Anda di halaman 1dari 21

Ilmiah

LUKA BAKAR

Disusun Oleh:
Vejitha Raja Kumar 04084821820050
Jessica Jaclyn Ratnarajah 04084821820052
Optima Fitra Ilhami 04011181520017
Fadya Ulviana Khairunnisa 04011181520018
Nabilla Oktavia Kesumadanoe 04011181520019

Pembimbing
Dr. Mufida Muzakkie , Sp.BP-RE

DEPARTEMEN ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
RUMAH SAKIT UMUM MOH. HOESIN PALEMBANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas dan suhu tinggi (seperti api,air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah.1 Dengan
kerusakan jaringan yang terjadi, demikian banyak dan kompleks permasalahan
yang timbul sehingga lika bakar merupakan suatu bentuk seberat-berat cedera
dengan morbiditas dan mortalitas tinggi; memerlukan penatalaksanaan khusus
sejak awal (fase syok) sampai fase lanjut; berkesinambungan.1
Luka bakar adalah bentuk umum dari trauma. Sekitar 1% populasi
Australia dan Selandia Baru (220.000) menderita luka bakar yang memerlukan
perawatan medis setiap tahun. Sebanyak 10% akan membutuhkan rawat inap, dan
10% dari mereka dirawat di rumah sakit dan cukup parah untuk nyawanya
terancam. Lima puluh persen dari semua yang mengalami luka bakar akan
menderita pembatasan aktivitas hidup sehari-hari.
Terdapat dua faktor yang menentukan beratnya luka bakar, luas dan
kedalaman luka. Mortalitas dihubungkan dengan kedua faktor tersebut, yaitu usia
penderita dan luas luka bakar. Semakin luas luka bakar, semakin tinggi angka
mortalitas.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas dan suhu tinggi (seperti api,air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah.1 Dengan
kerusakan jaringan yang terjadi, demikian banyak dan kompleks permasalahan
yang timbul sehingga lika bakar merupakan suatu bentuk seberat-berat cedera
dengan morbiditas dan mortalitas tinggi; memerlukan penatalaksanaan khusus
sejak awal ( fase syok) sampai fase lanjut; berkesinambungan.1

2. ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis, antara lain:
 Luka bakar karena api
 Luka bakar karena minyak panas
 Luka bakar karena air panas
 Luka bakar karena bahan kimia ( yang bersifat asam kuat atau basa kuat )
 Luka bakar karena listrik dan petir
 Luka bakar karena radiasi
 Cedera akibat suhu sangat rendah ( frost bite)

Kerusakan jaringan disebabkan api lebih berat dibandingkan air panas;


kerusakan jaringan akibat kontak dengan bahan bersifat koloid (missal bubur
panas, aspal) lebih berat dibandingkan air panas. Luka bakar listrik memiliki
kekhususan. Kerusakan jaringan tubuh disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya:
a. Aliran listrik ( arus bolak-balik, Alternating Current/AC) merupakan energy
dalam jumlah besar yang menimbulkan panas. Berasal dari sumber listrik, melalui
bagian tubuh yang kontak dengan sumber listrik dialirkan melalui bagian tubuh
yang memiliki resistensi paling rendah dan serabut saraf; melalui bagian tubuh
yang kontak dengan bumi. Luka di bagian tubuh yang kontak dengan bumi
disebut ‘ luka keluar’. Aliran listrik dalam tubuh menyebabkan kerusakan akibat
panas yang ditimbulkan oleh resistensi jaringan. Kerusakannya dapat bersifat
ektensif local maupun sistemik. Kerusakan jaringan bersifat lambat tapi pasti, dan
tidak dapat diperkirakan luasnya secara pasti. Hal ini disebabkan kerusakan sistem
pembuluh darah disepanjang bagian tubuh yang dialiri listrik; semakin hari perfusi
ke distal semakin berkurang.
b. Loncatan energy yang ditimbulkan oleh udara, yang berubah menjadi api.
Ledakan. Selain menimbulkan luka bakar, ledakan juga menyebabkan kerusakan
organ dalaman akibat daya ledak.
Bahan kimia, terutama asam menyebabkan kerusakan yang hebat akibat reaksi
jaringan sehingga terjadi diskonfigurasi jaringan yang menyebabkan gangguan
proses penyembuhan.

