Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

Media biasanya mengandung unsur dalam proporsi yang bervariasi (1) Tiga hara makro
primer : nitrogen(N), fosfor(P), kalium(K): (2). Tiga haro makro sekunder: kalsium(Ca),
magnesium(Mg), dan sulfur (S) dan (3) Hara mikro: tembaga (Cu), besi(Fe), mangan(Mn),
molibdenum(Mo), seng(Zn), boron(B) dan kadangkala silikon (Si), kolbat (Co) dan
vanadium(V). Hara makro dikonsumsi tanaman dalam jumlah yang lebih besar dan hadir dalam
jaringan tanaman dalam jumlah 0,15-6% bahan kering. Hara mikro dikonsumsi dalam jumlah
yang lebih kecil dan hadir dalam jaringan tanaman dengan skala bagian per-juta (ppm), 15-400
ppm bahan kering, atau krang dari 0,04% bahan kering. Unsur-unsur mikro ini sering hadir pada
situs aktif enzim yang mengkatalisis metabolisme tanaman. Unsur mikro ini berfungsi sebagai
katalisator rekasi enzimatis, sehingga dampaknya jauh melebihi jumlahnya (Nihayati, 2016:29).

Zat perangsang pertumbuhan yang banyak diperdagangan saat ini memiliki fungsi hampir
sama dengan fitohormon, salah satunya adalah Atonik. Zat pengatur tumbuh dapat mendorong
pertumbuhan akar sehingga penyerapan hara menjadi lebih efektif. Pada umumnya auksin
digunakan untuk menginduksi pembentukan kalus, kultur suspensi dan akar yaitu dengan
memacu pemanjangan dan pembelahan sel. Aktivitas zat pengatur tumbuh di dalam pertumbuhan
tergantung dari jenis, struktur kimia, konsentrasi, genotipe tanaman serta fase fisiologi tanaman.
Dalam proses pembentukan organ seperti tunas atau akar ada interaksi antara zat pengatur
tumbuh eksogen yang ditambahkan ke dalam media dengan zat pengatur tumbuh endogen yang
diproduksi oleh jaringan tanaman (Tambuna et al, 2018:46).

Zat pengatur tumbuh NAA yang termasuk golongan auksin berperan untuk memacu
proses dediferensiasi sel, menekan oragonogenesis serta menjaga pertumbuhan kalus Media MS
adalah media yang paling sesuai untuk induksi kalus pada tanaman stroberi. Zat pengatur tumbuh
auksin yang paling efektif untuk induksi kalus adalah NAA yang dikombinasikan dengan BAP,
frekuensi induksi kalus dipengaruhi oleh konsentrasi BAP dan auksin [12]. Pada konsentrasi
rendah NAA telah terbukti paling efektifuntuk induksi kalus terlepas dari jenis eksplan yang
dikultur (Junairiah et al, 2018:44)
PEMBAHASAN

Keberhasilan kultur jaringan itu tergantung pada banyak faktor, jika salah satu faktor
tidak terpenuhi dapat menyebabkan kegagalan seluruh pekerjaan yang dilakukan atau setidaknya
hasil yang diperoleh akan berbeda dengan yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut berupa
eksplan, media, dan lingkungan fisik kultur. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
kultur jaringan antara lain genotip, umur tanaman, umur jaringan atau organ, keadaan fisiologis
tanaman, keadaan kesehatan tanaman, kondisi pertumbuhan tanaman, posisi eksplan pada
tanaman, ukuran eksplan, pelukaan, metode inokulasi, nurse effect , ruang kultur, dan cahaya,
suhu, kelembaban, ketersediaan air, oksigen pada ruang inkubasi. Hasil kulltur jaringan yang
baik dan berhasil salah satunya yaitu media yang ditanam harus tidak terkontaminasi oleh bakteri
dan jamur sehingga ekplan yang akan di tumbuhkan akan dapat tumbuh dengan baik.

