Anda di halaman 1dari 20

55

PDT : Gastroenterologi

Diare
Intususepsi
Konstipasi
Muntah
Penyakit Hirschprung
Perdarahan Gastrointestinal
56
DIARE
Alpha Fardah A, IG. M. Reza Gunadi Ranuh, Subijanto Marto Sudarmo

BATASAN
Keluarnya tinja cair lebih dari tiga kali/24 jam
I. Diare Akut : terjadi akut dan berlangsung paling lama 3-5 hari.
II. Diare berkepanjangan : berlangsung lebih dari 7 hari.
III. Diare kronik : berlangsung lebih dari 14 hari.

I. DIARE AKUT
1.1. PatofisioIogi dan Patogenesis
Ketidakseimbangan pengangkutan air dan elektrolit berperan penting pada
patogenesis diare, terjadi perubahan absorbsi dan sekresi cairan dan elektrolit, yang
dapat meningkatkan terjadinya dehidrasi.
Peningkatan pengeluaran cairan dapat terjadi oleh karena :
 Sekresi yang meningkat (secretory diarrhea), pada diare infeksi.
 Osmotik oleh karena adanya bahan-bahan dalam lumen usus.
 Moti1itas usus yang meningkat.

1.2. GejaIa Klinis


Frekuensi buang air besar bertambah dengan bentuk dan konsistensi yang lain dari
biasanya dapat cair, berlendir, atau berdarah, dapat juga disertai gejala lain,
anoreksia panas, muntah atau kembung. Dapat disertai gejala komplikasi,
gangguan elektrolit, dehidrasi, gangguan gas darah/asidosis.

1.3. Penyebab
 Enteral :
 Infeksi :
 Virus: Rotavirus, adenovirus, dan lain-lain
 Bakteri : Salmonella, shigella, E-Coli, Yersinia, Campylobacter.
 Parasit, Protozoa (Ent. Histolitika).
 Jamur . dll.
 Intoksikasi makanan
 Parenteral :
 Infeksi parenteral : ISPA, infeksi saluran kemih, OMA, dll.

1.4. Komplikasi
Awal :
Gangguan keseimbangan air, elektrolit dan asam basa, intoleransi klinik akut
terhadap karbohidrat dan lemak.
Lambat :
- Diare berkepanjangan (prolonged diarrhea)
- Intoleransi klinik hidrat arang yang berkepanjangan.
- Diare persisten
Diare kronik :
- Sindrom postenteritis
- Diare intraktabel
57
1.5. Cara Pemeriksaan
1.5.1. Etiologis :
 Klinis (sulit membedakan)
 Kultur faeces
1.5.2. Menentukan adanya dehidrasi atau tidak

Kriteria Penentuan Derajat Dehidrasi Menurut Haroen Noerasid (Modifikasi)

Ditambah :

Ditambah :

1.5.3. Gangguan elektrolit :


 Pemeriksaan serum elektrolit (Hipernatremia, hiponatremia, hipokalemia).
1.5.4. Gangguan Gas Darah :
 Pemeriksaan gas darah.

1.6. Penatalaksanaan
1.6.1. Resusitasi Cairan & Elektrolit sesuai derajat dehidrasi dan kehilangan
elektrolitnya.

Upaya Rehidrasi Oral (U.R.O.)


Usia Dehidrasi Ringan – 3 jamTanpa Dehidrasi
pertama (50ml/kg) - jam selanjutnya
(10-20 ml/kg/setiap diare
Bayi sp 1 tahun 1,5 gelas * 0,5 gelas*
Bayi sp 5 tahun 3 gelas ** 1 gelas **
Bayi > 5 tahun 6 gelas 2 gelas

*Berat badan + 6 kg. :


6 kg x 50 ml = 300 mI = + 1,5 gelas
6 kg x 10-20 ml = 60-120 ml/setiap diare = 0,5 gelas/setiap diare

**Berat badan + 13 kg :
58
13 kg x 50 mi = 650 mi = 3 gelas
13 kg x 10-20 mi = 150-250 ml/setiap diare = 1 gelas setiap diare

Terapi Cairan Standar (Iso Hiponatremia) Untuk Segala Usia Kecuali Neonatus
PLAN DERAJAT KEBUTUHAN JENIS CAIRAN CARA/LAMA
DEHIDRASI CAIRAN PEMBERIAN
C BERAT +30 ml/kg/1 jam RL T.I.V/ 3 Jam atau
= 10 tts/kg/mnt lebih cepat
*) SEDANG +70 ml/kg/1 jam HSD T.I.V/ 3 Jam
B 6-9 % = 5 tts/kg/mnt Atau Atau
Oralit T.I.G/ 3 Jam

RINGAN +50 ml/kg//3 jam HSD Oral 3 jam


atau T.I.V/ 3 Jam
= 3- 4 tts/kg/mnt oralit Atau
T.I.G/ 3 Jam
A TANPA +10-20 ml/kg/ setiapLarutan RT atauOral sampai diare
DEHIDRASI kali diare oralit berhenti

Keterangan : T.I.V : tetes intra venus


T.I.G : tetes intra gastrik
(untuk jenis-jenis cairan lihat lampiran 1)

Perkecualian :
A. Neonatus ( < 3 bulan )
D10%/0,18NaCl 30 ml/kg.BB 2 jam
D10%/0,18NaCl 70 ml/kg.BB 6 jam
B. Penyakit Penyerta (Broncopneumonia., Malnutrisi berat, dsb)
HSD 30 ml/kg.BB 2 jam
HSD 70 ml/kg.BB 6 jam

*)
C. Hipernatremia :
HSD 320 ml/kg.BB 48 jam
Setelah melewati resusitasi cepat (1-2 jam) diberikan cairan HSD secara lambat.
Defisit (70 ml) + rumatan (100 ml) + 2 hari ongoing losses : ± 320 mi/kg dalam
waktu 48 jam (2-3 tetes/kg/menit).
1.6.2. Dietetik
Makanan tetap diberikan, ASI diteruskan, formula diencerkan dalam waktu
singkat. Makanan tambahan sesuai umur dengan konsistensi yang mudah dicerna.
1.6.3. Vitamin A 100.000 IU (untuk anak di atas 1 tahun); 50.000 IU (untuk anak di
bawah 1 Tahun)
1.6.3. Probiotik : 1 kapsul/1 bungkus per hari.
1.6.4. Pada umumnya tidak diperlukan antimikrobial.
Penggunaan antimikrobial hanya pada kasus-kasus tertentu dan kasus-kasus resiko
tinggi, misalnya bayi sangat muda, gizi kurang dan adal penyakit penyerta (lihat
lampiran 2)
1.6.5. Pengobatan problem penyerta.
1.6.6. Obat-obat diare tidak dianjurkan.
59

II. DIARE BERKEPANJANGAN (PROLONGED DIARE)


II.l. Patofisiologi
Terjadi kerusakan mukosa usus yang berkepanjangan dengan akibat terjadinya
malabsorpsi, peningkatan absorpsi protein asing, berkurangnya hormon enterik serta
pertumbuhan kuman yang berlebihan.
Terjadinya suatu sindrome post enteritis yang merupakan sebab dan akibat sejumlah
faktor yang multi kompleks.
Penyebab :
 Intoleransi sekunder
 Enteropati oleh karena protein makanan, terutama protein susu sapi (CMPSE)
dan kedelai.
 Malnutrisi
 Enteropatogen
 Parasit

II.2. Gejala Klinik :


Lama diare melewati masa diare akut (5-7 hari) dapat disertai muntah dan kembung.

II.3. Etiologi :
 Infeksi
 Malabsorpsi
 Penanganan diare akut yang tidak adekuat.

II.4. Pemeriksaan
 Faeces:
 Mikroskopis
 Kultur
 Test-test malabsorpsi :
 Karbohidrat (pH, Clinitest)
 Lemak : floating test ( Rosipal test )
 Kultur urine

II.5. Penatalaksanaan
II.5.1. Resusitasi cairan dan elektrolit bila ada gangguan.
II.5.2. Identifikasi penyebab
II.5.3. Pengobatan sesuai penyebab
II.5.4. Pengelolaan diit yang rasional
60
Penatalaksanaan Diare Berkepanjangan
Penyebab Test Pengobatan
Adanya reducing subtance
Intolerasi gula Eksklusi gula
dalam faeces
Ekslusi dan challenge
Food protein makanan bila mungkin biopsiEksklusi protein makanan
usus
Malnutrisi Klinis & test biochemis Rehabilitasi makanan
Adanya enterobakter yang Pemeriksaan faeces, cairan &
Antibiotik yang sesuai
patogen yang persistent mukosa duodenum & jejunum
Parasite Pemeriksaan faeces, cairan &
Antibiotik yang sesuai
mukosa duodenum & jejunum
UTI Kultur urine Antibiotik yang sesuai

II.6 Komplikasi
 Diare kronik/intraktabel

III. DIARE KRONIK


III.1. Patofisiologi
Penyebab yang multi kompleks dari diare kronik menyebabkan patofisiologi yang
komplek, saling mempengaruhi dan mungkin memperberat keadaan.