3. PREVALENSI
Luka bakar adalah bentuk umum dari trauma. Sekitar 1% populasi
Australia dan Selandia Baru (220.000) menderita luka bakar yang memerlukan
perawatan medis setiap tahun. Sebanyak 10% akan membutuhkan rawat inap, dan
10% dari mereka dirawat di rumah sakit dan cukup parah untuk nyawanya
terancam. Lima puluh persen dari semua yang mengalami luka bakar akan
menderita pembatasan aktivitas hidup sehari-hari.3
Baik pada orang dewasa maupun anak-anak, tempat paling umum untuk
dibakar adalah rumah. Pada anak-anak, berakhir 80% kecelakaan terjadi di rumah.
Tempat paling bahaya di rumah adalah dapur dan kamar mandi, karena
kebanyakan luka bakar pada anak-anak dan orang tua terjadi di dua tempat ini.
Selain itu, cucian mengandung bahan kimia berbahaya, dan garasi atau kecelakaan
terjadi di rumah.3

4. ANATOMI
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 –
1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 mm sampai 6 mm
tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis terletak pada kelopak
mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit
tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah
epidermis yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan
dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan
suatu lapisan jaringan ikat.4

Gambar 1. Anatomi Kulit13


Secara histopatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu :
Epidermis
Lapisan epidermis tersusun atas stratum korneum, stratum lusidum,
stratum granulosum, stratum spinosum dan stratum basale. Stratus korneum
merupakan lapisan kulit terluar dan terdiri dari beberapa lapisan sel-sel
gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya telah menjadi keratin
(zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di bawah lapisan korneum
terdiri dari lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang
berubah menjadi protein yang disebut eleidin.5
Stratum granulosum adalah 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini
terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel
berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses
mitosis. Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen dan
inti terletak ditengah-tengah. Stratum germinativum terdiri dari sel-sel
berbentuk kubus yang tersusun vertikal pada perbatasan dermo-epidermal
berbasis seperti pagar (palisade). Lapisan ini merupakan lapisan epidermis
yang paling bawah. Sel-sel basal ini mengalami mitosis dan berfungsi
reproduktif.5

Dermis
Lapisan dermis terletak dibawah lapisan epidermis yang jauh lebih
tebal. Lapisan ini terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat dengan
elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi
2 bagian yakni pars papilare, merupakan bagian yang menonjol ke
epidermis berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah, dan pars retikulare
yaitu bagian bawahnya yang menonjol kearah subkutan, bagian ini terdiri
atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan
retikulin.5
Subkutis
Lapisan subkutis adalah kelanjutan dermis yang terdiri dari jaringan
ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel
bulat, besar, dengan inti terdesal ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah. Sel-sel ini membentuk kelompok yang terpisah satu dengan
yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut
panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Vaskularisasi di
kulit diatur oleh 2 pleksus, yakni pleksus yang terletak di bagian atas dermis
(pleksus superficial)dan terletak di subkutis (pleksus profunda).5
5. Patofisiologi
Jackson di Birmingham pada tahun 1950 melakukan studi eksperimental
dengan menciptakan model luka bakar mengenai patofisiologi luka bakar.2