Selain keberhasilan ada factor-faktor yang mempengaruhi kegagalan dalam pembuatan


media kultur jaringan yaitu berupa organisme kecil yang masuk ke dalam media, seperti semut,
botol kultur atau alat-alat tanam yang kurang steril, lingkungan kerja dan ruang kultur yang kotor
(spora di udara); dan kecerobohan dalam pelaksanaan. Sterilisasi dilakukan pada peralatan untuk
melakukan kultur jaringan. Tujuannya adalah untuk mencegah adanya bakteri atau spora yang
menempel pada eksplan ataupun peralatan. Namun terkadang sterilisasi yang dilakukan kurang,
sehingga media masih terkontaminasi spora maupun bakteri. Lalu dari persiapan ruangan,
persiapan alat dan bahan, sampai dengan pelaksanaan.

Indonesia adalah negara tropis, berbeda dengan negara maju yang sudah lebih dulu
mengembangkan kultur jaringan, sebagian besar di daerah temperate maupun di daerah dingin.
Di Indonesia yang berupa daerah tropis jauh lebih besar ragam mikroba di banding negara
temperate dan dingin. Demikian pula di daerah tropis suhu dan kelembabannya sangat cocok
untuk pertumbuhan mikroba. Sementara kita meniru teknologi kultur jaringan dari negara daerah
dingin atau temperate untuk diterapkan di negara kita yang notabene adalah negara tropis, yang
memungkinkan mikroba tumbuh dengan pesat. Sementara di negara yang iklimnya dingin
mereka tidak akan mengalami hal seperti di negara tropis sehingga tingkat kontaminasi tidak
setinggi di daerah tropis, lebih tepatnya di Indonesia. Disamping mereka memang membangun
laboratorium kultur jaringan dengan standar internasional (benar-benar steril). Dalam hal ini
maka tutup botol menjadi tidak terlalu penting untuk ditutup kuat-kuat. Pada laboratorium kultur
jaringan di Indonesia kelihatannya tertutup rapat padahal sebenarnya masih berhubungan dengan
luar sehingga peluang kontaminasi sangat besar. Ruangan ber AC dan botol tertutup rapat maka
sudah dinyatakan steril, hal ini adalah tidak benar, karena ada yang dilupakan yaitu pada saat
pintu laboratorium di buka maka udara luar masuk ke dalam membawa kontaminan. Orang yang
masuk juga membawa ribuan bahkan jutaan debu/ mikroba dan bahkan terus terakumulasi di
dalam laboratorium kultur jaringan bila tidak ada perlakuan perawatan laboratorium dari
kontaminasi. Sehingga tidak sterilnya ruang laboratorium, dan kemudian bila AC mati, maka
suhu meningkat dan tekanan di dalam botol berbeda dengan di dalam lab yang pada akhirnya
dapat menyebabkan masuknya udara dengan membawa mikroba ke dalam botol, maka terjadilah
kontaminasi.

Pernyataan ini sesuai dengan literature yang ada yang mengatakan bahwa menurut
Husniah dan Rahayu., (2016:1902), Dalam kultur jaringan tanaman masalah utama yang
dihadapi adalah sering terjadinya kontaminasi pada media tanam yang ditumbuhi jamur maupun
bakteri Faktor yang kedua yaitu sterilitas ruangan juga sangat menentukan terhadap kontaminasi.
ruangan yang digunakan dalam penelitian ini juga digunakan untuk penelitian lain yang
menggunakan jamur dan bakteri dalam waktu yang bersamaan sehingga kemungkinan besar
ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi tidak steril dengan adanya bakteri maupun
jamur yang akan digunakan oleh peneliti lainnya, selain itu keluar masuknya praktikan mungkin
saja membawa bakteri dari luar ruangan sehingga dapat menyebabkan adanya kontaminasi.
Kontaminasi disebabkan oleh jamur, bakteri dan cendawan. Kontaminasi oleh jamur terlihat jelas
pada media, media dan eksplan diselimuti oleh spora berbentuk kapas berwarna putih, sedangkan
kontaminasi oleh bakteri, pada eksplan terlihat lendir berwarna putih hingga kekuningan
sebagian lagi melekat pada media membentuk gumpalan yang basah.
BAB V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

5.1.1 Praktikum pembuatan media ini menggunaan alat berupa penangas kompor, beaker glass,
pH meter, pengaduk stirrer, panic, botol(tempat medium), timbangan, autoklaf, pipet, kertas
label, alat tulis serta kamera. Sedangkan bahan yang diguanakan berupa larutan MS (Murashige
& Skoog ), sukrosa, ZPT (IAA, BAP), NaOH, HCL, agar serta aquades.

