Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tekanan sosial yang terjadi pada masyarakat terdahulu justru menjadi suatu hal yang
mampu membawa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan mereka. Berbeda dengan
masyarakat modern sekarang ini, dengan kebebasan yang ada justru membuat rasa persatuan
dan kesatuan pun mulai luntur, masyarakat lebih mengutamakan kepentingan pribadinya.
solidaritas sosial tidak akan lepas dari masyarakat karena masyarakat merupakan kumpulan
dari kelompok dan suku.
Ibnu Khaldun, nama ini sangat masyhur di kalangan pemikir dan ilmuan, baik di Barat
maupun kalangan Islam sendiri. Ia adalah ilmuan muslim yang pemikirannya dianggap murni
dan baru pada zamannya. Pemikirannya tentang manusia dan dalam memecahkan berbagai
persoalan masyarakat seperti perihal sifat dan kodrat masyarakat, pengaruh iklim dan
pekerjaan pada watak golongan manusia. Masyarakat dalam persoalannya, tidak lepas dari
pandangannya mengenai hakikat manusia itu sendiri.
Dewasa ini, dalam banyak hal, khususnya pada masyarakat modern telah terjadi
kemunduran solidaritas sosial. Yang mana pada zaman dulu masyarakat Indonesia memiliki
solidaritas yang baik, di mana dapat terlihat dengan adanya kerjasama antara masyarakat
Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan karena rasa senasib dan sependeritaan pada
masa penjajahan Portugis, Belanda, Jepang maupun Inggris.
Kemunduran solidaritas sosial dalam komunitas sosial sulit terhindarkan akibat orientasi
kepentingan dan kekuasaan, mengabaikan etika sosial dan dikarenakan transmisi gaya hidup
mewah di kalangan masyarakat modern, akibatnya individualistik menjadi semacam simbol-
simbol baru dalam komunitas sosial.1 Manusia memiliki hubungan yang erat dengan
masyarakat, di mana ketika manusia tahu akan keberadaanya di masyarakat maka rasa kasih
sayang, kepedulian dan berbagi kepada sesama akan muncul, di situlah letak hubungan antara
individu dengan individu yang lain.

1
Syarifuddin, Sosiologi Ibn Khaldun Epistemologi, Metodologi, dan Perubahan Sosial (Yogyakarta: buku belum
diterbitkan, 2009), hal. 4.

1
Di sisi lain, komunikasi sangat dibutuhkan untuk interaksi sesama manusia, oleh karena itu
komunikasi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia sehari-hari. Tanpa adanya komunikasi,
kehidupan manusia tidak akan berjalan dengan sempurna. Komunikasi memiliki beberapa model, dan
setiap modelnya memiliki definisi yang berbeda pula. Model komunikasi dibuat agar mempermudah
dalam memahami proses komunikasi dan melihat komponen dasar yang perlu ada dalam suatu
komunikasi. Komunikasi juga merupakan suatu proses. Hal ini terlihat dari setiap peristiwa yang tidak
luput dari adanya suatu komunikasi yang terjalin antarmanusia. Dalam makalah ini, penulis akan
menjelaskan model komunikasi milik Theodore Newcomb.
Dari beberapa penjelasan di atas, maka penulis akan mengkaji tentang pemikiran Ibnu
Khaldun dan Theodore M Newcomb secara lebih luas. Sehingga dapat menambah wawasan
dan pengetahuan pembaca serta penulis.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Ibnu Khalid dan Theodore M Newcomb?
2. Apa saja teori atau pemikiran yang dikemukakan Ibnu Khalid dan Theodore M Newcomb?
3. Fenomena apa saja yang terjadi di masyarakat terkait Ibnu Khalid dan Theodore M
Newcomb?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ibnu Khaldun

1. Biografi Ibnu Khaldun

Nama lengkap Ibnu Khaldun yakni Waliyuddin Abdurrahman bin Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad bin Hasan bin Jabir bin Muhammad bin Muhammad bin
Abdurrahman bin Khaldun.2 Banyak referensi menyebut nama Ibnu Khaldun ialah
Abdurrahman bin Abu Zaid Waliyuddin bin Khaldun al-Maghribi al-Maliki al-Hadrami.3

Nama Ibnu Khaldun sebenarnya adalah nama kakeknya, Khalid bin Usman.
Kakeknya ini merupakan orang pertama yang memasuki negeri Andalusia bersama para
penakluk berkebangsaan Arab. Sesuai dengan kebiasaan orang-orang Andalusia dan
Maghribi yang terbiasa memberikan akhiran un di belakang nama orang terkemuka sebagai
tanda penghormatan, seperti Khalid menjadi Khaldun.4

Nama panggilan Abu Zaid diambil dari nama putra sulungnya (Zaid), sedangkan
gelar Waliyuddin ia dapatkan setelah mendapat jabatan hakim (qadhi) di Mesir. Ia
digolongkan kepada al-Maghribi karena lahir dan dibesarkan di Maghrib, Tunisia. Diberi
gelar al-Hadrami karena keturunan Ibnu Khaldun berasal dari Hadramaut Yaman.5 Ia juga
bergelar al-Maliki karena menganut mazhab Imam Malik.6

Ibnu Khaldun lahir di Tunisia, Afrika Utara, pada 1 Ramadhan 732 H/27 Mei 1332
M. Ia wafat di usia yang ke-76 tahun (menurut perhitungan Hijriyah) di Kairo pada 25
Ramadhan 808 H/19 Maret 1406 M.7 Tepatnya di sebuah desa yang terletak di Sungai Nil,
sekitar Kota Fusthath, tempat madrasah al-Qamhiah, di mana sang filsuf, guru, politisi ini
berkhidmat.8 Sampai saat ini, rumah tempat kelahirannya yang terletak di jalan Turbah

2
Muhammad Abdullāh Enan, Biografi Ibnu Khaldun, (Jakarta: Zaman, 2013), hlm. 14
3
Dr. H. Syafiuddin, M.A., Negara Islam Menurut Konsep Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hlm. 20
4
Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat, Ideologi dan Pengaruhnya Terhadap Dunia ke-3, Ed. 1,
Cet. 2, (Jakarta: Bumi Kasara, 2010), hlm. 67
5
Dr. H. Syafiuddin, M.A., Negara Islam Menurut Konsep Ibnu Khaldun, (Yogyakarta: Gama Media, 2007), hlm. 20
6
Ibnu Khaldun, Muqaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2015), hlm. 1.080
7
Abdul Mu’ti Muhammad Ali, Filsafat Politik Antara Barat dan Islam, terj. Rosihin Anwar, (Bandung: Pustaka
Setia, 2010), hlm 413.
8
Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat, hlm 75.

3
Bay, Tunisia, masih utuh serta digunakan menjadi pusat sekolah Idarah 'Ulya.9 Pada pintu
masuk sekolah ini terpampang sebuah batu manner berukirkan nama dan tanggal kelahiran
Ibnu Khaldun.

Keluarga Ibnu Khaldun memasuki Andalusia bersama-sama dengan pasukan


ekspedisi militer Arab yang tertarik dengan kemenangan kaum muslimin pada permulaan
abad ke-2 H (711 M). Mereka kemudian menetap di Kota Carmone, Spanyol. Kakek Ibnu
Khaldun bernama Khalid bin Usman, pada perkembangan berikutnya hijrah ke Kota
Sevilla.10

Pada awal abad ke-13 M, kerajaan Muwahhidun di Andalus hancur. Sebagian besar
kota-kota dan pelabuhannya jatuh ke tangan Raja Castilia termasuk Kota Sevilla (1248 M).
Bani Khaldun terpaksa hijrah ke Afrika Utara mengikuti jejak Bani Hafs dan menetap di
Kota Ceuta, lalu mengangkat Abu Bakar Muhammad, yaitu kakek kedua Ibnu Khaldun
untuk mengatur urusan negara mereka di Tunisia, dan mengangkat kakek pertama beliau
yaitu Muhammad bin Abu Bakar untuk mengurus urusan Hijabah (kantor urusan
kenegaraan) di Bougie. Sejarah juga mencatat, selain kakek Ibnu Khaldun, banyak
keturunan Khaldun dan keluarga Ibnu Khaldun yang termasyhur di bidang politik dan
pemerintahan dengan menduduki jabatan-jabatan penting saat di Andalusia atau pun
sesudah pindah ke Tunisia.11 Karena Ibnu Khaldun lahir di tengah-tengah keluarga
ilmuwan dan terhormat, maka beliau berhasil menghimpun antara jabatan ilmiah dan
pemerintahan.

Di Andalusia, keluarga Ibnu Khaldun berkembang dan banyak berkecimpung dalam


bidang politik dan akademik. Oleh karenanya, Bani Khaldun terkenal sebagai keluarga
yang berpengetahuan luas, berpangkat, banyak menduduki jabatan-jabatan penting
kenegaraan, serta memainkan peranan yang cukup menonjol, baik dalam bidang ilmu
pengetahuan maupun politik. Sehingga dunia politik dan ilmu pengetahuan telah begitu
menyatu di dalam diri Ibnu Khaldun. Ditambah lagi kecerdasannya juga sangat berperan
bagi pengembangan karirnya. Namun demikian, ayah Ibnu Khaldun ternyata memiliki
keunikan tersendiri dari tradisi keluarganya tersebut. Beliau merupakan salah satu keluarga

9
Ibid, hlm 67
10
Dr. H. Syafiuddin, M.A., Negara Islam Menurut Konsep Ibnu Khaldun, hlm 21
11
Ibid, hal 21-22

4
Bani Khaldun yang menjauhkan diri dari politik dan lebih berkonsentrasi pada bidang
keilmuwan dan pengajaran.12

Ayah Ibnu Khaldun bernama Abu Abdullah Muhammad, seorang yang ahli dalam
bahasa dan sastra Arab. Beliau wafat pada tahun 749 H/1348 M akibat wabah pes yang
melanda Afrika Utara dengan meninggalkan lima orang anak. Ketika itu Ibnu Khaldun
masih berusia sekitar 18 tahun. Setelah memutuskan berhenti dalam menggeluti bidang
politik, beliau menekuni bidang ilmu pengetahuan dan kesufian serta mendalami ilmu-ilmu
agama. Sehingga ayah Ibnu Khaldun dikenal sebagai orang yang mahir dalam sya’ir sufi
dan berbagai bidang keilmuan lainnya.13

Ibnu Khaldun merasa bencana wabah itu merupakan bencana besar dalam hidupnya.
Ia namakan wabah penyakit tersebut dengan tha’un jarif (wabah yang membabi buta). Ibnu
Khaldun menggambarkan seolah-olah dunia telah menggulung tikarnya dengan menyapu
bersih segala sesuatu yang berada di atasnya.14 Ibnu Khaldun tidak hanya kehilangan kedua
orang tua dan sebagian saudaranya, tetapi juga banyak gurunya yang meninggal. Saat Ibnu
Khaldun sedang giat belajar, sebagian gurunya malah meninggalkan Tunisia menuju Fez
di Maroko.15

Latar belakang keluarga dari kelas atas ini rupanya menjadi salah satu faktor penting
yang mewarnai karir hidup Ibnu Khaldun dalam politik sebelum ia terjun sepenuhnya ke
dunia ilmu. Otak cerdas yang dimilikinya jelas turut bertanggung jawab mengapa ia tidak
puas bila tetap berada di bawah. Orientasi ke atas inilah yang mendorongnya untuk terlibat
dalam berbagai intrik politik yang melelahkan di Afrika Utara dan Spanyol.

2. Pendidikan Ibnu Khaldun

Perjalanan studi Ibnu Khaldun di Tunisia dilalui dalam jangka waktu 18 tahun, antara
tahun 1332-1350 M. Ibnu Khaldun mengawali pendidikannya dengan membaca dan
menghafal al-Qur’an. Seperti kebiasaan yang membudaya pada masanya, pendidikan Ibnu
Khaldun dimulai pada usia yang dini, dengan pengajaran yang ketat dari guru pertamanya,

12
Dahlan Malik, Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, 31
13
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Masturi Irham, hlm 1080
14
Dr. H. Syafiuddin, M.A., Negara Islam Menurut Konsep Ibnu Khaldun, hlm 22-23
15
Ibid

5
yaitu orang tuanya sendiri. Kemudian barulah Ibnu Khaldun menimba berbagai ilmu dari
guru-guru yang terkenal pada masanya sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Misalnya, mempelajari bahasa Arab dengan sastranya, al-Qur’an dengan tafsirnya, hadits
dengan ilmu-ilmunya, ilmu tauhid, fiqh, filsafat dan ilmu berhitung.16

Ibnu Khaldun menilai bahwa al-Qur’an adalah pendidikan awal dan menjadi
landasan dalam konsep Islam. Al-Qur’an adalah bagian yang paling penting dalam
kehidupan seorang Muslim, karena merupakan sumber utama pengetahuan dan bimbingan
bagi manusia.17