Gambar 1. Model Luka Bakar Jackson’s3

Pada daerah yang paling dekat dekat sumber termal (atau penyebab
lainnya), panas tidak dapat dikonduksi secara cepat dan baik, sehingga
terjadi koagulasi protein sel; selanjutnya terjadi kematian sel yang
berlangsung sangat cepat. Daerah ini disebut zona koagulasi atau zona
nekrosis (atau zona nekrosis koagulatif).3
Di sekitar zona koagulasi adalah daerah dengan kerusakan tidak
seberat zona pertama, namun sirkulasi di daerah tersebut mengalami
kerusakan diikuti gangguan mikrosirkulasi.3 Akibat terhambatnya
mikrosirkulasi, daerah ini disebut zona statis. Bila tidak ditatalaksana
dengan baik, maka daerah yang cukup luas ini akan mengalami nekrosis
saat dilepaskannya mediator–mediator inflamasi sebagai respon terhadap
jaringan yang rusak. Secara klinis, hal ini disebut sebagai degradasi luka
(bertambah dalamnya luka bakar). Dalam 3–5 hari pasca luka bakar, luka
yang awalnya terlihat vital akan tampak nekrotik.6
Di sekitar zona stasis adalah suatu daerah dimana jaringan melepaskan
mediator–mediator inflamasi yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah.
Daerah ini terlihat kemerahan dan disebut zona hyperemia.3 Dengan
kembalinya respon vaskular yang bersifat hiperdinamik, daerah ini akan
kembalii normal.7 Pada luka bakar yang mencakup luas melebihi 10% pada
anak atau 20% pada dewasa, zona hiperemia sangat mungkin terjadi di
seluruh tubuh.
Kondisi ketiga zona ini berbeda pada setiap luka itu bakar. Kadang
zona statis mencapai kedalaman dermis namun disertai gangguan vaskular
yang progresif pada zona nekrosis sehingga hal ini menyebabkan luka bakar
dalam.2 Hal ini umumnya dijumpai pada orang tua dan pasien–pasien luka
bakar (maupun sudah mengalami sepsis) dengan perawatan luka yang tidak
tepat.7 Dengan demikian, waktu dan penatalaksanaan tindakan emergensi
yang efektif sangat berperan pada proses penyembuhan luka.

Inflamasi dan Perubahan Sirkulasi


Perubahan terjadi akibat kulit yang terbakar akan mengaktifkasi jalur
inflamasi. Pelepasan neuropeptida dan aktivasi komplemen diinisiasi oleh
stimulasi saraf nyeri dan perubahan protein akibat panas. Aktivasi faktor
Hageman menginisiasi jalur protease, mengubah jalur asam arachidonat,
thrombin, dan kallikrein.
Pada level selular, komplemen menyebabkan degranulasi dari sel mast
dan lapisan protein diubah akibat panas. Hal tersebut menarik neutrofil,
yang juga berdegranulasi, yang melepas radikal bebas dan protease dalam
jumlah yang besar. Sel mast juga melepas sitokin primer seperti TNF-α
yang berperan sebagai agen kemosis pada sel inflamasi dan menyebabkan
pelepasan sitokin sekunder. Faktor inflamasi tersebut mengubah
permeabilitas pembuluh darah sehingga terjadi perpindahan cairan. Kolagen
yang rusak serta protein yang mengalami ekstravasasi meningkatkan
tekanan onkotik pada jaringan yang terbakar, sehingga terjadi perpindahan
cairan intravaskular ke ruang ekstravaskular1.
Gambar 1. Jalur sinyal inferensial yang mengatur permeabilitas
pembuluh darah saaat terjadi luka bakar dan inflamasi1.

Trauma pada jalan nafas dan paru-paru


Udara panas dapat menyebabkan hidung, mulut, lidah, dan palatum
tebakar. Sekali terbakar, batas dari struktur tersebut akan mulai
membengkak. Setelah beberapa jam, akan terjadi gangguan pada laring dan
akan memblok jalan nafas apabila tidak diberikan tatalaksana untuk
mengamankan jalan nafas1.
Banyak gas beracun yang dihasilkan dari api, yang paling sering
adlaah karbon monoksida, merupakan produk dari pembakaran tidak
sempurna yang sering diproduksi pada tempat tertutup. Karbon monoksida
memiliki afinitas ikatan dengan hemoglobin 240 kali lipat lebih kuat
dibanding oksigen, oleh karena itu akan terjadi block transport oksigen.
Konsentrasi karbosihemoglobin pada aliran darah dapat diukur. Apabila
konsentrasinya berkisar pada angka 60% akan menyebabkan kematian1.
Cedera inhalasi disebabkan oleh partikel-partikel kecil di dalam asap,
karena ukurannya yang kecil, partikel tersebut tidak disaring oleh jalan
nafas atas, tetapi dibawa ke parenkim paru-paru. Mereka menempel pada
lapisan lembab, menyebabkan reaksi intens pada alveoli. Pneumonitis kimia
ini menyebabkan edema di dalam kantung alveolar dan mengurangi
pertukaran gas selama masa tersebut 24 jam, dan sering menimbulkan
pneumonia bakteri. Kehadirannya atau ketidakhadiran memiliki pengaruh
yang sangat signifikan terhadap kematian setiap pasien luka bakar1.

6. ASESMEN LUKA
Estimasi luas luka bakar
Terdapat dua faktor yang menentukan beratnya luka bakar, luas dan
kedalaman luka. Mortalitas dihubungkan dengan kedua faktor tersebut,
yaitu usia penderita dan luas luka bakar. Semakin luas luka bakar, semakin
tinggi angka mortalitas.

. Rule of Nines membagi permukaan tubuh ke area seluas 9 atau kelipatan


9%, dengan pengecualian perineum yang diestimasikan seluas 1%.
Namun, selain melakukan perhitungan luas luka bakar, perlu pula
diperhitungkan area yang tidak mengalami luka bakar; kemudian
menggabungkan keduanya hingga mencapai 100%. Cara ini bermanfaat
pada luka bakar yan tidak luas, luka tersebar, atau mereka yang tidak
berkenan menggunakan metode estimasi menurut Rule of Nines.
Perhitungan menggunakan Rule of Nines relatif akurat pada dewasa,
namun tidak demikian halnya pada anak–anak.8 Anak-anak secara
proporsional memiliki kepala dan bahu lebih besar dibandingkan dewasa.
Dalam masa pertumbuhannya, setiap tahun di atas usia satu tahun, maka
ukuran kepala berkurang sekitar 1% dan ukuran tungkai bertambah 0,5%
dibandingkan luas permukaan tubuh hingga usia anak mencapai 10 tahun.
Penerapan Rule of Nines dewasa pada anak-anak akan menyebabkan
kekurangan atau kelebihan estimasi ukuran, dan diikuti konsekuensi
ketidaktepatan dalam perhitungan kebutuhan cairan resusitasi. Atas dasar
hal ini, digunakan Rule of Nines pediatrik.9
Gambar 2. Metode Rule of Nines dewasa dan pediatrik.

Kedalaman luka bakar


Berdasarkan kedalamannya, luka bakar dibedakan menjadi luka
bakar superfisial, sedang dan dalam. Ketiganya masing–masing disebut luka
bakar epidermal, mid–dermal dan deep dermal atau seluru ketebalan kulit.
Pada praktek dilapangan, umumnya dijumpai dalam bentuk gabungan.2

Gambar 3. Kedalaman Luka Bakar pada Kulit4


a. Luka bakar superfisial
Disebut juga luka bakar dangkal. Merupakan bentuk luka bakar yang
memiliki potensi mengalami proses epitelialisasi spontan. Termasuk ke
dalam kategori ini adalah luka bakar epidermal dan dermal bagian
superfisial.6
1. Luka bakar epidermal
Luka bakar ini hanya melibatkan lapis epidermis. Penyebab tersering
adalah paparan sinar matahari atau flash injury minor (percikan api). Lapis
permukaan mengalami kerusakan dan proses penyembuhan berlangsung
melalui regenerasi epidermis yang berasal dari lamina basalis. Dengan
adanya produksi mediator inflamasi, didapatkan hiperemia yang
menyebabkan luka yang kemerahan dan nyeri. Adanya eritema, kerap sulit
dinilai pada seorang yang bewarna kulit gelap. Luka bakar jenis ini
mengalami epitelialisai dalam waktu singkat (dalam 7 hari) tanpa parut
maupun perubahan warna.6 Kadang diperlukan perawatan di rumah askit
untuk manajemen nyeri. Eritema (luka bakar epidermal) tidak
diperhitungkan pada kalkulasi luas luka bakar. Memang untuk membedakan
eritema (luka bakar epidermal) dengan luka bakar superfisial (dermal)
adalah sulit dalam beberapa jam pertama pasca luka bakar.
Tabel 1. Diagnosis kedalaman luka bakar

