Anda di halaman 1dari 215

1

UNIVERSITAS INDONESIA

UPAYA PERBAIKAN PENDISTRIBUSIAN DAN


PENYIMPANAN PERBEKALAN FARMASI DENGAN
ANALISIS LEAN SIX SIGMA DI GUDANG FARMASI II
RUMAH SAKIT PMI BOGOR TAHUN 2013

TESIS

ELIZABETH INDAH PSP

NPM 1206301785

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
DEPOK
JANUARI, 2013

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


2


UNIVERSITAS INDONESIA

UPAYA PERBAIKAN PENDISTRIBUSIAN DAN


PENYIMPANAN PERBEKALAN FARMASI DENGAN
ANALISIS LEAN SIX SIGMA DI GUDANG FARMASI II
RUMAH SAKIT PMI BOGOR TAHUN 2013

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar


Magister Administrasi Rumah Sakit

ELIZABETH INDAH PSP

NPM 1206301785

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI KAJIAN ADMINISTRASI RUMAH SAKIT
DEPOK
JANUARI, 2013

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013
Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013
Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013
6


KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis Upaya Perbaikan
Pendistribusian dan Penyimpanan Perbekalan Farmasi dengan Analisis Lean Six
Sigma di Gudang Farmasi II RS PMI Bogor Tahun 2013. Penulisan tesis ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar
Magister Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak, dari masa perkuliahan, proses penelitian, sampai pada penyusunan
tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. dr. Purnawan Junadi, MPH., Ph.D., selaku Pembimbing Akademik yang
telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam
penyusunan tesis ini;
2. Ketua Program Studi Kajian Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan
Masyarakat beserta jajarannya yang telah membantu selama proses studi.
3. Dewan Penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran untuk
kesempurnaan tesis ini;
4. Direktur Rumah Sakit PMI Bogor dan seluruh jajarannya yang telah banyak
memfasilitasi memberikan dukungan dalam pelaksanaan penelitian ini;
5. Suamiku dr Elias M. Naba, anakku Veronica Yolanda dan Bapak Hery
Hermawanto, SKM, MKes dan keluarga saya yang telah memberikan
dukungan baik material dan moral; dan
6. Seluruh teman angkatan dan sahabat yang telah banyak memberikan
dukungan dan membantu saya dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Depok, Januari 2014


Penulis

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013
8


ABSTRAK

Nama : ELIZABETH INDAH PSP


Program Studi : Kajian Administrasi Rumah Sakit,
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Judul : Perbaikan Pendistribusian Dan Penyimpanan Perbekalan
Farmasi Dengan Analisis Lean Dan Six Sigma Di Gudang
Farmasi II Rumah Sakit PMI Bogor Tahun 2013

Studi pelayanan farmasi di rumah sakit dilaksanakan di Rumah Sakit PMI


Bogor dengan indikasi awal masih rendahnya nilai inventory turn over.
Pendekatan action research dengan fokus pada pendistribusian dan penyimpanan
perbekalan farmasi dipilih sebagai jenis penelitian yang digunakan. Metodologi
yang digunakan untuk melakukan perbaikan adalah kombinasi Lean dan Six
Sigma. Studi dilakukan terhadap proses pendistribusian, periode permintaan
barang, buffer stock, besaran permintaan, kondisi-kondisi permintaan barang,
ROP, indikator farmasi, kesesuaian jumlah stok barang, barang dan obat
kadaluwarsa, penanganan kadaluwarsa, penanganan barang di gudang.
Rendahnya nilai inventory turnover dapat disebabkan belum dipahaminya
dengan baik makna persediaan perbekalan farmasi bagi pengelola perbekalan
farmasi. Data pendukung menunjukkan besarnya jumlah permintaan barang
farmasi pada setiap kali periode permintaan barang yaitu data standar deviasi
kelipatan permintaan barang farmasi sebesar 54.8 dan standar deviasi kelipatan
pemenuhan barang farmasi adalah 50.4. Nilai Six Sigma Deffect Per Million
Opportunities untuk ketepatan pemenuhan permintaan barang farmasi sesuai
perkiraan permintaan barang yang tertera di dokumen surat permintaan barang
farmasi adalah 0.09. Pada proses pendistribusian barang farmasi terdapat 47.6%
merupakan proses tidak mempunyai nilai tambah dan menimbulkan variasi dalam
langkah proses tersebut.
Faktor yang mendukung terjadinya hal ini adalah waktu permintaan
barang yang panjang, belum tepatnya peramalan yang dilakukan oleh ruang
perawatan, tidak dipahaminya standar perkiraan permintaan yang tertera di surat
permintaan barang farmasi, pemakaian barang farmasi yang belum terdata dengan
akurat, bottleneck proses distribusi terdapat pada Instalasi Farmasi belum
melakukan secara optimal pengendalian permintaan barang farmasi dari ruang
perawatan, belum dilakukan pemantauan terhadap perputaran, persediaan, belum
rincinya prosedur. Belum optimalnya pemanfaatan teknologi sistem inventori.
Belum memiliki standar maksimum dan minimum setiap jenis barang farmasi dan
belum menerapkan standar penyimpanan dan manajemen pergudangan.
Untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitas Rumah Sakit PMI
Bogor perlu dilakukan beberapa perbaikan pendistribusian dan penyimpanan
perbekalan farmasi antara lain: Perbaikan kebijakan dan prosedur secara rinci dan
operasional. Mengembangkan otomasi sistem inventori untuk mengurangi
kesalahan. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan SDM pengelola melalui
pelatihan. Mengembangkan Key Performance Indicator seperti Inventory Turn
Over, kesesuaian jumlah barang, penataan 5-S.
Kata kunci: Lean, Six Sigma, Pendistribusian Perbekalan Farmasi,
Penyimpanan Perbekalan Farmasi

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


9


ABSTRACT

Name : ELIZABETH INDAH PSP


Study Program : Hospital Administration Analysis
Public Health Faculty, University of Indonesia
Title : Distribution and Inventory Storage Improvement of
Pharmacy using Lean and Six Sigma Analysis at
Pharmacy Warehouse II of PMI Hospital in Bogor, 2013

Initial Study of pharmacy service at PMI Hospital found that inventory


turnover was low. Action research approaching with focus on pharmacy
distribution and inventory storage is chosen as a research method used.
Methodology used to do improvement is combination of Lean and Six Sigma.
Scope of study includes distribution process, material request period, buffer stock,
quantity of demand, material request conditions, ROP, pharmacy indicator,
adjusting stock quantity, expired material and medicines, expired item
management, material handling in pharmacy warehouse.
Inventory turnover is low could be caused by meaning of pharmacy
inventory stock by pharmacy personnel is not clearly understood. Supporting data
shows the quantity pharmacy item requested per each period of item request is
deviation standard data of multiply pharmacy item request is 54.8 and deviation
standard of completeness multiply of pharmacy item is 50.4. The value of Six
Sigma Defect Per Million Opportunities for completeness accuracy of pharmacy
item request is appropriate as estimation of item request that documented in
pharmacy item request form is 0.09. The value in pharmacy item distribution
process is 47.6% that means it is non value added and leads to variation in that
process step.
The contributing factors of this problem are item request time is too long,
inaccuracy estimation by nursing ward, request estimation standard attached in
pharmacy item request form is not clearly understood, pharmacy item
consumption have not been documented accurately, bottleneck occurs during
distribution process at pharmacy installation due to controlling of pharmacy item
request from nursing ward has not been done optimally, monitoring of stock
rotation has not been done, detail of procedure has not been done, using of
technology on inventory system has not been done optimally, has no minimum and
maximum standard for each pharmacy item and has not implemented the standard
of storage and warehouse management.
To increase productivity and profitability PMI Hospital Bogor should
have to do some improvement on pharmacy distribution and inventory storage are
as follows : to improve policy and procedure with detail and operationally ; to
develop automatic inventory system for reducing error; to improve knowledge and
skill of pharmacy personnel by training ; to develop Key Performance Indicator
(KPI); one of KPI could be developed is Inventory Turnover, the conformity of
item quantity, 5S Program .
Key word : Lean, Six Sigma, Pharmacy Inventory Distribution, Pharmacy
Inventory Storage.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


10


DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii
SURAT PERNYATAAN............................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ....................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... vii
DAFTAR ISI.................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 6
1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................................ 8
1.4. Tujuan Penelitian .................................................................................. 9
1.4.1. Tujuan Umum ............................................................................ 9
1.4.2. Tujuan Khusus ........................................................................... 9
1.5. Manfaat Penelitian ................................................................................ 10
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................... 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 12


2.1. Pelayanan Farmasi ................................................................................ 12
2.2. Persediaan ............................................................................................ 13
2.2.1. Defini dan Jenis Persediaan ................................................... 13
2.2.2. Tujuan Persediaan .................................................................. 14
2.2.3. Struktur Biaya Persediaan ...................................................... 15

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


11


2.3. Pengelolaan Perbekalan Farmasi .......................................................... 16


2.3.1. Perencanaan ........................................................................... 17
2.3.1.1. Keputusan Dalam Manajemen Persediaan ................ 18
2.3.1.2. Peramalan Persediaan ........................................................ 20
2.3.2. Pengadaan ............................................................................. 20
2.3.3. Penerimaan ............................................................................. 21
2.3.4. Penyimpanan .......................................................................... 22
2.3.5. Pendistribusian ....................................................................... 27
2.3.6. Pengendalian .......................................................................... 28
2.3.6.1. Menggunakan Analisa ABC dan VEN ............................... 29
2.3.6.2. Penentuan Jumlah Pemesanan ............................................ 30
2.3.6.3. Penentuan Inventori Minimum-Maksimum ........................ 34
2.3.6.4. Service Level ....................................................................... 34
2.3.6.5. Safety Stock ......................................................................... 35
2.3.6.6. Sistim Kontrol dan Audit .................................................... 36
2.3.7. Pencatatan dan Pelaporan ...................................................... 37
2.3.8. Penghapusan .......................................................................... 38
2.3.9. Monitoring dan Evaluasi ........................................................ 39
2.4. Konsep Lean ......................................................................................... 42
2.4.1. Definisi Lean Thinking .......................................................... 42
2.4.2. Riwayat Lean ......................................................................... 43
2.4.3. Prinsip-prinsip Lean Thingking ............................................. 43
2.4.4. Pemborosan (Waste) .............................................................. 46
2.4.5. Value Stream Mapping .......................................................... 55
2.4.6. Sistem Tarik ........................................................................... 55
2.4.7. Tehnik Lean dan Manfaat Utamanya ..................................... 57
2.5. Konsep Six Sigma ................................................................................. 59
2.5.1. Pengertian Six Sigma ............................................................. 59
2.5.2. Riwayat Six Sigma ................................................................. 60
2.5.3. Metodologi Six Sigma ........................................................... 61
2.5.4. Prinsip Kualitas dan Sis Sigma............................................... 66
2.6. Konsep Lean Six Sigma ........................................................................ 67

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


12


2.6.1. Lean Six Sigma KPIs ............................................................ 69

BAB 3 PROFIL RUMAH SAKIT PMI BOGOR ...................................... 71


3.1. Identitas Rumah Sakit ............................................................................. 71
3.2 Visi Misi ................................................................................................. 71
3.3 Organisasi .............................................................................................. 72
3.4 Jenis Pelayanan ..................................................................................... 74
3.5 Jumlah dan Jenis SDM ........................................................................... 76
3.6 Kinerja Rumah Sakit ............................................................................... 78
3.7 Gambaran Organisasi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor ......................... 79
3.7.1. Stuktur Organisasi dan Instalasi Farmasi RS PMI Bogor ...... 79
3.7.2. Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan ............................................. 80
3.7.3. Ketenagaan Instalasi Farmasi ................................................ 81
3.7.4. Tugas Pokok dan Uraian Kerja Gudang Farmasi II ............... 84

BAB 4 KERANGKA KONSEP .................................................................. 87


a) Kerangka Konsep ................................................................................. 87
b) Definisi Operasional ............................................................................ 87
95
BAB 5 METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 95
5.1. Jenis Penelitian .................................................................................... 95
5.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................ 95
5.3. Pengumpulan Data ................................................................................ 95
5.4. Informan ............................................................................................... 96
5.5. Instrumen Penelitian ............................................................................. 97
5.6. Sumber Data yang Dibutuhkan ............................................................ 97
5.7. Analisa Data ......................................................................................... 97
5.8. Validasi Data ........................................................................................

BAB 6 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 99


6.1. Keterbatasan Penelitian ......................................................................... 99
6.2. Pengelolaan Perbekalan Farmasi RS PMI Bogor ............................. 99

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


13


6.2.1. Perencanaan Perbekalan Farmasi, Metoda Penghitungan


Perbekalan, dan Indikator Keberhasilan ................................ 100
6.2.2. Pengawasan Stok Perbekalan Farmasi ................................... 101
6.2.3. Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Ruangan ........................ 105
6.3. Tahap Define ........................................................................................ 106
6.3.1. Voice of Employee Ruang Perawatan RS PMI Bogor ........... 106
6.3.2. Identifikasi Variabel Pengukuran .......................................... 107
6.4. Tahap Measure ..................................................................................... 108
6.4.1. Proses Distribusi Perbekalan Farmasi ................................... 108
6.4.1.1. Alur Proses Distribusi Perbekalan Farmasi ............... 112
6.4.1.2. Cross Functional Flowchart .......... 114
6.4.2. Pengukuran Persediaan Barang Farmasi 120
6.4.2.1. Langkah-Langkah Pengukuran .. 120
6.4.2.2. Kesesuaian Jumlah Permintaan Barang Farmasi ... 122
6.4.2.3. Variasi Kelipatan Persediaan Barang Farmasi ... 124
6.4.2.4. Pengamatan Sistem Inventori .................................... 132
6.4.3. Gambaran Penyimpanan Perbekalan Farmasi di Gudang
Farmasi II ............................................................................... 134
6.4.3.1. Tata Letak /Denah/Lay out Gudang Farmasi II RS
PMI Bogor ................................................................ 134
6.4.3.2. Gambaran Penyimpanan Perbekalan Farmasi II ........ 138
6.4.3.3. Kesesuaian Jumlah Barang dan Obat Kadaluwarsa di
Gudang Farmasi II ...................................................... 150
6.5. Tahap Analyze ..................................................................................... 152
6.6. Tahap Improve dan Tahap Control ..................................................... 161

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 173


8.1. Kesimpulan ....................................................................................... 173
8.2. Saran / Rekomendasi ........................................................................ 177

DAFTAR REFERENSI ............................................................................. 182

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


14


DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Gambaran Indikator Penyimpanan dan Pendistribusian Alat 7


Kesehatan Farmasi Rumah Sakit PMI Bogor Tahun 2013
Tabel 2.1 Makna Gudang Dahulu dan Sekarang 22
Tabel 2.2 Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Rumah Sakit 40
Tabel 2.3 Delapan Jenis Pemborosan 47
Table 2.4 Delapan Pemborosan di Pelayanan Kesehatan beserta dengan 49
Contoh
Tabel 2.5 Formulir Identifikasi Pemborosan dalam Proses di Tempat 54
Kerja
Tabel 2.6 Teknik Lean dan Manfaat Utamanya 58
Tabel 2.7 Nilai Level Sigma 59
Tabel 2.8 Perbedaan DMAIC dan DMADV 62
Tabel 2.9 Fokus Lean dan Fokus Six Sigma 68
Tabel 3.1 Gambaran Jenis dan Jumlah Kelas Perawatan RS PMI Bogor 75
per November 2013
Tabel 3.2 Gambaran Sumber Daya Manusia RS PMI Bogor 77
Tabel 3.3 Gambaran Dokter Umum, Dokter Gigi dan Dokter Spesialis 77
di RS PMI Bogor
Tabel 3.4 Gambaran Indikator Kinerja RS PMI Bogor Tahun 2010, 79
2011, 2012
Tabel 3.5 Tugas Pokok dan Uraian Kerja di Gudang Farmasi II RS 85
PMI Bogor
Tabel 4.1 Definisi Operasional 88
Tabel 6.1 Jadual Harian Pengawasan Perbekalan Farmasi (Floor Stock) 102
RS PMI Bogor Tahun 2013
Tabel 6.2 Arti Komponen Surat Permintaan Barang Farmasi RS PMI 110
Bogor Tahun 2013
Tabel 6.3 Jumlah Kelipatan Tertinggi, Terendah, Rata-Rata dan 128
Standar Deviasi Permintaan Barang Farmasi oleh Ruang
Perawatan dan Pemberian Barang Farmasi oleh Gudang
Farmasi II RS PMI Bogor, Bulan September November
2013
Tabel 6.4 Identifikasi Aktivitas yang Tidak Mempunyai Nilai Tambah 153
Tabel 6.5 Pengamatan Lingkungan Kerja 5 S Gudang Farmasi II 158
RS PMI Bogor
Tabel 6.6 Coding Locator 167
Tabel 6.7 Key Performance Indicators 171


Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


15


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gudang Arus 24


Gambar 2.2 llustrasi Economic Order Quantity 32
Gambar 2.3 Ilustrasi EOQ pada Periodic Review 33
Gambar 2.4 Aliran Proses Sebelum (Preceding Process) dan Proses 56
Sesudah (Subsequent Process)
Gambar 2.5 Aliran Material dan Penyusunan Jadual dalam Sistem 57
Dorong dan Sistem Tarik
Gambar 2.6 Fokus Lean dan Six Sigma 69
Gambar 3.1 Struktur Organisasi RS PMI Bogor 73
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor 79
Tahun 2013
Gambar 3.3 Gambaran Latar Belakang Pendidikan Terakhir SDM 82
Instalasi Farmasi RS PMI Bogor Tahun 2013
Gambar 3.4 Gambaran Status Kepegawaian SDM Instalasi Farmasi RS 83
PMI Bogor Tahun 2013
Gambar 3.5 Gambaran Proporsi Jenis Kelamin SDM Instalasi Farmasi 83
RS PMI Bogor Tahun 2013
Gambar 4.1 Kerangka Konsep Penelitian Upaya Perbaikan 87
Pendistribusian dan Penyimpanan Barang Farmasi dengan
Menggunakan Analisis Lean Six Sigma di Rumah Sakit
Gambar 6.1 Surat Permintaan Barang Farmasi RS PMI Bogor Tahun 109
2013
Gambar 6.2 Cross Functional Flowchart Distribusi Barang Farmasi RS 114
PMI Bogor Tahun 2013
Gambar 6.3 Kelengkapan Tanda Tangan pada Dokumen Surat 116
Permintaan Barang Farmasi Ruang Perawatan Anggrek,
Aster, Soka, Mawar, Melati RS PMI Bogor, Bulan
September November 2013
Gambar 6.4 Perbedaan Waktu antara Waktu Permintaan Barang Alkes 119
dari Ruang Perawatan dan Waktu Penerimaan Barang
Farmasi Bulan September November 2013
Gambar 6.5 Contoh Dokumen Surat Permintaan Barang Farmasi dari 120
Ruang Perawatan
Gambar 6.6 Kategori Kesesuaian Jumlah Permintaan Barang Farmasi 123
yang Diberikan oleh Gudang Farmasi II Berdasarkan
Perkiraan Permintaan di Ruang Perawatan Anggrek,
Aster, Soka, Mawar dan Melati RS PMI Bogor, Bulan
September November 2013
Gambar 6.7 Jumlah Kelipatan Persediaan Barang di Ruang Perawatan 126
Setelah Pemberian Barang Farmasi oleh Gudang Farmasi
II, Bulan September November 2013
Gambar 6.8 Jumlah Keseluruhan Kelipatan Persediaan Barang di 127
Ruang Perawatan Anggrek, Aster, Soka, Mawar, Melati
RS PMI Bogor Setelah Pemberian Barang Farmasi oleh

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


16


Gudang Farmasi II Bulan September-November 2013


Gambar 6.9 Tata Letak/Denah/Lay out Gudang Farmasi II RS PMI 135
Bogor Tahun 2013
Gambar 6.10 Langit-langit Gudang Farmasi II yang Bocor 137
Gambar 6.11 Pemantauan Suhu Ruang Gudang Farmasi II, Tahun 2013 138
Gambar 6.12 Barang Disimpan Tanpa Label Barang dan Tanpa 139
Menggunakan Tempat Khusus
Gambar 6.13 Penyimpanan Barang Farmasi di Lemari Pendingin 140
Gambar 6.14 Pemanfaatan Ruang di Rak Simpan Barang 141
Gambar 6.15 Penumpukan Barang yang Tidak Digunakan 141
Gambar 6.15 Penyimpanan Barang disertai dengan Kartu Stok 142
Gambar 6.17 Gantungan Baju di Gudang Farmasi II 142
Gambar 6.18 Penanganan Obat yang Perlu Kewaspadaan Tinggi 143
Gambar 6.19 Penyiapan Barang Farmasi Diletakkan Bersentuhan 144
dengan Pallet
Gambar 6.20 Debu Gudang Farmasi II 144
Gambar 6.21 Makanan dan Minuman di Rak Penyimpanan Barang 145
Gambar 6.22 Penempatan Odner di Beberapa Area 146
Gambar 6.23 Penanganan Obat di Lemari Khusus selain Double Lock 147
Gambar 6.24 Penanganan Barang Farmasi di Ruang Perawatan 148
Gambar 6.25 Tahap Perbaikan Mutu 150
Gambar 6.26 Persentase Barang dan Obat Kadaluwarsa di Gudang 151
Farmasi II RS PMI Bogor, November 2013
Gambar 6.27 Persentase Kesesuaian Jumlah Obat dengan Kartu Stok di 151
Gudang Farmasi II RS PMI Bogor, November 2013
Gambar 6.28 Cause Effect Diagram 159
Gambar 6.29 Cross Functional Flowchart Langkah Proses Distribusi 160
Barang Farmasi yang Tidak Mempunyai Nilai Tambah dan
Titik Bottleneck
Gambar 6.30 Usulan Otomasi Distribusi Barang Farmasi (Alat 166
Kesehatan)
Gambar 6.31 Rancangan Rak Simpan 168
Gambar 6.32 Rancangan Stiker High Alert 168
Gambar 6.33 Kondisi Lemari Khusus 169
Gambar 6.34 Memberi Label 170
Gambar 6.35 Penempatan Odner Di Rak Simpan 172
Gamvar 6.36 Barang Yang Tidak Perlu dan Harus Dipindahkan 172

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


17


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Mendalam


Lampiran 2 Lembar Observasi Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Lampiran 3 Lembar Kerja Microsoft Excell
Konversi 4 DPMO ke Nilai Sigma Berdasarkan True 6-Sigma Process
(Normal Distribution Centered)


Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


18


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pelayanan rumah sakit merupakan bagian integral dari suatu organisasi sosial dan
kesehatan dengan fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif),
penyembuhan penyakit (kuratif) dan pencegahan penyakit (preventif) kepada
masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan
dan pusat penelitian medik (World Health Organization). Menurut Undang-
Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, bahwa rumah sakit
didefinisikan sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diklasifikasikan dalam
kelas rumah sakit berdasarkan fasilitas dan kemampuan rumah sakit dalam
menyelenggarakan pelayanan. Dalam Permenkes No 340/Menkes/per/2010
tentang Klasifikasi Rumah Sakit, Pelayanan Farmasi merupakan pelayanan
penunjang klinik yang harus dimiliki oleh setiap jenis klasifikasi rumah sakit,
yaitu Rumah Sakit Umum Tipe A, B, C, dan D.

Pelayanan Farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan rumah sakit yang
menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Hal tersebut diperjelas dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 133/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit yang menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit
adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu,
termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat.

Pelayanan Farmasi merupakan salah satu fasilitas terapi yang paling banyak
digunakan rumah sakit seperti: obat-obatan, bahan kimia, bahan radiologi, bahan
dan alat habis pakai, alat kesehatan, dan gas medik. Disamping itu juga
merupakan salah satu dari beberapa area sejumlah besar uang dihabiskan untuk

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


19


pembelian secara berulang. Farmasi juga merupakan salah satu revenue center
yang tertinggi di rumah sakit. Sebuah persentase yang cukup tinggi dari total
pengeluaran rumah sakit juga berlaku untuk pelayanan farmasi. Ini menunjukkan
adanya kebutuhan untuk merencanakan dan merancang pelayanan farmasi dengan
cara yang menghasilkan layanan klinis dan administrasi yang efisien sehingga
dapat dikatakan bahwa di dalam mengelola Pelayanan Farmasi ada dua unsur
penting bagi organisasi rumah sakit, terutama bagi organisasi rumah swasta.
Pertama, pelayanan farmasi harus menyediakan pelayanan obat yang bermutu
bagi pelayanan pasien rumah sakit. Kedua, terkait dengan keuntungan rumah
sakit, bila perbekalan farmasi ini tidak dikelola dengan baik maka pemasukan
rumah sakit akan mengalami penurunan yang berdampak terhadap keuntungan
rumah sakit. (Febriawati, 2013; Kunders, 2004).

Pelayanan Farmasi di rumah sakit merupakan pelayanan yang mengelola


perbekalan farmasi di rumah sakit yang terdiri dari serangkaian siklus yang
dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.
Kesemua siklus tersebut diikuti dengan kegiatan pengendalian yang merupakan
fungsi inti dari pengelolaan perbekalan yang meliputi usaha untuk memonitor dan
mengamankan keseluruhan pengelolaan perbekalan. Dalam fungsi ini diantaranya
terdapat kegiatan pengendalian inventarisasi yang merupakan unsur utamanya.
(Febriawati, 2013).

Perencanaan perbekalan farmasi adalah siklus pertama dan mempunyai peranan


penting dalam pengelolaan perbekalan farmasi. Perencanaan yang tepat dalam hal
jenis, jumlah dan harga perbekalan sesuai dengan kebutuhan dan anggaran akan
menghindari terjadinya kekosongan atau kelebihan perbekalan yang mana
keduanya akan menyebabkan kerugian bagi organisasi. Pengadaan perbekalan
harus ditentukan dan dievaluasi dengan benar karena erat kaitannya dengan
kemampuan pengiriman barang yang diminta sesuai dengan spesifikasi dan
ketepatan waktu pengiriman. Penerimaan dan penyimpanan perbekalan erat
kaitannya dengan bagaimana petugas farmasi memahami tugas dan tanggung

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


20


jawabnya agar dapat mengelola barang sediaan farmasi dengan benar, mulai dari
barang tersebut diterima, disimpan hingga didistribusikan kepada pemakai
dengan kualitas yang sama dengan ketika barang tersebut diterima pertama kali.
Bagaimana pengelolaan penyimpanan perbekalan farmasi di gudang dapat
mencerminkan siklus pengelolaan perbekalan farmasi secara menyeluruh.
(Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi, 2008).

Penyimpanan perbekalan farmasi adalah kegiatan penyimpanan dan memelihara


dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang
dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat
(Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi, 2008). Dalam Joint Commission
Resource (2008), penyimpanan adalah memelihara persediaan obat-obat yang
telah ditentukan oleh organisasi. Penyimpanan meliputi obat-obat yang disimpan
oleh farmasi termasuk lokasi lain yang telah ditentukan, dengan memperhatikan
keamanan, stabilitas, ketersediaan, dan perlindungan obat-obat tersebut. Oleh
karena itu penyimpanan perbekalan farmasi haruslah dilakukan dengan baik dan
benar menjadi sangat penting baik dari sisi aspek pasien maupun rumah sakit.
Dari sisi pasien, pasien akan menerima barang dalam kualitas yang baik dan aman
untuk digunakan. Selain itu pasien akan menerima barang ini dengan tidak
menunggu lama/waktu layanan sesuai. Hal ini akan meningkatkan kepercayaan
pasien terhadap layanan farmasi rumah sakit dan tentunya keluhan
pasien/pelanggan terhadap kualitas barang dan waktu tunggu dapat disingkirkan.
Dasi sisi rumah sakit, pengamanan terhadap barang akan tetap terjaga sehingga
barang yang tersimpan akan terbebas dari bahaya kerusakan, tidak adanya barang
yang melewati batas waktu pemakaian, ketidaksesuaian jumlah, kehilangan,
pencurian, penggunaan tanpa hak dan penyusutan/penguapan. Hal ini akan
menunjang keuangan rumah sakit agar tidak mengalami kerugian yang
disebabkan oleh hal-hal tersebut di atas. (Pedoman Pengelolaan Perbekalan
Farmasi, 2008; Febriawati, 2013).

Beberapa permasalahan lain yang juga dijumpai di area penyimpanan perbekalan


farmasi adalah kapasitas ruangan yang tidak sesuai dengan jumlah barang yang

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


21


disimpan, terjadi penumpukan stok barang menyebabkan nilai inventory turn over
akan kecil, penataan barang tidak menggunakan sistem dan tidak adanya label-
label obat pada setiap rak obat sehingga ketika barang tersebut diperlukan akan
membutuhkan waktu lama untuk mendapatkannya; kesalahan dalam pengambilan
barang misalnya pengambilan obat yang sebutan namanya hampir mirip (sound
alike look alike) dan letak penyimpanannya berdekatan; tidak tersedianya kartu
stok pada setiap barang akan mengakibatkan terjadinya ketidaksesuaian jumlah
barang karena penyimpanan dan pengambilan barang tidak termonitor dengan
baik dan mengakibatkan bahaya kehilangan obat; obat rusak akibat penyimpanan
yang tidak memperhatikan spesifikasi obat; banyaknya obat/barang alat kesehatan
yang masih tersimpan dalam kardus menyebabkan kesulitan dalam melihat secara
langsung kelayakan barang tersebut; ruangan tempat penyimpanan yang tidak
bersih/berdebu; kelembaban udara juga dapat mempengaruhi stabilitas dari
obat/barang yang disimpan.

Pendistribusian perbekalan farmasi yang merupakan bagian dari pengelolaan


perbekalan farmasi yang juga harus mendapatkan perhatian adalah pendistribusian
dari gudang farmasi ke pengguna barang farmasi. Pengguna barang antara lain
unit-unit rawat inap, rawat jalan, dan depo-depo farmasi. Pendistribusian barang
farmasi harus dapat memenuhi kebutuhan pengguna barang farmasi secara tepat
waktu, tepat jumlah dan kondisi baik sehingga dapat dihindari adanya kekurangan
barang, penumpuk barang di unit pengguna karena kelebihan barang dan kualitas
barang terjaga. Alur proses pendistribusian barang juga memegang peranan
penting karena merupakan faktor pendukung agar barang yang dibutuhkan oleh
pengguna dapat segera diterima. Pendistribusian terjadi ketika adanya permintaan
dari unit peminta barang farmasi (floors stock) atau adanya pemintaan untuk
dilakukan kembali pengisian barang yang dibutuhkan. Umumnya permasalahan
yang timbul adalah adanya ketidakakuratan data pemakaian sehingga
mempengaruhi jumlah yang dibutuhkan ketika dilakukan pengisian kembali,
peramalan yang tidak tepat dan waktu pengisian ulang yang panjang dapat
mempengaruhi besar kecilnya jumlah barang yang diminta dan diberikan oleh
bagian pemasok barang sediaan.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


22


Seringkali, farmasi tidak diatur dan dikelola dengan ketentuan yang jelas. Sebuah
farmasi yang baik adalah gabungan dari beberapa hal: personil yang berkualitas,
fasilitas modern, organisasi dan operasional yang efisien, penganggaran yang
tepat, dukungan dan kerjasama dari tenaga medis, perawat dan staf administrasi
rumah sakit. (Kunders, 2004).

Pelayanan Farmasi rumah sakit haruslah tertantang untuk meningkatkan


produktivitas dan efisiensi dalam mengelola perbekalan/logistik dan biaya;
meningkatkan pendapatan; meningkatkan keamanan obat, meningkatkan
hubungan rantai suplai; dan memenuhi peraturan perundangan yang
dipersyaratkan. Rumah sakit harus selalu memperbaiki dan meningkatkan mutu
layanannya karena mutu merupakan salah satu faktor paling penting untuk
diferensiasi dan keunggulan kompetetitif. Rumah sakit berbeda dengan
perusahaan manufaktur, dimana dampak layanan dirasakan langsung oleh
pelanggan dalam hal ini adalah pasien. Bila di manufaktur terjadi kecacatan
produk maka produk tersebut dapat ditarik. Namun, bila terjadi di pelayanan
rumah sakit seperti kecacatan produk dan harus dilakukan ulang maka akan
memberi dampak langsung kepada pasien.

Keberhasilan dari sistem pengelolaan perbekalan farmasi tergantung dari ketaatan


pada kebijakan, tugas pokok dan fungsi. Pentingnya suatu kebijakan dan panduan
tugas pokok dan fungsi untuk pengendalian perbekalan farmasi merupakan
keharusan. (Pedoman Perbekalan Farmasi, Depkes 2008).

Disamping hal itu pemahaman semua personil rumah sakit mulai dari pimpinan
puncak hingga staf pelaksana terhadap upaya perbaikan mutu haruslah sama,
sehingga derap perbaikan mutu akan dirasakan pada seluruh rumah sakit.
Metodologi perbaikan mutu yang dapat digunakan untuk memperbaiki layanan
adalah penggabungan antara konsep Lean dan Six Sigma. Konsep Lean berfokus
pada peningkatan kecepatan proses secara dramatis dan menghilangkan 8
pemborosan yang mematikan yang tidak mempunyai nilai tambah (non-value-

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


23


added), seperti penundaan, pemborosan, dan pengerjaan ulang dari proses. Hasil
akhir dari penerapan Lean di organisasi akan berupa perbaikan proses yang
efisien. Lean dapat digunakan dalam setiap industri atau bisnis. Sedangkan Six
Sigma adalah suatu metode untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitas.
Six Sigma berasal dari tingkatan kualitas performa pada tingkatan enam sigma
yang berarti hanya 3,4 defect per million opportunites (DPMO). Dengan
menerapkan Six Sigma terjadi terobosan proses perbaikan tim yang berfokus pada
mengeliminasi masalah kronis dan mengurangi variasi dalam proses sehingga
didapatkan perbaikan yang efektif. (Gaspersz dan Fontana, 2011).

Mengintegrasikan keduanya akan menciptakan situasi saling menguntungkan.


Filosofi Lean akan memberikan suatu strategi dan menciptakan lingkungan untuk
meningkatkan aliran dan menghilangkan pemborosan (waste). Staf diberdayakan
dan didorong untuk terus meningkatkan dan menciptakan nilai tambah pada setiap
kali kesempatan peluang yang ada. Six Sigma membantu untuk memfokuskan
upaya di area yang paling potensial untuk dilakukan perbaikan, mengukur
masalah, membuat keputusan berbasis bukti (ini mencegah pemborosan waktu),
membantu untuk memahami dan mengurangi variasi dan mengidentifikasi akar
penyebab variasi untuk menemukan solusi yang berkelanjutan dan
mengkuantifikasi keuntungan finansial. Kombinasi keduanya dapat memberikan
filosofi dan alat yang efektif untuk memecahkan masalah dan menciptakan
peningkatan transformasi cepat dengan biaya lebih rendah. Disamping itu dapat
meningkatkan produktivitas, meningkatkan kualitas, mengurangi biaya,
meningkatkan kecepatan, membuat lingkungan yang lebih aman bagi pasien dan
staf dan melampaui harapan pelanggan. Kombinasi keduanya akan menciptakan
perbaikan proses yang efisien dan efektif dalam organisasi. (George, 2003; Pugh,
2012)

1.2. Rumusan Masalah


Gambaran data kuantitatif (indikator) yang dijadikan pertimbangan dalam
permasalahan ini adalah Inventory Turn Over (ITO), dan Average Age of

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


24


Inventory dimana perincian data sampai bulan Agustus 2013 dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 1.1. Gambaran Indikator Penyimpanan dan Pendistribusian Alat Kesehatan


Farmasi Rumah Sakit PMI Bogor Tahun 2013

Indikator Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust


ITO 1,71 1,39 1,88 0,97 1,62 1,46 1,36 1,29
Average Age Inventory 18 20 16 31 19 21 23 24
(hari/ bulan)
Sumber : Instalasi Farmasi RS PMI Bogor, telah diolah kembali

Dari data ITO tersebut menunjukkan angka perputaran persediaan dari bulan ke
bulan cenderung stabil yaitu berkisar 0,97 1,88. Hal ini menunjukkan perputaran
persediaan farmasi di RS ini sebanyak kurang dari 2 kali dalam satu bulan. Hal
tersebut dapat menunjukkan banyaknya sediaan yang tersedia untuk dijual.
Berdasarkan data average age inventory terlihat bahwa kisaran antara 16 31
hari, hal tersebut menunjukkan lamanya hari inventory tersimpan atau terdapat
penumpukkan penyimpanan barang di rumah sakit. Nilai ITO dan average age
inventory belum mencapai nilai pembanding indikator efisiensi pengelolaan obat
di rumah sakit berdasarkan Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi (2011),
yaitu: 10-23 kali per tahun untuk ITO (Pudjaningsih, 1996).

Berdasarkan hasil pengamatan pendahuluan dan wawancara tidak terstruktur


terhadap sistem pengelolaan perbekalan sediaan farmasi khususnya
pendistribusian alat kesehatan oleh Gudang Farmasi di Rumah Sakit PMI Bogor
didapatkan permasalahan belum optimalnya sistem penyimpanan dan
pendistribusian ke unit-unit yang ada di rumah sakit dan masih tingginya waste
yang dapat berkaitan dengan profitabilitas dan produktifitas rumah sakit. Untuk
itu sangat diperlukan kajian terhadap sistem pengelolaan perbekalan di Farmasi
dengan menggunakan metode pendekatan Lean Six Sigma agar didapatkan faktor-
faktor kelemahan dalam proses yang tidak mempunyai nilai tambah, variasi-
variasi proses yang menyertainya dan mencari solusi yang tepat dari akar
penyebab masalah agar diperbaiki pengelolaan gudang yang benar dan
menguntungkan bagi keberlangsungan organisasi pelayanan.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


25


1.3. Pertanyaan Penelitian


Pertanyaan penelitian dalam kajian ini adalah :
1. Bagaimana upaya perbaikan proses pengelolaan perbekalan farmasi,
khususnya sistem penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit PMI
Bogor?
2. Bagaimana kebijakan dan program pengelolaan perbekalan farmasi,
khususnya sistem penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor
dalam mendukung produktivitas dan profitabilitas di rumah sakit? (Define)
3. Bagaimana nilai-nilai harapan customer internal farmasi terhadap pengelolaan
perbekalan farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan pendistribusian di
rumah sakit PMI Bogor? (Define)
4. Fokus area apa saja yang paling potensial untuk dilakukan perbaikan
pengelolaan perbekalan farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan
pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor? (Define)
5. Bagaimana Value Stream Map proses pengelolaan perbekalan farmasi,
khususnya sistem penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit PMI
Bogor? (Measure)
6. Komponen proses apa saja yang berpengaruh dalam perbaikan proses
Pengelolaan Perbekalan Farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan
pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor? (Measure)
7. Apa saja variasi dan pemborosan yang tidak memberikan nilai tambah dalam
proses pelaksanaan perbaikan pengelolaan perbekalan farmasi, khususnya
sistem penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor? (Analyze)
8. Apa saja penyebab masalah dalam proses pelaksanaan perbaikan pengelolaan
perbekalan farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan pendistribusian di
rumah sakit PMI Bogor? (Analyze)
9. Perbaikan apa saja yang tepat untuk diusulkan dalam mengatasi masalah
perbaikan proses Pengelolaan Perbekalan Farmasi, khususnya sistem
penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor? (Improve)
10. Cara pengendalian apa saja yang tepat untuk diusulkan agar upaya perbaikan
pengelolaan perbekalan farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


26


pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor agar terus terjadi secara


berkesinambungan? (Control)

1.4. Tujuan Penelitian


1.4.1. Tujuan Umum
Tersusunnya rencana perbaikan terhadap proses pengelolaan perbekalan farmasi,
khususnya sistem penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor
dengan menggunakan metode perbaikan mutu Lean Six Sigma.

1.4.2. Tujuan Khusus


1. Mengetahui gambaran upaya perbaikan proses pengelolaan perbekalan
farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit
PMI Bogor.
2. Mengetahui gambaran kebijakan dan program pengelolaan perbekalan
farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit
dalam mendukung produktivitas dan profitabilitas rumah sakit PMI Bogor.
3. Mengetahui gambaran nilai-nilai harapan customer internal farmasi terhadap
pengelolaan perbekalan farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan
pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor.
4. Mengetahui fokus area apa saja yang paling potensial untuk dilakukan
perbaikan pengelolaan perbekalan farmasi, khususnya sistem penyimpanan
dan pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor.
5. Mengetahui gambaran Value Stream Map proses pengelolaan perbekalan
farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit
PMI Bogor.
6. Mengetahui komponen proses apa saja yang berpengaruh dalam perbaikan
proses pengelolaan perbekalan farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan
pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor.
7. Mengetahui apa saja variasi dan pemborosan yang tidak memberikan nilai
tambah dalam proses pelaksanaan perbaikan pengelolaan perbekalan farmasi,
khususnya sistem penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit PMI
Bogor.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


27


8. Mengetahui apa saja penyebab masalah dalam proses pelaksanaan perbaikan


pengelolaan perbekalan farmasi, khususnya sistem penyimpanan dan
pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor.
9. Memberikan rekomendasi perbaikan apa saja yang tepat untuk mengatasi
masalah perbaikan proses pengelolaan perbekalan farmasi, khususnya sistem
penyimpanan dan pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor.
10. Memberikan rekomendasi cara pengendalian apa saja yang tepat agar upaya
perbaikan pengelolaan perbekalan farmasi, khususnya sistem penyimpanan
dan pendistribusian di rumah sakit PMI Bogor sehingga terus terjadi secara
berkesinambungan.

1.5. Manfaat Penelitian


1. Bagi Peneliti
Menambah wawasan dan pemahaman mengenai penerapan konsep Lean dan
Six Sigma dalam upaya perbaikan di unit pelayanan kesehatan, khususnya
dalam mengelola sistem penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi
dan berbagai faktor yang berhubungan dengan produktivitas dan profitabilitas
rumah sakit.

2. Bagi Rumah Sakit


Menjadi bahan masukan dan evaluasi bagi rumah sakit agar dapat
menyempurnakan sistem penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi
guna meningkatkan mutu layanan, kepuasan bagi pasien/karyawan dan
manajemen sehingga didapatkan pengelolaan perbekalan yang produktif dan
efisien.

3. Bagi Institusi Pendidikan


Institusi pendidikan mendapatkan informasi dalam pengembangan ilmu
pengetahuan yang berhubungan dengan sistem penyimpanan dan
pendistribusian perbekalan farmasi di pelayanan rumah sakit dengan metode
konsep Lean Six Sigma.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


28


1.6. Ruang Lingkup Penelitian


Dengan mempertimbangkan keterbatasan sumber daya dan waktu penelitian maka
penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit PMI Bogor. Penelitian ini
mengaplikasikan konsep Lean Six Sigma pada Instalasi Farmasi, khususnya
proses penyimpanan dan pendistribusian alat kesehatan. Variabel yang digunakan
dalam penelitian ini mengikuti proses DMAIC (Define, Measure, Analyze,
Improve, dan Control). Ruang perawatan yang diamati meliputi Ruang Perawatan
Aster, Ruang Perawatan Anggrek, Ruang Perawatan Soka, Ruang Perawatan
Mawar, dan Ruag Perawatan Melati. Penelitian ini melibatkan manajemen rumah
sakit, pengelola proses penyimpanan dan pendistribusian alat kesehatan dan
tenaga lain yang terkait dengan proses tersebut. Penelitian ini dilaksanakan
dengan metode observasi, wawancara mendalam, diskusi, penelusuran dokumen,
dan pengukuran proses. Hasil yang didapatkan akan dianalisa dengan prinsip Lean
Six Sigma.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


29


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Farmasi


Sesuai dengan SK Menkes Nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Rumah Sakit bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak
terpisahkan dari sistem pelayanan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada
pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi
klinik yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Farmasi rumah sakit
bertanggung jawab terhadap semua barang farmasi yang beredar di rumah sakit
tersebut. Farmasi Rumah Sakit adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di
rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang
ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri.

