Anda di halaman 1dari 32

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................3

1.1 Latar Belakang.....................................................................................................3

1.2 Identifikasi Masalah.............................................................................................7

1.3 Batasan Masalah...................................................................................................7

1.4 Rumusan Masalah................................................................................................8

1.5 Tujuan Penelitian..................................................................................................8

1.6 Manfaat Penelitian................................................................................................9

1.6.1 Manfaat teoritis..........................................................................................9

1.6.2 Manfaat praktis..........................................................................................9

1.7 Sistemematika penulisan....................................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................11

2.1 Landasan Teori...................................................................................................11

2.1.1 Rumah Sakit............................................................................................11

2.1.2 Apotek.....................................................................................................12

2.1.3 Apoteker..................................................................................................14

2.1.4 Pelayanan Farmasi Klinik.......................................................................16

2.1.5 Pelayanan Farmasi...................................................................................18

2.1.6 Pelayanan Informasi Obat.......................................................................20

2.1.7 Pemberian konseling...............................................................................21

2.1.8 Evaluasi Penggunaan Obat......................................................................23

2.1.9 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit....................................23

1
2.2 Kerangka Berpikir..............................................................................................25

2.3 Hipotesis.............................................................................................................26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN....................................................................27

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................................27

3.1.1 Waktu Penelitian......................................................................................27

3.1.2 Tempat Penelitian....................................................................................27

3.2 Metode Penelitian...............................................................................................27

3.3 Populasi Dan Sampel..........................................................................................28

3.3.1 Populasi...................................................................................................28

3.3.2 Sampel.....................................................................................................28

3.4 Teknik Pengambilan Data..................................................................................28

3.4.1 Data Primer..............................................................................................28

3.4.2 Data Sekunder.........................................................................................29

3.5 Teknik Analisis Data..........................................................................................29

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak dapat

dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit karena merupakan

pelayanan langsung yang bertanggung jawab penuh terhadap pasien terkait

dengan sediaan farmasi dan orientasi kesembuhan pasien melalui ketepatan

pemberian obat . Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan

terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan

menyelesaikan masalah obat.

Tuntutan pasien dan masyarakat akan mutu pelayanan farmasi,

mengakibatkan pelayanan kefarmasian berkembang dari drug oriented

menjadi patient oriented. Hal ini dipicu oleh peningkatan jumlah kebutuhan

obat, perkembangan produksi dalam skala besar serta adanya inovasi dalam

penemuan obat baru dan timbulnya berbagai penyakit baru. Sehingga

pelayanan farmasi rumah sakit diharapkan dapat menjamin tersedianya obat

yang aman dan berkualitas serta dapat memberikan informasi mengenai

obat yang lengkap.

Rumah sakit harus memberikan pelayanan kefarmasian secara

komperehensif dan simultan baik yang bersifat manajerial/pengelolaan obat

maupun farmasi klinik. Strategi optimalisasi harus ditegakkan dengan cara

3
memanfaatkan sistem informasi rumah sakit secara maksimal pada fungsi

manajemen kefarmasian, agar tenaga dan waktu efisien.

Sehingga efisiensi yang diperoleh dapat dimanfaatkan untuk melaksanakan

fungsi pelayanan farmasi klinik secara intensif.

Pelayanan farmasi klinik, merupakan salah satu aspek pelayanan

farmasi rumah sakit yang diberikan secara langsung oleh Apoteker kepada

pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan

risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien

(pattient safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin.


Kejadian obat yang merugikan (adverse drug events), kesalahan

pengobatan (medication errors) dan reaksi obat yang merugikan (adverse

drug reaction) dalam proses pelayanan kefarmasian menempati kelompok

urutan utama dalam keselamatan pasien yang memerlukan pendekatan

sistem untuk dikelola dengan baik, mengingat kompleksitas kejadian

kesalahan proses farmakoterapi. Badan akreditasi dunia The Joint

Commision on Accreditation of Healthcare Organizations (JCAHO)

mensyaratkan adanya kegiatan keselamatan pasien berupa identifikasi dan

evaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien.