2. Luka bakar superficial dermal


Luka bakar superficial dermal mengenai epidermis dan lapis dermis
bagian superfisial, yaitu dermal papilae. Ciri khas luka bakar jenis ini yaitu
lepuh (blister, bula). Lapis kulit di atas bula (non–vital) terlepas dari lapis
dermis (vital) karena edema. Edema menyebabkan terlepasnya epidermis
dari lapisan dermis dan proses eksudasi menyebabkan akumulasi cairan dan
mendorong epidermis; lapis epidermis mengalami kematian. Cairan tersebut
selnjutnya menyebabkan kerusakan dermis berlanjut sehingga luka
bertambah dalam. Terpaparnya dermal pailae memberikan warna merah
muda dan karena ujung–ujung saraf sensorik terpapar, maka hal ini diikuti
nyeri yang ekstrim8.
B. Luka bakar mid–dermal
Luka bakar mid–dermal sebagaimana namanya, melibatkan kedalaman
di antara luka bakar superfisial dan luka bakar dalam. Lebih cepat
mengalami epitelialisasi dibandingkan luka bakar dalam. Secara klinis,
terlihat adanya variasi derajat kerusakan pleksus dermal. Trombosis kapiler
dan keterlambatan pengisian kapiler disertai edema dan pembentukan bula
dapat diamati. Jaringan bewarna merah muda lebih gelap dibandingkan luka
bakar superfisial.8
C. Luka bakar dalam
Luka bakar dalam lebih berat dibandingkan dua jenis luka bakar yang
dijelaskan sebelumnya. Proses epitelialisasi spontan tidak terjadi, atau
terjadi dalam waktu relatif panjang dengan skar yang nyata. Luka bakar ini
terdiri dari dermal–dalam dan seluruh ketebalan kulit.
1. Luka bakar deep dermal
Pada luka bakar deep dermal mungkin dapat dijumpai bula, namun di
dasar bula ditunjukkan karakteristik luka bakar dalam, retikulum dermis
menunjukkan warna merah berbercak. Hal ini disebabkan karena
ekstrapasasi hemoglobin dari sel–sel darah merah yang rusak dan keluar
dari pembuluh darah. Pertanda khas pada luka bakar ini adalah suatu
tampilan yang disebut fenomena hilangnya capillary blush. Ini
menunjukkan kerusakan pleksus dermal. Ujung–ujung saraf di lapis dermis
juga mengalami nasib yang sama, karenanya akan diikuti hilang sensasi
terutama saat dilakukan uji pinprick.8
2. Seluruh ketebalan kulit (Full Thickness Burns)
Full thickness burns menyebabkan kerusakan lapis epidermis dan
dermis dan dapat menyebabkan kerusakan struktur jaringan yang lebih
dalam. Pada penampilan klinik dijumpai kulit bewarna putih (dense white,
waxy, dancharredappearance). Ujung saraf sensorik di dermis rusak
sehingga hilang sensasi. Kulit yang mengalami koagulasi menunjukkan
konsistensi seperti kulit ini disebut eskar.

7. Tatalaksana

Gambar. Tatalaksana EMSB

Pertolongan pertama untuk pasien luka bakar adalah stop and cool yaitu
memberhentikan proses pembakaran dan dinginkan luka bakar dengan dialiri air
mengalir selama 20 menit. Hal ini efektif pada tiga jam pertama setelah terjadinya
luka bakar.3

Survei primer

A: pemeliharaan jalan nafas (airway) dengan cervical spine control.

Periksa patensi jalan nafas, paling mudah dengan cara berbicara pada pasien. Jika
patensi jalan nafas buruk, bersihkan jalan nafas dari benda asing dan buka jalan
nafas dengan chin lift/ jaw thrust. Minimalisir pergerakan dengan cervical spine
dan jangan pernah hyperflex atau hyperextend kepala dan leher.

B: Breathing dan ventilasi.

 Paparkan dada dan pastikan bahwa ekspansi rongga toraks adekuat dan
simetri
 Berikan oksigen 100% (15 L/menit) menggunakan non–rebreather mask
 Bila diperlukan, ventilasi menggunakan bag dan sungkup atau, intubasi
bila perlu.
 Keracunan karbon monoksida dapat menyebabkan pasien bewarna merah–
buah cherry, dan pasien tidak bernapas
 Hati–hati bila frekuensi pernapasan <10 atau> 30 kali per menit.
 Waspada pada luka bakar melingkar dada dan apakah memerlukan
eskarotomi

C: Sirkulasi dengan mengontrol perdarahan.

 Lakukan penekanan pada pusat perdarahan


o Pucat menunjukkan kehilangan 30% volume darah.
o Perubahan mental terjadi pada kehilangan 50% volume darah.
 Periksa pulsasi sentral – apakah kuat atau lemah?
 Periksa tekanan darah
 Periksa capillary refill (sentral dan perifer) – normal bila ≤2 detik. Bila >2
detik menunjukkan hipovolemia atau kebutuhan untuk eskarotomi pada
tungkai bersangkutan, periksa tungkai lainnya.
 Masukkan 2 buah kateter IV berdiameter besar, sebaiknya daerah yang
tidak terbakar
 Ambil darah untuk pemeriksaan darah lengkap / ureum kreatinin / fungsi
hati / koagulasi / β–hCG / Cross Match / carboxyhaemoglobin [2, 9].
 Bila pasien syok lakukan resusitasi cairan bolus dengan metode Hartmann
untuk memperbaiki pulsasi radialis.
Pertanda klinis–awal syok biasanya ditimbulkan penyebab lain. Carilah dan
atasi

D: Disability – status neurologis.

Tetapkan derajat kesadaran:


 Lakukan pemeriksaan respon pupil terhadap cahaya. Harus cepat dan
sama.
 Tanggap terhadap hipoksemia dan syok yang menyebabkan kegelisahan
dan penurunan derajat kesadaran

E: Exposure + kontrol lingkungan.

 Lepaskan semua pakaian dan perhiasan termasuk anting dan jam tangan
 Miringkan pasien untuk visualisasi sisi posterior
 Jaga agar pasien tetap hangat
Area luka bakar dihitung menggunakan metode Rule of Nines atau palmaris
(Rule of One)

Fluid, Analgetics, Test and Tube


Hubungan 'Fatt' antara survei primer dan sekunder.

Resusitasi Cairan
Pada luka bakar luas (>20––30% luas permukaan tubuh), jumlah mediator
inflamasi yang diproduksi demikian banyak diikuti peningkatan permeabilitas
yang berlangsung luas hingga dijumpai pembentukan edema yang masif dan
sistemik. Hal ini menyebabkan terjadinya syok hipovolemia dalam waktu singkat.
Hal ini ditunjang adanya kerusakan anatomik endothelial lining sistem
mikrovaskulatur yang terdeteksi pada pemeriksaan mikroskop elektron.1
Formula Parkland direkomendasikan oleh unit luka bakar di seluruh dunia.
Formula tersebut pertama kali dirumuskan oleh Baxter pada tahun 1968 dan digunakan
untuk mengkompensasi hilangnya volume sirkulasi karena luka bakar. Pemberiannya
dengan rumus sebagai berikut:3

Jumlah cairan (ml) = TBSA x Berat Badan (Kg) x 4

8 jam pertama diberikan 50% total cairan. 16 jam berikutnya dilanjutkan


pemberian 50% sisanya. Cairan yang diberikan adalah cairan Hartmann atau
Ringer Laktat, sementara pada anak-anak di tambah maintenance glukosa 5% +
20 mmol Kcl dalam larutan salin 0. 45%. Cairan maintenance untuk anak-anak
dihitung dengan menggunakan rumus 4:2:1:
4 ml/kg/hr up to 10 Kg
+
2 ml/kg/hr from 11-20 kg
+
1 ml/kg/hr for each kg over 20 kg

Metode terbaik dan termudah untu pemantauan kecukupan resusitasi cairan


adalah dengan melakukan pemantauan jumlah produksi urine. Target urin output
dewasa: 0.5mL/kg/jam = 30–50mL/jam dan target pada anak (< 30kg):
1.0mL/kg/jam (rentang 0. 5–2mL/kg/jam).
Bila jumlah produksi urine berkisar pada nilai ini, maka kecukupan perfusi
ke organ akan terpelihara. Produksi urine yang berlebih menunjukkan pemberian
cairan berlebihan dan akan menyebabkan terbentuknya edema masif; produksi
urine yang rendah menunjukkan perfusi ke jaringan yang buruk yang diikuti
kerusakan sel.
Kerusakan jaringan khususnya jaringan otot akibat cedera termal, trauma
tumpul atau iskemia menyebabkan dilepaskannya mioglobin dan hemoglobin
sehingga dapat menimbulkan kondisi berupa hemoglobinuria. Urine yang
mengandung hemochromogen ini menunjukkan warna merah gelap. Gagal gnjal
akut (GGA, Acute kidney injury, AKI) merupakan suatu kondisi yang sangat
mungkin dijumpai karena penimbunan deposit haemochromogen di tubulus
proksimal dan memerlukan terapi yang sesuai berupa pemberian cairan hingga
produksi urine mencapai 2 mL / kg / jam, pertimbangkan pemberian mannitol
12.5g dosis tunggal selama 1 jam / L dalam pola resusitasi cairan dan observasi
respon yang terjadi.3

