Anda di halaman 1dari 31

47

PDT : Respirologi
Asma
Bronkiolitis
Bronkitis
Pneumonia
Sindroma Croup
Tuberkulosis
48

ASMA
Landia Setiawati, Makmuri M.S., Retno Asih S.

BATASAN
Asma secara klinis praktis adalah adanya gejala batuk dan/atau mengi berulang, terutama
pada malam hari (nocturnal), reversible (dapat sembuh spontan atau dengan pengobatan)
dan biasanya terdapat atopi pada pasien dan atau keluarganya.Yang dimaksud serangan
asma adalah episode perburukan yang progresif akut dari gejala-gejala batuk, sesak nafas,
mengi, rasa dada tertekan, atau berbagai kombinasi dari gejala-gejala tersebut.
Penggolongan asma tergantung pada derajat penyakitnya (aspek kronik) dan derajat
serangannya (aspek akut). Berdasar derajat penyakitnya, asma dibagi menjadi (1) asma
episodik jarang, (2) asma episodik sering dan (3) asma persisten. Berdasarkan derajat
serangannya, asma dikelompokkan menjadi (1) serangan asma ringan, (2) sedang dan (3)
berat.

PATOFISIOLOGI
Proses patologi pada serangan asma termasuk adanya konstriksi bronkus, udema mukosa
dan infiltrasi dengan sel-sel inflamasi (eosinofil, netrofil, basofil, makrofag) dan
deskuamasi sel-sel epitel. Dilepaskannya berbagai mediator inflamasi seperti histamin,
lekotriene C4, D4 dan E4, P.A.F yang mengakibatkan adanya konstriksi bronkus, edema
mukosa dan penumpukan mukus yang kental dalam lumen saluran nafas. Sumbatan yang
terjadi tidak seragam/merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental
dapat terjadi. Sumbatan jalan nafas menyebabkan peningkatan tahanan jalan nafas yang
tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padu padannya ventilasi
dengan perfusi (ventilation-perfusion mismatch). Hiperinflasi paru menyebabkan
penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja nafas. Peningkatan
tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran nafas yang
menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran nafas,
sehingga meningkatkan resiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal
mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang
bermanisfestasi sebagai pulsus paradoksus.
Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja
nafas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk
mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 yang akan turun
dan dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan nafas yang berat,
akan terjadi kelelahan otot nafas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya
hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO 2 yang
cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai
tanda kelelahan dan ancaman gagal nafas. Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolik
akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot nafas. Hipoksia dan asidosis dapat
menyebabkan vasokontriksi pulmonal, namun jarang terjadi komplikasi cor pulmonale.
Hipoksia dan vasokontriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan
berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan resiko terjadinya atelektasis.

DIAGNOSIS
UKK Pulmonologi PP IDAI telah membuat pedoman nasional asma dengan gejala awal
berupa batuk dan/atau mengi (lihat lampiran 4).
49

Pada alur diagnosis selain anamnesis yang cermat beberapa pemeriksaan penunjang juga
perlu dilakukan tergantung pada fasilitas yang tersedia.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Uji fungsi paru dengan spirometri atau peak flow meter. Diagnosis asma dapat
ditegakkan bila didapatkan :
o Variasi pada PFR (peak flow meter = arus puncak ekspirasi) atau FEV1 (forced
expiratory volume 1 second = volume ekspirasi paksa pada detik pertama) ≥ 15%
o Kenaikan ≥ 15% pada PFR atau FEV1 setelah pemberian inhalasi bronkodilator
o Penurunan ≥ 20% pada PFR atau FEV1 setelah provokasi bronkus.
- Pemeriksaan Ig E dan eosinofil total. Bila terjadi peningkatan dari nilai normal akan
menunjang diagnosis
- Foto toraks untuk melihat adanya gambaran emfisematous atau adanya komplikasi
pada saat serangan. Foto sinus para nasal perlu dipertimbangkan pada anak > 5 tahun
dengan asma persisten atau sulit diatasi.

TATALAKSANA
Tatalaksana asma mencakup edukasi terhadap pasien dan atau keluarganya tentang
penyakit asma dan penghindaran terhadap faktor pencetus serta medikamentosa.
Medikamentosa yang digunakan dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu pereda (reliever)
dan pengendali (controller). Tata laksana asma dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu
pada saat serangan (asma akut) dan di luar serangan (asma kronik).
Di luar serangan, pemberian obat controller tergantung pada derajat asma. Pada asma
episodik jarang, tidak diperlukan controller, sedangkan pada asma episodik sering dan
asma persisten memerlukan obat controller. Pada saat serangan lakukan prediksi derajat
serangan (Lampiran 2), kemudian di tata laksana sesuai dengan derajatnya (lampiran 5).
Pada serangan asma akut yang berat :
- Berikan oksigen
- Nebulasi dengan -agonis ± antikolinergik dengan oksigen dengan 4-6 kali
pemberian.
- Koreksi asidosis, dehidrasi dan gangguan elektrolit bila ada
- Berikan steroid intra vena secara bolus, tiap 6-8 jam
- Berikan aminofilin intra vena :
o Bila pasien belum mendapatkan amonifilin sebelumnya, berikan aminofilin dosis
awal 6 mg/kgBB dalam dekstrosa atau NaCl sebanyak 20 ml dalam 20-30
menit
o Bila pasien telah mendapatkan aminofilin (kurang dari 4 jam), dosis diberikan
separuhnya.
o Bila mungkin kadar aminofilin diukur dan dipertahankan 10-20 mcg/ml
o Selanjutnya berikan aminofilin dosis rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam
- Bila terjadi perbaikan klinis, nebulasi diteruskan tiap 6 jam hingga 24 jam, dan
pemberian steroid dan aminofilin dapat per oral
- Bila dalam 24 jam pasien tetap stabil, pasien dapat dipulangkan dengan dibekali
obat -agonis (hirupan atau oral) yang diberikan tiap 4-6 jam selama 24-48
jam. Selain itu steroid oral dilanjutkan hingga pasien kontrol ke klinik rawat jalan
dalam 24-48 jam untuk reevaluasi tatalaksana.
50

DAFTAR PUSTAKA
1. UKK Pulmonologi PP Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Nasional Asma
Anak, Bali 2002, hal : 1-9.
2. Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK
Pulmonologi : PP IDAI, 2004.
3. Michael Sly. Asthma Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM, penyunting.
Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-16. Philadelphia : WB Saunders, 2000 : 664-
80.
4. Larsen Garyl, Colasurdo GN. Assesment and treatment of Acute Asthma in Children
and aldolecens Dalam: Naspitz CK, penyunting. Text Book of Pediatric Asthma an
International Perspective. Edisi ke-1. United Kingdom : Martin Dunitz, 2001 : 189-
209.