Mekanisme terjadinya diare kronik :


III.l.l. Osmotik :
- Overfeeding
- Malabsorpsi karbohidrat
- Bahan makanan yang tak berserat
III.l.2. Sekretori :
- Infeksi interopatogen
- Interotropik - hormon secreting factor
III.l.3. 0vergrowth Bakteria, Malabsorpsi asam empedu dan asam lemak :
- Usus halus terkontaminasi
- Reseksi ileum
III.l.4. Abnormalitas absorpsi ion aktive Chloride diarrhea congenital
III.l.5. Kerusakan Mukosa :
- Enteritis/kolitis infectious
- Gastro enteropathy karena alergi
- Celiac disease
- Inflamatory Bowel Disease
III.l.6. Motilitas Intestinal yang abnormal dan atau berkurangnya permukaan usus yang
berfungsi
- Hypomotility
- Hypermotility
- Short Bowel Syndrome

III.2. Penyebab dan Faktor Resiko


III.2.1. Infeksi :
61
- Ekstraintestinal : sering UTI
- Intraintestinal : kuman penyebab khusus, sering :
- Enteroadherent E.Coli (EAEC)
- Cryptosporadium
- Enteropathogenic E.Coli (EPEC)
- Salmonella non typus

III.2.2. Faktor penderita :


- Usia kurang dari 3 bulan
- Gizi buruk
- Depresi sistem immunologik
- Ensim-ensim yang berkurang
III.2.3. Faktor-faktor lain : kejadian diare akut yang terdahulu merupikan resiko terjadinya
diare kronik.
Penanganan yang tidak efektif menambah resiko terjadinya diare kronik.

III.3. Gejala KIinik


Diare lebih dari dua minggu, disertai gejala intoleransi dan/atau infeksi enteral atau
sepsis. Biasanya disertai gangguan gizi.

III.4. Pemeriksaan dan Diagnosis


III.4.1. Anamnesis yang teliti
III.4.2. Pemeriksaan Fisis
a. Adanya gagal tumbuh
b. Gejala lain yang menyertai
c. Pemeriksaan anorektal
III.4.3. Riwayat Diit
III.4.4. Laboratorium
- Kultur faeces
- Uji malabsorpsi
- gula : pH, Clinitest
- lemak : butir-butir lemak, sudan III, Rosipal, Van de Kamer
- Pemeriksaan untuk menyingkirkan infeksi parenteral, misal kultur urine.
- X-foto abdomen/barium untuk menyingkirkan kelainan anatomis.
- Biopsi usus serial, dan dilakukan eliminasi dan chalenge untuk CMPSE.

III.5. Komplikasi
- Sepsis
- Malnutrisi ---> gangguan tumbuh kembang

III.6. Penatalaksanaan
III.6.1. Koreksi gangguan cairan & elektrolit bila ada
III.6.2. Kausal
III.6.3. Supportif dan dietetik "
III.6.3.1. Vit A 100.000 -200.000 U 1x i.m.
Vit B-compleks, Vit C.
III.6.3.2. Dietetik
- Dalam keadaan yang herat mungkio diperlukan parenteral nutrisi
62
- Enteral Continous Drip Feeding memberikan hasil yang baik dengan
formula khusus ( low lactose )
- Dalam keadaan malabsorpsi berat, serta allergi protein susu sapi dapat
diherikan elemental atau semi elemental formula.
III.6.3.3. Probiotik

DAFTAR PUSTAKA
1. Fitzegerald, J.F., MD.; Joseph H. Clark, MD. Chronic diarrhea Manual of Pediatric
Gastro Enterology. Churchil Livingstone : Edisi I 1988; p 43-57.
2. Lehenthal Emanuel. Chronic Diarrhea in Children. New York Nestle/Vevey Raven Press,
1984.
3. Lehenthal Emanuel. Gastrointestinal Diseases and Nutritional in Aduquacies. Texk Book
of Gastroenterology and Nutrition in infancy. New York : Nestle! Vevery Raven Press,
1981.
4. Suparto, P. Studi mengenai Gastroenteritis Akuta Dengan Dehidrasi Pada Anak Melalui
Pendekatan Epidemiologi Klinik Desertasi, 1987.
5. WHO. A Manual for The Treatment of Diarrhoea. 1990.
6. Alessio Fasano. Intestinal Infections. in Walker, Durie, Hamilton, Walker-Smith,
Watkins. Pediatric Gastrointestinal Disease. Pathophysiology, Diagnosis,
Management.B.C Decker:Edisi III 2000; 463-478.
7. Larry K.Pickering and John D.Snyder. Gastroenteritis. In: Nelson. Texbook of
Pediatrics. Saunders, Philadelphia, Edisi 17 2004; p.1272-1276.

