Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan didalam hidup seseorang merupakan hal yang penting, namun


banyak orang masih belum menyadari bahwa begitu pentingnya kesehatan
didalam kehidupannya. Masyarakat memiliki hak didalam memperoleh
pelayanan kesehatan hal ini berdasarkan undang-undang dasar 1945 yang
tercantum didalam pasal 28 ayat I. Untuk itu diperlukan suatu tindakan yang
harus diambil dalam meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Tindakan yang perlu bagi masyarakat adalah salah satunya dengan promosi
kesehatan. Promosi kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat harus
memiliki prinsip, metode, media juga strategi dan akan diintervensikan ketika
dalam memberikan pelayanan kesehatan pada masyarkat.Sehingga promosi
kesehatan yang diberikan kepada masyarakat dapat dimengerti masyarakat dan
ditampilkan dalam bentuk perubahan perilaku masyarakat yang lebih baik
dalam prilaku kesehatan. Mengingat tugas kita sebgaai tim medis adalah salah
satunya memperkanalkan bagaimana cara hidup sehat dengan masyarakat
maka didalam makalah ini kami akan membahas tentang “Promosi Kesehatan”.

1
B. Rumusan masalah

1. Apa pengertian dari promosi kesehatan?

2. Apa tujuan dari promosi kesehatan?

3. Bagaimana strategi dalam promosi kesehatan?

4. Apa saja ruang lingkup promosi kesehatan?

5. Apa sasaran promosi kesehatan?

6. Bagaimana metode dan media promosi kesehatan?

C. Tujuan

Agar mahasiswa dan mahasiswi mampu memahami tentang pengertian, tujuan,


strategi, ruang lingkup, sasaran, metode dan media promosi kesehatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PROMOSI KESEHATAN

Menurut Green (Notoatmodjo, 2007), promosi kesehatan adalah segala


bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan
ekonomi, politik, dan organisasi, yang direncanakan untuk memudahkan
perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Green juga
mengemukakan bahwa perilaku ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu :

1. Faktor predisposisi (predisposising factors), yang meliputi pengetahuan dan


sikap seseorang.

2. Faktor pemungkin (enabling factors), yang meliputi sarana, prasarana, dan


fasilitas yang mendukung terjadinya perubahan perilaku.

3. Faktor penguat (reinforcing factors) merupakan faktor penguat bagi


seseorang untuk mengubah perilaku seperti tokoh masyarakat, undang-
undang, peraturan-peraturan dan surat keputusan.

Menurut Lawrence Green (1984), promosi kesehatan adalah segala bentuk


kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi,
politik, dan organisasi yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku
dan lingkungan yang baik bagi kesehatan.

Promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan pada masa


lalu, Promosi Kesehatan bukan hanya proses Penyadaran masyarakat atau
pemberian dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja
tetapi juga disertai upaya-upaya memfasilitasi perubahan perilaku.

3
Pada dasarnya tujuan utama promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal,
yaitu :

1. Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat.

2. Peningkatan perilaku masyarakat.

3. Peningkatan status kesehatan masyarakat.

B. TUJUAN PROMOSI KESEHATAN


Green,1991 dalam Maulana,2009,tujuan promosi kesehatan terdiri dari tiga
tingkatan yaitu:
1. Tujuan Program
Refleksi dari fase social dan epidemiologi berupa pernyataan tentang apa
yang akan dicapai dalam periode tertentu yang berhubungan dengan status
kesehatan. Tujuan program ini juga disebut tujuan jangka panjang,
contohnya mortalitas akibat kecelakaan kerja pada pekerja menurun 50 %
setelah promosi kesehatan berjalan lima tahun.
2. Tujuan Pendidikan
Pembelajaran yang harus dicapai agar tercapai perilaku yang diinginkan.
Tujuan ini merupakan tujuan jangka menengah, contohnya : cakupan
angka kunjungan ke klinik perusahaan meningkat 75% setelah promosi
kesehatan berjalan tiga tahun.
3. Tujuan Perilaku
Gambaran perilaku yang akan dicapai dalam mengatasi masalah
kesehatan. Tujuan ini bersifat jangka pendek, berhubungan dengan
pengetahuan, sikap, tindakan, contohnya: pengetahuan pekerja tentang
tanda-tanda bahaya di tempat kerja meningkat 60% setelah promosi
kesehatan berjalan 6 bulan.

4
C. STRATEGI PROMOSI KESEHATAN
Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi
promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari (1) pemberdayaan, yang
didukung oleh (2) bina suasana dan (3) advokasi, serta dilandasi oleh semangat
(4) kemitraan.
1. Pemberdayaan adalah pemberian informasi dan pendampingan dalam
mencegah dan menanggulangi masalah kesehatan, guna membantu
individu, keluarga atau kelompok-kelompok masyarakat menjalani tahap-
tahap tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS. Dalam upaya promosi
kesehatan, pemberdayaan masyarakat merupakan bagian yang sangat
penting dan bahkan dapat dikatakan sebagai ujung tombak. Pemberdayaan
adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau
kelompok (klien) secara terus-menerus dan berkesinambungan mengikuti
perkembangan klien, serta proses membantu klien, agar klien tersebut
berubah dari tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge), dari
tahu menjadi mau (aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu
melaksanakan perilaku yang diperkenalkan (aspek practice). Oleh sebab
itu, sesuai dengan sasaran (klien)nya dapat dibedakan adanya
pemberdayaan individu, pemberdayaan keluarga , pemberdayaan
kelompok/masyarakat. Dalam mengupayakan agar klien tahu dan sadar,
kuncinya terletak pada keberhasilan membuat klien tersebut memahami
bahwa sesuatu (misalnya Diare) adalah masalah baginya dan bagi
masyarakatnya. Sepanjang klien yang bersangkutan belum mengetahui dan
menyadari bahwa sesuatu itu merupakan masalah, maka klien tersebut
tidak akan bersedia menerima informasi apa pun lebih lanjut.
2. Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang
kondusif dan mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan-
panutan dalam mengadopsi PHBS dan melestarikannya. Bina Suasana
adalah upaya menciptakan lingkungan sosial yang mendorong individu
anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang diperkenalkan.
Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu apabila

5
lingkungan sosial di mana pun ia berada (keluarga di rumah, organisasi
siswa/mahasiswa, serikat pekerja/karyawan, orang-orang yang menjadi
panutan/idola, kelompok arisan, majelis agama dan lain-lain, dan bahkan
masyarakat umum) menyetujui atau mendukung perilaku tersebut. Oleh
karena itu, untuk memperkuat proses pemberdayaan, khususnya dalam
upaya meningkatkan para individu dari fase tahu ke fase mau, perlu
dilakukan bina suasana. Terdapat tiga kategori proses bina suasana, yaitu
bina suasana individu, bina suasana kelompok dan bina suasana publik.
a. BINA SUASANA INDIVIDU
Bina suasana individu dilakukan oleh individu-individu tokoh
masyarakat. Dalam kategori ini tokoh-tokoh masyarakat menjadi
individu-individu panutan dalam hal perilaku yang sedang
diperkenalkan. Yaitu dengan mempraktikkan perilaku yang sedang
diperkenalkan tersebut (misalnya seorang kepala sekolah atau pemuka
agama yang tidak merokok). Lebih lanjut bahkan mereka juga bersedia
menjadi kader dan turut menyebarluaskan informasi guna menciptakan
suasana yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.
b. BINA SUASANA KELOMPOK
Bina suasana kelompok dilakukan oleh kelompok-kelompok dalam
masyarakat, seperti pengurus Rukun Tetangga (RT), pengurus Rukun
Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan seni, organisasi Profesi,
organisasi Wanita, organisasi Siswa/mahasiswa, organisasi pemuda,
serikat pekerja dan lain-lain. Bina suasana ini dapat dilakukan bersama
pemuka/tokoh masyarakat yang telah peduli. Dalam kategori ini
kelompok-kelompok tersebut menjadi kelompok yang peduli terhadap
perilaku yang sedang diperkenalkan dan menyetujui atau
mendukungnya. Bentuk dukungan ini dapat berupa kelompok tersebut
lalu bersedia juga mempraktikkan perilaku yang sedang diperkenalkan,
mengadvokasi pihak-pihak yang terkait dan atau melakukan kontrol
sosial terhadap individu-individu anggotanya.

6
c. BINA SUASANA PUBLIK
Bina suasana publik dilakukan oleh masyarakat umum melalui
pengembangan kemitraan dan pemanfaatan media-media komunikasi,
seperti radio, televisi, koran, majalah, situs internet dan lain-lain,
sehingga dapat tercipta pendapat umum. Dalam kategori ini media-
media massa tersebut peduli dan mendukung perilaku yang sedang
diperkenalkan. Dengan demikian, maka media-media massa tersebut
lalu menjadi mitra dalam rangka menyebarluaskan informasi tentang
perilaku yang sedang diperkenalkan dan menciptakan pendapat umum
atau opini publik yang positif tentang perilaku tersebut. Suasana atau
pendapat umum yang positif ini akan dirasakan pula sebagai pendukung
atau “penekan” (social pressure) oleh individu-individu anggota
masyarakat, sehingga akhirnya mereka mau melaksanakan perilaku
yang sedang diperkenalkan.
3. Advokasi adalah pendekatan dan motivasi terhadap pihak-pihak tertentu
yang diperhitungkan dapat mendukung keberhasilan pembinaan PHBS
baik dari segi materi maupun non materi. Advokasi adalah upaya atau
proses yang strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan
dukungan dari pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pihak-pihak yang
terkait ini berupa tokohtokoh masyarakat (formal dan informal) yang
umumnya berperan sebagai narasumber (opinion leader), atau penentu
kebijakan (norma) atau penyandang dana. Juga berupa kelompok-
kelompok dalam masyarakat dan media massa yang dapat berperan dalam
menciptakan suasana kondusif, opini publik dan dorongan (pressure) bagi
terciptanya PHBS masyarakat. Advokasi merupakan upaya untuk
menyukseskan bina suasana dan pemberdayaan atau proses pembinaan
PHBS secara umum. Perlu disadari bahwa komitmen dan dukungan yang
diupayakan melalui advokasi jarang diperoleh dalam waktu singkat. Pada
diri sasaran advokasi umumnya berlangsung tahapan-tahapan, yaitu :
(1) Mengetahui atau menyadari adanya masalah.
(2) Tertarik untuk ikut mengatasi masalah.

7
(3) Peduli terhadap pemecahan masalah dengan mempertimbangkan
berbagai alternatif pemecahan masalah.
(4) Sepakat untuk memecahkan masalah dengan memilih salah satu
alternatif pemecahan masalah.
(5) Memutuskan tindak lanjut kesepakatan. Dengan demikian, maka
advokasi harus dilakukan secara terencana, cermat dan tepat. Bahan-
bahan advokasi harus disiapkan dengan matang, yaitu:
a. Sesuai minat dan perhatian sasaran advokasi.
b. Memuat rumusan masalah dan alternatif pemecahan masalah
c. Memuat peran si sasaran dalam pemecahan masalahBerdasarkan
kepada fakta atau evidence-based
d. Dikemas secara menarik dan jelas
e. Sesuai dengan waktu yang tersedia

Sebagaimana pemberdayaan dan bina suasana, advokasi juga akan lebih


efektif bila dilaksanakan dengan prinsip kemitraan. Yaitu dengan
membentuk jejaring advokasi atau forum kerjasama. Dengan kerjasama,
melalui pembagian tugas dan saling-dukung, maka sasaran advokasi akan
dapat diarahkan untuk sampai kepada tujuan yang diharapkan. Sebagai
konsekuensinya, metode dan media advokasi pun harus ditentukan secara
cermat, sehingga kerjasama dapat berjalan baik.
4. KEMITRAAN
Kemitraan harus digalang baik dalam rangka pemberdayaan maupun bina
suasana dan advokasi guna membangun kerjasama dan mendapatkan
dukungan. Dengan demikian kemitraan perlu digalang antar individu,
keluarga, pejabat atau instansi pemerintah yang terkait dengan urusan
kesehatan (lintas sektor), pemuka atau tokoh masyarakat, media massa dan
lain-lain. Kemitraan harus berlandaskan pada tiga prinsip dasar, yaitu
a. Kesetaraan
Kesetaraan berarti tidak diciptakan hubungan yang bersifat hirarkhis.
Semua harus diawali dengan kesediaan menerima bahwa masingmasing
berada dalam kedudukan yang sama (berdiri sama tinggi, duduk sama

8
rendah). Keadaan ini dapat dicapai apabila semua pihak bersedia
mengembangkan hubungan kekeluargaan. Yaitu hubungan yang
dilandasi kebersamaan atau kepentingan bersama.Bila kemudian
dibentuk struktur hirarkhis (misalnya sebuah tim), adalah karena
kesepakatan.
b. Keterbukaan
Oleh karena itu, di dalam setiap langkah diperlukan adanya kejujuran
dari masingmasing pihak. Setiap usul/saran/komentar harus disertai
dengan alasan yang jujur, sesuai fakta, tidak menutup-tutupi sesuatu.
Pada awalnya hal ini mungkin akan menimbulkan diskusi yang seru
layaknya “pertengkaran”. Akan tetapi kesadaran akan kekeluargaan dan
kebersamaan, akan mendorong timbulnya solusi yang adil dari
“pertengkaran” tersebut.

c. Saling Menguntungkan
Solusi yang adil ini terutama dikaitkan dengan adanya keuntungan yang
didapat oleh semua pihak yang terlibat. PHBS dan kegiatan-kegiatan
kesehatan dengan demikian harus dapat dirumuskan keuntungan-
keuntungannya (baik langsung maupun tidak langsung) bagi semua
pihak yang terkait. Termasuk keuntungan ekonomis, bila mungkin.

D. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan


Ruang lingkup promosi kesehatan berdasarkan aspek pelayanan kesehatan
menurut Notoatmodjo (2007), meliputi :
1. Promosi kesehatan pada tingkat promotif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat pelayanan promotif adalah pada
kelompok orang sehat, dengan tujuan agar mereka mampu meningkatkan
kesehatannya.
2. Promosi kesehatan pada tingkat preventif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini selain pada orang yang sehat
juga bagi kelompok yang beresiko. Misalnya, ibu hamil, para perokok, para

9
pekerja seks, keturunan diabetes dan sebagainya. Tujuan utama dari
promosi kesehatan pada tingkat ini adalah untuk mencegah kelompok-
kelompok tersebut agar tidak jatuh sakit (primary prevention).
3. Promosi kesehatan pada tingkat kuratif.
Sasaran promosi kesehatan pada tingkat ini adalah para penderita penyakit,
terutama yang menderita penyakit kronis seperti asma, diabetes mellitus,
tuberculosis, hipertensi dan sebagainya. Tujuan dari promosi kesehatan
pada tingkat ini agar kelompok ini mampu mencegah penyakit tersebut tidak
menjadi lebih parah (secondary prevention).
4. Promosi kesehatan pada tingkat rehabilitatif.
Sasaran pokok pada promosi kesehatan tingkat ini adalah pada kelompok
penderita atau pasien yang baru sembuh dari suatu penyakit. Tujuan utama
promosi kesehatan pada tingkat ini adalah mengurangi kecacatan seminimal
mungkin. Dengan kata lain, promosi kesehatan pada tahap ini adalah
pemulihan dan mencegah kecacatan akibat dari suatu penyakit (tertiary
prevention) (Notoatmodjo, 2007).
E. SASARAN PROMOSI KESEHATAN
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran,
yaitu :
1. Sasaran Primer
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari
masyarakat. Mereka ini diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang
tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS). Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu
yang mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh:
Sistem nilai dan norma-norma sosial serta norma-norma hukum yang dapat
diciptakan/dikembangkan oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka
informal maupun pemuka formal. Keteladanan dari para pemuka
masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal, dalam

10
mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social
pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat dan pendapat umum (public
opinion). Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya
PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka
yang bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya
perangkat pemerintahan dan dunia usaha.
2. Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
(misalnya pemuka adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka
formal (misalnya petugas kesehatan, pejabat pemerintahan dan lain-lain),
organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka diharapkan dapat
turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) dengan cara:
a. Berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS.
b. Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan
suasana yang kondusif bagi PHBS.
c. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna
mempercepat terbentuknya PHBS.
3. Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan dan bidang-bidang lain yang
berkaitan serta mereka yang dapat memfasilitasi atau menyediakan sumber
daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara:
a. Memberlakukan kebijakan/peraturan perundangundangan yang tidak
merugikan kesehatan masyarakat dan bahkan mendukung terciptanya
PHBS dan kesehatan masyarakat.
b. Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang
dapat mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu
sehat dan keluarga (rumah tangga) pada khususnya serta masyarakat
luas pada umumnya.

11
F. METODE DAN MEDIA PROMOSI KESEHATAN

Menurut Notoatmodjo (2007) dalam bukunya promosi kesehatan dan ilmu


perilaku promosi kesehatan, terdapat beberapa metode pendidikan dan media
promosi kesehatan yang biasa digunakan antara lain :

1. Metode pendidikan individual, merupakan metode pendidikan yang


bersifat perorangan diantaranya: bimbingan atau penyuluhan, dan
wawancara.

2. Metode pendidikan kelompok, dalam metode ini harus diingat bahwa


jumlah populasi yang akan ditujukan haruslah dipertimbangkan. Untuk itu
dapat dibagi menjadi kelompok besar dan kelompok kecil serta kelompok
massa. Apabila peserta lebih dari 15 orang maka dapat dimaksudkan
kelompok besar, dimana dapat menggunakan metode ceramah dan
seminar. Sedangkan disebut kelompok kecil apabila jumlah kurang dari 15
orang dapat menggunakan metode diskusi kelompok, curah pendapat, bola
salju, kelompok kecil, serta memainkan peran. Apabila menggunakan
metode pendidikan massa ditujukan kepada masyarakat ataupun khalayak
yang luas dapat berupa ceramah umum, pesawat televisi, radio, tulisan-
tulisan majalah atau koran, dan lain sebagainya.

3. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah cara menyampaikan sebuah materi pelajaran


dengan cara penuturan lisan kepada siswa atau khalayak ramai (Armai,
2002). Adapun menurut Usman yang dimaksud dengan metode ceramah
adalah teknik penyampaian pesan pengajaran yang sudah lazim
disampaikan oleh para guru di sekolah. Ceramah diartikan sebagai suatu
cara penyampaian bahan secara lisan oleh guru bilamana diperlukan
(Usman, 2002). Menurut Cuban (1993) dalam buku Yamin (2013)
menyebutkan bahwa metode ceramah merupakan metode yang paling
banyak dikritik dari seluruh metode pembelajaran yang digunakann namun
justru terus menjadi metode yang sering digunakan. Hal ini dikarenakan
metode ceramah dapat melakukan hal-hal berikut ini:

12
a. Membantu penerima informasi atau peserta didik memperoleh
informasi yang sulit diperoleh dengan cara-cara lain dimana jika peserta
didik tersebut mempelajari suatu materi akan memakan waktu hingga
berjam-jam lamanya.

b. Membantu penerima informasi dalam memadukan informasi dengan


sumber-sumber yang berbeda.

c. Ketika waktu perencanaan terbatas untuk menyusun konten, ceramah


justru menghemat waktu dan tenaga.

d. Ceramah dapat bersifat fleksibel dan hampir dapat dilakukan pada


semua bidang.

e. Metode ceramah relatif sederhana dibandingkan dengan metode-


metode lainnya.
4. Media Leaflet
Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan dengan kalimat-
kalimat yang singkat, padat, mudah dimengerti dan gambar-gambar yang
sederhana. Ada beberapa yang disajikan secara berlipat. Leaflet
digunakan untuk memberikan keterangan singkat tentang suatu masalah,
misalnya deskripsi pengolahan air di tingkat rumah tangga, gambaran
tentang diare dan penecegahannya, dan lain-lain. Leaflet dapat diberikan
atau disebarkan pada saat pertemuan-pertemuan dilakukan seperti
pertemuan posyandu, kunjungan rumah, dan lain-lain. Leaflet dapat
dibuat sendiri dengan perbanyakan sederhana di tempat cetak seperti di
photo-copy (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Leaflet
merupakan media penyampaian informasi atau pesan melalui lembaran
yang dilipat dengan ukuran relatif kecil. Penyebarannya dilakukan
dengan cara dibagi‐bagikan (Pujiriyanto, 2005). Kegunaan dan
keunggulan dari media leaflet adalah (Ewles & Simnett, 1944):
- Pembaca dapat mempelajari informasi yang diberikan secara mandiri.
- Pembaca dapat melihat isinya pada saat santai.
- Informasi dapat dibagikan kepada keluarga dan teman.

13
- Dapat memberikan detail yang tidak memungkinkan
disampaikan secara lisan.
- Sederhana dan murah
- Pembaca dan pendidik dapat menggunakanya bersama-sama untuk
mempelajari informasi yang rumit.
Penggunaan leaflet juga memiliki beberapa keterbatasan, antara lain
(Ewles & Simnett, 1944):
- Leaflet profesional sangat mahal.
- Leaflet tidak tahan lama dan mudah hilang.
- Materi yang diproduksi massal dirancang untuk sasaran yang
bersifat umum, sehingga kemungkinan tidak cocok untuk semua
orang.
- Dapat diabaikan jika tidak didukung dengan keaktifan dari pendidik
untuk melibatkan responden dalam membaca dan menggunakan
materi dari leaflet.
Kustiono (2000) berpendapat bahwa dalam memilih media mencakup
4 syarat, yaitu: kemudahan memperolehnya, kemudahan dalam
menggunakan, dapat digunakan berulang kali dan dalam situasi yang
berlainan, fleksibel

14
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Promosi kesehatan merupakan revitalisasi pendidikan kesehatan pada masa lalu,
Promosi Kesehatan bukan hanya proses Penyadaran masyarakat atau pemberian
dan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan saja tetapi juga
disertai upaya-upaya memfasilitasi perubahan perilaku. Adapun tujuan utama
promosi kesehatan adalah untuk mencapai 3 hal, yaitu :

1. Peningkatan pengetahuan atau sikap masyarakat.

2. Peningkatan perilaku masyarakat.

3. Peningkatan status kesehatan masyarakat.


Menyadari rumitnya hakikat dari perilaku, maka perlu dilaksanakan strategi
promosi kesehatan paripurna yang terdiri dari (1) pemberdayaan, yang didukung
oleh (2) bina suasana dan (3) advokasi, serta dilandasi oleh semangat (4) kemitraan.
Dalam pelaksanaan promosi kesehatan dikenal adanya 3 (tiga) jenis sasaran, yaitu
primer, sekunder, dan tersier. Dimana ruang lingkup promosi kesehatan
berdasarkan aspek pelayanan kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), meliputi :
promosi kesehatan pada tingkat promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

15

Anda mungkin juga menyukai