5.1.2 Langkah pertama yaitu membuat media terlebih dahulu menggunakan medium MS dengan
komposisi sebanyak 500 ml dan selanjutnya dibagi menjadi 4 kelompok. Dari setiap kelompok
ini dibagi menjadi 5 botol dan dalam setiap botol di isi sebanyak 25 ml. Setiap kelompok ini zat
pengatur tumbuh yang ditambahkan itu berbeda-beda yaitu berupa auksin dan BAP

5.1.3 Bedasrkan hasil pengamatan kontaminasi media di dalam botol kultur yang dilakukan
selama 4 x 24 jam menunjukkan bahwa sama sekali tidak ditemukan kontaminan di dalam media
kultru.

5.1.4 Media dalam kultur jaringan terdapat dua jenis yaitu media khusus dan media dasar.
Macam-macam dari media dasar yaitu MS (Murhasige dan skoog), Media dasar B5, Media dasae
White, Media dasar vacin, Media dasar Nitsh, Media dasar schenk dan Hildebrandt. Sedangkan
medium khusus contohnya Woody Plant Medium (WPM) dan media N6 untuk tanaman serelia
terutama tanaman padi.

5.1.5 Zat pengatur tumbuh terdapat lima macam golongan yaitu sitokinin, auksin, giberelin,
inhibitor dan ethilen. Sitokinin dan auksin berfungsi dalam pembesaran sel. Giberelin berfungsi
dalam merangsang pembungaan. Inhibitor berfungsi dalam menghambat pertumbuhan batang.
Terakhir etilen berfungsi dalam pemasakan buah.

5.1.6 Bawang merah sebagai sumber auksin, rebung bamboo sebagai sumber sitokinin dan
kelapa sabagi sumber sitokinin.

5.1.7 Keberhasilan dan kegagalan dalam pembuatan media kultur jaringan dikarenakan
beberapa factor diantaranya yaitu sterilisasi alat-alat bahan yang akan digunakan. Keadaan
ruangan kultur jaringan. Dapat juga dikarenakan terdapat banyak mikroba diudara yang ikut
masuk ke dalam media.
5.2 Saran

Praktikum kali ini terlalu banyak waktu yang berlalu dikarenakan saling menunggu proses
pembuatan karena alat-alat yang tersedia juga tidak memadai sehingga memerlukan waktu yang
lama dalam pengerjaannya. Sehingga diharapkan untuk praktikum selanjutnya alat-alat
praktikum dapat memadai selain itu juga ruangan yang tersedia juga di tambah keluasannya
sehingga tidak terjadi tabrakan yang mengakibatkan rusaknya bahan-bahan atau alat-alat
praktikum yang telah ada.
DAFTAR PUSTAKA

Husniah, S dan T. Rahayu. 2016. Efektivitas daun belimbing wuluh untuk menghambat
kontaminasi pada pertumbuhan biji kacang hijau secara in vitro. Jurnal Saintek.
1(1):1089-1095
Junairiah1., D.A Sofiana., Y.S.W Manuhara dan Surahmaida. 2018. Induksi Kalus Piper
retrofractum Vahl. dengan Zat Pengatur Tumbuh Auksin dan Sitokinin. Journal of
Pharmacy and Science. 3(2):41-54
Niyahati, E. 2016. Peningkatan Produksi dan Kadar Kurkumin Temulawak. Malang: Universitas
Brawijaya Press
Tambunan, S.B., N.S Sebayang dan W.A Pratama.2018. Keberhasilan pertumbuhan stek jambu
madu (Syzygium equaeum) dengan pemberian zat pengatur tumbuh kimiawi dan zat
pengatur tumbuh alami bawang merah (Allium cepa ). Jurnal Biotik. 6(1):45-52
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai