Anda di halaman 1dari 2

Pendidikan ala Finlandia

Apa yang sesungguhnya terjadi di Finlandia barangkali bisa memberi pencerahan.


Timothy D. Walker, dalam buku terbarunya Teach Like Finland atau Mengajar
seperti Finlandia membocorkan beberapa kunci dan strategi sederhana tentang
pendidikan di Finlandia. Timothy atau akrab disapa Tim menulis buku ini
berdasarkan pengalamannya sendiri sebagai mantan guru di AS yang mengajar di
sebuah sekolah dasar di Finlandia. Tim menemukan beberapa kesimpulan.
Pertama, pendidikan di Finlandia sangat memperhatikan kesejahteraan (well-
being), baik itu murid maupun guru. "Di hari-hari pertama mengajar, saya
menghabiskan waktu istirahat untuk mengecek materi pengajaran saya atau
mengecek email, seperti yang biasa saya lakukan di AS. Sementara itu, guru-guru
Finlandia malah bersantai di ruang guru sambil ngopi," tulis Tim. Tidak berapa
lama, seorang guru mendatangi Tim dan mengajaknya bergabung, sambil berkata,
"Saya sangat khawatir dengan kesehatan Anda. Apakah Anda tertekan, ingat Anda
adalah tuan atas pekerjaan, jangan sampai diperbudak oleh pekerjaan." Tim
melihat itu sebagai salah satu paradigma yang sangat positif. Pendidikan di
Finlandia memperhatikan dengan sungguh, kesejahteraan, baik fisik maupun batin
setiap individu. Ini tampak pula dalam kebijakan bagi para siswa. Siswa di
Finlandia gemar memanfaatkan waktu rehat untuk bermain dan berkejar-kejaran,
bahkan tiap sekolah menyediakan alat bermain. Para siswa juga diminta untuk
bergabung di sebuah klub minat dan bersosialisasi di lingkungan tempat
tinggalnya. Ini sangat memungkinkan sebab total jam sekolah rata-rata hanya 18
jam per minggunya. Adakah PR di Finlandia? Sepertinya itu adalah mitos yang
telanjur populer, dan sayangnya, menurut Tim, itu tidak benar. Para siswa tetap
mendapatkan PR, namun diberikan dengan sangat memperhitungkan tingkat
kesulitannya. Para guru memberikan PR yang tidak berat, bahkan rata-rata dapat
dikerjakan dalam waktu 30 menit saja. Intinya, mereka ingin para siswa benar-
benar mendapatkan istirahat yang cukup sepulang sekolah, dan dapat melanjutkan
aktivitas yang lain. Selain itu, Tim juga melihat bahwa para siswa rata-rata
mandiri. Sekolah dan masyarakat Finlandia bekerja sama untuk mengupayakan
siswa-siswa yang mandiri. Percayalah, Anda akan terkaget-kaget melihat siswa
SD yang pergi-pulang sekolah sendirian, naik bus atau kereta. Dari semangat
mandiri itulah para siswa terbiasa untuk berpikir dengan cermat, bahkan
menembus batasannya. Selain hal-hal itu, Tim menyebutkan kunci lainnya, seperti
upaya untuk memberikan rasa dimiliki atau sense of belonging, ikhtiar untuk
mengajarkan hal-hal yang mendasar, kemampuan untuk bersatu dengan alam yang
damai, dan masih banyak lagi. Nasihat Pamungkas Bab terakhir buku ini berjudul
unik: Jangan Lupa Bahagia! Ini merupakan tips pamungkas di penghujung buku.
Tim hendak menggarisbawahi bahwa esensi pendidikan yang sewajarnya berjalan
seiring dengan prinsip universal hidup bagi masing-masing orang. Kebahagiaan
diberi tempat yang utama dalam kurikulum di Finlandia. Orang Indonesia tentu
sering mendengar banyak orang tua atau guru yang tergoda untuk "mencambuk"
anak sendiri untuk bisa menguasai banyak hal di luar kemampuannya. Anak-anak
pun bekerja dengan tanpa henti, belajar dengan tergesa-gesa. Akibatnya apa?
Pendidikan berjalan dengan terpaksa sebab lebih seperti sebuah siksaan.
Pendidikan menjadi tidak menyenangkan. Ya, di Finlandia sistem pendidikan
yang membahagiakan menjadi fokusnya. Anak yang gembira mempelajari banyak
hal dengan enteng. Tentu saja, masih banyak hal-hal menarik tentang seluk belum
pendidikan di Finlandia di buku ini. Anda tertarik untuk membaca lebih lanjut
Teach Like Finland?

Anda mungkin juga menyukai