Beberapa gurunya yang berjasa dalam perkembangan intelektualnya, yaitu: Abu


'Abdullah Muhammad ibnu Sa'ad bin Burral al-Anshari dan Abu al-'Abbas Ahmad bin
Muhammad al-Bathani dalam ilmu al-Qur’an (qira'at), Abu ‘Abdillah bin al-Qushshar dan
Abu ‘Abdillah Muhammad bin Bahr dalam ilmu gramatika Arab (bahasa Arab),
Syamsuddin Muhammad bin Jabir bin Sulthan al-Wadiyasyi dan Abu Muhammad bin
Abdul Muhaimin bin Abdul Muhaimin al-Hadhramy dalam ilmu hadits, Abu ‘Abdillah
Muhammad al-Jiyani dan Abu al-Qasim Muhammad al-Qashir dalam ilmu fikih, serta
mempelajari kitab al-Muwatta’ karya Imam Malik pada Abdullah Muhammad bin
Abdussalam. Sedangkan ilmu-ilmu rasional seperti filsafat, teologi, mantik, ilmu
kealaman, matematika, dan astronomi dipelajari dari Abu ‘Abdillah Muhammad bin
Ibrahim al-Abili. Ibnu Khaldun selalu mendapatkan pujian dan kekaguman dari guru-
gurunya.18

Dari sekian banyak guru-gurunya, Ibnu Khaldun menempatkan dua orang guru pada
tempat yang istimewa dan memberikan apresiasi atau penghormatan yang sangat besar
karena keluasan ilmu kedua gurunya ini. Pertama Abu Muhammad bin Abdul Muhaimin
bin Abdul Muhaimin al-Hadhramy, imam para ahli hadits dan ilmu nahwu dalam ilmu-
ilmu agama di Maroko. Ibnu Khaldun sangat menghargai gurunya ini karena keluasan
ilmunya dalam bidang hadits, musthalah hadits, sirah, dan ilmu linguistik/bahasa. Darinya,
Ibnu Khaldun mempelajari kitab-kitab hadits, seperti al-Kutub al-Sittah dan al-Muwatta’.
Kedua, Abu ‘Abdillah Muhammad bin al-Abili, yang banyak memberikannya pelajaran

16
Dahlan Malik, Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, hlm 32
17
Zaid Ahmad, The Epistemology of Ibn Khaldun (London: Routledge Curzon, 2003), hlm 118
18
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Masturi Irham, 1081-1082.

6
tentang ilmu-ilmu filsafat, meliputi ilmu mantik, biologi, matematika, astronomi, dan juga
musik.19

Selain memiliki banyak guru yang terkenal pada masanya, Ibnu Khaldun juga
mempelajari banyak karya-karya dari para ulama terkemuka bersama gurunya. Di antara
sekian banyak karya yang dipelajari tersebut ialah kitab al-Lamiah fi al-Qiraat dan Raiah
fi Rasmi Mushaf karya al-Syathiby; Tashil fi Nahwi karya Ibnu Malik; Kitab al-Aghany
karya Abi Faraj al-Isfahany; Muallaqat Kitab al-Hamasah li al-A’lam, Tha’ifah min Syi’r
Abi Tamam wa al-Mutabanny, sebagian besar kitab haditsnya Shahih Muslim, dan
Mutawatha’ karya Imam Malik; Iltaqasa li Ahadits al-Muwatha’ karya Ibnu Barr; ‘Ulum
al-Hadits karya Ibnu Shalah; Kitab al-Tahzib karya Barady; Mukhtasar al-Mudawwanah
li Sahnun fi al-Fiqh al-Maliki, Mukhtasar Ibn Hajib fi al-Fiqh wa al-Ushul, serta al-Syair
karya Ibnu Ishak.20

Jenjang pendidikan yang ketat dengan bimbingan banyak guru dan sejumlah kitab
yang pernah dipelajari oleh Ibnu Khaldun menggambarkan keluasan ilmu dan kecerdasan
otak beliau yang sangat luar biasa. Betapa Ibnu Khaldun menjunjung tinggi nilai-nilai
moralitas ilmiah. Hal ini juga menunjukkan bahwa Ibnu Khaldun adalah orang yang
memiliki ambisi tinggi, yang tidak puas dengan satu disiplin ilmu saja. Pengetahuannya
begitu luas dan bervariasi.

Pada tahun 749 H, Tunisia dilanda wabah pes yang dahsyat. Padahal saat itu, Tunisia
merupakan pusat ulama dan sastrawan besar kota-kota di Timur dan Barat, karena menjadi
tempat berkumpulnya para ulama Andalusia yang tersingkir dan lari menuju Tunisia akibat
dari berbagai peristiwa politik atau karena negara mereka sendiri yang tidak ramah kepada
mereka. Akibat dari wabah penyakit pes yang mematikan ini, ketika berusia 18 tahun Ibnu
Khaldun kehilangan kedua orangtua dan beberapa orang gurunya. 21 Sehingga beliau
kesulitan dalam melanjutkan pendidikannya karena sangat berduka cita tersebut.

Akhirnya pada tahun 1354 M, Ibnu Khaldun ikut serta hijrah mengikuti sebagian
besar ulama dan sastrawan yang selamat dari wabah penyakit tersebut dan telah lebih dulu

19
Ibid, hlm 1082
20
Dahlan Malik, Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, 33.
21
Ibnu Khaldun, Muqaddimah, terj. Masturi Irham, 1081

7
hijrah menuju Fez di Maroko pada tahun 1349 M. Selanjutnya beliau kembali memulai
studinya kepada para ulama yang ada di Maroko. Adapun gurunya di Maroko adalah
Muhammad bin al-Saffar, Muhammad bin Muhammad al-Maqqari, Muhammad bin
Ahmad al-‘Alawi, Muhammad bin Abdul Salam, Muhammad bin Abdul Razaq,
Muhammad bin Yahya al-Barji, Ibnu al-Khatib, Ibrahim bin Zarrar, dan Abdul Barakat
Muhammad al-Ballafiqi.22

3. Beberapa Pemikiran Ibnu Khaldun

a) Al-Umran (Membangun Paradigma Peradaban Masyarakat)

Ibnu Khaldun menyatakan bahwa ilmu ini merupakan kumpulan segala ilmu
pengetahuan, termasuk diantaranya ilmu sosiologi. Al-Umran mempunyai makna
luas, meliputi seluruh aspek aktivitas kemanusiaan, di antaranya frame geografi
peradaban, perekonomian, sosial, politik dan ilmu pengetahuan. Maksud dari al-
Umran dalam kerangka pemikiran Ibnu Khaldun adalah ilmu metodologi umum yang
membahas tentang dasar-dasar peradaban.23

Secara natural, menurut Ibnu Khaldun, manusia membutuhkan interaksi dalam


menumbuhkan peradaban, sebab manusia secara tabiat adalah makhluk sosial. Oleh
karena itu, manusia harus berkumpul. Tanpa pertemuan, keberadaannya tidak
sempurna.24

Ibnu Khaldun terkenal dengan teorinya, “tingkat keberadaan kekayaan bisa


menentukan kelas sosial”. Dalam hal ini, ia berkata; …kemudian kekayaan itu
terbagi-bagi di masyarakat, dan membentuk tingkat kedudukan sosialnya. Kelas
paling tinggi adalah kedudukan raja, tidak ada yang tinggi lagi yang bisa
memberikan sesuatu kepada manusia lainnya. Sedangkan kelas bawahan adalah dari
orang yang tidak mempunyai apa-apa di kalangan yang sejenisnya, serta di antara
kalangan yang berbeda-beda kelasnya.25

22
Dahlan Malik, Pemikiran Politik Ibnu Khaldun, 37.
23
Misbâh al-‫آ‬mily, Ibnu Khaldun; Wa Tawaffuq al-Fikr al-Araby ‘Ala al-Fikr al-Yûnâny bi Iktisyâfihi Haqâiq al-
Falsafah, (Ad-Dâr al-Jamâhîriyyah li an-Nasyr wa at-Tauzî’ wa al-I’lân, cet I, 1988), hlm 311-317
24
Abdurrahmân Ibnu Khaldun al-Maghriby, Muqaddimah, Dâr al-Qalam, Beirut Libanon, cet ke-5, 1983, hlm. 41-
43
25
Ibid, hlm 390-391.

8
Kemudian ia menghubungkan sifat kebaikan dengan kefakiran. Menurutnya,
kita banyak menemukan orang-orang yang selalu berbuat senang-senang dengan
kemewahan dan kemuliaan. Akan tetapi, mereka tidak mencapai pada tingkat
kebahagiaan, melainkan mereka mencari-cari lahan kehidupan pada pekerjaannya,
sehingga mereka pun menjadi fakir dan miskin.26

b) Sosiologi Ibnu Khaldun

Sosiologi menurut Ibnu Khaldun merupakan sarana untuk memahami sejarah


dan kondisi sosial masyarakat pada suatu generasi, proses perubahan dalam suatu
masyarakat, faktor dan pengaruhnya dalam peta peradaban suatu bangsa. Dalam
konteks sosiologi, Ibnu Khaldun membagi masyarakat menjadi tiga tingkatan:

1. Masyarakat primitif, di mana mereka belum mengenal peradaban, hidup


berpindah-pindah dan hidup secara liar.

2. Masyarakat pedesaan, hidup menetap walaupun masih sederhana. Mata


pencaharian mereka dari pertanian dan peternakan. Dalam kelas ekonomi
mereka dibagi menjadi tiga, yaitu: petani, penggembala sapi dan kambing serta
penggembala unta.

3. Masyarakat kota. Masyarakat ini menurutnya sebagai masyarakat


berperadaban, di mana mata pencahariannya dari perdagangan dan
perindustrian. Tingkat ekonomi dan kebudayaan cukup tinggi, mampu
mencukupi kebutuhannya bukan hanya kebutuhan pokok, melainkan juga
kebutuhan sekunder dan mewah.27

Ibnu Khaldun menyebutkan moral badui dan berperadaban terbagi ke dalam dua
macam; datang secara alami dan muncul dengan direkayasa. Menurutnya,
masyarakat badui lebih memiliki sifat pemberani ketimbang kalangan masyarakat
kota. Sebab utamanya, masyarakat kota banyak menikmati ketenangan, beristirahat,
tenggelam dalam kenikmatan dan bermewah-mewahan. Generasi demi generasi telah
lahir dari kedua orang tuanya, baik lelaki atau wanita. Anak lelaki mengikuti

26
Ibid
27
Abdurrahman Kasdi, Pemikiran Ibnu Khaldun dalam Perspektif Sosiologi dan Filsafat Sejarah, Vol 2,
No 1, Juni 2014, hlm. 294-295, diakses pada tanggal 01 November 2018, pukul 12:30

9
kebiasaan bapaknya, sedangkan yang wanita mengikuti ibunya. Sementara
masyarakat badui kurang mengadakan perkumpulan dalam sebuah komunitas,
mereka melakukan pertahanan terhadap diri mereka sendiri, tidak mengandalkan
orang lain, dan condong menggunakan senjata.

Ibnu Khaldun menganalisa juga tentang “pengaruh iklim terhadap moral


manusia.” Wilayah yang diduduki oleh orang-orang dengan udara panas seperti
Sudan dan negara Arab, biasanya mereka kurang berhati-hati dan banyak bergembira.
Begitu juga dengan masyarakat yang berasal dari teluk. Sedangkan penduduk yang
wilayahnya kering biasanya mereka mempunyai tabiat selalu merasakan kesedihan.
Sebab utamanya, kemungkinan, menurut Ibnu Khaldun, karena mereka tinggal di
wilayah dan daerah yang iklimnya bisa mempengaruhi moral mereka.

Ketika menganalisa struktur masyarakat, Ibnu Khaldun membaginya dalam tiga


format, yaitu: bangsa Arab, Barbar dan ‘Ajam. Dari tiga struktur tersebut, ia
menempatkan bangsa Arab pada masyarakat pedesaan yang primitif, karena mereka
hidup sebagai penggembala unta yang harus berpindah-pindah. Maksud Arab ini
konotasinya lebih dekat ke pemaknaan badui. Mereka terbiasa mempertahankan diri
dari musuh dan tantangan yang setiap saat menghantui. Begitu juga dengan alam
yang tidak bersahabat. Mereka tidak pernah melepaskan senjatanya, karena setiap
saat bahaya akan mengancam. Dengan pengalaman ini, bangsa Arab menurut Ibnu
Khaldun mampu merebut kekuasaan dari pihak lain dengan ‘ashabiyahnya. Namun,
kekuasaan ini cepat lepas karena kondisi mereka yang berpindah-pindah. Padahal,
kekuasaan itu bisa dipertahankan melalui dukungan solidaritas dari golongannya
yang terus membantu dan membelanya dalam setiap waktu. Hal ini sulit diperoleh
karena setiap waktu, sebagai penggembala, mereka dituntut untuk berkelana.

Kondisi tersebut, menurut Ibnu Khaldun semakin lama mengalami pergeseran,


dengan bergantinya waktu. Struktur masyarakat Arab juga mengalami perubahan
berdasarkan perubahan orientasi dan sosiologi, sebagaimana yang dianalisa oleh
Mahmûd Isma’il, dalam bukunya Sosiologiy al-Fikr al-Islâmy. Perubahan yang
terjadi dalam masyarakat, bukanlah merupakan pengaruh dari luar, melainkan
merupakan reaksi yang timbul dalam intern masyarakat yang menjadi tabiatnya.

10
Menurutnya, akar sosiologi Arab dapat ditelusuri dari tiga fase dan struktur sosial
yang merupakan bentangan sejarah Arab klasik, sebelum masa kenabian. Ketiga
struktur ini nantinya akan mempengaruhi wacana pemikiran sesudahnya.

Pertama, struktur rohaniawan. Kelompok ini hidup dan berkembang di daerah


gurun. Mereka sangat fasih melantunkan syair-syair Arab.

Kedua, struktur feodalisme yang dimulai sejak 1300-527 SM. Dari tinjauan
sejarah, struktur ini merupakan generasi pertama yang telah mengalami perubahan.
Perubahan dari rohaniawan ke feodalisme ditandai dengan tumbuhnya solidaritas
Arab, seperti negeri Qitban, Muayan, Saba’ dan negeri Hamir. Namun pengaruh dari
perubahan ini menjadikan negeri-negeri yang pada mulanya bekerja sama dalam hal
pengairan, selanjutnya berangsur menjadi kekerasan. Kelompok yang kuat menindas
yang lemah, yang kaya memeras yang miskin dan sejak saat itulah mereka terbagi
dalam kasta. Tanah-tanah pertanian dibagikan kepada para pemimpin sektor/wilayah.

Ketiga, struktur borjuisme. Di antara indikasi yang dipandang representatif


untuk menggambarkan kehidupan kaum borjuis Arab saat itu, antara lain, lukisan
yang tertera pada mata uang. Lukisan tersebut meliputi nama-nama raja, kota dan
lambang kebesaran. Menurut para sosiolog, lukisan nama-nama raja menunjukkan
bahwa masyarakat Arab pra-kenabian dikelompokkan dalam dua kategori besar,
yaitu: kelompok yang berpegang pada agama, tetapi cenderung berperilaku sekuler
dan kelompok yang cenderung sekuler an sich. Contoh formulasi yang kedua ini
adalah negeri Saba’.

Sebelum Islam datang, Arab merupakan komunitas badui yang terbelakang dan
tidak diperhitungkan dalam peradaban dunia. Sikap kebinatangan mengalahkan
prinsip humanisme, yang kuat menindas yang lemah, yang kaya menindas yang
miskin. Sehingga persaudaraan berubah menjadi permusuhan. Tamaddun dalam
kontek dunia Arab, jelas mempunyai korelasi yang erat dengan datangnya Islam yang
memberikan jiwa bagi lahirnya peradaban.

Pasca kenabian, ideologi menjadi mainstream dan tatanan baru yang menyikapi
seluruh aspek duniawi. Pada saat itu, secara sosio-historis Nabi Muhammad

11
merupakan pemegang risalah sekaligus penggerak peradaban umat Islam. Amanat ini
diteruskan oleh Khalîfah yang berjalan secara estafet.

c) Konsep Ashabiyah Ibnu Khaldun

Salah satu sumbangan yang orisinal dari Ibnu Khaldun adalah teorinya mengenai
Ashabiyah dan perannya dalam pembentukan Negara, kejayaan, dan keruntuhannya.
Konsep ashabiyah ini merupakan poros utama dalam teori-teori social Ibnu Khaldun.

Thaha Husein mengatakan bahwa kata Ashabiyah berasal dari kata ‘ashaba yang
berarti kelompok.28 Secara etimologis ashabiyah berasal dari kata ashaba yang
berarti menikat. Secara fungsional ashabiyah menunjuk pada ikatan social budaya
yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan kelompok sosial. Selain itu,
ashabiyah juga dapat dipahami sebagai solidaritas sosial, dengan menekankan pada
kesadaran, kepaduan dan persatuan kelompok.29 Ibnu Khaldun sendiri menganggap
ashabiyah sebagai suatu kekuatan dan pengaruh didasarkan atas kesamaan.
Kesamaan itu tidak hanya kesamaan yang didasarkan atas ikatan darah, tetapi juga
didasarkan atas pengetahuan yang lebih luas tentang persaudaraan.30

Ibnu Khaldun tidak hanya menjelaskan konsep Ashabiyah sebagai sesuatu yang
berdiri sendiri, namun di samping itu juga menghadapkannya dengan konsep-konsep
yang telah ada dan berkembang pada waktu itu. Ashabiyah lahir dari hubungan-
hubungan darah (blood ties) dan ikatan yang menumbuhkannya. Ikatan darah
memunculkan perasaan cinta terhadap saudara dan kewajiban untuk menolong dan
melindungi mereka dari tindak kekerasan. Semakin dekat hubungan darah dan
seringnya kontak diantara mereka, maka ikatan-ikatan dan solidaritas akan semakin
kuat. Tetapi sebaliknya, semakin renggang hubungan tersebut maka ikatan-ikatan
tersebut akan semakin melemah.

Adapun tugas Ashabiyah dalam kehidupan kemasyarakatan menurut Ibnu


Khaldun sangat dominan. Ashabiyahlah yang telah menjadi motor dari kekuatan dan

28
Zainab al-Khudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, (Bandung: Pustaka, 1987), hlm 184.
29
Jhon L. Esposito (ed), Ensiklopedi Dunia Islam Modern, Jilid I, (Bandung: Penerbit Mizan, 2001), hlm.
198.
30
Zainal Al-Khudori, Ibid, hlm. 142.

12
karena itu dapat dikatakan yang menjadi penggerak utama dari sejarah manusia
adalah ashabiyah. Ibnu Khaldun berpandangan tujuan ashabiyah adalah untuk
mewujudkan al-mulk, karena ashabiyah mampu memberikan perlindungan,
menumbuhkan pertahanan bersama, sanggup mendasarkan tuntunan-tuntunan dan
kegiatan lain. Dengan kata lain bahwa tujuan dari ashabiyah adalah superioritas (at-
taghalul al-mulk).Berikut ini pembagian Ashabiyah menurut Ibnu Khaldun31:

1) Ashabiyah di Bidang Sejarah

Peran Ashabiyah dalam bidang sejarah terletak pada eksistensi suatu negara
sangat berkaitan, karena dengan lemahnya Ashabiyah maka suatu negara atau
dinasiti akan mengalami kehancuran, sehingga akan muncul negara atau dinasti
baru.

2) Ashabiyah di Bidang Agama

Agama erat kaitannya untuk kelancaran dan kemajuan bagi Ashabiyah, karena
seorang pemimpin yang tetap taat beragama, maka dia akan tetap melanggengkan
Ashabiyah dalam kepemimpinannya. Namun Menurut Ibnu Khaldun pendekatan
ashabiyah terhadap masalah – masalah keagamaan, shabiyah bukan lah
pendekataan yang tepat karena agama jarang menjadi sentral pemikiran manusia.
Hal ini memang sedikit membingungkan, dengan alasan pendekatan terhadap
kehidupan manusia khususnya, ashabiyah bukanlah mutlak dari pendekatan
keagamaan.

3) Ashabiyah di Bidang Negara

Menurut Ibnu Khaldun, penerapan Ashabiyah dalam suatu negara harus


menggunakan satu ciri khas, yaitu menceritakan keadaan sebagaimana
sebenarnya, karena sebuah negara yang berbudaya terbentuk melalui
pembangunan dan penaklukan kota – kota oleh masyarakat primitif yang
memiliki Ashabiyah yang kuat. Ashabiyah ini merupakan hubungan kelompok
yang tidak berhubungan darah namun mempunyai Tujuan yang sama. Orang –
orang tersebut pun akan mempertaruhkan jiwa raganya untuk mempertahankan

31
Fahim Tharaba, Sosiologi Agama konsep , metode riset dan konflik sosial, (Malang : Madani, 2016), hlm 40

13
tujuan yang sudah disepakati bersama, termasuk tujuan untuk memperthankan
eksistensi suatu Negara.

4) Ashabiyah di Bidang Politik

Peran Ashabiyah dalam perpolitikan tidaklah begitu terpengaruh karena politik


merupakan suatu yang dilakukan bukan menggunakan perasaan, akan tetapi lebih
banyak mengandalkan logika. Sedangkan ashabiyah merupakan hal yang
berhubungan dengan perasaan.

5) Ashabiyah di Bidang Ekonomi

Peran Ashabiyah dalam bidang Ekonomi tergantung pada sitem pemerintahan.


Karena ketika pasar pemerintah turun atau naik maka akan mempengaruhi pasar
lainnya. Kekuatan Ashabiyah akan membeangunsinergitas dengan Ashabiyah di
bidang lainnya. Lagi – lagi peran Negara menjadi Sentral dalam membangun
sektor ashabiyah dalam menguatkan sendi – sendi kehidupan yang memiliki niali
filosofis yang tinggi.

4. Karya-Karya Ibnu Khaldun

Meskipun Ibnu Khaldun hidup pada masa di mana peradaban Islam mulai mengalami
kehancuran, namun ia mampu tampil sebagai pemikir muslim yang kreatif, yang
melahirkan pemikiran-pemikiran besar yang dituangkan dalam beberapa karyanya, hampir
seluruhnya bersifat orisinil dan kepeloporan.32

Berikut ini beberapa karya Ibnu Khaldun yang cukup terkenal, antara lain:

a. Al-I’bar wa Dhuan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-A’rab wa al-‘Ajam wa al-


Barbar wa man ‘Asharahiim min Dzawi al-Suthan al-Akbar.

Karya yang dilihat dari judulnya mempunyai gaya sajak yang tinggi ini dapat
diterjemahkan menjadi; Kitab contoh-contoh dan rekaman-rekaman tentang asal-usul
dan peristiwa hari-hari arab, Persia, Barbar dan orang-orang yang sezaman dengan
mereka yang memiliki kekuatan besar. Oleh karena judulnya terlalu panjang, orang

32
Nurcholis Madjid, Kaki Langit Peradapan, (Jakarta: Yayasan Paramadina, 1997), hlm. 152

14
sering menyebutnya dengan kitab al-‘Ibar saja, atau kadang cukup dengan sebutan
Tarikh Ibnu Khaldun.33

b. Muqaddimah Ibnu Khaldun

Dalam volume tujuh jilid, kajian yang dikandung begitu luas menyangkut masalah-
masalah social, para Khaldunian cenderung menganggapnya sebagai ensiklopedia.34

c. Al-Ta’rif Ibnu Khaldun wa Rihlatuhu Garban wa Syarqan

Kitab otobiografi Ibnu Khaldun secara lengkap di mana ia dipandang sebagai orang
besar abad pertengahan yang paling sempurna meninggalkan riwayat hidupnya.35

d. Karya-karya lain

Selain karya yang telah disebutkan di atas, Ibnu Khaldun sebenarnya memiliki karya-
karya lainnya seperti:

• Lubab al-Muhashshal fi Ushul al-Din, yaitu merupakan ikhtisar terhadap al-


Muhashshal Imam Fakhruddin al-Razi (543-606 H) yang berbicara tentang teologi
skolastik/

• Syifa’ al-Sail li Tahzib al-Masail, yang ditulis oleh Ibnu Khaldun ketika berada di
Fez dan membahas tentang mistisisme konvensional karena berisikan uraian
mengenai tasawuf dan hubungannya dengan ilmu jiwa serta masalah syariat (fiqh)

• Burdah al-Bushairi

• Buku kecil sekitar 12 halaman yang berisikan keterangan tentang negeri Maghribi
atas permintaan Timur Lenk ketika mereka bertemu di Syria.36

33
Ahmad Syafi’I Ma’arif, Ibnu Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur, (Jakarta:
Gema Issani Press, 1996), hlm. 12.
34
Toto Suharto, Epistemologi Sejarah Kritis Ibnun Khaldun, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), hlm. 65
35
Zainab al-Khudairi, Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun, (Bandung: Pustaka, 1987), hlm. 29
36
Syafiuddin, Negara Islam menurut Konsep Ibnu Khaldun, 44-45.

15
B. Theodore Mead Newcomb

1. Biografi Theodore Mead Newcomb

Theodore Mead Newcomb lahir pada 24 Juli 1903 di Rock Creek, di ujung timur laut
Ohio.37 Newcomb merupakan seorang perintis dalam bidang psikologi sosial. Hanya 50
tahun ia bekerja untuk peningkatan motivasi manusia, persepsi dan belajar untuk
membentuk pemahaman yang mendalam tentang proses sosial. Pada 1929, ia memulai
karir profesionalnya di departemen psikologi di University of Michigan. Pada tahun 1931,
ia pindah ke Cleveland College, University of Western Reserve dari University of
Michigan. Pada tahun 1934, ia mendapat tawaran besar dari New Bennington College di
Vermont yang menyebabkan perubahan luar biasa dalam sisa nya karir profesionalnya.
Karyanya “Personality and Social Change” (1943), “Social Psychology” (1950). Ia
menerbitkan sebuah pendekatan sosial baru di bidang komunikasi yang disebut teori "ABX"
(kemudian menjadi model Newcomb) dan itu diterbitkan dalam nama “An Approach to the
Study of Communicative Acts (1953)”. Ia menerbitkan sebuah karya besar dalam bidang
psikologi sosial yang disebut “The Acquaintance Process” (1961).38

Model Newcomb diperkenalkan oleh Theodore M Newcomb dari University of


Michigan pada tahun 1953. Dia memberi pendekatan yang berbeda untuk proses
komunikasi. Tujuan utama dari teori ini adalah untuk memperkenalkan peran komunikasi
dalam hubungan sosial (masyarakat) dan untuk menjaga keseimbangan sosial dalam sistem
sosial. Dia tidak termasuk pesan sebagai entitas yang terpisah dalam diagram nya,
menyiratkan hanya dengan menggunakan arah panah. Dia berkonsentrasi pada tujuan
sosial komunikasi, menunjukkan semua komunikasi sebagai sarana mempertahankan
hubungan antara orang-orang. Kadang-kadang disebut sebagai model "A-B-X".39

37
Theodore Newcomb, Siapakah Theodore Newcomb?, diakses dari
http://theodorenewcomb.blogspot.com/2012/09/siapakah-theodore-newcomb.html, pada tanggal 1 November 2018,
pukul 14.00
38
Ibid
39
Ibid

16
2. Asumsi Teori A-B-X Newcomb
Newcomb mengasumsikan bahwa komunikasi menampilkan berbagai fungsi penting
yang memungkinkan dua orang atau lebih memelihara orientasi satu sama lain secara
simultan dan terhadap obyek yang berasal dari lingkungan eksternal mereka. Adapun
asumsi dasar model komunikasi Newcomb adalah regangan terhadap konsistensi sikap dan
hubungan akan menghasut komunikasi jika kondisi memungkinkan.40

Proposisi utama yang dapat diturunkan dari model komunikasi Newcomb adalah
bahwa diskrepansi antara A dan B dalam orientasi mereka terhadap X akan menstimulasi
komunikasi. Efek komunikasi akan cenderung untuk mengembalikan keseimbangan di
mana didalilkan sebagai keadaan normal dari sistem hubungan. Kemudian, Newcomb
menambahkan beberapa kualifikasi terhadap dalil sebelumnya dengan memberi catatan
bahwa komunikasi tampaknya hanya akan diaktifkan dalam kondisi tertentu, misalnya:

• Terdapat atraksi yang kuat antara partisipan

• obyek dianggap penting paling tidak oleh satu partisipan

• obyek X memiliki relevansi bersama untuk keduanya41

3. Kandungan Teori A-B-X Newcomb

Komunikasi A-B-X Newcomb adalah model komunikasi dari segi psikologi sosial
yang berusaha memahami komunikasi sebagai cara-cara di mana semua orang dapat
menjaga keseimbangan hubungan mereka. Dasarnya ialah antara satu sama lain saling
menyeimbangkan antara kepercayaan, sikap dan sesuatu yang penting bagi seseorang
melalui komunikasi yang bersifat persuasif. Menurut teori ini, bila keseimbangan
hubungan terganggu, maka dengan komunikasilah yang dipakai untuk memperbaharui
kembali hubungan itu. Model ini mengembangkan bahwa peran komunikasi antar individu
dalam suatu hubungan sangatlah penting, dengan ditunjukannya keterkaitan dan
ketertarikan antara dua orang yang terhubung oleh komunikasi yang menggunakan objek

40
Ambar, Model Komunikasi Newcomb – Asumsi – Konsep, diakses dari https://pakarkomunikasi.com/model-
komunikasi-newcomb, pada tanggal 1 Desember 2018, pukul 14.00
41
Ibid

17
atau bahasan. Hal ini untuk menjaga keseimbangan hubungan sosial yang terjadi antara
dua individu. 42

Teori ini menyangkut kasus dua orang yang mempunyai sikap senang dan tidak
senang terhadap masing-masing dan terhadap objek eksternal. Akan timbul hubungan
seimbang jika dua orang saling menyenangi suatu objek. Dan tidak seimbang jika satu
menyenangi objek tetapi satu lainnya tidak. Selanjutnya apabila terjadi keseimbangan,
setiap peserta akan menghadang perubahan, dan manakala terjadi ketidakseimbangan
berbagai upaya akan dilakukan untuk memulihkan keseimbangan kognitif.43

Sistem A-B-X Mewcomb memperluas teori intrapribadi Heider sampai ada interaksi
yang terjadi antar anggota. Menurut Newcomb, bentuk situasi komunikasi paling
sederhana digambarkan oleh situasi dimana Mr. A berbicara dengan Mr. B tentang sesuatu
hal yang dilabeli X. Model ini juga dikenal sebagai teori keseimbangan. Model Newcomb
ini bekerja dalam format segitiga atau sistem ABX.44

Model ini menggambarkan bahwa seseorang (A)


mengirim informasi kepada orang lain (B) tentang
sesuatu (X). Model ini mengasumsikan bahwa orientasi
A ke B atau ke X tergantung dari mereka masing-masing.
Dan ketiganya memiliki sistem yang berisi empat
orientasi.

Model tersebut mengamsumsikan bahwa orientasi A (sikap) terhadap B dan terhadap X


saling bergantung, dan ketiganya merupakan suatu system yang terdiri dari empat orientasi.

1. Orientasi A terhadap X, yang meliputi sikap terhadap X sebagai objek yang harus
didekati atau dihindari dan atribut kognitif (kepercayaan dan tatanan kognitif)

2. Orientasi A terhadap B, dalam pengertian yang sama

42
Werner J.Severin & James W.Tankard, Teori Komunikasi Sejarah, Metode dan Terapan di dalam Media Massa,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011) hlm 68
43
Andi Kardian Riva'i, Komunikasi Sosial Pembangunan: Tinjauan Teori Komunikasi dalam Pembangunan,
(Pekanbaru: Hawa dan Ahwa, 2016), hlm 72
44
Ibid, hlm 72-73

18
3. Orientasi B terhadap X

4. Orientasi B terhadap A45

Dalam model Newcomb, komunikasi adalah suatu cara yang lazim dan efektif yang
memungkinkan orang-orang mengorientasikan diri terhadap lingkungan mereka. Ini adalah
suatu model tindakan komunikatifdua-orang yang disengaja (intensional). Model ini
mengisyaratkan bahwa setiap sistem apapun mungkin ditandai oleh suatu keseimbangan
kekuatan-kekuatan dan bahwa setiap perubahan dalam bagian mana pun dari sistem
tersebut akan menimbulkan suatu ketegangan terhadap keseimbangan atau simetri, karena
ketidakseimbangan atau kekurangan simetri secara psikologis tidak menyenangkan dan
menimbulkan tekanan internal untuk memulihkan keseimbangan.46

Simetri dimungkinkan karena seseorang (A) yang siap memperhitungkan perilaku


seorang lainnya (B). Simetri juga mengesahkan orientasi seseorang terhadap X. Ini
merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa kita memperoleh dukungan sosial dan
psikologis bagi orientasi yang kita lakukan. Jika B yang kita hargai menilai X dengan cara
yang sama seperti kita, kita cenderung lebih meyakini orientasi kita. Maka kita pun
berkomunikasi dengan orang-orang yang kita hargai mengenai objek, peristiwa, orang, dan
gagasan (semuanya termasuk X) yang penting bagi kita untuk mencapai kesepakatan atau
koorientasi atau, menggunakan istilah Newcomb, simetri. Asimetri merupakan bagian dari
model Newcomb ketika orang “sepakat atau tidak”.47

Contoh Kasus

Ani (A) dan Budi (B) adalah sepasang kekasih. Budi adalah lelaki perokok,
sedangkan Ani sangat membenci rokok dengan alasan kesehatan. Di sinilah terdapat rokok
sebagai variabel X yang relevan pada Ani dan Budi, di mana terdapat perbedaan antara
keduanya serta menjadi hal penting bagi Ani yang sangat memperhatikan kesehatan.
Karena adanya ketertarikan dari Budi ke Ani dan sebaliknya, sehingga tercipta rasa untuk
ingin menjaga dan menyeimbangkan hubungan tersebut, maka terjadilah komunikasi,
misalnya sharing antara keduanya mengenai bahaya merokok bagi kesehatan. Di mana Ani

45
Werner J.Severin & James W.Tankard, Teori Komunikasi Sejarah, hlm 67
46
Ibid, hlm 68
47
Ibid

19
juga bisa menjadi perokok pasif dan Budi berfikir berarti rokok berdampak buruk pada
kesehatan pasangannya. Untuk itulah budi berhenti merokok, demi menjaga
keseimbangkan hubungan mereka supaya terjadi kesamaan paham maupun sikap antara
keduanya mengenai rokok. Kalau misalnya keduanya tidak menyamakan paham atau
sikapnya terhadap objek tersebut (rokok) maka keseimbangan hubungan mereka akan
terancam.

20
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN

Ibnu Khaldun lahir di Tunisia pada permulaan bulan Ramadhan 732 H (27 Mei 1332 M)
dari keluarga Andalusia yang bermigrasi dari Andalusia ke Tunisia pada pertengahan abad ke 7 H.
Ibnu Khaldun dikenal sebagai bapak Sosiologi Islam karena ditemukannya “Muqaddimah” pada
Abad ke–19 dan diterjemahkan dalam bahasa Eropa, yang saat itu sedang menggandrungi Ilmu
sosiologi. Pemikiran Ibnu Khaldun dalam karya Muqaddimah, telah banyak mempengaruhi format
peradaban masyarakat.

Ibnu Khaldun menilai manusia sebagai makhluk yang berbeda dari yang lainnya, makhluk
yang mampu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Ibnu Khaldun juga tidak terlalu
menekankan penilaian manusia melalui kepribadiannya melainkan melihat pada interaksi manusia
tersebut dengan sekitarnya secara intensif sehingga dapat membentuk Ashabiyah (ikatan dalam
masyarakat) yang dapat berpengaruh dalam eksistensi suatu Negara atau Dinasti.

Sementara, Theodore Mead Newcomb lahir pada 24 Juli 1903 di Rock Creek, di ujung
timur laut Ohio. Ia dikenal dengan teori A-B-X. Model komunikasi Newcomb ini, mengartikan
komunikasi sebagai suatu tindakan komunikasi yang disengaja oleh dua orang yang saling
meninjau dan menyeimbangkan sebuah topik agar tidak terjadi kesenjangan dan ketegangan dalam
suatu hubungan. Komunikasi tersebut juga dilakukan untuk memperbaiki kesenjangan yang sudah
terjadi sebelumnya. Sehingga Newcomb membagi model ini menjadi 2 jenis teori, yaitu simetri
dan asimetri.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Zaid, The Epistemology of Ibn Khaldun, London: Routledge Curzon, 2003.

Ali, Abdul Mu’ti Muhammad. Filsafat Politik Antara Barat dan Islam, terj. Rosihin Anwar.
Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Enan, Muhammad Abdullah. Biografi Ibnu Khaldun. Jakarta: Zaman, 2013.

Esposito, Jhon L, Ensiklopedi Dunia Islam Modern, Jilid I, Bandung: Penerbit Mizan, 2001.

Khaldun, Ibnu. Muqaddimah Ibnu Khaldun, terj. Masturi Irham. Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2015.

al-Khudairi, Zainab. Filsafat Sejarah Ibnu Khaldun. Bandung: Pustaka, 1987.

Ma’arif, Ahmad Syafi’i. Ibnu Khaldun dalam Pandangan Penulis Barat dan Timur. Jakarta: Gema
Issani Press, 1996).

Madjid, Nurcholis. Kaki Langit Peradapan. Jakarta: Yayasan Paramadina, 1997.

Malik, Dahlan. Pemikiran Politik Ibnu Khaldun: Relevansinya dengan Tata Kehidupan Bernegara
Era Modern, Jambi: Sulthan Thaha Press, 2007.

Misbah al-Imily, Ibnu Khaldun; Wa Tawaffuq al-Fikr al-Araby ‘Ala al-Fikr al-Yunany bi
Iktisyafihi Haqaiq al-Falsafah. Ad-Dar al-Jamâhîriyyah li an-Nasyr wa at-Tauzî’ wa al-I’lân,
cet I, 1988.

Riva'i, Andi Kardian. Komunikasi Sosial Pembangunan: Tinjauan Teori Komunikasi dalam
Pembangunan. Pekanbaru: Hawa dan Ahwa, 2016.

Severin, Werner J & James W.Tankard, Teori Komunikasi Sejarah, Metode dan Terapan di dalam
Media Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011.

Syafiuddin. Negara Islam Menurut Konsep Ibnu Khaldun. Yogyakarta: Gama Media, 2007.

Syam, Firdaus. Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat, Ideologi dan Pengaruhnya Terhadap
Dunia ke-3, Ed. 1, Cet. 2. Jakarta: Bumi Kasara, 2010.

Suharto, Toto. Epistemologi Sejarah Kritis Ibnun Khaldun. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003.

22
Tharaba, Fahim. Sosiologi Agama, Konsep, Metode Riset dan Konflik Sosial, Malang : Madani,
2016.

Kasdi, Abdurrahman. Pemikiran Ibnu Khaldun dalam Perspektif Sosiologi dan Filsafat Sejarah,
Vol 2, No 1, Juni 2014, (diakses 1 November 2018).

Ambar, Model Komunikasi Newcomb – Asumsi – Konsep, di https://pakarkomunikasi.com/model-


komunikasi-newcomb, (diakses 1 Desember 2018).

Newcomb, Theodore. Siapakah Theodore Newcomb?. 2018. Di


http://theodorenewcomb.blogspot.com/2012/09/siapakah-theodore-newcomb.html, (diakses 1
November 2018).

23

Anda mungkin juga menyukai