Lampiran 1. : Pembagian derajat penyakit asma pada anak

Parameter klinis, Asma episodik jarang Asma episodik sering Asma persisten
kebutuhan obat dan
faal paru
Frekuensi serangan < 1x/bulan > 1x/bulan Sering
Lama serangan < 1 minggu ≥ 1 minggu Hampir sepanjang tahun,
tidak ada remisi
Intensitas serangan Biasanya ringan Biasanya sedang Biasanya berat
Di antara serangan Tanpa gejala Sering ada gejala Gejala siang dan malam
Tidur dan aktifitas Tidak terganggu Sering terganggu Sangat terganggu
Pemeriksaan fisis diluar Normal (tidak ditemukanMungkin tergangguTidak pernah normal
serangan kelainan) (ditemukan kelainan)
Obat pengendali (anti Tidak perlu Perlu Perlu
inflamasi)
Uji faal paru PEF/FEV1 > 80% PEF/FEV1 60-80% PEF/FEV1 < 60%
(di luar serangan) Variabilitas 20-30%
Variabilitas faal paru Variabilitas > 15% Variabilitas > 30% Variabilitas > 50%
(bila ada serangan)
51

Lampiran 2. : Penilaian derajat serangan asma

Parameter klinis, Ringan Sedang Berat Ancaman henti


Fungsi paru, nafas
laboratorium
Sesak timbul-pada saatBerjalan Berbicara Istirahat
(breathless) Bayi: Bayi : Bayi :
menangis keras - Tangis pendek dan lemah Tidak mau
- Kesulitan makan/minum makan/minum
Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata
Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk Duduk
bertopang
lengan
Kesadaran Mungkin iritable Biasanya iritable Biasanya iritable Bingung dan
mengantuk
Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata/Jelas
Mengi (wheezing) Sedang, seringNyaring, sepanjang ekspirasi, Sangat nyaring, Sulit/tidak
hanya pada akhir inspirasi terdengar tanpa terdengar
ekspirasi stetoskop
Sesak nafas Minimal Sedang Berat
Obat Bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya Ya Gerakan paradok
torako-abdominal
Retraksi Dangkal, retraksiSedang, ditambah retraksi Dalam, ditambah Dangkal / hilang
interkostal suprasternal nafas cuping
hidung
Laju nafas Meningkat Meningkat Meningkat Menurun
Pedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :
Usia laju nafas normal
< 2 bulan < 60 / menit
2 – 12 bulan < 50 / menit
1 – 5 tahun < 40 / menit
6 – 8 tahun < 30 / menit
Laju nadi Normal Takikardi Takikardi Bradikardi
Pedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :
Usia laju nadi normal
2 – 12 bulan < 160 / menit
1 – 2 tahun < 120 / menit
3 – 8 tahun < 110 / menit
Pulsus paradoksus Tidak ada Ada Ada Tidak ada, tanda
(pemeriksaannya < 10 mmHg 10-20 mmHg > 20 mmHg kelelahan otot
tidak praktis) nafas
PEFR atau FEV1 (%
nilai dugaan/% nilai
terbaik)
- pra bronkodilator > 60% > 80% < 40%
- pasca
bronkodilator 40-60% 60-80% < 60%
Respon < 2 jam
SaO2 % > 95% 91-95%  90%
PaO2 Normal biasanya> 60 mmHg < 60 mmHg
tidak perlu diperiksa
PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

Lampiran 3. : Sistem Skoring Pernafasan

0 1 2
Sianosis (-) (+) pada udara kamar (+) pada 40% O2
52

Aktifitas otot-otot pernafasan (-) Sedang Nyata


tambahan
Pertukaran udara Baik Sedang Jelek
Keadaan mental Normal Depresi/gelisah Koma
Pulsus paradoksus (Torr) < 10 10-40 > 40
PaO2 (Torr) 70-100 ≤ 70 pada udara kamar ≤ 70 pada 40%O2
PaCO2 (Torr) < 40 40-65 > 65
Skor :
0-4 : tidak ada bahaya
5-6 : akan terjadi gagal nafas → siapkan UGD
≥7 : gagal nafas
53
54
55

Lampiran 6. : Obat-obat yang umum digunakan


Tabel 1. : Takaran obat, cairan, dan waktu untuk nebulisasi
Cairan , Obat, Waktu Nebulisasi jet Nebulisasi ultrasonik
Garam faali (NaCl 0,9%) 5 ml 10 ml
-agonis/antikolinergik/steroid Lihat tabel 2
Waktu 10-15 menit 3-5 menit

Tabel 2. : Obat untuk nebulisasi, jenis dan dosis


Nama generik Nama dagang Sediaan Dosis nebulisasi
Golongan -agonis
Fenoterol Berotec Solution 0,1% 5-10 tetes
Salbutamol Ventolin Nebule 2,5 mg 1 nebule (0,1-0,15
mg/kg)
Terbutalin Bricasma Respule 2,5 mg 1 repsule
Golongan antikolinergik
Ipratropium Atroven Solution 0,025% > 6 thn : 8-20 tetes
bromide  6 thn : 4-10 tetes
Golongan steroid
Budesonide Pulmicort Respule
Fluticasone Flixotide Nebule

Tabel 3. : Sediaan steroid yang dapat digunakan untuk serangan asma


Steroid Oral :
Nama Nama Dagang Sediaan Dosis
Generik
Prednisolon Medrol, Medixon Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Lameson, Urbason 4 mg
Prednison Hostacortin, Pehacort,Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
Dellacorta 5 mg
Triamsinolon Kenacort Tablet 1-2 mg/kgBB/hari-tiap 6 jam
4 mg

Steroid Injeksi :
Nama Generik Nama Dagang Sediaan Jalur Dosis
M. prednisolon Solu-Medrol Vial 125 mg IV / IM 1-2 mg/kg
Suksinat Medixon Vial 500 mg tiap 6 jam
Hidrokortison-Suksinat Solu-Cortef Vial 100 mg IV / IM 4 mg/kgBB/x
Silacort Vial 100 mg tiap 6 jam
Deksametason Oradexon Ampul 5 mg IV / IM 0,5-1mg/kgBB bolus,
Kalmetason Ampul 4 mg dilanjutkan 1
Fortecortin Ampul 4 mg mg/kgBB/hari
Corsona Ampul 5 mg diberikan tiap 6-8 jam
Betametason Celestone Ampul 4 mg IV / IM 0,05-0,1 mg/kgBB tiap
6 jam

BRONKIOLITIS
56

Landia Setiawati, Makmuri M.S., Retno Asih S.

BATASAN
Bronkiolitis adalah penyakit obstruktif akibat inflamasi akut pada saluran nafas kecil
(bronkiolus) yang terjadi pada anak < 2 tahun dengan insidens tertinggi pada usia sekitar
2-6 bulan dengan penyebab tersering respiratory sincytial virus (RSV), diikuti dengan
parainfluenzae dan adenovirus. Penyakit ditandai oleh sindrom klinik yaitu, napas cepat,
retraksi dada dan wheezing.

PATOFISIOLOGI
Mikroorganisme masuk melalui droplet akan mengadakan kolonisasi dan replikasi di
mukosa bronkioli terutama pada terminal bronkiolus sehingga akan terjadi
kerusakan/nekrosis sel-sel bersilia pada bronkioli. Respon imun tubuh yang terjadi
ditandai dengan proliferasi limfosit, sel plasma dan makrofag. Akibat dari proses tersebut
akan terjadi edema sub mukosa, kongesti serta penumpukan debris dan mukus
(plugging), sehingga akan terjadi penyempitan lumen bronkioli. Penyempitan ini
mempunyai distribusi tersebar dengan derajat yang bervariasi (total/sebagian). Gambaran
yang terjadi adalah atelektasis yang tersebar dan distensi yang berlebihan (hyperaerated)
sehingga dapat terjadi gangguan pertukaran gas serius, gangguan ventilasi/perfusi
dengan akibat akan terjadi hipoksemia (PaO2 turun) dan hiperkapnea (Pa CO2 meningkat).
Kondisi yang berat dapat terjadi gagal nafas.

DIAGNOSIS
Anamnesis
Anak usia di bawah 2 tahun dengan didahului infeksi saluran nafas akut bagian atas
dengan gejala batuk, pilek, biasanya tanpa demam atau hanya subfebris. Sesak nafas
makin hebat dengan nafas dangkal dan cepat.
Pemeriksaan fisis
Dapat dijumpai demam, dispne dengan expiratory effort dan retraksi. Nafas cepat
dangkal disertai dengan nafas cuping hidung, sianosis sekitar hidung dan mulut, gelisah.
Terdengar ekspirium memanjang atau mengi (wheezing). Pada auskultasi paru dapat
terdengar ronki basah halus nyaring pada akhir atau awal inspirasi. Suara perkusi paru
hipersonor. Jika obstruksi hebat suara nafas nyaris tidak terdengar, napas cepat dangkal,
wheezing berkurang bahkan hilang.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah tepi tidak khas. Pada pemeriksaan foto dada AP dan lateral dapat
terlihat gambaran hiperinflasi paru (emfisema) dengan diameter anteroposterior
membesar pada foto lateral serta dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar. Analisis
gas darah dapat menunjukan hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis respiratorik
atau metabolik. Bila tersedia, pemeriksaan deteksi cepat dengan antigen RSV dapat
dikerjakan.

DIAGNOSIS BANDING
57

· Asma bronkial
· Aspirasi benda asing
· Bronkopneumonia
· Gagal jantung
· Miokarditis
· Fibrosis Kistik

TATALAKSANA
Tata laksana bronkiolitis yang dianjurkan adalah :
1. Pemberian oksigenasi; dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan
pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
2. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu dapat dengan cairan parenteral).
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
3. Koreksi terhadap kelainan asam basa dan elektrolit yang mungkin timbul.
4. Antibiotik dapat diberikan pada keadan umum yang kurang baik, curiga infeksi
sekunder (pneumonia) atau pada penyakit yang berat.
5. Kortikosteroid : deksametason 0,5 mg/kgBB dilanjutkan dengan 0,5 mg/kgBB/hari
dibagi 3-4 dosis.
6. Dapat diberikan nebulasi β agonis (salbutamol 0,1mg/kgBB/dosis, 4-6 x/hari)
diencerkan dengan salin normal untuk memperbaiki kebersihan mukosilier.
Untuk menilai kegawatan penderita dapat dipakai skor Respiratory Distress
Assessment Instrument (RDAI), yang menilai distres napas berdasarkan 2 variabel
respirasi yaitu wheezing dan retraksi. Bila skor lebih dari 15 dimasukkan kategori
berat, bila skor kurang 3 dimasukkan dalam kategori ringan (lampiran 1).

DAFTAR PUSTAKA
1. Wohl MEB. Bronchiolitis. Dalam: Kendig EL, Chernick V, penyunting. Kendig’s
Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5. Philadelphia : WB
Saunders, 1990 : 360-70.
2. Goodman D. Bronchiolitis. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders,
2003 : 1415-7.
3. Klassen TP. Recent advances in the treatment of Bronchiolitis and Laryngitis.
Pediatr Clin of North Am 1997; 44 : 249-58.
4. Wright RB, Pomerantz WJ, Luria JW. New approaches to respiratory infections in
children. Ped Emerg Med Clin of North Am 12002; 20 : 93-110.

Lampiran 1. : Respiratory Distress Assessment Instrument (RDAI)


58

SKOR Skor
maksimal
0 1 2 3 4
Wheezing :
-Ekspirasi (-) Akhir ½ ¾ Semua 4
-Inspirasi (-) Sebagian Semua 2
-Lokasi (-) £ 2 dr 4 lap paru ³ 3 dr 4 lap paru 2
Retraksi :
- (-) Ringan Sedang Berat 3
Supraklavikular (-) Ringan Sedang Berat 3
-Interkostal (-) Ringan Sedang Berat 3
-Subkostal
TOTAL 17
59
60

Lampiran 3. : Beberapa perbedaan antara bronkiolitis dan asma


ASMA BRONKIOLITIS
Penyebab hiper reaktivitas bronkus virus
Umur > 2 tahun 6 bulan-2 tahun
Sesak berulang Ya Tidak
Onset sesak akut insidious
ISPA atas +/- selalu +
Atopi keluarga sering jarang
Alergi lain sering -
Respon cepat lambat
bronkodilator
Eosinofil meningkat normal
61

BRONKITIS
Landia Setiawati, Makmuri M.S., Retno Asih S.

PENGERTIAN
Bronkitis merupakan proses keradangan pada bronkus dengan manifestasi utama berupa
batuk, yang dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Proses ini dapat disebabkan
karena perluasan dari proses penyakit yang terjadi dari saluran napas maupun bawah.

ETIOLOGI
1. Infeksi :
 virus : RSV, Parainfluenza, Influenza, Adeno, morbilli
 bakteri : H.influenza B, Stafilokokus, Streptokokus, pertusis, tuberkulosis,
mikoplasma
 fungi : monilia
2. Alergi : asma
3. Kimiawi :
 aspirasi susu, aspirasi isi lambung
 asap rokok
 uap/gas yang merangsang

GEJALA KLINIK BRONKITIS AKUT A


• didahului infeksi saluran nafas atas (terutama virus)
• batuk pilek 3-4 hari
• Sifat batuk : batuk kering disertai nyeri/ panas substernal; beberapa hari : riak jernih
purulen setelah 10 hari riak menjadi encer kemudian hilang, batuk dapat disertai
muntah-muntah

PEMERIKSAAN FISIS BRONKITIS AKUT


• Keadaan umum baik, anak tidak tampak sakit
• Panas sub febris seringkali terjadi
• Tidak didapatkan adanya sesak, pada pemeriksaan paru didaptkan ronki basah kasar,
dapat terdengar ronki kering (coarse moist rales) yang tidak tetap
• Dapat ditemukan nasofaringitis, kadang conjunctivitis
• Pemeriksaan penunjang :
- foto toraks dapat normal atau peningkatan corak bronkovaskuler.
- pada pemeriksaan laboratorium lekosit dapat normal atau meningkat

PENATALAKSANAAN BRONKITIS AKUT


• Mengontrol batuk agar sekret menjadi lebih encer/lebih mudah dikeluarkan :
- Anak dianjurkan untuk minum lebih banyak
- Pemberian uap atau mukolitik, bila perlu diikuti fisioterapi dada.
- Hati-hati dalam pemberian antitusif dan antihistamin karena akan mengakibatkan
sekret menjadi lebih kental sehingga dapat menimbulkan atelektasis atau
pneumonia
• Antibiotika diberikan apabila didapatkan adanya kecurigaan infeksi sekunder,
dengan pilihan antibiotika : ampisilin, kloksasilin, kloramfenikol, eritromisin
62

KOMPLIKASI BRONKITIS AKUT


Komplikasi bronkitis akut jarang didapatkan. Pada anak dengan status gisi kurang dapat
terjadi komplikasi berupaotitismedia,Pneumonia,sinusitis .

Pada bronkitis berulang, harus dipikirkan kemungkinan :


 Tuberkulosis
 Alergi
 Sinusitis
 Tonsilitis adenoid
 Bronkiektasis
 Benda asing/corpus alienum
 Kelainan kongenital
 Defisiensi imun
 Fibrosis kistik

DAFTAR PUSTAKA
1. Loughlin GM. Bronchitis. Dalam : Kendig EL, Chernick V, penyunting. Kendig’s
Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5. Philadelphia : WB
Saunders 1990 : 349-59.
2. Goodman D. Bronchitis. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB
Saunders, 2003 : 1414-5.
63

PNEUMONIA
Landia Setiawati, Makmuri M.S., Retno Asih S.

BATASAN
Pneumonia dalah penyakit peradangan parenkim paru yang disebabkan oleh bermacam
etiologi seperti bakteri, virus, mikoplasma, jamur atau bahan kimia/benda asing yang
teraspirasi dengan akibat timbulnya ketidakseimbangan ventilasi dengan perfusi
(ventilation perfusion mismatch).

PATOFISIOLOGI
Paru terlindung dari infeksi melalui beberapa mekanisme : filtrasi partikel di hidung,
pencegahan aspirasi dengan refleks epiglotis, ekspulsi benda asing melalui refleks batuk,
pembersihan ke arah kranial oleh mukosilier, fagositosis kuman oleh makrofag alveolar,
netralisasi kuman oleh substansi imun lokal dan drainase melalui sistem limfatik. Faktor
predisposisi pneumonia : aspirasi, gangguan imun, septisemia, malnutrisi, campak,
pertusis, penyakit jantung bawaan, gangguan neuromuskular, kontaminasi perinatal dan
gangguan klirens mukus/sekresi seperti pada fibrosis kistik , benda asing atau disfungsi
silier.
Mikroorganisme mencapai paru melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi benda asing,
transplasental atau selama persalinan pada neonatus. Umumnya pneumonia terjadi akibat
inhalasi atau aspirasi mikroorganisme, sebagian kecil terjadi melalui aliran darah
(hematogen). Secara klinis sulit membedakan pneumonia bakteri dan virus.
Bronkopneumonia merupakan jenis pneumonia tersering pada bayi dan anak kecil.
Pneumonia lobaris lebih sering ditemukan dengan meningkatnya umur. Pada pneumonia
yang berat bisa terjadi hipoksemia, hiperkapnea, asidosis respiratorik, asidosis metabolik
dan gagal nafas.

DIAGNOSIS
Anamnesis
- Gejala yang timbul biasanya mendadak tetapi dapat didahului dengan infeksi saluran
nafas akut bagian atas. Gejalanya antara lain batuk, demam tinggi terus menerus,
sesak, kebiruan disekitar mulut, menggigil (pada anak), kejang (pada bayi) dan nyeri
dada. Biasanya anak lebih suka berbaring pada sisi yang sakit. Pada bayi muda sering
menunjukkan gejala non spesifik seperti hipotermi, penurunanan kesadaran, kejang
atau kembung sehingga sulit dibedakan dengan meningitis, sepsis atau ileus.
Pemeriksaan fisis
- Tanda yang mungkin ada adalah suhu ≥ 390 C, dispnea : inspiratory effort ditandai
dengan takipnea, retraksi (chest indrawing), nafas cuping hidung dan sianosis.
Gerakan dinding toraks dapat berkurang pada daerah yang terkena, perkusi normal
atau redup. Pada pemeriksaan auskultasi paru dapat terdengar suara nafas utama
melemah atau mengeras, suara nafas tambahan berupa ronki basah halus di lapangan
paru yang terkena.
Pemeriksaan penunjang
- Pada pemeriksaan darah tepi dapat terjadi leukositosis dengan hitung jenis bergeser
ke kiri.
64

- Bila fasilitas memungkinkan pemeriksaan analisis gas darah menunjukkan keadaan


hipoksemia (karena ventilation perfusion mismatch). Kadar PaCO2 dapat rendah,
normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat terjadi asidosis respiratorik,
asidosis metabolik, dan gagal nafas.
- Pemeriksaan kultur darah jarang memberikan hasil yang positif tetapi dapat
membantu pada kasus yang tidak menunjukkan respon terhadap penanganan awal.
- Pada foto dada terlihat infiltrat alveolar yang dapat ditemukan di seluruh lapangan
paru. Luasnya kelainan pada gambaran radiologis biasanya sebanding dengan derajat
klinis penyakitnya, kecuali pada infeksi mikoplasma yang gambaran radiologisnya
lebih berat daripada keadaan klinisnya. Gambaran lain yang dapat dijumpai :
o Konsolidasi pada satu lobus atau lebih pada pneumonia lobaris
o Penebalan pleura pada pleuritis
o Komplikasi pneumonia seperti atelektasis, efusi pleura, pneumomediastinum,
pneumotoraks, abses, pneumatokel

DIAGNOSIS BANDING PNEUMONIA


 Bronkiolitis
 Payah jantung
 Aspirasi benda asing
 Abses paru

Khusus pada bayi :


 Meningitis
 Ileus

KOMPLIKASI
- Pleuritis
- Efusi pleura/ empiema
- Pneumotoraks
- Piopneumotoraks
- Abses paru
- Gagal nafas

TATALAKSANA
1. Indikasi MRS :
a. Ada kesukaran nafas, toksis
b. Sianosis
c. Umur kurang 6 bulan
d. Ada penyulit, misalnya :muntah-muntah, dehidrasi, empiema
e. Diduga infeksi oleh Stafilokokus
f. Imunokompromais
g. Perawatan di rumah kurang baik
h. Tidak respon dengan pemberian antibiotika oral
2. Pemberian oksigenasi : dapat diberikan oksigen nasal atau masker, monitor dengan
pulse oxymetry. Bila ada tanda gagal nafas diberikan bantuan ventilasi mekanik.
65

3. Pemberian cairan dan kalori yang cukup (bila perlu cairan parenteral). Jumlah cairan
sesuai berat badan, kenaikan suhu dan status hidrasi.
4. Bila sesak tidak terlalu hebat dapat dimulai diet enteral bertahap melalui selang
nasogastrik.
5. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
6. Koreksi kelainan asam basa atau elektrolit yang terjadi.
7. Pemilihan antibiotik berdasarkan umur, keadaan umum penderita dan dugaan
penyebab Evaluasi pengobatan dilakukan setiap 48-72 jam. Bila tidak ada perbaikan
klinis dilakukan perubahan pemberian antibiotik sampai anak dinyatakan sembuh.
Lama pemberian antibiotik tergantung : kemajuan klinis penderita, hasil laboratoris,
foto toraks dan jenis kuman penyebab :
 Stafilokokus : perlu 6 minggu parenteral
 Haemophylus influenzae/Streptokokus pneumonia : cukup 10-14 hari
Pada keadaan imunokompromais (gizi buruk, penyakit jantung bawaan, gangguan
neuromuskular, keganasan, pengobatan kortikosteroid jangka panjang, fibrosis kistik,
infeksi HIV), pemberian antibiotik harus segera dimulai saat tanda awal pneumonia
didapatkan dengan pilihan antibiotik : sefalosporin generasi 3.
Dapat dipertimbangkan juga pemberian :
- Kotrimoksasol pada Pneumonia Pneumokistik Karinii
- Anti viral (Aziclovir , ganciclovir) pada pneumonia karena CMV
- Anti jamur (amphotericin B, ketokenazol, flukonazol) pada pneumonia karena
jamur
- Imunoglobulin
66

DAFTAR PUSTAKA
1. Andriano G, Arguedas, Stutman HR, Marks MI. Bacterial pneumonias. Dalam :
Kendig EL, Chernick V, penyunting. Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in
Children. Edisi ke-5. Philadelphia : WB Saunders, 1990 : 371-80.
2. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric pneumonia. Emerg Med Clin N Am
2003; 21 : 437-51.
3. Glezen WP. Viral pneumonia. Dalam : Kendig EL, Chernick V, penyunting. Kendig’s
Disorders of the Respiratory Tract in Children. Edisi ke-5. Philadelphia : WB
Saunders, 1990 : 394-402.
4. Sectish TC, Prober CG. Pnemonia. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson HB,
penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB Saunders,
2003 : 1432-5.
5. Stokes DC. Respiratory infections in Immunocompromized Hosts. Dalam : Taussig
LM, Landau LI, penyunting. Pediatric Respiratory Medicine. St. Louis: Mosby Inc,
1999 : 664-81.

Lampiran 1. : Pilihan pengunaan antibiotika pada pneumonia


Umur Penyebab Pilihan antibiotik
Rawat inap Rawat jalan
< 3 bln - Enterobacteriace - Kloksasilin iv dan -
(E. Colli, Klebsiella, aminoglikosida
Enterobacter) (gentamisin, netromisin,
- Streptococcus amikasin) iv/im atau
pneumonia - Ampisilin iv dan
- Streptococcus group B aminoglikosida atau
- Staphylococcus - Sefalosporin gen 3 iv
(cefotaxim, ceftriaxon,
ceftazidim, cefuroksim)
atau
- Meropenem iv dan
aminoglikosida iv/im
3 bln - 5 thn - Streptococcus - Ampisilin iv dan - Amoksisilin atau
pneumonia kloramfenikol iv atau - Kloksasilin atau
- Staphylococcus - Ampisilin dan Kloksasilin iv - amoksisilin asam
- H. influenzae atau klavulanik atau
- Sefalosporin gen 3 iv - Erytromicin atau
(cefotaxim,ceftriaxon, - Claritromycin atau
ceftazidim, cefuroksim) - Azitromycin atau
atau - Sefalosporin oral
- Meropenem iv dan (Cefixim, cefaclor)
aminoglikosida iv/im
> 5 thn - Streptococcus - Ampisilin iv atau - Amoksisilin atau
pneumonia - Erytromisin po atau - Erytromisin po atau
- Mycoplasma pneumonia - Claritromycin po atau - Claritromycin po atau
- Azitromycin po atau - Azitromycin po atau
- Kotrimoksasol po atau - Kotrimoksasol po atau
- Sefalosporin gen 3 - Sefalosporin oral
(Cefixim, cefaclor)

Lampiran 2. : Jenis obat dan dosis


67

OBAT DOSIS/KgBB/24 jam CARA PEMBERIAN


Ampisilin 50-100 mg im/iv, 4x/hari
Amoksisilin 30-75 mg po/im/iv, 3-4x/hari
Amoksisilin asam klavulanik 30-75 mg po, 3-4x/hari
Amikasin 15 mg im/iv, 1x/hari
Azithromycin 7,5-15 mg po, 1x/hari
Eritromisin 50 mg po, 4x/hari
Gentamisin 5-7 mg im/iv, 1-2x/hari
Cefotaxim 50-100 mg iv, 3-4x/hari
Cefixim 5 mg po, 2x/hari
Ceftazidim 50-100 mg im/iv, 2-3x/hari
Ceftriaxon 50 – 100 mg im/iv, 1-2x/hari
Cefuroksim 25-50 mg iv/oral, 3-4x/hari
Clarithromycin 15-30 mg po, 2x / hari
Kloramfenikol 50 -100 mg
iv/oral, 4x/hari
Kloksasilin 50 mg
im/iv, 4x/hari
Kotrimoksazol 6 mg (TMP)
po, 2x/hari
Meropenem 30-50 mg
Netromisin
iv, 3x/hari
5-7 mg/kg im /iv, 1x/hari

Lampiran 3. : Sistem Skoring Pernafasan


0 1 2
Sianosis (-) (+) pada udara kamar (+) pada 40% O2
Aktifitas otot-otot pernafasan (-) Sedang Nyata
tambahan
Pertukaran udara Baik Sedang Jelek
Keadaan mental Normal Depresi/gelisah Koma
Pulsus paradoksus (Torr) < 10 10-40 >40
PaO2 (Torr) 70-100 ≤ 70 pada udara kamar ≤ 70 pada 40% O2
PaCO2 (Torr) < 40 40-65 > 65

Skor :
0-4 : tidak ada bahaya
5-6 : akan terjadi gagal nafas → siapkan UGD
≥7 : gagal nafas

SINDROMA CROUP
68

Landia Setiawati, Makmuri M.S., Retno Asih S.

BATASAN
Sindroma ”croup” merupakan kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan adanya
batuk, suara parau, stridor inspiratoir yang disebabkan obstruksi saluran napas atas/laring.

PATOFISIOLOGI
Adanya faktor infeksi (virus, bakteri, jamur), mekanis dan/atau alergi dapat menyebabkan
terjadinya inflamasi, eritema dan edema pada laring dan trakea, sehingga mengganggu
gerakan plica vocalis. Diameter saluran napas atas yang paling sempit adalah pada bagian
trakea dibawah laring (subglottic trachea). Adanya spasme dan edema akan menimbulkan
obstruksi saluran napas atas. Adanya obstruksi akan meningkatkan kecepatan dan
turbulensi aliran udara yang lewat. Saat aliran udara ini melewati plica vocalis dan
arytenoepiglottic folds, akan menggetarkan struktur tersebut sehingga akan terdengar
stridor. Awalnya stridor bernada rendah (low pitched), keras dan terdengar saat inspirasi
tetapi bila obstruksi semakin berat stridor akan terdengar lebih lemah, bernada tinggi
(high pitched) dan terdengar juga saat ekspirasi. Edema pada plica vocalis akan
mengakibatkan suara parau. Kelainan dapat berlanjut hingga mencapai brokus dan
alveoli, sehingga terjadi laringotrakeobronkitis dan laringotrakeobronkopneumonitis.
Pada spasmodic croup terjadi edema jaringan tanpa proses inflamasi. Reaksi yang terjadi
terutama disebabkan oleh reaksi alergi terhadap antigen virus dan bukan akibat langsung
infeksi virus.

PENYEBAB SINDROMA CROUP


 INFEKSI : terbanyak infeksi virus
o Bakteri : Hemofilus influenza tipe B, Corynebacterium difteri
o Virus : Para influenza 1,2,3; Infuenza; Adeno; Entero; RSV, morbilli
o Jamur : Candida albican
 MEKANIK :
o Benda asing
o Pasca pembedahan
o Penekanan masa ekstrinsik
 ALERGI : Sembab angioneurotik

GEJALA KLINIS SINDROMA CROUP


Gejala klinis awali dengan suara serak, batuk menggonggong dan stridor inspiratoir.
Bila terjadi obstruksi stridor akan makin berat tetapi dalam kondisi yang sudah payah
stridor melemah. Dalam waktu 12-48 jam sudah terjadi gejala obstruksi saluran napas
atas. Pada beberapa kasus hanya didapati suara serak dan batuk menggonggong, tanpa
obstruksi napas. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 3 sampai 7 hari. Pada kasus
lain terjadi obstruksi napas yang makin berat, ditandai dengan takipneu, takikardia,
sianosis dan pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksaan toraks dapat ditemukan
adanya retraksi supraklavikular, suprasternal, interkostal, epigastrial. Bila anak
mengalami hipoksia, anak akan tampak gelisah, tetapi jika hipoksia bertambah berat
anak tampak diam, lemas, kesadaran menurun. Pada kondisi yang berat dapat menjadi
gagal napas. Pada kasus yang berat proses penyembuhan terjadi setelah 7-14 hari.
69

EPIGLOTITIS AKUT
Epiglotitis akut merupakan keadaan gawat darurat sehingga diagnosa harus ditegakkan
secepat mungkin. Terapi harus dilakukan secara cepat dan tepat agar dapat menurunkan
kematian.
Definisi : keradangan akut epiglotis, biasa disebabkan oleh bakteri (bacterial croup,
supraglottic croup)
Etiologi : terbanyak disebabkan Haemophylus Influenza tipe B
Umur : menyerang terbanyak pada kelompok usia 3-7 tahun
Gejala klinis :
 mendadak panas tinggi
 stridor inspiratoir , retraksi cepat timbul
 nyeri epiglotis : suara kecil (pelan)
 anak tampak sakit keras/toksis, air liur keluar berlebihan (drooling), gelisah &
sianosis
 epiglotis bengkak dan merah seperti buah cherry
 dapat cepat : gagal napas
Pemeriksaan penunjang :
 foto leher lateral: dapat terlihat obstruksi supraglotis karena pembengkakan epiglotis
(thumb sign)
 laboratorium : pemeriksaan darah menunjukkan lekosit meningkat, pada hitung jenis
tampak pergeseran ke kiri. Bila fasilitas tersedia : dari pemeriksaan hapusan
tenggorokan dan biakan darah dapat ditemukan Haemophylus Influenza tipe B.
Penatalaksanaan : MRS di ICU
 Pemberian oksigenasi
 Pemberian cairan intravena disesuaikan berat badan dan status hidrasi.
 Pemberian inhalasi salin normal.
 Pemilihan antibiotik :
o Ampisilin 100 mg/kgBB/hari, intravena, terbagi 4 dosis
o Kloramfenikol : 50 mg/kgBB/hari, intra vena, terbagi dalam 4 dosis
o Sefalosporin Generasi 3 (Cefotaksim atau Ceftriakson)
 Bila panas dapat diberikan antipiretik
 Seringkali memerlukan tindakan trakeostomi

LARINGITIS AKUTA/LARINGOTRAKEO BRONKITIS AKUTA

Definisi : Keradangan pada laring/ laring-trakea-bronkus


Etiologi : penyebab terbanyak adalah virus (Para influenza, Influenza, Adeno, RSV,
Morbili)
Umur : menyerang terutama pada kelompok umur 3 bulan-5 tahun
Gejala klinis Laringitis akut :
 Sering pada anak, biasanya ringan
 Selalu didahului infeksi saluran nafas atas
 Gejala klinis : panas, pilek,batuk 2-3 hari, mendadak suara parau, batuk
menggonggong, stridor inspiratoir, pemeriksaan faring tampak hiperemi
70

 Kesukaran napas yang terjadi tidak berat


Gejala klinis Laringotrakeobronkitis akut :
 Perjalanan penyakit menjalar ke bronkus
 Dapat terjadi infeksi sekunder karena bakteri
 Kesukaran bernapas yang terjadi lebih berat
 Anak dapat mengalami panas tinggi
 Pada pemeriksaan fisis didapatkan tanda-tanda bronkitis
Diagnosis Laringitis akut/Laringotrakeo bronkitis akut :
 Berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisis
 Ditunjang beberapa pemeriksaan tambahan :
o Foto rontgen leher AP : bisa tampak pembengkakan jaringan subglotis (Steeple
sign). Tanda ini ditemukan pada 50% kasus
o Pemeriksaan laboratorium : gambaran darah dapat normal, jika disertai infeksi
sekunder leukosit dapat meningkat.
Penatalaksanaan Laringitis Akut/Laringotrakeo bronkitis akut :
 Umumnya tidak perlu MRSvere airway obstruction, while awaiting
 Indikasi MRS :
- usia dibawah satu tahun
- tampak toksik, sianosis, dehidrasi atau exhausted
- tampak retraksi suprasternal, atau retraksi subcostal
- diagnosis tidak jelas
- perawatan di rumah kurang memadai
 Pada Laringotrakeo bronkitis akut dapat diberikan antibiotik (Ampisilin dan/atau
Kloramfenikol)
 Diberikan inhalasi dengan salin normal; bila tersedia dapat menggunakan racemic
epinefrin inhalasi
 Dapat diberikan antipiretika bila perlu
 Pada anak yang tampak sakit berat :
o Anak harus menjalani rawat inap
o Pemberian oksigenasi
o Pemberian inhalasi: salin normal
o Pemberian cairan dan kalori intravena disesuaikan dengan berat badan dan
status hidrasi
o Antibiotik diberikan secara intravena
o Dapat diberikan kortikosteroid intravena berupa deksametason dengan dosis 0,5
mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis, diberikan selama 1-2 hari
o Jarang memerlukan tindakan trakeostomi