Analgesia
Untuk meredakan nyeri: berikan morfin iv 0. 05–0.1 mg/kg, lalu dititrasi
untuk memperoleh efek (pemberian dosis lebih kecil secara frekuen akan lebih
aman).3

Test (Pemeriksaan)
Diperlukan pemeriksaan radiologi umtuk menilai adanya trauma lain pada
pasien. Foto radiologi yang umum diperiksa adalah tulang belakang servikal,
toraks, panggul, dan pencitraan lain sesuai indikasi klinis.

Tube

Insersi NGT pada luka bakar luas (> 10% pada anak–anak,> 20% pada
dewasa) bila dijumpai cedera penyerta, atau untuk melakukan dekompresi saluran
cerna. Gastroparesis merupakan hal yang umum terjadi.

Survei sekunder

Pemeriksaan kepala hingga kaki dimulai setelah kondisi mengancam jiwa


diperbaiki.

Riwayat: A – Allergies

M – Medications (obat-obatan)

P – Past illnesses

L – Last meal

E – Events / Enveronment yang berhubungan dengan luka.


BAB III
KESIMPULAN

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan dan atau kehilangan jaringan
yang disebabkan kontak dengan sumber panas dan suhu tinggi (seperti api,air
panas, bahan kimia, listrik dan radiasi) atau suhu yang sangat rendah. Luka bakar
dapat menyebabkan kerusakan jaringan dengan berbagai mekanisme. Kulit adalah
organ yang paling sering kena. Selain kulit, dapat juga terjadi kerusakan di jalan
nafas dan paru-paru yang biasa disebut dengan trauma inhalasi.
Penilaian dalam luka bakar yang paling penting adalah dengan
menghitung estimasi luas tubuh yang terkena luka bakar dengan metode Rule of
Nine dan memperkirakan kedalam luka.
Kasus luka bakar harus segera diidentifikasi kondisi kondisi yang dapat
mengancam nyawa dan dilakukan manajemen emergensi dengan menilai survey
primer yang terdiri dari airway, breathing, circulation, and disability. Pertolongan
pertama dalam luka bakar adalah dengan menghentikan proses pembakaran dan
mendinginkan luka bakar dengan cara mengalirinya dengan air mengalir selama
20 menit.
Terdapat beberapa kondisi yang memerlukan perhatian dan tatalaksana
khusus, contohnya pada luka bakar listrik, luka bakar kimia, dan cedera inhalasi.
Maka dari itu penting untuk dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik secara
singkat untuk segera memberikan tatalaksana khusus yang dibutuhkan oleh pasien
luka bakar.
LAMPIRAN

Telah dilaksanakan micro teaching bersama dr. Mufida Muzakkie Sp.BP-RE


dengan topik “Luka Bakar” pada hari Rabu tanggal 20-03-2019
DAFTAR PUSTAKA

1. Evers LH, Bhavsar D, Mailänder P. The biology of burn injury. Exp


Dermatol. 2010;19(9):777-783.
2. Jackson DM. The diagnosis of the depth of burning. Br J Surg.
1953;40(164):588-596.
3. Emergency Management of Severe Burns. 17th editi. Australia and New
Zealand Burn Association Ltd; 2013.
4. W.F G. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 22nd ed. Jakarta: EGC; 2008.
5. DA B, SM B, Cox N. Rook’s Textbook of Dermatology. 7th ed. Malden:
Blackweel Science; 2004.
6. Shupp JW, Nasabzadeh TJ, Rosenthal DS, Jordan MH, Fidler P, Jeng JC. A
review of the local pathophysiologic bases of burn wound progression. J
Burn care Res. 2010;31(6):849-873.
7. Singh V, Devgan L, Bhat S, Milner SM. The pathogenesis of burn wound
conversion. Ann Plast Surg. 2007;59(1):109-115.
8. Moss LS. Treatment of the burn patient in primary care. Adv Skin Wound
Care. 2010;23(11):517-524.
9. Williams C. Assessment and management of paediatric burn injuries. Nurs
Stand (through 2013). 2011;25(25):60.

Anda mungkin juga menyukai