Anda di halaman 1dari 19

TEORI-TEORI KOMUNIKASI PUBLIK

(Teori Determinisme Teknologi, Teori Difusi Inovasi, Teori Uses and Gratifications,
Teori Agenda Setting, Teori Media Critical)

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


“Komunikasi Publik”

Nama Penulis:
Sovie Dina Kumala
F02718298

Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Sonhaji Soleh, Dip, Is

PROGRAM MAGISTER KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2019
A. Latar Belakang

Komunikasi tidak pernah lepas dari perkembangan kehidupan manusia. Untuk


bertahan hidup bahkan melewati evolusi kehidupannya, manusia sangat memerlukan
komunikasi. Komunikasilah yang membantu manusia membangun peradabannya. Dengan
melakukan komunikasi pula, manusia mempelajari suatu hal dan membuat penghidupan
yang lebih baik pada dirinya.

Mungkin tidak pernah terpikirkan oleh kita sebelumnya, bahwa komunikasi yang kita
bangun setiap hari sesungguhnya bisa dijelaskan dengan teori. Teori komunikasi
membantu kita untuk memahami orang lain, bahkan bisa mempermudah ketika kita
berinteraksi dengan keluarga, teman dan masyarakat. Memang tidak semua kejadian di
dunia ini bisa dijelaskan teori, akan tetapi teori komunikasi bisa dijadikan untuk
memahami sebagian besar kejadian di muka bumi.

Di sisi lain, komunikasi juga erat kaitannya dengan media massa. Media massa
merupakan kebutuhan dalam mendukung berbagai aktivitas masyarakat urban. Dalam era
global saat ini, teknologi kian memudahkan masyarakat dalam memperoleh informasi
secara cepat dan mengikuti perkembangan. Media massa, seperti halnya pesan lisan dan
isyarat sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi manusia.

Perkembangan teknologi menyebabkan munculnya beragam penggunaan bahasa


sesuai dengan media yang digunakan. Teknologi informasi menjadi babak baru tata dunia
dan perkembangan komunikasi manusia. Revolusi komunikasi ini apabila diurutkan dapat
dimulai dari tahap pralisan, lisan, tulisan, cetakan, media massa, cybernetic hingga media
elektronik.

Media massa diyakini memiliki kekuatan yang maha dahsyat dalam mempengaruhi
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa dengan mudah dapat
mengarahkan masyarakat membentuk opini publik pada suatu peristiwa yang akan terjadi.
Media massa mampu mengarahkan, membimbing, dan mempengaruhi kehidupan di masa
kini dan di masa mendatang.1

Dari penjelasan tersebut, penting bagi kita untuk lebih memahami tentang teori dalam
komunikasi massa yang berkaitan dengan komunikasi publik. Teori-teori ini dapat
membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain dan khalayak publik.

1
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h 255
B. Pembahasan

1. Teori Determinisme Teknologi

Determinisme teknologi diartikan bahwa setiap kejadian atau tidakan yang


dilakukan manusia itu akibat pengaruh dari teknologi.2 Pada awalnya, manusia belum
membutuhkan teknologi, tetapi lambat laun, teknologi bisa mempengaruhi setiap apa
yang dilakukan manusia.

Teori determinisme teknologi dicetus oleh Marshall McLuhan pada tahun 1962
melalui tulisannya “The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man”.3
McLuhan adalah media-guru dari University of Toronto, ia pernah mengatakan bahwa
the medium is the mass-age (media adalah era massa), maksudnya, bahwa saat ini kita
hidup di era yang unik dalam sejarah peradaban manusia, yaitu era media massa.4
Terutama lagi, pada era media elektronik seperti sekarang ini, media pada hakikatnya
telah benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku
manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat
menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa tadi.

Menurut McLuhan, teknologi media telah menciptakan revolusi di tengah


masyarakat, ini disebabkan karena masyarakat bergantung kepada teknologi. Ia
melihat bahwa media berperan dalam menciptakan dan mengelola budaya. Pemikiran
McLuhan sering juga dinamakan teori ekologi media yang artinya studi mengenai
lingkungan media, gagasan bahwa teknologi dan teknik, mode informasi dan kode
komunikasi memainkan peran penting dalam kehidupan manusia. Istilah technological
determinism atau determinasi teknologi, menunjukkan pemikiran McLuhan, bahwa
teknologi berpengaruh sangat besar dalam masyarakat atau dengan kata lain kehidupan
manusia ditentukan teknologi.

McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat periode:

a. The tribal age (era suku atau purba)

Pada era purba atau era suku zaman dahulu, manusia hanya mengandalkan
indera pendengaran dalam berkomunikasi. Komunikasi pada era itu hanya

2
Andi Kardian Riva’I, Komunikasi Sosial Pembangunan: Tinjauan Komunikasi dalam Pembangunan Sosial,
(Pekanbaru: Hawa dan Ahwa, 2016), h 50
3
Ibid, h 51
4
Edi Santoso, Teori Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h 114
mendasarkan diri pada narasi, cerita, dongeng tuturan, dan sejenisnya. Jadi,
telinga adalah “raja” ketika itu (hearing is believing) dan kemampuan visual
manusia belum banyak diandalkan dalam komunikasi. Era primitif ini
kemudian tergusur dengan ditemukannya alfabet atau huruf.

b. The age of literacy (era literal/huruf)

Semenjak ditemukannya alfabet / huruf, cara manusia berkomunikasi banyak


berubah. Indera penglihatan kemudian menjadi dominan di era ini,
mengalahkan indera pendengaran. Manusia berkomunikasi tidak lagi
mengandalkan tuturan, tapi lebih kepada tulisan.

c. The print age (era cetak)

Ditemukannya mesin cetak menjadikan alfabet semakin menyebarluas ke


penjuru dunia. Kekuatan kata-kata melalui mesin cetak tersebut semakin
merajalela. Kehadiram mesin cetak dan kemudian mesin cetak menjadikan
menusia lebih bebas lagi untuk berkomunikasi.

d. The Electronic age (era elektronik)

Era ini juga menandai ditemukannya berbagai macam alat teknologi


komunikasi, seperti telegram, telepon, radio, film, televisi, VCR, fax,
computer dan internet. Pada masa ini, media massa mampu membawa
manusia untuk bersentuhan dengan manusia lainnya, kapan saja, di mana saja,
bahkan seketika itu juga.5

Menurutnya, transisi antar periode tadi, tidaklah bersifat bersifat gradual atau
evolusif, akan tetapi lebih disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi.6 McLuhan
menekankan bahwa teknologi komunikasi menjadi penyebab utama perubahan budaya.
Setiap penemuan teknologi baru, mulai dari penemuan huruf, mesin cetak, hingga
media elektronik mempengaruhi institusi budaya masyarakat. Sebagaimana ungkapan
McLuhan, “Kita membentuk peralatan kita dan mereka pada gilirannya membentuk
kita.” Ia juga memandang penemuan teknologi sebagai hal yang sangat vital karena
menjadi ekstensi dari kekuatan pengetahuan (kognitif) dan persepsi pemikiran manusia.

5
Ibid
6
Ibid
Menurut McLuhan, media tidak hanya terbatas pada media massa melainkan
segala sarana, instrumen atau alat yang berfungsi memperkuat organ, indra, dan fungsi
yang terdapat pada tubuh manusia. Media tidak hanya memperluas jangkauan dan
meningkatkan efisiensi manusia, tetapi juga berfungsi sebagai filter yang mampu
mengatur dan menafsirkan keberadaan manusia secara sosial. Pemikiran McLuhan
tidak lepas dari pengaruh atau bimbingan Harold Adam Innis (ahli ekonomi politik),
yang mengajarkan bahwa media adalah esensi peradaban dan bahwasanya sejarah
diarahkan oleh media yang mendominasi setiap zamannya. Antara McLuhan dengan
Innis, sama-sama menekankan bahwa media adalah kepanjangan atau ekstensi dari
pikiran manusia, dengan demikian media berperan penting (dominan) dalam
mempengaruhi tahapan atau periodisasi sejarah.7

• Media Panas dan Dingin

McLuhan membagi media menjadi dua jenis yaitu media panas (hot media) dan
media dingin (cool media). Media yang tidak menuntut perhatian besar dari pendengar,
pembaca, atau penonton (audiensi) media bersangkutan disebut media panas.8 Menurut
McLuhan, media ini merupakan komunikasi definisi tinggi yang menyediakan data
sensoris lengkap yang dapat diterima indera manusia. Pada media panas, audiensi tidak
dituntut untuk menggunakan daya imaginasinya, atau dapat dikatakan daya imaginasi
yang dibutuhkan sedikit.

Sedangkan media dingin merupakan media definisi rendah yang membutuhkan


partisipasi audiensi yang cukup besar, atau dapat dikatakan bahwa media dingin
merupakan komunikasi definisi rendah yang menuntut partisipasi aktif dari penonton,
pendengar, dan pembaca.9 Audiensi dituntut untuk menciptakan makna melalui
inderanya dan secara imajinatif melibatkan dirinya.