Lampiran 1
Larutan Baku Yang Tersedia
- Ringir Laktat (RL)
- Cairan Garam Faali (NS = NaCl 0,9%)
- Dekstrosa 5% , 10% (D5 , D10)
- Dekstrosa 5% dalam 0,225% NaCL (D5 – ¼ NS)
- Bikarbonas – natrikus (NaBik) 2% - 3,75% -7,5%)
- KCl 15%
- NaCl15%

Larutan Khusus
- R.L. (Ringer Lactate)
- D5 : NS = 4 : 1 + NaBik (15 mEq/l) + KCl ( 10 mEq/l)
- D5 – ¼ NS + NaBik + KCl
- D5 : RL = 4 : 1 + KCl
- D5 + 6 ml NaCl 15% + NaBik + KCl

- Khusus untuk neonatus, kurang dari 3 bulan, kurang dari 4 kg.


- D10 : NS = 4 : 1 + NaBik (7mEq/l) + KCL (5mEq/l)

Penambahan NaBik / KCl untuk 500 ml cairan :


- Bila NaBik 2% : 60 ml
NaBik 3,75% : 30 ml
63
NaBik 7,5% : 15 ml
Untuk neonatus ½ dosis

- Bila KCl 15% : 5 ml


Untuk neonatus ½ dosis
(1 liter 7,79% NaBik = 90 mEq Na+ dan HCO3-)
(1 liter 14,9% KCl = 2000 mEq K+)

Obat antimikroba yang digunakan pada pengobatan diare akut oleh penyebab
khusus pada anak.

Penyebab (1) (2)


Antibiotika Terpilih Pilihan Lain
Kolera Tetraksiklin Furasolidon
 Anak diatas 7 thn 50 mg/kg/hr  Anak 5 mg/kg/hr dibagi 4 dosis
dibagi 4 dosis untuk 2 hari. untuk 3 hari
Shigella2 Trimetoprim (TMP) Trimetoprim (TMP)
 Sulfametoksasol (SMX) Sulfametoksasol (SMX) 4
 Anak –TMP 10 mg/kg/hr danSemua umur – TMP 8 mg/kg/hr
SMX 50 mg/kg/hr Dibagi 2 dosis selama 3 hari.
Dibagi 2 dosis selama 5 hari.

Asam nalikdisat Bila dianggap perlu dapat


 Anak –55 mg/kg/hr dibagi 4diberikan antibiotik yang lain lebih
dosis selama 5 hari murah tetapi cukup sensitif

Amebiasis Metronidasol Pada kasus yang berat : injeksi


Usus akut - Anak – 30 mg/kg/hr selama 5intra muskuler, dalam dehidro
– 10 hari emetin hidrokhlorida
1 – 1,5 mg/kg (maks 90 mg) s.d.
5 hari tergantung reaksi (untuk
semua umur)
Giardiasis Metronidasol Kuinakrin
- Anak –15 mg/kg/hr selama - Anak – 7 mg/hr dosis terbagi
5 hari dalam dosis terbagi – 5 hari

1. Sernua dosis yang diberikan adalah melalui oral kecuali dinyatakan lain. Bila obat tidak
tersedia dalam bentuk sirop untuk anak-anak kecil, dapat dibuat dalam bentuk bubuk.
2. Pemi1ihan antibiotik untuk pengobatan harus memperhitungkan frekuensi resistensi
terhadap antibiotik di daerah itu.
3. Pengobatan dengan antibiotik tidak penting sekali untuk keberhasilan pengobatan tetapi
memperpendek lamanya penyakit dan ekskresi organisme pada kasus berat.
4. Pilihan lain termasuk kloramfenikol dan eritromisin.
5. Tinidasol dan ornidasol dapat juga digunakan menurut anjuran pabrik.
6. Untuk anak dibawah 8 tahun tetrasiklin tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan gigi
berwarna coklat.

INTUSUSEPSI
Alpha Fardah A., IG. M. Reza Gunadi Ranuh, Subijanto Marto Sudarmo
64

BATASAN
Intususepsi merupakan keadaan yang terjadi apabila masuknya segmen proksismal dari usus
(intususeptum) ke dalam segmen usus yang lebih distal (intususipiens) dengan membawa
serta mesenterium yang berhubungan.

PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya intususepsi sebagian besar tidak diketahui. Dua puluh persen dari kasus
intususepsi timbul setelah infeksi virus (infeksi pernafasan bagian atas, gastroenteritis) yang
menimbulkan pembesaran dari jaringan limfoid ileum distal. Intususeptum akan didorong
masuk oleh peristalsis ke dalam usus yang lebih distal dengan mesenterium dari
intusuesptum ikut terjepit masuk. Hal ini kemudian diikuti terjadinya sembab, kongesti vena
dan linfa yang akan menyebabkan keluarnya tinja yang berwarna kemerahan akibat darah
yang tercampur mukus (current jelly stool). Selanjutnya, jika tekanan kongesti melampaui
tekanan arteri maka akan terjadi nekrosis.