Sehingga pemerintah mengeluarkan standar pelayanan kefarmasian

menejerial dan pelayanan farmasi klinik yang berupa peraturan menteri

kesehatan republik indonesia nomor 58 tahun 2014 yang dapat dijadikan

pedoman pihak rumah sakit dalam praktek pelayanan kefarmasian di

instalasi farmasi rumah sakit agar pelayanan farmasi yang diberikan lebih

optimal dan berkualitas.

4
Obat merupakan komponen yang penting dalam upaya pelayanan

kesehatan. Banyak macam obat yang dapat digunakan dalam pengobatan,

Namun tidak semua jenis obat berupa sediaan yang dapat langsung

digunakan, terdapat beberapa obat yang diformulasikan dengan sediaan-

sediaan khusus ataupun memerlukan adjustment dosis yang disesuaikan

dengan kondisi patofisiologis pasien agar menghasilkan pengobatan yang

rasional dan penyembuhan yang optimal. Penggunaan obat yang tidak

rasional akan menghasilkan pengobatan yang tidak efektif, tidak aman,

eksaserbasi penyakit, peningkatan biaya pengobatan dan resistensi terhadap

antibiotika.
Penggunaan obat harus tepat diagnosisnya, tepat indikasi

pemakaiannya, tepat pemilihan obatnya, tepat dosis, cara dan lama

pemberiannya serta tepat dengan kondisi pasien, tepat pemberian

informasinya, dan tepat dalam pemberian tindak lanjut . Penerapan standar

pelayanan kefarmasian aspek farmasi klinik yang minimal meliputi

pelayanan dan pengkajian resep, pelayanan informasi obat dan pemberian

konseling terhadap pasien yang optimal dapat memberikan jaminan bahwa

obat yang di berikan rasional, bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau.


Pelayanan dan pengkajian resep dapat menurunkan kemungkinan

terjadinya alergi, interaksi obat, reaksi obat yang tidak dikehendaki dan efek

samping obat. Selain itu dengan pemberian informasi obat dan konseling

dapat meningkatkan kepatuhan pasien serta meminimalkan masalah terkait

obat. Saat ini sebagian besar rumah sakit di indonesia belum melakukan

5
kegiatan pelayanan farmasi klinik dengan maksimal serta masih kurang

menyadari urgensi pelayanan farmasi klinik dalam meningkatkan outcome .


Rumah sakit Karang Tengah Medika merupakan salah satu rumah

sakit swasta di Ciledug yang dianggap mampu memberikan pelayanan

kefarmasian lebih bagus dibandingkan beberapa rumah sakit lainnya. Selain

itu standar pelayanan kefarmasian PMK Nomor 58 baru keluar tahun 2014

dan belum pernah dilakukan peneliti-peneliti sebelumnya, pelayanan

farmasi klinik pelayanan dan pengkajian resep, pelayanan informasi obat

dan pelayanan konseling adalah pelayanan farmasi klinik yang sangat pokok

untuk pasien rawat jalan sehingga peneliti ingin mengetahui penerapan

standar pelayanan kefarmasian aspek farmasi klinik (pelayanan dan

pengkajian resep, pelayanan informasi obat dan pelayanan konseling) di

instalasi farmasi rawat jalan rumah sakit Karang Tengah Medika dalam

praktek sehari-hari, untuk mendapatkan hasil penelitian yang obyektif maka

penelitian dilakukan terhadap persepsi Apoteker dan pasien .

6
1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, penulis

mengidentifikasi masalah-masalah yang ada dalam penelitian ini sebagai

berikut :

1.2.1 Seperti apakah peran Apoteker dalam Pelayanan Kefarmasian di

Rumah Sakit Karang Tengah Medika?


