A. Latar Belakang
Buku karangan Timothy D. Walker dapat menjadi salah satu motivasi dan
inspirasi bagi para guru dan pemangku kebijakan terutama untuk meningkatkan
kesejahteraan guru. Meskipun secara kultur, budaya, dan suasana Indonesia dan
Finlandia berbeda, strategi peningkatan kesejahteraan dalam buku karya Timothy
ini dapat menjadi tambahan ilmu bagi para guru untuk membangun suasana yang
tidak hanya kondusif ketika mengajar namun juga akan menumbuhkan motivasi
dan rasa sejahtera secara internal pada guru untuk memaksimalkan perannya.
Timothy D. Walker penulis buku ini adalah seorang guru yang berasal dari
Boston, Amerika. Ia memutuskan untuk pindah ke negara kelahiran sang istri di
Helsinki, Finlandia.
Pengalaman menjadi guru bagi seorang Timothy sudah tidak diragukan
lagi. Ia telah cukup lama berkutat dengan profesi guru. Timothy sebenarnya
sangat menikmati profesi itu, walaupun ada beberapa hal yang selalu ia keluhkan
kepada istrinya. Sering membuat ia ingin resign dari pekerjaannya. Hingga
akhirnya membawanya pindah ke Helsinki, Finlandia.
Sebelum pindah ke Helsinki berulang kali ia mendengar istrinya bercerita
tentang pendidikan disana, yang bergerak lebih 'lambat' namun menyenangkan
dan cara-cara yang diterapkan oleh guru-guru di Finlandia terbukti berhasil.
Finlandia, negara yang digadang-gadang memiliki sistem pendidikan
terbaik di dunia ini membuat Timothy tertantang untuk kembali menggeluti
profesi pengajar. Begitulah, Tuhan membuat skenario bahwa ia ditakdirkan
kembali untuk menjadi salah seorang pengajar di sekolah dasar Finlandia.
Di halaman-halaman awal buku ini Timothy menceritakan pengalamannya
tentang guru-guru di Finlandia yang menganut prinsip lebih menghargai
kebahagian diatas pencapaian. Kebahagian bukanlah hasil dari kesuksesan, namun
kunci kesuksesan.
Pada awal-awal ia meniti karier di Finlandia, Timothy mengalami gemang
dan banyak keterkejutan. Ternyata sistem pendidikan dan pembelajaran yang ia
dapatkan di Amerika sangat sangat jauh berbeda dengan yang ia dapatkan di
Finlandia. Bahkan banyak hal aneh yang ia temukan pada sistem pendidikan di
Finlandia. Timothy beranggapan, sebagai negara yang memiliki skor paling tinggi
untuk PISA, pendidikan Finlandia akan lebih ketat, serius, disiplin, rumit, dan
tersktur. Namun, ia tidak menemukan itu. Timothy merasa bahwa pendidikan di
Finlandia jauh lebih santai, tidak terikat dengan berbagai aturan harus ini dan itu.
Finlandia mengejutkan dunia ketika siswa-siswanya yang masih berusia 15
tahun berhasil mencatatkan skor tertinggi di penyelenggaraan pertama PISA
(Programme for International Student Assessment), pada 2001. Ujian itu meliputi
penilaian keterampilan berpikir kritis di Matematika, Sains, dan membaca. Hingga
kini, negara mungil ini terus-terusan memukau. Finlandia terbukti berhasil dalam
bidang pendidikan. Sistem pendidikan Finlandia kini mulai dipelajari banyak
orang.
Bagaimana pendidikan Finlandia yang jam pelajarannya pendek, PR-nya
tidak banyak, dan ujiannya tidak begitu terstandardisasi, dapat “mencetak” siswa-
siswa dengan prestasi yang sangat baik?
Ketika Timothy D. Walker mulai mengajar kelas 5 di sebuah sekolah
negeri di Helsinski, ia mulai mencatat rahasia-rahasia di balik kesuksesan sekolah-
sekolah Finlandia. Timothy menuliskan rahasia-rahasia ini, dan artikel-artikelnya
di Atlantic kerap menuai tanggapan antusias. Dalam buku ini, ia mengumpulkan
semua temuan tersebut, dan menjelaskan pada para pengajar, cara untuk
mengimplementasikannya.
Buku ini memuat strategi dan anjuran-anjuran yang sangat mudah
dipraktikkan dari sistem pendidik an kelas dunia. Dalam buku ini Timothy D.