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang


Rumah Sakit, pada pasal 7 dinyatakan bahwa Rumah Sakit harus memenuhi
persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan
peralatan. Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)
harus menjamin ketersediaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang bermutu,
bermanfaat, aman dan terjangkau. (2) Pelayanan sediaan farmasi di Rumah Sakit
harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian. (3) Pengelolaan alat kesehatan,
sediaan farmasi, dan bahan habis pakai di Rumah Sakit harus dilakukan oleh
Instalasi farmasi sistem satu pintu.

Tujuan pelayanan farmasi menurut Standar Pelayananan Farmasi Rumah Sakit


(Depkes, 2006) adalah :
a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia.
b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan kefarmasian
dan etik profesi.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


30


c. Melaksanakan Komunikasi Informasi dan Edukai (KIE) mengenai obat.


d. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
e. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan
evaluasi pelayanan.
f. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.

2.2. Persediaan
Persediaan merupakan salah satu aset terpenting dalam banyak perusahaan karena
nilai persediaan mencapai 40% dari seluruh investasi modal dan merupakan hal
yang krusial. Di satu sisi, perusahaan selalu berusaha mengurangi biaya dengan
mengurangi tingkat persediaan di tangan (on-hand), sementara itu disisi lain
pelanggan menjadi tidak sangat puas ketika jumlah persediaan mengalami
kehabisan (stock-out). (Zulfikarijah, 2005).

2.2.1. Definisi dan Jenis Persediaan


Beberapa definisi persediaan menurut beberapa ahli adalah:
Persediaan (inventori) adalah sejumlah material yang disimpan dan dirawat
menurut aturan tertentu dalam tempat persediaan agar selalu dalam keadaan siap
pakai dan ditatausahakan dalam buku perusahaan. (Siahaya, 2013).

Inventori dapat diartikan sebagai barang/stok yang digunakan perusahaan untuk


mendukung aktivitas bisnis, proses produksi, dan service level kepada konsumen.
Service level merupakan tingkat performance dari sebuah sistem atau perusahaan
dalam pelanggannya. (Martono, 2013).

Menurut Shore, 1973 (dalam Zulfikarijah, 2005) persediaan sebagai sumber daya
yang menganggur yang memiliki nilai potensial.

Persediaan dapat diklasifikasikan menjadi:


1. Persediaan bahan baku. Persediaan barang yang akan dipergunakan dalam
proses transformasi, misalnya benang dalam perusahaan kain, tepung pada
perusahaan roti, dan lain-lain.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


31


2. Persediaan barang setengah jadi. Persedian barang dalam proses merupakan


persediaan yang telah mengalami proses produksi (Working in Process /WIP)
akan tetapi masih diperlukan proses lagi untuk mencapai produk jadi.
Misalnya roti yang siap dipanggang, dan lain-lain.
3. Persediaan barang jadi. Persediaan barang yang telah melalui proses akhir dan
siap jual ke konsumen. (Zulfikarijah, 2013)

2.2.2. Tujuan Persediaan


Terdapat tujuh (7) tujuan penting dari persediaan menurut Zulfikarijah ( 2013),
yang akan menambah fleksibilitas operasi perusahaan, yaitu:
1. Fungsi Ganda. Fungsi utama persediaan adalah memisahkan proses produksi
dan distribusi. Pada saat penawaran/permintaan item persediaan tidak teratur,
maka mengamankan persediaan merupakan keputusan yang terbaik. Jika
permintaan produk yang tinggi hanya terjadi pada waktu tertentu, maka
perusahaan akan berusaha memenuhi barang sesuai permintaan dan
perusahaan akan memproduksi barang tersebut pada saat permintaan rendah.
Pemisahan ini akan menghindarkan biaya jangka pendek serta menghindari
stock out (kehabisan barang)
2. Mengantispasi adanya inflasi. Persediaan dapat mengantisipasi perubahan
harga dan inflasi karena persediaan mungkin akan meningkat setiap saat,
maka persediaan merupakan investasi yang terbaik. Harus dipertimbangkan
biaya dan risiko biaya penyimpanan.
3. Memperoleh diskon terhadap jumlah persediaan yang dibeli. Pemanfaatan
keuntungan dari diskon terhadap jumlah persediaan yang dibeli. Pembelian
dalam jumlah besar secara substansi dapat mengurangi biaya produksi, tetapi
hal ini akan menyebabkan biaya penyimpanan tinggi, terjadi kerusakan, terjadi
pencurian dan biaya asuransi. Investasi yang terlalu besar akan mengurangi
kesempatan investasi untuk melakukan investasi lain.
4. Menjaga adanya ketidakpastian. Dalam sistem persediaan terdapat
ketidakpastian dalam hal: permintaan, penawaran dan waktu tunggu.
Persediaan pengaman dijaga dalam persediaan unutk memproteksi adanya

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


32


ketidakpastian. Persediaan pengamananpun dijaga untuk untuk mengantispasi


terjadinya perubahan penjadualan yang tepat.
5. Menjaga produksi dan pembelian yang ekonomis. Biaya pemesanan, diskon
jumlah pembelian dan biaya transportasi seringkali lebih ekonomis pada
pembelian dalam jumlah besar, maka sebagian lot dapat dijadikan persediaan
untuk penggunaan berikutnya.
6. Mengantisipasi perubahan permintaan dan penawaran. Situasi permintaan dan
penawaran dapat berubah secara alamiah. Seperti rencana promosi pemasaran
yaitu sejumlah barang jadi dalam jumlah besar distok untuk dijual.
7. Memenuhi kebutuhan terus menerus. Persediaan transit terdiri dari bahan baku
yang bergerak dari satu titik ke titik yang lainnya. Persediaan transit disebut
dengan persediaan dengan pipa saluran persediaan karena dalam distribusi
pipa saluran.

2.2.3. Struktur Biaya Persediaan.


Biaya persediaan adalah semua pengeluaran dan kerugian yang disebabkan oleh
adanyan persediaan. Menurut Zulfikarijah (2013), terdapat empat (4) jenis biaya
persediaan, yaitu:
1. Biaya pembelian (purchasing cost). Merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
untuk membeli barang, jumlahnya tergantung pada jumlah barang yang dibeli
dan harga per unit barang. Biaya pembelian ini penting ketika adanya diskon
harga.
2. Biaya pengadaan. Biaya yang berhubungan dengan biaya pemesanan
(ordering cost) dan biaya persiapan (setup cost). Ordering cost adalah semua
pengeluaran yang disebabkan oleh adanya kegiatan mendatangkan barang dari
luar, seperti biaya menentukan pemasok, pengetikan pesanan, pengiriman
pesanan, biaya pengangkutan dan lain-lain sampai inventori tersebut
dipindahkan ke perusahaan dan diterima di gudang. Sedangkan setup cost
adalah semua kegiatan yang disebabkan oleh kegiatan memproduksi suatu
barang.
3. Biaya penyimpanan (carrying cost/holding cost). Biaya ini merupakan semua
pengeluaran yang disebabkan oleh adanya kegiatan menyimpan barang dalam

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


33


waktu periode tertentu, biaya ini diwujudkan dalam bentuk prosentase nilai
rupiah per unit waktu. Contoh 15% biaya penyimpanan artinya 15 rupiah
untuk setiap 100 persediaan setiap tahun. Besarnya biaya simpan antara 15-
30% per tahun. Biaya penyimpanan ini meliputi: biaya modal (cost of capital),
biaya penyimpanan (cost of storage), Biaya keusangan/kadaluwarsa
(obselence cost), biaya kehilangan (loss cost) dan biaya kerusakan
(deterioration), biaya asuransi (insurance cost), dan biaya administrasi.
4. Biaya kekurangan persediaan (stock out). Biaya ini merefleksikan konsekuensi
ekonomis yang disebabkan oleh adanya kehabisan barang. Biaya ini meliputi:
 Jumlah barang yang tidak terpenuhi. Pengukuran biaya ini didasarkan
peluang yang hilang, yang disebut juga biaya penalti dengan satuan
rupiah/unit.
 Waktu pemenuhan. Pengukuran biaya ini didasarkan pada waktu yang
diperlukan untuk mengisi gudang dengan satuan rupiah/satuan waktu.
 Biaya pengadaan darurat. Biaya ini disebabkan karena pemesanan
mendadak yang harus dipenuhi. Pengukuran biaya ini didasarkan pada
pemesanan setiap kali kehabisan persediaan.

2.3. Pengelolaan Perbekalan Farmasi


Menurut Pedoman Perbekalan Farmasi-Depkes (2008), pengelolaan perbekalan
farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus
kegiatan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan,
monitoring dan evaluasi. Agar pengelolaan perbekalan farmasi ini dapat
dilakukan dengan baik dan diikuti oleh semua personil farmasi maka
ditetapkanlah tujuan pengelolaan perbekalan farmasi sebagai berikut:
1. Mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien
2. Menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan
3. Meningkatkan kompetensi/kemampuan tenaga farmasi
4. Mewujudkan sistem informasi manajemen berdaya guna dan tepat guna
5. Melaksanakan pengendalian mutu pelayanan

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


34


Pengelolaan perbekalan farmasi adalah mengelola sediaan farmasi yang terdiri


dari obat, bahan obat, alat kesehatan, reagensia, radio farmasi dan gas medis.
Untuk selanjutnya digunakan istilah sediaan farmasi atau inventori farmasi.

2.3.1. Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam
proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan
dimaksudkan untuk menetapkan jenis dan jumlah sediaan farmasi sesuai dengan
pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. (Pedoman
Perbekalan Farmasi, Depkes 2008). Disamping hal itu tujuan perencanaan
menurut Febriawati (2013) adalah untuk mendapatkan:
a. Prakiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang mendekati
kebutuhan.
b. Menghindari terjadinya kekosongan obat.
c. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
d. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Perencanaan yang terlalu besar akan menyebabkan investasi terlalu besar sehingga
memberikan dampak terjadinya kenaikan biaya pada modal, beban bunga,
pemeliharaan, penyimpanan, dan kemungkinan terjadinya kerugian yang
diakibatkan dari barang rusak atau expire, dan lain-lain. Sedangkan perencanaan
yang terlalu kecil akan mengakibatkan investasi yang terlalu kecil dan dapat
memberikan dampak kegiatan rumah sakit tidak optimal, pendapatan turun,
terjadinya peningkatan morbiditas dan mortalitas rumah sakit. (Pedoman
Perbekalan Farmasi, Depkes 2008, Febriawati, 2013)

Menurut Anief, M (dalam Febriawati, 2013) dasar-dasar perencanaan adalah:


melakukan peramalan (tahunan/bulanan) dari pemasaran, menghitung bahan-
bahan yang dibutuhkan, menyusun daftar untuk bagian pembelian seperti bahan
apa dengan spesifikasinya, jumlah dan kapan diperlukan. Pendapat ini dapat
dikombinasikan dengan pendapat Subagya, MS (dalam Febriawati, 2013) yang
menyatakan bahwa perencanaan untuk kebutuhan yang akan datang terkadang

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


35


dihadapkan kepada hal-hal yang tidak pasti. Oleh karena itu hendaknya
perencanaan mempertimbangkan hal-hal yang di luar kemampuan pengawasan.

2.3.1.1. Keputusan dalam Manajemen Persediaan.


Zulfikarijah (2005), menyatakan bahwa terdapat 2 hal keputusan dalam
menentukan persediaan, yaitu keputusan kuantitatif dan kualitatif. Secara rinci
adalah :
1. Keputusan kuantitatif. Keputusan ini bertujuan untuk mengetahui:
a. Barang apa yang akan distok. Menurut Pedoman Perbekalan Farmasi
2008, hal ini masuk dalam pemilihan untuk menentukan perbekalan
farmasi yang sesuai dengan jumlah pasien/jumlah kunjungan dan pola
penyakit di rumah sakit. Kriteria pemilihan seperti : hindari kesamaan
jenis obat, hindari penggunaan obat kombinasi, utamakan jenis obat dari
penyakit yang prevalensinya tinggi, kesesuaian dengan Daftar Obat
Essensial Nasional (DOEN), formularium rumah sakit. Pemilihan alat
kesehatan di rumah sakit dapat berdasarkan dari data pemakaian oleh
pemakai, daftar alat kesehatan yang dikeluarkan oleh Ditjen Binfar dan
Alkes, serta spesifikasi yang ditetapkan oleh rumah sakit.

b. Berapa banyak jumlah barang yang akan diproduksi atau barang (bahan
baku/bahan setengah jadi/komponen ) yang akan dipesan. Berdasarkan
Pedoman Perbekalan Farmasi, 2008 hal ini termasuk dalam tahap
kompilasi penggunaan, sehingga diketahuinya penggunaan sediaan
perbekalan farmasi masing-masing setiap bulannya dan sebagai data
pembanding bagi stok optimum/maksimum. Informasi yang didapat dari
kompilasi penggunaan meliputi: jumlah penggunaan tiap jenis perbekalan,
Persentase penggunaan tiap jenis perbekalan farmasi terhadap total
penggunaan setahun, dan Pengunaan rata-rata untuk setiap jenis
perbekalan farmasi.
c. Kapan pembuatan barang akan dilakukan dan kapan melakukan
pemesanan.
d. Kapan melakukan pemesanan ulang/reorder point.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


36


e. Metode apa yang akan digunakan untuk menentukan jumlah pesanan.


Menurut Pedoman Perbekalan Farmasi (2008), terdapat dua metode dalam
penghitungan perencanaan, yaitu:
 Metoda Konsumsi
Metoda ini didasarkan pada analisa data konsumsi obat tahun sebelumnya.
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah pengumpulan dan pengolahan obat
(daftar obat, stok awal, penerimaan, pengeluaran, sisa stok, obat
hilang/rusak, kadaluwarsa, dan kekosongan obat), analisa data untuk
informasi dan evaluasi, perhitungan perkiraan kebutuhan perbekalan
farmasi, dan penyesuaian jumlah kebutuhan perbekalan farmasi dengan
alokasi dana. Rumus yang digunakan adalah :

CT= (CA X T) +SS Sisa Stok

CT = Kebutuhan per periode waktu


CA = Kebutuhan rata-rata waktu (bulan)
T = Lama kebutuhan (bulan/tahun)
SS = Safety Stock
(Febriawati, 2013)
 Metoda Morbiditas/Epidemiologi
Metoda penghitungan kebutuhan obat berdasarkan pola penyakit,
perkiraan kunjungan dan waktu tunggu (lead time). Langkah-langkah
dalam metoda ini adalah : menentukan jumlah pasien yang akan dilayani,
menentukan jumlah kunjungan kasus berdasarkan prevalensi penyakit,
menyediakan formularium / standar /pedoman perbekalan farmasi,
menghitung perkiraan kebutuhan perbekalan farmasi, dan penyesuaian
dengan alokasi dana yang tersedia. (Febriawati, 2013)

Selain penghitungan di atas, kebutuhan obat yang akan datang harus


memperhitungkan perkiraan peningkatan kunjungan, lead time dan stok
pengaman.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


37


2. Keputusan kualitatif. Keputusan yang berkaitan dengan teknis pemesanan


yang mengarah pada analisis data secara diskriptif meliputi:
a. Jenis barang yang masih tersedia di perusahaan. Hal ini dapat menjadi
dasar untuk menentukan jenis barang yang akan dipesan.
b. Perusahaan yang menjadi pemasok barang bagi perusahaan.
c. Sistem pengendalian kualitas persediaan yang digunakan oleh perusahaan.

2.3.1.2. Peramalan Persediaan


Metode peramalan persediaan menurut Siahaya, W. (2013), terdapat 2 (dua)
teknik peramalan, yaitu: peramalan kualitatif dan peramalan kuantitatif.
1. Peramalan kualitatif
Teknik peramalan yang menggabungkan faktor intuisi, emosi, pengalaman,
dan sistem nilai sebagai pengambil keputusan peramalan. Seperti: pendapat
eksekutif, metode delphi, sales force composite, customer market survey.
2. Peramalan kuantitatif - Peramalan Time Series
Teknik peramalan yang menggunakan data masa lalu untuk melakukan
peramalan. Model time-series membuat prediksi dengan asumsi bahwa masa
depan merupakan fungsi masa lalu dengan melihat apa yang terjadi selama
kurun waktu tertentu. Teknik tersebut adalah: Metode Simple Moving Average
(SMA), Weight Moving Average (WMA), dan Metode Single Exponential
Smoothing (SES).

2.3.2. Pengadaan
Filosofi pengadaan adalah upaya mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan
yang dilakukan berdasarkan pemikiran logis dan sistematis dan mengikuti norma
dan etika yang berlaku sesuai metode dan proses pengaadaan barang dan jasa
yang baku. Menurut Siahaya, W (2008), manajemen pengadaan adalah bagian dari
manajemen supplay chain management (rantai pasokan) yang secara sistematik
dan strategi memproses pengadaan barang dan jasa mulai dari sumber barang
sampai dengan tempat tujuan berdasarkan tepat mutu, jumlah, harga, waktu,
sumber dan tempat, untuk memenuhi pelanggan. Prinsip-prinsip pengadaan yang
dapat digunakan dalam pelaksanaan kegiatan pengadaan sejak perencanaan harus

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


38


menganut prinsip sebagai berikut: efektif, efisien, kompetitif, transparan, adil,


bertanggung jawab, berpihak kepada produk dalam negeri, dan berwawasan
lingkungan.

2.3.3. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima (receiving) sediaan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian melalui pembelian langsung, tender
atau konsinyasi/sumbangan. Tujuan penerimaan adalah untuk menjamin sediaan
farmasi yang diterima sesuai dengan kontrak baik spesifikasi mutu, jumlah
maupun waktu kedatangan. Kegiatan penerimaan barang ini termasuk dalam
aktivitas yang dilakukan oleh petugas gudang penyimpanan. (Pedoman
Perbekalan Farmasi, 2008)

Kegiatan penerimaan barang dimulai dari penurunan barang dari kendaraan


pengiriman (unloading), pembukaan bungkus material, pemeriksaan kesesuaian
material dengan daftar pengiriman barang (packing list), melakukan pemeriksaan
kualitas barang, memutuskan kualitas barang (apakah diterima, ditolak, atau
diterima dengan syarat), melakukan proses serah terima dan pencatatan. (Martono,
2013)

Persyaratan lain dalam penerimaan barang yang perlu diperhatikan adalah: barang
yang diterima sesuai dengan surat pesanan (kemasan, bentuk sediaan, kekuatan,
jumlah barang, dan lain-lain), barang sesuai dengan faktur (harga, jumlah barang,
diskon, bonus, dan lain-lain), bila diperlukan disertakan sertifikat analisa/sertifikat
keaslian/ Material Safety Data Sheet (MSDS), untuk alat kesehatan harus
mempunyai certificate of origin, periksa waktu kadaluwarsa (expired date
minimal 2 tahun), periksa nomor batch, dan periksa wadah pengiriman (untuk
sediaan termolabil). Segera setelah barang diterima, barang dikirim ke lokasi
penempatan barang tersebut (put-away). Kegiatan ini dapat dilakukan manual oleh
tangan mansuia sendiri atau dengan bantuan alat. Peneriman perbekalan harus
dilaksanakan oleh petugas yang terlatih baik dalam tanggung jawab dan tugas

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


39


mereka serta harus mengerti sifat penting dari perbekalan farmasi. (Pedoman
Perbekalan Farmasi, Depkes 2008; Martono, R 2013; Febriawati, 2008).

2.3.4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan sediaan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari
pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat dan sediaan
lainnya. Tempat penyimpanan ini dinamakan gudang. Gudang dapat didefiniskan
sebagai tempat penyimpanan sementara dan pengambilan sediaan untuk
mendukung kegiatan operasi bagi proses operasi berikutnya. Menurut Lambert,
Cooper, dan Pagh dalam pratical inventory management (2013), gudang diartikan
sebagai Part of a firms logistic system that stores products (raw materials,
parts, good in process, finished goods) at and between point of origin and point of
consumption, and provides information to management on the status, condition,
and disposition of items being stored. Paradigma terhadap gudang haruslah
diubah karena gudang mempunyai peran yang besar dalam menjaga mutu sediaan
perusahaan agar ketika didistribusikan atau diterima oleh customer mempunyai
mutu yang sama dengan ketika barang tersebut diterima di gudang, sehingga
terjadi pergeseran makna gudang dahulu dan sekarang, lihat Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Makna Gudang Dahulu dan Sekarang


Dahulu Sekarang
Menyimpan barang Memperlancar aliran barang
Bisnis meningkat = memperluas Bisnis meningkat = aliran barang lebih
gudang cepat
Gudang = biaya bagi perusahaan Gudang = faktor sukses
Bagian gudang bukan bagian/tim yang Bagian gudang adalah bagian/tim yang
penting penting
Kerjasama dengan perusahaan Kerjasama dengan perusahaan
pergudangan adalah tujuan bisnis pergudangan merupakan kerjasama
(business to bussines) yang setara (partnership)
Sumber: Martono , R. (2013) dalam Pratical Inventory Management

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


40


Tujuan penyimpanan adalah menjamin kualitas dan kuantitas sediaan farmasi


selama penyimpanan, menjamin keamanan dari penggunaan yang tidak
bertanggung jawab dan kebakaran, menjamin ketersediaan sediaan untuk
pemakai, kecukupan kapasitas dan efisiensi pemakaian tempat penyimpanan,
kerapihan dan perawatan tempat serta alat penyimpanan, keselamatan orang dan
lingkungan di sekitar tempat penyimpanan. Fungsi gudang tidak hanya untuk
penyimpanan bahan baku /barang setengah jadi/ komponen/barang jadi, tetapi
juga berfungsi sebagai fungsi penerimaan barang, fungsi pemindahan barang,
fungsi seleksi dan fungsi pengiriman.

Untuk mencapai tujuan penyimpanan, maka beberapa hal yang perlu diterapkan
dalam pengelolan gudang adalah :

a. Speed (kecepatan pelayanan)


Kecepatan pelayanan ini dipengaruhi oleh frekuensi penggunaan barang, yaitu fast
moving (sirkulasi cepat) dan slow moving (sirkulasi lambat). Inventori fast
mowing adalah inventori yang memiliki tingkat frekuenasi penerimaan dan
pengiriman tinggi, misalnya 30 kali dalam sebulan. (Martono, R., 2013)
Menurut Riena seperti yang dikutip oleh Anshari, M (2009) dalam Febriawati,
2013 dan Warman J, 2012, diuraikan tiga tata ruang yang menjamin arus barang,
yaitu: gudang arus lurus sederhana, proses keluar masuk barang tidak melalui
lorong atau gang yang berbelok-belok sehingga proses penyimpanan dan
pengambilan barang relatif cepat. Gudang arus U, dimana barang keluar masuk
melalui lorong-lorong yang berbelok-belok yang mengakibatkan pengambilan
barang relatif lebih lama, dan gudang arus L dimana arus barang berbentuk
lintasan L. Ketiga tipe gudang ini memiliki prinsip yang sama dalam
menempatkan barang kategori fast moving disimpan di lokasi yang lebih dekat
dengan pintu keluar yang dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


41


Gambar 2.1 Gudang Arus


Sumber: Warman, J. (2010) Manajemen Pergudangan

b. Space (ruang simpan dan gerak)


Ruang simpan dan gerak yang dirancang dengan baik agar tidak mengganggu
mobillitas keluar masuk barang, hindari penggunaan sekat-sekat karena akan
membatasi pengaturan ruangan. Ruang simpan dan gerak yang dimaksudkan
adalah ruang simpan dan gerak untuk barang yang disimpan (kapasitas dan akses
memadai), untuk keamanan dan kenyamanan petugas yang sedang berdinas, dan

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


42


sebagai alat penyimpanan dan pengambilan barang agar mampu bergerak cepat,
lancar dan memiliki tempat penyimpanan yang aman. Selain itu juga akan
membantu dalam menjaga kebersihan dan perawatan gudang.(Martono, R., 2013)

c. Specification (sifat fisik, kimia dan lain-lain)


Barang yang disimpan di gudang memiliki sifat fisik atau kimia yang harus dijaga
dengan benar. Pemahaman terhadap spesifikasi barang-barang ini harus dimilki
oleh petugas gudang, yaitu informasi data keamanan barang (Material Safety Data
Sheet/MSDS). Barang yang disimpan dapat dikelompokkan berdasarkan sifat
barang tersebut, yaitu obat/barang yang mudah menguap/terbakar, penyimpanan
dingin, obat termolabil, alat kesehatan dengan suhu rendah, penyimpanan tidak
kena cahaya, mudah busuk, bahan berbahaya dan beracun (B3), dan barang
karantina. Pengelompokan ini akan memudahkan petugas dalam penanganan dan
pengendalian barang-barang tersebut. Barang yang mudah terbakar seperti alkohol
dan eter harus disimpan dalam lemari khusus yang tahan api, di area penyimpanan
yang terpisah dari barang-barang lain atau terpisah dari gudang induk. Barang
yang dipengaruhi oleh tingkat suhu tertentu (cold chain material), seperti vaksin
memerlukan penyimpanan dengan pengaturan suhu yang khusus. Refrigerator,
freezer, dan ruangan pendingin harus dilindungi dari kemungkinan putus aliran
listrik. Organisasi harus menjaga dengan benar barang-barang tersebut dan
menjaga fasilitas agar selalu berfungsi sebagaimana mestinya. (Martono, R.,
2013: Pedoman Pengelolaan Perbekalan, 2008; )

d. Safety (keselamatan)
Keselamatan ini mencakup keselamatan terhadap barang, petugas, dan alat yang
digunakan untuk menyimpan. Harus dipastikan bahwa kualitas barang yang
disimpan di gudang terhindar dari bahaya kerusakan (tidak expire), tidak hilang,
dan tidak terkontaminasi. Seperti menyimpan barang tidak boleh bersentuhan
langsung dengan lantai, mempertahankan kelembaban gudang yaitu relatif tidak
lebih dari 60%, suhu gudang berada dalam batasan yang dapat diterima berkisar
8-25qC, tidak adanya bahaya kebocoran air, dan hama yang menyerang.
Keselamatan petugas gudang agar bekerja dengan aman terhindar dari bahaya

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


43


luka, cacat, atau keracunan dari barang kimia. Sirkulasi udara yang baik akan
memaksimalkan umur dari perbekalan farmasi dan meningkatkan kondisi
lingkungan kerja. Idealnya gudang terdapat air conditioner. Pengaturan cahaya
harus benar. Keselamatan terhadap alat penyimpanan harus baik agar alat dapat
berfungsi dengan baik, tidak rusak, tidak membahayakan orang dan barang yang
disimpan. Contohnya: penggunaan rak dan pallet yang tepat dimana akan
meningkatkan sirkulasi udara. Menyimpan barang tidak melebihi beban rak
penyimpanan dan pallet. Perlu dihindari adanya penumpukan bahan-bahan yang
mudah terbakar seperti dus, karton, dan lain-lain. Refrigerator dan alat penyimpan
lain yang sejenis yang membutuhkan perawatan yang baik agar dapat berfungsi
baik. Alat pemadam kebakaran harus dipasang pada tempat yang mudah
dijangkau dan dalam jumlah yang cukup. Tabung pemadam kebakaran agar
diperiksa secara berkala, untuk memastikan masih berfungsi atau tidak. (Martono,
R., 2013: Febriawati, 2013

e. Security (keamanan)
Aspek keamananan gudang farmasi meliputi keamanan bagi petugas (harus jelas
tanggung jawabnya, aman untuk barang yang disimpan sehingga terjaga dari
risiko hilang/tidak dirusak oleh orang lain), dan aman bagi peralatan yang
digunakan sehingga terjaga dari risiko kehilangan. Pembatasan personel yang
dapat mengakses gudang, barang-barang seperti obat narkotika dan sejenisnya
yang harus disimpan di area dengan akses terbatas sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Keamanan dokumen gudang juga harus diperhatikan.

f. Situation (keadaan lingkungan).


Selain dari sisi efektivitas kegunaan gudang, perusahaan perlu memperhatikan
faktor lingkungan di sekitar gudang, seperti faktor sosial (tidak mengggangu
kehidupan masyarakat sekitar), ekonomis, kebijakan pemerintah, tehnik
operasional (akses dan infrastuktur yang baik), dan lingkungan (tidak mencemari
lingkungan sekitar). (Martono, R. 2013).

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


44


Metoda penyimpanan perbekalan dapat dikelompokkan dengan memperhatikan


hal-hal sebagai berikut: kelompok/jenis barang, kondisi yang diperlukan untuk
menjaga kualitas, ukuran berat (barang yang berat dapat diletakkan di dekat pintu
keluar), ukuran volume (barang yang ukuran volumenya besar dapat diletakkan di
dekat pintu keluar), Fast atau slow moving, abjad (setelah dikelompokkan
berdasarkan jenis). Pedoman Pengelolaan Perbekalan, 2008; Febriawati, 2013)

Beberapa pengaturan penyimpanan obat dan sediaan menurut WHO (dalam


Febriawati, 2013) adalah sebagai berikut:
a. Simpan obat-obatan yang mempunyai kesamaan secara bersamaan di rak.
Kesamaan berarti dalam cara pemberian obat (luar, oral dan suntikan) dan
bentuk ramuannya (obat kering atau cair)
b. Simpan obat sesuai dengan tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan
prosedur FEFO (First Expired First Out). Obat dengan tanggal kadaluwarsa
yang lebih pendek ditempatkan di depan obat yang berkadaluwarsa lebih
lama. Bila obat mempunyai tanggal kadaluwarsa yang sama, tempatkan obat
baru diterima di belakang obat yang sudah ada.
c. Simpan obat tanpa tanggal kadaluwarsa dengan menggunakan prosedur FIFO
(First In First Out). Barang yang baru diterima ditenpatkan dibelakang barang
yang sudah ada.
d. Buang obat yang kadaluwarsa dan rusak dengan dibuatkan cacatan
pemusnahan obat, termasuk tanggal, jam, saksi dan cara pemusnahan.

2.3.5. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan mendistribusikan sediaan farmasi di rumah sakit
untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat
jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Kegiatan ini dimulai dari menerima
permintaan barang, menyiapkan, dan mengirim barang ke tempat tujuan (khusus
untuk obat beserta informasi obat tersebut). Tujuan pendistribusian adalah
tersediannya sediaan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, jenis dan
jumlah.(Pedoman Perbekalan Farmasi, Depkes 2008)

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


45


Ada dua bentuk pendistribusian sediaan farmasi, yaitu sentralisasi dan


desentralisasi. Sentralisasi adalah seluruh kebutuhan sediaan farmasi di setiap unit
perawatan/pelayanan baik untuk kebutuhan individu maupun kebutuhan unit
perawatan disuplai langsung dari gudang farmasi. Sedangkan bentuk yang lain
adalah desentralisasi, yaitu pelayanan farmasi mempunyai depo-depo farmasi baik
untuk rawat jalan, rawat inap, gawat darurat, kamar bedah, dan lain sebagainya
sehingga tidak dilayani lagi oleh pusat pelayanan farmasi.(Febriawati, 2013)

Distribusi obat di unit rawat inap rumah sakit, dapat dilakukan dengan
menyediakan persediaan lengkap di ruang perawatan, melalui resep perorangan,
unit dosis atau kombinasi dari ketiganya. Saat ini rumah sakit mempersiapkan diri
untuk mengarah ke sistem unit dosis, dimana dengan sistem ini akan menekan
risiko terjadinya kebocoran keuangan, risiko kesalahan, tetapi membutuhkan
tenaga farmasi yang tinggi. (Febriawati, 2013)

2.3.6. Pengendalian
Pengendalian sedian farmasi sangat penting karena berkaitan dengan nilai yang
sangat signifikan, risiko kerugian yang tinggi, terjadinya over stock atau
kehabisan stok, peluang untuk cost saving. Karena nilai yang sangat signifikan ini
maka penting untuk diketahui nilainya secara pasti, dikendalikan jumlah dan
pergerakannya, cepat dideteksi jika terjadi inefisiensi dan dikendalikan
penggunaannya.
Kegiatan pengendalian mencakup :
a. Memperkirakan menghitung pemakaian rata-rata periode tertentu. Jumlah
stok ini disebut stok kerja.
b. Menentukan stok optimum yaitu stok obat yang diserahkan kepada unit
pelayanan agar tidak mengalami kekurangan/kekosongan dan stok
pengamanan dimana jumlah stok yang disediakan untuk mencegah terjadinya
sesuatu hal yang tidak terduga (keterlambatan obat pengiriman).
c. Menentukan waktu tunggu (lead time) yaitu waktu yang diperlukan dari
mulai pemesanan sampai obat diterima.
(Pedoman Perbekalan Farmasi, Depkes 2008)

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


46


2.3.6.1. Menggunakan Analisa ABC dan VEN


Analisis ABC merupakan metoda penggolongan berdasarkan peringkat nilai
kumulatif dari nilai tertinggi hingga terendah. Dengan analisa ABC dapat
diketahui berapa jumlah pemakaian terbanyak, investasi terbesar, dan nilai kritis
sediaan tersebut. Perbekalan farmasi kelompok kategori A termasuk dalam
kumulatif 70%, kategori kelompok B dalam kumulati 71% - 90%, dan kategori
kelompok C dalam kumulatif 90% - 100% (Pedoman Pengelolaan Perbekalan
Farmasi, Depkes 2008; Febriawati, 2013).

Beberapa manfaat analisis ABC, diantaranya adalah: membantu manajemen


dalam menentukan tingkat persediaan yang efisien, memberikan perhatian pada
jenis persediaan utama yang dapat memberikan cost benefit yang besar bagi
perusahaan, dapat memanfaatkan modal kerja (working capital) sebaik-baiknya
sehingga dapat memacu pertumbuhan perusahaan, dan sumber-sumber daya
produksi dapat dimanfaatkan secara efisien yang pada akhirnya dapat
meningkatkan produktifitas dan efisiensi fungsi-fungsi produksi.
Dalam kaitannya dengan pengontrolan, maka berdasarkan kelompok ABC ini
dapatlah ditentukan sebagai berikut: kelompok A memerlukan pemantauan ketat,
pencatatan yang lengkap dan akurat, serta perlu dilakukan peninjauan secara ketat
(1-3 bulan), dikendalikan dengan EOQ (Economic Order Quantity) dan ROP (Re
Order Point). Sediaan dengan kategori kelompok A harus disimpan dengan benar
untuk menghindari bahaya kehilangan obat akibat kecurian dan disimpan dalam
jumlah yang sedikit. Sedangkan kelompok B pengendalian yang dilakukan tidak
terlalu ketat seperti kelompok A. Namun demikian sistem pencatatan terhadap
penggunaan dan sisa obat harus cukup baik dan dilakukan pemantauan secara
berkala (3-6 bulan) serta dikendalikan dengan cara EOQ. Cara penyimpanan
kelompok ini disesuaikan dengan jenis obat dan perlakuannya. Pemantauan untuk
kelompok C dapat dilakukan dengan sederhana dengan sistim pencatatan yang
baik dan kelompok ini dapat ditinjau 1 tahun sekali. Pengendalian untuk
kelompok C dapat dilakukan dengan mengacu pada standar
persediaan.(Febriawati, 2013)

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


47


Melakukan analisis VEN artinya menentukan prioritas kebutuhan suatu sediaan


farmasi. Dengan kata lain, menentukan apakah suatu jenis sediaan farmasi
termasuk V (vital/harus tersedia), E (essensial/perlu tersedia), atau N (non-
essential/tidak prioritas untuk disediakan). (Pedoman Pengelolaan Perbekalan
Farmasi, Depkes 2008).
Kriteria VEN yang umum adalah perbekalan farmasi dikelompokkan sebagai
berikut % (Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi, Depkes 2008; Febriawati,
2013) :
 Vital (V) bila perbekalan farmasi tersebut diperlukan untuk menyelamatkan
kehidupan (life saving drug), dan bila tidak tersedia akan meningkatkan risiko
kematian. Contoh obat yang termasuk jenis obat vital adalah adrenalin,
antitoksin, insulin, obat jantung, dan lain sebagainya.
 Esensial (E) bila perbekalan farmasi tersebut terbukti efektif untuk
menyembuhkan penyakit, atau mengurangi penderitaan pasien. Contoh obat
yang termasuk jenis obat essensial adalah antibiotik, obat gastrointestinal, dan
lain sebagainya.
 Non-esensial (N) meliputi aneka ragam perbekalan farmasi yang digunakan
untuk penyakit yang sembuh sendiri (self limiting disease), sediaan farmasi
yang diragukan manfaatnya, sedian farmasi yang mahal namun tidak
mempunyai kelebihan manfaat dibandingkan sediaan farmasi lainnya. Contoh
obat yang termasuk jenis obat non-essensial adalah vitamin, suplemen dan lain
sebagainya.
Penggolongan obat sistem VEN dapat digunakan dalam melakukan seleksi obat
yaitu penyesuaian rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang tersedia,
melakukan pengadaan (monitoring order, safety stock, seleksi supplier, dan EOQ),
sistem supplai (quality dan service) dan control stock (kategori VE harus dihindari
terjadinya kekosongan obat).

2.3.6.2. Penentuan Jumlah Pemesanan (Reoder Point/ROP)


Berapa jumlah barang yang akan dipesan kembali perlu dikendalikan dengan
benar agar seluruh proses operasional dan pemasaran berjalan dengan lancar.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


48


Penentuan titik ROP dan jumlah pengisian bergantung pada kebijakan perusahaan.
Menurut Martono, R. 2013 beberapa metode yang sering digunakan adalah:
1. Lot-four-Lot (L4)
Pemesanan atau pemenuhan inventori sesuai jumlah yang dibutuhkan saja.
Ditujukan untuk jenis inventori yang mahal, kritis, dan pada sistem operasi Just-in
Time. Biaya modal dan simpan minimum, karena setiap barang yang disediakan
digunakan untuk proses. Kekurangan dari metode ini adalah bila terjadi risiko
perubahan kebutuhan inventori meningkat secara mendadak dan juga bila terjadi
keterlambatan pengiriman.
2. Fixed Order Quantity (FOQ)
Pemenuhan inventori selalu dilakukan dalam jumlah yang sama setiap kali
pemesanan. Kedua belah pihak, baik pemesan maupun pihak yang menyuplai
telah menyepakati jumlah pemesanan tersebut (biasa disebut lot atau ukuran
batch). Penambahan inventori dilakukan pada periode dengan tingkat kebutuhan
lebih tinggi dari tingkat inventori sisa. Bila kebutuhan inventori turun maka
frekuensi pengiriman akan dikurangi. Risiko yang dapat timbul dengan metode ini
adalah bila terjadi kenaikan inventori drastis dan jumlah inventori tidak dapat
ditambah untuk setiap kali pemesanan, maka frekuensi pengiriman inventori naik
tinggi. (Martono, R. 2013)
3. Economic Order Quantity (EOQ)
Model EOQ ini pertama kali diperkenalkan oleh Haris, FW tahun 1915. Dimana
biaya persediaan terdiri dari 2 macam, yaitu biaya pesan/ordering cost/set up cost
dan biaya simpan /carring cost/holding cost. Sistem pemesanan ini
menyeimbangkan biaya simpan dan biaya pesan inventori. Asumsinya adalah:
kebutuhan inventori diketahui dan relatif sama, kebutuhan inventori diproduksi
atau dibeli dalam ukuran lot, biaya simpan dan biaya kirim diketahui besarnya
sama dalam periode yang panjang serta disepakati oleh semua pihak perusahaan,
dan pemenuhan inventori terjadi dalam satu proses. Contoh jika kebutuhan
inventori 100 unit maka pengisian inventori langsung 100 unit, tidak dua kali
dengan masing-masing 50 unit. Rumus EOQ yang biasa digunakan adalah:

2AO
EOQ = S

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


49


Keterangan:
A = Kebutuhan inventori yang diperkirakan per periode waktu
O = Biaya pemesanan inventori per pesanan
S = Biaya simpan inventori per tahun

Sehingga dari formula tersebut dapat disimpulkan bahwa bertambahnya jumlah


inventori untuk setiap kali pemesanan inevntori berbanding lurus dengan nilai
rata-rata inventori (karena semakin banyak jumlah yang harus disimpan di
inventori perusahaan) dan berbanding terbalik dengan biaya pesan (karena
berkurangnya frekuensi pemesanan). Ilustrasi ini dapat dilihat pada Gambar 2.1.
(Martono, R. 2013)

Gambar 2.2 Ilustrasi Economic Order Quantity


Sumber: Martono, R.(2013). Pratical Inventory Management

4. Pesanan memenuhi jumlah periode (P-System / POQ)


Metode ini juga biasanya digunakan untuk kelompok inventori yang relatif tidak
mahal, bukan dalam kelompok kritis. Biasanya perusahaan menggunakan metode
ini untuk membeli dalam jumlah yang besar karena akan menghemat waktu dalam
menangani inventori dalam kelompok ini. Biaya inventoripun tidak besar karena
harga belinya tidak mahal. Jumlah yang akan dipesan dapat berbeda untuk setiap
kali pemesanan, bergantung pada kebutuhan. Rumus metoda ini menggunakan
penghitungan EOQ yang dibagi terhadap rata-rata permintaan dari seluruh
periode, sehingga didapatkan berapa kali periode pemenuhan pengisian kembali
dilakukan. (Martono, R. 2013)

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


50


EOQ
Periode pemenuhan =
Permintaan rata-rata tiap periode

Permintaan jumlah inventori yang dibutuhkan dihitung berdasarkan jumlah


permintaan masa periode pemenuhan yang telah dihitung berdasarkan rumus
tersebut di atas.

5. Periodic Review
Pengisian kembali inventori/barang kebutuhan operasional ketika inventori yang
tersedia mencapai ROP. ROP ini diperoleh melalui persamaan safety stock sesuai
service level yang sudah ditentukan oleh perusahaan. Dengan metode EOQ,
perusahaan melakukan review jumlah inventori yang dimiliki setiap periode
tertentu (T1, T2, T3, T4, bisa harian atau mingguan), lihat gambar 2.3. (Martono,
R. 2013)

Gambar 2.3 Ilustrasi EOQ pada Periodic Review


Sumber: Martono, R.(2013). Pratical Inventory Management

Jika Perusahaan menetapakan jumlah maksimum yang harus dipenuhi setiap kali
pemenuhan inventori maka dapat menggunakan pendekatan berikut:

Target Level = Demand during Lead Time + Safety Stock

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


51


6. Menggunakan Alat Bantu Visual


Metode ini digunakan pada sistem Just In Time atau Lean Manufacturing. Dengan
alat bantu visual, perusahaan sudah menentukan dari awal titik ROP dan proses
pemenuhan kembali inventori. Dengan alat bantu visual tidak ada lagi kegiatan
menghubungi pihak lain untuk memesan inventori sehingga mengurangi kegiatan
dan biaya pemesanan. Disamping itu perusahaan tidak perlu selalu menghitung
jumlah inventori yang dibutuhkan, tapi cukup menggunakan alat bantu proses
inventori berjalan sendirinya. Alat bantu yang paling sering digunakan adalah
kartu yang mengidentifikasi nama, jenis, dan jumlah inventori. (Martono, R.
2013)

Penggunaan two bins inventory system dapat menjelaskan metode ini. Dalam
sistem ini inventori diletakkan pada dua buah rak, masing-masing rak
dicantumkan sebuah kartu identitas inventori dam jumlah inventori untuk setiap
rak. Ketika salah satu rak habis maka kartu yang tercantum pada rak dikirim ke
bagian/proses sebelumnya untuk mengisi inventori. (Martono, R. 2013)

Sistim Kanban menyerupai sistim pada two bins inventory system. Perbedaannya,
pada sistem kanban diperlukan dua buah rak, dam jumlah inventori pada setiap
pengiriman tidak banyak. Hal ini memerlukan frekuensi pengiriman inventori
yang lebih sering. (Martono, R. 2013)

2.3.6.3. Penentuan Inventori Minimum Maximum


Berikut menurut Sahaya, W (2013) menghitung kebutuhan inventori minimum-
maximum adalah :

Minimum = Pemakaian sebulan X waktu pemesanan X safety stock


Maximum = Pemakaian sebulan X 2 (waktu pemesanan)

2.3.6.4. Service Level


Service level merupakan ukuran kinerja sebuah sistem, khususnya sebuah divisi
dalam rangka memenuhi harapan customer. Customer adalah bagian lain yang

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


52


membutuhkan pelayanan dari divisi tersebut. Bila dikaitkan dengan bagian


inventori, maka service level merupakan ukuran mengenai seberapa baik bagian
tersebut mampu mengisi kembali tingkat pemenuhan kebutuhan inventori dari
bagian lain yang membutuhkan. Beberapa definisi service level adalah :

 Service Level tipe 1 (SL-1)


Pada tipe 1 ini, perusahaan telah menentukan berapa persentase service level yang
dikehendaki untuk memenuhi permintaan inventori konsumen. Maka setelah
diketahui service level dapat dillihat pada tabel Z dari distribusi normal berapa
angka safety factor. (Martono, R. 2013)

 Service Level tipe 2 (SL-2)


Pada tipe 2, service level adalah tingkat frekuensi pemenuhan permintaan
konsumen sesuai dengan jumlah yang diharapkan, dengan rumusan seperti di
bawah ini:
SL-2 = Frekuensi pengiriman inventori sesuai dengan jumlah yang diharapkan
Frekuensi permintaaan

Jumlah permintaan yang tidak terkirim kepada konsumen disebut sebagai


backorder. Hal ini akan menyebabkan konsumen membeli dari supplier yang lain,
sehingga ini mempengaruhi service level kinerja supplier tersebut pada periode
tertentu untuk memenuhi semua permintaan konsumen. (Martono, R. 2013)

2.3.6.5. Safety stock


Beberapa penghitungan safety stock :

Safety Stock = Safety factor X Standard deviation

Standard deviation = (Kebutuhan - rata-rata kebutuhan)2

Jumlah periode -1

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


53


Safety Stock = Lead Time X CA


Jumlah Hari/Bulan

CA = Kebutuhan rata-rata waktu (bulan)

2.3.6.6. Sistem Kontrol dan Audit


Perusahaan harus menetapkan sistem kontrol atau pengendalian yang tepat dalam
mengelola inventorinya. Dalam melakukan pengontrolan inventori dapat
menggunakan metode ABC yang mengklasifikasikan inventori berdasarkan nilai,
supaya kontrol dapat dilakukan secara efisien. (Martono, R. 2013).

Dua (2) jenis kontrol yang biasa dilakukan perusahaan terhadap inventori, yaitu:
a. Periodik
Pelaksanaan kontrol biasanya sekali dalam satu tahun (dalam satu bulan). Kontrol
dilakukan terhadap semua jenis inventori dengan tujuan untuk melakukan
verifikasi terhadap nilai keuangan. Kelemahan dari proses ini adalah selang waktu
yang digunakan lama sehingga dapat terjadi perbedaan antara jumlah yang tercatat
dan kondisi di lapangan, proses produksi harus dihentikan, pelaksana kontrol oleh
banyak karyawan yang mungkin kurang ahli.

b. Cycle Counting
Pelaksanaan kontrol dilakukan dengan selang waktu yang pendek dan terus
menerus sepanjang tahun (misal tiga hari dalam seminggu). Proses produksi dapat
berjalan terus, tingkat kesalahan lebih kecil dan dilakukan oleh tenaga ahli.
Inventori dalam kategori ini adalah inventori yang penting bagi perusahaan.
Beberapa kondisi mengenai waktu pelaksanaan cycle counting adalah: ketika
pemesanan inventori diterima, ketika inventori habis, ketika sejumlah transaksi
pembelian inventori sudah dilaksanakan. (Martono, R. 2013).

Menurut Henmaidi (2009), cycle counting merupakan prosedur Quality Assurance


(penjaminan mutu) yang mencoba mengidentifikasi kesalahaan serta melakukan
perbaikan yang dibutuhkan. Cycle counting adalah upaya untuk menghitung

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


54


jumlah fisik persediaan di gudang, membandingkan dengan catatan, dan setelah


memperhatikan transaksi yang sedang berjalan, dilakukan tindakan koreksi. Cycle
counting adalah metode sistematis untuk menghitung persediaan terus menerus.
Akurasi inventori di audit secara reguler, bukannya sekali setahun Hasilnya: data
lapangan cocok dengan catatan di administrasi/ di dalam sistem. Oleh karena itu
hasil dari cycle counting harus ditindaklanjuti berupa penelusuran kenapa terjadi
perbedaan. Lakukan evaluasi untuk continuous improvement, identifikasi sumber
masalah, dan lakukan perbaikan.

2.3.7. Pencatatan dan Pelaporan


Sistem informasi dan pencatatan administrasi perbekalan farmasi yang disiplin
akan menyediakan data yang akurat sebagai bahan evaluasi dan sarana
penghitungan dalam rangka pertanggung jawaban sediaan yang berada di
gudang/tempat penyimpanan lain. Pencatatan juga merupakan sarana informasi
dalam rangka pengendalian sediaan, perencanaan, pengadaan, dan
pendistribusian. (Pedoman Perbekalan Farmasi, Depkes 2008)

Kegiatan yang dilakukan dalam pencatatan dan pelaporan adalah melakukan


pencatatan penerimaan sediaan, pencatatan penyimpanan, pencatatan kartu stok,
pencatatan mutasi dan pengeluaran barang dan dilengkapai dengan adanya
kegiatan pelaporan. Kartu stok harus tersedia untuk setiap barang yang disimpan,
diisi dengan lengkap dan tepat waktu setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi
(penerimaan, pengeluaran, hilang/rusak/kadaluwarsa). (Pedoman Perbekalan
Farmasi, Depkes 2008).
Manfaat adanya kartu stok (Febriawati, 2013) adalah:
a. Dapat diketahuinya dengan cepat posisi persediaan obat dan sediaan lain di
gudang.
b. Sebagai sarana pengendalian persediaan.
c. Sumber masukan untuk pembuatan perencanaan pengadaan.
d. Pertanggung jawaban petugas dan bahan pembuatan laporan.
e. Alat kendali kepala instalasi farmasi.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


55


Pelaporan yang disusun, sedikitnya mengandung unsur laporan mutasi barang,


monitoring dinamika sediaan, dan kompilasi monitoring dinamaika sediaan.
Laporan haruslah dibuat teratur dan berkala (triwulan, semester). Pelaporan setiap
tahun yang memuat jumlah penerimaan, pengeluaran dan sisa persediaan barang
di gudang lebih dikenal dengan laporan stok opname.(Febriawati, 2013).

2.3.8. Penghapusan
Menurut Subagya, 1994 (dalam Febriawati, 2013), penghapusan adalah kegiatan
atau usaha pembebasan barang dari pertanggungjawaban sesuai peraturan dan
perundangan-undangan yang berlaku. Menurut Pedoman Pengelolaan Perbekalan
Farmasi-Depkes 2008, penghapusan merupakan kegiatan penyelesaian terhadap
perbekalan farmasi yang tidak terpakai karena kadaluwarsa, rusak dan mutu tidak
memenuhi standar. Tujuan dari penghapusan ini untuk menjamin perbekalan
farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat dikelola sesuai dengan standar yang
berlaku. Adanya penghapusan akan mengurangi beban penyimpanan maupun
mengurangi risiko terjadi penggunaan obat yang sudah sub standar.

Penghapusan dapat ditinjau dari dua aspek (Febriawati, 2013) yaitu:


a. Aspek yuridis, administrasi dan prosedur.
Dalam aspek yuridis mencakup hal-hal pembentukan panitia penilai, identifikasi
dan inventarisasi peraturan-peraturan yang mengikat, persyaratan atau ketentuan
terhadap barang yang dihapus, penyelesaian kewajiban sebelum barang dihapus.
Sedangkan aspek administrasi dan prosedur meliputi kelengkapan dokumentasi
berita acara penghapusan, antara lain terdiri dari spesifikasi barang, alasan
penghapusan cara penghapusan, waktu penghapusan dilakukan dan pengesahan
dokumen penghapusan.

b. Aspek rencana pelaksana teknis.


Pada aspek ini yang dilakukan adalah melakukan evaluasi barang yang akan
dihapuskan, menyusun rencana pemisahan dan pembuangan serta merencanakan
tindak lanjut.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


56


2.3.9. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi merupakan bagian dari integral dari sistem pengelolaan
perbekalan farmasi rumah sakit karena dapat menggambarkan kinerja pengelolaan
dan dapat digunakan sebagai area untuk perbaikan. Kegiatan ini juga merupakan
akuntabilitas agar seluruh pihak dapat mengetahui dampak kinerja dan investasi
mereka kepada organisasi. Monitoring dan evaluasi ini hendaknya dilakukan
secara periodik sehingga dapat diketahui penilaian secara periodik pula tentang
kemajuan yang dapat dicapai dari perjalanan program dalam mencapai tujuan
jangka panjang organisasi. (Pedoman Perbekalan Farmasi, Depkes 2008).

Monitoring ini juga dilakukan terhadap sistem inventori secara berkala agar
didapatkan pengelolaan data dan informasi yang akurat sehingga dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan. (Hartono, 2013)

Indikator berikut merupakan berbagai indikator dari berbagai sumber yang dapat
disajikan oleh penulis. Hendaknya indikator yang dipilih melibatkan keseluruhan
bagian dari pengelolaan perbekalan farmasi. Indikator efisiensi pengelolaan obat
diambil dari sumber Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 2011. Fakultas
Farmasi UGM dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


57


Tabel 2.2 Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Rumah Sakit


Nilai
Tahapan Indikator Tujuan
Pembanding
Selection
Kesesuaian item obat Untuk mengetahui
yang tersedia dengan tingkat penggunaan 49% (Depkes RI,2006)
DOEN (Depkes RI,2002) obat essensial
Procurement Persentase alokasi dana Untuk mengetahui
pengadaan obat (Depkes RI, seberapa jauh
2002) 30-40% (Hudyono dan
persediaan dana RS Andayaningsih, 1990)
memberikan dana
kepada farmasi
Frekuensi pengadaan tiap Untuk mengetahui Rendah <12x/tahun;
item obat per tahun berapa kali obat- Sedang 12-
(Pudjaningsih, 1996)
obat tersebut 24x/tahun; Tinggi
dipesan dalam >24x/tahun (Pudjaningsih,
1996)
setahun
Frekuensi kurang Untuk mengetahui
lengkapnya surat berapa kali terjadi 1-9 kali (Pudjaningsih,
1996)
pesanan/kontrak (Pudjaningsih, kesalahan faktur
1996)

Procurement Frekuensi tertundanya Untuk mengetahui


pembayaran oleh rumah kualitas 0 - 25 kali
(Pudjaningsih, 1996)
sakit terhadap waktu pembayaran rumah
yang disepakati (Pudjaningsih, sakit
1996)

Presentase jumlah item obat Untuk mengetahui


yang diadakan dengan yang ketepatan 100% -120%
(Pudjaningsih, 1996)
direncanakan (Pudjaningsih, 1996) perencanaan
Distribution 1. Ketepatan data Untuk mengetahui
jumlah obat pada ketelitian petugas 100% (Pudjaningsih,
1996)
kartu stok (Pudjaningsih, gudang
1996)

2. Turn Over Ratio Untuk mengetahui


/Inventory Turn Over perputaran modal 10 - 23 kali/tahun
(Pudjaningsih, 1996) (Pudjaningsih, 1996)
dalam satu tahun
persediaan
3. Sistem penataan Untuk mengetahui
100% FIFO/FEFO
gudang (Pudjaningsih, 1996) sistem penataan (Pudjaningsih, 1996)
gudang


Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


58


Tabel 2.2 (sambungan)

Tahapan Indikator Tujuan Nilai Pembanding


4. Presentase dan nilai Untuk mengetahui
obat yang besarnya kerugian 0,2% (Pudjaningsih,
1996)
kadaluwarsa dan atau rumah sakit
rusak (Pudjaningsih, 1996)
5. Persentase stok mati Untuk mengetahui
(Depkes RI, 2002
sediaan yang tidak
0%
mengalami
pergerakan
6. Tingkat ketersediaan Untuk mengetahui
Minimal sejumlah
obat (Depkes RI, 2002) kisaran kecukupan safety stock
obat
Use 1. Jumlah item obat Untuk mengukur 1,3-2,2 (WHO, 1993)
perlembar resep (WHO, derajat polifarmasi
1993) 3,3 (Quick, 1997)
2. Persentase obat dengan Untuk mengetahui
nama generik (WHO, 1993) 82% - 94% (WHO,
kecenderungan 1993)
untuk meresepkan 59% (Quick, 1997)
obat generik
3. Persentase peresepan Untuk mengukur
(WHO, 1993) < 22,7% (WHO, 1993)
antibiotika penggunaan 43% (Quick, 1997)
antibiotika
4. Persentase peresepan Untuk mengukur Seminimal
injeksi (WHO, 1993) penggunaan injeksi mungkin(WHO, 1993)
17% (Quick, 1997)
5. Persentase obat yang Untuk mengukur
masuk daftar obat tingkat kepatuhan
rumah sakit (WHO, 1993) dokter terhadap 100% (Depkes, 2007)
standar obat di
rumah sakit
6. Rata-rata kecepatan Untuk mengetahui 60 menit
pelayanan resep (WHO, tingkat kecepatan (racikan), 30
1993)
pelayananan menit (sediaan
farmasi rumah sakit jadi)
(Depkes, 2007)

7. Persentase obat yang Untuk mengetahui


76 100%
dapat diserahkan (WHO, cakupan pelayanan (Pudjaningsih, 1996)
1993)
rumah sakit
8. Persentase obat yang Untuk mengetahui
diberi label dengan besarnya
lengkap (WHO, 1993) kelengkapan
100%
 informasi pokok
yang harus ditulis
di etiket

Sumber : Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 2011. Fakultas Farmasi UGM, P 96 & P. 98

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


59


2.4. Konsep Lean


2.4.1. Definisi Lean Thinking
Dasar pemikiran Lean (Lean Thinking) adalah berusaha menghilangkan waste
(pemborosan) di dalam proses yang tidak mempunyai nilai tambah, atau dapat
juga dikatakan sebagai suatu konsep perampingan atau efisiensi. Berikut adalah
beberapa definisi Lean menurut berbagai sumber. Menurut Miller (2005) Lean
dapat diartikan using less to do more by determining the value of any given
process by distinghuising value added steps from non added and eliminating
waste so that ultimately every step adds value to the process. Yakni
mengunakan sedikit untuk menghasilkan lebih, dengan cara menentukan nilai
dari setiap proses yang diberikan melalui pembedaan langkah-langkah nilai
tambah dari yang tidak bernilai tambah dan mengeliminasi pemborosan sehingga
pada akhirnya setiap langkah mempunyai nilai tambah terhadap proses. (NHS
Institute for Innovation and Improvement)

Menurut APICS Dictionary (2010) Lean diartikan sebagai suatu filosofi bisnis
yang berlandaskan pada minimisasi penggunaan sumber-sumber daya (termasuk
waktu) dalam berbagai aktivitas perusahaan. Fokus Lean menurut sumber ini
adalah pada identifikasi dan eliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai
tambah (non value adding activities) baik itu dalam desain, produksi (untuk
bidang manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain
management, yang berkaitan dengan pelanggan.

Menurut Gaspersz, V (2011), Lean diartikan sebagai suatu upaya terus menerus
untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value
added) produk (barang dan atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan
(customer value). Lean juga dikatakan sebagai suatu pendekatan sistemik dan
sistematik untuk menidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau
aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value addinng activities)
melalui peningkatkan terus menerus secara radikal (radical continuous
improvement) dengan cara mengalirkan produk (material, work in process,
output). Tujuan dari Lean adalah meningkatkan terus menerus customer value
melalui peningkatan terus menerus rasio antara nilai tambah terhadap waste (the

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


60


value to waste ratio). Dimana 30% merupakan standar minimum bahwa


perusahaan tersebut Lean.

Dalam suatu perusahaan penerapan Lean dapat diterapkan pada keseluruhan


perusahaan atau satu bagian atau beberapa bagian dari perusahaan tersebut. Bila
penerapan Lean ini melibatkan keseluruhan perusahaan maka disebut sebagai
Lean Enterpise. Demikian pula bila Lean diterapkan dalam bidang manufacturing
disebut sebagai Lean Manufacturing dan dalam bidang jasa disebut sebagai Lean
Service. Penamaan Lean ini disesuaikan dengan nama bidang/area dimana Lean
tersebut diterapkan. Terdapat tiga tujuan dari Lean Enterprise, yaitu:
1. Pada level customer, bertujuan untuk mencapai highest satisfaction of needs.
2. Pada level process, bertujuan untuk mencapai total elimination of muda or
waste.
3. Pada level employee, bertujuan untuk mencapai respect for human diginity.
(Gaspersz, 2011)

2.4.2. Riwayat Lean


Metode Lean telah digunakan sejak awal revolusi industri. Lean adalah
metodologi perbaikan yang terus menerus yang digunakan pada semua aspek
bisnis (tidak hanya manufaktur dan proses supply chain). Prinsip-prinsip Lean
telah ditingkatkan dan dikembangkan oleh Taiichi Ohnno pada tahun 1950an dari
Toyota, untuk menciptakan Toyota Production System. Toyota mengembangkan
Lean berdasarkan karya Frederick Taylor dan W. Edwards Deming tahun 1950.
Lean berfokus pada menghilangkan Non-value-added seperti penundaan,
pemborosan, dan pengerjaan ulang dari proses Anda. Lean dapat digunakan dalam
setiap industri atau bisnis.

2.4.3. Prinsip-prinsip Lean Thinking


Lima (5) prinsip dari Lean Thinking yang digunakan akan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan dengan memperbaiki aliran perjalanan pasien (patient
journey) dan menghilangkan pemborosan, menurut NHS dalam Going Lean in the
NHS adalah :

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


61


a. Specify value. Spesifikasi secara tepat nilai produk yang diinginkan oleh
pelanggan/pasien. Nilai adalah setiap kegiatan yang meningkatkan kesehatan
pasien, kesejahteraan dan pengalaman pasien. Beberapa implikasi di
pelayanan kesehatan yang terkait dengan spesifikasi nilai ini haruslah
diidentifikasikan dan disepakati nilai apa yang disediakan kepada
pelanggan/pasien. Apa pun yang meningkatkan perawatan dan pengalaman
pasien adalah akan menambahkan nilai, sedangkan hal lain adalah
pemborosan. Berikut adalah beberapa hal yang mempunyai nilai bagi pasien,
yaitu: pasien tidak mempunyai pengalaman akan keterlambatan,
mendapatkan standar yang tinggi dan pelayanan yang baik, tidak
mendapatkan infeksi ketika dirawat di rumah sakit, dirawat dengan tempat
yang benar pada waktu yang benar dan oleh orang yang benar. Sedangkan hal
yang tidak bernilai bagi pasien, seperti: pasien harus menunggu/membuang
waktu, proses pemullihan yang panjang, misalnya hasil tes laboratorium tidak
tersedia, penjadualan ulang rawat jalan karena ada dokter tidak praktik, dan
lain-lain. Disamping hal tersebut di atas perlu untuk mengidentifikasi siapa
pelanggan kita. Bila di pelayanan rumah sakit sudah jelas bahwa pelanggan
kita adalah pasien, tetapi bagaimanapun juga pelanggan lain memang ada dan
harus dipertimbangkan.
b. Identify the value stream or patient journey. Identifikasi aliran nilai (value
stream) untuk setiap proses jasa. Hal ini merupakan inti tindakan yang
diperlukan untuk memberikan nilai bagi pasien. Ini mencakup seluruh
perjalanan pasien mulai dari awal sampai akhir. Mengidentifikasi langkah-
langkah yang menambah nilai dan meningkatkan kualitas bagi pasien.
Mengidentifikasi value stream juga berarti mengidentifikasi komponen
perjalanan pasien yang menambah nilai akan perawatan mereka. Salah satu
metode untuk melakukan hal ini adalah pemetaan aliran nilai (value stream
mapping). Value stream mapping memungkinkan kita secara visual
mengetahui bagaimana proses yang sedang berlangsung saat ini dan
memungkinkan kita untuk mengidentifikasi semua yang bersifat pemborosan,
pekerjaan yang tidak perlu, adanya duplikasi langkah, adanya keterlambatan,
kurangnya peran yang jelas dan tanggung jawab.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


62


c. Make the process and value flow. Membuat proses dan nilai mengalir.
Eliminasi semua pemborosan yang terdapat dalam aliran jasa (Moment of
Truth) agar nilai mengalir tanpa hambatan. Bagi pasien ini berarti
menghindari antrian dan tumpukan, menghilangkan semua hambatan yang
dapat mencegah terjadinya aliran tercepat teraman bagi perawatan pasien.
d. Let the customer pull. Pelanggan harus mulai untuk menarik produk atau jasa
yang diperlukan. Kita harus memberikan perawatan sesuai permintaan,
dengan sumber daya yang diperlukan untuk itu. Implikasi di pelayanan
kesehatan adalah kita harus membuat sistem menarik dalam perjalanan
pasien. Setiap langkah dalam perjalanan pasien perlu menarik orang,
keterampilan, bahan dan informasi. Hal ini dapat berarti kita menanggapi
permintaan atau kebutuhan pasien.
e. Pursue perfection. Mengembangkan dan mengubah proses terus menerus
dalam mengejar kesempurnaan. Untuk pasien ini berarti menyelesaikan
perawatan dan pengobatannya dengan hasil terbaik, tanpa kesalahan, tepat
waktu dan tanpa penundaan. Untuk mencapai hal ini kita perlu proses yang
konsisten dan dapat diandalkan.

Menurut Vincent Gaspersz (2012), terdapat lima prinsip Lean yang sama dengan
prinsip di atas yaitu :
a. Mengidentifikasi nilai produk (barang dan/atau jasa) berdasarkan perspektif
pelanggan, yang mana pelanggan menginginkan produk (barang dan/atau jasa)
berkualitas superior, dengan harga yang kompetetitif pada penyerahan yang
tepat waktu (prinsip: Q=Quality, C=Cost, dan D=Delivery)
b. Mengidentifikasi value stream process mapping (pemetaan proses pada value
stream) untuk setiap produk (barang dan/atau jasa). Catatan : kebanyakan
manajemen perusahaan industri di Indonesia hanya melakkukan pemetaan
proses bisnis atau proses kerja, bukan melakukan pemetaan proses produk.
Hal ini berbeda dari pendekatan Lean.
c. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas
sepanjang proses value stream itu.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


63


d. Mengorganisasikan agar material, informasi, dan produk itu mengalir secara


lancar dan efisien sepanjang proses value stream menggunakan sistem tarik
(pull system).
e. Mencari terus menerus berbagai teknik dan alat-alat peningkatan
(improvement tools and techniques) untuk mencapai keunggulan (excellence)
dan peningkatan terus menerus (continuous improvement)

Menurut Zylstra, K.D (2006), pendekatan tarik (pull) dalam Lean Distribution
adalah penghubung terakhir antara persyaratan pelanggan dan operasi internal dan
para pemasok. Penghubung ini menyalurkan informasi dan untuk mensinkron
operasi. Penghubung tersebut harus cepat dan responsif, sehingga harus dibangun
di atas data yang solid yang mencerminkan dari permintaan dan karakteristik
aliran untuk membuat proses pengisian kembali berjalan lebih efektif. Titik awal
dari data tarik adalah permintaan. Data permintaan berhubungan dengan konsumsi
nyata produk. Data permintaan dapat dikombinasikan dengan kebijakan pelayanan
pelanggan, penempatan penahan, dan siklus pengisian kembali untuk membangun
sistem Tarik yang berhubungan dengan pelanggan. Ketersediaan, sumber dan
keakuratan data dapat menjadi faktor yang membatasi baik terhadap identifikasi
titik konsumsi maupun mendapatkan data permintaan aktual. Titik konsumsi yang
diinginkan dapat membuktikan tidak dapat bekerja sehubungan dengan data yang
berkendala, jika data tidak tersedia dan tidak akurat.

2.4.4. Pemborosan (Waste)


Pemborosan (waste) adalah apapun yang tidak menambah nilai, apapun yang
tidak membantu memenuhi kebutuhan pelanggan, dan apapun yang tidak ingin
dibayar pelanggan terhadap apa yang telah kita lakukan. Eliminasi pemborosan
adalah salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan profitabilitas
bisnis. Tujuh pemborosan yang dikenal dalam bahasa Jepangnya sebagai "Muda."
"Tujuh pemborosan" adalah alat untuk lebih mengkategorikan "Muda".
Dikembangkan oleh Toyota Chief Engineer Taiichi Ohno sebagai inti dari Sistem
Produksi Toyota, juga dikenal sebagai Lean Manufacturing. untuk menghilangkan

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


64


pemborosan, penting untuk memahami apa dan di mana pemborosan itu ada.
Tujuh pemborosan menurut Taiichi Ono adalah Transportastion, Inventori,
Motion, Waiting, Over-processing, Over-production, Defect.

Menurut Vincent Gasperz (2012), terdapat Delapan (8) Jenis Pemborosan seperti
yang ditunjukkan dalam Tabel 2.3 dan Tabel 2.4

Tabel 2.3 Delapan Jenis Pemborosan

Type Waste Akar Penyebab (Root Cause)


1 Overproduction: memproduksi Ketiadaan komunikasi, sistem
lebih daripada kebutuhan pelanggan balas jasa dan penghargaan yang
internal dan eksternal, atau tidak tepat, hanya berfokus pada
memproduksi lebih cepat atau lebih kesibukan kerja, bukan untuk
awal daripada waktu kebutuhan memenuhi kebutuhan pelanggan
pelanggan internal dan eksternal. internal dan eksternal

2 Delays (waiting time): Inkonsistensi metode kerja, waktu


keterlambatan yang tampak melalui penggantian produk yang panjang
orang-orang yang sedang menunggu (long changeover times), dan lain-
mesin, peralatan, bahan baku, lain.
supplies, perawatan/pemeliharaan
(maintenance), dan lain-lain, atau
mesin-mesin yang sedang
menunggu perawatan, orang-orang,
bahan baku, peralatan, dan lain-lain.

3 Transportation: memindahkan Tata letak yang jelek (poor


material atau orang dalam jarak layout), ketiadaan koordinasi
yang sangat jauh dari satu proses ke dalam proses, housekeeping,
proses berikut yang dapat organisasi tempat kerja yang jelek
mengakibatkan waktu penanganan (poor workplace organization),
material bertambah. lokasi penyimpanan material yang
banyak dan saling berjauhan
(multiple and long distance
locations).

4 Processes: mencakup proses-proses Ketidaktepatan penggunaan


tambahan atau aktivitas kerja yang peralatan, pemeliharaan peralatan
tidak perlu atau tidak efisien. yang jelek (poor tooling

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


65


Lanjutan tabel 2.3 Delapan Jenis Pemborosan

Type Waste Akar Penyebab (Root Cause)


maintenance), gagal
mengkombinasi operasi-operasi.
kerja, proses kerja dibuat serial
padahal proses-proses itu tidak
saling tergantung satu sama lain,
yang seyogyanya dapat dibuat
paralel.
 5 Inventories: pada dasarnya Peralatan yang tidak handal
inventories menyembunyikan (unreliable equipment), aliran
masalah aktivitas penanganan kerja yang tidak seimbang
tambahan yang seharusnya tidak (unbalanced flow), pemasok yang
diperlukan. Inventories juga tidak kapabel (incapable
mengakibatkan extra paperwork, supplier),
ekstra space, dan extra cost. peramalan kebutuhan yang tidak
akurat (inaccurate forecasting),
ukuran batch yang besar (large
batch size), waktu pergantian
yang panjang (Long charger-
overtime)
6 Motions : setiap pergerakan dari Organisasi tempat kerja yang
orang atau mesin yang tidak jelek (poor workplace
menambah nilai kepada barang dan organization), tata letak yang
jasa akan diserahkan kepada jelek (poor layout), metode kerja
pelanggan, tetapi hanya menambah yang tidak konsisten
biaya dan waktu saja. (inconsistent work method), poor
machine design.
7 Defective Products: scrap, rework, Incapable processes, insufficient
customer returns, costumer training, ketiadaan prosedur-
dissatisfaction. prosedur operasi standar.
8 Defective Design : desain yang Lack of customer input design,
tidak memenuhi kebutuhan over design
pelanggan, penambahan features
yang tidak perlu.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


66


Tabel 2.4 Delapan (8) pemborosan di pelayanan kesehatan beserta dengan contoh.
No. WasteMuda Definisi Contoh Penyebab Penanggulangan
1 Cacat /mengulang Pekerjaan yang Salah Obat Kurangnya pemahaman Mendesain ulang sistem yang
pekerjaan mengandung Mengulang pekerjaan tentang apa yang mendukung pekerja melakukan
(Defect/rework) kesalahan atau Variasi hasil dimaksud dengan pekerjaan dengan benar, dengan
kekurangan sesuatu Biaya/penagihan yang "bebas cacat" spesifikasi yang jelas dari aktivitas
yang bernilai salah pekerjaan, harapan yang jelas
Kurangnya spesifikasi
Kesalahan pembedahan terhadap hasil dan lingkungan yang
dalam proses kerja.
aman bagi pemecahan masalah
dalam perjalanan kerja.
Mendefinisikan dengan jelas
sehingga mempunyai pemahaman
apa yang dimaksud dengan bebas
cacat.
Pemahaman tunggal yang jelas
tentang metode bebas cacat
sekarang.
2 Overproduction Pekerjaan Duplikasi grafik Menyalahartikan Interpretasi yang jelas dari peraturan
berlebihan Beberapa formulir peraturan-peraturan
Informasi Sistem (elektronik atau
untuk informasi yang Komunikasi yang buruk
kertas) dari perjalanan pasien yang
antara departemen,
sama menghilangkan kelebihan.
kantor.
Salinan-salinan laporan Tidak ada spesifikasi
dikirim secara otomatis yang jelas dari apa yang
membutuhkan.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


67


Lanjutan Tabel 2.4 Delapan (8) pemborosan di pelayanan kesehatan beserta dengan contoh.

No. WasteMuda Definisi Contoh Penyebab Penanggulangan

Sistem komputer tidak


terhubung
3 Menunggu Waktu menganggur Menunggu pekerja Kurang mengerti "Menjadualkan saat ini juga. (Right
(waiting) ketika seseorang lainnya dalam mengenai waktu untuk now" scheduling)
sedang menunggu pertemuan, menunggu melakukan tugas
informasi, pembedahan, prosedur Mengurangi pertemuan; kerja dalam
peralatan atau dan laporan-laporan. Akuntabilitas yang kelompok kecil.
material yang tidak buruk dalam ketepatan
Matching capabilities to demand for
ada ditangannya Pasien menunggu untuk waktu.
services, supplies
perjanjian, dokter visit,
porsedur. Compounding delays
Tidak tanggap terhadap
sistem penjadualan
kebutuhan kerja.
4 Tidak Jelas / Orang yang sedang Aktivitas-aktivitas yang Aktivitas kerja tertentu Semua aktivitas pekerjaan jelas
bingung bekerja tidak sama yang sedang kurang standar. terperinci.
percaya diri tentang dilakukan dengan cara
cara terbaik berbeda oleh orang Kurangnya bahasa yang Tanda/sinyal yang jelas untuk
melakukan tugas. yang berbeda. lazim. keseragaman kerja.

Instruksi dokter tidak Pekerja mengandalkan


jelas. ingatan atau ganbaran
tertentu.

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


68


Lanjutan Tabel 2.4 Delapan (8) pemborosan di pelayanan kesehatan beserta dengan contoh.
No. WasteMuda Definisi Contoh Penyebab Penanggulangan
Rute pemberian obat
tidak jelas.
Sistem penagihan
pembayaran tidak jelas
5 Transportasi Merelokasi atau Mengirimkan obat- Lokasi suplai tidak Melakukan 5S- organisasi tempat
mengirim pasien, obatan dari farmasi standar. kerja untuk menstandarkan lokasi
material atau suplai sentral. suplai dekat dengan titik kerja.
untuk memenuhi Perlengkapan untuk
sebuah tugas. Staf berjalan (mondar- menyelesaikan satu Examine staff location as related to
mandir) menuju ke tugas terletak di commonly used supply storage
ruang penyimpanan beberapa lokasi. locations
untuk mengambil
persediaan.

Perjalanan staf ke ruang


penyimpanan yang jauh
untuk mengambil
persediaan.
Pengiriman paket bedah
ke kamar operasi.


Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


69


Lanjutan Tabel 2.4 Delapan (8) pemborosan di pelayanan kesehatan beserta dengan contoh.
No. WasteMuda Definisi Contoh Penyebab Penanggulangan
6 Inventori Lebih banyak Stok obat yang Suplai/permintaan tidak Suplai tepat , apa yang dibutuhkan
material yang berlebihan di unit. tidak dipahami dengan tidak lebih dan tidak kurang.
disimpan daripada baik.
yang dibutuhkan Stok suplai yang Menjaga ketersediaan suplai saat ini.
untuk kerja. berlebihan di unit dan Persediaan yang sudah
di gudang. usang tidak dihapus .
Pilihan pribadi
dipenuhi,
dilipatganakan.
Understand personal preferences
and orchestrate "like" items use.
7 Pergerakan Pergerakan orang Mencari informasi. Sistem informasi yang Sistem IT yang sesuai dengan
yang tidak tidak konsisten permintaan kerja.
menambah nilai. Mencari material dan (termasuk komunikasi).
orang. Sistem komunikasi yang dipercaya.
Stok material tidak
Material, alat sesuai dengan Ketersediaan bahan cairan yang
ditempatkan jauh dari permintaan. memenuhi kebutuhan saat ini.
tempat kerja.
Penjadualan yang Penjadualan yang konsisten yang
menciptakan banyak memenuhi permintaan.
jalan (bolak-balik) dan
kerja ulang.


Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


70


Lanjutan Tabel 2.4 Delapan (8) pemborosan di pelayanan kesehatan beserta dengan contoh.
No. WasteMuda Definisi Contoh Penyebab Penanggulangan
8 Proses yang Aktivitas-aktivitas Klarifikasi perintah Tata letak kerja yang Desain ulang area kerja untuk
berlebihan yang dilakukan tidak mendukung aliran menciptakan aliran yang kontinyu.
tidak menambah Klarifikasi pesanan / yang kontinyu.
nilai dari perspektif instruksi Sistem pengiriman yang sederhana
pasien/customer. Aliran yang kompleks /konsisten untuk obat-
Infromasi/grafik yang pada pengiriman obat
berlebihan. obatan/material/ informasi.
dari apotik.
Obat yang hilang. Formulir-formulir yang sebagai
Formulir-formulir yang
Peraturan pekerjaan dokumen hanya informasi yang
banyak.
tulis menulis. penting.
Sumber : http://www.hpp.bz/page.php?page=8%20Wastes%20with%20Healthcare%20Examples. Diunduh pada tanggal 6 September
2013, Pukul 00:23 WIB

Universitas Indonesia 

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


71


Untuk memudahkan dalam identifikasi pemborosan maka oleh Vincent Gaspersz


diciptakan akronim E-DOWNTIME Waste dan formulir identifikasi pemborosan
dalam proses di tempat kerja ditunjukkan pada tabel 2.5 di bawah ini. Berikut
adalah arti dari akronim tersebut :
E = Environemental, Health and Safety (EHS), jenis pemborosan
yang terjadi karena kelalaian dalam memmperhatikan hal-hal yang
berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS.
D = Defect, jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau
kegagalan produk (barang dan/atau jasa).
O = Overproduction, jenis pemborosan yang terjadi karena produksi
berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan.
W = Waiting, jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu.
N = Not utilizing employees knowledge, skills and abilities, jenis
pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak
menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan dari
karyawan secara optimum.
T = Transportation, jenis pemborosan yang terjadi karena
transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.
I = Inventories, jenis pemborosan yang terjadi karena inventories
yang berlebihan.
M = Motion, jenis pemborosan yang terjadi karena pergerakan yang
banyak dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.
E = Excess processing, jenis pemborosan yang terjadi karena
langkah-langkah porses yang panjang dari yang seharusnya
sepanjang proses value stream.

Tabel 2.5 .Formulir Identifikasi Pemborosan dalam Proses di Tempat Kerja


Jenis Sumber Penanggung Waktu Alasan Saran
Pemborosan Pemborosan Jawab Terjadi Terjadi Perbaikan
(Apa) (Dimana) (Siapa) (Bilamana) (Mengapa) (Bagaimana)

Sumber : Vincennt Garpersz, 2012 dalam Lean Six Sigma

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


72


2.4.5. Value Stream Mapping (VSM)


Lean manufacturing berfokuskan pada value stream mapping, yaitu suatu
teknik yang digunakan untuk menganalisis dan merancang aliran bahan dan
informasi yang diperlukan untuk membawa produk atau layanan kepada
konsumen. Disamping hal itu juga berguna untuk menggambar peta nilai aliran
masa depan dengan menciptakan aliran yang menghilangkan pemborosan.
Value stream dapat diterapkan pada hampir semua rantai nilai. Tujuan
utama dari value stream mapping adalah untuk memperkirakan lead time yang
menyertai aliran produk tertentu dalam sebuah sistem. Dimulai dari gudang
supplier, aliran produk sering mencakup elemen-elemen berikut ini di dalam
produk value stream :
a. Pemesanan material (ordering material) dan komponen dari supplier .
b. Shipping material dan komponen dari gudang supplier.
c. Penerimaan dan penyimpanan material dan komponen di gudang.
d. Pemrosesan material dan komponen.
e. Passing atau delaying product subassemblies melalui buffer.
f. Penyimpanan produk-produk yang sudah selesai sebelum dikirim.
g. Penyiapan produk untuk pengiriman
h. Pengiriman produk ke customer.
(El-Haik dan Al-Aomar., 2006).

2.4.6. Sistem Tarik (Pull System)


Di dalam Lean, akan ditekan pada sistem tarik dan bukan pada sistem dorong.
Dalam sistem dorong (push system), kita akan memindahkan material dan
membuat produk melalui mendorong material tersebut sepanjang proses. Aktivitas
ini akan berlangsung terus menerus meskipun pusat-pusat kerja (work centers)
tidak mengkonsumsi material pada tingkat yang sama dengan material yang
didorong dari proses sebelumnya (preceding processes). Dengan kata lain sistem
ini akan melakukan perpindahan material dan pembuatan produk dilakukan
dengan cara mendorong material dari satu porses ke proses berikutnya dengan
dimulai dari proses paling awal menuju ke proses paling akhir. Kendala dari
sistem ini adalah ketika sistem tersebut beroperasi akan sulit untuk menghentikan

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


73


proses karena dinamika dari sistem tersebut dan para pekerja yang terlibat dalam
sistem dorong biasanya tidak akan bereaksi dengan cepat terhadap perubahan
yang tiba-tiba dalam permintaan. (Gaspersz, V. 2012)

Sistem tarik di dalam Lean adalah sistem tarik proses sesudah (subsequent
process) akan meminta atau menarik material dari porses sebelum (preceding
process) berdasarkan aktual dari proses sesudah (subsequent process). Proses
sebelum (preceding process) tidak boleh memproduksi dan mendorong atau
memberikan permintaan kepada proses sesudah (subsequent process) sebelum ada
permintaan produksi dari proses sesudah (preceding process). Dengan kata lain
sistem tarik adalah suatu sistem pengendalian produksi dan proses paling akhir
dijadikan sebagi titik awal produksi. Sehingga rencana produksi yang
dikehendaki, dengan jumlah dan tanggal yang telah ditentukan diberikan kepada
proses paling akhir. Berikut adalah contoh proses sebelum dan porses sesudah
yang ditunjukkan dalam gambar 2.4 dan aliran material dan penyusuanan jadual
dalam sistem dorong dan sistemn tarik ditunjukkan pada gambar 2.5 (Gaspersz, V.
2012)

Gambar 2.4 Aliran Proses Sebelum (Preceding Process)


dan Proses Sesudah (Subsequent Process)

Sumber: Vincent Gaspersz, 2012

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


74


Gambar 2.5 Aliran Material dan Penyusunan Jadual dalam


Sistem Dorong dan Sistem Tarik.

Sumber: Vincent Gasperz, 2012

Dari gambar 2.5 tampak perbedaan antara sistem dorong dan sistem tarik. Sistem
dorong (push system) merupakan suatu proses beraliran tunggal (single flow
process) dimana aliran jadual yang tersusun dan aliran material dalam proses
berada dalam arah yang sama. Sedangkan sistem tarik (pull system) merupakan
proses berlairan ganda, dimana aliran material berada dalam aliran yang berbeda
dengan aliran jadual yang disusun itu. Sistem kanban digunakan untuk
mengkomunikasikan jadual yang disusun itu dari satu pusat kerja ke pusat kerja
yang lain. Sehingga dalam gambar 2.5 penyusunan jadual dalam sistem dorong
dilakukan sebelum pusat kerja A (proses awal), sedangkan penyusunan jadual
dalam sistem tarik dilakukan pada pusat kerja C (proses akhir). (Gaspersz, V.
2012)

2.4.7. Teknik Lean dan Manfaat Utamanya


Menurut El-Haik dan Al-Aomar (2006), banyak teknik Lean yang dapat
digunakan dalam berbagai upaya perbaikan proses, prinsip inti dari Lean
difokuskan terutama pada just-in-time (JIT) dan filosofi Kaizen. Kebutuhan untuk
melaksanakan sebuah lingkungan JIT meliputi implementasi dari sebagian besar
teknik-teknik Lean Manfacturing. Di lain pihak Kaizen membantu
mempertahankan perolehan JIT, mengimplemtasi rencana-rencana perbaikan

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


75


dengan cepat dan efektif dan membuka pintu untuk kreativitas dan kemajuan.
Pada tabel 2.6 memperlihatkan manfaat utama dari Teknik Lean yang sering
digunakan.

Tabel 2.6 Teknik Lean dan Manfaat Utamanya


Teknik Lean Manfaat Utama
Value stream mapping Memperlihatkan aliran proses dan Lead
Time
Sistem 5S Organisasi tempat kerja dan kebersihan.
Identifikasi 7 pemborosan Kesempatan analisa untuk mengurangi
pemborosan
SMED Setup reduction and fast changeover
Total productive maintenance Meningkatkan ketersediaan peralatan
dan mengurangi penghentian
(downtime)
Cellular Manufacturing Mengurangi aliran perjalanan dan untuk
pengendalian yang lebih baik.
Standardized work Konsitensi produk dan moral yang
tinggi (high morale).
Poka yoke (error proofing) Kinerja yang mantap (robust
performance) dan sedikit kecacatan dan
kesalahan
Cross-trained/multi skilled workforce Kinerja tim dan tanggung jawab
bersama.
Just-in-time Stabilitas produksi dan sangat sedikit
pemborosan
Single-unit flow Takt-based production
Pull system (Kanbans) Customer-driven production
Balanced work flow Variabilitasnya lebih sedikit dan moral
yang tinggi
Inventory reduction Investasi inventori kecil
Quality at the source Kecacatan lebih sedikit dalam produksi
Visual control Transparan dan kendali
Kaizen Perbaikan terus menerus (continuous
improvement)
Sumber: El-Haik dan Al-Aomar (2006), Simulation-Based Lean Six Sigma and Design for Six
Sigma.

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


76


2.5. Konsep Six Sigma


2.5.1. Pengertian Six Sigma
Six Sigma adalah metode untuk meningkatkan produktivitas dan profitabilitas,
merupakan penerapan metodik dari alat penyelesaian masalah statistik untuk
mengidentifikasi dan mengukur pemborosan dan menunjukkan langkah-langkah
untuk perbaikan.