1.2.2 Apa yang membedakan peran Apoteker dalam Rumah Sakit dan

Apotek ?
1.2.3 Apa manfaat dari semua peran Apoteker itu sendiri kepada

Masyarakat ?
1.2.4 Bagaimana kinerja pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker dari segi

kuanitas, kualitas, dan ketepatan waktu ?

1.3 Batasan Masalah

Dari identifikasi masalah diatas, maka batasan masalah yang dapat

diambil yaitu semua permasalahan yang dapat dibuat namun lebih

difokuskan pada seperti apakah peran Apoteker dalam Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit Karang Tengah Medika.

1.4 Rumusan Masalah

Untuk memperjelas permasalahan yang akan diteliti, penulis

merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

7
1.4.1 Seperti apakah peran Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di

Rumah Sakit Karang Tengah Medika ?


1.4.2 Apa yang membedakan peran Apoteker dalam Rumah Sakit dan

Apotek ?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

1.5.1 Untuk mengetahui teradapatnya hubungan pelayanan kefarmasian

berdasarkan kecepatan pelayanan Apotek dengan kepuasan Pasien di

Apotek Rumah Sakit Karang Tengah Medika.


1.5.2 Mengetahui gambaran tentang struktur praktek pelayanan

kefarmasian oleh Apoteker di Apotek Rumah Sakit Karang Tengah

Medika.
1.5.3 Mengetahui persepsi masyarakat terhadap pelayanan informasi obat

yang dilakukan oleh Apoteker di Apotek Rumah Sakit Karang

Tengah Medika.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat teoritis

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan mutu

informasi kesehatan mengenai pelayanan kefarmasian berdasarkan

penampilan apotek rumah sakit, keramahan Apoteker, pelayanan informasi

obat di apotek rumah sakit, ketersediaan obat di apotek rumah sakit, dan

8
kecepatan pelayanan di apotek oleh apoteker dengan kepuasan pasien

menggunakan jasa apotek rumah sakit.

1.6.2 Manfaat praktis

Memberikan informasi kesehatan dengan melaksanakan pelayanan

kefarmasian (penampilan apotek rumah sakit, keramahan Apoteker,

pelayanan informasi obat di apotek rumah sakit, ketersediaan obat apotek

rumah sakit, dan kecepatan pelayanan di apotek rumah sakit) kepada

pasien terutama dalam penggunaan obat yang rasional, sehingga

meningkatkan kualitas kesehatan pasien.

1.7 Sistemematika penulisan

Sistematika penulisan dari karya tulis ilmiah ini adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah,

batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA terdiri dari landasan teori, kerangka

berpikir, dan hipotesis.

9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN terdiri dari waktu dan tempat

penelitian, metode penelitian, populasi dan sampel, teknik pengumpulan

data, dan teknik analisis data.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Rumah Sakit

2.1.1.1 Pengertian Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan pada masyarakat secara

paripurna dengan struktur organisasi menggabungkan seluruh profesi

kesehatan, fasilitas diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan serta fasilitas

fisik ke dalam suatu sistem yang terkoordinasi sebagai kewajiban dalam

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Rista,

2013).
Instalasi farmasi rumah sakit merupakan unit pelaksanaan

fungsional yang menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian

di rumah sakit (Kemenkes, 2014). Instalasi farmasi rumah sakit harus

dipimpin oleh seorang apoteker sebagai penggung jawab dan dibantu oleh

beberapa apoteker pendamping yang memenuhi persyaratan perundang-

undangan yang berlaku dan berkompeten secara profesional.


Instalasi farmasi rumah sakit adalah tempat atau fasilitas

penyelenggaraan yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan pelayanan

kefarmasian baik pelayanan menejerial maupun pelayanan farmasi klinik.

11
2.1.1.2 Tugas Dan Fungsi Rumah Sakit

Undang-Undang Republik Indonesia No. 44 Tahun 2009 tentang

Rumah Sakit, menyatakan bahwa tugas rumah sakit adalah memberikan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk menjalankan tugas

tersebut, Rumah Sakit mempunyai fungsi:

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan

kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.