Walker ini menjelaskan tentang 33 strategi sederhana yang dapat dilakukan di
kelas agar tercipta suasana menyenangkan seperti halnya kelas-kelas di Finlandia.
Buku ini menjelaskan aspek aplikatif dalam praktik pembelajaran ala Finlandia.
Kenyamanan sekolah juga harus didukung oleh rasa damai yang dirasakan
guru dan siswanya. Di Finlandia, sekolah berusaha untuk menciptakan suasana
damai tersebut dengan memberikan rasa nyaman dan aman kepada seluruh warga
di sekolah. Itulah sebabnya kenapa proses belajar terlihat begitu tenang dan bebas
dari tekanan. Anak-anak memiliki waktu yang cukup lama sambil menyelesaikan
tugas perseorangan, untuk belajar dengan tenang, meskipun disisi pedagogis
pembelajaran aktif dilaksanakan dikelas tersebut.
Ada beberapa hal yang dilakukan oleh guru untuk membuat suasana tetap
kondusif (solusi menjaga ketenangan), yakni:
1. Membuat Anchor charts (Aturan Pokok), yaitu sebuah aturan kelas yang
dibuat oleh guru dan siswa yang disepakati bersama. Pada awal tahun para
guru akan membimbing siswa untuk membuat aturan, tujuan dan harapan
untuk kelas, yang pada umumnya terdiri dari 3 hal pokok yakni hormati
diri sendiri, hormati orang lain, dan hormati lingkungan. Buat komitmen
untuk ketenangan kelas, membuat anchor charts dengan murid perlu
diskusi selama 10-15 menit. Buat sederhana di kertas atau poster, disusun
sederhana dari hal-hal yang ingin dicapai. Dari ketiga hal pokok tersebut
siswa akan menurunkan menjadi aktivitas-aktivitas dikelas seperti kelas
nyaman, tenang, tidak berantakan, dsb.
2. Pengukur kebisingan, pastikan bahwa murid terlibat dan mengukur
realitasnya. Karena murid biasanya harus ditegur oleh guru agar tidak
terlalu bising. Sehingga dengan membuat pengukur kebisingan bersama
murid hasilnya kemungkinan optimal.
3. Menciptakan sebuah keseimbangan, disamping tugas mandiri, pastikan
anak juga bisa berkolaborasi dan berdiskusi secara rutin bersama.
Peraturan bersama yang disepakati akan menimbulkan ‘mindfulness’
(kesadaran penuh), suatu tren semua sekolah di dunia. Kesadaran penuh tersebut
akan menciptakan sebuah keseimbangan dimana anak mampu mengkondisikan
diri ketika berada dalam sebuah lingkungan.
Amanda Moreno (Walker, 2017) menyatakan bahwa dengan kesadaran
penuh tidak hanya membantu anak-anak untuk menaruh perhatian, namun
juga membuat anak-anak lebih cepat pulih jika mereka merasa kurang
tenang dan menjadi lebih mudah bertansisi. Kesadaran penuh pada anak
akan membuat pekerjaan guru lebih ringan dalam mengkondisikan kelas.
Halaman 51
Kesadaran penuh berlangsung dalam hitungan menit atau detik. Seperti
membuat gambaran mental dari emosi anak/menyadari proses menghirup dan
menghembuskan nafas. Kesadaran yang paling sering dan umum adalah
kesadaran mendengar, seperti menggunakan bel atau lainnya untuk dijadikan
isyarat. -
Di kelas maupun sekolah, para siswa sebaiknya dibiasakan agar saling
memiliki kepedulian dan keakraban antar siswa atau guru. Rasa dimiliki ‘sense of
belonging’ budayakan suatu perasaan salling terhubung di ruang kelas. Bagi guru,
koneksi tercipta dari perbedaan jadwal mengajar. Jangan merasa sendirian,
luangkan waktu bersama rekan guru untuk berbagi trik mengajar, penyelesaian
masalah, dan menjalin pertemanan yang lebih kuat.
Dibuku ini ada 6 strategi yang bisa dicontoh sebagai pengajar.
