : kuesionear

Cara ukur : pengisian kuesionear


Skala ukur : ordinal
Hasil ukur : a. Pendapatan setiap bulan ≥ Rp. 777.500,00

b. Pendapatan setiap bulan < Rp. 777.500,00

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Data primer
Data primer adalah data yang didapatkan atau diperoleh langsug dari

sumber data pertama atau lokasi penelitian atau objek penelitian.

(Faisal,2003)
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kuisioner. Untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Gizi Kurang

Pada Balita Diwilayah Kerja Puskesmas Sangurara. Kuisioner menggunakan

skala guttman.
Skala guttman adalah skala yang digunakan untuk mengukur

pengetahuan dengan dua alternative jawaban (sugiono,2004)


Untuk mengukur pengetahuan diberikan 15 pertanyaan dengan

menggunakan skala guttman yaitu dua alternative jawaban “benar” dan

“salah” dengan distribusi pertanyaan positif (favorable) berjumlah 15 item,

bila jawaban benar diberi skor 1 dan bila salah diberi skor 0.

2. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau melalui

pencatatan dan pelaporan.

22
Data Sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah dan

Dinas Kesehatan Kota Palu tahun 2010.

F. Analisa Data

Analisis yang digunakan adalah deskriptif. Untuk menganalisa data-data yang

telah dikumpulkan maka teknik analisa data yang digunakan adalah analisa

univariat, kemudian data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuwensi

dan narasi. (Notoatmodjo, 2005).

Analisa data akan dilakukan dengan cara manual menggunakan rumus:

1. Median

Data yang diperoleh dari kuesioner diberi skor, kemudian dicari nilai

tengahnya dengan menggunakan rumus median sebagai berikut:

n+1
Md =

(Notoatmodjo, 2007)

2. Distribusi frekuensi

Distribusi frekuensi adalah distribusi yang setiap kelas ditetapkan pula dalam

bentuk persen.

f
P= X 100%
n

Keterangan :

P = Presentase.

23
f = Jumlah jawaban dari setiap alternatif.

n = Banyaknya jumlah responden yang menjawab (Machfoedz, 2008)

G. Penyajian Data

Untuk menyajikan data hasil penelitian, peneliti menggunakan cara

penyajian data dalam bentuk tabel dan narasi.

24

Anda mungkin juga menyukai