2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

sesuai kebutuhan medis.


3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya

manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam

pemberian pelayanan kesehatan.


4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta

penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka

peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika

ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.1.2 Apotek

2.1.2.1 Definisi Apotek

Apotek merupakan tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran sediaan kefarmasian serta perbekalan alat kesehatan lainnya

kepada masyarakat (Depkes, 2009). Sebagai salah satu sarana pelayanan

kesehatan, maka dalam pelayanannya apotek harus mengutamakan

12
kepentingan masyarakat yaitu menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan

perbekalan farmasi yang bermutu baik.

Dalam pengelolaanya, apotek harus dikelola oleh apoteker yang

telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker dan memiliki SIPA (Surat Izin

Praktek Apoteker). Standar kefarmasian suatu apotek adalah adanya

apoteker dan asisten apoteker di apotek, ketika apotek melakukan kegiatan

kefarmasian serta apotek memiliki ruang tunggu untuk pengambilan obat,

apabila salah satu hal tersebut tidak dapat terpenuhi maka apotek tersebut

dapat dikatakan standar kefarmasian kurang (Depkes, 2009)

2.1.2.2 Tugas dan Fungsi Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 Tugas dan Fungsi

Apotek adalah sebagai berikut :

1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah

mengucapkan sumpah jabatan.

2. Sarana farmasi yang telah melaksanakan peracikan, pengubahan

bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.

3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat

yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.

4. Sebagai sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi

lainnya kepada masyarakat.

13
2.1.3 Apoteker

2.1.3.1 Definisi Apoteker

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51

Tahun 2009 apoteker merupakan sarjana farmasi yang telah lulus sebagai

apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Apoteker adalah

praktisi kesehatan yang merupakan bagian dari sistem rujukan profesional.

Apoteker berurusan dengan penerapan terapi, dengan menyediakan produk

obat yang perlu untuk pengobatan kondisi yang didiagnosis oleh dokter,

memastikan penggunaan obat yang tepat.

Farmasi adalah profesi yang harus selalu beinteraksi dengan tenaga

profesional lainnya, dan penderita untuk memberikan konsultasi serta

informasi, disamping untuk mengendalikan mutu penggunaan terapi obat

dalam bentuk pengecekan atau intepretasi pada resep atau order dokter.

Fungsi dan tugas apoteker sesuai dengan kompetensi apoteker menurut

WHO (World Health Organization) dikenal dengan Eight Stars Pharmacist,

yaitu:

a. Care giver, artinya apoteker dapat memberi pelayanan kepada pasien,

memberi informasi obat kepada masyarakat dan kepada tenaga

kesehatan lainnya.

b. Decision maker, artinya apoteker mampu mengambil keputusan, tidak

hanya mampu mengambil keputusan dalam hal manajerial namun harus

mampu mengambil keputusan terbaik terkait dengan pelayanan kepada

14
pasien, sebagai contoh ketika pasien tidak mampu membeli obat yang

ada dalam resep maka apoteker dapat berkonsultasi dengan dokter atau

pasien untuk pemilihan obat dengan zat aktif yang sama namun harga

lebih terjangkau.

c. Communicator, artinya apoteker mampu berkomunikasi dengan baik

dengan pihak ekstern (pasien atau customer) dan pihak intern (tenaga

profesional kesehatan lainnya).

d. Leader, artinya apoteker mampu menjadi seorang pemimpin di apotek.