McLuhan menggolongkan radio, buku, foto, serta kuliah sebagai media panas.
Sedangkan televisi, seminar, dan film kartun sebagai media dingin. Salah satu
contohnya, mengapa televisi dianggap sebagai media dingin, sedangkan radio
dikategorikan sebagai media panas. Sebagian kalangan menilai bahwa kala itu tingkat
teknologi masih rendah. Selain itu, jika audiensi aktif menggunakan remote control
ketika menonton televisi, maka ia tengah terlibat dengan media dingin. McLuhan

7
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2013), h 486.
8
Ibid, 491
9
Ibid, 492
menggolongkan radio sebagai media panas karena kebanyakan orang menggunakan
radio untuk mengiringi aktivitas yang lain.10

• Media adalah Pesan

McLuhan menjelaskan bahwa media memiliki kekuatan dan memberikan


pengaruhnya kepada masyarakat. Menurut McLuhan, dalam menggunakan media
orang cenderung mementingkan isi pesannya saja, dan sering kali tidak menyadari
bahwa media yang menyampaikan pesan tersebut juga mempengaruhi
kehidupannya.11

Media membentuk dan mempengaruhi pesan atau informasi yang disampaikan.


Pesan yang disampaikan melalui radio memberikan pengaruh berbeda jika pesan
tersebut disampaikan melalui televisi. McLuhan menggunakan ungkapan media
sebagai pesan khususnya kepada media televisi. Seperti peristiwa serangan teroris di
New York atau Perang Teluk di Timur Tengah membuat perhatian orang beralih ke
televisi. Akan tetapi, orang hanya memperhatikan pesan yang disampaikan dan tidak
menyadari pentingnya televisi sebagai media.12

• Asumsi dasar Teori Determinisme Teknologi

1. Media melingkupi setiap tindakan di dalam masyarakat.

2. Media memperbaiki persepsi individu dan mengorganisasikan pengalaman


individu.

3. Media dapat menyatukan seluruh dunia.13

• Fenomena Teori Determinisme Teknologi


Sebagai contoh fenomena munculnya smartphone yang memungkinkan kita
untuk berhubungan dan bertukar informasi dengan siapa pun bahkan dengan
seseorang yang berada di tempat yang sangat jauh. Dengan adanya smartphone
membuat kita senang berdiskusi melalui teknologi tersebut, sehingga orang-orang
yang ada di satu tempat kemungkinan akan saling mengacuhkan (mendekatkan yang
jauh, menjauhkan yang dekat). Munculnya teknologi ini tentu sangat berpengaruh
dengan perilaku manusia.

10
Ibid, h 493
11
Ibid, h 494
12
Ibid
13
“Ekologi Media”, diakses pada 18 November 2019, https://id.wikipedia.org/wiki/Ekologi_media.
2. Teori Difusi Inovasi

Teori difusi inovasi pertama kali muncul pada tahun 1903, oleh seorang sosiolog
Perancis, Gabriel Tarde, namun dalam sejarah Amerika Serikat, teori difusi inovasi
baru muncul sejak tahun 1950-an.14 Everett M. Rogers merupakan salah satu pencetus
yang mengemukakan soal teori tersebut. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses di
mana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu
tertentu dalam sebuah sistem sosial.15

Seperti dalam buku “Diffusion of Innovations” tahun 1962, Everett M. Rogers


menyatakan bahwa perkembangan difusi inovasi ini menjadi landasan pemahaman
tentang inovasi, karakteristik inovasi, mengapa orang mengadopsi inovasi, faktor
sosial apa yang mendukung adaptasi inovasi dan bagaimana inovasi tersebut berproses
di dalam masyarakat.16

Tujuan utama dari difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi (ilmu
pengetahuan, teknologi, bidang pengembangan masyarakat) oleh anggota sistem
sosial tertentu. Sistem sosial tertentu ini dapat berupa individu, kelompok informal,
organisasi bahkan masyarakat.17

• Unsur-unsur Difusi Inovasi

a. Innovation, merupakan suatu ide, praktek, atau benda yang dianggap baru oleh
oleh individu atau kelompok

b. Communication channel, merupakan saluran di mana pesan itu dikirim dari


individu ke individu lain. Communication channels dibagi menjadi dua yaitu:

- Saluran media massa (mass media channel)

- Saluran antarpribadi (interpersonal cannel)

c. Time, pengaruh waktu dalam difusi inovasi adalah:

- Innovation decision process, merupakan proses keputusan inovasi atau


tahapan proses sejak seseorang menerima informasi pertama sampai ia
menerima atau menolak inovasi.

