Anda di halaman 1dari 13

Tugas UDG Departemen Periodonsia

Bella Nadya Permana-1306366685

Proses Pembentukan Plak

1. Pembentukan pelikel
Seluruh permukaan di rongga mulut termasuk jaringan keras dan jaringan
lunak dilapisi oleh material organik yang disebut acquired pellicle yaitu
merupakan suatu protein tipis-mengandung film turunan dari glikoprotein saliva.
Turunan saliva ini terdiri dari mucin, aglutinin, protein kaya prolin, protein kaya
fosfat seperti staterin, dan enzim seperti α-amylase, dan molekul lain yang dapat
berfungsi sebagai area adhesi (reseptor) bakteri. Salivary pellicle dapat terdeteksi
pada permukaan enamel yang bersih setelah 1 menit. Dalam waktu 2 jam, pelikel
sudah dalam tahap keseimbangan antara adsorpsi dan pelepasan meskipun
maturasi pelikel baru dapat diamati beberapa jam kedepan. Pelikel dapat
menempel pada permukaan gigi dengan adanya interaksi antara hidroksiapatit
yang berisi banyak gugus fosfat muatan negatif dengan mikro molekul saliva serta
GCF yang bermuatan positif. Menurut Amstrong (1968), pembentukan pelikel
terjadi berdasarkan mekanisme elekstrostatik, gaya van der walls, dan gaya
hidrofobik.

2. Adhesi awal/perlekatan bakteri


Proses adsorpsi saliva pada permukaan gigi kemudian diikuti dengan
transportasi pasif bakteri yang dimediasi oleh gaya tarik-menarik lemah jarak
jauh. Beberapa bakteri dapat terlihat membentuk ikatan dengan protein pada
pelikel, seperti α-amylase dan proline-rich glycoproteins/protein. Sel-sel
microbial planktonik berpindah dari cairan ke permukaan secara fisik atau dengan
pelengkap bakteri seperti flagella. Sebagian kecil dari sel yang mencapai
permukaan di serap secara revesible oleh permukaan gigi. Faktor-faktor seperti
energi yang tersedia, surface functionality, orientasi bakteri, suhu, dan tekanan
merupakan variabel-varibel lingkungan lokal yang membantu perlekatan bakteri.
Menyikat gigi dapat menghilangkan sebagian besar bakteri dari
permukaan gigi yang terekspos, namun rekolonisasi bakteri dapat kembali terjadi
dalam waktu 3 menit. Proses awal transportasi dan interaksi bakteri dengan
permukaan gigi tidak spesifik. Perlekatan awal bakteri berdasar pada ikatan
elektrostatis atau ikatan fisik, tapi kemudian gaya kimia menjadi dominan.
Sesegera setelah bakteri pioneer menempel pada pelikel, mereka akan mulai
mengekskresikan substansi polimer ekstraselular, yang akan membantu bakteri-
bakteri tetap terikat bersama dan menempel pada pelikel. Gaya yang terdapat pada
adhesi bakteri pioneer pada pelikel adalah ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik,
calcium bridges, van der Waals forces, interaksi berbasis asam, dan interaksi
elektrostatis.
Umumnya, bakteri kokus positif Gram adalah organisme pertama yang
berkoloni pada gigi. Seiring dengan perubahan bakteri dari planktonic life
(terdapat secara bebas pada massa larutan) menjadi sessile life (dalam unit yang
menempel pada permukaan atau dalam bentuk biofilm), terjadi perubahan
ekspresi genetik yang menyebabkan fase perlambatan dalam pertumbuhan bakteri
Hanya proporsi kecil dari bakteri oral yang berinteraksi dengan reseptor
pada pelikel host, dan organisme ini merupakan bakteri terbanyak pada biofilm di
enamel gigi yang terbetuk segera setelah pembersihan. Selama 4-8 jam pertama,
60-80% bakteri yang ada merupakan anggota genus Streptocoocus. Bakteri lain
juga muncul termasuk spesies yang tidak dapat hidup tanpa oksigen (obligat
anaerob) seperti Haemophilus spp dan Neisseria spp, sebaik organisme lain yang
dapat tumbuh dengan atau tanpa oksigen (fakultatif anaerob) seperti Actinomyces
spp dan Veillonella spp. Spesies-spesies ini merupakan kolonisasi primer di
permukaan gigi. Kolonisasi primer menyediakan area ikatan baru untuk adhesi
bakteri oral lainnya. Aktivitas metabolik kolonisasi primer merubah lingkungan
mikro setempat yang dapat mempengaruhi kemampuan bakteri lain untuk hidup
dalam biofil. Contohnya dengan menghilangkan oksigen, kolonisasi primer,
menyediakan kondisi rendah oksigen sehingga memungkinkan bakteri obligat
anaerob untuk bertahan hidup dan tumbuh.

3. Kolonisasi/maturasi plak
Kolonisasi primer bakteri berfungsi sebagai reseptor untuk perlekatan
bakteri-bakteri lain melalui proses koadhesi. Bersama dengan pertumbuhan
mikroorganisme yang telah melekat, koadhesi memicu perkembangan
mikrokoloni dan akhirnya terjadi maturasi biofilm. Secara laboratoris, interaksi
antara sel-sel yang secara genetik berbeda dengan suspensi menghasilkan
gumpalan atau yang disebut koagregasi yang dapat dilihat secara kasat mata.
Interaksi yang baik antara kolonisasi sekunder dengan kolonisasi primer
ditemukan seperti pada koagregasi F. nucleatum dengan S. sanguinis, Prevotella
loescheii dengan A. oris, dan Capnocytophaga ochracea dengan A. oris.
Kolonisasi sekunder seperti Prevotella intermedia, Prevotella loscheii,
Capnocytophaga spp., F.nucleatum, dan P.gingivalis tidak berkolonisasi awal
dengan permukaan gigi yang bersih namun melekat pada bakteri yang telah ada
pada plak. Transisi dari plak supragingiva awal ke plak subgingiva yang matur
melibatkan perubahan populasi mikrobial dari yang awalnya didominasi oleh
bakteri Gram positif menjadi bakteri Gram negatif. Contoh dari koagregasi ini
adalah antara F. nucleatum dengan P. gingivalis atau Treponema denticola.
Perbedaan Periodontitis Kronis dengan Periodontitis Agresif

Periodontitis Kronis Periodontitis Agresif


Onset - Umumnya terjadi pada individu - Umumnya pada individu usia < 35
usia > 35 tahun tahun
- Onset periodontitis agresif lokalis
biasanya pada masa pubertas
- Keadaan umum pasien biasanya sehat
secara klinis
Progres - Progres penyakit berjalan lambat - Progres penyakit berjalan cepat
penyakit - Progresivitas penyakit dapat - Adanya kerusakan yang parah
berjalan lebih cepat dengan sehingga terdapat banyak kehilangan
keterlibatan penyakit sistemik gigi dengan usia relatif muda
(diabetes mellitus, HIV) dan
faktor lingkungan dan kebiasaan
(merokok, stres)
Komposisi - Periodontitis kronis bakteri yang - Bakteri yang dominan dan berperan
mikroflora banyak ditemukan pada penting adalah Agregatibacter
gingiva subgingiva adalah bakteri red actinomycetemcomitans (Aa) yang
complex seperti Prophyromonas merupakan bakteri anaerob negative
gingivalis, Tannarela forsythia, Gram, namun ditemukan pula
dan Treponema denticola Porphyromonas gingivalis,
Tannarela forsythia, Prevotella
intermedia, Fusobacterium
nucleatum, Campylobacter rectus,
dan lain-lain
- Aa ditemukan jauh lebih banyak pada
periodontitis agresif dibandingkan
dengan kronis (62%:28%)
- Aa yang ditemukan pada
periodontitis agresif adalah sterotipe
B
Perubahan - HLA yang mengatur respon imun
respon sistem merupakan penanda untuk
imun periodontitis agresif terutama HLA9
dan B15 yang secara konsisten
berkaitan dengan periodontitis agresif
- Periodontitis agresif dikaitkan dengan
adanya kerusakan imun baik di PMN,
monosit ataupun keduanya
- Kelainan fungsi neutrophil yang
kemudian menyebabkan kerusakan
tulang lebih cepat
- PMN kekurangan fungsi kemotaksis
sehingga mengurangi kemampuan
fagositosis
- Monosit akan memperlihatkan respon
yang berlebih terhadap LPS
(endotoksin) bakteri sehingga
menyebabkan PGE2 berlebih
Faktor - Periodontitis agresif sering dikaitkan
keturunan dengan keturunan karena sering
ditemukan pada anak-orang tua atau
saudara kandung
- Pola keturunan ini dikaitkan dengan
menurunnya gen yang berkaitan
dengan kecacatan imun (gen yang
mengatur respon antibodi terhadap
bakteri Aa)
- Keturunan ini juga didominasi pada
keturunan perempuan sehingga gen
tersebut dihubungkan dengan
autosomal dominan X
Faktor lokal - Periodontitis kronis berasosiasi - Periodontitis agresif sering
dengan akumulasi plak dan ditemukan kerusakan periodontal
kalkulus yang tidak seimbang dengan
- Kerusakan periodontal keberadaan faktor lokal
merupakan reaksi inflamasi - Seringkali terjadi pada orang dengan
akibat infeksi dari akumulasi jumlah plak sedikit. Hal ini
plak dan kalkulus, sehingga akan menunjukkan keberadaan faktor lokal
banyak ditemukan plak dan pada periodontitis agresif bukan
kalkulus pada periodontitis menjadi faktor penyebab namun
kronis faktor yang memperberat
- Periodontitis kronis juga disebut
sebagai penyakit yang bersifat
site-specific dimana pada site
dengan faktor lokal yang banyak,
kerusakan juga akan lebih berat
- Kerusakan yang terjadi
sebanding dengan faktor lokal
yang ada
Respon - Periodontitis kronis umumnnya - Respon terhadap perawatan
terhadap akan menunjukkan perbaikan konvensional pada periodontitis
perawatan dengan perawatan konvensional agresif dapat dibilang unpredictable
konvensional seperti scaling dan root planing karena dihubungkan dengan respon
imun (kerusakan fungsi PMN dan
neutrofil)
- Periodontitis agresif generalis
memiliki prognosis yang buruk
karena adanya keterlibatan perubahan
sistem imun

Klasifikasi Periodontal 2017

Pada sebuah workshop yang dilakukan, komite AAP dan EFP telah menelaah 19 tulisan dan 4
kasus mengenai periodontologi dan implan kedokteran gigi sehingga kemudian memperbaharui
klasifikasi penyakit periodontal 1999 dengan kondisi dan penyakit peri-implan kedokteran gigi.
Kesehatan Periodontal, Gingivitis, dan Kondisi Gingiva

Workshop yang dilakukan memperjelas isu mengenai klasifikasi sebelumnya mengenai


perbedaan inflamasi gingiva pada satu atau lebih daerah yang terkena dan definisi gingivitis.
Telah dsetujui bahwa perdarahan pada gingiva (bleeding on probing) merupakan parameter
utama mengenai gingivitis. Pada workshop ini juga mengkatagorikan kesehatan gingiva dan
inflamasi gingiva yang terjadi pada jaringan periodonsium yang berkurang setelah perawatan
yang berhasil pada pasien periodontitis. Hal ini didasari oleh bleeding on probing dan kedalaman
poket/sulkus. Perawatan yang berhasil harus tetap memiliki fase pemeliharaan. Pasien dengan
gingivitis dapat kembali memiliki tahap hidup yang sehat namun pasien dengan periodontitis dan
telah berhasil dirawat, akan selamanya menjadi pasien periodontitis yang memerlukan perhatian
seumur hidup agar tidak terjadi rekurensi dari penyakit tersebut.

Klasifikasi Baru dari Periodontitis

Workshop 1989 mengemukakan bahwa periodontitis memiliki beberapa perbedaan klinis, usia,
dan progress dari penyakitnya sehingga mengkatogerikan periodontitis menjadi prepubertal,
juvenile (lokalis dan generalis), dewasa, dan progress cepat. Pada tahun 1993 European
Workshop mengklasifikasikannya menjadi 2 klasifikasi utama yaitu adult dan early onset
periodontitis. Pada tahun 1999 kemudian klasifikasi periodontitis diubah kembali menjadi
kronis, agresif (lokalis dan generalis), necrotizing, dan manisfestasi dari penyakit sistemik. Pada
workshop 2017, dikemukakan bahwa terdapat staging dan grading yang dapat diaplikasikan ke
dalam klasifikasi periodontitis. Staging adalah komponen yang mengaitkan keparahan penyakit
secara klinis dengan rencana perawatannya. Grading mengemukakan mengenai faktor biological
dari penyakit yaitu analysis riwayat progress penyakit, kemungkinan resiko penyakit nantinya,
antisipasi poor outcome dari perawatan yang dilakukan, dan kemungkinan resiko bahwa penyakit
maupun perawatan yang akan dilakukan dapat berdampak terhadap kesehatan umum pasien.

Staging memiliki 4 kategori (stage 1-4) dan ditentukan setelah menganalisis beberapa variabel
yaitu kehilangan perlekatan, jumlah dan presentase kerusakan tulang yang terjadi, kedalaman
probing, adanya defek tulang secara angular dan keterlibatan furkasi, kegoyangan gigi, dan
kehilangan gigi selama terjadinya penyakit periodontitis.
Grading memiliki 3 level yaitu grade A-low risk progression, grade B-moderate risk
progression, dan grade C-high risk progression dan cangkupannya terhadap aspek yang
berhubungan dengan progress periodontitis, status kesehatan umum pasien, dan paparan lain
seperti merokok ataupun status control pada pasien diabetes. Grading dapat memperlihatkan
faktor individual pasien terhadap diagnosis yang merupakan komponen penting dalam perawatan
nantinya.

Penyakit Sistemik yang Berkaitan dengan Kehilangan Jaringan Pendukung Periodontal

Klasifikasi baru dari penyakit dan kondisi jaringan periodontal juga mencangkup kondisi dan
kelainan sistemik yang dapat mempengaruhi jaringan periodontal seperti Papillon Levere
Syndrome yang secara umum berkaitan dengan kasus severe periodontitis. Klasifikasi
“Periodontitis as Manisfestation of Systemic Disease” dilakukan berdasarkan kelainan sistemik
yang utama, sedangkan “Systemic Disease or Condition Affecting the Periodontal Supporting
Tissue” didasarkan oleh penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi perubahan mikroflora pada
jaringan periodontal seperti halnya penyakit neoplasma yang dapat mempengaruhi pembentukan
dental plak.
Perubahan Klasifikasi mengenai Pertumbuhan Periodontal dan Keadaan Deformitas yang
Didapat

Kondisi Mukogingival

Pada laporan konsensus yang terbaru memperlihatkan klasifikasi resesi gingiva yang
menyatukan parameter klinis, termasuk fenotip gingiva. Pada laporan ini juga terdapat perubahan
istilah dari periodontal biotype menjadi periodontal phenotype.

Traauma Oklusi dan Gaya Oklusi

Traumatic occlusal force yang menggantikan istilah excessive occlusal force adalah gaya yang
mempengaruhi kemampuan adaptif periodontium dan atau gigi geligi. Traumatic occlusal force
dapat menyebabkan trauma oklusi dan gigi menjadi aus maupun fraktur. Terdapat bukti yang
kurang kuat untuk mengaitkan trauma oklusi dengan progress kehilangan tulang pada
periodontitis.

Protesa dan Faktor yang Berhubungan dengan Gigi

Pada klasifikasi yang baru ini, istilah biologic width digantikan oleh supracrestal attached
tissues. Klasifikasi ini dikembangkan karena adanya data terbarukan yang mengaitkan prosedur
restorasi indirek dengan resesi dan kehilangan perlekatan.

Klasifikasi Baru untuk Penyakit dan Kondisi Peri-Implan

Pada klasifikasi ini terdapat kesehatan peri-implan, peri-implant mukostitis, dan peri-implantitis.

Kesehatan Peri-Implan didefinisikan berdasarkan klinis dan histologisnya. Pada tampilan klinis,
kesehatan peri-implan dikarakteristikan dengan tidak adanya inflamasi dan bleeding on probing.
Kesehatan peri-implan dapat terjadi pada jaringan pendukung yang normal maupun terdapat
penurunan.

Peri-Impant mucositis dikarakteristikan dengan bleeding on probing dan adanya inflamasi pada
tampilan klinis. Umumnya hal ini disebabkan dental plak namun ada beberapa bukti yang
menyatakan hal ini dapat terjadi bukan karena plak walaupun bukti tersebut berjumlah sedikit.
Peri-implant mucositis dapat dikembalikan seperti semula dengan menghilangkan plak yang ada.
Peri-implantitis didefinisikan sebagai kondisi patologis yang berkaitan dengan plak sehingga
menyebabkan inflamasi pada mukosa peri-implant dan adanya kehilangan jaringan pendukung
tulang yang progresif. Peri-impantitis dikaitkan dengan pasien yang memiliki kontrol plak buruk
dan memiliki riwayat severe periodontitis.

Hard and soft tissue implant site deficiencies

Proses penyembuhan yang terjadi pasca kehilangan gigi menyebabkan pengurangan dimensi dari
prosesus alveolar atau ridge nya yang menyebabkan defisiensi jaringan keras dan jaringan lunak
pada daerah tersebut. Defisiensi ridge yang banyak dapat menyebabkan kehilangan jaringan
periodontal yang parah, trauma ekstraksi, infeksi endodontik, fraktur akar, plate bukal yang tipis,
posisi gigi yang buruk, serta injuri dan pneumatisasi sinus maksilari. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi ridge adalah medikasi dan kelainan sistemik yang dapat menyebabkan
pengurangan jumlah pembentukan tulang secara normal, agenesis gigi geligi, dan tekanan dari
protesa.

Anda mungkin juga menyukai