Menurut Gapersz dan Fontana (2011), Six Sigma adalah suatu upaya terus
menerus (continuous improvement effort) untuk menurunkan variasi dari proses
agar meningkatkan kapabilitas produk (barang dan atau jasa) yang bebas
kesalahan (zerodefect) target minimum 3,4 DPMO (Defect Per Million
Opportunitis) untuk memberikan nilai kepada pelanggan (customer value).
Apabila produk (barang dan atau jasa) diproses pada tingkat kinerja kualitas
(kapabilitas proses) Six Sigma, perusahaan boleh mengharapkan 3,4 kegagalan per
sejuta kesempatan (DPMO) atau mengharapkan bahwa 99,99966 persen dari apa
yang diharapkan oleh pelanggan akan ada dalam produk (barang dan atau jasa)
itu. Pada umumnya keberhasilan penerapan Six Sigma dalam organisasi diukur
dengan berapa nilai sigma yang dicapai. Nilai sigma ini merupakan interpretasi
dari jumlah kesalahan yang terjadi per satu juta unit yang dapat dilihat pada tabel
2.7. Saat ini Indonesia masih di nilai sigma 2.
Tabel 2.7 Nilai Level Sigma

Batas Defective
Percent
Spesifikasi ppm
r 1V 30,23 697700

r 2V 69,13 308700

r 3V 93,32 66810

r 4V 99,3790 6210

r 5V 99,97670 233

r 6V 99,999660 3.4

Sumber: Gasperzs, V, 2011

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


77


Dalam Six Sigma oleh Brue dan Howes (2006), Six Sigma setidaknya memiliki
tiga makna, yaitu: pertama, Six Sigma adalah tingkat kualitas. Sigma adalah
ukuran statistik dari variasi dalam proses. Sigma adalah simbol dalam statistik
untuk deviasi standar, ukuran variasi dalam distribusi nilai. Mencapai tingkat Six
Sigma kualitas berarti bahwa proses hanya memproduksi hanya 3,4 cacat per
sejuta kesempatan (DPMO). Dengan kata lain, Six Sigma bekerja hampir
sempurna. Kedua, Six Sigma adalah metodologi pemecahan masalah yang dapat
diterapkan pada setiap proses untuk menghilangkan akar penyebab cacat dan
biaya yang terkait masalah juga dapat sebagai metodologi yang untuk merancang
proses. Ketiga, Six Sigma adalah filosofi manajemen. Ini merupakan pendekatan
berbasis pelanggan yang mengakui bahwa cacat akan menurunkan kepuasan dan
loyalitas cutomer dan meningkatkan biaya. Karena organisasi yang menyediakan
barang dan / atau jasa dengan nilai tertinggi dengan biaya yang lebih rendah
adalah yang paling kompetitif, Six Sigma adalah strategi untuk mencapai hasil
kritikal. penting. Singkatnya, Six Sigma adalah sebuah dasar statistik pengukuran:
3,4 cacat per sejuta kesempatan, sebuah metodologi untuk mengurangi variasi
dalam proses, sebuah filosofi dan tujuan: sesempurna mungkin.

2.5.2. Riwayat Six Sigma


Awal Six Sigma adalah sebagai standar pengukuran yang diperkenalkan oleh
Carl Frederick Gauss (1777-1855) tentang konsep kurva normal. Pada tahun 1920
oleh Walter Shewart Six Sigma sebagai standar pengukuran dalam variasi produk,
dimana Walter Shewhart menunjukkan bahwa tiga sigma dari rata-rata adalah titik
dimana proses membutuhkan koreksi. Kemudian banyak standar pengukuran
bermunculan (Continual Improvement Process, Zero Cacat, dan lain-lain) hingga
tercipta istilah "Six Sigma" oleh seorang insinyur Motorola bernama Bill Smith.
Bill Smith menyimpulkan bahwa pemeriksaan dan pengujian tidak mendeteksi
seluruh cacat produk, pelanggan menemukan cacat, dan cacat menyebabkan
produk gagal. Karena taraf kegagalan proses jauh lebih tinggi dibandingkan yang
ditunjukkan uji produk akhir, Smith memutuskan bahwa cara terbaik untuk
mengatasi masalah kecacatan terutama dengan memperbaiki proses untuk
menurunkan atau menghilangkan kemungkinan cacat. Ia menetapkan standar

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


78


sigma enam yaitu hampir sempurna 99,99966% dan menciptakan istilah itu untuk
metodologi tersebut.

2.5.3. Metodologi Six Sigma


Six Sigma sebagai strategi bisnis digambarkan dalam persamaan sebagai berikut:
Y= f(X1, X2, X3, .....)
Dimana komponen X adalah komponen proses atau input yang mempengaruhi
hasil, sedangkan komponen Y adalah hasil yang diharapkan. Untuk memperbaiki
suatu proses/area maka dilakukan pemilihan proses/area yang potensial untuk
dilakukan perbaikan dengan metode Six Sigma ini. Proses/area tersebut
merupakan komponen X. (Brue dan Howes, 2006)

Setiap proyek Six Sigma dalam sebuah organisasi haruslah mengikuti beberapa
fase yang disebut dengan DMAIC atau DMADV. DMAIC, yaitu Define,
Measure, Analyze, Improve, dan control yang digunakan untuk meningkatkan
proses bisnis yang telah ada, sedangkan DMADV digunakan untuk menciptakan
desain porses baru. DMADV adalah Define, Measure, Analyze, Design dan
Verify. Uraian tentang perbedaan antara DMAIC dan DMADV terlihat dalam
tabel 2.8 .(Gasperz, V. 2011)

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


79


Tabel 2.8 Perbedaan DMAIC dan DMADV

DMAIC DMADV
Define Define
Mendefinisikan secara formal sasaran Mendefinisikan secara formal sasaran
peningkatan proses yang konsisten dari aktivitas desain baru dan/atau
dengan permintaan atau kebutuhan desain produk baru yang secara
pelanggan dan strategi perusahaan. konsisten berkaitan langsung dengan
permintaan atau kebutuhan pelanggan
dan strategi perusahaan
Measure Measure
Mengukur kinerja proses pada saat Mengidentifikasi critical to quality
sekarang (baseline measurement) agar (CTQ), kapabilitas produk (product
dapat dibandingkan dengan target yang capabilities), kapabilitas proses
ditetapkan. Lakukan pemetaan proses (process capability), evaluasi risiko dan
proses dan mengumpulkan data yang lain-lain.
berkaitan dengan indikator kinerja
kunci (key performance indicators
=KPIs).
Analyze Analyze
Menganalisa hubungan sebab akibat Mengembangkan dan mendesain
berbagai faktor yang dipelajari untuk alternatif-alternatif, menciptakan high
mengetahui faktor-faktor dominan yang level design, dan mengevaluasi
perlu dikendalikan. kapabilitas desain agar mampu memilih
desain terbaik.
Improve Design
Mengoptimalkn proses menggunakan Mengembangkan desain secara
analisa-analisa seperti Design of terperinci (develop detail design),
Experiments (DOE), dan lain-lain untuk optimalisasi desain (optimize design),
mengetahui dan mengendalikan kondisi dan rencana untuk verifikasi desain.
optimum proses. Pada tahap ini memungkin
membutuhkan simulasi.
Control Verify
Melakukan pengendalian terhadap Memverifikasi desaiin, setuo pilot runs,
proses secara terus menerus untuk implementasi proses baru (untuk desain
meningkatkan kapabilitas porses porses baru) atau produk baru (untuk
menuju target Six Sigma. desain produk baru), kemudian
menyerahkan kepada pemilik porses.
Sumber : Gasperz, V. 2011

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


80


Penjelasan rinci tentang DMAIC berikut kegiatan dan tools yang diperlukan
(Brue, dan Howes, 2006) :
a. Define
Define adalah tahap menentukan maksud/tujuan dan lingkup proyek,
mengumpulkan informasi dari customer, mengetahui proses-proses yang terlibat
dan menentukan proyek yang akan dilakukan. Tahap ini diawali dengan beberapa
pertanyaan, yaitu:
x Masalah apa yang harus kita fokuskan?
x Siapa saja customer yang terkena masalah itu?
x Faktor-faktor apa saja yang merupakan hal penting bagi customer?
x Proses-proses apa saja yang terlibat dalam masalah tersebut?
x Faktor-faktor apa saja yang merupakan hal penting bagi proses-proses
tersebut?
x Apa tujuan kita?
x Kapan batasan waktu untuk pencapaian tujuan kita?
Langkah-langkah kegiatan dalam tahap ini adalah: memilih siapa champion
dan pemilik proses, membuat project charter, membentuk tim, mengidentifikasi
customer dan mengumpulkan data customer (Voice of Customer dan Voice of
Employee), mendefinisikan persyaratan Critical to Quality (CTO) customer,
menentukan ruang lingkup proyek, mendefinisikan dan mempetakan proyek
bisnis inti, membuat metrik proyek, mengidentifikasi masalah-masalah penting
dalam porses, mengembangkan pernyataan-pernyataan masalah, menentukan
sumber daya yang penting, dan memulai untuk melatih anggota tim agar
termotivasi dan menyakini didapatkan kesamaan persepsi, termotivasi dan
percaya pada manfaat yang akan diperoleh dengan menyelesaikan proyek ini.
Tools yang dapat digunakan dalam tahap ini antara lain: Project charter,
SIPOC, Brainstorming, Current State Analysis, Voice of Customer, Surveys,
Focus Groups, Benchmarking, dan lain-lain.

b. Measure
Measure adalah bagian penting dari metodologi DMAIC, karena menentukan
karakteristik yang mempengaruhi perilaku proses. Pada tahap ini harus ditentukan

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


81


pengkuran-pengukuran apa saja yang diperlukan untuk dapat mengkuantitatifkan


masalah. Tujuan utama pada tahap ini memastikan bahwa data yang akan
digunakan dalam proyek tervalidasi dengan tools tertentu, dan pengukuran yang
dilakukan akurat terhadap proses. Kegiatan dalam tahap ini adalah memilih satu
atau lebih metrik dalam proses (seperti variabel dependen-Y), melakukan proses
pemetaan, membuat pengukuran-pengukuran yang penting, membuat rencana
pengambilan sampel, mencatat hasil untuk menetapkan kemampuan saat ini, dan
sebagai baseline.
Tools yang dapat digunakan dalam tahap Measure antara lain: Process Mapping,
YX diagrams, Failure Mode Effects Analysis (FMEA), Measurement System
Analysis (MSA), Capability Analysis, Work in Process (WIP)

c. Analyze
Metodologi Six Sigma yang ketiga adalah Analyze. Selama tahap ini, semua data
yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya dikumpulkan untuk dianalisis
kesenjangan antara kinerja saat ini dan yang diinginkan. Selain itu, melakukan
analisis akar-penyebab untuk menentukan kemungkinan alasan yang
menyebabkan kesenjangan kinerja dan mengukur penyebab utama untuk variasi.
Akar masalah yang ditemukan diidentifikasi ke dalam dua kategori yaitu akar
masalah yang dapat dikendalikan (controlled cause) dan akar masalah yang tidak
dapat dikendalikan (uncontrolled cause).
Tools yang dapat digunakan dalam tahap ini adalah Basic Improvement
Tools, Brainstorming, FMEA, Hypothesis testing, Analysis of variance, Cause
and Effect diagram, Process map, Tree diagram, Pareto Charts, SPC Control
Charts

d. Improve
Tahap ini biasanya dimulai dengan memilih karakteritik produk atau kinerja
proses yang harus ditingkatkan untuk mencapai tujuan, yaitu meningkatkan proses
(x) dan menghilangkan sebab-sebab cacat. Pada tahap ini telah ditetapkan variabel
faktor (x) dan untuk masing-masing variabel respons(y). Sedangkan pada tahap
improve banyak melibatkan uji perancangan percobaan (Design of Experiments

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


82


/DOE). DOE merupakan suatu pengujian dengan mengubah variabel faktor


sehingga penyebab perubahan pada variabel respon diketahui. Sehingga
dianjurkan untuk memulai penyelesaian masalah dalam skala kecil terlebih dahulu
untuk kemudian dilanjutkan secara menyeluruh, verifikasi hasil perbaikan juga
perlu dilakukan untuk mengetahui dampak penyelesaian masalah.
Tools yang dapat digunakan adalah Design of experiments, Pilot Project,
Correlation and Regression analysis, Future Value Stream Mapping, 5S.

e. Control

Tahap Control yang merupakan tahap terakhir dalam DMAIC, dimana tahap ini
adalah tahap mengendalikan kinerja proses (x), menetapkan rencana tindakan
perbaikan yang direfleksikan pada tahap Improve dan gerakan kontrol untuk
meneruskan peningkatan kinerja. Tim harus memastikan bahwa kondisi proses
baru didokumentasikan dan kemudian dimonitor melalui metoda yang tepat
sehingga dapat dipastikan cacat tidak muncul kembali.

Menurut Brue dan Howes (2006), terdapat lima (5) elemen yang merupakan
rencana pengendalian yang lengkap (complete control plan), yaitu :

1. Training Plan. Dikembangkan rencana pelatihan baik untuk pemillik proses


maupun pelaksana proses. Pengetahuan akan mempunyai kekuatan hanya jika
disebarluakan secara menyeluruh dalam organisasi melalui pelatihan. Hal ini
merupakan bagian penting dari manajemen perubahan, sangat perlu untuk
transformasi dan pemeliharaan budaya organisasi yang mencakup perubahan
dan perbaikan.

2. Documentation. Bahwa semua langkah-langkah proses baru, standar-standar,


dan dokumentasi menyatu ke dalam operasioanl normal dan sistem, prosedur,
kebijakan, instruksi, anggaran dimodifikasi untuk mempertahankan perolehan
yang dicapai melalui Six Sigma.

3. Monitoring Plan. Dikembangkan rencana untuk memonitor proses-proses


yang sudah meningkat, memastikan bahwa pemilik proses dapat mendeteksi
setiap perubahan-perubahan signifikan yang akan mencerminkan sebuah
degradasi kinerja. Rencan tersebut harus berdasarkan statistical porses

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


83


control yang merupakan jantung dari tahap ini, fokus pada pengukuran dan
analisa proses kunci input dan ouput. Menetapkan process dashboard yaitu
pengukuran yang terus menerus.

4. Response Plan. Dikembangkan sebuah rencana kemungkinan jika hasil


pengukuran tersebut berada dalam kondisi diluar kontrol. Tim harus
menrencanakan adanya suatu kemungkinan dengan cara mengembangkan,
mengkomunikasikan, menjelaskan, dan menyebarkan rencana-rencana reaksi.
Rencana-rencana reaksi harus mencakup sebuah instruksi pada tindakan
korektif spesfik yang harus diambil jika faktor-faktor yang teridentifikasi
menyebabkan proses diluar kendali, termasuk juga panduan troubelshooting.

5. Institutionalization Plan. Sangat perlu dalam perbaikan intitusional bahwa


perlu dikembangkan standar dan porsedur dan didokumentasikan serta
dikomunikasikan kepada semua pemangku kepentingan, terutama pada
pemilik dan operator proses.

Tools yang umum digunakan adalah Statistical Process Control (SPC),


Pembuktian Kesalahan (Mistakeproofing), Rencana Kendali (Control Plan)
Diagram Kendali (Control Chart), FMEA, Quality Assurance System,
Material Specification, Receiving and inspecting procedure, Standardize
processes, Supplier Assessment, Written procedures, Plan Do Check Act

2.5.4. Prinsip Kualitas dan Six Sigma


Menurut Syukron dan Kholil (2013), manajemen kualitas didasari oleh tiga
prinsip dasar yaitu fokus pada pelanggan, partisipasi dan kerja sama semua
individu dalam perusahaan, fokus pada proses yang didukung oleh perbaikan dan
pembelajaran terus menerus. Prinsip-prinsip ini merupakan landasan filosofi Six
Sigma. Fokus pada pelanggan merupakan faktor kunci dari keberlangsungan
hidup organisasi, karena pelangganlah yang menilai kualitas. Persepsi mengenai
atribut kualitas dari suatu produk atau jasa dan kepuasan konsumen dipengaruhi
oleh banyak faktor yang terjadi selama waktu transaksi, pemakaian dan jasa
pelayanan pelanggan afer sale. Selain itu, Six Sigma bergantung partisipasi dan
kerja karyawan pada setiap tingkatan, dari front office hingga manajemen tingkat

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


84


atas. Satu dari karakter unik Six Sigma adalah tercipta hierarki perbaikan proses
menggunakan analogi ilmu bela diri dengan tingkatan level yaitu sabuk hijau,
sabuk hitam, dan master sabuk hitam, dilengkapi dengan perangkat serta
pengetahuan untuk melakukan perbaikan yang signifikan dalam kinerja bisnis.
Sedangkan fokus proses dan perbaikan yang dimaksudkan oleh Syukron dan
Kholil (2013) adalah: serangkaian aktivitas yang ditujukan untuk mencapai
beberapa hasil. Proses merupakan hal yang paling dasar dalam Six Sigma, karena
proses adalah cara bagaimana sebuah pekerjaan menghasilkan nilai bagi
pelanggan, maka dari itu dalam Six Sigma kapabilitas proses sangat dijaga dalam
suatu organisasi. Dengan fokus yang sungguh-sungguh pada kualitas maka
sebuah organisiasi akan secara aktif berusaha untuk terus menerus memahami
kebutuhan serta tuntutan pelanggan, berusaha untuk membangun kualitas dan
mengintegrasikan ke dalam proses-proses kerja dengan cara menimba ilmu serta
pengalaman dari para karyawannya.

2.6. Konsep Lean Six Sigma


Menurut Gasperz dan Fantana (2011), Lean Six Sigma merupakan kombinasi
antara Lean dan Six Sigma yang dapat didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis,
pendekatan sistemis dan sistematis, yaitu :
x untuk mendefinisikan dan menghilangkan pembororsan (waste) atau
aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-added activities);
x melalui peningkatan terus menerus radikal (radical continuous improvemen)
untuk mencapai tingkatan kinerja enam sigma (kapabilitas proses 6-sigma),
x dengan cara mengalirkan produk (material, work in-process, output) dan
informasi menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggan internal dan
eksternal,
x untuk mengejar keungulan dan kesempurnaan hanya memproduksi 3,4 cacat
untuk setiap satu juta kesempatan atau operasi (3,4 DPMO).

Pendekatan Lean Six Sigma berlandaskan pada prinsip 5P (Profit, Product,


Processes, Project-by project, and People) yang saling berkaitan satu sama lain,
sebagai berikut:

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


85


1. Profits (keuntungan perusahaan) akan meningkat apabila kinerja Product


(product performance) meningkat sesuai atau melebihi kebutuhan dan
ekspetasi pelanggan.
2. Products (produk-barang dan/atau jasa) akan meningkat kinerjanya apabila
kapabilitas Processes (proses-proses) yang menghasilkan produk itu
meningkat.
3. Processes (proses-proses) akan meningkat hanya apabila dilakukan
peningkatan porses sepanjang value stream melalui Lean Six Sigma
Continuous Improvement Projects (Project-by-projects).
4. Project (proyek-proyek peningkatan terus menerus) akan berhasil apabila,
5. People (orang-orang) meningkatkan pembelajaran dan pertumbuhan (learning
and growth) tentang konsep, metode, dan alat-alat Lean Sigma. (Gaspersz,
2011)
Fokus Lean dan Six Sigma ditunjukkan dalam Tabel 2.9 dan Gambar 2.6.

Tabel 2.9 Fokus Lean dan fokus Six Sigma


Fokus Lean Fokus Six Sigma
Pemborosan material, waktu aktivitas, Variasi proses
dan lain-lain
Menyeimbangkan aliran dalam proses Identifikasi akar-akar penyebab dari
(value stream). masalah
Reduksi Cycle Time Menciptakan output proses yang
seragam bebas cacat.
Sangat penting untuk meningkatkan Sangat penting untuk meningkatkan
produktivitas kapabilitas porses dan kualitas produk
Sumber: Gaspersz, V. 2011

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


86


Gambar 2.6 Fokus Lean dan Six Sigma


Sumber:http://ucsandiegoextension.wordpress.com/tag/sixsigma/

Penerapan Lean Six Sigma menggunakan fase DMAIC yang mirip dengan Six
Sigma. Proyek Lean Six Sigma terdiri dari penghapusan limbah Lean dan proyek
Six Sigma didasarkan pada kritikal karakteristik kualitas. DMAIC toolkit Lean Six
Sigma terdiri dari semua alat Lean dan Six Sigma. (Gaspersz, V. 2011)

2.6.1. Lean Six Sigma KPIs


Menurut Kaplan dan Norton dalam Balanced Scorecard (2000), semua ukuran
finansial dan nonfinansial harus menjadi bagian sistem informasi untuk pekerja di
semua tingkat perusahaan. Para pekerja lini depan harus memahami konsekuensi
finansial berbagai keputusan dan tindakan mereka; para eksekutif senior harus
memahami berbagai faktor yang mendorong keberhasilan finansial jangka
panjang. Balanced Scorecard yang umumnya tersusun ke dalam empat perspektif:
finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pertumbuhan dan pembelajaran
akan memberikan kerangka kerja, bahasa untuk mengkomunikasikan misi dan
strategis sehingga adanya pengukuran yang dapat menginformasikan kepada para
pekerja tentang faktor yang mendorong keberhasilan saat ini dan yang akan
datang.
Hal ini senada dengan Gasperz dan Fantana (2011), dimana Lean Six Sigma
memberikan persyaratan kepada manajemen untuk menetapkan indikator kinerja
kunci, menganalisis, dan kemudian meningkatkan kinerja, melalui :

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


87


a. Memilih, mengumpulkan, menyelaraskan, dan mengintegrasikan indikator-


indikator kinerja kunci untuk penelusuran operasi harian dan penelusuran
kinerja organisasi secara keseluruhan realtif terhadap tujuan-tujuan strategis
dan rencana-rencana tindakan Lean Six Sigma.
b. Menganalisis kinerja, meninjau ulang dan melakukan peningkatan kinerja dari
proses-proses bisnis kunci melalui penetapan prioritas terus menerus maupun
terobosan-terobosan yang bersifat inovatif dalam program Lean Six Sigma.
c. Jika memungkinkan dilakukan penyebarluasan perbaikan hingga pemasok.
Contoh Lean Six Sigma KPIs di Rumah Sakit :
 Perspektif Pasar dan Finansial: sales turn over, pangsa pasar,
pengembangan bisnis sesuai rencana, return on equity, penurunan struktur
biaya pelayanan kesehatan sesuai proporsi rencana.
 Perspektif Pelanggan: Presentase peningkatan jumlah pasien, survei
kepuasan pasien, waktu untuk menyelesaikan administrasi pendaftaran,
diagnosis, memperoleh pelayanan, menyelesaikan pembayaran
 Perspektif Produk dan Pelayanan: DPMO dari kesalahan-kesalahan medis
/pengobatan/infeksi, waktu inovasi pelayanan baru sejak desain sampai
pengenalan kepada pasien, time to admit diagnose.
 Perspektif Proses Internal: Indeks kapabilitas proses dalam ukuran sigma ,
indeks-indeks produktivitas, process cycle efficiency, jenis pemborosan
yang diidentifikasi.
 Perspektif Sumber Daya: Jam pelatihan per karyawan berdasarkan topik-
topik yang telah ditetapkan, survei kepuasan karyawan, komposisi tim
(Champion, Master Black, Black Belt, Green Belt, Team Members)

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


88


BAB 3
PROFIL RUMAH SAKIT PMI BOGOR

3.1. Identitas Rumah Sakit


Rumah Sakit PMI Bogor merupakan rumah sakit yang telah melaksanakan
pelayanan kesehatan sejak diprakarsai oleh orang-orang Belanda, berdasarkan
sejarah perkembangannya tepatnya dimulai pada tahun 1931 di Bogor, pada
awalnya dikelola oleh Palang Merah Belanda di Indonesia. Pendirian Rumah
Sakit Palang Merah Indonesia tercatat dalam sejarah rumah sakit pada tahun 1950
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 25 pada Tanggal 16 Januari 1950. Status
Kepemilikan RS PMI Bogor, Provinsi Jawa Barat adalah milik Perhimpunan
Palang Merah Indonesia. RS PMI Bogor sudah terakreditasi 12 pelayanan dengan
nomor KARS-SERT/57/VIII/2011 pada tanggal 25 Agustus 2011.

Identitas rumah sakit secara rinci adalah sebagai berikut.


Nama : Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor
Alamat : Jalan Pajajaran nomor 80 Bogor
Telpon : 0251-8324080, Fax: 0251-8324709
Jumlah Tempat Tidur : 255 Tempat Tidur (per Desember 2013)
Luas Lahan : 36.000 m2 / 3,6 Ha
LuasBangunan : 20.000 m2
Pemilik : Perhimpunan Palang Merah Indonesia
Populasi : 1 Juta jiwa (Kota Bogor) & 4 Juta jiwa (Kabupaten
Bogor)
Kelas RS : Kelas B - SK Menkes HK.02.03/I.4/0954/2013

3.2. Visi dan Misi


Rumah Sakit PMI dalam menyelenggarakan pelayanannya menetapkan visi dan
misi nya sebagai berikut.
VISI

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


89


Menjadi rumah sakit yang memberikan pelayanan terbaik dengan unggulan


dibidang kegawatdaruratan.
MISI
 Memberikan pelayanan terbaik dengan berorientasi pada kepuasan pasien.
 Mengembangkan layanan unggulan di bidang kegawatdaruratan.
 Melakukan upaya menjadi rumah sakit rujukan medis melalui peningkatan
sistem rujukan medis di wilayah Bogor

Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut RS PMI Bogor menetapkan beberapa
strategi sebagai berikut.
1. Pengembangan mutu pelayanan dengan memperkuat kapasitas sarana dan
prasarana, Sumber Daya Manusia (SDM) dan manajemen pelayanan dengan
skala prioritas di bidang kegawatdaruratan medis.
2. Mengoptimalkan fungsi manajemen rumah sakit khususnya manajemen
informasi rumah sakit, manajemen mutu dan manajemen risiko untuk
terwujudnya kinerja pelayanan yang efektif dan efisien.
3. Optimalisasi manajemen sumber daya manusia untuk mendukung
peningkatan kualitas pelayanan rumah sakit dan terwujudnya SDM yang
efektif dan berkinerja tinggi.
4. Pembenahan sarana dan prasarana lingkungan rumah sakit (RS) untuk
mendukung program tata alur pelayanan, kesehatan lingkungan dan
menciptakan lingkungan RS yang bersih, indah, nyaman dan aman dengan
berpedoman pada Masterplan dan Blockplan RS PMI Bogor.
5. Pengembangan pelayanan medis untuk mendukung upaya RS sebagai rumah
sakit rujukan medis di wilayah Bogor dan sekitarnya.

3.3. Organisasi
Rumah Sakit PMI Bogor dipimpin oleh seorang direktur dengan dibantu oleh 3
orang wakil direktur yang terdiri dari Wakil Direktur Pelayanan Medik dan
Keperawatan, Wakil Direktur Prasarana dan Sarana dan Wakil Direktur
Administrasi dan Keuangan. Secara rinci struktur organisasi RS PMI Bogor dapat
dilihat pada gambar berikut.

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


90


Gambar 3.1. Stuktur Organisasi RS PMI Bogor


Sumber: RS PMI Bogor

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


91


Instalasi Farmasi yang merupakan unit yang menjadi obyek penelitian berada di
bawah Wakil Direktur Pelayanan Medik dan Keperawatan dan dipimpin oleh
seorang Kepala Instalasi.

3.4. Jenis Pelayanan


Jenis pelayanan yang diselenggarakan oleh RS PMI Bogor meliputi layanan
sebagai berikut.
3.4.1. Rawat Jalan
Pelayanan rawat jalan meliputi Poliklinik Afiat dan Poliklinik Reguler.
1. Poliklinik Afiat terdiri dari:
 Pelayanan Medik Umum: Umum, Gigi dan mulut, KIA/KB
 Pelayanan Medik Spesialis Dasar: Penyakit dalam, Anak, Bedah Umum,
Kebidanan dan Kandungan
 Pelayanan Medik Spesialis Lainnya: Mata, THT, Saraf, Paru, Jantung dan
pembuluh darah, Kulit dan kelamin,
 Psikiatri, Bedah Orthopedi, Bedah Urologi, Bedah Saraf, Bedah Mulut,
Bedah Plastik, Bedah Tumor
 Pelayanan Medik SubSpesialis: Ginjal, Perinatologi, Rehabilitasi medik
dan fisioterapi, Konsultasi Gizi, imunisasi, klinik ASI,

2. Poliklinik Reguler meliputi:


 Umum, Gigi dan mulut, Anak, imunisasi, klinik ASI
 Penyakit dalam, Mata, Paru, Saraf, THT, Kulit dan kelamin
 Bedah umum, Bedah Saraf, Bedah Urologi, Bedah Orthopedi, Bedah
Mulut
 Psikiatri, Jantung dan pembuluh darah
 Rehabilitasi medik dan fisioterapi
 Konsultasi Gizi

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


92


3.4.2. Rawat Inap


RS PMI Bogor memiliki kapasitas tempat tidur sebanyak 255 tempat tidur.
Gambaran Jenis dan jumlah kelas perawatan di RS PMI Bogor dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 3.1 Gambaran Jenis dan Jumlah Kelas Perawatan RS PMI Bogor
Per November 2013

NO Nama Ruang Perawatan Jumlah Paviliun Kelas Kelas Kelas


Tempat I II III
Tidur
1 Paviliun Prof. Suyudi 17 17
2 Paviliun Melati 17 17
3 Paviliun Mawar 18
4 Paviliun Anggrek 27 11 16
5 Alamanda (NICU) 20
6 Perinatologi 10
7 Aster (Anak) 30 14 16
8 Dahlia (Bedah) 19 11 8
9 Soka (P. Dalam - Laki) 26 12 14
10 Cempaka (P. Dalam-perempuan) 24 8 16
11 Seruni (Kebidanan) 36 6 6 24
12 ICU 8
13 ICCU/HCU 3
Sumber : Rekam Medis RS PMI Bogor

3.4.3. Instalasi Gawat Darurat : Pelayanan 24 Jam dan dilengkapi dengan Ruang
Bedah Minor.
3.4.4. Instalasi Bedah Sentral : terdiri dari 6 (enam) kamar operasi.
3.4.5. Kamar Bersalin
3.4.6. Penunjang Medis
 Laboratorium : Laboratorium Patologi Klinik, Laboratorium Patologi
Anatomi, dan Laboratorium Mikrobiologi.

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


93


 Radiologi : pelayanan X-Ray, pelayanan Multi Slices CT Scan-16 slices


dan pelayanan Dental Panoramic.
 Elektromedik : jenis pelayanan Elektromedik yang dapat diberikan
oleh RS PMI Bogor adalah sebagai berikut : USG, Treadmill, EKG,
Spirometri, Audiometri, Ophtometri, Uroflowmetri dan
Echocardiography.
 Farmasi: jenis layanan farmasi terdiri dari farmasi reguler 24 jam dan
farmasi poliklinik afiat. Farmasi reguler 24 jam terdiri dosis unit, rawat
inap dan rawat jalan.
3.4.7. Gizi dan Laundry.
3.4.8. Jenis Pelayanan Lainnya
 Kosmetik Medik
 Layanan Kosmetik Medik diselenggarakan di RS PMI Bogor terdiri
dari layanan : Konsultasi Medis Kecantikan, Facial, Facial Oxygen
Botanicals, Electrocauter, Subsicion, Dermaroller, Deep Peeling,
Body Massage, Injeksi Vitamin C, Injeksi Keloid dan Bedah Minor.
 Hemodialisa: memiliki kapasitas 30 tempat tidur.
 Medical Check Up : paket pemeriksaan yang diselenggarakan adalah
Paket Pemeriksaan Pribadi dan Paket Pemeriksaan Perusahaan /
Asuransi.
 Bank Darah.
 Ambulance Service : memiliki ambulan sebanyak 5 unit ambulan.
 Pengembangan Sarana dan Prasarana RS Pemeliharaan Kesehatan
Lingkungan (PPSRS)

3.5. Jumlah dan Jenis SDM


Untuk menyelenggarakan berbagai pelayanan yang ada di RS PMI Bogor
didukung oleh 503 sumber daya manusia (SDM). Jumlah dan jenis SDM yang ada
di RS PMI Bogor dapat dilihat pada tabel berikut di bawah ini.

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


94


Tabel. 3.2 Gambaran Sumber Daya Manusia (SDM) RS PMI Bogor

No Jenis Tenaga Jumlah


1 Apoteker 6 orang
2 Keperawatan 382 orang
3 Bidan 22 orang
4 Tenaga Non Keperawatan 62 orang
5 Tenaga Non Kesehatan 31 orang
Sumber: RS PMI Bogor

Gambaran tenaga dokter umum, dokter gigi dan dokter spesialis yang
melaksanakan pelayanan medis di RS PMI Bogor dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3.3 Gambaran Dokter Umum, Dokter Gigi dan Dokter Spesialis
di RS PMI Bogor

NO KUALIFIKASI PURNA PARUH JUMLAH


WAKTU WAKTU
A Dokter Umum 14 7 21
Dokter Gigi 4 2 6
B Dokter Spesialis Dasar
Dokter Penyakit Dalam 4 2 6
Dokter Ahli Kebidanan dan 4 1 5
Kandungan
Dokter Ahli Anak 4 1 5
Dokter Ahli Bedah 3 1 4
C Dokter Spesialis Lainnya
Dokter Penyakit Mata 2 2 4
Dokter Ahli THT 1 2 3
Dokter Ahli Penyakit Kulit 2 1 3
dan Kelamin
Dokter Ahli Jiwa - 2 2
Dokter Ahli Saraf 1 3 4
Dokter Ahli Gigi dan Mulut 4 2 6
Dokter Ahli Kardiologi / - 3 3
Jantung
Dokter Ahli Paru 1 1 2
Dokter Ahli Bedah Saraf 1 1 2

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


95


Tabel 3.3 (sambungan)

Dokter Ahli Bedah 2 1 3


Orthopedi
D Dokter Spesialis Penujang
Dokter Ahli Radiologi 1 1 2
Dokter Ahli Patologi Klinik 1 - 1
Dokter Ahli Patologi - 4 4
Anatomi
Dokter Ahli Forensik - 1 1
Dokter Ahli Anestesi 2 - 2
Dokter Gizi Klinik sedang
pendidikan
Dokter Ahli Farmasi 6 - 6
Dokter Spesialis Rehabilitasi 1 - 1
Medik
E Dokter Sub Spesialis
Dokter Ahli Urologi 2 - 2
Dokter Ahli Ginjal Hipertensi 1 - 1
Dokter Ahli Gastroenterologi - - -
Dokter Ahli Hematologi - - -
JUMLAH 61 38 99
Sumber : RS PliMI Bogor

3.6. Kinerja Rumah Sakit


Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan beberapa indikator kinerja yang
digunakan adalah Bed Occupancy Rate (BOR), Length of Stay (LOS), persentase
mati kurang dari 48 jam, rata-rata rawat jalan sehari dan rata-rata rawat inap
setahun. Gambaran dari pencapaian indikator kinerja tersebut dalam 3 terakhir
secara rinci dapat dilihat pada tabel 3.3.

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


96


Tabel 3.4 Gambaran Indikator Kinerja RS PMI Bogor


Tahun 2010, 2011, 2012

INDIKATOR TAHUN TAHUN TAHUN


2010 2011 2012
BOR (%) 64,94 68,30 70,30
LOS (hari) 3,89 4,01 3,71
Mati kurang dari 48 Jam (%) 1,82 1,89 1,45
Rata-rata Rawat Jalan Sehari (orang) 356 345 342
Rata-rata Rawat Inap Setahun (orang) 14.683 15.267 15.850
Sumber: RS PMI Bogor

3.7. Gambaran Organisasi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor


3.7.1. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor
Berdasarkan Struktur Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi yang ditanda
tangani oleh Direktur RS PMI Bogor, maka berikut ini gambar Struktur
Organisasi Instalasi Farmasi.


DIREKTUR

 WAKIL DIREKTUR PELAYANAN
MEDIK & KEPERAWATAN

 KEPALA INSTALASI FARMASI BADAN FARMASI DAN TERAPI



KEPALA SUB INSTALASI
KEPALA SUB INSTALASI KEPALA SUB INSTALASI
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN FARMASI KLINIS
PENGELOLAAN
 FARMASI
PERBEKALAN
Tim Farmasi Klinis Rawat Jalan PJ Pengolahan Data Farmasi
PJ Gudang Farmasi
 I Tim Farmasi Klinis Rawat Inap
PJ Pengawasan Mutu Farmasi
PJ Gudang Farmasi II

PJ Depo Poliklinik Reguler PJ Administrasi Keuangan Farmasi

Pelaksana Dispensing Pelaksana Urusan Penerimaan Keuangan Farmasi
Pelaksana Urusan Pembayaran Keuangan Farmasi
PJ Depo Poliklinik Afiat

Pelaksana Dispensing
PJ Depo Farmasi Rawat Inap
Pelaksana Dispensing

Gambar 3.2.Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RS PMI Bogor, Tahun 2013


Sumber : RS PMI Bogor

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


97


Dari gambaran struktur organisasi tersebut di atas, pengelolaan farmasi dikepalai


oleh seorang Kepala Instalasi Farmasi, yaitu: seorang apoteker yang saat ini sudah
bekerja selama 5 tahun dan merupakan pegawai tetap di rumah sakit tersebut.
Kepala Instalasi Farmasi juga berkoordinasi dengan Badan Farmasi dan Terapi
seperti dalam pembentukan formularium rumah sakit. Kepala Instalasi Farmasi
juga membawahi 3 (tiga) Kepala Sub (Ka-sub) Instalasi, yaitu: Ka-Sub Instalasi
Pengelolaan dan Perbekalan Farmasi, Ka-Sub Instalasi Pengendalian Mutu dan
Ka-Sub Pelayanan Farmasi Klinis. Kepala Instalasi Farmasi dalam melakukan
tugasnya juga merangkap sebagai Ka-sub Instalasi Pengendalian Mutu, sedangkan
Ka-Sub Pelayanan Farmasi Klinis dirangkap oleh Ka-sub Instalasi Pengelolaan
dan Perbekalan Farmasi. Ka-Sub Pengelolaan dan Perbekalan Farmasi dijabat
oleh seorang apoteker yang saat sudah bekerja selama 5 tahun dan merupakan
pegawai tetap RS PMI Bogor.

Ka-Sub Pengelolaan dan Perbekalan Farmasi membawahi gudang perbekalan


farmasi. Terdapat 2 (dua) gudang perbekalan farmasi, yaitu gudang farmasi I dan
gudang farmasi II. Gudang Farmasi I merupkan gudang perbekalan farmasi yang
melayani obat rawat inap, sedangankan Gudang Farmasi II melayani kebutuhan
alat kesehatan rawat inap dimana mensuplai kebutuhan floor stock poliklinik,
rawat inap dan juga obat emergensi. Gudang Farmasi II ini merupakan area
dimana peneliti melakukan penelitian.

3.7.2. Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan Instalasi Farmasi RS PMI Bogor.
Visi
Menjadi instalasi farmasi rumah sakit yang memberikan pelayanan terbaik dan
profesional serta mendukung penyediaan perbekalan farmasi di bidang
kegawatdaruratan.

Misi
 Memberikan pelayanan terbaik dengan selalu berupaya meningkatkan sumber
daya manusia.

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


98


 Mengembangkan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pelayanan


pasien.
 Menyediakan obat yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan
masyarakat.

Falsafah
Selalu melakukan pelayanan terbaik dalam pengelolaan perbekalan farmasi dan
pelayanan kefarmasian.

Tujuan
 Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan niasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia.
 Menyelenggarakan kegiatan pelayanan professional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi.
 Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
 Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
 Melakukan dan memberikan pelayanan bermutu melalui analis, telaah, dan
evaluasi pelayanan.
 Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metode.

3.7.3. Ketenagaan Instalasi Farmasi RS PMI Bogor.


Pengelolaan Instalasi Farmasi didukung oleh sumber daya manusia (SDM)
sebanyak 44 (empat puluh empat) orang ditambah dengan 2 (dua) orang tenaga
harian lepas. Tenaga harian lepas ini bekerja sebagai cleaning service dan
keberadaan mereka di rumah sakit tidak setiap hari. Gambaran ketenagaan
Instalasi Farmasi RS PMI Bogor menurut latar belakang pendidikan terakhir,
satus kepegawaian, jenis kelamin dan lama kerja dapat dilihat pada gambar 3.3
tentang latar belakang pendidikan, gambar 3.4 tentang status kepegawaian, dan
gambar 3.5 tentang proporsi jenis kelamin.

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


99


Untuk mengelola Gudang Farmasi II RS PMI Bogor memberdayakan tenaga


sebanyak 3 (tiga) orang. Ketiga tenaga ini memiliki latar belakang pendidikan
terakhir yaitu 1 (satu) orang Sekolah Menengah Atas dan kedua lainnya berlatar
belakang pendidikan Sekolah Menengah Pertama. Saat ini kepala gudang sedang
melanjutkan pendidikan ke jenjang strata satu manajemen. Ketiganya adalah laki-
laki dan telah berstatus karyawan tetap dengan masa kerja sudah lebih dari 15
tahun.

Ketiga tenaga gudang farmasi ini mengakui bahwa belum pernah mengikuti
pelatihan yang terkait dengan tanggung jawabnya yaitu sistem pergudangan dan
hal ini juga disampaikan oleh Kepala Instalasi Farmasi, Kasub Pengelolaan
Perbekalan dan juga Bagian Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) RS PMI Bogor.

Gambar 3.3. Gambaran Latar Belakang Pendidikan Terakhir SDM Instalasi


Farmasi RS PMI Bogor, Tahun 2013

Sumber: Instalasi Farmasi RS PMI Bogor

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


100


Gambar 3.4. Gambaran Status Kepegawaian SDM Instalasi Farmasi RS PMI


Bogor, Tahun 2013

Sumber: Instalasi Farmasi, RS PMI Bogor

Gambar 3.5 Gambaran Proporsi Jenis Kelamin SDM Instalasi Farmasi


RS PMI Bogor, Tahun 2013

Sumber: Instalasi Farmasi, RS PMI Bogor

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


101


3.7.4. Tugas Pokok dan Uraian Kerja Gudang Farmasi II RS PMI Bogor.
Ketenagaan di Gudang Farmasi II, terdiri dari 3 (tiga) orang, dan dikepalai oleh 1
orang dengan 2 orang tenaga pelaksna. Tugas pokok dan uraian kerja dapat dilihat
pada tabel 3.4 di bawah ini.

Universitas Indonesia


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


102


Tabel. 3.5 Tugas Pokok dan Uraian Kerja di Gudang Farmasi II RS PMI Bogor

Jabatan Kepala Gudang Farmasi II Pelaksana Distribusi Alkes Gudang Pelaksana Distribusi Oksigen
farmasi II

Tugas Pokok Mengatur dan melaksanakan perbekalan farmasi Melaksanakan penerimaan dan pengeluaran Melaksanakan penerimaan dan pengeluaran
di Gudang Farmasi II. perbekalan farmasi di Gudang Farmasi II. oksigen di Gudang Farmasi II

Tanggung Jawab Terpenuhinya persedian perbekalan farmasi yang Terlaksananya penerimaan dan pengeluaran Terlaksananya penerimaan dan pengeluaran
bermutu di ruangan rawat inap, IGD, IBS dan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi II. oksigen farmasi di Gudang Farmasi II.
Poliklinik RS PMI Bogor.
Kualifikasi Jabatan Pendidikan SMU dan Sederajat yang sudah Pendidikan SMU dan Sederajat. Pendidikan SMU dan Sederajat.
berpengalaman minimal 5 tahun bidang distribusi
perbekalan farmasi, dan atau D3 Farmasi.

Wewenang Menerima perbekalan perbekalan farmasi dan Menerima perbekalan farmasi dari PBF dan Menerima oksigen dari PBF dan
mendistribusikan ke ruang rawat inap, IGD, IBS menyiapkan perbekalan farmasi yang akan menyiapkan perbekalan farmasi yang akan
dan Poliklinik. didistribusikan ke ruang rawat inap, IGD, didistribusikan ke ruang rawat inap, IGD,
IBS dan Poliklinik. IBS dan Poliklinik.
Uraian Tugas  Menyusun kebutuhan perbekalan farmasi  Menerima perbekalan farmasi dari PBF  Menerima oksigen dari PBF
dalam setahun kemudian dijabarkan menjadi  Menyusun perbekalan farmasi sesuai  Menyipakan oksigen di gudang farmasi
rencana pengadaan triwulan, bulanan dan 2 ketentuan yang berlaku. perawatan.
mingguan.  Menyiapkan perbekalan farmasi yang  Menyiapkan oksigen yang akan
 Menerima perbekalan farmasi dari PBF dan akan didistribusikan ke ruang rawat inap, didistribusikan ke ruang rawat inap,
membuat laporannya dalam bentuk Lembar IGD, IBS dan Poliklinik. IGD, IBS dan Poliklinik.
Penerimaan Barang (LPB).  Mencatat perbekalan farmasi yang  Mencatat oksigen yang masuk dan
 Menyusun penyimpanan perbekalan farmasi masuk dan keluar gudang ke dalam kartu keluar gudang ke dalam kartu stok.
sesuai ketentuan yang berlaku. stok.  Melakukan penghitungan stok.
 Mengkaji Lembar Permintaan Ruangan (LPR)  Melakukan penghitungan stok.  Melakukan pengarsipan SP, fraktur,
yang dibuat oleh ruangan, kemudian  Melakukan pengarsipan SP, fraktur, LPR LPR.
memasukan datanya ke dalam sistem dan LPB.
komputer.
 Melakukan penghitungan stok.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


103


Tabel. 3.5 (sambungan) 


Jabatan Kepala Gudang Farmasi II Pelaksana Distribusi Alkes Gudang Pelaksana Distribusi Oksigen
farmasi II

 Menyusun laporan bulanan, mutasi barang dan


stok.
Hubungan Kerja  Kepala Instalasi Farmasi  Kepala Gudang Farmasi II  Kepala Gudang Farmasi II
 Kepala Sub Instalasi Pengelolaan Perbekalan  Kepala Pengawasan Mutu Farmasi  Perawat ruang
Farmasi  Perawat ruang rawat inap dan rawat jalan  Pemasok
 Kepala Gudang Farmasi I  Pemasok
 Kepala Pengawasan Mutu Farmasi
 Bidang Pengadaan Logistik
 Perawat ruang rawat inap dan rawat jalan.
 Pemasok

Sumber : Instalasi Farmasi, RS PMI Bogor

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


104


BAB 4
KERANGKA KONSEP

4.1. Kerangka Konsep


Berdasarkan beberapa teori yang dijadikan rujukan dalam merancang penelitian
ini penulis merancang kerangka konsep yang akan dilaksanakan dalam penelitian
ini sesuai dengan gambar 4.1.

D M A I C

DEFINE
Current Condition
Voice of Customer
Identifikasi variabel

Upaya Pengelolaan
Perbaikan
Perbekalan Farmasi RS
MEASURE Pengelolaan Perbekalan
Process Measure Farmasi RS

x Pendistribusian
x Penyimpanan KPI Farmasi
Quality n, Cost p
ANALYZE Delivery n, Safety n
E-DOWNTIME, Type of Variaion Moraln
Problem Analyze

IMPROVE
Future Value Stream Mapping
Visual Management -5S Method

CONTROL
Complete Control Plan
Documentation
 KPI

Gambar 4.1 Kerangka Konsep Penelitian Upaya Perbaikan Pendistribusian


dan Penyimpanan Barang Farmasi dengan Menggunakan
Analisis Lean Six Sigma di Rumah Sakit

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


105


Tabel 4.1 Definisi Operasional

NO Istilah Definisi Istilah Cara Pengukuran Instrumen Hasil Ukur


Penelitian
1. Upaya Rangkaian aktivitas yang dilakukan oleh Instalasi Interview mendalam : - Pedoman Didapatkan
Pengelolaan Farmasi yang dimulai dari perencanaan, - Manajemen Rumah Wawancara analisis proses
Perbekalan pengadaan, penerimaan, penyimpanan, Sakit - Lembar pengelolaan
Farmasi pendistribusian, pengendalian/pengawasan, - Kepala Instalasi observasi perbekalan
Rumah Sakit pencatatan dan pelaporan, penghapusan, Farmasi /Pengelola farmasi rumah
monitoring dan evaluasi. Strategi dan program Perbekalan Farmasi sakit.
yang ditetapkan, kebijakan dan prosedur yang - Pengelola Gudang
diberlakukan, indikator keberhasilan yang Farmasi
ditetapkan, sistim informasi perbekalan dan Telaah dokumen
ketentuan lain yang terkait yang diberlakukan di Observasi lapangan
rumah sakit.

2. Penyimpanan Kegiatan yang dilakukan untuk menempatkan Interview Mendalam : - Pedoman Didapatkan
barang yang telah diterima sesuai dengan Pengelola Gudang Wawancara analisis proses
ketentuannya (seperti: jenis sedian, sistem FEFO- Farmasi - Lembar penyimpanan
FIFO, alfabet, dan lain-lain), melakukan cek Telaah dokumen observasi perbekalan
kesesuaian jumlah barang dengan kartu stok/sistim, Observasi lapangan farmasi rumah
melakukan pencatatan. Selain itu juga melakukan sakit.
kegiatan untuk memastikan bahwa penyimpanan
barang dalam kondisi aman dari bahaya kerusakan
dan kehilangan.

3. Pendistribusian Kegiatan yang dimulai dari permintaan barang Interview mendalam - Pedoman Didapatkan
farmasi oleh ruangan perawatan, penyiapan barang - Kepala Insatlasi Wawancara analisis proses

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


106


Tabel 4.1 (sambungan)

dan proses serah terima barang. Selain itu juga - Farmasi - Lembar pendistribusian
merupakan pemenuhan barang farmasi sesuai - Bidang Keperawatan observasi perbekalan
dengan ketentuang yang berlaku, - Kepala Ruangan/PJ - Lembar farmasi rumah
Alkes Penghitungan- sakit,
- Perawat microsoft kesesuaian
- Petugas Gudang excell permintaan dan
Farmasi pemenuhan
- Telaah dokumen perbekalan.
- Observasi Lapangan
- Penghitungan excell
besaran permintaan
barang.
4. DMAIC Singkatan dari Define, Measure, Analyse, Improve,
Control. Merupakan metodologi Lean Six Sigma
yang akan digunakan untuk melakukan perbaikan.

5. Define Kegiatan yang dilakukan untuk mendefinisikan


area atau proses yang perlu diperbaiki yang terkait
dengan perbaikan pengelolaan perbekalan farmasi.
6. Current Kegiatan yang dilakukan untuk mengetahui upaya Interview Mendalam: - Pedoman Didapatkan
Condition pengelolaan perbekalan farmasi saat ini, seperti: - Manajemen Rumah wawancara gambaran upaya
strategi/progarm, kebijakan, prosedur yang ada, Sakit - Lembar pengelolaan
indikator keberhasilan yang ditetapkan dan - Kepala Instalasi observasi perbekalan
pencapaiannya, kondisi penataan/penyimpanan dan - Petugas Farmasi - Kamera farmasi rumah
lingkungan ruangan perbekalan. Telaah dokumen sakit saat ini.
Observasi lapangan

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


107


Tabel 4.1 (sambungan)

7. Voice of Kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan Interview Mendalam: - Pedoman Didapatkan
Customer gambaran /pandangan dari unit rawat inap tentang - Bidang Keperawatan Wawancara nilai-nilai
proses permintaan barang dan pemenuhan barang - Kepala Ruangan/PJ harapan
farmasi alat kersehatan. Alkes customer.
- perawat

8. Identifikasi Kegiatan yang dilakukan untuk Interview Mendalam: - Pedoman Didapatkan


Variabel- mengidentifikasikan komponen apa saja yang akan - Kepala Instalasi Wawancara variabel yang
variabel diukur pada tahap measure dan dapat Farmasi - Lembar akan diukur
mempengaruhi pendistribusian dan penyimpanan - Petugas Farmasi Observasi pada tahap
barang, yaitu langkah-langkah pendistribusian, Telaah dokumen measure.
periode permintaan barang, safety stock, ROP, Observasi lapangan
besaran permintaan, indikator farmasi, kesesuaian
jumlah stok barang, barang dan obat kadaluwarsa,
penanganan kadaluwarsa, penyimpanan barang
farmasi di Gudang Farmasi

9. Measure Kegiatan untuk mengukur kinerja proses yang


telah ditentukan pada tahap Define.

10. Process Kegiatan yang dilakukan untuk mengukur proses - Observasi lapangan - Lembar Didapatkan data
Measure proses / variabel yang telah ditentukan pada tahap - Penghitungan observasi variabel-
Define, yaitu : langkah-langkah pendistribusian, besaran permintaan - Sistem variabel yang
periode permintaan barang, safety stock, ROP, dan pemenuhan penghitungan diukur dan alur
besaran permintaan, indikator farmasi, kesesuaian permintaan Excell proses.
jumlah stok barang, barang dan obat kadaluwarsa, - Pengamatan

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


108


Tabel 4.1 (sambungan)

penanganan kadaluwarsa, penyimpanan barang - langkah proses


farmasi di Gudang Farmasi pendistribusian
- Pengamatan kondisi
gudangan
perbekalan
11. Analyze Menganalisis hubungan sebab akibat berbagai
faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-
faktor dominan yang perlu dikendalikan dari hasil
yang didapatkan dari tahap Measure.

12. E-DOWNTIME Singkatan Environmental, Health and Safety, Discussion  Lembar Didapatkan
Defects, Overproduction, waiting, Not utilizing Identifikasi analisis aktivitas
employees knowledge, skill, abilities yang Waste yang tidak
digunakan untuk mengelompokkan proses yang (variation) mempunyai
diamati dari tahap Measure yang tidak mempunyai  Lembar nilai tambah.
nilai tambah (waste/variation). Pemantauan
5S

13. Type of Kegiatan yang dilakukan untuk mengiden- Discussion - Lembar Didapatkan
Variation tifikasikan variasi-variasi aktivitas yang diamati Identifikasi analisis variasi-
pada tahap Measure. Waste variasi proses
(variation) dan kecacatan
proses.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


109


Tabel 4.1 (sambungan)

14. Problem Kegiatan yang dilakukan untuk menganalisa akar Discussion - Tools cause Didapatkan akar
Analyze masalah dari hasil tahap Measure. effect masalah
diagram.
15. Improve Menyusun rencana perbaikan pengelolaan Adanya rekomendasi
perbekalan farmasi dengan memperhatikan faktor perbaikan dan
penyebab utama terjadinya masalah yang menerapkan contoh
ditemukan pada tahap Analyze. perubahan.

16. Future Value Kegiatan untuk merancang pemetaan aliran proses Adanya rekomendasi
Stream Mapping pendistribusian barang farmasi ke unit rawat inap pemetaan value stream
(floors stock) yang akan datang yang mempunyai yang mempunyai nilai
nilai tambah berdasarkan hasil analisa pada tahap tambah.
Analyze.
17. 5S Salah satu usulan program perbaikan yang dapat Adanya rekomendasi
meningkatkan nilai tambah dalam proses penerapan 5S.
pengelolaan perbekalan farmasi dan merupakan
singkatan dari sort, set in order, shine, standarize,
sustain yang merupakan salah satu instrumen tools
metodologi Lean yang digunakan untuk program
peningkatan terus menerus dengan menghilangkan
pemborosan agar menciptakan area kerja yang
aman dan nyaman.

18. Control Melakukan pengendalian terhadap porses secara Adanya rekomendasi


terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas sistem pengontrolan
proses menuju target six sigma

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


110


Tabel 4.1 (sambungan)

19. Complete Terdapat rencana pengendalian yang lengkap Adanya rekomendasi


Control Plan seperti : pelatihan, kebijakan-prosedur, monitoring,
tindak lanjut.

20. Documentation Kebijakan dan prosedur yang terkait dengan Adanya rekomendasi
pendistribusian dan penyimpanan perbekalan
farmasi yang rinci dan operasional.

21. KPI Ukuran kinerja Gudang Farmasi II Adanya rekomendasi

22. Perbaikan Perubahan kondisi pengelolaan perbekalan farmasi


Pengelolaan menjadi lebih baik untuk selalu mengejar
Perbekalan kesempurnaan.
Farmasi di RS
23. KPI Farmasi Ukuran kinerja kunci di departemen farmasi yang Adanya rekomendasi
ditetapkan oleh rumah sakit. KPI yang akan datang.

Quality meningkat dimana sediaan perbekalan


farmasi yang didistribusikan/diberikan kepada
pelanggan dalam kondisi baik sesuai dengan ketika
barang tersebut diterima dan tidak mengalami
adanya penurunan.

Cost berkurang dimana menurunnya biaya


penyimpanan sediaan, yang ditunjukkan dengan
meningkatnya angka TOR, tidak ada barang

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


111


Tabel 4.1 (sambungan)

expired, penerapan FEFO-FIFO tercapai, tidak ada


dead stock.

Delivery meningkat dimana meningkatnya


kecepatan proses pelayanan farmasi sesuai dengan
service agreement yang disepakati.

Safety meningkat dimana meningkatnya standar


keselamatan baik untuk orang, peralatan dan
sediaan farmasi yang disimpan

Morale meningkat dimana meningkatnya semangat


kerja petugas farmasi yang dapat dilihat dari adanya
perubahan perilaku dalam melakukan pekerjaan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di rumah
sakit.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


112


BAB 5
METODE PENELITIAN

5.1. Jenis Penelitian


Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Action Research atau
penelitian tindakan mengingat dalam penelitian terdapat keterlibatan peneliti
dalam proses penelitian dan berkolaborasi dengan personal dalam obyek
penelitian. Menurut Grundy (1995) dijelaskan bahwa Action Research merupakan
usaha perbaikan pemahaman, cara dan kondisi yang dilakukan secara kolaboratif.
Pengertian lain yang dikemukakan oleh Sagor (1992) Action Research is
conducted by people who want to do something to improve their own situation.
Dalam penelitian ini peneliti terlibat langsung dan berkolaborasi dengan personal
yang ada pada Instalasi Farmasi untuk meneliti dan memperbaiki proses
pendistribusian dan penyimpanan perbekalan farmasi rumah sakit.

5.2. Lokasi dan Waktu penelitian


Penelitian pendistribusian dan penyimpanan perbekalan farmasi dilaksanakan
pada Instalasi Farmasi Rumah Sakit Palang Merah Indonesia (RS PMI) Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan dalam bulan akhir Oktober awal Desember 2013
yang berlangsung selama 6 (enam) minggu. Rincian waktu pelaksanaan penelitian
adalah sebagai berikut. Tahap Define dilaksanakan dalam waktu 2 (dua) minggu,
tahap Measure dilaksanakan dalam waktu 2 (tiga) minggu dan tahap Analyse
dilaksanakan dalam waktu 2 (tiga) minggu.

5.3. Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan dalam proses penelitian ini meliputi data kualitatif dan
data kuantitatif. Data kualitatif yang dikumpulkan meliputi data hasil wawancara
mendalam dengan pihak manajemen rumah sakit, kepala instalasi farmasi dan staf
pelaksana pendistribusian dan penyimpana perbekalan farmasi, kepala unit rawat
inap. Selain itu juga dikumpulkan dari hasil pengamatan dokumen yang terkait

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


113


dengan proses penditribusian dan penyimpanan perbekalan farmasi. Data


kuantitatif yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data yang diambil dari
database pengelolaan perbekalan farmasi dibatasi hanya data 3 (tiga) bulan
terakhir. Data dikumpulkan dari dokumen permintaan dan distribusi barang
farmasi yang dilakukan oleh petugas gudang farmasi. Data juga dikumpulkan dari
hasil pengamatan gudang farmasi. Pengamatan juga dilakukan pada alur proses
permintaan barang farmasi dan distribusi barang farmasi.

5.4. Informan
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara Non Probability
Sampling yaitu dengan metode Purposive Sampling, dimana penentuan responden
yang terkait dengan proses permintaan, distribusi dan penyimpanan perbekalan
farmasi. Personil yang menjadi responden adalah kepala ruangan atau penanggung
jawab perbekalan di ruangan sebanyak 5 orang dan perawat ruangan sebanyak 2
orang. Personil gudang farmasi yang dijadikan responden sebanyak 4 orang.
Informan lain adalah dari unsur manajemen adalah wakil direktur bidang
pelayanan medik dan keperawatan, kepala instalasi farmasi dan atau kasub
instalasi pengelolaan perbekalan farmasi dan bidang rawat inap sebanyak 3
orang. Dengan demikian jumlah seluruh informan adalah 14 orang.

5.5. Instumen Penelitian


Untuk memperoleh data baik data kualitatif maupun data kuantitatif masing-
masing dikembangkan instrumen sebagai berikut. Untuk memperoleh data
kualitatif pertanyaan yang disusun meliputi pertanyaan tentang program kerja di
unit farmasi yang terkait dengan visi dan misi rumah sakit, dokumen kebijakan
dan prosedur yang berlaku di rumah sakit, pengelolaan sediaan farmasi, sistem
informasi perbekalan farmasi dan pengamatan penyimpanan barang di gudang
farmasi. Sedangkan untuk mengumpulkan data kuantitatif dilakukan penghitungan
pemenuhan permintaan dan distribusi barang serta melakukan pengukuran
keluasan gudang, menghitung kesesuian jumlah barang yang ada di gudang
farmasi.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


114


5.6. Sumber Data yang Dibutuhkan


Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini antara lain meliputi unsur
organisasi dan manajemen yaitu Wakil Direktur yang membawahi Instalasi
Farmasi, Kepala Instalasi Farmasi, Kasub Instalasi Pengelolaan Perbekalan
Farmasi, Kepala Unit Perawatan dan unsur pengelola langsung perbekalan farmasi
yang terdiri dari Kepala Gudang Farmasi, Petugas Pelaksana Gudang Farmasi dan
Penanggung Jawab Pengawasan Mutu Farmasi. Sumber data yang dibutuhkan
selain tersebut di atas adalah sistem informasi perbekalan farmasi dan dokumen
rumah sakit yang terkait dengan pengelolaan gudang farmasi.

5.7. Analisis Data


Hasil pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif dianalisis untuk mendapatkan
gambaran aktivitas atau proses yang tidak mempunyai nilai tambah, kemudian
dimaukkan ke dalam kelompok e-downtime. Selain itu dilakukan analisis untuk
mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan, dan mengetahui
mekanisme pengendalian. Untuk mencari akar masalah dilakukan dengan
mengembangkan fishbone diagram, bottleneck analysis, 5S dan mengembangkan
alur proses. Menganalisis variabel-variabel input yang berhubungan dengan
kelebihan perbekalan.

5.8. Validasi Data

Untuk mendapatkan data dan informasi yang valid dalam penelitian ini dilakukan
metode triangulasi. Triangulasi merupakan upaya mengecek kebenaran data atau
informasi yang diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda
dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bisa yang terjadi pada saat
pengumpulan dan analisis data. Metode triangulasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Triangulasi Metode dimana menggunakan wawancara dan
obeservasi atau pengamatan untuk mengecek kebenarannya. Selain itu, peneliti
juga menggunakan informan yang berbeda untuk mengecek kebenaran informasi
tersebut. Triangulasi Sumber Data juga digunakan dalam penelitian ini yaitu

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


115


menggali kebenaran informasi tertentu melalui berbagai metode dan sumber


perolehan data, seperti selain melalui wawancara dan observasi, peneliti juga
menggunakan observasi terlibat (participant observation), dokumen tertulis, arsip,
dokumen riwayat, catatan resmi, catatan atau tulisan pribadi dan gambar atau foto
yang terkait dengan permintaan dan distibusi barang serta penyimpanan
perbekalan farmasi di rumah sakit.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


116


BAB 6
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Setelah dilakukan pengamatan di lapangan melalui pengumpulan data, baik


melalui wawancara mendalam, observasi, pengolahan data dan untuk
memudahkan dalam fokus pembahasan, maka peneliti menjadikan satu di dalam
bab ini. Dalam bab ini akan diuraikan tentang keterbatasan peneliti dalam
melakukan penelitian, gambaran pengelolaan perbekalan farmasi di RS PMI
Bogor, dan selanjutnya mengikuti tahap pendekatan Lean Six Sigma - DMAIC
(Define, Measure, Analyze, Improve, Control).

6.1. Keterbatasan Penelitian


Beberapa hal berikut yang merupakan keterbatasan peneliti, adalah:
1. Di dalam melakukan pengolahan data peneliti hanya berdasarkan pada data
yang tercantum dalam Dokumen Surat Permintaan Barang Farmasi yang
dijadikan acuan bagi ruang perawatan dalam meminta persediaan barang
farmasi ke Gudang Farmasi II.
2. Peneliti di dalam menganalisa alur proses permintaan barang farmasi
didasarkan pada pengamatan, dokumen dan wawancara mendalam dengan
respoden. Peneliti tidak melakukan hingga pengamatan waktu dalam satuan
menit karena keterbatasan waktu peneliti dalam mengikuti dokumen Surat
Permintaan Barang Farmasi terutama dalam proses tanda tangan.

6.2. Pengelolaan Perbekalan Farmasi RS PMI Bogor


Di dalam melakukan pengelolaan perbekalan farmasi RS PMI Bogor, Instalasi
Farmasi telah memiliki struktur organisasi dan telah dilakukan revisi. Pada
struktur yang baru ini Kepala Instalasi Farmasi berada langsung di bawah Wakil
Direktur Bidang Pelayanan Medik dan Keperawatan. Dengan demikian
memperpendek rentang kendali struktur organisasi Instalasi Farmasi.

Kebijakan dan prosedur yang terkait dengan pengelolaan perbekalan ini umumnya
telah dimiliki. Program kerja yang ada masih berupa operasional sehari-hari dan

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


117


belum disertai dengan indikator pemantauan untuk proses pendistribusian dan


penyimpanan perbekalan farmasi alat kesehatan. Selain itu, belum digunakannya
inventory turnover sebagai indikator dan laporan keuangan juga belum
menggunakan indikator ini. Ketersediaan data terkait dengan indikator tersebut
telah ada hanya belum dilakukan pengolahan.

Instalasi Farmasi dalam mengelola perbekalan farmasinya memiliki 2 (dua)


gudang. Gudang I yang melayani kebutuhan obat (resep) dan Gudang II melayani
kebutuhan alat kesehatan (alkes). Gudang Farmasi I melayani resep rawat inap
dan mensuplai depo-depo farmasi untuk rawat jalan. Gudang Farmasi II hanya
melayani kebutuhan alat kesehatan dan obat emergensi untuk pasien rawat inap,
Instalasi Gawat Darurat (IGD), Instalasi Bedah Sentral (IBS), dan juga poliklinik.

6.2.1. Perencanaan Perbekalan Farmasi, Metoda Penghitungan Perbekalan, dan


Indikator Keberhasilan
Berdasarkan wawancara mendalam dan telaah dokumen pelayanan farmasi nomor
502/Far/XI/2009 tentang Perencanaan Perbekalan Farmasi yang dimaksudkan
dengan perencanaan adalah proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan
harga perbekalan farmasi perawatan. Kebijakan yang ditetapkan oleh RS PMI
Bogor yang terkait dengan perencanaan perbekalan farmasi adalah perencanaan
perbekalan farmasi harus disusun berdasarkan kebutuhan RS PMI Bogor dengan
menggunakan metode P-system (periodic review method). Perencanaan
perbekalan farmasi ini terdiri dari 3 rencana, yaitu rencana tahunan, rencana
triwulan dan rencanan bulanan. Rencana tahunan yaitu farmasi menyusun rencana
anggaran belanja untuk 1 (satu) tahun dengan melihat data realisasi belanja tahun
sebelumnya dan mempertimbangkan kemungkinan adanya kenaikan harga pada
tahun ini. Rencana ini disahkan oleh panitia perencanaan. Rencana triwulan yang
dilakukan oleh bagian farmasi adalah pada setiap awal triwulan, farmasi mencetak
laporan mutasi bulan sebelumnya kemudian menyusun kebutuhan triwulan yang
akan datang. Rencana triwulan ini diperiksa oleh Kepala Instalasi Farmasi untuk
selanjutnya disahkan oleh ketua panitia anggaran. Sedangkan rencana bulanan,
pada setiap tanggal 25 Kepala Sub Instalasi Perawatan mencetak laporan mutasi

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


118


bulan sebelumnya, menghitung stok yang ada, kemudian menyusun kebutuhan


untuk bulan yang akan datang. Rencana ini diperiksa dan disetujui oleh Kepala
Instalasi Farmasi untuk selanjutnya ditindaklanjuti dengan pengadaan barang.

Metoda penghitungan yang digunakan dalam permintaan barang farmasi adalah


metoda konsumsi dimana merupakan rata-rata pemakaian dan ditambah dengan
buffer stock berkisar 10%-20%. Peneliti melakukan penghitungan buffer stock
secara manual dan didapatkan buffer stock adalah 20%. Belum dilakukannya
evaluasi terhadap buffer stock ini. Belum menggunakan metoda lain seperti
metoda epidemiologi hal ini menurut Kepala Instalasi Farmasi karena belum
mendapatkan feed back dari Bagian Rekam Medis terkait dengan tren 10
(sepuluh) besar penyakit apa saja yang terdapat di rumah sakit ini walapun
demikian bila ada kejadian luar biasa maka pihak farmasi akan mempersiapkan
kebutuhan yang diperlukan. Menurut Kepala Instalasi Farmasi dalam
menggunakan metoda konsumsi ini terdapat kekurangan yaitu kadang-kadang
stok berlebihan. Sedangkan permasalahan lain yaitu kekosongan stok biasanya
disebabkan karena dari pihak suplier yang stoknya kosong dan juga penggunaan
tren obat yang berubah.

Analisa ABC yang dilakukan masih analisa ABC yang biasa belum memuat
indeks kritis. Sedangkan analisa VEN belum dilakukan. Kedua analisa ini
merupakan analisa yang penting dalam pengendalian perbekalan yang efektif dan
efisien.

6.2.2. Pengawasan Stok Perbekalan Farmasi


Pengawasan stok ini dilakukan oleh Bagian Farmasi mempunyai tujuan seperti
yang tercantum pada dokumen prosedur rumah sakit dengan nomor dokumen
506/Far/XI/2009 adalah dengan terkontrolnya stok perbekalan farmasi maka
diharapkan pelayanan kepada pasien akan baik. Kebijakan yang diberlakukan oleh
rumah sakit adalah Instalasi Farmasi melakukan stock opname di ruang rawat
inap, IGD dan IBS seminggu sekali sesuai dengan jadual. Khusus untuk poliklinik
dilakukan pengawasan satu bulan sekali. Disamping kegiatan yang bersifat

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


119


seminggu sekali, stock opname juga dilakukan tiap bulan secara bersamaan untuk
seluruh ruangan dan gudang farmasi.

Dalam melaksanakan kegiatan stock opname di ruang rawat inap, IGD dan IBS
telah ditunjuk satu orang sebagai Penanggung Jawab Pengawasan Mutu Farmasi.
Ia adalah seorang perawat senior, hal ini dilakukan karena pada saat itu jumlah
apoteker yang masih sedikit dan juga adanya kendala ketika akan masuk ke ruang-
ruang perawatan. Untuk rencana yang akan datang, karena tenaga perawat ini
akan menjalani masa pensiun, maka akan direncanakan untuk diganti dengan
tenaga apoteker. Stock opname yang dilakukan ke ruang rawat inap, IGD dan IBS
dalam satu minggunya telah dibuatkan jadual harian sehingga dalam satu hari
dapat dilakukan pengawasan stok untuk 34 ruangan perawatan. Jadual
pengawasan perbekalan farmasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 6.1. Jadual Harian Pengawasan Perbekalan Farmasi (Floor Stock)


RS PMI Bogor, Tahun 2013

NO Hari Ruangan

1 Senin Ruang Anestesi, Instalasi Bedah Sentral, dan Recovery Room

2 Selasa Ruang Anggrek, Aster, Mawar dan Thallasemia

3 Rabu Instalasi Gawat Darurat dan Paviliun Prof Sujudi

4 Kamis Ruang Seruni, Melati dan Kamar Bersalin (VK)

5 Jumat Intensive Care Unit (Ruangan Gardena), Ruang Dahlia dan Hemodialisa

6 Sabtu Ruang Alamanda, Cempaka dan Soka

Sumber : Wawancawa dengan PJ Pengawas Mutu-Instalasi Farmasi RS PMI Bogor

Pengawasan stok yang saat ini dilakukan adalah menghitung semua jumlah
persediaan untuk setiap jenis barang yang terdapat di ruang perawatan, IGD , IBS
dan poliklinik. Hasil yang didapatkan dibandingkan dengan informasi yang
terdapat di dalam sistem inventori yaitu mutasi ruangan bulan berjalan. Informasi
mutasi ruang berjalan sebelumnya sudah dicetak dari komputer untuk kemudahan
dalam proses. Ketika ada ketidaksamaan antara jumlah fisik barang dan sistem
inventori maka dilakukan klarifikasi dengan kepala ruangan untuk menelusuri

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


120


pemakaian barang farmasi tersebut kepada pasien. Umumnya bila pasien masih
dirawat maka dapat ditelusur pemakaian barang farmasi tersebut, tetapi telusur
menjadi sulit/tidak bisa ketika pasien sudah tidak dirawat. Hasil dari telusur
tersebut dilakukan penyesuaian stok sehingga dalam informasi mutasi ruangan
bulan berjalan di kolom tanggungan ruangan tertera seberapa besar perbedaan
jumlah barang tersebut. Tanggungan ruangan adalah hasil dari pengawasan stok
dituliskan dalam bentuk postif dan negative. Postif (+) diartikan bahwa saat ini
ruang perawatan mempunyai kelebihan barang dan begitu pula sebaliknya bila
negatif (-) berarti ruangan tersebut kekurangan barang tersebut.

Dari hasil wawancara mendalam disampaikan bahwa ketidaksesuaian barang ini


antara sistem inventori dan fisik barang terjadi karena perawat dalam
memasukkan data ke sistem inventori tidak benar, salah klik, kurang teliti,
terburu-buru, tidak/lupa tercatat, faktor usia, tidak ada petugas khusus untuk
memasukkan pemakaian pasien. Seperti yang ilustrasikan oleh mereka, ketika
pasien menggunakan 5 buah hanya dimasukkan 4 buah. Fakor lain yang juga
disampaikan yang dapat mempengaruhi adalah tidak adanya pelatihan, tidak
adanya sosialisasi (sosialisasi terbatas) terkait dengan adanya produk baru/uji
coba di lapangan.

Pengamatan juga dilakukan oleh peneliti ketika mereka diminta untuk


memasukkan jumlah pemakaian pasien ke billing pasien. Sebelum memasukan ke
billing pasien, mereka akan mencatat jumlah dan jenis barang yang telah dipakai
pada lembar pemakaian setelah itu memasukkan pemakaian dan bila telah selesai
memasukkan mereka memberikan tanda lingkaran pada lembar pemakaian yang
menandakan bahwa pemakaian tersebut telah di-input ke sistem.

Berdasarkan wawancara bahwa penanganan yang dilakukan selama ini oleh pihak
farmasi adalah menegur kepada mereka karena jumlahnya sedikit tidak masalah,
kecuali bila jumlahnya banyak akan dipertanyakan. Di dalam dokumen nomor
506/Far/XI/2009 belum diatur besaran selisih perbedaan yang ditetapkan oleh

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


121


rumah sakit untuk ditindaklanjuti. Sehingga jumlah yang sedikit dan banyak
merupakan ukuran yang berbeda untuk setiap orang.

Aktivitas pengawasan stok ini belum diikuti dengan langkah-langkah pencegahan


(preventive action), kegiatan yang dilakukan baru berupa tindakan koreksi
(corrective action) sebatas menelusuri pasien yang menggunakan pemakaian
tersebut, belum dikembangkan atau dilakukan tindak lanjut agar kejadian yang
akan datang tidak terulang. Sehingga permasalahan yang sama selalu terjadi.
Seharusnya hal ini tidak terjadi karena pengawasan stok dilakukan setiap minggu
dan stok opname dilakukan setiap bulan.

Pengawasan stok yang ditetapkan di RS PMI Bogor dengan periode selang waktu
yang pendek dan terus menerus sepanjang tahun termasuk dalam kategori
pengawasan /pengendalian cycle counting. Menurut Henmaidi (2009), cycle
counting merupakan prosedur Quality Assurance (penjaminan mutu) yang
mencoba mengidentifikasi kesalahaan serta melakukan perbaikan yang
dibutuhkan. Cycle counting adalah upaya untuk menghitung jumlah fisik
persediaan di gudang, membandingkan dengan catatan, dan setelah
memperhatikan transaksi yang sedang berjalan, dilakukan tindakan koreksi. Cycle
counting adalah metode sistematis untuk menghitung persediaan terus menerus.
Akurasi inventori di audit secara reguler, bukannya sekali setahun Hasilnya: data
lapangan cocok dengan catatan di administrasi/ di dalam sistem. Oleh karena itu
hasil dari cycle counting harus ditindaklanjuti berupa penelusuran kenapa terjadi
perbedaan. Lakukan evaluasi untuk continuous improvement, identifikasi sumber
masalah, dan lakukan perbaikan.
Hal tersebut juga tidak sesuai dengan tujuan dari Six Sigma yaitu keakuratan dan
ketepatan dalam setiap proses. Menurut Gasperz dan Fontana (2011), bahwa Six
Sigma adalah suatu upaya terus menerus (continuous improvement effort) untuk
menurunkan variasi dari proses agar meningkatkan kapabilitas produk (barang
dan atau jasa) yang bebas kesalahan (zerodefect). Selain itu juga prinsip Lean
yang kelima yaitu mengejar kesempurnaan. Disini belum terlihat adanya upaya
perbaikan yang berkesinambungan yang dilakukan oleh Bagian Instalasi Farmasi

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


122


RS PMI Bogor terkait dengan tindak lanjuti terhadap temuan tersebut. Kondisi
tersebut telah berlangsung secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama
dapat menjadikan berkurangnya kepedulian terhadap budaya perbaikan mutu.
Dengan demikian masih perlu melakukan upaya perbaikan dan mengejar
kesempurnaan.

6.2.3. Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Ruangan


Pengelolaan perbekalan farmasi di unit adalah pengelolaan perbekalan farmasi di
ruang rawat inap, IGD, IBS, dan poliklinik. Umumnya masing-masing ruangan
tersebut memiliki 1 (satu) orang penanggung jawab alat kesehatan (alkes). Kepala
Ruangan menunjuk satu tenaga perawat untuk diberikan tugas tambahan sebagai
penanggung jawab alkes (floors stock). Adapun kegiatan yang dilakukan adalah
mulai dari permintaan barang, serah terima barang hingga penyimpanan alkes
farmasi ruangan masing-masing. Penanggung jawab alkes ruangan ini setiap
harinya akan menyiapkan berapa keperluan alkes yang dibutuhkan untuk setiap
shift pagi, siang dan malam. Pada setiap minggunya akan melakukan proses
permintaan barang ke gudang farmasi alkes berdasarkan berapa jumlah barang
yang dibutuhkan dan jumlah pasien yang terdapat dalam ruangan tersebut.
Permintaan ini untuk kebutuhan satu minggu ke depan.

Dalam melakukan pengelolaan perbekalan farmasi, pengetahuan yang mereka


dapatkan biasanya dari kebiasaan mereka sebelumnya dan informasi yang bersifat
turun menurun. Bukan diperoleh langsung dari bagian farmasi. Berdasarkan
pengamatan belum adanya standar penyimpanan barang farmasi di masing-masing
ruang perawatan tersebut. Lemari penyimpanan yang tersedia umumnya ada 2
(dua), yaitu lemari kecil dan lemari besar. Lemari kecil digunakan untuk
menyimpan barang farmasi yang diperlukan setiap hari, sisanya disimpan dalam
lemari besar. Dalam pengamatan penelitian di beberapa ruangan, terdapat barang
farmasi yang tidak berada di dalam lemari tersebut. Hal ini dapat disebabkan
karena jumlah barang yang disimpan melebih kapasitas lemari penyimpanan yang
ada saat itu. PJ Alkes tidak melakukan penghitungan stok ruangan setiap hari, hal

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


123


ini disebabkan karena jumlah barang yang banyak dan penghitugan stok yang
sudah dilakukan per minggu.

6.3. Tahap Define


Dalam mengidentifikasi permasalahan dilingkup pendistribusian dan
penyimpanan barang farmasi dilakukan tahap define. Dalam tahap define langkah-
langkah yang dilakukan adalah melakukan wawancara mendalam dan observasi di
lapangan sehingga didapatkan variabel-variabel yang perlu dilakukan pemantauan
lebih lanjut guna mendapatkan hasil untuk perbaikan pengelolaan perbekalan
farmasi.

6.3.1. Voice of Employee Ruang Perawatan RS PMI Bogor


Voice of Employee ini dilakukan untuk mengetahui dari sudut pandang customer
internal tentang harapan mereka serta area yang paling potensial untuk dilakukan
upaya perbaikan pengelolaan perbekalan farmasi khususnya pendistribusian dan
mengetahui penyimpanan barang farmasi di RS PMI Bogor. Berdasarkan
wawancara mendalam dengan ruang perawatan, harapan mereka adalah proses
permintaan barang farmasi yang dilakukan setiap minggu menjadi sederhana,
tidak birokrasi dan online, petugas gudang harus jemput bola sehingga tidak
menyulitkan perawat, perawat tidak perlu untuk melakukan input permintaan
karena seharusnya gudang sudah mengetahui berapa kebutuhan ruang perawatan.
Terkait dengan proses pemenuhan tanda tangan sebaiknya merupakan tanggung
jawab farmasi, pihak ruang perawat langsung mengambil barang ke farmasi atau
pihak farmasi menghantar barang ke ruangan. Umumnya proses tanda tangan
merupakan kendala bagi mereka, karena mereka harus kesana kemari mulai dari
mencetak surat hingga terpenuhinya tanda tangan. Proses ini belum tentu dapat
diselesaikan dengan cepat, karena terkait dengan ada atau tidaknya mereka yang
tanda tangan di tempat. Beberapa responden menyampaikan bahwa yang
menandatangai ini juga tidak memeriksa isi dari permintaan karena ini merupakan
permintaan barang farmasi yang rutin digunakan begitu pula dengan kepala
ruangan juga tinggal tanda tangan karena sudah mengetahui bahwa ini adalah

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


124


barang keperluan harian. Di dalam pengamatan dokumen surat permintaan barang


tersebut juga tidak didapakan adanya koreksi manual jumlah permintaan barang
sebelum surat tersebut tiba di Instalasi Farmasi.

Berdasarkan hasil voice of customer, bahwa dapat diindikasikan telah terjadi


pemborosan pada proses permintaan barang farmasi. Dengan demikian hal
tersebut menjadi fokus dalam pengamatan penelitian.

6.3.2. Identitifikasi Variabel Pengukuran.


Terkait dengan rendahnya angka Inventory Turnover yang mana merupakan
angka perputaran persediaan dan juga harapan dari cutomer internal, maka
ditetapkan berapa variabel yang digunakan untuk pengukuran proses
pendistribusian dan penyimpanan barang farmasi adalah: proses pendistribusian,
periode permintaan barang, buffer stock, besaran permintaan, kondisi-kondisi
permintaan barang, ROP, indikator farmasi, kesesuaian jumlah stok barang,
barang dan obat kadaluwarsa, penanganan kadaluwarsa, penanganan barang di
gudang.

Dari wawancara yang dilakukan terkait dengan permintaan barang farmasi adanya
hasil yang sama bagaimana mereka menghitung permintaan barang. Dari 5 6
responden yang ditanyakan tidak seorangpun menyatakan bahwa perkiraan
permintaan yang tertera di dokumen surat permintaan barang farmasi sebagai
dasar dalam menentukan permintaan barang farmasi dan mereka juga belum
memahami apa yang dimaksud perkiraan permintaan dalam dokumen tersebut
termasuk petugas gudang farmasi II. Selain itu tidak adanya pentunjuk teknis dan
arti komponen yang ada di dalam surat permintaan barang tersebut akan
berdampak adanya variasi dalam hal permintaan barang farmasi. Oleh karena itu
peneliti menentukan variable penelitian adalah : proses pendistribusian, periode
permintaan barang, buffer stock, besaran permintaan, kondisi-kondisi permintaan
barang, Reoder Point (ROP), indikator farmasi, kesesuaian jumlah stok barang,
barang dan obat kadaluwarsa, penanganan kadaluwarsa, penanganan barang di
gudang. Menurut Zulfikarijah, F., (2005) dinyatakan bahwa adanya 4 (empat)

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


125


alasan yang menyebabkan dilakukan titik pemesanan kembali, yaitu : tingkat


permintaan, lead time, adanya permintaan dan lead time yang beragam, dan
tingkat risiko kehabisan stok yang akan diterima manajemen

6.4. Tahap Measure


Tahap measure ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur kinerja proses
pendistribusian dan penyimpanan barang di Gudang Farmasi saat ini. Penelitian
ini dilakukan dengan melakukan pemetaan proses pendistribusian, pengukuran
dan pengolahan data, pengamatan lapangan, wawancara mendalam, dan juga
melihat dokumen yang terkait.

6.4.1. Proses Distribusi Perbekalan Farmasi


Pengertian distribusi menurut dokumen SPO Administrasi Pelayanan Farmasi
nomor 501/Far/IV2008 disebutkan sebagai proses penyerahan perbekalan farmasi
dari gudang farmasi ke ruang rawat inap, IGD, IBS, Poliklinik, dan penunjang.
Tujuan dari distribusi ini adalah tersedianya perbekalan farmasi di ruang rawat
inap, IGD, IBS, Poliklinik, dan penunjang dengan jumlah yang cukup. Kebijakan
yang dicanangkan oleh RS PMI Bogor terkait dengan layanan distibusi barang
farmasi adalah semua perbekalan fasrmasi yang ada di ruang rawat inap, IGD,
IBS, Poliklinik, dan penunjang harus didistribusikan dari gudang farmasi.

Di dalam dokumen tersebut, prosedur dimulai dengan adanya surat permintaan


barang yang dibuat penanggung jawab alkes ruangan kemudian ditanda tangan
oleh kepala ruangan dan diketahui oleh pejabat yang berwenang. Surat permintaan
tersebut untuk selanjutnya disetujui oleh Kepala Instalasi Farmasi untuk ruang
rawat inap, IGD, IBS dan Poliklinik. Sedangkan untuk unit lainnya disetujui oleh
Kepala Bidang Pelayanan dan Medik. Pelaksana gudang akan menyiapkan
perbekalan dan Kepala Instalasi Distribusi Farmasi Perawatan (istilah dituliskan
sama seperti yang tertera di dokumen SPO) akan memeriksa perbekalan yang
disiapkan yang selanjutnya dilakukan serah terima barang yang didokumentasikan
dengan adanya tanda tangan antara petugas unit terkait dengan Kepala Sub

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


126


Distribusi Farmasi Perawatan. Berikut adalah gambaran surat permintaan barang


farmasi yang terlihat dalam gambar 6.1.

Surat Permintaan Barang Farmasi


Nomor: .
Ruang: Tanggal :

Stok Perkiraan Permintaan Jml Jml


No Nama Barang Terjual
Akhir Sat Jual Sat Beli Diminta Diberi

Diminta Oleh Diketahui Oleh Barang Diserahkan Oleh

Penanggung Jawab Alkes Ka.Bid/Instalasi Petugas IF Kasub Inst Pelayanan

Kepala Ruangan Ka. Instalasi Farmasi Barang diterima oleh

Gambar 6.1. Surat Permintaan Barang Farmasi


RS PMI Bogor, Tahun 2013

Sumber: Dokumen Farmasi RS PMI Bogor, telah diolah kembali

Dokumen surat permintaan barang farmasi ini belum dilengkapi dengan petunjuk
teknis arti dari komponen setiap komponen yang tedapat di dalam dokumen
tersebut. Oleh karena itu berdasarkan proses wawancara dengan Kepala Instalasi
Farmasi dan pengamatan langsung, maka peneliti menuangkan arti setiap kolom
yang terdapat dalam dokumen surat permintaan barang farmasi tersebut. Hal ini
menjadi pedoman peneliti dalam melakukan pengukuran dan pengamatan.
Rincian arti komponen dokumen surat permintaan barang farmasi dapat dilihat
pada tabel 6.2.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


127


Tabel 6.2. Arti Komponen Surat Permintaan Barang Farmasi RS PMI Bogor,
Tahun 2013

Isi Tabel Deskripsi


Nomor Nomor surat yang diberikan oleh Gudang Farmasi II berdasarkan
urutan dalam LPR (Laporan Permintaan Ruangan) bulan berjalan
yang terdiri dari nomor urut permintaan, bulan dan tahun. Seperti
07/09/2013. Yang berarti unit tersebut mendapat urutan nomor 7
dalam bulan Sepetember tahun 2013.
Ruang Ruang yang meminta barang.
Tanggal Tanggal, yang berisikan kapan permintaan barang dilakukan.
No. Nomor urut permintaan barang dalam surat permintaan barang
farmasi
Nama Barang Nama barang perbekalan farmasi/sediaan/stok yang diminta oleh
ruangan
Terjual Jumlah barang perbekalan farmasi/sediaan/stok yang telah dijual
kepada pasien atau yang telah digunakan oleh pasien. Angka ini
merupakan hitungan sistem inventori, ketika petugas di ruang
perawatan melakukan proses billing kepada pasien.
Stok Akhir Jumlah barang perbekalan farmasi/sediaan/stok yang tersisa di
ruangan. Stok akhir merupakan hitungan sistem inventori ketika ada
pemakaian barang farmasi kepada pasien, maka sistem akan
memotong stok.
Stok Akhir yang tertera di lembaran ini merupakan hasil
penyesuaian dari pengawasan stok setelah dilakukan penghitungan
stok di ruangan.
Perkiraan Permintaan Perkiraan permintaan yang merupakan hitungan dari sistem
inventori yang sudah ditentukan dengan buffer sebesar 20% yaitu :
((Jumlah terjual X 20%) + Jumlah terjual) - Stok Akhir
Sat. Jual Satuan jual. Satuan jual yang dimaksudkan adalah satuan barang
farmasi dalam satuan jual terkecil ketika pasien menggunakan
barang tersebut. Satuan jual tersebut yaitu : buah, botol, strip,
lembar, pasang, centimeter, milliliter, liter/jam, pasang, gram, rol,
ampul. Pasien akan dikenakan pembayaran sesuai dengan
pemakaian yang digunakannya.
Sat. Beli Satuan beli. Merupakan satuan yang digunakan untuk memesan
barang kepada supplier. Ketika ruangan meminta barang ke gudang
farmasi maka menggunakan satuan beli. Konversi satuan jual ke
satuan beli dilakukan oleh sistem inventori. Satuan jual tersebut
adalah : buah, botol, dus, lembar, liter, rol, kilogram.
Jml diminta Jumlah barang farmasi yang diminta oleh ruang perawatan. Ini
merupakan isian dari ruang perawatan berapa kebutuhan jumlah
barang farmasi yang akan diminta kepada Gudang Farmasi.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


128


Tabel 6.2 (sambungan)

Jml diberi Jumlah barang yang diberi oleh Gudang Farmasi II. Ini merupakan
isian dari petugas gudang, berapa jumlah barang yang diberikan
kepada ruang perawatan yang meminta barang farmasi.
Diminta Oleh Merupakan isian tanda tangan dan nama siapa yang meminta
barang.
Penanggung Jawab Penanggung jawab alat kesehatan ruang perawatan yang meminta.
Alkes Setiap ruang perawatan telah ditunjuk oleh kepala ruangan siapa
yang bertanggung jawab terhadap alkes, umumnya adalah perawat.
Kepala Ruangan Kepala ruangan yang meminta barang farmasi.
Diketahui Oleh Merupakan isian tanda tangan dan nama pejabat yang berwenang
dari ruangan yang meminta barang.
Ka.Bid/Instalasi Kepala Bidang /Instalasi yang meminta barang.
Ka. Instal Farmasi Kepala Instalasi Farmasi yang menyetujui permintaan barang.
Barang Diserahkan Merupakan isian tanda tangan dan nama pihak gudang yang
Oleh menyerahkan barang.
Petugas IF Petugas Instalasi Farmasi yang menyiapkan barang.
Kasub Inst Pelayanan Kepala Sub Instalasi Pelayanan Farmasi yang memeriksa barang
yang disiapkan.
Barang diterima oleh Merupakan isian tanda tangan dan nama pihak ruangan yang
menerima barang.
Petugas Petugas ruangan/penanggung jawab alkes yang menerima barang.
ruangan/Penanggung
jawab Alkes

Sumber: Wawancara dengan Kepala Instalasi Farmasi RS PMI Bogor, telah diolah kembali

Peneliti mencermati adanya perbedaan antara ketentuan yang terdapat dalam


dokumen pelayanan farmasi tentang prosedur distribusi barang farmasi dengan
dokumen surat permintaan barang farmasi yaitu makna tanda tangan yang
dilakukan oleh Kepala Instalasi Farmasi. Di dalam dokumen pelayanan farmasi
tentang prosedur distribusi barang farmasi dicantumkan bahwa kepala Instalasi
Farmasi menyetujui surat permintaan barang sedangkan yang tertulis di dokumen
surat permintaan barang adalah diketahui oleh. Hal tersebut mengandung 2 (dua)
kata yang bermakna beda. Kata disetujui mengandung makna telah dilakukan
pengecekan, apabila hasil pengecekan tidak disetujui maka proses dikembalikan.
Sementara kata diketahui tidak mengandung makna pengecekan terhadap isi
dokumen permintaan.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


129


Berdasarkan telaah dokumen surat permintaan barang farmasi yang didapatkan


dari sistem inventori/computer, dimana peneliti tidak mendapatkan adanya
petunjuk teknis cara pengisian dokumen surat tersebut dan arti komponen
dokumen surat yang ada didalamnya seperti yang tertuang pada tabel 6.2. Selain
itu, SPO Administrasi Pelayanan Farmasi yang dimiliki oleh rumah sakit tentang
Distribusi Perbekalan Farmasi Nomor Dokumen 501/Far/IV/2008 belum
mencantumkan secara rinci tentang berapa jumlah permintaan barang farmasi oleh
ruang perawatan. Sehingga tidak ada standarisasi dalam meng-input permintaan
barang tersebut. Hal ini dapat mencetuskan adanya variasi proses permintaan
barang farmasi di lapangan.

6.4.1.1. Alur Proses Distribusi Perbekalan Farmasi


Disamping melakukan telaah dokumen Standar Pelayanan Farmasi Nomor
501/Far/IV/2008, wawancara mendalam dan pengamatan langsung terhadap
proses pendistribusian barang farmasi ke unit rawat inap, maka peneliti
menuangkan langkah-langkah proses pendistribusian sebagai berikut.
1. Penanggung jawab alkes ruangan melengkapi surat permintaan barang
farmasi, dimulai dengan permintaan nomor surat ke Gudang Farmasi II.
2. Penanggung jawab alkes mengakses sistem inventori permintaan barang
farmasi. Memilih dan mengisi jumlah barang yang dibutuhkan untuk satu
minggu berikutnya. Perhitungan jumlah barang yang diminta berdasarkan
pemakaian dan jumlah pasien dalam satu unit tersebut serta memastikan
bahwa unitnya tidak kekurangan stok.
3. Menghubungi pihak gudang untuk mencetak surat permintaan barang yang
telah diisi oleh ruangan.
4. Pihak gudang mencetak surat permintaan barang tersebut.
5. Penanggung jawab alkes ruangan mengambil surat permintaan barang ke
gudang farmasi.
6. Penanggung jawab alkes ruangan menandatangani surat tersebut sebagai
yang membuat atau yang meminta barang.
7. Penanggung jawab alkes ruangan kembali ke ruang perawatan untuk meminta
kepala ruangan menandatangani surat tersebut.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


130


8. Penanggung jawab alkes ruangan membawa surat permintaan barang tersebut


kepada kepala bidang/instalasi pelayanan dan kepala instalasi farmasi untuk
dimintakan tanda tanganya.
9. Petugas gudang farmasi menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta.
10. Petugas gudang farmasi memberikan sejumlah barang yang diminta
berdasarkan jumlah yang diminta, tetapi bila yang diminta terlalu banyak atau
gudang belum ada sejumlah stok yang diminta maka gudang farmasi tidak
memberikan sejumlah barang yang diminta tersebut.
11. Petugas gudang farmasi menuliskan jumlah barang yang diberi di surat
permintaan barang tersebut.
12. Kepala Sub-Instalasi Pelayanan memeriksa perbekalan barang yang sudah
disiapkan.
13. Petugas gudang menghubungi ruangan untuk mengambil barang farmasi.
14. Penanggung jawab alkes ruangan menuju Gudang Farmasi II.
15. Petugas gudang menyerahkan barang kepada penanggung jawab alkes
ruangan (atau wakil dari ruangan).
16. Penanggung jawab alkes) memeriksa kebenaran nama barang farmasi yang
diminta beserta jumlahnya.
17. Setelah memeriksa kebenaran dan jumlahnya, petugas ruangan, petugas
gudang dan Ka-Sub Distribusi Farmasi Perawatan menandatangi surat
permintaan barang tersebut.

Permintaan barang farmasi, biasanya dilakukan setiap minggu oleh masing-


masing ruang perawatan. Sebelum dilakukan permintaan barang farmasi secara
rutin, maka dilakukan penghitungan stok ruangan oleh Penanggung Jawab
Pengawasan Mutu Farmasi terlebih dahulu. Ketika ditemukan ketidaksesuaian
antara jumlah fisik barang dan sistem inventori maka dilakukan klrafikasi dan
penyesuaian stok. Stok ini dikatakan sebagai stok akhir di ruangan tersebut yang
menjadi dasar dalam penghitungan jumlah permintaan barang farmasi dari ruang
perawatan ke Gudang Farmasi II.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


131


6.4.1.2.Cross-Functional Flowchart
Berdasarkan informasi di atas tentang proses distribusi barang farmasi di RS PMI
Bogor, maka peneliti membuat dalam bentuk alur proses yaitu Cross-Functional
Flowchart untuk memudahkan visualisasi proses distribusi barang farmasi
tersebut yang dapat dilihat pada gambar 6.2

2
1 3

4 5

12
10
7

9
8 13

11 14

15
17

16

21

19
18

20


Gambar 6.2. Cross Functional Flowchart Distribusi Barang Farmasi RS
PMI Bogor, Tahun 2013


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


132


Berdasarkan Cross Functional Flowchart, pengamatan lapangan dan wawancara


mendalam, maka didapatkan hasil sebagai berikut.
1. Jumlah langkah. Jumlah dalam proses distribusi barang farmasi dihitung dari
proses penghitungan barang/stok ruangan telah selesai dilakukan hingga
ruangan membawa barang famasi dan farmasi melakukan pengarsipan
dokumen adalah sebanyak 21 langkah. Dari dua puluh satu (21) langkah
proses tersebut, untuk mendapatkan proses yang efisien diindentifikasi
langkah-langkah proses yang memiliki nilai tambah dan yang tidak memiliki
nilai tambah.

2. Aktivitas bolak balik. Terdapat 3 (tiga) kali aktivitas atau pergerakan bolak
balik dari ruang perawatan ke gudang farmasi. Aktivitas tersebut adalah ketika
mengambil hasil cetakan surat permintaan barang untuk proses tandatangan,
menyerahkan surat permintaan barang setelah ditandatangani dan terakhir
adalah mengambil barang permintaa di gudang farmasi. Berdasarkan hasil
wawancara aktivitas tersebut juga dikeluhkan oleh mereka, karena proses
tidak simpel dan menghabiskan waktu. Aktivitas pergerakan ini
diidentifikasikan masuk dalam pemborosan, karena merupakan tarnsportasi
yang berulang dalam sebuah proses.

3. Pemenuhan tanda tangan. Terdapat 4 (empat) buah tanda tangan yang


diperlukan sebelum pemenuhan permintaan barang farmasi, yaitu tanda tangan
oleh PJ Alkes Ruangan, Kepala Ruangan (Karu), Kepala Bidang/Instalasi,
Kepala Instalasi Farmasi. Presentase kelengkapan tanda tangan yang paling
rendah sebelum pemenuhan permintaan barang sebesar 70% oleh Kepala
Instalasi Farmasi. Kelengkapan tandatangan pada dokumen surat permintaan
barang farmasi dapat dilihat pada gambar 6.3

Dalam pengamatan dokumen tanda tangan tersebut dilakukan oleh Kasub


Pengelolaan Perbekalan Farmasi. Selain itu, hasil wawancara dengan
Penanggung Jawab Gudang dan petugas gudang farmasi seringkali tandatangan
ini dilakukan setelah proses serah terima barang.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


133


Tanda tangan yang diberikan oleh Instalasi Farmasi adalah berupa tanda tangan
persetujuan terhadap jumlah permintaan barang yang diminta dari ruang
perawatan. Ketika pada langkah proses ini tidak berjalan dengan benar dan
langkah ini merupakan penentu untuk proses selanjutnya, maka langkah proses
tersebut dikategorikan ke dalam bottleneck. Ini merupakan pemborosan dan
kecacatan dalam proses yang harus dihilangkan. Langkah alternative lain harus
diidentifikasikan agar proses tetap berjalan dengan efektif dan efisien.

Gambar 6.3. Kelengkapan Tanda Tangan Pada Dokumen Surat Permintaan


Barang Farmasi Ruang Perawatan Anggrek, Aster, Soka, Mawar, Melati
RS PMI Bogor, Bulan September November 2013

4. Komunikasi per telpon. Aktivitas yang terkait dengan komunikasi melalui


telepon yaitu ketika pihak ruangan meminta nomor surat permintaan barang
farmasi ke gudang farmasi dan ketika pihak gudang farmasi menghubungi
ruangan untuk meminta mengambil barang atau sebaliknya. Berdasarkan
wawancara mendalam Selain itu juga diungkapkan oleh ruangan bahwa pihak
ruangan selalu menghubungi gudang untuk mengecek kesiapan barang
permintaan dan disampaikan bahwa ketika akan menghubungi farmasi kadang
juga sulit karena telpon sedang online. Di Gudang Farmasi II hanya memiliki
satu buah telpon.
Aktivitas per telpon ini merupakan suatu pemborosan, karena dapat terjadi
waktu tunggu. Hal ini juga menunjukkan bahwa belum adanya service level

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


134


agreement antara pihak ruang perawatan dan Gudang Farmasi II. Untuk
meniadakan aktivitas per telpon ini maka diperlukan kesepakatan waktu
permintaan barang dan penyerahan barang antara ruang perawatan dengan
pihak Gudang Farmasi II. Sehingga didapatkan peningkatan kinerja bagi
mereka yang terkait dengan porses tersebut.

5. Input manual. Melakukan input manual jumlah barang yang diminta oleh
ruangan walaupun dalam dokumen permintaan barang telah tertera perkiraan
permintaan yang secara otomatis telah dihitung oleh sistem inventori.
Meng-input jumlah permintaan secara manual merupakan salah satu variasi
dari proses distribusi perbekalan farmasi. Mengingat hal tersebut bergantung
pada pemahaman mereka tentang peramalan/perkiraan akan kebutuhan barang
farmasi dan tidak dilengkapi dengan dokumen prosedur yang rinci akan
menyebabkan permintaan yang diperkirakan bervariasi. Hal ini ditunjang
dengan hasil wawancara didapatkan bawah pada umumnya PJ Alkes Ruangan
dalam menentukan jumlah barang farmasi yang diminta adalah berdasarkan
pemakaian pasien, berapa jumlah kapasitas pasien yang ada diruangan
masing-masing, sisa stok yang ada dan dihitung dalam satu minggu. Diantara
mereka ada yang menyatakan bahwa menggunakan standar jumlah pasien
dalam satu bulannya sehingga jumlah permintaan digandakan untuk satu
minggunya. Tetapi bila sisa stoknya masih banyak mereka tidak meminta
barang. Selain itu, dalam meminta barang umumnya mereka membulatkan
permintaan dalam satuan barang yang lebih besar (seperti spuit dalam satuan
dus) walaupun mereka bisa meminta dalam satuan yang dibutuhkan saja
karena hal ini juga sudah merupakan kebiasaan mereka berapa jumlah barang
yang mereka minta. Faktor kekuatiran akan kekurangan stok juga menjadi
pertimbangan mereka, sehingga bila mereka mempunyai stok yang banyak
mereka tidak kebingunan untuk mencari kebutuhan barang tersebut ke
ruangan lain (ngebon dengan ruangan lain). Ketika peneliti tanyakan pada
beberapa responden, umumnya mereka tidak tahu apa yang dimaksudkan
dengan perkiraan permintaan yang terdapat di dalam surat permintaan
barang farmasi tersebut. Input manual permintaan ini diidentifikasikan

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


135


pemborosan dan menyebabkan variasi permintaan. Aktivitas ini harus


dihilangkan dan langkah alternatif lain yang terkontrol perlu untuk diterapkan.

6. Keinginan pelayanan yang cepat. Pihak gudang farmasi melakukan percepatan


proses dengan cara menyiapkan barang permintaan terlebih dahulu sebelum
dokumen surat permintaan barang yang ditelah ditandatangan diterima. Hal ini
juga disampaikan oleh petugas gudang farmasi ketika ditemukan sedang
menyiapkan barang pemintaan berdasarkan jumlah yang diminta oleh ruangan
tanpa adanya kelengkapan dokumen. Sehingga ketika petugas ruangan datang
bisa langsung dilakukan serah terima dan petugas farmasi tinggal
memindahkan saja jumlah barang yang telah ditulis pada lembar yang sudah
tertera tandatangan.
Inisiatif yang dilakukan oleh petugas gudang sebagai bentuk memberikan
layanan cepat dan fokus kepada customer harus dihargai dan diarahkan agar
layanan cepat yang diberikan tidak menimbulkan dampak pada proses
pendistribusian barang farmasi. Inisiatif ini dapat mendukung kesepakatan
untuk menentukan service level agreement

7. Waktu pemenuhan permintaan. Terdapat perbedaan waktu antara waktu


permintaan barang dan waktu penerimaan barang farmasi dapat dilihat pada
gambar 6.4.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


136


Gambar. 6.4. Perbedaan Waktu Antara Waktu Permintaan Barang Alkes Dari
Ruang Perawatan Dan Waktu Penerimaan Barang Farmasi
Bulan September November 2013

Berdasarkan pengamatan dan wawancara hal ini terjadi karena terkait dengan
proses permintaan tanda tangan ketika yang bertanggung jawab
menandatangani tidak berada di tempat. Hal lain terjadi disebabkan karena
perawat penanggung jawab Alkes belum dapat meninggalkan ruangan. Dalam
keadaan dokumen permintaan telah ditandatangani ditemukan saat observasi
permintaan barang yang telah disiapkan oleh pihak gudang tidak segera
diambil oleh ruang perawatan. Persentase perbedaan waktu tersebut dapat
dillihat pada gambar 6.4.

Kejadian tersebut di atas dapat dikategorikan ke dalam bentuk pemborosan


yang terjadi karena menunggu. Hal ini juga menunjukkan bahwa belum
adanya service level agreement antara pihak ruang perawatan dan Gudang
Farmasi II. Untuk meniadakan waktu tunggu maka diperlukan kesepakatan
waktu permintaan barang dan penyerahan barang antara ruang perawatan
dengan pihak Gudang Farmasi II. Sehingga didapatkan peningkatan kinerja
bagi mereka yang terkait dengan porses tersebut.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


137


6.4.2. Pengukuran Persediaan Barang Farmasi


Pengukuran persediaan jumlah permintaan barang farmasi oleh ruang perawatan
dilakukan pada bulan September November 2013. Ruangan yang diamati adalah
Ruang Perawatan Anggrek, Ruang Perawatan Aster, Ruang Perawatan Soka,
Ruang Perawatan Mawar dan Ruang Perawatan Melati. Dokumen yang digunakan
dalam pengukuran ini adalah dokumen Surat Permintaan Barang Farmasi.

6.4.2.1.Langkah-Langkah Pengukuran
Dalam melakukan pengukuran jumlah persediaan barang farmasi ini peneliti
menentukan langkah-langkah pengukuran terlebih dulu sebagai berikut.
1. Mengakses sistem inventori, melakukan export data dari sitem inventori dan
mem-fotocopy dokumen surat permintaan barang farmasi ruangan yang
diteliti. Bila data tidak bisa di ekspor maka dilakukan dengan cara manual
yaitu dengan cara melakukan print screen.
2. Membuat tabel data dalam bentuk microsof excel sesuai dengan yang tertera di
surat permintaan barang farmasi.
3. Melakukan penginputan data dari dokumen Surat Permintaan Barang Farmasi
ke dalam tabel excell. Seperti pada gambar berikut.

Gambar 6.5. Contoh Dokumen Surat Permintaan Barang Farmasi


Dari Ruang Perawatan

Sumber: Dokumen Gudang Farmasi II RS PMI Bogor

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


138


4. Mengecek data yang telah diinput satu per satu. Hal ini dilakukan untuk
memastikan bahwa yang telah tertulis adalah data yang sesuai dengan
dokumen aslinya.
5. Meng-input nilai satuan masing-masing barang farmasi yang diamati.

6. Melakukan pengolahan data I, untuk mengetahui angka ketepatan pemenuhan


permintaan barang farmasi.
a. Menghitung kesesuian jumlah barang yang diberi oleh gudang dengan
perkiraan permintaan. Hasil dari perhitungan ini dikategorikan ke dalam
sesuai dan tidak sesuai. Bila lebih besar dari perkiraan permintaan atau lebih
kecil dari perkiraan permintaan, maka termasuk dalam kategori tidak
sesuai.
Bila tidak lebih besar dan lebih kecil dari perkiraan permintaan maka
dikategorikan sesuai (ditunjukkan dengan angka nol).
b. Menghitung perbedaan antara jumlah diberi oleh gudang dengan perkiraan
permintaan. Hasil dari perhitungan ini dimunculkan dengan angka selisih.
Angka ini selanjutnya diolah ketika didapatkan angka 0 (nol), maka
dikategorikan sesuai.
c. Mengelompokkan hasil pengolahan ke dalam kategori lebih besar dan lebih
kecil. Untuk kategori lebih besar akan ditunjukan dengan lebih besar, untuk
kategori lebih kecih ditunjukan dengan kategori tidak.

7. Melakukan pengolahan data II, untuk mengetahui variasi besaran dengan


beberapa kondisi permintaan barang farmasi yang memiliki nilai jual.
a. Menghitung jumlah diminta dan jumlah diberi dalam satuan jual.
b. Menghitung jumlah perkiraan permintaan dengan buffer stock 20%. Hasil
tersebut harus sama dengan perkiraan permintaan satuan jual.
c. Menghitung jumlah perkiraan dengan buffer stock 20% berdasarkan satuan
jual, nilai jual dan stok akhir.
d. Menghitung jumlah perkiraan dengan buffer stock 20% berdasarkan satuan
jual dan nilai jual, tanpa stok akhir.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


139


e. Menghitung persentase ketersediaan stok ruangan ketika mengajukan


permintaan dan pemenuhan permintaan.
f. Menghitung kelipatan ketersediaan stok ruangan ketika mengajukan
permintaan dan pemenuhan permintaan dengan membandingkan buffer stock
sebesar 20%.
g. Mengelompokkan hasil tersebut dalam beberapa kategori.
h. Mencari kelipatan tertinggi, terendah, rata-rata dan standar deviasi.
8. Melakukan kompilasi seluruh data yang diamati.
9. Melakukan pengolahan data III, untuk mengetahui variasi besaran dengan
beberapa kondisi permintaan barang farmasi yang tidak memiliki nilai jual.
(mempunyai stok akhir dan tidak mempunyai stok akhir).
10. Keseluruhan langkah dapat dilihat pada lembar kerja microsoft excell.
Lihat lampiran 3. Contoh Lembar Kerja Penghitungan permintaan Barang
Farmasi.

6.4.2.2. Kesesuaian Jumlah Permintaan Barang Farmasi


Seperti yang disebutkan dalam langkah di atas, untuk mencari kesesuaian jumlah
permintaan barang farmasi dilakukan dengan menghitung jumlah keseluruhan
tansaksi dalam surat permintaan barang farmasi dibandingkan dengan keseluruhan
jumlah barang farmasi yang diberikan oleh Gudang Farmasi II sama dengan
perkiraan permintaan (satuan jual atau satuan beli) yang tertera dalam surat
permintaan barang farmasi tersebut. Hasil pengamatan dikategorikan menjadi:
sesuai dan tidak sesuai dengan perkiraan permintaan. Kategori tidak sesuai
kemudian dibedakan menjadi lebih besar dan lebih kecil dari perkiraan
permintaan. Kategori keseluruhan hasil tersebut dapat dilihat pada gambar 6.6.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


140


Gambar 6.6. Kategori Kesesuian Jumlah Permintaan Barang Farmasi Yang


Diberikan oleh Gudang Farmasi II Berdasarkan Perkiraan Permintaan
di Ruang Perawatan Anggrek, Aster, Soka, Mawar dan Melati
RS PMI Bogor, Bulan September-November 2013

Persentase kesesuaian permintaan barang farmasi yang diberikan oleh Gudang


Farmasi II berdasarkan perkiraan permintaan adalah sebesar 7.18%. Sedangkan
persentase pemberian barang lebih besar dan lebih kecil dari perkiraan permintaan
adalah 75.97% dan 16.84%.

Dari data yang ada menunjukkan bahwa sebesar 75.97% transaksi permintaan
barang farmasi dipenuhinya permintaan barang farmasi melebihi standar perkiraan
permintaan. Hal ini dapat menujukkan bahwa belum dipahaminya dengan benar
standar perkiraan permintaan. Berdasarkan wawancara dengan PJ Gudang
Farmasi, hal ini diberikan karena berdasarkan surat permintaan yang sudah
ditanda tangani oleh ruang perawatan, ketersediaan barang di gudang. Tetapi, bila
dirasakan terlalu banyak dari stok akhir ruangan, maka pemberian barang dapat
dikurangi atau tidak diberikan.

Pemenuhan barang farmasi yang dilakukan oleh Gudang Farmasi II dimana


terdapat jumlah pemenuhan barang farmasi lebih besar dan lebih kecil dari standar
perkiraan permintaan merupakan kegagalan proses untuk pemenuhan barang

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


141


farmasi sesuai dengan standar perkiraan permintaan. Selain itu fungsi kontrol
terhadap permintaan barang tidak berjalan. Kapabilitas proses kerja ini bila
dihitung dengan proses Six Sigma berdasarkan kegagalan per sejuta kesempatan,
maka nilai sigma yang diperoleh untuk kesesuaian jumlah permintaan barang ini
adalah merupakan perbandingan antara jumlah tidak sesuai dibagi dengan jumlah
seluruh transaksi dikalikan dengan satu juta. Hasil perhitungan tersebut
didapatkan nilai sebesar 928191. Nilai ini merupakan nilai Deffect Per Million
Opportunities (DPMO), selanjutnya nilai DPMO ini dikonversikan ke nilai sigma
berdasarkan True-6 Sigma Process (Normal Distribution Centered), diperoleh
angka sigma berada diantara 0.09. Rata-rata industri di Indonesia menempati
sigma-2 dengan DPMO sebesar 308.538. Dengan demikian posisi nilai sigma RS
PMI Bogor berada di bawah nilai sigma rata-rata industri di Indonesia. Melihat
nilai sigma ini, RS PMI Bogor harus melakukan perbaikan tepat dengan
mekanisme kontrol yang baik.
Lihat lampiran 4. Nilai Sigma berdasarkan True-6 Sigma Process (Normal
Distribution Centered).

6.4.2.3. Variasi Kelipatan Persediaan Barang Farmasi di Ruang Perawatan


Variasi persedian barang yang dimaksudkan adalah berapa persentase buffer stock
persediaan barang yang dimiliki oleh ruang perawatan ketika diberikan oleh
Gudang Farmasi II berdasarkan jumlah barang terjual dan sisa stok yang ada di
ruang perawatan. Perhitungan ini didasarkan pada satuan jual barang kepada
pasien. Sedangkan variasi kelipatan persediaan barang adalah berapa kali
kelipatan variasi persediaan tersebut dibandingkan dengan buffer stock yang
sudah ditentukan, yaitu sebesar 20%. Untuk memudahkan dalam penelitian, maka
peneliti mengkategorikan besaran variasi terebut dalam beberapa kategori, yaitu:
lebih dari atau sama dengan 100 kali, 50-99.9 kali, 20- 49.9 kali, 10-19.9 kali, 5-
9.9 kali, 1.1-4.9 kali, 1 kali (tepat), 0-0.9 kali, kurang dari 0 (nol) dan kategori
yang tidak dapat dihitung (#DIV/0!). Kelompok dengan kategori lebih kecil dari 0
(nol) adalah besaran kelipatan persediaan barang farmasi di ruangan yang kurang
atau di bawah standar perkiraan permintaan, dan kategori hasil tidak dapat

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


142


dihitung diartikan bahwa pemberian barang farmasi yang tidak didasarkan pada
barang terjual.

Menghitung jumlah perkiraan dengan buffer stock 20% berdasarkan satuan jual,
nilai jual dan stok akhir hal ini dilakukan untuk menghitung nilai persediaan yang
seharusnya tersedia berdasarkan satuan jual. Hal ini penting karena antara satuan
jual dengan satuan beli mempunyai perbedaan dalam jumlah. Contoh swab
alkohol, satu dus 100 buah, sedangkan dijual dalam satuan terkecil yaitu sachet.
Contoh kasus untuk transaksi alkohol swab bd permintaan dari ruang anggrek 25
september 2013, 106/10_2013, dimana nilai terjual adalah 717 buah, stok akhir
268 buah, perkiraan permintaan 592 buah (satuan jual) dan 6 dus (satuan beli).
Dari sisi ini satuan jual dan satuan beli ada perbedaan sebesar 8 buah. Bila
dipenuhi dalam satuan beli maka persediaan stoknya bukan tepat 20% tetapi
adalah 21,1% dan ini sudah merupakan perbedaan dari nilai standar. Dalam kasus
ini ruang perawatan meminta sebesar 10 dus, sehingga pesediaan yang ada dengan
buffer stock menjadi 76.8% yang berarti 3.8 kali dari standar 20%. Dan angka ini
sama dengan yang diberikan oleh gudang farmasi. Umumnya permintaan barang
dalam bentuk dus (pembulatan) walaupun mereka bisa meminta dalam satuan
jual.

Hasil perhitungan kelipatan persediaan barang farmasi di ruang perawatan dengan


menggunakan satuan jual setelah diberikan oleh Gudang Farmasi II disajikan
dalam bentuk tabel dan gambar berikut. Tabel 6.3 menunjukkan jumlah kelipatan
persedian barang farmasi untuk masing-masing ruang perawatan yang diamati
sesuai bulan. Sedangkan kompilasi untuk seluruh ruang perawatan yang diamati
terdapat pada gambar 6.7

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


143


Gambar 6.7 Jumlah Kelipatan Persediaan Barang di Ruang Perawatan


Setelah Pemberian Barang Farmasi oleh Gudang Farmasi II
Bulan September-November 2013

Dari data terlihat, bahwa semua ruang perawatan yang diobservasi secara merata
mempunyai persediaan yang sangat tinggi yang ditunjukkan dengan tingginya
kelipatan stok yang dimiliki dari standar buffer stock sebesar 20%. Ini
menunjukkan bahwa terjadi penumpukan stok barang farmasi di ruang perawatan.
Penumpukan stok terjadi setelah dilakukan pengisian ulang stok (ROP) dan
setelah dilakukan pengawasan stok di ruang perawatan tersebut. Penghitungan
stok ini berdasarkan satuan jual sehingga sesuai dengan formula yang telah
ditetapkan Instalasi Farmasi. Ini menujukkan pemahaman terhadap formula yang
digunakan dalam penghitungan permintaan barang farmasi ini belum benar
dipahami. Hal ini dapat didukung dengan hasil wawancara ketika mereka
menyampaikan bagaimana cara mereka menghitung jumlah permintaan ketika
mereka melakukan input manual jumlah permintaan barang farmasi.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


144


Gambar 6.8. Jumlah Keseluruhan Kelipatan Persediaan Barang di Ruang


Perawatan Anggrek, Aster, Soka, Mawar, Melati RS PMI Bogor Setelah
Pemberian Barang Farmasi oleh Gudang Farmasi II
Bulan September-November 2013

Hasil perhitungan kelipatan pemberian barang farmasi menunjukkan angka yang


sangat besar dan bervariasi. Persentase lebih dari 100 kali adalah 3.4% dari
keseluruhan jumlah transaksi, persentase yang tepat 1 (satu) kali lipat hanya 0.4%
Persentase yang lebih dari 1 (satu) kali lipat adalah 67.3%, sedangkan persentase
yang kurang dari 1 (satu) kali lipat adalah 17.9 %. Sedangkan pemberian barang
yang tidak berdasarkan barang terjual adalah 14.36%. Sangat kecilnya jumlah
transaksi permintaan yang tepat 20% hanya 0.4% menandakan bahwa pemahaman
terhadap makna persediaan barang farmasi perlu untuk segera ditingkatkan.

Peneliti selanjutnya menghitung kelipatan tertinggi, terendah, rata-rata dan standar


deviasi untuk semua transaksi permintaan barang farmasi yang diamati dengan
total transaksi sebesar 1128 buah terhadap berbagai kondisi transaksi permintaan
barang farmasi untuk ruang perawatan yang diobsevasi dapat dilihat pada tabel
6.3

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


145


Tabel 6.3. Jumlah Kelipatan Tertinggi, Terendah, Rata-rata dan Standar Deviasi
Permintan Barang Farmasi oleh Ruang Perawatan dan Pemberian Barang Farmasi
oleh Gudang Farmasi II- S PMI Bogor, Bulan September-November 2013

TRANSAKSI TIDAK TRANSAKSI


TRANSAKSI MEMILIKI MEMILIKI ANGKA TERJUAL TIDAK MEMILIKI
UKURAN ANGKA TERJUAL TETAPI MEMPUNYAI STOK ANGKA TERJUAL
AKHIR DAN TIDAK
MEMPUNYAI
PERMINTAAN PEMENUHAN PERMINTAAN PEMENUHAN
STOK AKHIR

Maximal 700 495 25 12,5 100%

Minimal -4,8 -6,3 0 0 0%

Average 18,8 17,2 1,63 1,18 71,8%

STDEV 54,8 50,4 2,38 1,57 43%


Dari tabel di atas diuraikan sebagai berikut :
1. Transaksi permintaan barang farmasi yang diamati dikategorikan ke dalam 3
(tiga) jenis transaksi, yaitu :
 transaksi yang memiliki angka terjual (ada pemakaian ke pasien),
 transaksi yang tidak memiliki angka terjual (tidak ada pemakaian ke
pasien) tetapi mempunyai stok akhir,
 transaksi yang tidak memiliki angka terjual (tidak ada pemakaian ke
pasien) dan juga tidak mempunyai stok akhir.
2. Penghitungan kelipatan untuk transaksi yang memiliki angka terjual dan
mempunyai stok akhir, kelipatan dihitung berdasarkan buffer stock 20%.
3. Penghitungan kelipatan untuk transaksi yang tidak mempunyai angka jual dan
tidak mempunyai stok akhir, kelipatan dihitung dengan membandingkan antara
jumlah pemenuhan barang dengan jumlah permintaan barang.
4. Untuk transaksi yang memiliki angka terjual :
 Transaksi tertinggi ketika melakukan permintaan sebesar 700, didapatkan
kondisi permintaan IV Catheter (Insyte) 22 dengan angka terjual 1 (satu)
buah, stok akhir 91 (sembilan puluh satu) dan ruangan mengajukan
permintaan sebesar 50 (lima puluh) buah. Tetapi untuk permintaan ini
pihak Gudang Farmasi tidak memberikan barang.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


146


 Rata-rata kelipatan permintaan dan pemenuhan barang yang hampir


mendekati, menunjukkan bahwa koreksi permintaan belum dilakukan pada
semua transaksi pemenuhan barang yang memiliki angka jual.
 Standar deviasi menunjukkan adaya nilai variasi permintaan permintaan
yang sangat besar dan juga pemenuhan batang yang besar juga.
 Untuk kondisi transaksi ini dapat diketahui bagaimana penerapan formula
metode konsumsi yang telah ditetapkan oleh Instalasi Farmasi. Diperlukan
koreksi manual dan terkontrol pada setiap kali transaksi pemrintaan barang
farmasi secara manual dilakukan.
5. Untuk transaksi yang tidak memiliki angka terjual tetapi memiliki stok.
 Nilai maksimal kelipatan permintaa dari ruangan adala 25 dan kelipatan
pemenuhan barang yang diberikan adalah setengahnya dari nilai tersebut
 Rata-rata kelipatan permintaan tidak melebihi 2 kali lipat dari buffer stock
20% dan pemenuhan barang permintaan 0,18 kali lebih besar dari buffer
stock 20%.
 Standar deviasi menunjukkan adanya variasi permintaan dan nilai ini jauh
lebih kecil bila dibandingkan dengan transaksi yang memiliki angka ter
jual.
 Berdasarkan hasil pengolahan data, didapatkan bahwa untuk transaksi yang
tidak memiliki nilai jual tetapi memiliki stok akhir dan menimbulkan
variasi, maka diperlukan nilai standar maksimum persediaan untuk setiap
barang farmasi.
6. Untuk transaksi yang tidak memiliki angka terjual dan tidak mempunyai stok
akhir.
 Berdasarkan pengolahan data dimana nilai maksimal pemenuhan
permintaan adalah 100% walapun rata-rata pemenuhan permintaan adalah
71.8% dengan standar deviasi 43%, ini menunjukkan tidak adanya
standarisasi pemenuhan barang farmasi yang belum memiliki nilai jual dan
stok. Kondisi seperti dapat terjadi ketika barang pertama kali harus distok
di ruang perawatan.
 Diperlukan nilai standar minimum persediaan untuk setiap barang farmasi.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


147


Data standar deviasi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna
ketika permintaan barang farmasi diajukan dan dipenuhi oleh Gudang Farmasi
II. Data ini sesuai dengan hasil wawancara mendalam yang diperoleh peniliti
yaitu ketika mereka diajukan pertanyaan Apakah barang yang diminta oleh
ruangan dapat selalu diberikan pihak gudang? Umunya mereka mengatakan
bahwa apa yang diminta selalu terpenuhinya kecuali bila di Gudang Farmasi
tidak ada stok. 

Ditemukan besarnya (penumpukan) persediaan barang farmasi di ruang perawatan
ketika pemenuhan permintaan barang farmasi oleh gudang farmasi dan juga
setelah dilakukan pengawasan stok. Ini sangat bertolak belakang dengan arti
pengisian kembali (ROP), yang menunjukkan bahwa barang sudah berada di level
titik pengisian kembali dalam kurun waktu tertentu (Re-Order Point/ROP) dan
harus dipenuhi sebatas titik yang sudah ditentukan. Contoh : Tridex plain, data
terjual 17, sisa stok 46, dan meminta barang sebesar 24 botol. Bila dengan buffer
stock 20% seharusnya ruang perawatan tidak meminta barang dan gudang farmasi
juga tidak memberikan barang karena sisa stok yang dimiliki sangat besar
melebihi 20%. Pada akhir bulan pada lembar mutasi ditemukan persediaan stok
awal 49 botol dan stok akhir 47 botol. Terjadinya penumpukan stok ini
merupakan penyebab rendahnya nilai perputaran inventori yang berdampak pada
profitabilitas rumah sakit. Pemahaman tentang makna persediaan farmasi dengan
benar dan merata kepada semua pengelola perbekalan farmasi sangat membantu
dalam peningkatan profitabilitas rumah sakit.

Menurut Sufiani, Nina dan Purnawati, NK dalam penelitiannya yang berjudul


Pengaruh Perputaran Kas, Perputaran Piutang Dan Perputaran Persediaan
Terhadap Profitabilitas. Analisis hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa
perputaran kas, perputaran piutang, perputaran persediaan berpengaruh secara
simultan terhadap profitabilitas. Sedangkan analisis secara parsial menunjukkan
hanya perputaran piutang dan perputaran persediaan yang berpengaruh terhadap
profitabilitas. Pernyataan beberapa peneliti lain yang terdapat dalam penelitian
tersebut adalah Raharjaputra (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


148


perputaran persediaan, kemungkinan semakin besar perusahaan akan


memperoleh keuntungan, begitu pula sebaliknya, jika tingkat perputaran
persediaannya rendah maka kemungkinan semakin kecil perusahaan akan
memperoleh keuntungan. Sedangkan Munawir (2004) menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat perputaran persediaan akan memperkecil risiko terhadap
kerugian yang disebabkan karena penurunan harga atau karena perubahan selera
konsumen, disamping itu akan menghemat ongkos penyimpanan dan
pemeliharaan terhadap persediaan tersebut. Hal ini didukung oleh hasil penelitian
Lazaridis dan Tryfonidis (2006), Raheman dan Nasr (2007) yang menyatakan
bahwa tingkat perputaran persediaan berpengaruh terhadap profitabilitas.

Selain hal tersebut di atas langkah peneliti untuk menghitung kelipatan tertinggi,
terendah, rata-rata dan standar deviasi untuk semua transaksi permintaan barang
farmasi yang diamati dengan total transaksi sebesar 1128 buah terhadap berbagai
kondisi transaksi permintaan barang farmasi untuk ruang perawatan Anggrek,
Aster, Soka, Mawar, dan Melati RS PMI Bogor bulan september-November 2013,
yaitu: transaksi yang memiliki angka terjual, transaksi yang tidak memiliki angka
terjual tetapi masih mempunyai stok akhir, dan transaksi yang tidak memiliki nilai
terjual dan tidak mempunyai stok akhir. Ketiga jenis kondisi transaksi ini untuk
menjelaskan bagaimana perlakuan terhadap pemenuhan persediaan terhadap
permintaan yang beragam. Menurut Zulfikarijah, F., (2005) dinyatakan bahwa
adanya 4 (empat) alasan yang menyebabkan dilakukan titik pemesanan kembali,
yaitu: tingkat permintaan, lead time, adanya permintaan dan lead time yang
beragam, dan tingkat risiko kehabisan stok yang akan diterima manajemen.
Berdasarkan hal tersebut dan pengolahan data yang dilakukan oleh peniliti, maka
seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di dapatkan bahwa untuk semua kondisi
yang sama dimana tidak ada perbedaan yang bermakna dari standar deviasi dan
pemenuhan permintaan antara ruangan perawatan dan Gudang Farmasi II dalam
hal pemenuhan barang farmasi didasarkan pada permintaan yang diminta oleh
ruang perawatan. Hal ini menujukkan bahwa pemahaman akan kebutuhan
permintaan dari ruangan perawatan dan pihak Gudang Farmasi II dapat
disimpulkan tidak menggunakan perkiraan permintaan sebagai dasar dalam

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


149


mengajukan permintaan, tidak memiliki ketentuan yang jelas untuk mengatur


berbagai kondisi permintan. Dengan dilakukan pengolahan data untuk tranksaksi
terjual (memiliki stok) untuk mengetahui apakah organsisasi memiliki ketentuan
standar permintaan barang telah dijalankan dan dipahami dengan benar. Ketika
kondisi permintaan tidak memiliki nilai jual tetapi masih mempunyai stok barang,
bagaimana ketentuan standar maksimum persediaan untuk masing-masing barang,
dan ketika kondisi permintaan dimana tidak ada transaksi terjual dan tidak
memiliki stok, bagaimana ketentuan standar minimum persediaan untuk masing-
masing perbekalan. Menurut Siahaya, W., (2013), dalam pengendalian persediaan
dalam penentuan jumlah pesanaan selain EOQ (Economic Order Quantity) juga
Min-Max max agar perusahaan tidak kehabisan persediaan, menjaga agat tingkat
persediaan tidak kekurangan dan tidak kelebihan.

6.4.2.4. Pengamatan Sistem Inventori
RS PMI Bogor telah mengembangkan sistem inventori sejak tahun 2004.
Keberadaan sistem inventori ini belum pernah dilakukan evaluasi terhadap
keakuratan sistem. Dalam operasionalnya sistem inventori masih tergantung
dengan vendor, kurang user friendly, sebagai contoh untuk kepentingan
mengekstrak data dan keperluan report (laporan) belum dapat dilakukan dengan
mudah oleh Bagian Instalasi Farmasi.

Selama melakukan penelitian juga ditemukan beberapa hal yang terkait dengan
informasi yang dihasilkan oleh sistim inventori yang ditunjukkan dengan
informasi yang terdapat dalam dokumen surat permintaan barang farmasi, yaitu:
1. Penghitungan standar perkiraan sistim inventori. Dari 1128 transaksi terdapat
1 (satu) perhitungan perkiraan permintaan yang berbeda. Perhitungan
perkiraan permintaan adalah 20% dari nilai terjual, sedangkan kedua transaksi
tersebut memiliki yang diamati perkiraan permintaan adalah dengan buffer
20% dari angka terjual. Ditemukan 1 (satu) informasi cell perkiraan
permintaan dari sistim inventori yang tidak sama dengan penghitungan
perkiraan permintaan transaksi standar perkiraan, yaitu pada tranksaksi bulan
22 Oktober 2013 pada ruang Aster dengan nomor surat permintaan barang

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


150


97/10/203 yaitu spuit 1cc. Pada dokumen tertera informasi data terjual 153,
stok akhir 0, dan data perkiraan permintaan 190 yang seharusnya 184. Dengan
demikian buffer stock yang seharusnya diberikan sebesar 20%, maka pada
transaksi ini sebesar 24,2%.
2. Informasi angka perkiraan permintaan untuk satuan jual. Terdapat kondisi real
sama tetapi di dalam sistem inventori ditunjukkan dalam informasi yang
berbeda. Pengamatan yang didapatkan adalah ditemukan informasi di
perkiraan permintaan untuk satuan jual untuk menyatakan tidak perlu
menambah barang pada saat itu oleh sistem ditunjukkan dengan angka 0 (nol)
atau angka min (-). Contoh pertama, pada transaksi surat permintaan barang
farmasi nomor 44/09/2013 tanggal 10 September 2013 dari Ruang Perwatan
Anggrek untuk barang tridex plain. Tertera data terjual 1 botol, stok akhir 30
botol, dan perkiraan permintaan satuan jual 0 botol. Pada hitungan peneliti
terdapat kelebihan stok sebesar 29 buah. Kedua, pada transaksi surat
permintaan barang farmasi nomor 84/09/2013 tanggal 21 September 2013 dari
Ruang Perawatan Soka untuk barang alkohol swab. Tertera data terjual 756
strip, stok akhir 1184 strip, dan perkiraan permintaan satuan jual min (-) 277
strip.
3. Kondisi untuk contoh pertama, terjadi pada sistem inventori Ruang Perawatan
Aster dan Anggrek untuk semua transaksi yang diamati. Sedangkan untuk
kondisi contoh kedua, terjadi pada sistem inventori Ruang Perawatan Soka
dan Melati. Untuk sistem inventori di Ruang Perawatan Mawar terdapat
keduanya, yaitu pada bulan September dan Oktober 213 dengan kondisi pada
contoh pertama, dan di bulan Novembert 2013 terdapat kondisi sesuai dengan
contoh kedua.

Evaluasi sistem inventori perlu dilakukan secara berkala untuk mendeteksi adanya
kesalahan-kesalahan fungsi atau kemampuan kinerja sistem. Mengingat sistem
inventori melakukan pengelolaan data dan menghasilkan informasi yang
digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan seperti penghitungan
standar permintaan barang farmasi. Untuk melaksanakan sistem inventori perlu

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


151


didukung oleh sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan
yang memadai.

6.4.3. Gambaran Penyimpanan Perbekalan Farmasi di Gudang Farmasi II


Pengamatan terhadap penyimpanan perbekalan farmasi yang meliputi tata letak
atau lay out ruangan, penempatan barang, kesesuian jumlah barang dengan kartu
stok dan barang expired diuraikan berikut ini.

6.4.3.1. Tata Letak /Denah/Lay out Gudang Farmasi II RS PMI Bogor


Salah satu unsur dalam pergudangan yang penting dilakukan pengelolaan dengan
baik adalah tata letak atau layout. Pengaturan lay out meliputi: trafic atau alur
keluar masuk, pengaturan tata letak lemari, rak penyimpanan, pencahayaan,
ventilasi, keselamatan dan keamanan. Bila melihat denah gudang, maka gudang
farmasi tersebut termasuk ke dalam Gudang Arus U karena masuk dan keluar
barang melalui satu area dan terdapat lorong-lorong gudang yang berliku.

Gambaran dan tata letak secara umum dapat dilihat pada gambar 6.9.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


152


BAGIAN
KEUANGAN
PENGADAAN

Areaserahterimabarang
denganruangan

PALET
AREACAIRANINFUS

Tempatpenerimaan PALET
AREACAIRAN
barangdarisupplier INFUSKHUSUS
HEMODIALISA

Area 1
Area 2

Gambar 6.9 Tata Letak /Denah/Lay out Gudang Farmasi II


RS PMI Bogor, Tahun 2013

Lokasi Gudang Farmasi II terletak di bagian belakang rumah sakit berada di lantai
2. Untuk memudahkan dalam pengamatan, peneliti membagi Gudang Farmasi II
menjadi 2 area, yaitu :
 Area 1 (satu) yang meliputi: ruang penerimaan barang dari pemasok
(supplier), ruang Kepala Instalasi Farmasi dan Ka-Sub Instalasi Pengelolaan
Perbekalan, dan ruang penyimpanan cairan khusus hemodialisa.
 Area 2 (dua) meliputi ruang Penanggung Jawab (PJ) Gudang Farmasi II dan
PJ Pengawasan Mutu Farmasi, ruang administrasi keuangan farmasi, dan

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


153


ruang penyimpanan perbekalan alat kesehatan yang memasok kebutuhan


perbakalan rawat inap.
Ruang penyimpanan cairan khusus hemodialisa selanjutnya disebut sebagai ruang
penyimpanan 1 (satu). Sedangkan ruang penyimpanan perbekalan alat kesehatan
yang memasok kebutuhan floor stock unit yang selanjutnya disebut sebagai ruang
penyimpanan 2 (dua).

Ruang penerimaan barang dari supplier merupakan ruang yang digunakan untuk
menerima barang datang dari supplier yang akan diserahterimakan. Ruang ini
memiliki counter penerimaan barang yang tingginya 1 m. Selama pengamatan,
peneliti mendapatkan bahwa proses serah terima barang dengan pihak supplier
juga dilakukan di ruang penyimpanan 2. Hal ini dijelaskan oleh Penanggung
Jawab Gudang, karena barang yang datang tersebut lebih besar dan lebih berat.

Ruang penyimpanan 1 (satu) adalah ruang penyimpanan khusus cairan untuk


perbekalan kebutuhan unit Hemodialisa. Alat bantu penyimpanan yang digunakan
adalah berupa palet yang terbuat dari kayu, ruang ini juga diperlengkapi dengan 4
lampu TL yang berintensitas 40 watt lampu, tidak tersedia alat pendingin ruangan.
Di ruang penyimpanan 1 (satu) terdapat pintu akses untuk menuju ke ruang
Kepala Instalasi Farmasi dan ke ruang penyimpanan 2 (dua) dan ruang
administrasi keuangan farmasi. Pintu ruang penyimpanan 1 (satu) ini merupakan
pintu akses bagi karyawan lain yang hendak menuju ruanganya, karena disamping
Gudang Farmasi terdapat ruang logistik umum. Pintu akses ini kerap kali dalam
kondisi terbuka.

Ruang penyimpanan 2 (dua) berukuran 7.5 meter X 9.85 meter.


adalah ruang penyimpanan perbekalan alat kesehatan dan cairan infus yang
digunakan untuk men-supplay persediaan ruang perawatan, IGD, IBS dan
poliklinik. Perlengkapan yang terdapat di ruang ini adalah rak penyimpanan yang
berjumlah 20 buah, 1 buah lemari pendingin rumah tangga 2 pintu, 1 buah
pendingin ruangan, 3 lemari penyimpanan, 1 trolley kaca, 1 buah meja kerja, dan
palet. Gudang Farmasi II belum dilengkapi dengan sprinkler, tetapi sudah tersedia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


154


1 buah alat pemadam api ringan (APAR) yang terletak di ruang penerimaan
barang dari suplier. Dari hasil pengamatan didapatkan bahwa informasi di badan
APAR tertera tanggal pemeriksaan adalah 3 Mei 2012 dan tanggal diperiksa
kembali 3 Mei 2013 yang dinyatakan oleh Dinas Pengawasan Bangunan dan
Pemukiman UPTD Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Alam,
Pemerintah Kota Bogor.

Ruang penyimpanan 2 (dua) ini tidak mempunyai pembatas sehingga


memungkinkan orang bebas keluar masuk ke ruang ini. Selain itu, proses serah
terima barang dengan unit perawatan dilakukan di ruang ini. Beberapa titik di
ruang penyimpanan ini terlihat lebih gelap, beberapa lorong terlalu sempit untuk
dilalui sehingga agak kesulitan untuk melewati lorong tersebut. Petugas gudang
dalam menyiapkan barang permintaan untuk saat ini tidak mengalami kesulitan
dalam pencarian barang, hal ini disebabkan mereka telah mengetahui dimana letak
barang tersebut karena mereka sudah lama disitu. Pada saat pengamatan juga
ditemukan adanya langit-langit yang bocor dan sudah dilaporkan ke bagian
maintenance tetapi hingga kini belum ada perubahan, seperti yang terlihat pada
gambar berikut.

 

Gambar 6.10. Langit-langit Gudang Farmasi II Yang Bocor

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


155


Pemantauan suhu ruang Gudang Farmasi 2(dua) telah dilakukan tetapi tidak
dilakukan secara konsisten. Pemantauan tehadap kelembaban gudang farmasi
belum dilakukan. Gambar 6.10 di bawah ini data pemantauan suhu diambil pada
pertengahan bulan Oktober 2013, dimana dari awal bulan Oktober 2013
pemantauan suhu tidak dilakukan.

Tidakdilakukanpemantanuan

Gambar 6.11 Pemantaun Suhu Ruang Gudang Farmasi II, Tahun 2013
Sumber: Dokumen Gudang Farmasi II

Ruang gudang perbekalan farmasi termasuk ruang khusus yang perlu pembatasan
personel, sehingga tidak semua orang dapat dengan mudah keluar masuk ke
tempat tersebut. Adanya pembatasan akses dapat meningkatkan keamanan barang
farmasi yang disimpan dari risiko kehilangan dan tidak dirusak oleh orang lain.
Selain itu, ruang gudang perbekalan farmasi perlu dilakukan pemantauan terhadap
suhu dan kelembaban ruangan secara rutin setiap hari, dan pemeliharaan terhadap
kondisi fisik gudang. Agar keselamatan barang yang disimpan tetap terjaga.

6.4.3.2. Gambaran Penyimpanan Perbekalan Farmasi II


Gudang Farmasi II mengelola sebanyak 599 barang alat kesehatan dan obat sesuai
dengan yang tertera pada dokumen mutasi gudang besar bulan berjalan per
tanggal 15 November 2013. Penerimaan barang dari supplier setiap 2 minggu.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


156


Barang yang diterima langsung disimpan ditempat yang telah ditentukan.


Penyimpanan barang didasarkan pada jenis sediaan barang, First in first out,
sediaan yang perlu disimpan dengan penanganan khusus seperti harus
ditempatkan di lemari terkunci, double lock cabinet untuk obat psikotropika dan
narkotika, dan lemari pendingin. Informasi yang terkait dengan keberadaan
barang di tempat penyimpanan belum dimiliki, tetapi petugas gudang tidak
mengalami kendala dalam menyiapkan barang permintaan karena mereka telah
bekerja cukup lama di Gudang Farmasi dan tata letak rak simpan belum pernah
dilakukan evaluasi. Gambaran atau kondisi penyimpanan barang di Gudang
Farmasi II dapat dilihat sebagai berikut.
a. Identitas barang yang disimpan.
Semua barang yang disimpan tanpa dilengkapi identitas barang sesuai dengan
dengan barang yang disimpan di rak simpan, lemari pendingin, double lock
cabinet dan pallet. Barang disimpan menggunakan kardus sisa barang lain.
Dapat dillihat pada gambar 6.12

Gambar 6. 12 Barang Disimpan Tanpa Identitas /Label Barang dan Tanpa


Menggunakan Tempat Khusus

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


157


b. Lemari Pendingin / Kulkas


Lemari pendingin ini digunakan untuk menyimpan obat yang membutuhkan
yang penanganan khusus suhu ruangan dingin tertentu. Obat yang disimpan
belum tertata dengan rapi dan belum diatur dengan dengan baik. Termometer
suhu monitoring kulkas yang ada belum terkalibrasi dan diletakkan di dalam
kulkas. Pemantaun terhadap suhu kulkas belum dilakukan.

Gambar 6.13 Penyimpanan Barang Farmasi di Lemari Pendingin




c. Space (ruang simpan)


Penempatan barang di rak simpan tidak memperhatikan besaran ukuran
barang yang disimpan. Tampak pada gambar barang yang disimpan lebih
kecil dari kartu stok yang ada dan masih tersisa ruang di rak simpanan
tersebut. Barang yang kecil diletakkan di rak paling bawah dan terhalangi
dengan kardus yang berisi barang. Dalam satu rak simpan dengan ukuran 225
m, rata-rata jumlah barang yang mempunyai ukuran lebih kecil dari kartu
stok sebanyak 12 14 buah barang. Seperti gambar berikut.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


158


Gambar 6.14. Pemanfaatan Ruang di Rak Simpan Barang

d. Penumpukan Barang
Penumpukan Barang. Terdapat penumpukan barang yang tidak diperlukan
hingga menutup jendela kaca, sehingga area dibawahnya pencahayaan sangat
kurang. Menurut informasi barang ini merupakan barang sumbangan yang
diantaranya sudah diberikan dalam keadaan yang sudah expired. Barang ini
sudah berada hampir 10 tahun




Gambar 6.15. Penumpukan Barang Yang Tidak Digunakan











Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


159


e. Penempatan Kartu Stok


Penyimpanan barang di rak disertai dengan riwayat semua kartu stok barang
tersebut sehingga memenuhi rak simpan seperti gambar berikut.


Gambar 6.16. Penyimpanan Barang Disertai Dengan Kartu Stok




f. Gantungan Baju di Gudang Farmasi II


Terdapat gantungan baju dan baju petugas gudang yang digantung di
belakang lemari di area penyimpanan barang.

Gambar 6.17. Gantungan Baju di Gudang Farmasi II




Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


160


g. Penanganan Obat Kewaspadaan Tinggi


Penanganan Obat Kewaspadaan Tinggi. Belum terdapat label di obat yang
perlu kewaspadaan tinggi, antara lain: Meylon, Heparin Sodium 5000 IU/mL
disimpan di rak penyimpanan

Gambar 6.18. Penanganan Obat Yang Perlu Kewaspadaan Tinggi



























Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


161





h. Penyiapan Barang Farmasi Diletakkan Bersentuhan Dengan Pallet


Penyiapan barang untuk ruangan yang diletakkan langsung menyentuh palet

Gambar 6.19 Penyiapan Barang Farmasi Diletakkan


Bersentuhan Dengan Pallet

i. Debu Gudang Farmasi II


Ditemukan debu di rak penyimpanan barang farmasi, di kemasan obat,
kardus/kotak penyimpanan barang, di lemari doouble lock , lemari obat dan
di kartu stok. 






Gambar 6.20. Debu Gudang Farmasi II

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


162


j. Makanan dan Minuman di Rak Penyimpanan Barang.


Makanan dan Minuman. Terdapat makanan dan minuman serta alat makanan
yang diletakkan di rak penyimpanan barang farmasi dan berdekatan dengan
barang (obat) yang disimpan

Gambar 6.21 Makanan dan Minuman di Rak Penyimpanan Barang

k. Penempatan Odner di Beberapa Area

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


163


Dokumen-Odner. Penempatan dokumen dalam odner yang disimpan di


beberapa area di rak penyimpanan dan tidak tersusun dengan rapi dan benar.


Ditemuka satu set ostoskop yang


masih baru. 

Gambar 6.22 Penempatan Odner di Beberapa Area









l. Penanganan Obat di Lemari Khusus Selain Double Lock Cabinet

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


164


Kondisi lemari khusus untuk obat yang perlu penyimpanan khusus yang
bukan double lock cabinet. Tidak tertata rapi, terdapat informasi yang tidak
perlu, terdapat barang lainnya yang tidak perlu ditempatkan di lemari ini.
Terdapat barang farmasi yang telah expired (penanganan barang expired yang
terlalu lama).


  

 


Gambar 6.23 Penanganan Obat di Lemari Khusus Selain Doouble Lock

m. Penyimpanan Barang Farmasi di Ruang Perawatan

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


165


Beberapa gambaran penyimpanan barang farmasi di ruang perawatan 




 


Gambar 6.24. Penanganan Barang Farmasi Di Ruang Perawatan

Dari gambaran di atas penanganan barang farmasi di gudang farmasi maupun di


ruang perawatan belum mengikuti standar penyimpanan barang yang
dipersyaratkan. Barang yang disimpan dengan cara demikian akan menimbulkan

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


166


risiko kerusakan barang, kemungkinan barang hilang, pencatatan yang tidak


akurat, barang sudah menjadi expired akan mengakibatkan kerugian bagi rumah
sakit. Dalam menyimpan barang farmasi mereka belum pernah dilakukan
pelatihan termasuk petugas gudang farmasi, sehingga penyimpanan barang
farmasi menggunakan standar masing-masing dan kebiasan mereka.

Gudang Bahan Beracun dan Berbahaya saat ini menunjukkan kondisi yang sangat
membutuhkan perhatian, karena ruang gudang tersebut panas dengan temperatur
30qC, APAR dalam kondisi sudah harus dicek kembali sejak tahun 2011, berdebu,
dan tidak terjaga kebersihan dan tidak terawat dengan benar. Hal ini
menunjukkan kurangnya pemahaman pengelola gudang farmasi terhadap makna
persediaan dan fasilitas rumah sakit sebagai aset rumah sakit yang harus
dipelihara, dijaga dan dipertanggungjawabkan penggunaannya. Meningkatkan
pengetahuan mereka merupakan hal yang harus diprioritaskan, dengan
pemahaman yang baik akan membantu rumah sakit untuk memelihara asetnya.

Pengamatan kondisi gudang farmasi dilakukan dengan menggunakan tools Lean


yaitu 5S: yaitu Sort, Set in Order, Shine, Standardize, and Sustain. 5S merupakan
langkah paling awal sebelum dilakukannya penerapan Lean Six Sigma. 5S
merupakan salah satu alat /teknik Lean, dimana manfaat 5S adalah untuk
mengetahui sejauh mana organisasi tempat kerja dan kebersihan di area gudang
penyimpanan farmasi. Fokus perbaikan 5S adalah sangat mendasar yaitu terkait
dengan struktur, seperti prosedur yang jelas pada semua proses, memperbaki
lingkungan kerja dan secara pengamatan mata hal tersebut tidak benar. Seperti
yang terlihat pada gambar berikut 6.24 dimana dalam perbaikan mutu menuju Six
Sigma, 5S merupakan tahap awal.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


167


Gambar 6.25 Tahap Perbaikan Mutu


Sumber : http://www.symbolbv.com/en/lean-six-sigma-green-belt-training-industry.html.

6.4.3.3. Kesesuaian Jumlah Barang dan Obat Kadaluwarsa di Gudang Farmasi II


Pengamatan terhadap kesesuaian jumlah barang yang ada dengan kartu stok dan
ketersediaan obat kadarluwarsa dengan jumlah sampel 10 % dari barang dan obat
yang tersedia berdasarkan dokumen mutasi gudang bulan berjalan, dapat dilihat
pada gambar 6. 26

Obat kadaluwarsa ini ditemukan pada rak penyimpanan obat dan lemari obat. Satu
obat sudah diberikan label expired dan satu obat lagi sudah dituliskan expired
pada kartu stok, tetapi obat tersebut masih berada pada lokasi penyimpanan yang
sama dengan yang saat ini. Barang alat kesehatan yang sudah expired juga
ditemukan di lemari 1 (satu) double lock, menurut petugas gudang ditempatkan
sementara disitu. Namun demikian kegiatan penghapusan ini sudah pernah
dilakukan untuk barang-barang expired.

Penanganan obat expired seharusnya segera dilakukan dan singkirkan pada tempat
yang telah ditentukan. Obat yang sudah expired tidak diperbolehkan
penyimpanannya bersama dengan obat yang masih berlaku. Risiko tinggi untuk
terjadi kesalahan obat karena pengambilan yang saah dapat terjadi walaupun obat
tersebut sudah diberikan label. Label yang telah dilekatkan pada badan obat bisa
terlepas dan jatuh.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


168


Gambar 6.26. Presentase Barang dan Obat Kadaluwarsa


di Gudang Farmasi II RS PMI Bogor, November 2013

Gambar 6.27 Presentase Kesesuaian Jumlah Obat Dengan kartu Stok


di Gudang Farmasi II RS PMI Bogor, November 2013

Salah satu indikator gudang farmasi adalah ketepatan jumlah barang yang ada di
kartu stok dengan fisik barang dengan standar nilai 100%. Selain itu, bila sudah
menggunakan sistem inventori maka kesesuaian ini juga harus dibandingkan
dengan sistem inventori. Keakuratan data ini harus ditingkatkan karena menjadi

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


169


dasar dalam pengambilan keputusan ketika digunakan otomatisasi sistem


inventori untuk pemenuhan permintaan barang farmasi dari ruang perawatan.

6.5. Tahap ANALYZE


Tujuan dari tahap analyze ini adalah agar didapatkan hubungan sebab akibat
berbagai faktor yang diamati dalam penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor
dominan yang perlu dikendalikan. Untuk menganalisis proses pendistribusian
maka peneliti menggunakan instrumen identifikasi pemborosan, cause effect
diagram, sedangkan untuk menganalisis penyimpanan barang farmasi peneliti
menggunakan instumen 5 S.

Instrumen identifikasi pemborosan yang memuat unsur-unsur Environmental,


Health and Safety, Defects, Overproduction, waiting, Not utilizing employees
knowledge, skill, abilities (E-DOWNTIME) yang digunakan untuk
mengelompokkan proses yang diamati yang tidak mempunyai nilai tambah
(waste/variation) yang dapat dilihat pada tabel Cause effect diagram mengurai
akar penyebab masalah yang dikelompokan ke dalam komponen Man, Method,
Machine, Money, dan Environment yang dapat dilihat pada gambar. Sedangkan
Insrumen 5S yang terdiri dari komponen Sort, Set in Order, Shine, Standardize,
and Sustain yang digunakan untuk memetakan kondisi lingkungan Gudang
Farmasi II.

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


170


Tabel 6.4 Identifikasi Aktivitas Yang Tidak Mempunyai Nilai Tambah

Jenis Pemborosan (Apa) Sumber Pemborosan Waktu Terjadi Alasan Terjadi (Mengapa) Resources
(Dimana) (Bilamana)
Environemental, Health and Safety (EHS), jenis pemborosan yang terjadi karena kelalaian dalam memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip-prinsip EHS.
Gudang penyimpanan Bahan Gudang Farmasi II Ketika dilakukan pengamatan Struktur bangunan atap terbuat Environment
Beracun Berbahaya (B3) dalam dari aluminium, exhouse gudang
kondisi panas suhu gudang B3 tidak difungsikan.
melebihi 28 qC dan kotor.
Alat Pemadam Api Ringan tidak Gudang Farmasi II area Ketika dilakukan Pengamatan Kurang peduli karena merupakan Environment
dalam kondisi siap pakai, telah serah terima barang dari tanggung jawab dari petugas
habis kadaluwarsa bulan Mei supplier. satpam.
2013 dan tidak ada monitoring
teratur.
Alat Pemadam Api Ringan tidak Gudang Farmasi II area Ketika dilakukan pengamatan Kurang peduli karena merupakan Environment
dalam kondisi siap pakai, telah gudang B3 di lantai 1 (satu). tanggung jawab dari petugas
habis kadaluwarsa tahun 2011 satpam.
dan tidak ada monitoring teratur.

Defect, jenis pemborosan yang terjadi karena kecacatan atau kegagalan produk (barang dan/atau jasa).
Adanya nilai tanggungan Ruang Perawatan Ketika dilakukan stok opname Perawat meng-input data Man
ruangan terhadap stok barang pemakaian tidak sesuai dengan
farmasi yang digunakan oleh pasien,
perawat kurang teliti, perawat
lupa meng-input, perawat terburu-
buru, tidak ada pelatihan.


Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


171


Tabel 6.4 (sambungan)

Jenis Pemborosan (Apa) Sumber Pemborosan Waktu Terjadi Alasan Terjadi (Mengapa) Resources
(Dimana) (Bilamana)
Adanya obat kadaluwarsa Gudang Farmasi II Ketika dilakukan pengamatan Penanganan obat kadaluwarsa Man
tidak segera dilakukan.

Overproduction, jenis pemborosan yang terjadi karena produksi berlebih dari kuantitas yang dipesan oleh pelanggan
Penumpukkan barang farmasi Ruang perawatan Setelah mengambil barang dari Kebutuhan stok ruangan Man
melebihi lemari simpan. Gudang Farmasi II dalam satu minggu.

Waiting, jenis pemborosan yang terjadi karena menunggu


Menunggu nomor surat Gudang Farmasi II Prosedur permintaan barang Menunggu pengawas mutu Method
permintaan barang farmasi farmasi alkes melakukan pengecekan stok
opname kemudian menginput
data setelah hasil klarifikasi
ruangan.
Menunggu hasil klarifikasi Ruang Perawatan Prosedur permintaan barang Ketika pengawas mutu Method
ruangan terhadap hasil stok farmasi alkes perminggu menemukan adanya
opname. ketidaksesuain jumlah barang
antar sistem dan fisik barang.
Menunggu proses tanda tangan Ruangan perawatan Bidang / Proses permintaan barang Ketika menunggu proses tanda Method
permintaan barang Insatalasi farmasi alkes tangan permintaan barang
farmasi alkes
Tidak dapat menghubungi Ruangan Perawatan Pada saat permintaan nomor Prosedur distribusi barang Method
Gudang Farmasi melalui surat permintaan barang farmasi.
telpon, telpon sedang farmasi ke Gudang Farmasi II.
digunakan


Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


172


Tabel 6.4 (sambungan)

Jenis Pemborosan (Apa) Sumber Pemborosan Waktu Terjadi Alasan Terjadi (Mengapa) Resources
(Dimana) (Bilamana)
Tidak dapat menghubungi Gudang Farmasi II Pada saat menginformasikan Prosedur distribusi barang Method
ruang perawatan melalui barang permintaan siap farmasi
telpon, telpon sedang diambil oleh ruangan.
digunakan.

Not utilizing employees knowledge, skills and abilities, jenis pemborosan sumber daya manusia (SDM) yang terjadi karena tidak menggunakan pengetahuan,
ketrampilan dan kemampuan dari karyawan secara optimum
Tidak melakukan pengecekan Gudang Farmasi II Ketika proses permintaan Tanda tangan dilakukan Man
besaran permintaan barang tanda tangan ke instalasi setelah proses serah terima
oleh ruangan sebelum barang farmasi. barang selesai.
disiapkan
Ketidaksesuaian jumlah fisik Ruang Perawatan Ketika dilakukan stok opname Perawat kurang teliti dalam Man
barang dengan sistem mingguan meng-input pemakaian barang
inventori. yang digunakan pasien
Transportation, jenis pemborosan yang terjadi karena transportasi yang berlebihan sepanjang proses value stream.
Langkah proses permintaan Ruang Perawatan Pada saat periode permintaan Prosedur distribusi barang Method
tanda tangan sebanyak 4 kali barang farmasi. farmasi.
sebelum permintaan barang
farmasi.
Inventories, jenis pemborosan yang terjadi karena inventories yang berlebihan.
Pemenuhan permintaan barang Gudang Farmasi II Ketika memenuhi permintaan Belum memahami sepenuhnya Man
ruang perawatan melebihi barang farmasi dari ruangan arti standar perkiraan
standar perkiraan permintaan permintaan dan tidak ada
koreksi dari Kepala Instalasi
Farmasi.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


173


Tabel 6.4 (sambungan)

Jenis Pemborosan (Apa) Sumber Pemborosan Waktu Terjadi Alasan Terjadi (Mengapa) Resources
(Dimana) (Bilamana)
Adanya persediaan barang dan
berdasarkan permintaan dari
ruang perawatan
Motion, jenis pemborosan yang terjadi karena pergerakan yang banyak dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.
Dua (2) dari 3 (tiga) langkah Ruang Perawatan 1. Ketika mengambil hasil Prosedur penditribusian barang Method
pergerakan yang berulang dari cetakan (print) surat farmasi
ruang perawatan ke Gudang permintaan barang untuk
Farmasi II proses tandatangan.
2. Ketika menyerahkan surat
permintaan barang yang
telah ditandatangan.

Excess processing, jenis pemborosan yang terjadi karena langkah-langkah porses yang panjang dari yang seharusnya sepanjang proses value stream.
Menulis dua kali jumlah Gudang Farmasi II Ketika menyiapkan barang dan Proses distribusi barang farmasi Method
permintaan barang yang telah setelah selesai terima barang.
diberikan, yaitu menulis manual
di surat permintaan barang dan
input di sistem inventori.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


174


Tabel 6. 4. (sambungan)

Jenis Pemborosan (Apa) Sumber Pemborosan Waktu Terjadi Alasan Terjadi (Mengapa) Resources
(Dimana) (Bilamana)
Capasity, jenis pemborosan yang terjadi karena pemanfaatan ruang yang tidak efisisien
Penataan barang di rak simpan, Gudang Farmasi II Ketika dilakukan pengamatan Telah terjadi dalam waktu yang Man
barang yang berukuran lebih lama
kecil dari kartu stok diletakkan
berjajar sesuai dengan besarnya
kartu stok.
Menyimpan barang yang tidak Gudang Farmasi II Ketika dilakukan pengamatan Telah terjadi dalam waktu yang Man
digunakan di rak penyimpanan lama
Menempatkan alat makanan, Gudang Farmasi II Ketika dilakukan pengamatan Telah telah terjadi dalam waktu Man
makanan, minuman di rak yang lam
penyimpanan.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


175


Tabel. 6.5 Pengamatan Lingkungan kerja 5S


Gudang Farmasi II RS PMI Bogor

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


176


Gambar 6.28 Cause Effect Diagram

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


177


Untuk memudahkan dalam analisis alur proses, berdasarkan Identifikasi Waste


resources method dan faktor Man-Cause Effect diagram yang merupakan
Bottleneck dari proses pendistribusian dapat dilihat pada Cross Functional
Flowchart gambar 6.29 Langkah yang tidak mempunyai nilai tambah adalah
nomor 2, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11,13 dan 14. Dengan demikian terdapat 10 langkah
yang tidak mempunyai nilai tambah.

3
1 2

4 5

6

7
10 12

13
8 9 11

14
BOTTLENECK

17
15

16
19
21
18

20

Keterangan: Tanda langkah proses yang dieliminasi Tanda langkah proses yang dipindahkan/modifikasi
Gambar 6.29 Cross Functional Flowchat Langkah Proses Distribusi Barang
Farmasi Yang Tidak Mempunyai Nilai Tambah dan Titik Bottleneck

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


178


Empat (4) dari 10 langkah proses yang tidak mempunyai nilai tambah (waste)
adalah permintaan tanda tangan sebelum permintaan barang farmasi di tanda
tangani dan salah satunya merupakan bottleneck dari proses pendistribusian yaitu
instalasi farmasi. Seperti kutipan hasil wawancara dengan ruang perawatan :

Pada alur proses pendistribusian di temukan 21 langkah proses, yang terdiri dari
10 langkah yang tidak mempunyai nilai tambah (waste) dan 11 langkah yang
mempunyai nilai tambah (value). Didapatkan 47 % dari langkah merupakan
langkah yang tidak mempunyai nilai tambah Selain itu pada proses
pendistribusian yang menjadi bottleneck adalah di Bagian Instalasi Farmasi, yang
ditunjukkan dengan hasil kelengkapan dokumen tanda tangan sebelum
pemenuhan barang (persetujuan) sebesar 70% dan hasil wawancara dengan
Penanggung Jawab Gudang dan petugas gudang farmasi, dimana tandatangan ini
dilakukan setelah proses serah terima barang dengan pihak ruang perawatan
selesai dan tidak adanya koreksi permintaan. Menurut peneliti, aktivitas yang
merupakan bottleneck pada proses pendistribusian ini harus dihilangkan selain
tidak mempunyai nilai tambah juga sebagai pendorong terjadinya tingkatan
variasi. Menggunakan perkiraan permintaan yang terdapat di sistem inventori
sebagai standar permintaan barang farmasi sehingga aliran proses berjalan dan
menghilangkan variasi. Hal ini juga sesuai dengan konsep Lean menurut NHS
dalam Going Lean in the NHS, prinsip Lean yang ketiga adalah : Make the
process and value flow. Membuat proses dan nilai mengalir. Eliminasi semua
pemborosan yang terdapat dalam aliran jasa (Moment of Truth) agar nilai
mengalir tanpa hambat.

6.6. Tahap Improve dan Tahap Control

Pada kedua tahap ini peneliti menggabungkan menjadi satu karena merupakan
tahap rekomendasi kepada rumah sakit agar dapat dilakukan perbaikan dan
pengontrolan.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


179


Setelah ditemukan faktor penyebab utama terjadinya masalah pada proses


pendistribusian dan penyimpanan barang yang dilakukan analisa pada tahap
sebelumnya, maka hasil dari identifikasi waste, analisa fish bone, analisa Cross
Functional Flowchat dan lembar hasil 5S analisa tersebut digunakan untuk
menyusun rencana perbaikan pendistribusian dan penyimpanan barang. Peneliti
menyusun perbaikan ini menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu besarnya kelipatan
persediaan dari standar yang telah ditentukan, alur proses pendistribusian barang
farmasi yang mana alur proses pendistribusian ini masih panjang dan unlean, dan
masih lemahnya penanganan penyimpan barang farmasi alat kesehatan.

Design yang diperlukan untuk memperbaiki besarnya kelipatan persediaan dari


standar yang telah ditentukan, alur proses pendistribusian barang farmasi yang
mana alur proses pendistribusian ini masih panjang dan unlean, dan masih
lemahnya penanganan penyimpan barang farmasi alat kesehatan sesuai dengan
intrumen 5S. Selain itu peneliti juga melakukan tindakan perbaikan antara lain
pemanfaatan ruang rak simpan, pembersihan dan perapian lemari penyimpanan
obat, lemari double lock, memberikan contoh penandaan barang yang perlu
kewaspadaan tinggi, memberi contoh label identitas barang yang disimpan di rak
dan bersama petugas gudang melakukan memberi label identitas cairan di tempat
area penyimpanan cairan.

Peneliti mendiskusikan hasil rancangan kepada manajemen RS PMI Bogor yang


membawahi Instalasi Farmasi dan Instalasi Farmasi agar dapat dengan mudah
untuk ditindaklanjuti.

Dalam tahap ini peneliti terlibat dalam proses perbaikan. Dengan keterlibatan ini
akan membuat motivasi mereka dalam melakukan perbaikan. Selain itu juga
menunjukkan keseriusan peneliti bahwa perlunya dilakukan perbaikan. Peneliti
dalan hal ini melakukan pembersihan beberapa area rak simpan, lemari khusus
penyimpanan obat, dan double lock cabinet. Peneliti juga menunjukkan bahwa
melakukan efisiensi rak simpan. Peneliti membawa rak susun, memberi contoh
label pada rak susun tersebut dan memberikan contoh stiker high alert, dan label

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


180


untuk cairan infus. Peneliti melakukan hal demikian, agar memudahkan mereka
untuk mengikuti perbaikan. Hal ini dibuktikan oleh mereka dengan
menyingkirkan barang-barang yang tidak diperlukan dari ruang gudang tersebut,
memperbaiki sistem penyimpanan odner.

Untuk Tahap Improve dan Control ini , peneliti mengusulkan beberapa rancangan
perbaikan seperti:
1. Rancangan Pelatihan Penanganan Persediaan. Perlunya pelatihan terkait
dengan penanganan persediaan kepada semua yang terlibat dalam
penanganan persediaan, yang dimulai dengan pemahaman akan penting
dan arti persediaan bagi RS PMI Bogor. Rancangan dapat dimulai dengan
menyusun kurikulum pelatihan secara menyeluruh, menyusun materi,
membuat program pelaksanaan, memastikan bahwa pelatihan berjalan
sesuai dengan program, dan diakhiri dengan pasca evaluasi pelatihan yang
dibuktikan dengan dilakukannya pemantauan di lapangan dan pemberian
hasil umpan balik. Materi yang disusun termasuk materi bagaimana
penempatan dan penyimpanan barang farmasi sesuai dengan ketentuan dan
didasarkan pada pemahaman akan 5S.

2. Rancangan Revisi Kebijakan dan Prosedur. Kebijakan dan prosedur harus


meliputi semua aspek pengelolaan persediaan, termasuk di dalamnya tugas
dan tanggung jawab masing-masing pengelola perbekalan farmasi
termasuk hingga ruang perawatan. Perlu dicantumkan upaya yang
dilakukan untuk perbaikan yang akan datang dengan tepat agar masalah
yang ditemukan pada saat ini tidak terulang pada masa yang akan datang.
Di dalam prosedur harus dihindari pengertian yang bermakna ganda ketika
akan diaplikasikan.

3. Rancangan Perbaikan Inventori :


a. Satuan Permintaan Barang Farmasi.
Perkiraan permintaan harus menggunakan ukuran terkecil satuan
barang farmasi.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


181


Perkiraan Permintaan Barang. Kecuali untuk barang dengan satuan


terkecil yang sulit dalam pemantauan maka harus diperlakukan
berbeda. Contoh micropore , sebaiknya 1 rol micropore
dibebankan kepada pasien, barang yang pemakaiannya dalam bentuk
cc maka dapat dibebankan kepada ruangan dengan catatan telah
dihitung biaya ini dalam pemakaian pasien. Ketika ada pembebanan
barang farmasi kepada ruang perawatan, maka harus dirancang
nomor account pembebanan untuk ruangan pada desain sistem
inventori.
b. Metoda Penghitungan Persediaan. Penghitungan persediaan harus
dilengkapi dengan adanya penghitungan terhadap standar minimum
dan maksimum tiap barang. Penghitungan minimum barang dapat
menggunakan rata-rata kebutuhan setiap hari yang dihitung dengan
benar dengan menggunakan riwayat pemakaian dan bukan
berdasarkan asumsi.
c. Lamanya waktu permintaan barang. Lamanya waktu permintaan
barang harus ditekan menjadi lebih pendek yang semula seminggu
maka dapat dilakukan 2-3 hari sekali, dan terus dievaluasi hingga
didapatkan waktu yang mendekati just in time.
d. Standar buffer 20% sebaiknya tidak diperlakukan pada semua
barang, karena akan memberi dampak untuk barang-barang dengan
kategori slow moving.
e. Dilakukan monitoring dan evaluasi secara teratur untuk mengejar
kesempurnaan proses.
4. Rancangan service Agrrement. Rancangan ini meliputi hasil kesepakatan
dengan pihak ruangan terkait dengan kapan waktu dilakukannya penarikan
data kondisi stok terakhir ruangan oleh Gudang Farmasi II, dan juga
kesepakatan waktu pengambilan barang. Dapat dilihat pada rancangan alur
proses di bawah ini. Dengan rancangan ini sebelum penarikan data oleh
Gudang Farmasi II, maka pihak ruang perawatan harus memastikan bahwa
semua data pemakaian barang farmasi telah di-input dengan benar dan
akurat.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


182


5. Rancangan otomasi sistem inventori yang saat ini telah dimiliki oleh RS
PMI Bogor sebaiknya dioptimalkan pemanfaatannya, agar informasi
besaran permintaan yang saat ini telah tersedia dapat digunakan oleh
pengelola inventori. Dengan demikian input permintaan tidak dilakukan
secara manual (Reorder Point) tetapi sudah terkendali oleh Gudang
Farmasi II. Seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini, gambar 6.28.
Sistem inventori ini perlu dilakukan evaluasi secara reguler, agar tetap
memberikan informasi yang akurat pada setiap saat. Instalasi Farmasi
melakukan kendali inventori melalui fungsi sistem ini, utamanya pada
items master inventory system
Usulan peneliti terhadap pemanfaatan sistem inventori yang telah dimilki
adalah sistem inventori tersebut merupakan hasil dari suatu teknologi
dimana prinsip teknologi dikembangkan atau dibuat adalah untuk
membantu pekerjaan kita (manusia) agar menjadi efektif dan efesien.
Pemanfaatan teknologi dapat mempercepat proses dan mengurangi
langkah prosedur yang tidak mempunyai nilai tambah. Pemanfaatan
teknologi yang tepat guna juga dapat meningkatkan produktivitas dan
profitabilitas perusahaan. Teknologi yang telah dimiliki oleh RS PMI
Bogor terkait dengan sistem pengelolaan inventori yang saat ini
digunakan, sebaiknya dioptimalkan dan diperlukan pemeliharaan atau
monitoring dan evaluasi sehingga informasi yang dihasilkan dapat
dipertahankan selalu akurat dan up to date. Dengan dimanfaatkannya
teknologi sistem inventori dengan optimal maka alur proses menjadi
efektif dan efisien. Hal tersebut dapat mengurangi pekerjaan perawat
dalam melakukan proses permintaan barang farmasi seperti menginput
jumlah barang yang diminta, proses tanda tangan dokumen surat
permintaan barang farmasi. Sehingga waktu perawat dapat lebih fokus
pada tugas pokoknya. Hasil akhir dari pemanfaatan teknologi ini adalah
terstandarisasinya jumlah permintaan dan pemenuhan barang farmasi,
mengurangi defect karena variasi permintaan dan pemenuhan barang dan
pada akhirnya meningkatkan angka perputaran persediaan barang farmasi.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


183


Service
Agreemen

Service
Agreemen

Gambar 6.30 Usulan Otomasi Distribusi Barang Farmasi (Alat Kesehatan)

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


184


6. Rancangan Coding Locator .


Untuk lebih memudahkan dalam mencari barang yang disimpan di gudang
farmasi, perlu dilengkapi informasi yang menyatakan keberadaan barang
tersebut. Keberadaaan informasi ini sebaiknya dimunculkan pada setiap
aktivitas permintaan barang dan mutasi barang atau hal lain yang
digunakan untuk kebutuhan internal rumah sakit. Khusus untuk kebutuhan
penyiapan barang oleh gudang farmasi, sebaiknya informasi ini dapat
diurutkan (sort) berdasarakan variabel coding locator. Sehingga petugas
gudang dapat dengan mudah mencari barang sesuai dengan urutan coding
locator. Coding Locator terdiri dari : Terdiri dari urutan abjad lorong
lemari penyimpanan-nomor lemari /rak penyimpanan nomor urutan rak
penyimpanan nomor urutan barang di rak. Rancangan coding locator
seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel. 6.6 Coding Locator

Items Locator Keterangan


Lokasi Lorong Merupkana urutan alphabetik, yaitu A, B, C, D, dst
Nomor Lemari Terdiri dari 3 digit, dan dimulai dari angka 11.
Dimana angka yang pertama merupakan kode lemari
yaitu 1 (satu), sedangkan angka berikut merupakan
urutan lemari/rak yang ada.

Nomor urutan rak Terdiri 2 digit. Digit pertama merupakan kode untuk
urutan rak dalam lemari dan digit kedua merupakan
urutan rak. Untuk kode yang menyatakan urutan rak
dan dituliskan dengan angka 2(dua). Sedangkan digit
berikutnya merupakan nomor urut rak dan dimulai
dengan angka 1 (satu).

Nomor barang Terdiri 3 digit. Digit pertama merupakan kode yang


menyatakan lokasi barang dan ituliskan dengan
angka 3 (tiga). Sedangkan 2 digit berikutnya
merupakan nomor urut barang dan dimulai dengan
angka 01 (kosong satu).

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


185


7. Rancangan Pemanfaatan Ruang Di Rak Simpan. Seperti Pada gambar


berikut.
Pembahasan : 1 rak rata-rata terdiri dari 11-12 barang. Dengan digunakan
kotak susun 2 maka kebutuhan yang semula 1 rak menjadi rak.
Sehingga dapat dilakukan efisensi ruang simpan di rak sebasar 50%.
Dengan demikian kebutuhan lemari juga akan berkurang sehingga dapat
memperluas space pergerakan baik orang maupun barang.