Sebagai seorang pemimpin, apoteker merupakan orang yang terdepan di

apotek, bertanggung jawab dalam pengelolaan apotek mulai dari

manajemen pengadaan, pelayanan, administrasi, manajemen SDM serta

bertanggung jawab penuh dalam kelangsungan hidup apotek.

e. Manager, artinya apoteker mampu mengelola apotek dengan baik dalam

hal pelayanan, pengelolaan manajemen apotek, pengelolaan tenaga

kerja dan administrasi keuangan. Untuk itu apoteker harus mempunyai

kemampuan manajerial yang baik, yaitu keahlian dalam menjalankan

prinsip-prinsip ilmu manajemen.

f. Life long learner, artinya apoteker harus terus-menerus menggali ilmu

pengetahuan, senantiasa belajar, menambah pengetahuan dan

keterampilannya serta mampu mengembangkan kualitas diri.

g. Teacher, artinya apoteker harus mampu menjadi guru, pembimbing bagi

stafnya, harus mau meningkatkan kompetensinya, harus mau menekuni

15
profesinya, tidak hanya berperan sebagai orang yang tahu saja, tapi

harus dapat melaksanakan profesinya tersebut dengan baik.

2.1.4 Pelayanan Farmasi Klinik

2.1.4.1 Definisi Farmasi Klinik

Farmasi klinik adalah suatu disiplin ilmu yang fokus terhadap

aplikasi keahlian farmasi dalam membantu memaksimalkan khasiat obat

dan meminimalkan toksisitas obat pada pasien. Peran farmasi klinik

menyediakan pelayanan kefarmasian kepada pasien. Hal ini dapat

didefinisikan sebagai terapi obat yang bertanggungjawab untuk tujuan

tercapainya hasil yang jelas yakni meningkatkan kualitas hidup pasien.

Hasil ini dapat berupa penyembuhan penyakit, penghilangan gejala,

memperlambat proses penyakit atau pencegahan penyakit. Dalam

pencapaian hasil ini, apoteker secara profesional, etis dan legal

bertanggungjawab langsung kepada pasien terhadap kualitas pelayanan.

Pelayanan farmasi klinik diberikan secara langsung sebagai bagian dari

pelayanan terhadap pasien dan atau profesional kesehatan lain yang terlibat

dalam perawatan pasien (Siregar, 2013).

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang

diberikan oleh apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan outcome

terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping karena obat, untuk

tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga kualitas hidup pasien

(quality of life) terjamin. Pelayanan farmasi klinik meliputi:pengkajian dan

16
pelayanan resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat,

pelayanan informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat,

monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dispensing

sediaan steril dan pemantauan kadar obat dalam darah. Beberapa faktor

risiko yang berpotensi terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik

adalah:

a. Karakteristik kondisi klinik pasien

Karakteristik kondisi klinik pasien seperti umur, gender, etnik, ras,

status kehamilan, status nutrisi, status sistem imun, fungsi ginjal dan

fungsi hati beresiko terhadap kesalahan dalam terapi.

b. Penyakit pasien

Faktor risiko penyakit pasien terdiri dari 3 faktor yaitu: tingkat

keparahan, persepsi pasien terhadap tingkat keparahan dan tingkat cidera

yang ditimbulkan oleh keparahan penyakit.

c. Farmakoterapi pasien

Faktor risiko yang berkaitan dengan farmakoterapi pasien meliputi:

toksisitas, profil reaksi obat tidak dikehendaki, rute dan teknik

pemberian, persepsi pasien terhadap toksisitas, rute dan teknik

pemberian, dan ketepatan terapi.

Setelah melakukan identifikasi terhadap risiko yang potensial

terjadi dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinik, apoteker kemudian

harus mampu melakukan:

17
a) Analisa risiko baik secara kualitatif, semi kualitatif, kuantitatif dan

semi kuantitatif.

b) Melakukan evaluasi risiko.

c) Mengatasi risiko melalui dengan melakukan sosialisasi terhadap

kebijakan pimpinan Rumah Sakit, mengidentifikasi pilihan tindakan

untuk mengatasi risiko, menetapkan kemungkinan pilihan (cost

benefit analysis), menganalisa risiko yang mungkin masih ada dan

mengimplementasikan rencana tindakan.