GEJALA KLINIS
- kebanyakan terjadi pada anak dengan gizi baik, laki-laki, pada usia < 1 tahun
- sebagian besara terjadi pada daerah ileosekal
- crampy abdominal pain yang mendadak dan intermiten, disertai dengan tangisan
yang tidak dapat dihentikan dan tungkai yang ditarik ke arah perut
- Muntah
- Tinja yang berbentuk seperti jeli kemerahan (current jelly stool)
- Masa abdomen berbentuk seperti sosis pada kuadran kanan atas atau epigastrium
tengah

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
- Sebagian besar cukup dengan pemeriksaan fisik
- Foto polos abdomen : menunjukkan kepadatan pada daerah intususepsi
- Ultrasonografi
- Enema barium menunjukkan defek pengisian (filling defect). Enema barium dapat
pula digunakan sebagai terapi

DIAGNOSA BANDING
Obstruksi intestinal lain (volvulus, malrotasi), gastroenteritis, purpura Henoch Schonlein.

PENYULIT
Nekrosis usus yang dapat menyebabkan perforasi dan peritonitis.

PENATALAKSANAAN
a. Resusitasi dengan cairan fisiologis intravena dan pengosongan lambung dengan pipa
nasogastrik
b. Puasa untuk persiapan operasi.
c. Reduksi radiologik bila memungkinkan.
d. Reduksi operatif atau reseksi

DAFTAR PUSTAKA
1. Ein, S. and A. Daneman (2003). Intussusception. Operative Pediatric Surgery. M. Zicgler,
R. Azizkhan and T. Weber. New York, Mc Graw-Hill Professional : 647-689.
65
2. Ifran, E., B. Lombay, et al. (2000). "Intussuception in children. Ultrasonography in the
diagnosis and non-operative management." Peaditr Indones 40 : 1-7.
3. King, L. (2001). "Intussuception" E-Medicine 2 : 7.

KONSTIPASI
Alpha Fardah A., IG. M. Reza Gunadi Ranuh, Subijanto Marto Sudarmo
66
BATASAN
Keluarnya tinja yang sulit, keras, tidak basah dengan ukuran yang lebih besar dari biasanya
atau frekwensi buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau.

PATOFISIOLOGI
Konstipasi dapat terjadi apabila salah satu atau lebih faktor yang terkait dengan faktor
anatomi dan fisiologi dalam proses mekanisme berak terganggu. Gangguan dapat terjadi pada
kekuatan propulsif, sensasi rektal ataupun suatu obstruksi fungsional pengeluaran (functional
outlet). Konstipasi dikatakan idiopatik apabila tidak dapat dijelaskan adanya abnormalitas
anatomik, fisiologik, radiologik dan histopatologik sebagai penyebabnya.
Konstipasi pada masa bayi biasanya disebabkan masalah diet atau pemberian minum. Berak
yang nyeri dapat merupakan pencetus primer dari konstipasi pada awal masa anak. Pada
masa bayi dan anak, konstipasi kronik dapat disebabkan lesi anatomis, masalah neurologis,
disfungsi neuromuskuler otot intrinsik, obat farmakologis, faktor metabolik atau endokrin.
Pada masa anak penyebab terbanyak adalah konstipasi fungsional yang biasanya berawal dari
kurangnya makanan berserat, kurang minum atau kurangya aktifitas.

GEJALA KLINIK
Selain konstipasi sendiri, juga dapat ditemukan gejala klinis lain :
- anoreksia ringan
- tenesmus
- flatus berlebihan
- nyeri perut
- bercak garis darah yang menempel pada tinja sebagai akibat fisura ani
- prolaps rekti
- masa tinja pada abdomen bagian bawah
- rembesan tinja pada celana dalam (soiling)

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
Diagnosis konstipasi fungsional ditegakkan apabila dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium serta radiologi tidak dapat ditemukan penyebab organik dari
konstipasi yang terjadi.

DIAGNOSA BANDING
- Penyakit Hirschprung
- Hipotiroid
- Ileus

PENATALAKSANAAN
Penanganan umum :
a. Manipulasi diet
Dengan menambahkan cairan dan banyak memberikan makanan berseratt, serta dicari
apakah makanan/minuman yang tlah diterima anak mengandung bahan yang dapat
menimbulkan konstipasi
b. Pemberian obatan-obatan yang meliputi 3 tahapan yaitu :
- Tahap Pertama untuk meniadakan pemampatan tinja (disimpaction)
Laktulosa 5-15 ml sekali sehari atau dengan enema fosfat hipertonik 3 ml/kg,
diberikan 4-6 minggu.
67
- Tahap kedua untuk mencegah penumpukan tinja kembali, dengan diberikan laksan
yang bersifat stimulan atau osmotik seperti laktulosa. Tahap kedua ini dilakukan
selama 3 bulan.
- Tahap ketiga untuk menciptakan pergerakan intestinal yang teratur, dengan toilet
training. Refleks gastrokolikdiharapkan timbul bila anak didudukkan di atas jamban
(toilet) selama 5-15 menit sesudah anak mendapat makanan (biasanya makanan pagi).

DAFTAR PUSTAKA
1. Borowitz SM, Cox DJ, Tam A, Ritter band LM Sutphem JL, Penberthy JK. Precipitant of
constipation during early childhood. The Journal of the American Board of Family
Practice, 2003; 16 : 213-218.
2. Buller HA, Heymans HSA. Diagnosis and treatment of constipation. Nutricia Scientific
Workshop, Surabaya 1997.
3. Cleghorn G. How to investigate the child with constipation. Medical progress 1999; 26
(7) : 33-35.
4. American Academy of Family Physicians http://familydoctor.org/222.xml
5. Croffie, J. M. and J. F. Firzgerald (2004). Idiopathic constipation. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Walker, Goulet, Kleinman.et al. Ontario, BC Decker Inc. 1 :
1000-1012.
6. Michel, R. (1999). "Toilet training." Pediatric 20 : 240-245.
7. Hanna, A. A. and A. M. Lake (1999). "Constipation and encopresis in childhood."
Pediatric 19 : 23-31.
8. Baucke, V. L., E. Miele, et al. (2004). "Fiber (Glucomannan) is beneficial in the
treatment of childhood constipation" Pediatric 113 : 259-264.

MUNTAH
Alpha Fardah A., IG. M. Reza Gunadi Ranuh, Subijanto Marto Sudarmo
68

BATASAN
Muntah pada bayi dan anak dapat terjadi secara regurgitasi dari isi lambung sebagai akibat
refluks gastroesofageal atau dengan menimbulkan refleks emetik yang menyebabkan mual,
kontraksi dari diafragma, interkostal, dan otot abdomen anterior serta ekspulsi dengan
kekuatan isi lambung. Terdapat dua tipe muntah yaitu yang akut dan kronis. Batasan muntah
kronis apabila muntah lebih dari 2 minggu.

PATOFISIOLOGI
Muntah merupakan proses refleks dengan tingkat koordinasi yang tinggi dan dimulai dengan
retching. Diafragma yang turun dengan kuat dan konstriksi dari otot perut dengan relaksasi
dari kardia lambung secara aktif memaksa isi lambung bergerak kembali ke esofagus. Proses
ini dikoordinasikan dalam pusat muntah medula yang dipengaruhi secara langsung oleh
inervasi aferen dan secara tidak langsung oleh chemoreceptor trigger zone dan sistem saraf
pusat.

PENDEKATAN DIAGNOSIS
Anamnesa
a. Usia Anak
- Minggu I
1. Obstruksi usus
2. Inborn metabolic error
3. Hiperplasia adrenal kongenital (CAH)
- Sesudah minggu I
1. Stenosis pilorik
2. Hernia hiatur
- Sesudah bulan I
1. Infeksi (ISK, meningitis dan sebagainya)
2. Gangguan metabolik, intoleransi makanan
3. Hematoma sundural
4. Aerofagia
- Anak besar
1. Muntah siklik (migren abdominal)
2. Apendisitis, torsi testis, gastritis, keracunan makanan
3. Henoch schonlein
4. Ketoasidosis diabetik, uremi
5. tukak peptik
6. Peningkatan tekanan intra kranial
7. Iritasi faring
8. Psikogenik
b. Sifat muntah
- Proyektil : stenosis pilorik hipertrofi
- Muntah nokturnal : hernia hiatal
- Muntah disertai nyeri : esofagitis

Fisik
a. Ikterus
69
- Hepatitis
- Malformasi traktus bilier
b. Ubun-ubun tegang
- Meningitis, tumor serebral, hidrosefalus, hematom subdural
- Intoksikasi vitamin A
c. Hipertensi arterial
Kelainan renal/supra renal, koarktasi aorta
d. Tumor abdomen
Tumor pilorik, stenosis pilorik hipertropik
Laboratorium
a. Urine
- Protein, darah, uro/bilirubin, bahan yang mereduksi (DM)
- Analisa asam amino (penyebab metabolik)
- Kultur (ISK)
b. Darah
- BUN, kreatinin (kelainan ginjal)
- Elektrolit (komplikasi muntah)
- Status asam basa (komplikasi muntah)
- Uji fungsi hati (penyakit hepar)
Radiologis/Endoskopi
a. Foto abdomen (terlentang dan tegak) : obstruksi
b. Foto abdomen kontras : stenosis pilorik hipertrofi, invaginasi
c. USG : stenosis pilorik hipertrofi, invaginasi
d. IVP : kelainan ginjal/saluran kemih
e. CT/MRI
f. Endoskopi atas : tukak, duodenitis, gastritis
g. Monitor pH esofagus : refluks gastroesofageal

