(Teori Determinisme Teknologi, Teori Difusi Inovasi, Teori Uses and Gratifications,
Teori Agenda Setting, Teori Media Critical)
Nama Penulis:
Sovie Dina Kumala
F02718298
Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Sonhaji Soleh, Dip, Is
Mungkin tidak pernah terpikirkan oleh kita sebelumnya, bahwa komunikasi yang kita
bangun setiap hari sesungguhnya bisa dijelaskan dengan teori. Teori komunikasi
membantu kita untuk memahami orang lain, bahkan bisa mempermudah ketika kita
berinteraksi dengan keluarga, teman dan masyarakat. Memang tidak semua kejadian di
dunia ini bisa dijelaskan teori, akan tetapi teori komunikasi bisa dijadikan untuk
memahami sebagian besar kejadian di muka bumi.
Di sisi lain, komunikasi juga erat kaitannya dengan media massa. Media massa
merupakan kebutuhan dalam mendukung berbagai aktivitas masyarakat urban. Dalam era
global saat ini, teknologi kian memudahkan masyarakat dalam memperoleh informasi
secara cepat dan mengikuti perkembangan. Media massa, seperti halnya pesan lisan dan
isyarat sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari komunikasi manusia.
Media massa diyakini memiliki kekuatan yang maha dahsyat dalam mempengaruhi
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Bahkan media massa dengan mudah dapat
mengarahkan masyarakat membentuk opini publik pada suatu peristiwa yang akan terjadi.
Media massa mampu mengarahkan, membimbing, dan mempengaruhi kehidupan di masa
kini dan di masa mendatang.1
Dari penjelasan tersebut, penting bagi kita untuk lebih memahami tentang teori dalam
komunikasi massa yang berkaitan dengan komunikasi publik. Teori-teori ini dapat
membantu kita dalam berkomunikasi dengan orang lain dan khalayak publik.
1
Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h 255
B. Pembahasan
Teori determinisme teknologi dicetus oleh Marshall McLuhan pada tahun 1962
melalui tulisannya “The Gutenberg Galaxy: The Making of Typographic Man”.3
McLuhan adalah media-guru dari University of Toronto, ia pernah mengatakan bahwa
the medium is the mass-age (media adalah era massa), maksudnya, bahwa saat ini kita
hidup di era yang unik dalam sejarah peradaban manusia, yaitu era media massa.4
Terutama lagi, pada era media elektronik seperti sekarang ini, media pada hakikatnya
telah benar-benar mempengaruhi cara berpikir, merasakan, dan bertingkah laku
manusia itu sendiri. Kita saat ini berada pada era revolusi, yaitu revolusi masyarakat
menjadi massa, oleh karena kehadiran media massa tadi.
Pada era purba atau era suku zaman dahulu, manusia hanya mengandalkan
indera pendengaran dalam berkomunikasi. Komunikasi pada era itu hanya
2
Andi Kardian Riva’I, Komunikasi Sosial Pembangunan: Tinjauan Komunikasi dalam Pembangunan Sosial,
(Pekanbaru: Hawa dan Ahwa, 2016), h 50
3
Ibid, h 51
4
Edi Santoso, Teori Komunikasi, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h 114
mendasarkan diri pada narasi, cerita, dongeng tuturan, dan sejenisnya. Jadi,
telinga adalah “raja” ketika itu (hearing is believing) dan kemampuan visual
manusia belum banyak diandalkan dalam komunikasi. Era primitif ini
kemudian tergusur dengan ditemukannya alfabet atau huruf.
Menurutnya, transisi antar periode tadi, tidaklah bersifat bersifat gradual atau
evolusif, akan tetapi lebih disebabkan oleh penemuan teknologi komunikasi.6 McLuhan
menekankan bahwa teknologi komunikasi menjadi penyebab utama perubahan budaya.
Setiap penemuan teknologi baru, mulai dari penemuan huruf, mesin cetak, hingga
media elektronik mempengaruhi institusi budaya masyarakat. Sebagaimana ungkapan
McLuhan, “Kita membentuk peralatan kita dan mereka pada gilirannya membentuk
kita.” Ia juga memandang penemuan teknologi sebagai hal yang sangat vital karena
menjadi ekstensi dari kekuatan pengetahuan (kognitif) dan persepsi pemikiran manusia.
5
Ibid
6
Ibid
Menurut McLuhan, media tidak hanya terbatas pada media massa melainkan
segala sarana, instrumen atau alat yang berfungsi memperkuat organ, indra, dan fungsi
yang terdapat pada tubuh manusia. Media tidak hanya memperluas jangkauan dan
meningkatkan efisiensi manusia, tetapi juga berfungsi sebagai filter yang mampu
mengatur dan menafsirkan keberadaan manusia secara sosial. Pemikiran McLuhan
tidak lepas dari pengaruh atau bimbingan Harold Adam Innis (ahli ekonomi politik),
yang mengajarkan bahwa media adalah esensi peradaban dan bahwasanya sejarah
diarahkan oleh media yang mendominasi setiap zamannya. Antara McLuhan dengan
Innis, sama-sama menekankan bahwa media adalah kepanjangan atau ekstensi dari
pikiran manusia, dengan demikian media berperan penting (dominan) dalam
mempengaruhi tahapan atau periodisasi sejarah.7
McLuhan membagi media menjadi dua jenis yaitu media panas (hot media) dan
media dingin (cool media). Media yang tidak menuntut perhatian besar dari pendengar,
pembaca, atau penonton (audiensi) media bersangkutan disebut media panas.8 Menurut
McLuhan, media ini merupakan komunikasi definisi tinggi yang menyediakan data
sensoris lengkap yang dapat diterima indera manusia. Pada media panas, audiensi tidak
dituntut untuk menggunakan daya imaginasinya, atau dapat dikatakan daya imaginasi
yang dibutuhkan sedikit.
McLuhan menggolongkan radio, buku, foto, serta kuliah sebagai media panas.
Sedangkan televisi, seminar, dan film kartun sebagai media dingin. Salah satu
contohnya, mengapa televisi dianggap sebagai media dingin, sedangkan radio
dikategorikan sebagai media panas. Sebagian kalangan menilai bahwa kala itu tingkat
teknologi masih rendah. Selain itu, jika audiensi aktif menggunakan remote control
ketika menonton televisi, maka ia tengah terlibat dengan media dingin. McLuhan
7
Morissan, Teori Komunikasi Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2013), h 486.
8
Ibid, 491
9
Ibid, 492
menggolongkan radio sebagai media panas karena kebanyakan orang menggunakan
radio untuk mengiringi aktivitas yang lain.10
10
Ibid, h 493
11
Ibid, h 494
12
Ibid
13
“Ekologi Media”, diakses pada 18 November 2019, https://id.wikipedia.org/wiki/Ekologi_media.
2. Teori Difusi Inovasi
Teori difusi inovasi pertama kali muncul pada tahun 1903, oleh seorang sosiolog
Perancis, Gabriel Tarde, namun dalam sejarah Amerika Serikat, teori difusi inovasi
baru muncul sejak tahun 1950-an.14 Everett M. Rogers merupakan salah satu pencetus
yang mengemukakan soal teori tersebut. Ia mendefinisikan difusi sebagai proses di
mana sebuah inovasi dikomunikasikan melalui berbagai saluran dan jangka waktu
tertentu dalam sebuah sistem sosial.15
Tujuan utama dari difusi inovasi adalah diadopsinya suatu inovasi (ilmu
pengetahuan, teknologi, bidang pengembangan masyarakat) oleh anggota sistem
sosial tertentu. Sistem sosial tertentu ini dapat berupa individu, kelompok informal,
organisasi bahkan masyarakat.17
a. Innovation, merupakan suatu ide, praktek, atau benda yang dianggap baru oleh
oleh individu atau kelompok
14
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006) h 283
15
Ibid
16
Ibid
17
Ibid
- Relative time which an innovation is adapted by individual or group, yaitu
waktu yang diperlukan oleh individu maupun kelompok untuk mengadopsi
sebuah inovasi.
Everett M. Rogers (1983: 165) mengatakan, merumuskan kembali teori ini dengan
memberikan asumsi bahwa sedikitnya ada 5 tahap dalam suatu proses difusi inovasi
yakni:19
3. Keputusan. Individu terlibat dalam aktivitas yang membawa pada suatu pilihan
untuk mengadopsi inovasi tersebut.
1. Karakter Inovasi
18
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi massa: Suatu Pengantar edisi revisi, (Bandung: Simbiosa, 2007), h 65
19
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2006) h, 283
b. Kesesuaian (compitability). Suatu inovasi dirasakan konsisten dengan nilai-
nilai yang berlaku, pengalaman yang telah dimiliki, kesesuaian dengan
tradisi dan kebutuhan mereka yang melakukan adopsi.
Teori ini melihat adanya variabel-variabel penerima yang berfungsi pada tahap
pertama (pengetahuan) karena diperolehnya pengetahuan akan dipengaruhi oleh
20
Iffah Rosyiana, Innovative Behavior At Work: Tinjauan Psikologi & Implementasi di Organisasi,
(Yogyakarta: Budi Utama, 2019), h 28
21
Ibid
kepribadian atau karakteristik sosial. Meskipun demikian, setidaknya sejumlah
variabel penerima akan berpengaruh pula dalam tahap-tahap berikutnya dalam proses
difusi, inovasi. Ini terjadi juga dengan variabel-variabel sistem sosial yang berperan
terutama pada tahap awal (pengetahuan) dan tahap berikutnya.22
22
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi (Jakarta: Kencana Prenada, 2006) h 277-279
3. Teori Uses and Gratifications
Teori uses and gratifications atau biasa disebut dengan teori penggunaan dan
kepuasan merupakan perluasan dari teori kebutuhan dan motivasi. Menurut Abraham
Maslow, dalam teori kebutuhan dan motivasi, orang secara aktif berusaha memenuhi
suatu hirarki kebutuhan.23 Pada tahun 1959, pendekatan uses and gratifications
pertama kali dijabarkan oleh Elihu Katz dalam artikel yang ia tulis, dan di dalamnya
Katz berpendapat bahwa bidang yang sedang sekarat adalah kajian tentang
komunikasi massa sebagai persuasi. Artikel yang ditulis Katz merupakan wujud protes
terhadap Bernard Berelson yang menilai bidang penelitian komunikasi telah mati.
Katz juga berpendapat bahwa kebanyakan penelitian komunikasi pada masa itu
meneliti untuk mencari jawaban tentang hal-hal yang dilakukan media kepada
khalayak. Dalam hal ini, Katz menyebutkan sejumlah kajian sejenis yang sudah
dilakukan. Menurutnya terdapat kajian yang dilakukan Berelson pada tahun 1949
(dengan mewawancarai orang mengenai apa yang mereka lewatkan selama terjadinya
pemogokan surat kabar) mengundang pertanyaan yang berjudul “What Missing the
Newspaper Means”.
Saat itu terjadi pemogokan bagian pengiriman yang berlangsung selama dua
minggu. Dalam rentan waktu itu, sebagian pembaca surat kabar melakukan pencarian
sumber berita lainnya. Hal itu mereka lakukan agar tidak melewatan informasi yang
tidak mereka ketahui. Berbagai motif timbul terkait hal tersebut seperti, anggapan
bahwa membaca merupakan kegiatan yang diterima secara sosial dan opini tentang
surat kabar yang merupakan sumber informasi yang tak tergantikan dalam pemenuhan
informasi tentang hal-hal asing atau baru yang ada di luar mereka. Sebagian lainnya
beranggapan bahwa pemenuhan informasi melalui media merupakan bentuk hiburan,
relaksasi, pelarian, dan interaksi sosial.
23
Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Jakarta: Salemba
Humanika, 2008), h 101.
mereka dengan membaca berbagai materi yang berkenaan dengan resep makanan,
mode, ramalan cuaca, maupun informasi lainnya yang bermanfaat.24
Terdapat beberapa asumsi dasar dari gagasan teori penggunaan dan kepuasan (uses
and gratifications) oleh Elihu Katz, Jay G. Blumler, dan Michael Gurevitch yaitu:
24
Werner J. Severin dan James W. Tankard Jr., Teori Komunikasi: Sejarah, Metode & Terapan di dalam Media
Massa (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009), h 354.
25
Morissan, Teori Komunikasi Dari Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2013), h 509.
3. Identitas personal; cara untuk memperkuat nilai-nilai individu.
Harapan-harapan, terhadap;
Sebagai contoh dalam teori ini yaitu ‘acara musik’, kita dapat melihat dari
kepuasan penonton salah satunya dengan menonton acara musik di TV. Para anak
muda lebih mencari kepuasan dengan musik terupdate melalui tayangan acara musik
di TV.
Agenda setting pertama kali diperkenalkan oleh McCombs dan DL Shaw dalam
Public Opinion Quarterly tahun 1972, berjudul The agenda-setting function of mass
media.28 Asumsi dasar teori agenda setting adalah jika media memberi tekanan pada
26
Morissan, Teori Komunikasi Dari Individu Hingga Massa (Jakarta: Kencana, 2013), h 510.
27
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat
(Jakarta: Fajar Intrapratama Mandiri, 2013), h 290.
28
Ibid, h 285
suatu peristiwa, maka media itu akan mempengaruhi khalayak untuk menganggapnya
penting.29 Jadi, apa yang dianggap penting bagi media, maka akan penting juga bagi
masyarakat. Oleh sebab itu, apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu
dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum.
Asusmsi ini berasal dari asumsi lain bahwa media massa memiliki efek yang sangat
kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan
perubahan sikap dan pendapat.30
Teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-
isu apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya.
McCombs dan Donald Shaw mengatakan pula bahwa audience tidak hanya
mempelajari berita-berita dan hal-hal lainnya melalui media massa, tetapi juga
mempelajari seberapa arti penting diberikan pada suatu isu atau topik dari cara media
massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.31
Pada tahun 1976, McCombs dan Shaw mengambil kasus Watergate sebagai
ilustrasi dari fungsi agenda setting. Mereka menunjukkan bahwa sebenarnya bukanlah
sesuatu yang baru dalam mengungkap kasus politik yang korup, tetapi pemberitaan
surat kabar yang sangat intensif dan diikuti oleh penanyakan dengar pendapat di
Dewan Perwakilan melalui televisi, telah membuat kasus Watergate menjadi ‘topic of
the year’.32
Menurut Everet Rogers dan James Dearing (1988), agenda setting merupakan
proses linear yang terdiri atas tiga tahap, yakni:
1. Penetapan agenda media (media agenda), yaitu penentuan prioritas isu oleh media
massa.
2. Media agenda dalam cara tertentu akan mempengaruhi atau berinteraksi dengan
apa yang menjadi pikiran publik maka interaksi tersebut akan menghasilkan
‘agenda publik’ (public agenda).
3. Agenda publik akan berinteraksi sedemikian rupa dengan apa yang dinilai penting
oleh pengambil kebijakan, yaitu pemerintah, dan interaksi tersebut akan
29
Ibid
30
Ibid
31
Ibid
32
Ibid
menghasilkan agenda kebijakan (policy agenda). Agenda media akan
mempengaruhi agenda publik dan pada gilirannya, agenda publik akan
mempengaruhi agenda kebijakan.33
Sejumlah studi menunjukkan bahwa media memiliki kekuatan yang besar dalam
mempengaruhi agenda publik, namun belum tentu agenda publik juga mempengaruhi
agenda media. Dalam hal ini, hubungan yang terjadi bersifat non-linear atau saling
mempengaruhi (mutual) dibandingkan linear. Lebih jauh, peristiwa-peristiwa besar
(seperti bencana) memberikan efek pada agenda publik maupun agenda media.
Penelitian ini juga menemukan adanya peran early recognizer, yaitu orang-orang
yang terlebih dahulu mengetahui atau mengenali suatu isi yang penting bagi
masyarakat dan menyebarluaskan isu tersebut kepada orang lain. Intensitas dan
jumlah berita yang disampaikan media akan menentukan seberapa jauh pengaruh
televisi dalam menciptakan kesadaran publik terhadap suatu isi. Namun sebaliknya,
kesadaran publik juga dapat mempengaruhi isi media ketika perhatian publik terhadap
suatu isu tertentu meningkat terus-menerus secara konsisten.
33
Ibid
media memberikan pengaruh kepada agenda presiden hanya pada tiga isu dari
keseluruhan 16 isu.34
Terdapat empat tipe hubungan kekuasaan (power relation) antara media massa
dengan sumber-sumber kekuasaan diluar media, khusunya pemerintah/penguasa,
yaitu:
34
Ibid
35
Ibid, 499
5. Teori Media Critical
Teori media kritis berasal dari aliran ilmu-ilmu kritis yang bersumber pada ilmu
sosial Marxis. Beberapa tokoh yang mempeloporinya antara lain Karl Mark, Engels
(pemikiran klasik), George Lukacs, Korsch, Gramschi, Guevara, Regis, Debay, T
Adorno, Horkheimer, Marcuse, Habermas, Altrusser, Johan Galtung, Cardoso, Dos
Santos, Paul Baran Samir Amin, Hamza Alavi (pemikiran modern). Ilmu ini juga
disebut dengan emancipatory science (cabang ilmu sosial yang berjuang untuk
mendobrak status quo dan membebaskan manusia, khususnya rakyat miskin dan kecil
dari status quo dan struktur sistem yang menindas).36
Beberapa teori studi budaya (cultural studies) dan ekonomi politik juga bisa
dikaitkan dengan teori kritis. Sebab, teori-teori itu secara terbuka menekankan
perlunya evaluasi dan kritik terhadap status quo. Teori kritis membangun pertanyaan
dan menyediakan alternatif jalan untuk menginterpretasikan hukum sosial media
massa.
Teori kritis sering menganalisis secara khusus lembaga sosial, penyelidikan luas
untuk yang dinilai objektif adalah mencari dan mencapai. Media massa dan budaya
massa telah mempromosikan banyak hal yang ikut menjadi sasaran teori kritis. Bahkan
ketika media massa tidak melihat sebagai sumber masalah khusus, mereka dikritik
untuk memperburuk atau melindungi masalah dari yang diidentifikasikan atau disebut
dan dipecahkan.37
Bisa dikatakan bahwa teori media kritis ini sebisa mungkin mendorong
perubahan secara terus-menerus. Hegemoni pemilik modal sudah saatnya dihilangkan
dengan perlawanan. Sebab, pemilik modal biasanya akan lebih mementingkan safety
first bisnis media massanya. Artinya, jika kebijakan media mengancam kemarahan
pemerintah yang akhirnya mengancam bisnis medianya harus dilawan. Teori media
kritis merupakan alternatif baru dalam usaha memahami seluk-beluk media dan
bagaimana media itu harus selalu bersikap untuk tidak mengukuhkan status quo.
Menurut perspektif teori ini, media tidak boleh hanya memberitakan fakta atau
kejadian yang justru memperkuat status quo. Media harus terus mengkritisi setiap
ketidakadilan yang ada di sekitarnya. Hal ini juga berarti, media tidak boleh tunduk
36
Khomsahrial Romli, Komunikasi Massa, (Jakarta: PT Grasindo, 2016), h 55
37
Ibid, h 56
pada pemilik modal yang kadang ikut menghegemoni isi medianya. Media harus terus
mengkritisi dan melawan segala bentuk hegemoni dan kekuasaan yang hanya berada
di tangan penguasa.38
C. Kesimpulan
Dari 5 teori yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan bahwa teori determinisme
teknologi berpengaruh sangat besar dalam masyarakat. Kehidupan manusia ditentukan
oleh teknologi. McLuhan memetakan sejarah kehidupan manusia ke dalam empat periode,
era suku purba, era literasi / huruf, era cetak, era elektronik.
Di sisi lain, dalam teori difusi inovasi, proses keputusan inovasi merupakan bagian
dari difusi inovasi yaitu proses seseorang mulai dari tahu tentang inovasi sampai dengan
mengambil keputusan apakah menerima atau menolak inovasi tersebut.
Teori uses and gratifications atau (penggunaan dan kepuasan) merupakan perluasan
dari teori kebutuhan dan motivasi. Dalam teori ini, orang secara aktif berusaha memenuhi
suatu hirarki kebutuhan. Teori uses and gratifications menilai bahwa audience dalam
menggunakan media berorientasi pada tujuan, aktif dan diskriminatif.
Teori agenda setting menganggap bahwa masyarakat akan belajar mengenai isu-isu
apa, dan bagaimana isu-isu tersebut disusun berdasarkan tingkat kepentingannya. Tak
hanya itu, audience juga mempelajari seberapa arti penting pada suatu isu atau topik dari
cara media massa memberikan penekanan terhadap topik tersebut.
Kemudian dalam teori media kritis, audience sebisa mungkin dapat mendorong
perubahan secara terus-menerus. Hegemoni pemilik modal sudah saatnya dihilangkan
dengan perlawanan. Sebab, pemilik modal biasanya akan lebih mementingkan safety first
bisnis media massanya. Artinya, jika kebijakan media mengancam kemarahan pemerintah
yang akhirnya mengancam bisnis medianya harus dilawan. Teori media kritis merupakan
alternatif baru dalam usaha memahami seluk-beluk media dan bagaimana media itu harus
selalu bersikap untuk tidak mengukuhkan status quo.
38
Ibid
D. Daftar Referensi
Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi massa: Suatu Pengantar edisi revisi, (Bandung:
Simbiosa, 2007)
Richard West dan Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi
(Jakarta: Salemba Humanika, 2008)
Werner J. Severin dan James W. Tankard Jr., Teori Komunikasi: Sejarah, Metode &
Terapan di dalam Media Massa (Jakarta: Kencana Prenada Group, 2009)