Pembinaan dan edukasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang

terlibat dalam setiap tahap manajemen risiko perlu menjadi salah satu

prioritas perhatian. Semakin besar risiko dalam suatu pemberian layanan

dibutuhkan SDM yang semakin kompeten dan kerjasama tim (baik antar

tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lain atau multidisiplin) yang

solid. Beberapa unit/area di Rumah Sakit yang memiliki risiko tinggi,

antara lain Intensive Care Unit (ICU), Unit Gawat Darurat (UGD), dan

kamar operasi (OK).

2.1.5 Pelayanan Farmasi

2.1.5.1 Definisi Pelayanan Farmasi

Suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien

yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang

pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan farmasi rumah

sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan

18
rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat

yang bermutu, dan pelayanan farmasi klinik yang terjangkau bagi semua

lapisan masyarakat (Rizkiya, 2011).

Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian

mutu sediaan farmasi, pengamanan pengadaan, penyimpanan dan distribusi

obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, pemberian

konseling kepada pasien, pemantauan terapi obat serta penelusuran riwayat

pengobatan pasien. Farmasi rumah sakit bertanggung jawab terhadap semua

barang farmasi yang beredar di rumah sakit tersebut. Tujuan pelayanan

farmasi adalah :

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan

biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan

pasien maupun fasilitas yang tersedia.

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan

prosedur kefarmasian dan kode etik profesi.

c. Memberikan pelayanan informasi dan konseling mengenai obat.

d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang

berlaku.

e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telah dan

evaluasi pelayanan.

f. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode.

19
2.1.6 Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan

dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak

bias, terkini, dan komprehensif yang dilakukan oleh apoteker kepada dokter,

apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di

luar rumah sakit. Informasi yang diberikan meliputi dosis, bentuk sediaan,

formulasi khusus, rute pemberian, efek samping, interaksi, stabilitas,

ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat, keamanan penggunaan

pada ibu hamil dan menyusui serta informasi-informasi lainnya.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pelayanan informasi

obat adalah kemampuan apoteker dalam memberikan informasi, adanya

tempat yang nyaman untuk pemberian informasi kepada pasien dan adanya

kelengakapan atau prasarana yang mendukung pemberian informasi seperti

leaflet dan buletin.

Kegiatan pelayanan informasi obat di meliputi:

1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan

2. Membuat dan menyebarkan buletin, brosur atau leaflet,

pemberdayaan masyarakat (penyuluhan)

3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien

4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa

farmasi yang sedang praktik profesi

20
5. Melakukan penelitian penggunaan obat

6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah

7. Melakukan program jaminan mutu.

Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk membantu

penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat. Hal-hal yang harus

diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan informasi obat : topik

pertanyaan, tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan, metode

pelayanan informasi obat, data pasien, uraian pertanyaan, jawaban

pertanyaan, referensi, metode pemberian jawaban dan data apoteker yang

memberikan pelayanan informasi obat (Kemenkes, 2014).

2.1.7 Pemberian konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan

pasien dan atau keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman,

kesadaran dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam

penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

Apoteker menggunakan three prime questions untuk mengawali konseling,.

Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah, perlu dilanjutkan dengan

metode health belief model. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa

pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.

Konseling obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran

yang berhubungan dengan terapi obat dari apoteker kepada pasien dan atau

21
keluarganya. Pemberian konseling yang efektif memerlukan kepercayaan

pasien dan atau keluarga terhadap apoteker. Pemberian konseling obat

bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan,

mengoptimalkan hasil terapi serta meminimalkan risiko reaksi obat yang

tidak dikehendaki. Konseling biasanya diberikan pada pasien kondisi

khusus, mempunyai riwayat penyakit kronis, menggunakan obat-obat

sediaan khusus, dengan pengobatan indeks terapi sempit dan polifarmasi

(Kemenkes, 2014).