PENYULIT
- Sindroma Mallory Weiss : robekan fundus lambung
- Gangguan nutrisi/metabolik
- Dehidrasi dan gangguan elekrolit
- Esofagitis
- Gangguan laringorespiratori

PENATALAKSANAAN
Penanganan penderita dengan muntah ditujukan untuk
a. mengatasi akibat/penyulit muntah
b. simtomatik untuk mengurangi/menghilangkan gejala muntah
Kontraindikasi untuk : gastroenteritis, anomali usus atau kedaruratan bedah.
Metoklopramid : 0,1-0,2 mg/kg/dosis 3 kali sehari
Domperidone : 0,3 mg/kg/dosis 3 kali sehari
Ondasentron : 4 mg/8 jam selama 5 hari
Sumatriptan : 0,1-1,2 mg/kg/hari
Simetidin : 5-10 mg/kg/dosis 3 kali sehari
Ranitidin : 1-2 mg/kg/dosis 2-3 kali sehari

DAFTAR PUSTAKA
70
1. Cotto, S. and R. Ranuh (2003). "Abdominal migraine and cyclical vomiting." Seminars
in Pediatric Surgery 12 : 254-258.
2. Dignan, F., D. N. K. Symon, et al. (2003). "The prognosis of cyclical vomiting
syndrome." Arch Dis Child 84 : 55-57.
3. Murray, K. F. and D. L. Christie (1998). "Vomiting." Pediatric 19 : 337-341.
4. Judith, M. S. (2004). Vomiting. Pediatric Gastrointestinal Disease. Walker., Goulet.,
Kleinman.et al. Ontario, BC. Decker Inc. 1 : 203-209.
71
PENYAKIT HIRSCHPRUNG
Alpha Fardah A., IG. M. Reza Gunadi Ranuh, Subijanto Marto Sudarmo

BATASAN
Penyakit hirschprung ditandai dengan tidak adanya secara kongenital sel ganglion di dalam
pleksus mienterikus dan submukosa. Panjang segmen aganglionik bervariasi mulai dari
segmen yang pendek yang hanya mengenai daerah sfingter anal sampai daerah yang meliputi
seluruh kolon bahkan usus kecil.

PATOFISIOLOGI
Penyakit Hirschprung ditimbulkan karena kegagalan migrasi kranio-kaudal dari cikal bakal
sel ganglion sepanjang usus pada minggu ke 5 sampai minggu ke 12., yang mengakibatkan
terdapatnya segmen aganglionik. Dalam segmen ini, peristalsis propulsif yang terkoordinasi
akan hilang dan sfingter anal internal gagal untuk mengendor pada saat distensi rektum. Hal
ini menimbulkan obstruksi, distensi abdomen dan konstipasi. Segmen aganglionik distal tetap
menyempit dan segmen ganglionik proksimal mengalami dilatasi. Hal ini tampak pada
enema barium sebagai zona transisi.

GEJALA KLINIS
 Terlambatnya pengeluaran mekonium pada bayi baru lahir (> 48 jam), dan didapatkan
gejala obstruksi intestinal setelah hari ke 2 (distensi abdominal, muntah, minum yang
berkurang)
 Pada anak : konstipasi dengan distensi perut, kegagalan pertumbuhan, muntah, dan
diare intermiten. Konstipasi yang terjadi sering disusul dengan diare yang eksplosif.
Dapat pula didapatkan enterokolitis.

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan rektal: saluran anal dan ampula rekti yang kecil
2. Pemeriksaan radiologis:
a. Foto polos abdomen|: Usus yang mengalami distensi, sedikit udara dalam
rektum
b. Pemeriksaan colon in loop: Tampak zona transisi
3. Biopsi rektal

DIAGNOSA BANDING
Konstipasi idiopatik

PENYULIT
Enterokolitis

PENATALAKSANAAN
1. Penanganan umum
Stabilisasi penderita, mencakup keseimbangan cairan dan elektrolit, antibiotika jika
terjadi enterokolitis, serta evakuasi kolon dengan enema
2. Penanganan khusus
Tindakan bedah: dilakukan kolostomi, dan kemudian dilanjutkan dengan pembedahan
definitif.
72
DAFTAR PUSTAKA
1. Imseis, E. and C. E. Gariepy (2004). Hirschsprung Disease. Pediatric Gastrointestinal
Disease. Walker., Goulet., Kleinman.et al. Ontario, BC Decker Inc. 1 : 1031-1043.
2. O'Neill. (2004). "Hirschsprung's Disease", 2006, from www.APSA Resources for Parents
Hirschsprung's Disease Pt_ 1.htm.
73
PERDARAHAN GASTROINTESTINAL
Alpha Fardah A., IG. M. Reza Gunadi Ranuh, Subijanto Marto Sudarmo

BATASAN
Perdarahan gastrointestinal dapat terjadi dimana saja pada traktus digestivus dari mulut
sampai dengan anus. Darah dapat terlihat pada tinja atau muntahan atau dapat saja
perdarahan tersembunyi yang hanya dapat dilihat dengan pemeriksaan laboratorium.

