Laporan Proposal Seminar Awal METODH
Laporan Proposal Seminar Awal METODH
M5 ( METHODE )
terdiri dari tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu tim
grup dilakukan oleh ketua kelompok. Selain itu, ketua tim bertanggung
1) Keuntungan
terjamin.
Perencanaan:
masing.
keperawatan.
kelolaan.
secara jelas.
penyampaian informasi.
ruangan
Pengarahan:
manajemen.
Melalui supervisi:
keperawatan dilaksanakan.
melaksanakan tugasnya.
kesalahan.
Pengawasan:
keperawatan.
anggota tim/pelaksana.
pasien.
v. Menyelenggarakan konferensi
Perencanaan:
keperawatan.
kedaruratan.
tim.
lain.
Pengarahan:
pelaksana.
Pengawasan:
Melalui evaluasi:
disusun.
melaksanakan tugas.
sikap.
asuhan keperawatan.
Perencanaan:
terima tugas.
asuhan keperawatan.
keperawatan tim.
lain.
lainnya.
Pengarahan:
asuhan keperawatan.
Pengawasan:
kondisi pasien.
Hasil Kajian
adalah metode TIM seperti kepala ruangan, ketua tim dan perawat
kurang terutama pada shift siang dan malam, karena pada shift siang
dan malam hanya ada 3-4 perawat yang bertugas yang terdiri dari 1
B.
Kesimpulan :
a) Pengkajian Keperawatan
Format pengkajian sudah tersedia dari pihak rumah sakit
b) Diagnosa Keperawatan
pengkajian pasien.
c) Rencana Keperawatan
Hasil Kajian
Kategori Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Rumus :
Total
Hasil :
20
24
Keterangan :
120
100
100 100 100 100 100
80
60
40
20
0
pengkajian diagnosa perencanaan implementasi evaluasi
keperawatan
Kesimpulan:
Dari diagram di atas didapatkan hasil bahwa dokumentasi pada ruang Cikuray 1 sudah optimal dimana
2) Discharge Planning
Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan dan aktivitas-aktivitas yang terlibat
dalam pemberian asuhan keperawatan yang berkelanjutan dan terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga
The Royal Marsden Hospital (2014) menyatakan bahwa discharge planning merupakan proses mengidentifikasi
kebutuhan pasien dan perencanaannya dituliskan untuk memfasilitasi kelanjutan suatu pelayanan kesehatan dari suatu
lingkungan ke lingkungan lain. Discharge planning dilakukan sejak pasien diterima di suatu pelayanan kesehatan di
rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek (Sommerfeld, 2001).
Menurut The Royal Marsden Hospital (2004) dalam Siahaan (2009) menyatakan bahwa tujuan dilaksanakannya
i. Untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di transfer ke rumah atau ke suatu
ii. Menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan untuk mempertemukan
iii. Memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang
Menurut Spath (2003) dalam Nursalam & Efendi (2008), perencanaan pulang mempunyai manfaat sebagai berikut :
i. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada pasien yang dimulai dari Rumah Sakit
ii. Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk mrenjamin kontinuitas perawatan
pasien
iii. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan pasien dan mengidentifikasi
iv. Membantu kemandirian dan kesiapan pasien dalam melakukan perawatan di rumah.
Hasil Kajian
Berdasarkan hasil wawancara pada 19 Februari 2019 dengan salah satu pasien yang akan pulang tentang
penyampaian discharge planning sebelum pasien pulang, pasien mengatakan perawat hanya menginformasikan untuk
melanjutkan pengobatan dan memberikan resep obat tapi tidak memberikan informasi lain terkait pencegahan serta
1, mengatakan bahwa perawat di Ruang Cikuray 1 selalu melakukan discharge planning setiap pasien mulai masuk ke
ruangan sampai akan pulang, Discharge planning dilakukan meliputi catatan pemberian informasi dan edukasi (Asuhan
Keperawatan, Pencegahan dan pengendalian infeksi, perencanaan dan informasi sarana dan prasarana ruangan),
Assesment discharge planning yang diisi selama perawatan pasien dan Checlist Kepulangan (Nasehat untuk melanjutkan
pengobatan, resep, melepas infus/tube/kateter, barang pribadi dan dokumen) dengan adanya nama dan ttd perawat yang
Kesimpulan :
Discharge planning yang dilakukan oleh perawat di ruang cikuray 1 sudah optimal, Perawat ruangan pun
Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu acara dalam menyampaikan suatu (laporan) yang
berkaitan dengan keadaan klien. Handover adalah waktu di mana terjadi perpindahan atau transfer tanggung jawab
terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan antisipasinya. Tujuan dari timbang terima
b) Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada klien.
c) Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya.
Timbang terima (handover) memiliki tujuan untuk mengakurasi, mereliabilisasi komunikasi tentang
perpindahan informasi yang relefan yang digunakan untuk kesinambungan dalam keselamatan dan keefektifan
dalam bekerja.
a) Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan menginspirasikan perasaan perawat.
b) Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan keputusan dan tindakan keperawatan.
b) Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan di sampaikan.
c) Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab shift selanjutnya meliputi :
d) Penyampaian timbang terima di atas harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-buru
e) Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung melihat keadaan pasien. (Nursalam, 2002).
Pada saat operan antara perawat, diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang kebutuhan pasien, intervensi yang
sudah dan yang belum dilaksanakan, serta respon yang terjadi pada pasien (Nursalam, 2011).
Komunikasi yang efektif dalam lingkungan perawatan kesehatan membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan
empati. Untuk itu diperlukan pendekatan sistematik untuk memperbaiki komunikasi tersebut salah satunya dengan
cara komunikasi teknik SBAR. Komunikasi SBAR adalah komunikasi dengan menggunakan alat yang logis untuk
mengatur informasi sehingga dapat ditransfer kepada orang lain secara akurat dan efisien (Nursalam, 2008).
b) Nyatakan masalah secara singkat : apa, kapan dimulai, dan tingkat keparahan.
2) B (Background).
a) Daftar pasien
b) Nomor medical record
f) Hasil laboratorium dengan tanggal dan waktu pengambilan serta hasil dari tes laboratorium sebagai
pembanding
Background merupakan informasi penting tentang apa yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini.
3) A (Assessment/pengkajian)
4) R (Recommendation)
Recommendation merupakan apa saja hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien pada saat ini.
Hasil Kajian
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan yang dilakukan di ruang Cikuray 1 pada tanggal 20 Februari
2019, timbang terima (operan) sudah dilakukan pada setiap pergantian shift dari malam ke pagi, lalu pagi ke siang dan
malam, timbang terima (operan) dilakukan dengan menemui pasien di mulai dari kamar 1a-9a sampai dengan 1b-4b,
dengan penggunaan komunikasi SBAR. Isi timbang terima meliputi nama, ruang pasien, diagnosa medis, kondisi pasien,
intervensi yang telah dan belum dilakukan, terapi yang diberikan. Dan timbang terima di tulis di kertas masing-masing
Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 20 Februari 2019 hanya beberapa perawat di ruangan yang melakukan
timbang terima antara shift malam dengan shift pagi. Pada saat operan penggunaan komunikasi dengan cara SBAR belum
optimal hal ini atas hasil observasi oleh perawat pelaksana. Dan tidak memperkenalkan perawat yang akan berdinas
selanjutnya.
Per tanggal 20-21 Februari 2019, pada hari kerja didapatkan hasil bahwa kegiatan timbang terima dilakukan di
nurse station dan juga di ruangan pasien dengan melibatkan semua perawat jaga. Isi timbang terima meliputi nama, ruang
pasien, diagnosa medis, kondisi pasien, intervensi yang telah dan belum dilakukan, terapi yang diberikan. Dan timbang
terima di tulis di kertas masing-masing agar setiap perawat mempunyai catatan timbang terima. Dan tidak
Kesimpulan :
Timbang terima yang di lakukan oleh perawat di ruangan Cikuray 1 dengan mengunjungi pasien dengan
keseluruhan tim serta menanyakan kondisi pasien saat ini secara langsung. Penggunaan SBAR sudah cukup baik
tapi terkadang penulisan SBAR tidak secara menyeluruh pada bagian B (Background) dan A (Assesment) kadang
tidak terkaji dan pada saat timbang terima dilakukan tidak memperkenalkan perawat yang akan berdinas
selanjutnya.
Pre Conference
Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan
pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim. Isi pre conference adalah rencana tiap
perawat (rencana harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ tim.
1) Tujuan :
a) Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan asuhan dan merencanakan evaluasi
hasil
2) Kegiatan :
c) Ketua tim atau PJ tim memberikan masukan dan tindakan lanjut terkait dengan asuhan yang diberikan saat itu
Post Conference
Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang shift dan
sebelum operan kepada shift berikutnya. Isi post conference adalah hasil asuhan keperawatan dan hal penting untuk
operan (tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau PJ tim.
1) Tujuan
Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian masalah dan membandingkan masalah yang
dijumpai.
2) Kegiatan :
b) Ketua tim atau PJ tim menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikan
c) Ketua tim atau PJ tim yang menanyakan tindak lanjut asuhan keperawatan keperawatan yang harus dioperkan
Hasil Kajian
Berdasarkan observasi pada tanggal 19 Februari 2019 di ruangan Cikuray 1 sudah dilakukan pre dan post
conference dimana perawat merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan merencanakan intervensi
untuk yang dinas selanjutnya di nurse station. Pada pergantian shift malam ke pagi dilakukan pre conference dan post
Hasil konfirmasi kepala ruangan pada tanggal 21 Februari 2019 untuk tindakan pre dan post conference
dilakukan dengan cara yang tidak begitu formal, dimana pre dan post conference dilakukan selama dinas dan
melakukan tindakan.
Kesimpulan :
Pre conference dan post conference dilakukan oleh perawat di ruangan Cikuray 1 sudah dilakukan tetapi
belum optimal, tidak secara formal dan tidak sesuai tata cara pre conference dan post conference yang
sebagaimana mestinya.
3) Ronde Keperawatan
Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yang
dilaksanakan oleh perawat disamping melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan.
Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, perawat associate, yang perlu
juga melibatkan seluruh anggota TIM (Nursalam, 2007). Dalam ronde keperawatan metode yang digunakan adalah
dengan cara diskusi, adapun alat bantu yang digunakan yaitu sarana diskusi : buku, pulpen, status/dokumentasi
masalah.
5) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorinetasi pada masalah pasien
5) Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan denagan tepat dan benar.
d. Pasien yang dipilih untuk melakukan ronde keperawatan adalah pasien yang memiliki kriteria sebagai berikut :
1) Mempunyai masalah keperawatn yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan tindakan keperawatan
e. Kegiatan Ronde
1) Pra Ronde
a) Menentukan kasus dan topic (masalah yang tiak teratasi dan masalah yang langka)
d) Membuat proposal
f) Diskusi : apa diagnosis keperawatan, apa data yang mendukung, bagaimana intervensi yang sudah
2) Pelaksanaan Ronde
a) Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan kepada masalah keperawatan dan
rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu
didiskusikan.
3) Pasca Ronde
Hasil Kajian
Hasil dari wawancara pada perawat yang berdinas pada tanggal 19 Februari 2019, diketahui bahwa
ruangan tidak pernah melakukan ronde keperawatan, dikarenakan pasien yang datang di ruang Cikuray 1 hanya
beberapa hari dan tidak ada kasus yang berat di ruang Cikuray 1. Hasil konfirmasi Kepala Ruangan pada tanggal 21
Februari 2019 ronde keperawatan memang belum pernah dilaksanakan, tetapi dengan cara yang bersifat konsul dengan
DPJP, untuk secara rapat bersama merencanakan ronde keperawatan belum ada. Jika dilihat dari kesesuain
pelaksanaan ronde keperawatan memang belum terlaksana secara optimal pada ruangan.
Kesimpulan :
Di ruang cikuray 1 tidak pernah dilakukan Ronde Keperawatan karena pasien yang berada di ruang
Supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manager melalui aktifitas bimbingan, pengarahan,
observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani, 2006).
Apabila supervise dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya
i) Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan
peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang
ii) Supervisi dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin
berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta, dan sarana)
b) Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Sejalan
dengan tujuan utama yang ingin dicapai, staf supervise harus edukatif dan suportif, bukan otoriter. Supervisi harus
dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terjalin kerja
sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama saat proses penyelesaian masalah, dan untuk lebih
mengutamakan kepentingan bawahan. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilaksanakan harus sesuai dengan
kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu
c) Pelaksana supervisi
Menurut Bachtiar dan Suarly (2010), yang bertanggung jawab dalam smelaksanakan supervisi adalah atasan yang
memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi
Hasil Analisa :
Pada saat observasi pada tanggal 19-21 Februari 2019 supervisi rumah sakit mengontrol ke ruangan dan
disampaikan kepada kepala ruangan. Hal-hal yang disupervisikan antara lain jumlah pasien dan perawat yang bertugas,
prosedur asuhan keperawatan, dokumentasi keperawatan serta kendala-kendala yang dialami selama melakukan
asuhan keperawatan. Di ruangan Cikuray 1 setiap hari melakukan supervisi dari perawat kepada pasien dan terdapat
Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan pada tanggal 21 Februari 2019, supervisi dilakukan setiap
hari setiap pergantian shift yaitu pagi ke siang dan malam ke pagi.
Kesimpulan :
Supervisi yang dilakukan sudah baik dengan melakukan pendataan setiap ruangan dan sudah sesuai
Menurut WHO dalam Nasronudin (2007), universal precautions merupakan suatu pedoman yang ditetapkan oleh
the Centers for Disease Control and Prevention CDC Atlanta dan the Occupational Safety and Health Administration
(OSHA), untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan fasilitas pelayanan
kesehatan. Sementara itu menurut Kurniawati dan Nursalam (2007), kewaspadaan Universal (KU) atau Universal
Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas
Kurniawati dan Nursalam (2007), menyebutkan bahwa Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan :
Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan
kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah.
b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat seperti berisiko
Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan
melalui darah maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah diagnosis maupun yang belum diketahui.
c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien
Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari risiko terpajan oleh infeksi HIV
namun juga melindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa
oleh petugas.
Universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain yang bersifat nosokomial terutama
Perilaku hand hygiene perawat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap
pencegahan terjadinya infeksi nosokomial (INOS) di rumh sakit. Tenaga kesehatan yang paling rentan dalam
penularan infeksi adalah perawat, karena selama 24 jam mendampingi pesien maka diasumsikan ikut mengambil peran
yang cukup besar dalam memberikan kontribusi terhadap pencegahan infeksi nosokomial.
Hand hygiene (kebersihan tangan) merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi (Potter & Perry, 2003) dalam (Zulpahiyana, 2013). Menurut Van dan Enk (2006) dalam
Zulpahiyana (2013), hand hygiene adalah cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial. Tujuan hand
hygiene untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel ditangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba
Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global Patient Safety a World Alliance for Safer Health Caredengan Save
Lives Clean You Hands, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan Hand Hygiene untuk petugas kesehatan dengan
My Five Moment for Hand Hygiene adalah melakukan cuci tangan:sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum
melakukan prosedur bersih/steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien resiko tinggi, setelah bersentuhan
dengan pasien, setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien (WHO, 2009).
Hasil Kajian
Berdasarkan hasil observasi tanggal 19-21 Februari 2019 perawat di ruang Cikuray 1 dari 21 perawat hanya 80%
perawat yang sudah melakukan kebersihan tangan menurut 6 langkah dari WHO menggunakan desinfektan berbasis air
mengalir dengan sabun dan handrub cuci tangan dilakukan di setiap melakukan tindakan aseptik, namun kepatuhan
perawat dalam melakukan handhygiene 5 moment belum sepenuhnya terlaksana. Kebanyakan perawat hanya melakukan
cuci tangan pada saat setelah melakukan tindakan terutama tindakan invasif.
Kesimpulan :
Kepatuhan cuci tangan perawat sudah cukup optimal dengan 6 langkah tetapi perawat ruang Cikuray 1
belum melaksanakan 5 moment dengan optimal. Dimana yang sering dilakukan oleh perawat pada 5 moment yaitu
setelah melakukan tindakan aseptik, setelah kontak dengan pasien dan setelah terpapar dengan lingkungan pasien.
Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh personil apabila berada pada
suatu tempat kerja yang berbahaya. Menurut Suma’mur (2009) alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk
melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Jadi alat pelindung diri adalah merupakan salah
satu cara untuk mencegah kecelakaan dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh akan tetapi
Hasil Kajian
Dari hasil pengamatan selama beberapa hari dari tanggal 19-21 Februari 2019 didapatkan hasil bahwa perawat
pelaksana sudah melakukan tindakan pencegahan infeksi atau patuh menggunakan APD sesuai prosedur. Dari 21 orang
jumlah perawat semuanya sudah menggunakan APD sesuai prosedur dalam melakukan tindakan invasif.
Pertanggal 20 Februari 2019 didapatkan perawat melakukan tindakan invasif (pengambilan darah) menggunakan
alat pelindung diri (handscoon). Dari hasil konfirmasi kepala ruangan pada tanggal 21 Februari 2018 diketahui bahwa
APD diruangan sudah lengkap dan semua perawat sadar dan patuh dalam penggunaannya.
Kesimpulan :
Dari hasil survey pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang Cikuray 1 didapatkan hasil bahwa tenaga
kesehatan yang berada di ruang Cikuray 1 sudah cukup dalam kepedulian safety menggunakan APD sesuai situasi
yang diperlukan.
3) Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI (Penularan Penyakit Infeksius) berupa pengelolaan
limbah rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, baik limbah yang terkontaminasi maupun yang tidak
Hasil Kajian
Berdasarkan observasi pada tanggal 19-21 Februari 2019 di ruang Cikuray 1 pengelolaan sampah dan linen belum
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh PPI (Penularan Penyakit Infeksius). Hanya terdapat beberapa seperti
terdapat 3 tempat sampah yaitu kuning untuk sampah infeksius dan hitam untuk sampah non-infeksius, tidak terdapat
limbah farmasi, terdapat safety box untuk jarum sekali pakai, sedangkan untuk linennya belum dipisahkan antara linen
Kesimpulan :
Pengelolaan limbah ruang Cikuray 1 masih belum sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh PPI,
dimana belum terdapat limbah farmasi dan pemisahan linen yang terdapat cairan tubuh pasien dan linen
kering.
1) Sentralisasi Obat
Sentralisasi obat adalah pengelolaan seluruh obat yang seluruhnya dilakukan oleh perawat untuk administrasi ke
pasien. Proses sentralisasi obat meliputi pembuatan strategi persiapan sentralisasi obat, persiapan sarana yang
dibutuhkan, membuat petunjuk teknis penyelenggaraan sentralisasi obat, dan pendokumentasian hasil pelaksanaan
(Nursalam, 2015).
Pelaksanaan sentralisasi obat secara optimal, dengan kepemimpinan kepala ruangan, serta pengetahuan perawat
dapat mempengaruhi proses ketepatan pemberian obat oleh perawat dengan prinsip 6 T (tepat pasien, tepat obat, tepat
dosis, tepat rute, tepat waktu dan tepat dokumentasi) dan 1 W (waspada efek samping), sehingga diharapkan tidak
terjadi kesalahan pemberian obat selama proses perawatan pasien (Kee & Hayes, 1996; Elliott & Liu, 2010).
Kontroling terhadap penggunanan dan konsumsi obat sebagai salah satu peran perawat perlu dilakukan dalam
asuhan pola dan alur yang sistematis sehingga penggunaan obat benar-benar dapat dikontrol oleh perawat sehingga
resiko kerugian baik secara material maupun secara non material dapat diminimalisir. Format sentralisasi obat berisi
Hasil Kajian
Dari hasil wawancara dan pengamatan tanggal 19 Februari 2019, dapat disimpulkan bahwa persiapan obat injeksi
sudah dilakukan ditempat sentralisasi obat, dengan klasifikasi pasien masuk lalu dilakukan visit dokter, dokter menulis
di kartu obat pasien, lalu diterima oleh farmasi, selanjutnya diterima oleh perawat ruangan, selanjutnya perawat
memberikan obat kepada pasien sesuai dengan anjuran dan waktu yang ditentukan. Dalam pelaksanaan daripemberian
obat rata-rata perawat tidak melakukan identifikasi pasien sebelum memberikan obat, namun hanya sebagian perawat
Saat pemberian injeksi, spuit yang dipakai hanya diberi identitas seperti nama pasien saja, jenis obat yang akan
diberikan tidak diberi lebel atau tidak dituliskan pada spuit. Cairan infus diletakkan di lemari penyimpanan obat,
namun pelebelan plabot rata-rata tidak dicantumkan identitas pasien, jam pemberian, obat yang dicampur, tetesan obat
serta ttd perawat yang menggantinya. Saat pemberian obat injeksi ataupun oral diberikan sesuai jadwal dan obat
Hasil observasi pada tanggal 19-21 Februari 2019 yang dilakukan pada setiap tindakan pemberian obat dan
keperawatan yang dilakukan ditemukan bahwa prinsip 6 benar belum dilakukan secara sempurna oleh masing-masing
perawat yang melakukan tindakan, namun kendala yang ada adalah perawat hanya melakukan identifikasi pasien
meliputi nama saja dan belum disertai tanggal lahir pasien atau nomor rekam medik dalam setiap pemberian obat.
Dari hasil wawancara dengan wakil karu pada tanggal 22 Februari 2019 bahwa pada saat memberikan obat para
perawat terkadang melakukan double check dengan menanyakan nama pasien dan langsung melihat ke gelang pasien.
Kesimpulan :
Dalam melakukan pemberian obat untuk ruangan Cikuray 1 masih belum optimal di karenakan untuk
double cek obat pada pasien belum terlaksana, seperti menanyakan nama dan tanggal lahirnya kembali.
Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan (WHO). Keselamatan pasien menurut Sunaryo
(2009) adalah ada tidak adanya kesalahan atau bebas dari cidera karena kecelakaan. Keselamatan pasien di rumah
sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi assesment risiko,
identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien pelaporan dan analisis insiden. Kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan pencegahan
terjadiya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
d. Terlaksananya program–program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan
(KTD)
Selain dari standar keselamatan, ada lagi yang menjadi poin penting dalam pelaksanaan keselamatan pasien yaitu
sasaran keselamat pasien atau Patient Safety Goals. Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan
di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh komisi akreditasi rumah sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada
Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRSI), dan Joint Commission International (JCI).
Menurut Joint Commission International (2013) terdapat enam sasaran keselamatan pasien yaitu:
Hasil analisa dari observasi selama 3 hari pada tanggal 19-21 Februari 2019 mengenai keselamatan pasien yang
dilakukan di Ruang Cikuray 1, rata-rata perawat belum menerapkan IPSG secara efektif berdasarkan tabel berikut:
Dilakukan Perawat
IPSG Kesimpulan
Ya Tidak
Ketepatan identifikasi pasien Belum
- Nama pasien √ sempurna
- Tanggal lahir pasien √
- Nomor rekam medik pasien. √
Peningkatan komunikasi yang efektif Cukup baik
- Memakai teknik SBAR √
- Memakai teknik TBAK √
Peningkatan keamanan obat yang Belum
perlu diwaspadai (high alert) cek Sempurna
NORUM
- Nama √
- Obat √ √
- Rupa √
- Ucapan √
- Mirip
Pengurangan resiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan Belum
- Penggunaan APD √ Sempurna
- Membersihkan tangan 6 langkah √
- Pengelolaan limbah sampah √
Kesimpulan :
Dari hasil tabel diatas dalam prosedur sudah cukup dilakukan dengan baik, namun pada pelaksanaanya belum sesuai
karena pada saat akan memberikan obat dari hasil observasi pada tanggal 19-21 Februari 2019 masih ada yang belum sesuai
pada patient safety terutama pada identifikasi pasien, hanya pemberian nama, ketika di pasiennya pun tidak diidentifikasi
lagi terhadap tanggal lahir, nomer medrek dan obat yang akan diberi serta tidak dibeikan label hanya menanyakan nama
Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah sistem yang disusun untuk memudahkan, merapihkan dan menertibkan
pekerjaan. Sistem ini berisi urutan proses melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir. Sailendra, (2015:11) menyatakan
“Standard Operating Procedure (SOP) merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi
atau perusahaan berjalan dengan lancar”. Menurut Hartatik (2014:35) Standard Operating Procedure (SOP) adalah satu set
instruksi tertulis yang digunakan untuk kegiatan rutin atau aktivitas yang berulang kali dilakukan oleh sebuah organisasi.
Sedangkan Budihardjo (2014:7) menyatakan “Standard Operating Procedure (SOP) adalah suatu perangkat lunak pengatur,
yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja tertentu.”
Hasil Kajian
Dari hasil pengamatan dan observasi per tanggal 19 Februari 2019, didapatkan hasil bahwa ruangan memiliki 15 SOP
tetapi hanya beberapa mengenai tindakan keperawatan, akan tetapi setelah dikonfirmasi kepada kepala ruangan dikatakan bahwa
ruangan lebih menitik beratkan pada SOP pelayanan. Untuk pembaharuan SOP dilakukan 3 tahun yang lalu.
Kesimpulan :
Ruang Cikuray 1 memiliki 15 SOP dan hanya beberapa mengenai tindakan keperawatan serta ruang cikuray 1
Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur,
proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan dapat dinilai
pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait
erat, karena melalui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk (Wilkinson, 2006).
Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan
efektifitas manajemen organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim
sehingga dapat ditata siapa yang bertanggung jawab mengembangkan standar bagaimana proses pengembangan tersebut. Standar
asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat professional untuk memberdayakan proses
keperawatan. Standar finansial juga harus dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi
Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti merancang kebutuhan dan jumlah tenaga
berdasarkan volume kerja, standar pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi perawat
professional sebagai persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam tatanan pelayanan keperawatan professional (Suparti,
2005).
Hasil Kajian
Berdasarkan hasil wawancara oleh pembimbing klinik di ruangan cikuray 1 pada tanggal 19-20 Februari 2019 didapatkan
keterangan mengenai Standar Asuhan Keperawatan sudah sesuai dengan penerapan yang ada di ruangan. Jumlah SAK yang ada
di ruangan cikuray 1 sebanyak 10 Standar Asuhan Keperawatan. Tetapi masih dalam proses pembaharuan.
Berdasarkan hasil Observasi di lapangan pada tanggal 19-20 Februari 2019 didapatkan hasil di ruang cikuray 1 standar
asuhan keperawatan yaitu yang paling sering digunkan yaitu Hipertermi, Resiko Kekurangan Cairan, Nyeri, dan Gangguan
pemenuhan nutrisi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sudah sesui dengan standar asuhan keperawatan.
Kesimpulan :
Jumlah SAK yang ada di ruangan cikuray 1 sebanyak 10 Standar Asuhan Keperawatan. Tetapi masih dalam proses
pembaharuan.
Berdasarkan pendapat dari Wibisono (2006, p. 43), Visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau
impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. Atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan
Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana organisasi harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Visi
adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh organisasi.
Menurut Wibisono (2006,p.46) Misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasan eksistensi
organisasi, yang memuat apa yang disediakan oleh perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa. Pengertian
misi adalah tujuan dan alasan yang memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. Misi pada dasarnya hanya
bukan usaha formal untuk memperjelas apa yang dikehendaki, namun misi merupakan tahapan aksi yang akan dilaksanakan dari
Hasil Kajian
Dari hasil pengamatan dan konfirmasi kepada kepala ruangan pada tanggal 19 Februari 2019 didapatkan hasil bahwa
ruangan belum memiliki visi dan misi ruangan tersendiri. Ruangan hanya memiliki visi dan misi dari rumah sakit yang tertera di
Kesimpulan :
Visi misi ruang cikuray 1 masih sama dengan visi misi rumah sakit.
Struktur Organisasi
Hasil Kajian
Dari hasil observasi dan pengamatan pada tanggal 19 februari 2019, belum terdapat bentuk fisik struktur organisasi di
Hasil Kajian
Dari hasil pengamatan pada tanggal 19 Februari 2019 di setiap alat yang tersedia di ruangan cikuray 1 hanya beberapa
yang memiliki instruksi kerja alat yaitu syringe pump dan infus pump. Hasil konfirmasi dengan kepala ruangan pada tanggal 21
Februari 2019 pada kepala ruangan instruksi kerja alat merupakan tanggung jawab Bag. Penunjang Medis. Dan di ruangan tidak
tersedia.
Kesimpulan :
Intruksi kerja alat di ruang cikuray 1 belum tertera pada setiap alat, dikarenakan intruksi alat tersebut
Hasil Kajian
Dari hasil wawancara dengan pembimbing klinik pada tanggal 19 Februari 2019 alur (pasien masuk, pasien pulang, pasien
khusus kegawatdaruratan
Booking ruangan (ruangan multikasus/semua kasus dan termasuk anak & ruangan dinas TNI/PNS/Keluarga/Anak/Istri Dokter)
pasien pulang
Pasien meninggal
RJP
TOTAL 1 2,6
Kelemahan ( W )
1. Metode TIM belum dilakukan 0,3 2 0,6
secara optimal
2. Timbang terima belum dilakukan 0,3 3 0,9
secara optimal dimana timbang
terima tidak dilakukan langsung di
ruang masing-masing tim, tapi
seluruh tim ikut berkeliling
keseluruh ruang perawatan.
3. Kepatuhan perawat dalam
melakukan handhygiene 5 moment 0,2 2 0,4
belum sepenuhnya terlaksana. Dari
21 perawat hanya 80% melakukan
cuci tangan pada saat setelah kontak
dengan pasien, setelah melakukan
tindakan aseptic, dan setelah
terpapar dengan lingkungan pasien.
4. Rata–rata perawat belum
menerapkan IPSG dengan baik
salah satunya mengenai Identifikasi 0,2 1 0,2
pasien yang belum sempurna
dilakukan oleh perawat, misalnya
pada saat melakukan tindakan
hanya memvalidasi nama saja dan
terkadang langsung melihat ke
gelang pasien.
TOTAL 1 2,1
Peluang ( O )
1. Kepercayaan pasien dan masyarakat 0,3 2 0.6
pada perawat diruang Cikuray 1
sangat baik O-T =
2. Adanya kebijakan dari rumah sakit 0,4 3 1.2 2,4-1 =
untuk melanjutkan pendidikan 1,4
3. Adanya sosialisasi proses belajar
anatara mahasiswa dengan perawat
ruangan 0,3 2 0,6
TOTAL 1 2,4
Ancaman ( T )
1. Resiko terjadinya cedera pada 1 1 1
pasien
TOTAL 1 1
A. Identifikasi masalah
Diagram 3.1 Analisa SWOT Kajian Implementasi
Opportunity
Y (+)
Kuadran III 4
Kuadran I
2
Metodh
1,5
0,5
X (- ) X (+)
Strength
Kuadran II
Kuadran
IV
Y (-)
Threat
POA (Planning Of Action)