Kriteria pasien atau keluarga pasien yang perlu diberi konseling,

yaitu: pasien kondisi khusus, penyakit kronis, menggunakan obat dengan

instruksi khusus, menggunakan obat dengan indeks terapi sempit,

polifarmasi dan tingkat kepatuhan rendah. Adapun tahap kegiatan konseling

adalah:

1. Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien

2. Menilai pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three

Prime Questions, yaitu:

a) Apa yang disampaikan dokter tentang obat anda?

b) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat

anda?

c) Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan

setelah anda menerima terapi obat tersebut?

3. Menggali informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada

pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat

22
4. Memberikan penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah

penggunaan obat

5. Melakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien.

2.1.8 Evaluasi Penggunaan Obat

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) merupakan program evaluasi

penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan secara kualitatif

dan kuantitatif. Evaluasi penggunaan obat bertujuan untuk mendapatkan

gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat, membandingkan pola

penggunaan obat pada periode waktu tertentu, memberikan masukan untuk

perbaikan penggunaan obat dan menilai pengaruh intervensi atas pola

penggunaan obat. Kegiatan dalam evaluasi penggunaan obat meliputi

evaluasi penggunaan obat secara kualitatif dan kuantitatif. Faktor-faktor

yang perlu diperhatikan dalam evaluasi penggunaan obat adalah :

a. Indikator peresepan

b. Indikator pelayanan

c. Indikator fasilitas

2.1.9 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit

Standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit merupakan

kumpulan dari beberapa indikator sebagai tolak ukur yang digunakan untuk

mengukur pencapaian standar pelayanan yang telah diberikan kepada

pasien. Hasil dari pengukuran pencapaian standar menunjuk pada ukuran

23
kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan. Indikator dalam standar

pelayanan kefarmasian di rumah sakit terdiri dari:

a. Indikator persyaratan minimal yaitu indikator yang digunakan

untuk mengukur terpenuhi tidaknya standar masukan, proses, dan

lingkungan

b. Indikator penampilan minimal yaitu indikator yang ditetapkan

untuk mengukur tercapai tidaknya standar penampilan minimal

pelayanan yang harus dilaksanakan.

Pada tahun 1996 FIP menetapkan standar untuk pelayanan

praktik kefarmasian yakni Good Pharmacy Practice (GPP) in

Community and Hospital Setting (FIP, 1966). Standar yang ditetapkan

tersebut merupakan bagian terpenting yang harus digunakan oleh

organisasi kefarmasian nasional, pemerintah dan organisasi kefarmasian

internasional sebagai standar pelayanan kefarmasian yang harus

diimplementasikan oleh apoteker.

Apoteker dalam melaksanakan praktik pelayanan kefarmasian di

rumah sakit dituntut untuk bersikap profesional dan mampu

melaksanakan pekerjaan kefarmasian baik yang bersifat menejerial

maupun pelayanan klinik berdasarkan regulasi yang telah ditetapkan

(Kanthi, 2013).

Landasan yang dipergunakan tenaga kefarmasian sebagai pedoman

dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah

standar pelayanan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Sejak tahun 2014

24
pemerintah mengeluarkan pembaharuan standar pelayanan kefarmasian di

rumah sakit yang berupa peraturan menteri kesehatan republik indonesia

nomor 58.

2.2 Kerangka Berpikir

Tujuan Apotek di
Rumah Sakit

Tingkat Penerapan
1. Pelayanan dan Standar Pelayanan
Persepsi Apoteker
Pengkajian Resep Kefarmasian
2. Pelayanan
Informasi Obat
3. Pelayanan
Konseling Persepsi Pasien Kepuasan Pasien