1. Mengenal setiap anak, melihat anak sebagai individu bukan
sekedar sekumpulan anak. Pupuklah hubungan dengan setiap anak,
lakukan sebuah pendekatan seperti makan siang bersama,
berbincang-bincang ringan, dan sebagainya. Tetapi itu semua
dilakukan secara perlahan, tidak terburu-buru. Jika perlu kita bisa
melakukan kunjungan, dalam kunjungan adakan waktu pendekatan
ekstra agar tahu seperti apa murid-murid.
2. Bermain dengan murid-murid, adakan stimulasi yang cemerlang
selama beberapa menit saat bermain dengan murid. Titik awal yang
lunak perlu agar rutinitas dan prosedur sekolah tumbuh secara
perlahan dalam diri anak-anak.
3. Merayakan pembelajaran mereka, guru dan siswa membuat suatu
tujuan yang menantang bersama. Lalu merayakan hasil kerja keras
mereka bersama-sama, luangkan waktu 15-20 menit rayakan hasil
belajar siswa dengan cara mengapresiasikan, bersyukur dan
tunjukkan. Misalnya obrolan buku: luangkan waktu agar siswa bisa
membacakan hasil baca mereka, kelas disulap menjadi sebuah
galeri open house/pameran mini di kelas, buatlah sebuah blog kelas
untuk dokumentasi kegiatan perayaan belajar adalah jeda untuk
berterima kasih secara komunal.
4. Mengejar mimpi kelas, pastikan mimpi itu realistis, melakukan
kompromi, mimpi besar harus dibagi guna mendorong rasa
kesatuan kelas yang kuat lewat sebuah event seperti kemah
sekolah. Suatu pengalaman ikatan sosial yang meninggalkan kesan.
Mimpi-mimpi kelas seperti hiking, produksi album musik,
membuat aplikasi pembelajaran, dan lain-lain. Putuskan mimpi
berhyarga bersama murid.
5. Menghapus perisakan (bullying), awali dengan langkah preventif
seperti membuat poster besar bertekad anti bullying, jikapun terjadi
bullying maka selesaikan dengan berbicara/berdialog agar setiap
pihak dapat merefleksikan perilaku mereka.
6. Berkawan, antar kelas besar berkawan dengan anak kelas kecil.
Belajar menciptakan dinamika interaksi
Siswa Finlandia juga terkesan mandiri. Tidak ada guru yang menyambut di
gerbang sekolah, siswa pulang dan pergi sekolah sendiri bahkan berjalan kaki,
siswa juga berusaha menyelesaikan permasalahan sendiri tanpa merepotkan orang
lain. Selain itu, suasana pembelajaran di Finlandia sangat jauh dari nuansa
kompetisi. Siswa tidak diajarkan untuk saling berkompetisi dengan yang lain,
tetapi mereka belajar untuk sama-sama pintar dan cerdas. Siswa juga tidak
diharuskan menjadi yang terbaik, melainkan harus menjadi yang lebih baik dari
sebelumnya.
Timothy menuliskan bahwa secara umum anak-anak di Finladia lebih
mandiri daripada anak sebaya mereka di Amerika. Hal ini karena banyaknya
kesempatan, di rumah/di sekolah untuk melakukan banyak hal sendiri tanpa
bantuan orang lain, dan melalui kesempatan tersebut mereka lebih mampu
mengarahkan dirinya sebagai pelajar. Kemandirian bisa dimulai dengan
kebebasan untuk memilih apa yang mereka sukai. Tawarkan pilihan, biarkan
mereka memilih. Sebagian orang tua ingin anak-anaknya mandiri tapi mereka
tidak memberikan kesempatan. Cara guru-guru di Finlandia mengajarkan
kemandirian adalah dengan memberi murid-muridnya kesempatan.
Kekakuan dalam proses belajar mengajar selama ini dapat dicairkan
dengan memberi lebih banyak ruang kebebasan dan fleksibilitas dalam prakteknya
dengan tidak mengabaikan rasa tanggung jawab bagi setiap guru maupun
siswanya akan tugasnya masing-masing.
Disana diadakan program ‘minggu belajar mandiri’ pentingnya guru
berevolusi dari model guru ‘sage on the stage’ (bintang panggung) menjadi ‘guide
on the side’ (pendukung). Memulai kebebasan misalnya dengan pre-test dan
membangkitkan kegembiraan. Siswa diberikan kebebasan untuk memilih atau
menentukan tema pembelajaran yang dipelajari, hal ini sekaligus mengajarkan
tanggung jawab kepada siswa.
Di Finlandia, dimana ada jeda 15 menit menjadi lazim, pembatasan adalah
hal yang alami. Saat jeda tersebut murid-murid sering berdiskusi atau
mengklarifikasi mengenai tugas-tugas atau hal-hal lainnya. Sebelum belajar
mereka biasa melakukan Do Know dan Do Now (lakukan sekarang). Do now
sebagai sebuah aktivitas kelas singkat yang intruksinya telah di tuliskan pada
papan, atau bentuk selebaran untuk para siswa ketika memasuki kelas. Mereka
diarahkan untuk melakukan, harus diberikan satu titk yang sama di kelas.
Kegiatan do now harus berupa tugas mandiri yang tidak perlu banyak intruksi
lebih lanjut/percakapan antar siswa. Do now dilakukan 3-5 menit saja, dan
menampilkan secara singkat penjelasan hari itu. Mengulas pelajaran sebelumnya.
Kesalahan implementasi do now adalah guru kehilangan banyak waktu
saat melakukan review. Dengan waktu 3-5 menit saja membuat siswa menjadi
antusias, manakala mereka diberi variasi/pilihan.
Pilihan hadir karena guru lebih tahu dulu apa saja minat siswa. Hubungkan
minat anak dengan kurikulum. Kenali dulu mereka dengan baik. Memberikan
tugas yang lebih terbuka. Seperti satu siswa satu tugas, satu buku, penyajian
berbeda pun dibolehkan asal tidak memberatkan siswa dapat dilakukan melalui
pemaparan di poster/caption serta slide power point.
Buat rencana bersama siswa, seperti membuat bagan TMT yang
dikembangkan oleh Donna Ogle di 1980-an:
1. Hal-hal yang saya tahu
2. Hal-hal yang mau saya tahu (tekankan pada rasa ingin tahu siswa)
3. Hal-hal yang saya telah pelajari
Buat jadi nyata, saatnya show up. Misalnya program: apa peran yang ingin
mereka mainkan dalam kota miniatur? Maka pembelajaran menjadi profesional.
Serta adanya tuntutan tanggung jawab. Responsibility di Finlandia, kami hampir
tidak pernah menilai pekerjaan rumah mereka, hanya tugas-tugas spesifik. Kita
dapat berikan tanggung jawab pada siswa kita dalam area penilaian dengan
evaluasi diri sendiri, tanggung jawab mencatat serta pastikan kemampuan
mencatat meningkat. Bertanggung jawab atas keberlangsungan pembelajaran
kita.
Demi mengasah segenap potensi yang dimiliki para siswa, seorang guru
harus mengeluarkan semua metode mengajarnya yang tak hanya menyenangkan,
namun juga berbobot dan berkualitas. Raj Raghunathan, 2016 mengatakan
penguasaan akan suatu hal adalah kebutuhan kita. Sebagai guru dapat
menanamkan kegembiraan ke dalam kelas jika mampu memenuhi kebutuhan
suatu keahlian.
Dalam penguasaan kita dapat melakukan strategi pengelolaan kelas
ajarkan hal-hal mendasar kepada murid, gunakan teknologi, berikan
pendampingan, buktikan pembelajaran, serta diskusikan soal nilai.
Pendekatan holistik untuk mengelola kurikulum mereka menggunakan
Project Basic Learning. Pembelajaran interdisipliner menggunakan buku
pegangan, pertahankan hal-hal yang baik dan jadikan itu fokusnya. Gunakan
teknologi secukupnya, kita bisa memasukkan musik perpaduan maksudnya
mencampur musik dengan intruksi akademik. Seperti menguraikan matematika
musik sebagai transisi dari satu kegiatan ke kegiatan lainnya dengan
mengaransemen.
Guru juga bisa menjadi pelatih, Learning by doing. Berikan anak-anak
kesempatan yang lebih banyak untuk belajar melalui praktik, berikan masukan
yang baik (spesifik, jujur, konstitutif) tangani titik lemah yang ada. Selain menjadi
pelatih, bisa menggunakan pendekatan seminar, ada 3 bagian utama dalam
pendekatan (1) pelajaran singkat yang mengenalkan tujuan pelajaran hari itu, (2)
pekerjaan mandiri yang aktif, (3) refleksi kelompok mencapai sasaran.
Cara menulis target pembelajaran (1) pilih satu standar, (2) godok menjadi
serangkaian pelajaran, (bingkai kembali sasaran dalam merefleksikan apa yang
seharusnya murid capai sendiri di dalam kelas. Kuncinya suatu pemahaman yang
sesuai dengan sasaran pembelajaran, berikan contoh yang jelas seperti apa
keberhasilan itu beri target keberhasilan, learning targets. Buktikan pembelajaran
seperti memodifikasi tes, konsep prustella, jenis tes yang memuat isu global
(multidisipliner), menuntuk berfikir kreatif dan kritis, lakukan (diskusi kelas, kerja
kelompok dan penilaian formatif).
Guru Finlandia melibatkan siswa dalam tugas dan penilaian, sebelum
pembagian rapor guru berbincang-bincang dengan setiap siswa mengenai nilai
mereka. Mengajak anak untuk merefleksikan pembelajaran mereka sendiri.
Meluangkan waktu dan menghargai anak secara esensial.
Guru Finlandia melakukan perbaikan secara signifikan sebagai praktisi,
melalui cara baca literatur profesional sesuai pilihan mereka, hindari pertemuan,
terapkan pedagogi baru di kelas. Orang Finlandia bekerja untuk hidup, serius
dalam bekerja namun di waktu luang tenggelam dalam hobi mereka. Orientasi
keberlimpahan dimana ada ruang bagi setiap orang untuk tumbuh.
Rasakan flow, sepenuhnya terlibat dalam aktivitas menyenangkan,
seketika egonya runtuh. Yang dimaksud dengan flow di sini adalah menjalani
seluruh aktifitas dengan cara yang menyenangkan dan tanpa beban. Jadi setiap
guru harus membentuk pola pikir dalam diri mereka bahwa kegiatan mengajar dan
semua yang berhubungan dengan proses belajar adalah kegiatan yang
menyenangkan dan pantas dinikmati bersama semua siswa dan orangtuanya. Jika
ingin mencapai flow maka pangkas gangguan terbesar yang tersembunyi seperti
budaya persaingan.
Jika menjadi seorang guru maka kita harus melihat diri sendiri seperti itu.
Lindungi kebahagiaan mengajar dengan tangguh dan bersiap menghadapi konflik
dengan orang tua, rekan guru bahkan siswa. Ambil nafas yang dalam jika
menerima omelan orang tua, jangan dimasukkan dalam hati. Ringankan sebagian
stres dengan menuliskan jurnal harian.
Jangan lupa selalu ucapkan terimakasih untuk mengurangi hasrat mengejar
superioritas karena tidak ada seorangpun yang bisa mencapai apapun seorang
diri. Kita bisa kolaborasi lewat kopi, atau yang lain membuat anda bahagia
sebagai guru, dan apa yang membuat murid gembira.
Finlandia mengajarkan bahwa bekerja keras tanpa mempertimbangkan
kesejahteraan diri merupakan sesuatu hal yang keliru. Memperhatikan
kesejateraan diri, kesejahteraan siswa, serta kesejahteraan teman seprofesi akan
mampu menciptakan harmoni yang baik dalam suatu sekolah. Finlandia juga
memperlihatkan bagaimana guru berusaha untuk mengurangi kompetisi dan
memaksimalkan kolaborasi. Dari 15 menit waktu istirahat yang mereka gunakan
untuk saling bercengkrama menghasilkan padangan bahwa kolaborasi bukan
sebagai sesuatu yang mewah, namun kolaborasi adalah kebutuhan. Dari Finlandia
kita juga dapat belajar bahwa, kesejahteraan bukanlah sekadar gaji namun
keadaan yang membuat para guru merasa aman, nyaman dan “diopeni” kebutuhan
psikologisnya.
Satu hal yang saya pelajari dari keseluruhan buku ini adalah adanya
kolaborasi antara Guru, siswa, orang tua, dan masyarakat dari berbagai bidang
keilmuan. Guru yang bagus tidak bisa bekerja sendiri tanpa peran serta keaktifan
siswa-siswa mereka. Untuk membuat sebuah perubahan yang positif maka
diperlukan kesungguhan dari Guru dan siswa untuk bersama-sama belajar dan
mengubah diri menjadi lebih baik.
Dari semua pemaparan dan strategi-strategi di atas, menurut saya yang
paling penting adalah yang paling sederhana yaitu ‘jangan lupa bahagia’. Di
tahun 2016 sekolah Komprehensif Finlandia menerapkan kurikulum inti Finlandia
terbaru, dimana kebahagian diberi tempat utama sebagai suatu konsep
pembelajaran.
2. Kekurangan
Mengingat model penulisannya yang naratif sekali (hanya tulisan tidak ada
gambar) mungkin ada beberapa yang cepat lelah untuk menyimak isi buku.
Tapi ini buku yang asik, untuk saya yang tidak suka membaca saja terlarut
dalam buku karya Timothy D. Walker ini. Akan lebih mudah kalau ada
poin-poin singkatnya sebagai ringkasan misalnya untuk yang lelah
membaca buku yang isinya 190 halaman ini.
D. Kesimpulan
Pada bab pertama ‘KESEJAHTERAAN’ Di sekolah perlu diupayakan
bagaimana membuat siswa agar selalu merasa nyaman dan segar baik fisik,
mental, maupun tempat/lingkungan belajarnya. Buku ini bercerita bahwa sekolah
Finlandia telah membuktikan, untuk meraih sukses itu tidak harus dengan bekerja
cepat atau menjadi ‘workaholic‘. Namun, berjalan dengan irama santai pun bisa
mengantarkan anda menuju kesuksesan. Bahkan tidak hanya sukses, namun juga
bahagia.
Pada bab kedua ‘RASA DIMILIKI’ saya merasakan kehangatan,
keakraban, dan kekeluargaan yang kental antara guru dengan peserta didik, antar
sesama guru, juga antar sesama siswa.
Pada bab ketiga ‘KEMANDIRIAN’, saya meerasakan kelas yang benar-
benar “hidup” sebab para siswa begitu antusias dan semangat mengikuti
pembelajaran. Mereka memiliki inisiatif untuk berproses mencapai tujuan yang
telah direncanakan.
Bab keempat membahas tentang ‘PENGUASAAN’. Di sini dijelaskan
bahwa manusia akan bahagia jika ada satu hal yang ia kuasai. Dalam konteks
pembelajaran, maka peserta didik akan bahagia jika mampu menguasai sebuah
pembelajaran. Poin pentingnya adalah menunjukkan keterkaitan antara kurikulum
dengan kehidupan nyata, sehingga para siswa memahami manfaat pelajaran yang
diterima. Dengan demikian, mereka memiliki inisiatif dan antusiasme yang tinggi
untuk belajar.
Menurut saya pada bab kelima ini merupakan kunci dari seluruh strategi
yang telah dipaparkan pada keempat bab sebelumnya, yaitu ‘POLA PIKIR’.
Untuk mampu membiasakan diri bekerja ala guru Finlandia, yang kita butuhkan
adalah mengubah pola pikir dari kompetisi menjadi kolaborasi.
Dan, inti dari strategi menciptakan proses belajar yang menyenangkan
sekaligus sukses adalah menempatkan ‘KEBAHAGIAAN’ sebagai prioritas
utama.
Kita tidak bisa mengikuti sistem pendidikan di Finlandia, tetapi kita bisa
belajar dari situ. Mengadopsi sebuah sistem pendidikan dari suatu tempat tidak
semudah seperti yang tertuang dalam banyak tulisan. Ada banyak faktor yang
mempengaruhinya, budaya, kebiasaan, dan lain-lain.
E. Saran
Buku ini sangat recomended!!!
Saya sungguh tidak menyesal dulu sudah membeli buku ini. Hanya saja
saya menyesal karena tidak membaca-baca buku ini dari pertama saya beli.
Setelah saya baca, saya terlarut untuk menyelesaikan buku ini sehingga paham
apa tujuan Timothy D. Walker menuliskannya.
Untuk siapapun yang membaca review buku ‘Teach Like Finland’ ini.
Buku ini saya rekomendasikan kepada semua orang terutama yang peduli pada
dunia pendidikan, yang ingin mengetahui dan mendapatkan solusi model
pendidikan yang lebih mandiri dan terbimbing untuk peserta didiknya serta
membawa kebahagiaan pada mereka semua yang terlibat di dalam kegiatannya.
Buku ini tidak cuma berisi teori, tapi juga cara pengaplikasian, dan dibawakan
dalam gaya penulisan yang luwes serta diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
pula dengan baik karena buku yang saya baca ini adalah buku terjemahan.