SPASMODIC LARYNGITIS (ALLERGIC CROUP, PSEUDO CROUP)


Etiologi : Virus, faktor alergi dan faktor psikologis
Umur : menyerang terbanyak pada kelompok usia 1-3 tahun
Gejala klinis :
o Dapat terjadi pilek/serak atau tanpa pilek/serak.
o Pada malam hari batuk menggonggong, stridor inspirasi, anak gelisah, tanpa
disertai panas
71

o Gejala pada pagi hari akan berkurang, malam menghebat berulang-ulang


o Ada predisposisi dalam keluarga
Diagnosis :
 Ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan fisis
 Pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan.
Penatalaksanaan :
o Tidak diperlukan rawat inap dan pemberian antibiotik.
o Pemberian nebuliser Setelah anak muntah, umumnya laringospasme akan
menghilang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Grad R, Taussig LM. Acute Infection Producing Upper Airway Obstruction. Dalam :
Kendig EL, Chernick V, Penyunting. Kendig’s Disorders of the Respiratory Tract in
Children. Edisi ke-5. Philadelphia : WB Saunders, 1990 : 336-49.
2. Silber GR, Scheifele D. Croup. Dalam : Graef JW, Cone Jr TE, penyunting. Manual
of Pediatrics Therapeutics. Edisi ke-2. Boston:Little-Brown, 1980 : 371.
3. Roosevelt GE. Acute inflammatory Upper Airway Obstruction. Dalam : Behrman
RE, Kleigman RM, Jenson HB, penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-
17. Philadelphia : WB Saunders, 2003 : 1405-9.
4. Knutson D, Aring A. Viral Croup. Am Fam Physician 2004; 69 : 535-40, 541-2.
5. Somani R, Evans MF. Role of glucocorticoids in treating Croup. Can Fam Physician
2001; 4 : 733-5.
6. Malhotra A, Krilov LR. Viral Croup. Ped in Rev 2001; 22 : 1-12.

Tuberkulosis
Landia Setiawati, Makmuri M.S., Retno Asih S.
72

BATASAN
Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mikobakterium tuberkulosis yang
bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi
terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.

PATOGENESIS
Penularan TBC terjadi karena menghirup udara yang mengandung Mikobakterium
tuberkulosis (M.Tb), di alveolus M.Tb akan difagositosis oleh makrofag alveolus dan
dibunuh. Tetapi bila M.Tb yang dihirup virulen dan makrofag alveolus lemah maka M.Tb
akan berkembang biak dan menghancurkan makrofag. Monosit dan makrofag dari darah
akan ditarik secara kemotaksis ke arah M.Tb berada, kemudian memfagositosis M.Tb
tetapi tidak dapat membunuhnya. Makrofag dan M.Tb membentuk tuberkel yang
mengandung sel-sel epiteloid, makrofag yang menyatu (sel raksasa Langhans) dan
limfosit. Tuberkel akan menjadi tuberkuloma dengan nekrosis dan fibrosis di dalamnya
dan mungkin juga terjadi kalsifikasi. Lesi pertama di alveolus (fokus primer) menjalar ke
kelenjar limfe hilus dan terjadi infeksi kelenjar limfe, yang bersama-sama dengan
limfangitis akan membentuk kompleks primer. Dari kelenjar limfe M.Tb dapat langsung
menyebabkan penyakit di organ-organ tersebut atau hidup dorman dalam makrofag
jaringan dan dapat aktif kembali bertahun-tahun kemudian. Tuberkel dapat hilang
dengan resolusi atau terjadi kalsifikasi atau terjadi nekrosis dengan masa keju yang
dibentuk oleh makrofag. Masa keju dapat mencair dan M.Tb dapat berkembang biak
ekstra selular sehingga dapat meluas di jaringan paru dan terjadi pneumonia, lesi
endobronkial, pleuritis atau Tb milier. Juga dapat menyebar secara bertahap
menyebabkan lesi di organ-organ lainnya .

DIAGNOSIS
Diagnosis paling tepat adalah ditemukannya basil Tb dari bahan yang diambil dari pasien
misalnya sputum, bilasan lambung, biopsi dll. Tetapi pada anak hal ini sulit dan jarang
didapat, sehingga sebagian besar diagnosis Tb anak didasarkan gambaran klinis,
gambaran radiologis, dan uji tuberkulin.
Untuk itu penting memikirkan adanya Tb pada anak kalau terdapat keadaan atau tanda-
tanda yang mencurigakan seperti dibawah ini :
1. Pada anak harus dicurigai menderita Tb kalau :
1. Kontak erat (serumah) dengan penderita Tb dengan sputum BTA (+)
2. Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG dalam 3-7 hari.
3. Terdapat gejala umum

2. Gejala-gejala yang harus dicurigai Tb


I. Gejala umum/tidak spesifik
a. Berat badan turun atau malnutrisi tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam
1 bulan dengan penanganan gizi.
b. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak
naik (failure to thrive) dengan adekuat.
c. Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi
saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam.
73

d. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, biasanya multiple,


paling sering di daerah leher, axilla dan inguinal.
e. Gejala-gejala respiratorik :
- batuk lama lebih dari 3 minggu
- tanda cairan di dada, nyeri dada
f. Gejala gastrointestinal
- diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan diare
- benjolan/massa di abdomen
- tanda-tanda cairan dalam abdomen
II. Gejala Spesifik
1. Tb kulit/skrofuloderma
2. Tb tulang dan sendi
- Tulang punggung (spondilitis) : gibbus
- Tulang panggul (koksitis) : pincang
- Tulang lutut : pincang dan/atau bengkak
- Tulang kaki dan tangan
3. Tb Otak dan Saraf
- Meningitis dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan
kesadaran menurun
4. Gejala mata : Conjungtivitis phlyctenularis, Tuberkel koroid (hanya terlihat
dengan funduskopi)
5. Lain-lain
3. Uji tuberculin (Mantoux)
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan intrakutan). Tuberkulin
yang dipakai adalah tuberkulin PPD RT 23 kekuatan 2 TU atau PPD-S kekuatan 5
TU. Pembacaan dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Diukur diameter tranversal
dari indurasi yang terjadi. Ukuran dinyatakan dalam mm, dikatakan positif bila
indurasi : > 10 mm.
4. Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat berupa kemerahan dan indurasi > 5
mm (dalam 3-7 hari) maka dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium tuberculosis.
5. Foto Rontgen Paru : seringkali tidak khas
Pembacaan sulit, hati-hati kemungkinan overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling
mungkin kalau ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar
paratrakeal.
Gambaran rontgen paru pada Tb dapat berupa :
Milier, Atelektasis, Infiltrat , pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi
(lobus), reaksi pleura dan/atau efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas,
destroyed lung.
Catatan : diskongkruensi antara gambaran klinis dan gambaran radiologis, harus
dicurigai Tb. Foto Rontgen paru sebaiknya dilakukan PA dan lateral serta dibaca oleh
ahlinya.
6. Pemeriksaan mikrobiologi : pemeriksaan langsung BTA (mikroskopis) dan kultur dari
sputum (pada anak bilasan lambung karena sputum sulit didapat ).
7. Pemeriksaan serologi (ELISA, PAP, Mycodot, dll) masih memerlukan penelitian lebih
lanjut.
74

8. Pemeriksaan patologi anatomi.


9. Respon terhadap pengobatan OAT. Kalau dalam 2 bulan terdapat perbaikan klinis
nyata, akan menunjang atau memperkuat diagnosis TBC.

TATALAKSANA
Obat harus diminum teratur, setiap hari, dan dalam waktu yang cukup lama. Dosis obat
harus disesuaikan dengan berat badan.
Secara garis besar dapat dibagi menjadi tata laksana untuk :
1. TBC paru tidak berat
2. TBC paru berat atau TBC ekstrapulmonal
Pada TBC paru yang tidak berat cukup diberikan 3 jenis obat anti tuberkulosis
(OAT) dengan jangka waktu terapi 6 bulan. Tahap intensif terdiri dari isoniazid (H),
Rifampisin (R) dan Pyraninamid (Z) selama 2 bulan diberikan setiap hari (2HRZ). Tahap
lanjutan terdiri dari Isoniazid (H) dan Rifampisin (R) selama 4 bulan diberikan setiap
hari (4HR).
Pada TBC berat (TBC milier, meningitis, dan TBC tulang) maka juga diberikan
Streptomisin atau Etambutol pada permulaan pengobatan. Jadi pada TBC berat biasanya
pengobatan dimulai dengan kombinasi 4-5 obat selama 2 bulan, kemudian dilanjutkan
dengan Isoniazid dan Rifampisin selama 10 bulan lagi atau lebih, sesuai dengan
perkembangan klinisnya. Kalau ada kegagalan karena resistensi obat, maka obat diganti
sesuai dengan hasil uji resistensi, atau tambah dan ubah kombinasi OAT.
Obat anti tuberkulosis yang digunakan adalah :
1. Isoniazid (INH) : selama 6-12 bulan
a. Dosis terapi : 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
b. Dosis profilaksis : 5-10 mg/kgBB/hari diberikan sekali sehari
c. Dosis maksimum : 300 mg/hari
2. Rifampisin ( R ) : selama 6-12 bulan
a. Dosis : 10-20 mg/kgBB/hari sekali sehari
b. Dosis maksimum : 600 mg/hari
3. Pirazinamid (Z) : selama 2-3 bulan pertama
a. Dosis : 25-35 mg/kgBB/hari diberikan 2 kali sehari
b. Dosis maksimum : 2 gram/hari
4. Etambutol (E) : selama 2-3 bulan pertama
a. Dosis : 15-20 mg/kgBB/hari diberikan sekali atau 2 kali
sehari
b. Dosis maksimum : 1250 mg/hari
5. Streptomisin (S) : selama 1-2 bulan pertama
a. Dosis : 15-40 mg/kg/hari diberikan sekali sehari intra
muskular
b. Dosis maksimum : 1 gram/hari
Kortikosteroid diberikan pada keadaan khusus seperti : Tb milier, meningitis Tb,
endobronkial Tb, pleuritis Tb, perikarditis Tb, peritonitis Tb.
Boleh diberikan prednison 1-2 mg/kg BB/hari selama 1-2 bulan

PENGHENTIAN PENGOBATAN
1. Bila setelah 6 bulan evaluasi membaik :
75

batuk menghilang, klinis membaik, anak menjadi lebih aktif, berat badan meningkat,
foto thorax membaik, penurunan LED
2. Bila setelah 6 bulan tidak ada perbaikan, kemungkinan :
- Kepatuhan minum obat yang kurang
- MDR (Multi Drug Resisten)
- Diagnosis bukan TBC

OBAT PENCEGAHAN DENGAN INH : 5-10 mg/kg BB/hari diberikan pada :


1. Profilaksis primer : anak yang kontak erat dengan penderita TB menular (BTA
positip, tetapi belum terinfeksi).
2. Profilaksis sekunder : anak dengan infeksi TB yaitu tuberkulin positip dan klinis
baik, dengan faktor resiko yang memungkinkan menjadi TB aktif.
- umur dibawah 5 tahun
- menderita penyakit infeksi (morbili, varicella)
- mendapat obat imunosupresif (sitostatik, steroid, dll)
- umur akil balik
- kalau ada infeksi HIV

KOMPLIKASI
Pada anak komplikasi biasanya terjadi pada 5 tahun pertama setelah infeksi terutama 1
tahun pertama. Penyebaran limfohematogen menjadi Tb milier atau meningitis Tb atau
efusi pleura biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tb tulang dan sendi
terbanyak terjadi dalam 3 tahun pertama, dan Tb ginjal dan kulit terbanyak setelah 5
tahun dari infeksi primer.

DAFTAR PUSTAKA
1. Munoz FM, Starke JR. Tuberculosis. Dalam : Behrman RE, Kleigman RM, Jenson
HB, penyunting. NelsonTextbook of Pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia : WB
Saunders, 2003 : 958-71.
2. Crofton SJ, Horne N, Miller F. Clinical Tuberculosis. Edisi ke-1. London: The Mac
Millan Press, 1992.
3. Rahajoe N, Basir D, Makmuri MS, Kartasasmita CB. Pedoman Nasional
Tuberkulosis Anak. UKK Pulmonologi : PP IDAI, 2005.

Lampiran 1. : SISTEM SKORING DIAGNOSIS TUBERKULOSIS ANAK


76

Parameter 0 1 2 3
Kontak Tb Tidak jelas Laporan keluarga, BTA Kavitas (+), BTA tidak BTA (+)
(-) atau tidak tahu jelas
Uji Tuberkulin Negatif Positif ( ≥ 10 mm
atau ≥ 5 mm pada
keadaan
imunosupresi)
Berat badan/ BB/TB < 90% atau BB/U Klinis gizi buruk atau
keadaan gizi < 80% BB/TB< 70%
atau BB/U < 60%
Demam tanpa sebab ≥ 2 minggu
jelas
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesaran kelenjar ≥ 1cm, jumlah >1, tidak
limfe kolli, aksila, nyeri
inguinal
Pembengkakan Ada pembengkakan
tulang/sendi panggul,
lutut, falang
Foto Rontgen toraks Normal/tidak  Infiltrat  kalsifikasi + infiltrat
jelas  Pembesaran kelenjar  pembesaran
 Konsolidasi kelenjar + infiltrat
segmental/
lobar
 atelektasis

Catatan :
 Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
 Jika dijumpai skrofuloderma, langsung didiagnosis tuberkulosis
 Berat badan dinilai saat datang (moment opname)
 Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku
 Foto rontgen toraks bukan alat diagnostik utama pada Tb anak
 Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring Tb
anak
 Didiagnosis Tb jika skor ≥ 6 (skor maksimal 14). Cut off point ini masih bersifat
tentatif/sementara, nilai definitif menunggu hasil penelitian yang sedang
dilaksanakan.
77

Anda mungkin juga menyukai