2.3 Hipotesis

1. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan penampilan apotek

dengan kepuasan pasien menggunakan jasa Apotek Rumah Sakit

Karang Tengah Medika

25
2. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan keramahan

Apoteker dengan kepuasan pasien menggunakan jasa Apotek Rumah

Sakit Karang Tengah Medika

3. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan pelayanan

informasi obat apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa

Apotek Rumah Sakit Karang Tengah Medika

4. Ada hubungan pelayanan kefarmasian berdasarkan ketersediaan obat

apotek dengan kepuasan pasien menggunakan jasa Apotek Rumah

Sakit Karang Tengah Medika

5. Ada hubungan pelayanan kefarmasian dengan kepuasan pasien

menggunakan jasa Apotek Rumah Sakit Karang Tengah Medika

26
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1 Waktu Penelitian

Waktu Penelitian ini berlangsung kurang lebih 1 bulan, mulai bulan

November sampai dengan bulan Desember 2017.

3.1.2 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Karang Tengah Medika,

Ciledug. Adapun penelitian di lokasi tersebut karena penulis berkepentingan

dengan masalah ini dalam rangka penyusunan Karya Tulis Ilmiah untuk

meraih gelar Diploma Farmasi di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kharisma

Persada, dan lokasi tersebut berdekatan dengan lokasi penulis sehingga

memudahkan bagi penulis untuk melakukan penelitian.

3.2 Metode Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Metode

penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan

utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara

obyektif (Notoatdmojo, 2010).

27
3.3 Populasi Dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian ini adalah berkas

rekam medis instalasi farmasi periode tahun 2016 berjumlah 455 berkas

rekam medis. Dan petugas penerimaan pasien yang berumur 18-64 tahun di

instalasi rekam medis di Rumah Sakit Karang Tengah Medika berjumlah 116

orang.

3.3.2 Sampel

Menurut Notoatmojo (2010), Sampel adalah bagian dari objek yang

diteliti jumlah dan karakteristiknya dan mewakili seluruh populasi tersebut.

Sampel dalam penelitian ini adalah dua macam yaitu petugas penerimaan

pasien yang berumur 18-64 tahun berjumlah 116 orang diinstalasi rekam

medis sebagai subjek penelitian dan berkas rekam medis pasien dalam

periode 2016 sebagai objek penelitiannya yang berjumlah 455 berkas rekam

medis dan yang diteliti secara acak sebanyak 65 berkas rekam medis di

Apotek Rumah Sakit Karang Tengah Medika

3.4 Teknik Pengambilan Data

3.4.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subjek

penelitian dengan menggunakan alat pengukuran atau pengambilan data

28
langsung pada objek sebagai sumber informasi yang care (Notoatmodjo,

2010). Dalam penelitian ini, Data primer di dapat observasi yang diberikan

kepada petugas rekam medis di Rumah Sakit Karang Tengah Medikam

Ciledug.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain, tidak

langsung diperoleh penelitian dari subjek penelitiannya. Data sekunder

biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang sudah tersedia

(Notoatmodjo, 2010). Dalam penelitian ini data sekunder di peroleh dari

hasil wawancara kepada petugas rekam medis Rumah Sakit Karang Tengah

Medika, Ciledug.

3.5 Teknik Analisis Data

Adapun yang dilakukan saat melakukan Teknik Analisa Data, yaitu :

 Editing : Hasil wawancara, observasi atau pengamatan dari

lapangan harus dilakukan penyuntingan atau editing terlebih dahulu.

Secara umum editing merupakan kegiatan pengecekkan dan

perbaikkan isian dari formulir atau angket dan observasi.


 Coding : Setelah semua wawancara dan observasidiedit atau

disunting. Selanjutnya dilakukan peng ”kodean atau coding” yakni

mengubah data menjadi data angka atau bilangan.

29
 Entry : Data yakni jawaban–jawaban dari masing-masing

responden yang dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan

ke dalam program atau software computer.


 Pembersihan Data (Cleaning) : Semua data dari setiap

sumber data atau responden selesai dimasukkan, perlu dicek kembali

untuk melihat kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi.

30
31
32

Anda mungkin juga menyukai