PATOFISIOLOGI
Tergantung penyebab (seperti pada tabel 2)

GEJALA KLINIS
Dilakukan evaluasi pada :
a. Perlu dikonfirmasi apakah memang benar darah yang keluar dan benar-benar keluar dari
traktus digestivus
b. Berapa banyak darah yang keluar dan karakteristiknya
c. Apakah anak tampak sakit akut atau kronis
Dicari adanya tanda-tanda hipertensi portal, obstruksi intestinal, koagulopati, epistaksis,
fisura ani dan hemoroid.
Peningkatan nadi 20/menit atau penurunan tekanan darah sistolik 10 mmHg saat dari
duduk akan berdiri, adalah tanda terjadi perdarahan yang cukup signifikan.
d. Apakah perdarahan masih berlangsung

Tabel 1. : Identifikasi asal perdarahan gastrointestinal


Gejala klinis Lokasi perdarahan
Darah merah segar dari mulut Lesi mulut atau nasofaring
Varises esofagus
Laserasi esofagus/mukosa gaster (Mallory weiss
syndrome)
Muntahan darah merah segar atau seperti kopi Lesi proksimal dari ligamen Treitz
Melena Lesi proksimal dari ligamen Treitz, usus kecil
Kehilangan darah berkisar 50-100 ml/hari
Darah segar bercampur tinja Lesi pada ileum atau colon
Perdarahan masif upper gastrointestinaltract
Darah diluar tinja Lesi pada ampula rektum atau anus

CARA PEMERIKSAAN/DIAGNOSIS
- Apt test untuk membedakan darah bayi dan darah ibu
- Foto polos abdomen
- Esofagogastrodudodenoskopi
- Sigmoidoskopi dan kolonoskopi
- Biopsi
- Meckel scan
74
DIAGNOSA BANDING

Tabel 2. : Diagnosa banding perdarahan gastrointestinal


Bayi Anak
Hematemesis Tertelan darah ibu Epistaksis
Peptic esophagitis Peptic esophagitis
Mallory weiss syndrome
Varises esofagus
Ulkus gaster
Ulkus duodenum
Henoch schonlein purpura
Melena Ulkus duodenum Ulkus duodenum
Duplikasi ileum Duplikasi ileum
Divertikulum Meckel Divertikulum Meckel
Melena dengan nyeri, Necrotizing enterocolitis Ulkus duodenum
obstruksi, peritonitis, perforasi Intususepsi Hemobilia
Volvulus Intususepsi
Volvulus
Hematochezia dengan diare, Kolitis infeksiosa Kolitis infeksiosa
crampy abdominal pain Kolitis pseudomembran Kolitis crohn
Enterokolitis Hirschprung Sindroma hemolitik uremi
Henoch schonlein purpura
Hematochezia tanpa diare dan Fisura ani Fisura ani
nyeri perut Kolitis eosinofilik Ulkus rektum
Juvenile polyp

PENYULIT
Gangguan sirkulasi – syok

PENATALAKSANAAN
1. Resusitasi cairan
2. Kumbah lambung dengan menggunakan normal saline
3. Perdarahan dari pembuluh darah (varises, kelainan vaskuler) yang persisten:
 Vasopresin 20 unit/1,73m2 selama 20 menit atau ocreotide 25-30 µg/m 2/jam,
keduanya dapat diberikan selama 24 jam apabila diperlukan
 Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube
 Skleroterapi
 Konsul bedah anak
4. Perdarahan akibat ulkus : antasida, dekompresi gaster, elektrokauter, injeksi epinefrin
lokal, pembedahan darurat.

DAFTAR PUSTAKA
1. Squires, J. R. H. (1999). "Gastrointestinal bleeding." Pediatric 20 : 95-101.
2. Gilger, M. A. (2004). Upper gastrointestinal bleeding. Pediatric Gastrointestinal Disease.
Walker., Goulet., Kleinman.et al. Ontario, BC. Decker Inc. 1 : 258-263.
3. Turck, D. and L. Michaud (2004). Lower gastrointestinal bleeding. Pediatric
Gastrointestinal Disease. Walker., Goulet., Kleinman.et al. Ontario, BC. Decker Inc. 1 :
266-280.

Anda mungkin juga menyukai