14
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006) h 283
15
Ibid
16
Ibid
17
Ibid
- Relative time which an innovation is adapted by individual or group, yaitu
waktu yang diperlukan oleh individu maupun kelompok untuk mengadopsi
sebuah inovasi.

- Innovations rate of adaption yaitu seberapa banyak jumlah anggota suatu


system mengadopsi suatu inovasi dalam periode waktu tertentu.

d. Social system adalah serangkaian bagian yang saling berhubungan dan


bertujuan untuk mencapai tujuan umum.18

Everett M. Rogers (1983: 165) mengatakan, merumuskan kembali teori ini dengan
memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 5 tahap dalam suatu proses difusi inovasi
yakni:19

1. Pengetahuan. Kesadaran individu akan adanya inovasi dan adanya pemahaman


tertentu tentang bagaimana inovasi tersebut berfungsi.

2. Persuasi. Individu membentuk/memiliki sifat yang menyetujui atau tidak


menyetujui inovasi tersebut.

3. Keputusan. Individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan
untuk mengadopsi inovasi tersebut.

4. Pelaksanaan. Individu melaksanakan keputusannya itu sesuai dengan pilihan-


pilihannya.

5. Konfirmasi. Individu akan mencari pendapat yang menguatkan keputusan yang


telah diambilnya, namun ia dapat berubah dari keputusan yang telah diambil
sebelumnya jika pesan-pesan mengenai inovasi yang diterimanya berlawanan satu
dengan lainnya.

• Faktor-faktor yang Mempengaruhi Difusi Inovasi

1. Karakter Inovasi

a. Keuntungan Relatif (relative advantage). Inovasi dapat diterima oleh


masyarakat apabila menguntungkan secara ekonomis atau dapat
meningkatkan prestise/status social serta kenyamanan dan kepuasan.

18
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi massa: Suatu Pengantar edisi revisi, (Bandung: Simbiosa, 2007), h 65
19
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006) h, 283
b. Kesesuaian (compitability). Suatu inovasi dirasakan konsisten dengan nilai-
nilai yang berlaku, pengalaman yang telah dimiliki, kesesuaian dengan
tradisi dan kebutuhan mereka yang melakukan adopsi.

c. Kerumitan (complexity). Suatu derajat inovasi yang dianggap sebagai


sesuatu yang sulit untuk dipahami dan digunakan.

d. Kemampuan yang diujicobakan (trial ability). Derajat di mana suatu


inovasi dapat diujicobakan dalam batas waktu tertentu.

e. Kemampuan diamati (observability). Derajat di mana hasil suatu inovasi


dapat terlihat dan diamati oleh orang lain, dikomunikasikan dan dapat
dideskripsikan. 20

Adapun 4 faktor yang mempengaruhi proses keputusan inovasi, yaitu:

a. Struktur social (social structure)

b. Norma system (system norms)

c. Pemimpin opini (opinion leaders)

d. Agen perubahan (change agent). 21

Teori Difusi Inovasi biasanya melibatkan berbagai sumber komunikasi yang


berbeda (media massa, advertensi, atau promosi, penyuluhan atau kontak-kontak
sosial yang informal) dan efektivitas sumber-sumber tersebut akan berbeda pada tiap
tahap, serta untuk fungsi yang berbeda pula. Jadi, media massa dan advertensi dapat
berperan dalam menciptakan kesadaran dan pengetahuan, penyuluhan berguna untuk
memersuasi, pengaruh antar pribadi berfungsi bagi keputusan untuk menerima atau
menolak inovasi dan pengalaman dalam menggunakan inovasi dapat menjadi sumber
konfirmasi untuk menerapkan inovasi atau sebaliknya.

Teori ini melihat adanya variabel-variabel penerima yang berfungsi pada tahap
pertama (pengetahuan) karena diperolehnya pengetahuan akan dipengaruhi oleh

20
Iffah Rosyiana, Innovative Behavior At Work: Tinjauan Psikologi & Implementasi di Organisasi,
(Yogyakarta: Budi Utama, 2019), h 28
21
Ibid
kepribadian atau karakteristik sosial. Meskipun demikian, setidaknya sejumlah
variabel penerima akan berpengaruh pula dalam tahap-tahap berikutnya dalam proses
difusi, inovasi. Ini terjadi juga dengan variabel-variabel sistem sosial yang berperan
terutama pada tahap awal (pengetahuan) dan tahap berikutnya.22

22
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada, 2006) h 277-279
3. Teori Uses and Gratifications

Teori uses and gratifications atau biasa disebut dengan teori penggunaan dan
kepuasan merupakan perluasan dari teori kebutuhan dan motivasi. Menurut Abraham
Maslow, dalam teori kebutuhan dan motivasi, orang secara aktif berusaha memenuhi
suatu hirarki kebutuhan.23 Pada tahun 1959, pendekatan uses and gratifications
pertama kali dijabarkan oleh Elihu Katz dalam artikel yang ia tulis, dan di dalamnya
Katz berpendapat bahwa bidang yang sedang sekarat adalah kajian tentang
komunikasi massa sebagai persuasi. Artikel yang ditulis Katz merupakan wujud protes
terhadap Bernard Berelson yang menilai bidang penelitian komunikasi telah mati.

Katz juga berpendapat bahwa kebanyakan penelitian komunikasi pada masa itu
meneliti untuk mencari jawaban tentang hal-hal yang dilakukan media kepada
khalayak. Dalam hal ini, Katz menyebutkan sejumlah kajian sejenis yang sudah
dilakukan. Menurutnya terdapat kajian yang dilakukan Berelson pada tahun 1949
(dengan mewawancarai orang mengenai apa yang mereka lewatkan selama terjadinya
pemogokan surat kabar) mengundang pertanyaan yang berjudul “What Missing the
Newspaper Means”.

Saat itu terjadi pemogokan bagian pengiriman yang berlangsung selama dua
minggu. Dalam rentan waktu itu, sebagian pembaca surat kabar melakukan pencarian
sumber berita lainnya. Hal itu mereka lakukan agar tidak melewatan informasi yang
tidak mereka ketahui. Berbagai motif timbul terkait hal tersebut seperti, anggapan
bahwa membaca merupakan kegiatan yang diterima secara sosial dan opini tentang
surat kabar yang merupakan sumber informasi yang tak tergantikan dalam pemenuhan
informasi tentang hal-hal asing atau baru yang ada di luar mereka. Sebagian lainnya
beranggapan bahwa pemenuhan informasi melalui media merupakan bentuk hiburan,
relaksasi, pelarian, dan interaksi sosial.

Selain motif tersebut, khalayak menggunakan media untuk melakukan


pemenuhan atas kebutuhannya seperti halnya mencari bantuan untuk keseharian

23
Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Salemba
Humanika, 2008), h 101.
mereka dengan membaca berbagai materi yang berkenaan dengan resep makanan,
mode, ramalan cuaca, maupun informasi lainnya yang bermanfaat.24

Teori uses and gratifications menilai bahwa audience dalam menggunakan


media berorientasi pada tujuan, aktif dan diskriminatif. Audience mengetahui
kebutuhannya yang disertai dengan tanggung jawab terhadap pilihan media yang
dapat memenuhi kebutuhannya tersebut. Teori ini juga menjelaskan mengenai waktu
dan proses audience dalam mengonsumsi media yang menjadi lebih aktif atau kurang
aktif, dan akibat dari penggunaan media yang dipilih. Penggunaan media didorong
adanya kebutuhan dan tujuan yang ditentukan oleh audience.

• Asumsi Teori Uses and Gratification

Terdapat beberapa asumsi dasar dari gagasan teori penggunaan dan kepuasan (uses
and gratifications) oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch yaitu:

1. Audience aktif dan berorientasi pada tujuan saat menggunakan media.

2. Inisiatif untuk mendapat kepuasan media ditentukan audience.

3. Media berkompetisi dengan sumber kepuasan lain.

4. Audience sadar sepenuhnya terhadap ketertarikan, motif, dan penggunaan


media.

5. Penilaian isi media ditentukan audience.25

Dalam perspektif teori uses and gratifications, audience dipandang sebagai


partisipan aktif dalam proses komunikasi, dan tingkat keaktifan yang masing-masing
berbeda. Perilaku audien mengacu pada target dan tujuan yang ingin dicapai media
atas dasar motivasi, tujuan, dan kebutuhannya.

Pada tahun 1972, McQuail beserta rekannya mengemukakan beberapa alasan


audience menggunakan media, meliputi:

1. Pengalihan; melarikan diri dari rutinitas atau masalah sehari-hari.

2. Hubungan personal; media digunakan ketika individu menjadikan media


sebagai pengganti teman.

24
Werner J. Severin dan James W. Tankard Jr., Teori Komunikasi: Sejarah, Metode & Terapan di dalam Media
Massa (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009), h 354.
25
Morissan, Teori Komunikasi Dari Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2013), h 509.
3. Identitas personal; cara untuk memperkuat nilai-nilai individu.

4. Pengawasan; informasi mengenai bagaimana media membantu individu


mencapai sesuatu.26

Hakikatnya, teori uses and gratifications merupakan alternatif untuk meninjau


hubungan antara isi media dan audience, yang disertai dengan klasifikasi isi media
berdasarkan fungsinya. Meskipun diragukan adanya satu atau beberapa model uses
and gratifications, Katz (1974) dan Denic McQuail (1975) menggambarkan logika
yang mendasari pendekatan mengenai uses and gratifications, di antaranya:

Kondisi sosial-psikologis individu, hal tersebut akan menyebabkan adanya;

Kebutuhan, yang dapat menimbulkan;

Harapan-harapan, terhadap;

Media massa atau sumber-sumber lain, sehingga menimbulkan adanya;

Perbedaan pola penggunaan media (keterlibatan dalam aktivitas lainnya) yang


akhirnya akan menghasilkan;

Pemenuhan kebutuhan, dan

Konsekuensi lainnya, termasuk hal yang tidak diharapkan sebelumnya. Sebagai


tambahan bagi elemen-elemen dasar tersebut, pendekatan uses and gratifications
sering memasukkan unsur motif untuk memuaskan kebutuhan dan alternatif-alternatif
fungsional untuk memenuhi kebutuhan.27

Sebagai contoh dalam teori ini yaitu ‘acara musik’, kita dapat melihat dari
kepuasan penonton salah satunya dengan menonton acara musik di TV. Para anak
muda lebih mencari kepuasan dengan musik terupdate melalui tayangan acara musik
di TV.

4. Teori Agenda Setting

Agenda setting pertama kali diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw dalam
Public Opinion Quarterly tahun 1972, berjudul The agenda-setting function of mass
media.28 Asumsi dasar teori agenda setting adalah jika media memberi tekanan pada

26
Morissan, Teori Komunikasi Dari Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2013), h 510.
27
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat
(Jakarta: Fajar Intrapratama Mandiri, 2013), h 290.
28
Ibid, h 285
suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya
penting.29 Jadi, apa yang dianggap penting bagi media, maka akan penting juga bagi
masyarakat. Oleh sebab itu, apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu
dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum.
Asusmsi ini berasal dari asumsi lain bahwa media massa memiliki efek yang sangat
kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat.30

Teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-
isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya.

McCombs dan Donald Shaw mengatakan pula bahwa audience tidak hanya
mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga
mempelajari seberapa arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media
massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.31

Pada tahun 1976, McCombs dan Shaw mengambil kasus Watergate sebagai
ilustrasi dari fungsi agenda setting. Mereka menunjukkan bahwa sebenarnya bukanlah
sesuatu yang baru dalam mengungkap kasus politik yang korup, tetapi pemberitaan
surat kabar yang sangat intensif dan diikuti oleh penanyakan dengar pendapat di
Dewan Perwakilan melalui televisi, telah membuat kasus Watergate menjadi ‘topic of
the year’.32

Menurut Everet Rogers dan James Dearing (1988), agenda setting merupakan
proses linear yang terdiri atas tiga tahap, yakni:

1. Penetapan agenda media (media agenda), yaitu penentuan prioritas isu oleh media
massa.

2. Media agenda dalam cara tertentu akan mempengaruhi atau berinteraksi dengan
apa yang menjadi pikiran publik maka interaksi tersebut akan menghasilkan
‘agenda publik’ (public agenda).

3. Agenda publik akan berinteraksi sedemikian rupa dengan apa yang dinilai penting
oleh pengambil kebijakan, yaitu pemerintah, dan interaksi tersebut akan

29
Ibid
30
Ibid
31
Ibid
32
Ibid
menghasilkan agenda kebijakan (policy agenda). Agenda media akan
mempengaruhi agenda publik dan pada gilirannya, agenda publik akan
mempengaruhi agenda kebijakan.33

Sejumlah studi menunjukkan bahwa media memiliki kekuatan yang besar dalam
mempengaruhi agenda publik, namun belum tentu agenda publik juga mempengaruhi
agenda media. Dalam hal ini, hubungan yang terjadi bersifat non-linear atau saling
mempengaruhi (mutual) dibandingkan linear. Lebih jauh, peristiwa-peristiwa besar
(seperti bencana) memberikan efek pada agenda publik maupun agenda media.

Menurut penelitian Brosius dan Kepplinger (1990) terhadap program berita


televisi di Jerman menemukan bahwa media dapat mempengaruhi agenda publik
dalam wilayah tertentu, namun sebaliknya kesadaran publik juga mempengaruhi
media dalam wilayah lainnya.

Penelitian ini juga menemukan adanya peran early recognizer, yaitu orang-orang
yang terlebih dahulu mengetahui atau mengenali suatu isi yang penting bagi
masyarakat dan menyebarluaskan isu tersebut kepada orang lain. Intensitas dan
jumlah berita yang disampaikan media akan menentukan seberapa jauh pengaruh
televisi dalam menciptakan kesadaran publik terhadap suatu isi. Namun sebaliknya,
kesadaran publik juga dapat mempengaruhi isi media ketika perhatian publik terhadap
suatu isu tertentu meningkat terus-menerus secara konsisten.

Wanta dan Foote (1994) melakukan penelitian mengenai sumber-sumber berita


yang menentukan agenda media, dengan meneliti pengaruh agenda presiden terhadap
agenda media di Amerika. Kedua peneliti ini mempelajari berbagai berita utama
(headlines) yang diberitakan media massa dalam periode sebulan sebelum dan
sesudah pidato kenegaraan presiden (president’s state of the union address) yang
diadakan setiap tahun. Terdapat 16 isu yang disampaikan presiden dalam pidatonya.
Ke-16 isu tersebut kemudian dibandingkan dengan isu yang disampaikan media
sebulan sebelum dan sesudah pidato dilaksanakan, hasilnya menunjukkan bahwa
laporan media sangat dipengaruhi oleh agenda presiden. Agenda presiden sangat kuat
mempengaruhi agenda media, sedangkan isu yang dikemukakan media tidak
memberikan pengaruh signifikan terhadapat agendapresiden. Dengan hal ini, agenda

33
Ibid
media memberikan pengaruh kepada agenda presiden hanya pada tiga isu dari
keseluruhan 16 isu.34

McMomb menyatakan bahwa, “Pemikiran saat ini mengenai pemilihan berita


memberikan perhatian pada peran penting para humas professional yang bekerja pada
berbagai badan pemerintahan, korporasi dan kelompok-kelompok kepentingan.
Pandangan lain dari Stepehn Reese (1991) menyatakan bahwa agenda media
merupakan hasil tekanan (pressure) yang berasal dari luar dan dari dalam media itu
sendiri. Dengan kata lain, agenda media sebenarnya terbentuk berdasarkan kombinasi
sejumlah faktor yang memberikan tekanan kepada media, seperti proses penentuan
program internal, keputusan redaksi dan manajemen, serta berbagai pengaruh
eksternal yang ebrasal dari sumber non-media, seperti pengaruh individu tertentu,
pengaruh pejabat pemerintahan, pemasang iklan dan sponsor.35

Kekuatan media dalam membentuk agenda publik tergantung pada hubungan


media yang bersangkutan dengan pusat kekuasaan. Jika media memiliki hubungan
yang dekat dengan kelompok elit masyarakat, maka kelompok tersebut akan
mempengaruhi agenda media dan pada gilirannya juga akan mempengaruhi agenda
publik.

Terdapat empat tipe hubungan kekuasaan (power relation) antara media massa
dengan sumber-sumber kekuasaan diluar media, khusunya pemerintah/penguasa,
yaitu:

a. High-power source, high-power media (sumber kekuasaan luar besar,


kekuasaan media besar)

b. High-power source, low-power media (sumber kekuasaan luar besar,


kekuasaan media kecil)

c. Lower-power source, high-power media (sumber kekuasaan luar kecil,


kekuasaan media besar)

d. Low-power source, low-power media (sumber kekuasaan luar kecil,


kekuasaan media kecil)

34
Ibid
35
Ibid, 499
5. Teori Media Critical

Teori media kritis berasal dari aliran ilmu-ilmu kritis yang bersumber pada ilmu
sosial Marxis. Beberapa tokoh yang mempeloporinya antara lain Karl Mark, Engels
(pemikiran klasik), George Lukacs, Korsch, Gramschi, Guevara, Regis, Debay, T
Adorno, Horkheimer, Marcuse, Habermas, Altrusser, Johan Galtung, Cardoso, Dos
Santos, Paul Baran Samir Amin, Hamza Alavi (pemikiran modern). Ilmu ini juga
disebut dengan emancipatory science (cabang ilmu sosial yang berjuang untuk
mendobrak status quo dan membebaskan manusia, khususnya rakyat miskin dan kecil
dari status quo dan struktur sistem yang menindas).36

Beberapa teori studi budaya (cultural studies) dan ekonomi politik juga bisa
dikaitkan dengan teori kritis. Sebab, teori-teori itu secara terbuka menekankan
perlunya evaluasi dan kritik terhadap status quo. Teori kritis membangun pertanyaan
dan menyediakan alternatif jalan untuk menginterpretasikan hukum sosial media
massa.

Teori kritis sering menganalisis secara khusus lembaga sosial, penyelidikan luas
untuk yang dinilai objektif adalah mencari dan mencapai. Media massa dan budaya
massa telah mempromosikan banyak hal yang ikut menjadi sasaran teori kritis. Bahkan
ketika media massa tidak melihat sebagai sumber masalah khusus, mereka dikritik
untuk memperburuk atau melindungi masalah dari yang diidentifikasikan atau disebut
dan dipecahkan.37

Bisa dikatakan bahwa teori media kritis ini sebisa mungkin mendorong
perubahan secara terus-menerus. Hegemoni pemilik modal sudah saatnya dihilangkan
dengan perlawanan. Sebab, pemilik modal biasanya akan lebih mementingkan safety
first bisnis media massanya. Artinya, jika kebijakan media mengancam kemarahan
pemerintah yang akhirnya mengancam bisnis medianya harus dilawan. Teori media
kritis merupakan alternatif baru dalam usaha memahami seluk-beluk media dan
bagaimana media itu harus selalu bersikap untuk tidak mengukuhkan status quo.

Menurut perspektif teori ini, media tidak boleh hanya memberitakan fakta atau
kejadian yang justru memperkuat status quo. Media harus terus mengkritisi setiap
ketidakadilan yang ada di sekitarnya. Hal ini juga berarti, media tidak boleh tunduk

36
Khomsahrial Romli, Komunikasi Massa, (Jakarta: PT Grasindo, 2016), h 55
37
Ibid, h 56
pada pemilik modal yang kadang ikut menghegemoni isi medianya. Media harus terus
mengkritisi dan melawan segala bentuk hegemoni dan kekuasaan yang hanya berada
di tangan penguasa.38

C. Kesimpulan

Dari 5 teori yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa teori determinisme
teknologi berpengaruh sangat besar dalam masyarakat. Kehidupan manusia ditentukan
oleh teknologi. McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat periode,
era suku purba, era literasi / huruf, era cetak, era elektronik.

Di sisi lain, dalam teori difusi inovasi, proses keputusan inovasi merupakan bagian
dari difusi inovasi yaitu proses seseorang mulai dari tahu tentang inovasi sampai dengan
mengambil keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut.

Teori uses and gratifications atau (penggunaan dan kepuasan) merupakan perluasan
dari teori kebutuhan dan motivasi. Dalam teori ini, orang secara aktif berusaha memenuhi
suatu hirarki kebutuhan. Teori uses and gratifications menilai bahwa audience dalam
menggunakan media berorientasi pada tujuan, aktif dan diskriminatif.

Teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu
apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya. Tak
hanya itu, audience juga mempelajari seberapa arti penting pada suatu isu atau topik dari
cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.

Kemudian dalam teori media kritis, audience sebisa mungkin dapat mendorong
perubahan secara terus-menerus. Hegemoni pemilik modal sudah saatnya dihilangkan
dengan perlawanan. Sebab, pemilik modal biasanya akan lebih mementingkan safety first
bisnis media massanya. Artinya, jika kebijakan media mengancam kemarahan pemerintah
yang akhirnya mengancam bisnis medianya harus dilawan. Teori media kritis merupakan
alternatif baru dalam usaha memahami seluk-beluk media dan bagaimana media itu harus
selalu bersikap untuk tidak mengukuhkan status quo.

38
Ibid
D. Daftar Referensi

Andi Kardian Riva’i, Komunikasi Sosial Pembangunan: Tinjauan Komunikasi dalam


Pembangunan Sosial, (Pekanbaru: Hawa dan Ahwa, 2016)

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006)

Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi


Komunikasi di Masyarakat (Jakarta: Fajar Intrapratama Mandiri, 2013)

Edi Santoso, Teori Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010)

Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi massa: Suatu Pengantar edisi revisi, (Bandung:
Simbiosa, 2007)

Iffah Rosyiana, Innovative Behavior At Work: Tinjauan Psikologi & Implementasi di


Organisasi, (Yogyakarta: Budi Utama, 2019)

Khomsahrial Romli, Komunikasi Massa, (Jakarta: PT Grasindo, 2016)

Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2013)

Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009)

Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi
(Jakarta: Salemba Humanika, 2008)

Werner J. Severin dan James W. Tankard Jr., Teori Komunikasi: Sejarah, Metode &
Terapan di dalam Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009)

Anda mungkin juga menyukai