SEBELUM SETELAH


Gambar 6.31 Rancangan Rak Simpan

8. Rancangan Stiker Obat Yang perlu Kewaspdaan Tinggi. Seperti Pada


gambar berikut.

Gambar 6.32 Rancangan Stiker High Alert

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


186


9. Rak Penyimpanan Obat di Lemari Khusus : Harus Rapi dan teratur.


Seperti Pada gambar berikut.
Rancangan Penyimpanan Barang Farmasi. Setiap Barang farmasi dalam
penyimpanannya harus mempunyai identitas barang dan selalu dalam
keadaan bersih.

SEBELUM SETELAH






Gambar 6.33 Kondisi Lemari Khusus

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


187


10. Label Cairan


Bersama dengan Petugas Farmasi Gudang II, melakukan identifikasi label
pada lokasi penyimpanan cairan.

Gambar 6.34 Memberi Label



11. Rancangan Key Perfomance Indicator. Rancangan indikator perlu untuk
ditetapkan agar aktivitas pendistribusian dan penyimpanan dapat terus
dilakukan monitoring dan evaluasi. Ketika indicator tidak tercapai maka
harus dilakukan tindakan perbaikan (preventive action) agar tidak yang
sama tidak terjadi. Beberapa indikator yang diusulkan mengikuti stuktur
Balans Scorecard (BSC), karena dengan menggunakan struktur ini akan
terlihat faktor pendorong dari indikator tersebut. Tabel 6.7
memperlihatkan Key Perfomance Indicator.

Pengembangan Key Performance Indiator, dikembangkan oleh peneiliti


karena dengan adanya indikator berarti adanya pengukuran proses. Selain
itu juga sebagai dasar dalam melakukan monitoring dan evaluasi, ketika
indkikator ini tidak tercapai maka ada upaya perbaikan yang harus
dilakukan. KPI ini juga merupakan prinsip yang ke-5 dari Lean Thinking,
yaitu mengejar kesempurnaan. Hal ini juga sejalan dengan Six Sigma yang
selalu untuk melakukan perbaikan yang berkesinambungan.

Tabel 6.7 Key Perfomance Indikator

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


188


Perspective Key Performance Indicators


Financial Perspective 1. Inventory turn over
Profitability 2. Ketepatan pemenuhan barang farmasi sesuai
dengan standar permintaan

Customer Perspective 3. Ketepatan waktu penyiapan dan pengambilan


Tingkat kepuasan pelanggan barang farmasi sesuai dengan service agreement
internal
Internal Process 4. Revisi kebijakan dan prosedur (pengawasan stok,
Perspective penyimpanan, dan pendistribusian)
5. Kesesuaian jumlah barang farmasi dengan kartu
stok
6. Kesesuaian jumlah barang dengan sistem
inventori
Perspective Key Performance Indicators
7. Tidak ada barang farmasi yang expired
8. Penempatan barang dengan sistem FIFO-FEFO
9. Monitoring suhu kulkas teratur
10. Kepatuhan terhadap kebijakan
11. Setiap barang farmasi yang disimpan mempunyai
label dengan jelas dan standar (di rak simpan, di
lemari, di double lock cabinet, lemari pendingin,
area cairan infus)
12. Sinage ruang gudang jelas sesuai standar (gudang
perbekalan dan gudang B3)
13. Penerapan 5S
14. Keakuratan sistem inventori

Learning and Growth 15. Jumlah pelatihan tenaga gudang yang


Perspective mendukung tugas dan tanggung jawabnya, antara
lain: Pengelolaan dan penanganan
Persediaan/barang farmasi, Manajemen Gudang,
Budaya Lingkungan kerja 5Slingkungan Kerja
5S)
16. Jumlah jam pelatihan tenaga pengelola
perbekalan farmasi di ruang rawat inap, IBS,
IGD, dan Poliklinik (per tahun/per orang)

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


189


12. Beberapa contoh tindak lanjut yang dilakukan oleh Gudang Farmasi II
bersama dengan timnya.
1. Penempatan Odner di area rak simpan

Gambar 6.35 Penempatan Odner di Rak Simpan

2. Barang yang tidak diperlukan telah dipindahkan

Gambar 6.36 Barang Yang Tidak Perlu dan Harus Dipindahkan

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


190


BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Tesis ini disusun dengan tujuan untuk mengadakan perbaikan pendistribusian dan
penyimpanan perbekalan farmasi dengan analisis Lean Six Sigma di Gudang
Farmasi II Rumah Sakit PMI Bogor.

Dari hasil analisis yang dilakukan peneliti diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
Rendahnya nilai inventory turnover dapat disebabkan karena belum dipahaminya
dengan baik makna persediaan perbekalan farmasi bagi pengelola perbekalan
farmasi baik di ruang perawatan maupun di Gudang Farmasi II. Hal ini didukung
dengan besarnya jumlah permintaan barang farmasi pada setiap kali periode
permintaan barang. Data dukung adalah standar deviasi kelipatan permintaan
barang farmasi 54.8 dan standar deviasi kelipatan pemenuhan barang farmasi
adalah 50.4. Faktor yang mendukung terjadinya hal ini adalah waktu permintaan
barang yang panjang, belum tepat peramalan yang dilakukan oleh ruang
perawatan, tidak dipahaminya standar perkiraan permintaan yang tertera di surat
permintaan barang farmasi, pemakaian barang farmasi yang belum terdata dengan
akurat, bottleneck proses distribusi terdapat pada Instalasi Farmasi karena belum
dilakukan secara optimal pengendalian permintaan, belum dilakukan pemantauan
terhadap perputaran persediaan, belum rincinya prosedur. Pelatihan terstuktur
tentang penanganan persediaan dan otomatisasi sistem inventori merupakan
alternatif pemecahan masalah yang disarankan.

Kesimpulan secara rinci adalah sebagai berikut:


7.1.1. Pengelolaan Perbekalan Farmasi Instalasi RS PMI
Pengelolaan perbekalan farmasi di RS PMI Bogor sudah menerapkan
siklus pengelolaan perbekalan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi. Tetapi masih harus
ditingkatkan pada semua aspek terutama pada proses penyimpann,

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


191


pendistribusian, pengendalian dan monitoring dan evaluasi. Di dalam


menjalankan pengelolaan farmasi ini sudah lengkapi dengan struktur
organisasi Instalasi Farmasi namun secara manajemen masih terdapat 2
(dua) unsur pimpinan yang belum terisi, yaitu Kepala Sub Instalasi
Pengendalian Mutu dan Kepala Sub Instalasi Pelayanan Farmasi Klinis.
Hal tersebut berpengaruh pada jalannya pengelolaan perbekalan farmasi
mengingat Ka-Sub Instalasi Pengelolaan Perbekalan Farmasi merangkap
Ka-Sub Instalasi Pelayanan Farmasi Klinis. Begitu juga Kepala Instalasi
Farmasi yang merangkap sebagai Ka-Sub Instalasi Pengendalian Mutu.
Belum disusunnya strategi dan program pencapaian Instalasi Farmasi
sehingga dalam menjalankan pengelolaanya belum disertai dengan target-
target pencapaian yang secara teratur dimonitor dan ditindaklanjuti.
Pengelolaan yang dilakukan masih pada rutinitas operasional.

7.1.2. Kebijakan dan Prosedur Instalasi Farmasi


Kebijakan dan Prosedur di Instalasi Farmasi yang terkait ndengan
penyimpanan pendistribusian telah ditetapkan. Namun Kebijakan tersebut
masih belum operasional karena belum memuat tugas dan tanggung jawab
berbagai unsur yang terkait pengelolaan perbekalan termasuk unsur unit
perawatan. Di dalam kebijakan juga perlu dicantumkan mengenai tindakan
upaya monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan tersebut.
Tindakan perbaikan yang dilakukan saat ini lebih pada tindakan koreksi
(corrective action) belum mengarah kepada tindakan pencegahan
(preventive action) agar meminimalkan masalah yang sama terulang
kembali. Selain itu, prosedur yang ditetapkan perlu memperhatikan
langkah-langkah yang lebih rinci dan konsistensi dalam penerapan
prosedur tersebut. Penetapan kebijakan dan prosedur serta pelaksanaannya
yang efektif sangat berpengaruh pada produktivitas dan profitabilitas
rumah sakit terutama dalam pengelolaan pendistribusian dan penyimpanan
perbekalan farmasi.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


192


7.1.3. Nilai dan Harapan Customer Internal Instalasi Farmasi.


Dari hasil pengamatan dan wawancara dengan customer internal ruang
perawatan terkait dengan proses pendistribusian, didapatkan beberapa hal
yang dapat disimpulkan adalah: proses distribusi barang yang masih sangat
panjang, sebaiknya lebih simple dan betul-betul online. Online dalam
dalam hal ini, Gudang sudah tahu berapa kebutuhan ruangan karena sudah
melalui proses pengecekan, sebaiknya harus jemput bola. Sehingga tidak
menyulitkan ruangan, karena terkait dengan perawat yang harus input
sendiri jumlah permintaan barang. Harapan mereka bila barang tersebut
bisa dikirim oleh petugas farmasi ke ruang perawatan itu lebih baik.

7.1.4. Pengukuran Pengelolaan Permintaan dan Pemenuhan Barang Farmasi.


Pengukuran terhadap pengelolaan permintaan dan pemenuhan barang
farmasi dilakukan di 5 ruang perawatan, yaitu : Ruang Perawatan Aster,
Anggrek, Soka, Mawar dan Melati. Periode pengamatan yaitu bulan
September pertengahan bulan November 2013 dapat disimpulkan
sebagai berikut.
1. Nilai Six Sigma Deffect Per Million Opportunities untuk ketepatan
pemenuhan permintaan barang farmasi sesuai perkiraan permintaan
barang yang tertera di dokumen surat permintaan barang farmasi
adalah 0.09 maka posisi RS PMI Bogor sebagai suatu perusahaan
masih berada di bawah rata-rata perusahaan di Indonesia. Dengan
demikian diperlukan berbagai langkah perbaikan

2. Alur poses pendistribusian barang farmasi masih panjang dengan 21


langkah, dimana 47.6% merupakan proses tidak mempunyai nilai
tambah dan menimbulkan variasi dalam langkah proses tersebut.
Selain itu pada proses pendistribusian barang farmasi yang merupakan
bottleneck proses adalah di Bagian Instalasi Farmasi yang belum
melakukan secara optimal pengendalian permintaan barang farmasi
dari ruang perawatan.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


193


3. Variasi permintaan dan pemenuhan barang farmasi masih tinggi. Hal


ini disebabkan masih beragamanya permintaan dan pemenuhan barang
farmasi yang ditunjukkan dengan angka standar deviasi yang tinggi
ketika mengajukan permintaan barang sebesar 54.8 kali dan
pemenuhan barang farmasi 50.4 kali dari persediaan yang seharusnya.
Hal ini dapat disebabkan karena permintaan barang yang didasarkan
kepada kebiasaan, peramalan permintaan yang kurang tepat, angka
permintaan yang cenderung dibulatkan, permintaan barang yang belum
menggunakan perkiraan permintan, input pemakaian yang kurang teliti
serta kurangnya pemahaman tentang persediaan barang. Hal ini
menunjukkan tingkat keseriusan pengendaliaan dibutuhkan dalam
penanganan permintaan barang farmasi karena terkait dengan
profitabilitas perusahaan yang salah satu unsurnya adalah perputaran
persediaan.

7.1.5. Manajemen Persediaan.


Manajemen persediaan yang terkait dengan besaran permintaan barang
farmasi baru mengatur formula permintaan dengan buffer stock 20%,
belum mengatur berbagai kondisi permintaan yang biasanya terjadi. Belum
memiliki standar maksimum dan minimum setiap jenis barang farmasi.
Waktu permintaan barang farmasi yang panjang. Selain itu, pemenuhan
permintaan barang farmasi dalam satuan beli. Hal ini juga merupakan
penyebab terjadinya variasi permintaan barang farmasi ke Gudang Farmasi
II.

7.1.6. Pemanfaatan Teknologi.


Belum optimalnya pemanfaatan teknologi sistem inventori yang dimiliki
oleh RS PMI Bogor untuk digunakan sebagai standar permintaan barang
farmasi oleh ruang perawatan dan pemenuhan barang farmasi oleh Gudang
Farmasi II. Hal ini dapat disebabkan karena belum dipahami dengan baik
sistem permintaan barang farmasi tersebut.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


194


7.1.7. Manajemen Pergudangan.


Masih lemahnya penanganan penyimpanan barang famasi di Gudang
Farmasi II. Demikian juga di ruang perawatan pada umumnya. Hasil
pembuktian melalui wawancara dapat disimpulkan bahwa kondisi tersebut
merupakan hasil dari beberapa faktor antara lain: prosedur penyimpanan
barang yang belum rinci dan belum mengatur tentang persyaratan
penyimpanan barang farmasi gudang farmasi, belum pernah diadakannya
evaluasi penyimpanan barang farmasi, pemahaman petugas farmasi masih
kurang, belum pernah diselenggarakan pelatihan mengenai penanganan
barang farmasi. Selain itu, latar belakang petugas gudang farmasi hanya
berlatar belakang pendidikan menengah umum.

7.2. Saran/Rekomendasi
Dengan memperhatikan kesimpulan hasil penelitian tersebut peneliti memberikan
saran atau rekomendasi beberapa hal yang perlu dilakukan perbaikan
pendistribusian dan penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi II RS
PMI Bogor guna meningkatkan produktivitas dan profitabilitas antara lain adalah
perbaikan pengelolan permintaan dan distribusi barang farmasi serta penyimpanan
barang farmasi.

7.2.1. Kebijakan dan Prosedur Pendistribusian dan Penyimpanan


Untuk menguatkan langkah perbaikan diperlukan kebijakan dan prosedur
yang dituangkan secara rinci dan operasional dan di dalamnya yang
memuat tindakan-tindakan pengendalian untuk menjaga keberlangsungan
kebijakan dan prosedur tersebut.

7.2.2. Sistem Inventory


Untuk mengeliminir berbagai kesalahan yang terjadi akibat langkah,
prosedur dan pengisian secara manual sebaiknya dilakukan otomasi sistem
inventory. Dengan demikian selain dapat mengeliminir kesalahan juga
dapat mempercepat proses dibandingkan dengan sistem yang manual.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


195


Otomatisasi sistem inventory juga merupakan perwujudan dari strategi RS


PMI Bogor butir kedua yaitu mengoptimalkan fungsi manajemen rumah
sakit khususnya manajemen informasi rumah sakit. Selain itu, sesuai
dengan visi, misi rumah sakit dan juga visi Instalasi Farmasi yang lebih
menekankan pada aspek kegawatdaruratan, maka sistem inventori yang
dikembangkan harus dapat menjamin bahwa ketersediaan barang farmasi
tidak terjadi kekurangan, meskipun pada saat ini kekosongan barang
farmasi (stok) belum menjadi masalah di Instalasi Farmasi RS PMI Bogor.

7.2.3. Manajemen Persediaan.


Melakukan evaluasi terhadap buffer stock 20% hendaknya tidak
diberlakukan untuk semua barang, menetapkan standar maksimum dan
minimum setiap jenis barang farmasi. Memperpendek waktu permintaan
barang farmasi dan menggunakan satuan jual untuk pemenuhan barang
farmasi dari ruang perawatan. Melakukan monitoring dan evaluasi secara
berkala.

7.2.4. Pelatihan SDM Pengelola Perbekalan Farmasi


Dengan memperhatikan kondisi latar belakang pendidikan SDM pengelola
gudang yang ada dan kemampuan pengelolaan gudang maka sebaiknya
dikembangkan pelatihan bagi SDM pengelola gudang maupun SDM yang
terkait dengan pengelolaan gudang farmasi. Pelatihan dapat diprogramkan
secara berkala dengan berbagai materi yang terkait dengan pengelolaan
gudang farmasi. Dengan demikian baik pengetahuan maupun keterampilan
SDM pengelola gudang dan SDM yang terkait pengelolaan barang farmasi
semakin meningkat dan pada akhirnya dapat mengurangi berbagai
kesalahan dalam pengelolaan barang farmasi.
Pelatihan sumber daya manusia ini dapat merupakan perwujudan dari
strategi RS PMI Bogor butir ketiga yaitu optimalisasi manajemen sumber
daya manusia untuk mendukung peningkatan kualitas pelayanan rumah
sakit dan terwujudnya sumber daya manusia yang efektif dan efisien. Hal
ini juga merupakan perwujudan dari misi Instalasi Farmasi yaitu

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


196


memberikan pelayanan terbaik dengan selalu berupaya meningkatkan


sumber daya manusia

7.2.5. Key Performance Indicator


Untuk meningkatkan kinerja baik individual maupun organisasi perlu
dikembangkan Key Performance Indicator. Key Performance Indicator
yang dapat dikembangkan antara lain Inventory Turn Over, kesesuaian
jumlah barang, kadaluwarsa dan penerapan FIFO, penataan 5S. Dengan
demikian pengelolaan perbekalan farmasi dapat senantiasa ditingkatkan
kualitasnya.

7.2.6. Penyimpanan Barang di Rak Simpan


Untuk penataan rak penyimpanan barang agar dapat dilakukan
penghematan ruang dapat menggunakan rak susun 2 atau 3 karena terbukti
dapat dilakukan penghematan ruang hingga kurang lebih 50% dari
penataan awal.

7.2.7. Coding Locator


Untuk meningkatkan kerapihan dan kecepatan pencarian dalam
pengelolaan barang farmasi di gudang sebaiknya dikembangkan Coding
Locator. Coding Locator merupakan sistem pengkodean barang atau
sistem pengaturan penyimpanan barang dengan menggunakan kode yang
memuat kode letak barang seperti kode lemari, kode rak dan sebagainya.
Dengan demikian dapat mempercepat layanan gudang mengingat barang
akan lebih mudah dicari dan didapatkan.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


197


Tabel 7.1 MATRIKS SARAN PERBAIKAN YANG HARUS DILAKUKAN MASING-MASING TINGKATAN MANAJEMEN
TINGKAT MANAJEMEN
ASPEK PELAKSANA
PUNCAK MENENGAH PERTAMA
TEKNIS

1. Kebijakan pendistribusian dan Mengembangkan, Mengembangkan, Mengembangkan, Melaksanakan


penyimpanan perbekalan farmasi. menetapkan, mensosialisasi, mensosialisasi, mensosialisasi,
melaksanakan dan melaksanakan dan melaksanakan dan
mengevaluasi. mengevaluasi. mengevaluasi.

2. Prosedur pendistribusian dan Menetapkan Menyusun , mensosialisasi, Menyusun , mensosialisasi, Melaksanakan/


penyimpanan perbekalan farmasi. melaksanakan dan melaksanakan dan menerapkan
mengevaluasi. mengevaluasi.

3. Key Performance Indicator Menetapkan, memantau dan Menyusun , mensosialisasi, Menyusun , mensosialisasi, Melaksanakan
antara lain Inventory Turn Over, mengevaluasi melaksanakan dan melaksanakan dan
kesesuaian jumlah barang, mengevaluasi. mengevaluasi.
kadaluwarsa dan penerapan FIFO,
penataan 5S
4. Coding Locator yang Menetapkan Mengoreksi dan menyetujui Menyusun , mensosialisasi, Melaksanakan/
merupakan sistem pengkodean melaksanakan dan
barang atau sistem pengaturan mengevaluasi. mengimplemen-
penyimpanan barang dengan tasikan
menggunakan kode yang
memuat kode letak barang
seperti kode lemari, kode rak
dan sebagainya.

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


198


Tabel 7.1 (sambungan)

TINGKAT MANAJEMEN
ASPEK PELAKSANA
PUNCAK MENENGAH PERTAMA
TEKNIS

5. Otomasi Sistem Inventory Menetapkan Mengoreksi dan menyetujui Menyusun , mensosialisasi, Menerapkan sistem
melaksanakan dan
mengevaluasi.

6. Peningkatan Pengetahuan dan Menetapkan Merencanakan program, Menyusun rencana Melaksanakan dan
Keterampilan Pengelolaan mengevaluasi program pelaksanaan, melaksanakan, mengimplementasikan
Gudang Farmasi mengevaluasi

7. Penataan Penyimpanan Barang Mengawasi Mengawasi Melaksanakan dan Melaksanakan


di Gudang mengawasi

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




DAFTAR REFERENSI

Arwani, A.R.(2011). Highly Effective Inventory Management. Mengubah Sediaan


Menjadi Laba. Jakarta: ppm-manajemen.

Arwani, A.R.(2009). Warehouse Check Up. Menjadikan Gudang Sebagai


Keunggulan Kompetitif Melalui Audit Menyeluruh. Jakarta: ppm-manajemen.

Bevan, H., Westwood, A., Crowe, R., & OConor, M. (2007). Lean Six Sigma:
Some Basic Concepts. United Kingdom: NHS Institute for Innovation and
Improvement.

Brue, G., and Howes, R., (2006). The McGraw-Hill 36-Hour Course. Six Sigma.
United States of America: The McGraw-Hill Companies.

Candra. (2008). Action Resesearch Penelitian Tindakan. Diunduh di: http://


chandrax.wordpress.com/2008/07/05/action-research-penelitian-tindakan/.
Akses 19 September 2013, Pukul 19.56 Wib.

Depkes RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


1197/Menkes/SK/X/2004.Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta

Depkes.RI. (2008). Pedoman Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Dirjen Bina


Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI Cooperation with Japan
International Cooperation Agency. Jakarta.

El-Haik, B., and Al-Aomar, R., (2006). Simulation-Based Lean Six Sigma and
Design for Six Sigma. New Jersey, Canada: Published by John Willey &Sons,
Inc., Hoboken.

Febriawati, H. (2013). Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit. Yogyakarta:


Gosyen Publishing.

199


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




Gaspersz, V., & Fontana, A. (2011). Lean Six Sigma for Manufacturing and
Service Industries. Waste Elimination and Continuous Cost Reduction. Bogor:
Vinchristo Publication.

Gaspersz, V. (2012). All-in-one. Production and Inventory Management. For


Supply Chain Professionals. Startegi Menuju World Class Manufacturing.
Bogor: Penerbit Vinchristo Publication.

Gaspersz, V. (2013). All-in-one. 150 Key Performance Indicators and Balanced


Scorecard, Malcolm Baldrige, Lean Six Sigma Supply Chain Management.
Bogor: Tri-Al-Bros Publishing.

George, Michael L. (2003). Lean Six Sigma for Service. USA: The McGraw-Hill
Companies.

Hartono, B. (2013). Sistem Informasi Manajemen Berbasis Komputer. Jakarta:


Rineka Cipta.

Joint Commission Resources. (2008). High-Alert Medication. Startegies for


Improving Safety. USA: Joint Commission on Accreditaion of Healthcare
Organizations.

Kaplan, Robert, S., & Norton, David, P. (2000). Menerapkan Strategi Menjadi
Aksi. Balanced Scorecard. Jakarta : Penerbit Erlangga.

Kemenkes RI. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


129/Menkes/SK/II/2008. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta

Kemenkes RI (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44. Rumah


Sakit.Jakarta

200


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




Kemenkes RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor


340/Menkes/Per/2010. Klasifikasi Rumah Sakit. Jakarta

Kunders, G.D., (2004). Hospital. Fasilities Planning and Management. New


Delhi: Tata McGraw-Hill Company.

Martono, R. (2013). Pratical Inventory Management. Menciptakan Keunggulan


Operasional Melalui Sediaan. Jakarta: PPM Manajemen.

McGraw-Hill Professional Education.(2005). Six Sigma for Manager. Jakarta: PT


Media Global Edukasi.

Monden, Y. (2000). Sistem Produksi Toyota : Buku Dua. Suatu Rancangan


Terpadu Untuk Penerapan Just-In-Time. Jakarta: PPM Manajemen.

Psychogios, A.G., Atanasovski, J., & Tsironis, L.K. Lean Six Sigma in a Service
Context. The International Journal of Quality & Reliability Management 29.1
(2012): 122-139.

Sangam, V. (2010). Supplay Chain Word. Warehouse Performance. Diunduh di:


https://vijaysangamworld.wordpress.com/tag/kpi/. Akses 27 September 2013,
Pukul 10.39.

Siahaya, W.(2012). Manajemen Pengadaan. Bandung: Afabeta.

Syukron, A.,& Kholil, M. (2013). Six Sigma. Quality for Business Improvement.
Yogyakarta: Graha Ilmu

Warman, J.(2012). Manajemen Pergudangan. Jakarta: PPM Manajemen.

Westwood, A., Moore, M.J., & Cooke, M. (2007). Going Lean in the NHS. United
Kingdom: NHS Institute for Innovation and Improvement.

201


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




Zulfikarijah, F.(2005). Manajemen Persediaan. Malang: Universitas


Muhammadiyah.).

Zylstra, Krik D. (2006). Lean Distribution. Menciptakan Jalur Distribusi, Logistik


dan Supplay Chain. Jakarta: PPM

202


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




Lampiran 1

PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM

Pedoman ini digunakan untuk melakukan wawancara mendalam .


Sebelumnya sudah menginformasikan bahwa akan dilakukan wawancara dan
minta ijin bahwa wawancara akan direkam / dicatat.
Tuliskan nama informan, waktu pelaksanaan dan tempat dilakukannya wawancara
tersebut.

MANAJEMEN RUMAH SAKIT WADIR PELAYANAN MEDIK DAN KEPERAWATAN

1. Bagaimana strategi pengelolaan perbekalan farmasi dilakukan untuk menunjang profit


rumah sakit ? Apakah farmasi merupakan pendukung revenue tertinggi di rumah sakit?
2. Bagaimana sistem informasi farmasi yang digunakan saat ini mendukung pelayanan?
Bagaimana ke depannya?
3. Apa kendala yang ada saat ini? (ketenagaan farmasi, kekosongan obat, resep pasien, waktu
tunggu,dll?).
4. Bagaimana pencapaian kinerja farmasi diterapkan ?
5. Bagaimana pemantauan /pengawasan perbekalan farmasi dilakukan?

KEPALA INSTALASI FARMASI / KEPALA SUB BIDANG PENGELOLAAN DAN


PERBEKALAN FARMASI

PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI


1. Bagaimana pengelolaan perbekalan farmasi di rumah sakit ini? (struktur organisasi, Komite
Farmasi, ketenagaan, pengelolaan perbekalan di ruang perawatan, depo-depo farmasi?)
2. Kebijakan dan prodesur apa saja yang ditetapkan yang terkait dengan pengelolaan perbekalan
farmasi?
3. Menurut Anda masalah apa yang saat ini paling sering?mengapa demikian?
4. Bagaimana program farmasi dan indikator farmasi ditetapkan ? (terutama warehouse,
seperti inventory turn over?)
5. Bagaimana sistem informasi perbekalan farmasi yang tersedia mendukung pekerjaan Anda?
6. Bagaiamana pemahaman pengelola gudang farmasi terkait dengn sistem inventori ini?
7. Bagaimana perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi dilakukan saat ini?
8. Metoda perencanaan perbekalan apa yang diterapkan di rumah sakit ini? Apakah metode
tersebut mempunyai kelemahan? Apakah menggunakan metoda yang lain juga? Mengapa?
9. Bagaimana ketentuan expired diberlakukan disini ?
PENDISTRIBUSIAN PERBEKALAN
10. Berdasarkan pertimbangan apa petugas gudang memenuhi permintaan barang farmasi dari
ruang perawatan?
11. Apakah pengelola gudang farmasi memahami tentang penghitungan permintaan barang
farmasi?
12. Apakah pihak gudang yang harus memutuskan bahwa permintaan barang dipenuhi atau
tidak?
13. Bagaimana sistem inventori yang ada mendukung proses pendistribusian ini?

203


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




PENYIMPANAN PERBEKALAN
14. Metoda apa yang digunakan untuk menyimpan barang?
15. Pelatihan apa yang dimilki oleh petugas gudang dalam mengelola gudang farmasi?
16. Pelatihan apa yang didapatkan oleh mereka yang mengelola barang farmasi di ruang
perawatan? (menyimpan barang, menangani persediaan, dll)
PENGENDALIAN PERBEKALAN
17. Bagaimana proses pengendalian inventori tersebut dilakukan? (pengawasan stok, stok
opname)
18. Kapan saja dilakukan pengendalian inventori?
19. Siapa yang melakukan pengendalian?
20. Apa yang dimaksudkan dengan tanggungan ruangan ketika selesai dilakukan pengawasan
stok?
21. Faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya tanggungan ruangan?
22. Bagaimana penanganan hasil dari pengendalian tersebut?
23. Apakah dilakukan umpan balik kepada ruang perawatan untuk melakukan tindak lanjut?
24. Bagaimana ketentuan slow moving, fast moving, dead stock diterapkan di rumah sakit ini?
25. Bagaimana Analisa ABC dan VEN diterapakan disini?

PENANGGUNG JAWAB GUDANG FARMASI


PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI
1. Bagaimana Anda Mengelola Gudang Farmasi Alkes ini?
2. Bagaimana sistim informasi perbekalan farmasi yang tersedia mendukung pekerjaan Anda?
3. Apakah kondisi /lay out/penataan ruangan farmasi sudah memenuhi harapan Anda?
4. Apakah ada bagian gudang yang rusak / bocor. dll?
5. Apakah sudah dilakukan perbaikan?
6. Bagaimana porses pemnatauan dilakukan? Seperti: monitoring suhu kulkas, suhu ruangan,
kelembaban udara, dll?
7. Apakah tersedia forum evaluasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan disini?(seperti pertemuan
bulanan, pembahasan masalah, dll)
PENYIMPANAN PERBEKALAN
8. Keahlian khusus apa yang harus dimiliki oleh petugas gudang?
9. Bagaimana petugas gudang tersebut dilatih?
10. Kapan Anda melakukan penyimpanan barang setelah diterima?
11. Apa dampaknya bila barang yang datang tidak segera Anda simpan?
12. Berdasarkan kriteria apa saja Anda mengatur barang-barang yang ada di gudang?
13. Kendala apa saja yang Anda temukan terkait dengan pengaturan barang tersebut? Apa
usulan Anda?
14. Metode apa ang digunakan dalam menyimpan barang?
15. Bagaimana ketentuan barang expired di Gudang? (batasan waktu barang yang akan expired
yang disimpan digudang?)
16. Menurut Anda apakah pengaturan penempatan dan lay out barang-barang yang disimpan
sudah tepat?
17. Apakah area yang ada di gudang sudah mencukupi kapasitasnya dengan barang yang
disimpan? Apa usulan Anda?
18. Apakah pengaturan barang yang Anda lakukan sudah membuat Anda bekerja lebih mudah,
cepat, aman dan nyaman?
PENDISTRIBUSIAN BARANG FARMASI
19. Bagaimana proses permintaan barang hingga barang disiapkan?
20. Bagaimana ketentuan waktu dalam permintaan barang ini? (Seperti setiap hari apa saja, jam

204


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




berapa, unit siapa saja yang meminta)


21. Apakah permintaan barang selalu dapat dipenuhi? Mengapa?, dan bila tidak mngapa?
22. Apa dasar Anda memberikan sejumlah barang yang diminta oleh ruangan?
23. Apa yang dimaksudkan dengan arti masing-masing dari dokuemen permintaan?
24. Apakah menurut Anda proses penyiapan yang dilakukan telah tepat dan cepat? Apakah ada
usulan dari Anda?
25. Apakah ada ketentuan waktu kapan barang didistribusikan? Pada jam berapa dilakukan serah
terima barang?
26. Bagaimana proses serah terima barang dilakukan?
PENCATATAN PELAPORAN
27. Apakah tersedia pencatatan barang masuk keluar / mutasi barang?
28. Bagaimana pelaksanaan kartu stok?
29. Siapa yang melakukan pencatatan tersebut?
PENGHAPUSAN PERBEKALAN
30. Alasan apa saja yang menyebabkan terjadi penghapusan barang? Apakah kadaluwarsa
(expired) atau rusak / mutu tidak memenuhi standar?
31. Kapan terakhir dilakukan penghapusan perbekalan?

PELAKSANA GUDANG FARMASI


1. Bagaimana proses pendistribusian dilakukan?
2. Bagaimana menyiapkan permintaan dari ruang perawatan?
3. Apakah ada kesulitan dalam menyiapkan barang farmasi?
4. Apakah ada alat bantu yang digunakan untuk menyiapkan barang? terutama untuk
bagian yang lebih tinggi?
5. Metode apa yang digunakan untuk menyimpan barang?
6. Bagaimana pemantauan suhu ruangan, suhu kulkas dilakukan?
7. Bagaimana pengecekan dilakukan untuk obat yang ada di double lock, lemari khusus?
8. Bagaimana kebersihan gudang dialkukan?
9. Pelatihan apa saja yang sudah didapat dalam menunjang pekerjaan Anda?

PENANGGUNG JAWAB PENGAWASAN MUTU FARMASI

PENGENDALIAN PERBEKALAN
1. Bagaimana proses pengendalian inventori tersebut dilakukan? (pengawasan stok, stok
opname)
2. Kapan saja dilakukan pengendalian inventori?
3. Siapa yang melakukan pengendalian?
4. Apa saja yang ditemukan pada hasil pengendalian inventori?
5. Bagaimana cara melakukan klarifikasi hasil temuan dengan ruang perawatan?
6. Apa yang dimaksudkan dengan tanggungan ruangan?
7. Bagaimana tindak lanjut penanganan hasil dari pengawasan stok?


BIDANG KEPERAWATAN : KA SUB INSTALASI RAWAT INAP

PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI


1. Bagaimana pengelolaan perbekalan farmasi di ruang perawatan?
2. Menurut Anda apa yang dimaksudkan engan tangungan ruangan pada lembar mutasi

205


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




ruangan?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tanggungan ruangan di lembar mutasi
ruangan?
4. Sejauh mana tanggung jawab ruangan akan hal ini?
5. Apa keinginan / keluhan Anda sebagai customer?
6. Apa masukan Anda untuk meningkatkan pelayanan gudang farmasi alat kesehatan?
PENDISTRIBUSIAN PERBEKALAN
7. Bagaimana proses permintaan barang alat kesehatan ke gudang alkes farmasi?
8. Berdasarkan apa jumlah permintaan barang yang diminta oleh ruangan?
9. Apakah barang yang diminta oleh ruangan dapat selalu diberikan oleh pihak gudang? (baik
jumlah dan jenisnya?)
10. Bila tidak, apa alasan yang diberikan oleh pihak gudang?
11. Apakah ada ketentuan waktu dalam permintaan barang ini? (setiap hari apa saja, jam berapa)
12. Bila sebelum hari permintaan (gudang alkes tutup) dibutuhkan barang, apa yang dilakukan
oleh ruangan?
13. Bagaimana proses serah terima barang dilakukan? Apakah pihak farmasi akan menghubungi
ruangan ketika barang siap diambil? Apakah bila menghubuni farmasi suka lama?
14. Apakah ada ketentuan waktu kapan barang akan diambil oleh pihak ruangan? (jam berapa
dilakukan serah terima barang?)
15. Apakah ada alat bantu untuk mengambil barang dari gudang farmasi? Apakah alat bantu
tersebut memadai?
16. Bagaimana menurut pendapat Anda proses permintaan ini ditingkatkan?

KEPALA RUANG / PJ ALKES

PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI


17. Bagaimana Anda mengelola sediaan barang alat kesehatan farmasi di ruangan Anda?
18. Menurut Anda apa yang dimaskud dengan tangungan ruangan pada lembar mutasi ruangan?
19. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya tanggungan ruangan di lembar mutasi
ruangan?
20. Bagaimana pendapat Anda akan hal tersebut?
21. Sejauh mana tanggung jawab ruangan akan hal ini?
22. Bagaimana Anda mengatasinya?
23. Apakah pernah dilakukan pelatihan terkait dengan pengelolaan barang ini?
24. Apa keinginan / keluhan Anda sebagai customer?
25. Apa masukan Anda untuk meningkatkan pelayanan gudang farmasi alat kesehatan?
PENDISTRIBUSIAN PERBEKALAN
26. Bagaimana proses permintaan barang alat kesehatan ke gudang alkes farmasi?
27. Berdasarkan apa jumlah permintaan barang yang diminta oleh ruangan?
28. Siapa yang menuliskan jumlah barang yang diminta oleh ruangan?
29. Siapa yang bertanggung jawab terhadap proses ini?
30. Apakah barang yang diminta oleh ruangan dapat selalu diberikan oleh pihak gudang? (baik
jumlah dan jenisnya?)
31. Bila tidak, apa alasan yang diberikan oleh pihak gudang?
32. Apakah ada ketentuan waktu dalam permintaan barang ini? (setiap hari apa saja, jam berapa)
33. Bila sebelum hari permintaan (gudang alkes tutup) dibutuhkan barang, apa yang dilakukan
oleh ruangan?
34. Bagaimana proses serah terima barang dilakukan? Apakah pihak farmasi akan menghubungi
ruangan ketika barang siap diambil?

206


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




35. Bagaimana bila pihak ruangan belum bisa mengambil barang tersebut digudang?
36. Apakah ada ketentuan waktu kapan barang akan diambil oleh pihak ruangan? (jam berapa
dilakukan serah terima barang?)
37. Apakah ada alat bantu untuk mengambil barang dari gudang farmasi? Apakah alat bantu
tersebut memadai?
38. Bagaimana menurut pendapat Anda proses permintaan ini ditingkatkan?

PERAWAT RUANGAN

PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI


1. Bagimana Anda melakukan input pemakaian barang alkes yang sudah dipakai oleh pasien ke
dalam komputer?
2. Dapatkah Anda tunjukkan bagaimana cara Anda melakukan input tersebut ke komputer?
3. Bagaimana ketika input tersebut ternyata salah?
4. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya salah input barang alkes?
5. Apakah Anda tahu bahwa pemakaian yang telah diinput ini akan mempengaruhi stok
ruangan?
6. Apakah dapat Anda ketahui pasien yang Anda rawat menggunakan alkes apa saja?


207


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




Lampiran 2

LEMBAR OBSERVASI PENGELOLAAN PERBEKALAN FARMASI



1. Ketersediaan dokumen struktur organisasi di Departemen Farmasi yang resmi Tersedia Tidak Tersedia


2. Ketersediaan dokumen uraian tugas yang spesifik untuk jabatan Pengelola Gudang Spesifik Belum Spesifik


3. Keetersediaan dokumen indikator mutu Departemen Farmasi beserta target pencapaian Tersedia Tidak Tersedia


4. Ketersediaan dokumen pemantauan indikator secara berkala Tersedia Tidak Tersedia




Keterangan:......................................................................................................................................................................................................................

..........................................................................................................................................................................................................................................

5. Ketersediaan dokumen kebijakan pengelolaan perbekalan farmasi Tersedia Tidak Tersedia




a. Kebijakan perencanaan perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




b. Kebijakan pengadaan perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




c. Kebijakan penerimaan perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




d. Kebijakan penyimpanan perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




e. Kebijakan pendistribusian perbekalam Tersedia Tidak Tersedia




f. Kebijakan pencatatan dan pelaporan Tersedia Tidak Tersedia




g. Kebijakan pengendalian perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




208


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




h. Kebijakan penghapusan perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




i. Kebijakan Monitoring dan Evaluasi Perbekalan Tersedia Tidak Tersedia


Keterangan:..............................................................................................................................................................................................................

...................................................................................................................................................................................................................................

6. Ketersediaan dokumen prosedur pengelolaan perbekalan farmasi, yaitu: Tersedia Tidak Tersedia


a. Prosedur perencanaan perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




b. Prosedur pengadaan perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




c. Prosedur penerimaan perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




d. Prosedur penyimpanan perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




e. Prosedur pendistribusian perbekalam Tersedia Tidak Tersedia




f. Prosedur pencatatan dan pelaporan Tersedia Tidak Tersedia




g. Prosedur pengendalian perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




h. Prosedur penghapusan perbekalan Tersedia Tidak Tersedia




i. Prosedur monitoring dan evaluasi perbekalan Tersedia Tidak Tersedia


Keterangan:.............................................................................................................................................................................................................

..................................................................................................................................................................................................................................


7. Ketersediaan ketentuan kapan perencanaan dilakukan Tersedia Tidak Tersedia




8. Ketersediaan metode penghitungan perencanaan yang ditetapkan Tersedia Tidak Tersedia

209


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




9. Ketersediaan dokumen /data inventori Tersedia Tidak Tersedia

10. Mengamati alur proses perencanaan perbekalan (identifikasi jenis pemborosan dan variasi-variasi aktivitas yang ditemukan).

11. Melakukan pengamatan data inventori retrospektif 3 bulan terakhir (lemabar kerja microsoft excell)
Keterangan:.......................................................................................................................................................................................................................

..........................................................................................................................................................................................................................................

12. Ketersediaan dokumen cacatan waktu barang datang (lead time) Tersedia Tidak Tersedia


13. Ketersediaan dokumen serah terima barang dari supplier/pemasok Tersedia Tidak Tersedia
14. Ketersediaan alat bantu yang digunakan untuk menerima barang Tersedia Tidak Tersedia




15. Mengamati kondisi gudang farmasi kesesuian dengan prinsip 5S (Sort, set in order, shine, standardize, sustain).

16. Mengamati security gudang seperti : akses gudang, keamanan gudang, tumpukan barang, kesesuaian rak/pallet, pemantauan kondisi lingkungan
penyimpanan barang.

17. Mengidentifikasi adanya pemborosan, variasi-variasi /kecacatan proses penyimpanan barang, seperti : kesesuaian metode penyimpanan barang,
kesesuaian jumlah barang, penerapan kartu stok, barang expired.

Standar Penyimpanan Sesuai Tidak Sesuai


Kesesuaian Metode FIFO - FEFO
Kesesuaian penyimpanan berdasarkan jenis sediaan, terapi
Keseuaian penyimpanan obat yang perlu kewaspadaan tinggi

210


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




Kesesuiaan penyimpanan obat narkotika /psikotropika


Kesesuaian penyimpanan barang fast moving, slow moving
Kesesuaian jumlah barang dengan kartu stok/sistim
Kesesuaian tidak ada barang yang kadaluwarsa


Keamanan dan Keselamatan Sesuai Tidak Sesuai


Kesesuian sistim pengamanan di gudang dengan standar
Kesesuaian rak/pallet
Kesesuaian penumpukan barang
Kesesuaian pemantauan perlengkapan penyimpanan barang
(pendingin, chiller, dll)
Kesesuaian kondisi lingkungan (kelembaban, pencahayaan,
dll)
Kesesuaian informasi penting signage
Kesesuaian alat pemadam api ringan (telah dicek)

18. Ketersediaan dokumen hasil stok opname Tersedia Tidak Tersedia




19. Ketersediaan dokumen pengendalian yang dilakukan (cycle counting) Tersedia Tidak Tersedia


20. Mengamati pengawasan /pengendalian stok/ cycle counting


21. Melakukan penghitungan pengendalian

Keterangan:.......................................................................................................................................................................................................................

211


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




..........................................................................................................................................................................................................................................

..........................................................................................................................................................................................................................................

22. Ketersediaan dokumen barang masuk/keluar/mutasi Tersedia Tidak Tersedia




23. Kesesuaian waktu pencatatan dengan realita Sesuai Tidak Sesuai




24. Ketersediaan kartu stok pada semua barang Tersedia Tidak Tersedia


25. Kelengkapan pencatatan kartu stok Lengkap Tidak Lengkap




26. Kesesuaian kartu stok dengan fisik barang Sesuai Tidak Sesuai


27. Ketersediaan kartu stok pada semua barang Tersedia Tidak Tersedia


28. Kelengkapan pencatatan kartu stok Lengkap Tidak Lengkap




29. Konsistensi dalan pencatatan pemantauan alat penyimpanan Konsisten Tidak Konsisten
Keterangan:......................................................................................................................................................................................................................

..........................................................................................................................................................................................................................................

30. Ketersediaan dokumen penghapusan barang Tersedia Tidak Tersedia




31. Ketersediaan kategori barang yang dihapus Tersedia Tidak Tersedia


Keterangan:...........................................................................................................................................................................................................................

..........................................................................................................................................................................................................................................

212


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013




Lampiran 3. Lembar kerja Microsoft Excell

213


Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


214


Lampiran 4 (sambungan)

Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013


215


Universitas Indonesia

Upaya perbaikan..., Elizabeth Indah PSP, FKM UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai