Anda di halaman 1dari 66

1.

M5 ( METHODE )

a. Penentuan metode keperawatan sesuai kebutuhan

Ada beberapa pendekatan tentang metode pembagian tugas menurut

Nursalam (2015), salah satu diantaranya adalah metode TIM.

Metode ini menggunakan tim yang terdiri dari anggota yang

berbeda-beda dalam memberikan asuhan keperawatan terhadap

sekelompok klien. Perawat ruangan dibagi menjadi 2 – 3 tim yang

terdiri dari tenaga profesional, teknikal, dan pembantu dalam satu tim

kecil yang saling membantu. Pembagian tugas di dalam kelompok atau

grup dilakukan oleh ketua kelompok. Selain itu, ketua tim bertanggung

jawab dalam mengarahkan anggota tim sebelum tugas dan menerima

laporan kemajuan pelayanan perawatan klien, serta membantu anggota

tim dalam menyelesaikan tugas apabila mengalami kesulitan,

selanjutnya ketua tim yang melaporkan kepada kepala ruangan tentang

kemajuan pelayanan/asuhan keperawatan terhadap klien.

1) Keuntungan

a) Memungkinkan pelayanan keperawatan yang menyeluruh.

b) Mendukung pelaksanaan proses keperawatan.

c) Memungkinkan komunikasi antar tim sehingga konflik mudah

diatasi dan memberi kepuasan kepada anggota tim.


2) Kelemahan

Komunikasi antara anggota tim terbentuk terutama dalam bentuk

konferensi tim, yang biasanya membutuhkan waktu dimana sulit

untuk melaksanakan pada waktu-waktu sibuk.

3) Konsep metode tim

a) Ketua tim sebagai perawat profesional harus mampu

menggunakan berbagai tehnik kepemimpinan.

b) Pentingnya komunikasi yang efektif agar kontinuitas rencana

terjamin.

c) Anggota tim harus menghargai kepemimpinan ketua tim.

d) Peran kepala ruangan penting dalam metode tim.

4) Tugas dan Fungsi pihak – pihak dalam metode TIM

a) Fungsi kepala ruangan

i. Menentukan standar pelaksanaan kerja.

ii. Memberi pengarahan kepada ketua dan anggota tim.

iii. Supervisi dan evaluasi tugas staf.

b) Tugas kepala ruangan

 Perencanaan:

 Menunjuk ketua tim yang bertugas di kamar masing-

masing.

 Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya.

 Mengidentifikasi tingkat ketergantungan pasien.


 Mengidentifikasi jumlah perawat yang dibutuhkan

berdasarkan aktifitas dan kebutuhan pasien.

 Merencanakan metode penugasan dan penjadwalan staf.

 Merencanakan `strategi pelaksanaan asuhan

keperawatan.

 Merencanakan kebutuhan logistik dan fasilitas ruangan

kelolaan.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

 Pengorganisasian dan ketenagaan :

 Merumuskan metode penugasan keperawatan.

 Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan.

 Merumuskan rincian tugas ketua tim dan anggota tim

secara jelas.

 Membuat rentang kendali diruang rawat.

 Mengatur dan mengendalikan tenaga keperawatan, misal:

membuat roster dinas, mengatur tenaga yang ada setiap

hari sesuai dengan jumlah dan kondisi pasien.

 Mengatur dan mengendalikan pelaksanaan

asuhan keparawatan dalam bentuk diskusi, bimbingan dan

penyampaian informasi.

 Mengatur dan mengendalikan logistik dan fasilitas

ruangan

 Mengatur dan mengendalikan situasi lahan praktek.


 Mendelegasikan tugas kepada ketua tim.

 Melakukan koordinasi dengan tim kesehatan lain.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

 Pengarahan:

 Memberi pengarahan tentang penugasan kepada ketua tim.

 Memberikan pengarahan kepada ketua tim tentang

pelaksanaan asuhan keperawatan dan fungsi-fungsi

manajemen.

 Menginformasikan hal-hal yang dianggap penting dan

berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien.

 Memberikan motivasi dalam meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap.

 Melalui supervisi:

 Supervisi langsung terhadap pelaksanaan asuhan

keperawatan melalui pengamatan sendiri atau laporan

langsung secara lisan dari ketua tim.

 Supervisi tidak langsung dengan cara mengecek,

membaca dan memeriksa rencana keperawatan serta

catatan yang dibuat selama dan sesudah proses

keperawatan dilaksanakan.

 Memperbaiki, mengatasi kelemahan atau kendala yang

terjadi pada saat itu juga.


 Membimbing bawahan yang kesulitan dalam

melaksanakan tugasnya.

 Memberi pujian kepada bawahan yang melaksanakan

tugas dengan baik.

 Memberi teguran kepada bawahan yang membuat

kesalahan.

 Melibatkan bawahan sejak awal hingga akhir kegiatan.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

 Pengawasan:

 Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi

langsung dengan ketua tim maupun anggota tim/

pelaksana mengenai asuhan keperawatan yang diberikan

secara langsung kepada pasien.

 Melalui evaluasi: mengevaluasi upaya/ kerja ketua tim

dan anggota tim/ pelaksana dan membandingkan dengan

peran masing-masing serta dengan rencana keperawatan

yang telah disusun.

 Memberi umpan balik kepada ketua tim.

 Mengatasi masalah dan menetapkan upaya tindak lanjut.

 Pengendalian logistik dan fasilitas ruangan.

 Memperhatikan aspek etik dan legal dalam pelayanan

keperawatan.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.


5) Tugas dan Fungsi Ketua Tim

a) Fungsi Ketua Tim

i. Membuat perencanaan berdasarkan tugas dan

kewenangannya yang didelegasikan oleh kepala ruangan.

ii. Membuat penugasan, supervisi dan evaluasi kinerja

anggota tim/pelaksana.

iii. Mengetahui kondisi pasien dan dapat menilai kebutuhan

pasien.

iv. Mengembangkan kemampuan anggota tim/pelaksana

v. Menyelenggarakan konferensi

b) Tugas Ketua Tim

 Perencanaan:

 Mengikuti serah terima pasien dari shift sebelumnya

bersama kepala ruangan.

 Bersama kepala ruangan melakukan pembagian tugas

untuk anggota tim/pelaksana.

 Menyusun rencana asuhan keperawatan.

 Menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan asuhan

keperawatan.

 Memberi pertolongan segera pada pasien dengan masalah

kedaruratan.

 Melakukan ronde keperawatan bersama kepala ruangan.

 Mengorientasikan pasien baru.


 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

 Pengorganisasian dan ketenagaan:

 Merumuskan tujuan dari metode penugasan keperawatan

tim.

 Bersama kepala ruangan membuat rincian tugas untuk

anggota tim/pelaksana sesuai dengan perencanaan

terhadap pasien yang menjadi tanggung jawabnya dalam

pemberian asuhan keperawatan.

 Melakukan pembagian kerja anggota tim/ pelaksana sesuai

dengan tingkat ketergantungan pasien.

 Melakukan koordinasi pekerjaan dengan tim kesehatan

lain.

 Mengatur waktu istirahat untuk anggota tim/ /pelaksana.

 Mendelegasikan tugas pelaksanaan proses keperawatan

kepada anggota tim/pelaksana.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

 Pengarahan:

 Memberi pengarahan tentang tugas setiap anggota tim/

pelaksana.

 Memberikan informasi kepada anggota tim/ pelaksana

yang berhubungan dengan asuhan keperawatan.

 Melakukan bimbingan kepada anggota tim/ pelaksana

yang berhubungan dengan asuhan keperawatan.


 Memberi pujian kepada anggota tim/ pelaksana yang

melaksanakan tugasnya dengan baik, tepat waktu,

berdasarkan prinsip, rasional dan kebutuhan pasien.

 Memberi teguran kepada anggota tim/pelaksana yang

melalaikan tugas atau membuat kesalahan.

 Memberi motivasi kepada anggota tim/pelaksana.

 Melibatkan anggota tim/ pelaksana dari awal sampai

dengan akhir kegiatan.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

 Pengawasan:

 Melalui komunikasi: mengawasi dan berkomunikasi

langsung dengan anggota tim/ pelaksana asuhan

keperawatan kepada pasien.

 Melalui supervisi: melihat/ mengawasi pelaksanaan

asuhan keperawatan dan catatan keperawatan yang dibuat

oleh anggota tim/ pelaksana serta menerima/ mendengar

laporan secara lisan dari anggota tim/pelaksana tentang

tugas yang dilakukan.

 Memperbaiki, mengatasi kelemahan atau kendala yang

terjadi pada saat itu juga.

 Melalui evaluasi:

 Mengevaluasi kinerja dan laporan anggota tim/

pelaksana dan membandingkan dengan peran masing-


masing serta dengan rencana keperawatan yang telah

disusun.

 Penampilan kerja anggota tim/ pelaksana dalam

melaksanakan tugas.

 Upaya peningkatan kemampuan, keterampilan dan

sikap.

 Memberi umpan balik kepada anggota tim/ pelaksana.

 Mengatasi masalah dan menetapkan upaya tindak lanjut.

 Memperhatikan aspek etik dan legal dalam pelaksanaan

asuhan keperawatan.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian.

6) Tugas dan Fungsi Perawat Pelaksana

 Perencanaan:

 Bersama kepala ruang dan ketua tim mengadakan serah

terima tugas.

 Menerima pembagian tugas dari ketua tim.

 Bersama ketua tim menyiapkan keperluan untuk pelaksanaan

asuhan keperawatan.

 Mengikuti ronde keperawatan bersama kepala ruangan.

 Menerima pasien baru.

 Melakukan pelaporan dan pendokumentasian

 Pengorganisasian dan ketenagaan:


 Menerima penjelasan tujuan dari metode penugasan

keperawatan tim.

 Menerima rincian tugas dari ketua tim sesuai dengan

perencanaan terhadap pasien yang menjadi tanggung

jawabnya dalam pemberian asuhan keperawatan.

 Melaksanakan tugas yang diberikan oleh ketua tim.

 Melaksanakan koordinasi pekerjaan dengan tim kesehatan

lain.

 Menyesuaikan waktu istirahat dengan anggota tim/ pelaksana

lainnya.

 Melaksanakan asuhan keperawatan.

 Menunjang pelaporan dan pendokumentasian tindakan

keperawatan yang dilakukan.

 Pengarahan:

 Menerima pengarahan dan bimbingan dari ketua tim tentang

tugas setiap anggota tim/ pelaksana.

 Menerima informasi dari ketua tim berhubungan dengan

asuhan keperawatan.

 Menerima pujian dari ketua tim.

 Dapat menerima teguran dari ketua tim apabila melalaikan

tugas atau membuat kesalahan.

 Mempunyai motivasi terhadap upaya perbaikan.

 Terlibat aktif dari awal sampai dengan akhir kegiatan.


 Menunjang pelaporan dan pendokumentasian.

 Pengawasan:

 Menyiapkan dan menunjukkan bahan yang diperlukan untuk

proses evaluasi serta terlibat aktif dalam mengevaluasi

kondisi pasien.

 Menunjang pelaporan dan pendokumentasian

Hasil Kajian

Berdasarkan hasil observasi dan pengamatan pada tanggal 19

February 2019, didapatkan bahwa yang diterapkan di ruang Cikuray 1

adalah metode TIM seperti kepala ruangan, ketua tim dan perawat

pelaksana. Untuk seluruh pihak yang terdapat dalam tim Jumlah

perawat di ruangan Cikuray 1 ada 21 perawat termasuk 1 karu, 1 wakil

karu, 2 case manager, dan 2 CI (Clinical Instruktur). Ruang Cikuray 1

belum terdapat struktur organisasi yang jelas

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Ruangan pada tanggal

20 february 2019 metode yang ditetapkan di ruang Cikuray 1 adalah

metode TIM dimana seorang Karu membawahi Katim dan Katim

membawahi beberapa perawat pelaksana. Akan tetapi pada

pelaksanaannya setiap perawat masih memegang wing A dan wing B

tidak terfokus terhadap setiap wing nya, dikarenakan pasien di ruang

Cikuray 1 itu multikasus serta jumlah SDM/tenaga perawat di ruangan

kurang terutama pada shift siang dan malam, karena pada shift siang
dan malam hanya ada 3-4 perawat yang bertugas yang terdiri dari 1

Kepala Shift, 1 perawat pelaksana Tim A dan 1 perawat pelaksana Tim

B.

Kesimpulan :

Metode Tim di ruang cikuray 1 sudah cukup baik tetapi pada

pelaksanaannya setiap perawat masih memegang wing A dan wing

B tidak terfokus terhadap setiap wing nya, dikarenakan pasien di

ruang Cikuray 1 multikasus serta jumlah SDM/tenaga perawat di

ruangan kurang terutama pada shift siang dan malam.

b. Efektifitas dokumentasi keperawatan yang digunakan

1) Dokumentasi Standar Keperawatan

Dokumentasi merupakan catatan otentik dalam penerapan

manajamen asuhan keperawatan profesional. Ners profesional

diharapkan dapat menghadapi tuntutan tanggung jawab dan

tanggung gugat terhadap segala tindakan yang dilaksanakan.

Kesadaran masyarakat terhadap hukum semakin meningkat

sehingga dokumentasi yang lengkap dan jelas sangat dibutuhkan

(Ali, 2010). Di ruangan Cikuray 1 pendokumentasian status pasien

didokumentasikan oleh perawat penanggung jawab kamar dari

tiap shift. Berdasarkan hasil studi dokumentasi pada tanggal 18-21

februari 2019 didapatkan hasil sebagai berikut:

a) Pengkajian Keperawatan
Format pengkajian sudah tersedia dari pihak rumah sakit

sehingga mempermudah perawat dalam melakukan

pengkajian pada pasien. Pengkajian format dokumentasi

dilakukan secara observasi, studi dokumentasi dan wawancara

kepada perawat. Pengkajian pasien dilakukan sesuai format

yang telah disediakan rumah sakit dan pengkajian fisik

dilakukan oleh perawat.

b) Diagnosa Keperawatan

Hasil observasi dan studi dokumentasi di ruangan Cikuray

1 dalam status pasien terdapat diagnosa dan rencana asuhan

keperawatan yang ditentukan langsung setelah dilakukan

pengkajian pasien.

c) Rencana Keperawatan

Hasil dari observasi dan studi dokumentasi dalam status

pasien rencana asuhan keperawatan langsung dicantumkan

setelah penentuan diagnosa keperawatan hasil dari pengkajian.

Lembar rencana asuhan keperawatan sudah tersedia di ruangan

Cikuray 1 berupa lembar isi yang ditulis secara manual dengan

kolom : tanggal, no. dx, pengkajian, diagnosa, tujuan dan

intervensi, tanda tangan dan nama perawat. Namun tidak

disertai oleh daftar check list tindakan yang sudah dilakukan

sesuai dengan masalah keperawatan.


d) Implementasi

Hasil observasi dan studi dokumentasi implementasi sudah

tersedia di format ruangan dengan format lembaran :

tanggal/waktu, pengkajian (assessment), instruksi dan

pelaksanaan (order and implementation) dan nama jelas dan

tanda tangan petugas.

e) Evaluasi dan Catatan Perkembangan

Hasil observasi dan studi dokumentasi dalam status pasien

implementasi yang dilakukan di Ruang Cikuray 1

menggunakan format SOAP dan dituliskan dalam status pasien

setelah rencana keperawatan di implementasikan kepada

pasien. Format catatan perkembangan berisi : tanggal, jam,

perkembangan pasien, nama jelas dan tanda tangan perawat.

Hasil Kajian

Berdasarkan hasil analisa data format Standar Asuhan Keperawatan

(Dokumentasi Keperawatan) dari 20 buku status pasien setiap lembar

dokumentasi terisi lengkap. Kelengkapan format dokumentasi asuhan

keperawatan ruangan disesuaikan dengan standar Instrumen A DepKes

(1995) dengan hasil :


Nomor Rekam Medik
00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00 00
No Aspek yang dinilai 57 16 14 54 57 00 01 45 21 56 57 02 12 06 18 16 57 48 16 17 Ket.
65 41 52 04 66 17 90 93 73 99 42 15 23 62 49 41 42 67 83 31
87 64 34 77 46 77 26 82 55 48 95 09 11 72 24 64 95 37 48 37
1. Pengkajian √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Mencatat data yang dikaji
sesuai dengan pedoman √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
pengkajian
Data dikelompokkan (bio,
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
psiko, sosial, spiritual)
Data dikaji sejak pasien
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
masuk sampai pulang
Masalah dirumuskan
berdasarkan kesenjangan
antara status kesehatan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
dengan norma dan pola
fungsi kehidupan
2. Diagnosa Keperawatan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Diagnosa keperawatan
berdasarkan masalah yang √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
telah dirumuskan.
Diagnosa keperawatan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
mencerminkan PE / PES.
Merumuskan diagnosa
keperawatan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
aktual/potensial.
3 Perencanaan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Berdasarkan diagnosa
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
keperawatan.
Disusun menurut urutan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
prioritas
Rumusan tujuan
mengandung komponen
pasien/subyek, perubahan, √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Rperilaku, kondisi pasien
dan atau kriteria.
Rencana tindakan
mengacu pada tujuan
dengan kalimat perintah,
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
terinci dan jelas atau
melibatkan
pasien/keluarga.
Rencana tindakan
menggambarkan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
keterlibatan
pasien/keluarga
Rencana tindakan
menggambarkan kerja
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
sama dengan tim
kesehatan lain
4. Implementasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Tindakan dilaksanakan
mengacu pada rencana √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
perawatan
Perawat mengobservasi
respon pasien terhadap √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
tindakan keperawatan
Revisi tindakan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
berdasarkan hasil evaluasi.
Semua tindakan yang telah
dilaksanakan dicatat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
ringkas dan jelas.
5. Evaluasi √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Evaluasi mengacu pada
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
tujuan
Hasil evaluasi dicatat √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
6. Catatan Asuhan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Keperawatan.
Menulis pada format yang
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
baku.
Pencatatan dilakukan
sesuai dengan tindakan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
yang dilaksanakan
Pencatatan ditulis dengan
jelas, ringkas, istilah yang √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
baku dan benar.
Setiap melakukan
tindakan/kegiatan perawat
mencantumkan paraf/nama √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
jelas, dan tanggal jam
dilakukannya tindakan.
Berkas catatan
keperawatan disimpan
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
sesuai dengan ketentuan
yang berlaku
Persentasi 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

Kategori Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Rumus :

Total

Presentasi = Jumlah berkas x Jumlah X 100% = Hasil

aspek yang dinilai

Hasil :

20

Presentasi = 20 X 100% = 100%

24

Berdasarkan table tersebut diketahui bahwa dari 20 status pasien, diperoleh

hasil catatan perkembangan 100%

Keterangan :

Tanda ceklis (√) : Lengkap = bernilai 10

Tanda silang (x) : Tidak lengkap = bernilai 0


Dokumentasi
Asuhan Keperawatan
catatan perkembangan

120

100
100 100 100 100 100
80

60

40

20

0
pengkajian diagnosa perencanaan implementasi evaluasi
keperawatan

Kesimpulan:

Dari diagram di atas didapatkan hasil bahwa dokumentasi pada ruang Cikuray 1 sudah optimal dimana

semua asuhan keperawatan tercatatat lengkap (100%).

2) Discharge Planning
Discharge planning (perencanaan pulang) adalah serangkaian keputusan dan aktivitas-aktivitas yang terlibat

dalam pemberian asuhan keperawatan yang berkelanjutan dan terkoordinasi ketika pasien dipulangkan dari lembaga

pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2005).

The Royal Marsden Hospital (2014) menyatakan bahwa discharge planning merupakan proses mengidentifikasi

kebutuhan pasien dan perencanaannya dituliskan untuk memfasilitasi kelanjutan suatu pelayanan kesehatan dari suatu

lingkungan ke lingkungan lain. Discharge planning dilakukan sejak pasien diterima di suatu pelayanan kesehatan di

rumah sakit dimana rentang waktu pasien untuk menginap semakin diperpendek (Sommerfeld, 2001).

a) Tujuan Discharge Planning

Menurut The Royal Marsden Hospital (2004) dalam Siahaan (2009) menyatakan bahwa tujuan dilaksanakannya

discharge planning adalah :

i. Untuk mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk di transfer ke rumah atau ke suatu

lingkungan yang dapat disetujui.

ii. Menyediakan informasi tertulis dan verbal kepada pasien dan pelayanan kesehatan untuk mempertemukan

kebutuhan mereka dalam proses pemulangan.

iii. Memfasilitasi proses perpindahan yang nyaman dengan memastikan semua fasilitas pelayanan kesehatan yang

diperlukan telah dipersiapkan untuk menerima pasien.


iv. Mempromosikan tahap kemandirian yang tertinggi kepada pasien dan keluarga dengan menyediakan serta

memandirikan aktifitas perawatan diri

b) Manfaat Discharge Planning

Menurut Spath (2003) dalam Nursalam & Efendi (2008), perencanaan pulang mempunyai manfaat sebagai berikut :

i. Dapat memberikan kesempatan untuk memperkuat pengajaran kepada pasien yang dimulai dari Rumah Sakit

ii. Dapat memberikan tindak lanjut secara sistematis yang digunakan untuk mrenjamin kontinuitas perawatan

pasien

iii. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan pasien dan mengidentifikasi

kekambuhan atau kebutuhan perawat baru

iv. Membantu kemandirian dan kesiapan pasien dalam melakukan perawatan di rumah.

Hasil Kajian

Berdasarkan hasil wawancara pada 19 Februari 2019 dengan salah satu pasien yang akan pulang tentang

penyampaian discharge planning sebelum pasien pulang, pasien mengatakan perawat hanya menginformasikan untuk

melanjutkan pengobatan dan memberikan resep obat tapi tidak memberikan informasi lain terkait pencegahan serta

perawatan yg dapat dilakukan dirumah agar tidak terjadi kekambuhan penyakit.


Sementara berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan pada tanggal 20 Februari 2019 di ruang Cikuray

1, mengatakan bahwa perawat di Ruang Cikuray 1 selalu melakukan discharge planning setiap pasien mulai masuk ke

ruangan sampai akan pulang, Discharge planning dilakukan meliputi catatan pemberian informasi dan edukasi (Asuhan

Keperawatan, Pencegahan dan pengendalian infeksi, perencanaan dan informasi sarana dan prasarana ruangan),

Assesment discharge planning yang diisi selama perawatan pasien dan Checlist Kepulangan (Nasehat untuk melanjutkan

pengobatan, resep, melepas infus/tube/kateter, barang pribadi dan dokumen) dengan adanya nama dan ttd perawat yang

sudah melakukan pengkajian di lembar edukasi kebutuhan pasien pulang.

Kesimpulan :

Discharge planning yang dilakukan oleh perawat di ruang cikuray 1 sudah optimal, Perawat ruangan pun

tidak lupa untuk mendokumentasikan secara tertulis.

c. Efektifitas komunikasi trapeutik

1) Timbang Terima (Operan)

Nursalam (2008), menyatakan timbang terima adalah suatu acara dalam menyampaikan suatu (laporan) yang

berkaitan dengan keadaan klien. Handover adalah waktu di mana terjadi perpindahan atau transfer tanggung jawab

tentang pasien dari perawat yang satu ke perawat yang lain.


Tujuan dari handover adalah menyediakan waktu, informasi yang akurat tentang rencana perawatan pasien,

terapi, kondisi terbaru, dan perubahan yang akan terjadi dan antisipasinya. Tujuan dari timbang terima

a) Menyampaikan masalah, kondisi, dan keadaan klien (data fokus).

b) Menyampaikan hal-hal yang sudah atau belum dilakukan dalam asuhan keperawatan kepada klien.

c) Menyampaikan hal-hal penting yang perlu segera ditindaklanjuti oleh dinas berikutnya.

d) Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.

Timbang terima (handover) memiliki tujuan untuk mengakurasi, mereliabilisasi komunikasi tentang

perpindahan informasi yang relefan yang digunakan untuk kesinambungan dalam keselamatan dan keefektifan

dalam bekerja.

Timbang terima (handover) memiliki 2 fungsi utama, yaitu :

a) Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan menginspirasikan perasaan perawat.

b) Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan keputusan dan tindakan keperawatan.

Langkah-Langkah dalam timbang terima

a) Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.

b) Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan di sampaikan.

c) Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab shift selanjutnya meliputi :

i. Kondisi atau keadaan pasien secara umum


ii. Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan

iii. Rencana kerja untuk dinas yang menerima laporan

d) Penyampaian timbang terima di atas harus dilakukan secara jelas dan tidak terburu-buru

e) Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung melihat keadaan pasien. (Nursalam, 2002).

Pada saat operan antara perawat, diperlukan suatu komunikasi yang jelas tentang kebutuhan pasien, intervensi yang

sudah dan yang belum dilaksanakan, serta respon yang terjadi pada pasien (Nursalam, 2011).

Komunikasi yang efektif dalam lingkungan perawatan kesehatan membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan

empati. Untuk itu diperlukan pendekatan sistematik untuk memperbaiki komunikasi tersebut salah satunya dengan

cara komunikasi teknik SBAR. Komunikasi SBAR adalah komunikasi dengan menggunakan alat yang logis untuk

mengatur informasi sehingga dapat ditransfer kepada orang lain secara akurat dan efisien (Nursalam, 2008).

Menurut Nursalam (2008), konsep SBAR yaitu :

1) S (Situation). Merupakan kondisi terkini yang sedang terjadi pada pasien.

a) Mengidentifikasi diri, unit, pasien, dan nomor kamar.

b) Nyatakan masalah secara singkat : apa, kapan dimulai, dan tingkat keparahan.

2) B (Background).

Sediakan informasi latar belakang yang sesuai dengan situasi, meliputi:

a) Daftar pasien
b) Nomor medical record

c) Membuat diagnosa dan tanggal pendiagnosaan

d) Daftar obat terkini, alergi, dan hasil laboratorium

e) Hasil terbaru TTV pasien

f) Hasil laboratorium dengan tanggal dan waktu pengambilan serta hasil dari tes laboratorium sebagai

pembanding

g) Informasi klinik lainnya

Background merupakan informasi penting tentang apa yang berhubungan dengan kondisi pasien terkini.

3) A (Assessment/pengkajian)

Assesment merupakan hasil pengkajian dari kondisi pasien yang terkini.

4) R (Recommendation)

Recommendation merupakan apa saja hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah pasien pada saat ini.

Hasil Kajian

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan yang dilakukan di ruang Cikuray 1 pada tanggal 20 Februari

2019, timbang terima (operan) sudah dilakukan pada setiap pergantian shift dari malam ke pagi, lalu pagi ke siang dan

malam, timbang terima (operan) dilakukan dengan menemui pasien di mulai dari kamar 1a-9a sampai dengan 1b-4b,
dengan penggunaan komunikasi SBAR. Isi timbang terima meliputi nama, ruang pasien, diagnosa medis, kondisi pasien,

intervensi yang telah dan belum dilakukan, terapi yang diberikan. Dan timbang terima di tulis di kertas masing-masing

agar setiap perawat mempunyai catatan timbang terima.

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 20 Februari 2019 hanya beberapa perawat di ruangan yang melakukan

timbang terima antara shift malam dengan shift pagi. Pada saat operan penggunaan komunikasi dengan cara SBAR belum

optimal hal ini atas hasil observasi oleh perawat pelaksana. Dan tidak memperkenalkan perawat yang akan berdinas

selanjutnya.

Per tanggal 20-21 Februari 2019, pada hari kerja didapatkan hasil bahwa kegiatan timbang terima dilakukan di

nurse station dan juga di ruangan pasien dengan melibatkan semua perawat jaga. Isi timbang terima meliputi nama, ruang

pasien, diagnosa medis, kondisi pasien, intervensi yang telah dan belum dilakukan, terapi yang diberikan. Dan timbang

terima di tulis di kertas masing-masing agar setiap perawat mempunyai catatan timbang terima. Dan tidak

memperkenalkan perawat yang akan berdinas selanjutnya.

Kesimpulan :

Timbang terima yang di lakukan oleh perawat di ruangan Cikuray 1 dengan mengunjungi pasien dengan

keseluruhan tim serta menanyakan kondisi pasien saat ini secara langsung. Penggunaan SBAR sudah cukup baik

tapi terkadang penulisan SBAR tidak secara menyeluruh pada bagian B (Background) dan A (Assesment) kadang
tidak terkaji dan pada saat timbang terima dilakukan tidak memperkenalkan perawat yang akan berdinas

selanjutnya.

2) Pre Conference dan Post Conference

Pre Conference

Pre conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan untuk rencana kegiatan

pada shift tersebut yang dipimpin oleh ketua tim atau penanggung jawab tim. Isi pre conference adalah rencana tiap

perawat (rencana harian), dan tambahan rencana dari katim dan PJ tim.

1) Tujuan :

a) Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien, merencanakan asuhan dan merencanakan evaluasi

hasil

b) Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui di lapangan

c) Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan pasien

2) Kegiatan :

a) Ketua tim atau PJ tim membuka acara


b) Ketua tim atau PJ tim menanyakan rencana harian masing-masing perawat pelaksana

c) Ketua tim atau PJ tim memberikan masukan dan tindakan lanjut terkait dengan asuhan yang diberikan saat itu

d) Ketua tim atau PJ tim memberikan reinforcement

e) Ketua tim atau PJ tim menutup acara

(Modul MPKP, 2006).

Post Conference

Post conference adalah komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan sepanjang shift dan

sebelum operan kepada shift berikutnya. Isi post conference adalah hasil asuhan keperawatan dan hal penting untuk

operan (tindak lanjut). Post conference dipimpin oleh katim atau PJ tim.

1) Tujuan

Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian masalah dan membandingkan masalah yang

dijumpai.

2) Kegiatan :

a) Ketua tim atau PJ tim membuka acara

b) Ketua tim atau PJ tim menanyakan kendala dalam asuhan yang telah diberikan

c) Ketua tim atau PJ tim yang menanyakan tindak lanjut asuhan keperawatan keperawatan yang harus dioperkan

kepada perawat shift berikutnya.


d) Ketua tim atau PJ tim menutup acara

(Modul MPKP, 2006)

Hasil Kajian

Berdasarkan observasi pada tanggal 19 Februari 2019 di ruangan Cikuray 1 sudah dilakukan pre dan post

conference dimana perawat merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan merencanakan intervensi

untuk yang dinas selanjutnya di nurse station. Pada pergantian shift malam ke pagi dilakukan pre conference dan post

conference pada dinas selanjutnya.

Hasil konfirmasi kepala ruangan pada tanggal 21 Februari 2019 untuk tindakan pre dan post conference

dilakukan dengan cara yang tidak begitu formal, dimana pre dan post conference dilakukan selama dinas dan

melakukan tindakan.

Kesimpulan :
Pre conference dan post conference dilakukan oleh perawat di ruangan Cikuray 1 sudah dilakukan tetapi

belum optimal, tidak secara formal dan tidak sesuai tata cara pre conference dan post conference yang

sebagaimana mestinya.

3) Ronde Keperawatan

Ronde keperawatan adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan pasien yang

dilaksanakan oleh perawat disamping melibatkan pasien untuk membahas dan melaksanakan asuhan keperawatan.

Pada kasus tertentu harus dilakukan oleh perawat primer atau konselor, kepala ruangan, perawat associate, yang perlu

juga melibatkan seluruh anggota TIM (Nursalam, 2007). Dalam ronde keperawatan metode yang digunakan adalah

dengan cara diskusi, adapun alat bantu yang digunakan yaitu sarana diskusi : buku, pulpen, status/dokumentasi

keperawatan pasien, materi yang disampaikan secara lisan.

a. Karakteristik pasien yang dapat dilakukan ronde keperawatan :

1) Pasien dilibatkan secara langsung

2) Pasien merupakan focus kegiatan

3) PA, PP, dan konselor melakukan diskusi pertama

4) Konselor memfasilitasi kreatifitas


5) Konselor membantu mengembangakan kemampuan PA dan PP dalam meningkatkan kemampuan mengatasi

masalah.

b. Tujuan Ronde Keperawatan

1) Menyelesaikan masalah pasien melalui pendekatan berfikir kritis

2) Menumbuhkan cara berfikir kritis dan sistematis

3) Menignkatkan kemampuan validasi data pasien

4) Meningkatkan kemampuan menentukan diagnose keperawatan

5) Menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorinetasi pada masalah pasien

6) Meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan

7) Meningkatkan kemampuan justifikasi

8) Meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja

c. Manfaat Ronde Keperawatan

1) Masalah pasien dapat teratasi

2) Kebutuhan pasien dapat teratasi

3) Terciptanya komunikasi keprawatan yang professional

4) Terjalinnya kerjasam antar tim kesehatan

5) Perawat dapat melaksanakan model asuhan keperawatan denagan tepat dan benar.
d. Pasien yang dipilih untuk melakukan ronde keperawatan adalah pasien yang memiliki kriteria sebagai berikut :

1) Mempunyai masalah keperawatn yang belum teratasi meskipun sudah dilakukan tindakan keperawatan

2) Pasien dengan kasus baru atau langka.

e. Kegiatan Ronde

1) Pra Ronde

a) Menentukan kasus dan topic (masalah yang tiak teratasi dan masalah yang langka)

b) Menentukan tim ronde

c) Mencari sumber atau literature

d) Membuat proposal

e) Mempersiapkan pasien : informed concent dan pengkajian

f) Diskusi : apa diagnosis keperawatan, apa data yang mendukung, bagaimana intervensi yang sudah

dilakukan, dan apa hambatan yang ditemukan selama perawatan

2) Pelaksanaan Ronde

a) Penjelasan tentang pasien oleh perawat primer yang difokuskan kepada masalah keperawatan dan

rencana tindakan yang akan dilaksanakan dan atau telah dilaksanakan serta memilih prioritas yang perlu

didiskusikan.

b) Diskusikan antar anggota tim tentang kasus tersebut


c) Pemberian justifikasi oleh perawat primer atau konselor atau kepala ruangan tentang masalah pasien

serta rencana tindakan yang akan dilakukan.

3) Pasca Ronde

a) Evaluasi, revisi, dan perbaikan

b) Kesimpulan dan rekomendasi penengakan diagnosis, itervensi keperawatan selanjutnya.

Hasil Kajian

Hasil dari wawancara pada perawat yang berdinas pada tanggal 19 Februari 2019, diketahui bahwa

ruangan tidak pernah melakukan ronde keperawatan, dikarenakan pasien yang datang di ruang Cikuray 1 hanya

beberapa hari dan tidak ada kasus yang berat di ruang Cikuray 1. Hasil konfirmasi Kepala Ruangan pada tanggal 21

Februari 2019 ronde keperawatan memang belum pernah dilaksanakan, tetapi dengan cara yang bersifat konsul dengan

DPJP, untuk secara rapat bersama merencanakan ronde keperawatan belum ada. Jika dilihat dari kesesuain

pelaksanaan ronde keperawatan memang belum terlaksana secara optimal pada ruangan.

Kesimpulan :

Di ruang cikuray 1 tidak pernah dilakukan Ronde Keperawatan karena pasien yang berada di ruang

Cikuray 1 tidak terdapat kasus yang berat.


4) Supervisi

Supervisi adalah kegiatan-kegiatan yang terencana seorang manager melalui aktifitas bimbingan, pengarahan,

observasi, motivasi dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan kegiatan atau tugas sehari-hari (Arwani, 2006).

a) Manfaat dan Tujuan Supervisi

Apabila supervise dapat dilakukan dengan baik, akan diperoleh banyak manfaat. Manfaat tersebut diantaranya

adalah sebagai berikut (Suarli & Bachtiar, 2010):

i) Supervisi dapat meningkatkan efektifitas kerja. Peningkatan efektifitas kerja ini erat hubungannya dengan

peningkatan pengetahuan dan keterampilan bawahan, serta makin terbinanya hubungan dan suasana kerja yang

lebih harmonis antara atasan dan bawahan.

ii) Supervisi dapat lebih meningkatkan efisiensi kerja. Peningkatan efisiensi kerja ini erat kaitannya dengan makin

berkurangnya kesalahan yang dilakukan bawahan, sehingga pemakaian sumber daya (tenaga, harta, dan sarana)

yang sia-sia akan dapat dicegah.

b) Tujuan utama supervisi ialah untuk lebih meningkatkan kinerja bawahan, bukan untuk mencari kesalahan. Sejalan

dengan tujuan utama yang ingin dicapai, staf supervise harus edukatif dan suportif, bukan otoriter. Supervisi harus

dilakukan secara teratur atau berkala. Supervisi harus dapat dilaksanakan sedemikian rupa sehingga terjalin kerja

sama yang baik antara atasan dan bawahan, terutama saat proses penyelesaian masalah, dan untuk lebih

mengutamakan kepentingan bawahan. Strategi dan tata cara supervisi yang akan dilaksanakan harus sesuai dengan
kebutuhan masing-masing bawahan secara individu. Supervisi harus dilaksanakan secara fleksibel dan selalu

disesuaikan dengan perkembangan.

c) Pelaksana supervisi

Menurut Bachtiar dan Suarly (2010), yang bertanggung jawab dalam smelaksanakan supervisi adalah atasan yang

memiliki kelebihan dalam organisasi. Idealnya kelebihan tersebut tidak hanya aspek status dan kedudukan, tetapi

juga pengetahuan dan keterampilan.

Hasil Analisa :

Pada saat observasi pada tanggal 19-21 Februari 2019 supervisi rumah sakit mengontrol ke ruangan dan

disampaikan kepada kepala ruangan. Hal-hal yang disupervisikan antara lain jumlah pasien dan perawat yang bertugas,

prosedur asuhan keperawatan, dokumentasi keperawatan serta kendala-kendala yang dialami selama melakukan

asuhan keperawatan. Di ruangan Cikuray 1 setiap hari melakukan supervisi dari perawat kepada pasien dan terdapat

supervisi RS yang memantau untuk ruangan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kepala ruangan pada tanggal 21 Februari 2019, supervisi dilakukan setiap

hari setiap pergantian shift yaitu pagi ke siang dan malam ke pagi.

Kesimpulan :
Supervisi yang dilakukan sudah baik dengan melakukan pendataan setiap ruangan dan sudah sesuai

dengan tugas pokoknya.

d. Efektifitas universal perchation

Menurut WHO dalam Nasronudin (2007), universal precautions merupakan suatu pedoman yang ditetapkan oleh

the Centers for Disease Control and Prevention CDC Atlanta dan the Occupational Safety and Health Administration

(OSHA), untuk mencegah transmisi dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui darah di lingkungan fasilitas pelayanan

kesehatan. Sementara itu menurut Kurniawati dan Nursalam (2007), kewaspadaan Universal (KU) atau Universal

Precautions (UP) adalah suatu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari pasien ke petugas

kesehatan dan sebaliknya juga dari pasien ke pasien lainnya.

Kurniawati dan Nursalam (2007), menyebutkan bahwa Universal precautions perlu diterapkan dengan tujuan :

a. Mengendalikan infeksi secara konsisten

Universal precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan

kepada semua pasien, setiap waktu, untuk mengurangi risiko infeksi yang ditularkan melalui darah.

b. Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak didiagnosis atau tidak terlihat seperti berisiko

Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang ditularkan

melalui darah maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah diagnosis maupun yang belum diketahui.
c. Mengurangi risiko bagi petugas kesehatan dan pasien

Universal precautions tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari risiko terpajan oleh infeksi HIV

namun juga melindungi klien yang mempunyai kecenderungan rentan terhadap segala infeksi yang mungkin terbawa

oleh petugas.

d. Asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya

Universal precautions ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain yang bersifat nosokomial terutama

untuk infeksi yang ditularkan melalui darah / cairan tubuh.

Adapun macam – macam atau jenis dari universal perchation diantaranya :

1) Hand Hygiene ( Cuci Tangan )

Perilaku hand hygiene perawat merupakan salah satu faktor yang mempunyai pengaruh besar terhadap

pencegahan terjadinya infeksi nosokomial (INOS) di rumh sakit. Tenaga kesehatan yang paling rentan dalam

penularan infeksi adalah perawat, karena selama 24 jam mendampingi pesien maka diasumsikan ikut mengambil peran

yang cukup besar dalam memberikan kontribusi terhadap pencegahan infeksi nosokomial.

Hand hygiene (kebersihan tangan) merupakan teknik dasar yang paling penting dalam pencegahan dan

pengendalian infeksi (Potter & Perry, 2003) dalam (Zulpahiyana, 2013). Menurut Van dan Enk (2006) dalam

Zulpahiyana (2013), hand hygiene adalah cara yang paling efektif untuk mencegah infeksi nosokomial. Tujuan hand
hygiene untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel ditangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba

total pada saat itu.

Pada tahun 2009, WHO mencetuskan global Patient Safety a World Alliance for Safer Health Caredengan Save

Lives Clean You Hands, yaitu merumuskan inovasi strategi penerapan Hand Hygiene untuk petugas kesehatan dengan

My Five Moment for Hand Hygiene adalah melakukan cuci tangan:sebelum bersentuhan dengan pasien, sebelum

melakukan prosedur bersih/steril, setelah bersentuhan dengan cairan tubuh pasien resiko tinggi, setelah bersentuhan

dengan pasien, setelah bersentuhan dengan lingkungan sekitar pasien (WHO, 2009).

Hasil Kajian

Berdasarkan hasil observasi tanggal 19-21 Februari 2019 perawat di ruang Cikuray 1 dari 21 perawat hanya 80%

perawat yang sudah melakukan kebersihan tangan menurut 6 langkah dari WHO menggunakan desinfektan berbasis air

mengalir dengan sabun dan handrub cuci tangan dilakukan di setiap melakukan tindakan aseptik, namun kepatuhan

perawat dalam melakukan handhygiene 5 moment belum sepenuhnya terlaksana. Kebanyakan perawat hanya melakukan

cuci tangan pada saat setelah melakukan tindakan terutama tindakan invasif.

Kesimpulan :
Kepatuhan cuci tangan perawat sudah cukup optimal dengan 6 langkah tetapi perawat ruang Cikuray 1

belum melaksanakan 5 moment dengan optimal. Dimana yang sering dilakukan oleh perawat pada 5 moment yaitu

setelah melakukan tindakan aseptik, setelah kontak dengan pasien dan setelah terpapar dengan lingkungan pasien.

2) Alat Pelindung Diri ( APD )

Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus digunakan oleh personil apabila berada pada

suatu tempat kerja yang berbahaya. Menurut Suma’mur (2009) alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk

melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Jadi alat pelindung diri adalah merupakan salah

satu cara untuk mencegah kecelakaan dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh akan tetapi

dapat mengurangi tingkat keparahan kecelakaan kerja yang terjadi.

Hasil Kajian

Dari hasil pengamatan selama beberapa hari dari tanggal 19-21 Februari 2019 didapatkan hasil bahwa perawat

pelaksana sudah melakukan tindakan pencegahan infeksi atau patuh menggunakan APD sesuai prosedur. Dari 21 orang

jumlah perawat semuanya sudah menggunakan APD sesuai prosedur dalam melakukan tindakan invasif.

Pertanggal 20 Februari 2019 didapatkan perawat melakukan tindakan invasif (pengambilan darah) menggunakan

alat pelindung diri (handscoon). Dari hasil konfirmasi kepala ruangan pada tanggal 21 Februari 2018 diketahui bahwa

APD diruangan sudah lengkap dan semua perawat sadar dan patuh dalam penggunaannya.
Kesimpulan :

Dari hasil survey pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang Cikuray 1 didapatkan hasil bahwa tenaga

kesehatan yang berada di ruang Cikuray 1 sudah cukup dalam kepedulian safety menggunakan APD sesuai situasi

yang diperlukan.

3) Pengelolaan limbah

Pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya kegiatan PPI (Penularan Penyakit Infeksius) berupa pengelolaan

limbah rumah sakit atau fasilitas kesehatan lainnya, baik limbah yang terkontaminasi maupun yang tidak

terkontaminasi (Kemenkes RI, 2011).

Hasil Kajian

Berdasarkan observasi pada tanggal 19-21 Februari 2019 di ruang Cikuray 1 pengelolaan sampah dan linen belum

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh PPI (Penularan Penyakit Infeksius). Hanya terdapat beberapa seperti

terdapat 3 tempat sampah yaitu kuning untuk sampah infeksius dan hitam untuk sampah non-infeksius, tidak terdapat

limbah farmasi, terdapat safety box untuk jarum sekali pakai, sedangkan untuk linennya belum dipisahkan antara linen

yang terdapat cairan tubuh pasien dan linen kering.

Kesimpulan :
Pengelolaan limbah ruang Cikuray 1 masih belum sesuai dengan ketentuan yang di tetapkan oleh PPI,

dimana belum terdapat limbah farmasi dan pemisahan linen yang terdapat cairan tubuh pasien dan linen

kering.

e. Efektifitas patient dan staff safety

1) Sentralisasi Obat

Sentralisasi obat adalah pengelolaan seluruh obat yang seluruhnya dilakukan oleh perawat untuk administrasi ke

pasien. Proses sentralisasi obat meliputi pembuatan strategi persiapan sentralisasi obat, persiapan sarana yang

dibutuhkan, membuat petunjuk teknis penyelenggaraan sentralisasi obat, dan pendokumentasian hasil pelaksanaan

(Nursalam, 2015).

Pelaksanaan sentralisasi obat secara optimal, dengan kepemimpinan kepala ruangan, serta pengetahuan perawat

dapat mempengaruhi proses ketepatan pemberian obat oleh perawat dengan prinsip 6 T (tepat pasien, tepat obat, tepat

dosis, tepat rute, tepat waktu dan tepat dokumentasi) dan 1 W (waspada efek samping), sehingga diharapkan tidak

terjadi kesalahan pemberian obat selama proses perawatan pasien (Kee & Hayes, 1996; Elliott & Liu, 2010).

Kontroling terhadap penggunanan dan konsumsi obat sebagai salah satu peran perawat perlu dilakukan dalam

asuhan pola dan alur yang sistematis sehingga penggunaan obat benar-benar dapat dikontrol oleh perawat sehingga
resiko kerugian baik secara material maupun secara non material dapat diminimalisir. Format sentralisasi obat berisi

nama, nomor register, umur, ruangan (Nursalam, 2014).

Hasil Kajian

Dari hasil wawancara dan pengamatan tanggal 19 Februari 2019, dapat disimpulkan bahwa persiapan obat injeksi

sudah dilakukan ditempat sentralisasi obat, dengan klasifikasi pasien masuk lalu dilakukan visit dokter, dokter menulis

di kartu obat pasien, lalu diterima oleh farmasi, selanjutnya diterima oleh perawat ruangan, selanjutnya perawat

memberikan obat kepada pasien sesuai dengan anjuran dan waktu yang ditentukan. Dalam pelaksanaan daripemberian

obat rata-rata perawat tidak melakukan identifikasi pasien sebelum memberikan obat, namun hanya sebagian perawat

menanyakan nama saja ke pasien.

Saat pemberian injeksi, spuit yang dipakai hanya diberi identitas seperti nama pasien saja, jenis obat yang akan

diberikan tidak diberi lebel atau tidak dituliskan pada spuit. Cairan infus diletakkan di lemari penyimpanan obat,

namun pelebelan plabot rata-rata tidak dicantumkan identitas pasien, jam pemberian, obat yang dicampur, tetesan obat

serta ttd perawat yang menggantinya. Saat pemberian obat injeksi ataupun oral diberikan sesuai jadwal dan obat

disimpan di baki dan dibawa dengan menggunakan trolly tindakan.

Hasil observasi pada tanggal 19-21 Februari 2019 yang dilakukan pada setiap tindakan pemberian obat dan

keperawatan yang dilakukan ditemukan bahwa prinsip 6 benar belum dilakukan secara sempurna oleh masing-masing
perawat yang melakukan tindakan, namun kendala yang ada adalah perawat hanya melakukan identifikasi pasien

meliputi nama saja dan belum disertai tanggal lahir pasien atau nomor rekam medik dalam setiap pemberian obat.

Sehinggai skp identifikasi pasien yang diterapkan belum sempurna.

Dari hasil wawancara dengan wakil karu pada tanggal 22 Februari 2019 bahwa pada saat memberikan obat para

perawat terkadang melakukan double check dengan menanyakan nama pasien dan langsung melihat ke gelang pasien.

Kesimpulan :

Dalam melakukan pemberian obat untuk ruangan Cikuray 1 masih belum optimal di karenakan untuk

double cek obat pada pasien belum terlaksana, seperti menanyakan nama dan tanggal lahirnya kembali.

2) Keselamatan Pasien (Patient Safety) dan Staf Safety

Patient safety adalah prinsip dasar dari perawatan kesehatan (WHO). Keselamatan pasien menurut Sunaryo

(2009) adalah ada tidak adanya kesalahan atau bebas dari cidera karena kecelakaan. Keselamatan pasien di rumah

sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi assesment risiko,

identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien pelaporan dan analisis insiden. Kemampuan

belajar dari insiden dan tindak lanjut serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan pencegahan

terjadiya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan

yang seharusnya diambil (Depkes RI, 2011).


Adapun tujuan dari keselamatan pasien di rumah sakit yaitu (Depkes RI, 2011) :

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan masyarakat

c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit

d. Terlaksananya program–program pencegahan sehingga tidak terjadi pengulangan kejadian tidak diharapkan

(KTD)

Selain dari standar keselamatan, ada lagi yang menjadi poin penting dalam pelaksanaan keselamatan pasien yaitu

sasaran keselamat pasien atau Patient Safety Goals. Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan

di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh komisi akreditasi rumah sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada

Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh komite

Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRSI), dan Joint Commission International (JCI).

Menurut Joint Commission International (2013) terdapat enam sasaran keselamatan pasien yaitu:

a. Identifikasi pasien dengan benar

b. Meningkatkan komunikasi yang efektif

c. Meningkatkan keamanan obat yang perlu diwaspadai

d. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi

e. Pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan


f. Pengurangan risiko pasien jatuh.

Hasil analisa dari observasi selama 3 hari pada tanggal 19-21 Februari 2019 mengenai keselamatan pasien yang

dilakukan di Ruang Cikuray 1, rata-rata perawat belum menerapkan IPSG secara efektif berdasarkan tabel berikut:

Dilakukan Perawat
IPSG Kesimpulan
Ya Tidak
Ketepatan identifikasi pasien Belum
- Nama pasien √ sempurna
- Tanggal lahir pasien √
- Nomor rekam medik pasien. √
Peningkatan komunikasi yang efektif Cukup baik
- Memakai teknik SBAR √
- Memakai teknik TBAK √
Peningkatan keamanan obat yang Belum
perlu diwaspadai (high alert) cek Sempurna
NORUM
- Nama √
- Obat √ √
- Rupa √
- Ucapan √
- Mirip
Pengurangan resiko infeksi terkait
pelayanan kesehatan Belum
- Penggunaan APD √ Sempurna
- Membersihkan tangan 6 langkah √
- Pengelolaan limbah sampah √

Pengurangan resiko jatuh Belum


- Dengan penggunaan gelang Sempurna
khusus atau papan resiko jatuh √
berwarna kuning
- Memasangkan bed plang setelah
meninggalkan pasien √

Kesimpulan :

Dari hasil tabel diatas dalam prosedur sudah cukup dilakukan dengan baik, namun pada pelaksanaanya belum sesuai

karena pada saat akan memberikan obat dari hasil observasi pada tanggal 19-21 Februari 2019 masih ada yang belum sesuai

pada patient safety terutama pada identifikasi pasien, hanya pemberian nama, ketika di pasiennya pun tidak diidentifikasi

lagi terhadap tanggal lahir, nomer medrek dan obat yang akan diberi serta tidak dibeikan label hanya menanyakan nama

saja dan terkadang melihat ke gelang pasien.


f. Standar Operasional Prosedur (SOP)

Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah sistem yang disusun untuk memudahkan, merapihkan dan menertibkan

pekerjaan. Sistem ini berisi urutan proses melakukan pekerjaan dari awal sampai akhir. Sailendra, (2015:11) menyatakan

“Standard Operating Procedure (SOP) merupakan panduan yang digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi

atau perusahaan berjalan dengan lancar”. Menurut Hartatik (2014:35) Standard Operating Procedure (SOP) adalah satu set

instruksi tertulis yang digunakan untuk kegiatan rutin atau aktivitas yang berulang kali dilakukan oleh sebuah organisasi.

Sedangkan Budihardjo (2014:7) menyatakan “Standard Operating Procedure (SOP) adalah suatu perangkat lunak pengatur,

yang mengatur tahapan suatu proses kerja atau prosedur kerja tertentu.”

Hasil Kajian

Dari hasil pengamatan dan observasi per tanggal 19 Februari 2019, didapatkan hasil bahwa ruangan memiliki 15 SOP

tetapi hanya beberapa mengenai tindakan keperawatan, akan tetapi setelah dikonfirmasi kepada kepala ruangan dikatakan bahwa

ruangan lebih menitik beratkan pada SOP pelayanan. Untuk pembaharuan SOP dilakukan 3 tahun yang lalu.

Kesimpulan :

Ruang Cikuray 1 memiliki 15 SOP dan hanya beberapa mengenai tindakan keperawatan serta ruang cikuray 1

lebih menitik beratkan pada SOP pelayanan.


g. Satuan Acara Keperawatan (SAK)

Standar Asuhan Keperawatan adalah uraian pernyataan tingkat kinerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur,

proses dan hasil dapat dinilai. Standar asuhan keperawatan berarti pernyataan kualitas yang didinginkan dan dapat dinilai

pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien/klien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling terkait

erat, karena melalui standar dapat dikuantifikasi sebagai bukti pelayanan meningkat dan memburuk (Wilkinson, 2006).

Tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan pada dasarnya mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan

efektifitas manajemen organisasi. Dalam pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim

sehingga dapat ditata siapa yang bertanggung jawab mengembangkan standar bagaimana proses pengembangan tersebut. Standar

asuhan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat professional untuk memberdayakan proses

keperawatan. Standar finansial juga harus dikembangkan dalam pengelolaan keperawatan sehingga dapat bermanfaat bagi

pasien, profesi perawat dan organisasi pelayanan (Kawonal, 2000).

Setiap hari perawat bekerja sesuai standar – standar yang ada seperti merancang kebutuhan dan jumlah tenaga

berdasarkan volume kerja, standar pemerataan dan distribusi pasien dalam unit khusus, standar pendidikan bagi perawat

professional sebagai persyaratan agar dapat masuk dan praktek dalam tatanan pelayanan keperawatan professional (Suparti,

2005).

Hasil Kajian
Berdasarkan hasil wawancara oleh pembimbing klinik di ruangan cikuray 1 pada tanggal 19-20 Februari 2019 didapatkan

keterangan mengenai Standar Asuhan Keperawatan sudah sesuai dengan penerapan yang ada di ruangan. Jumlah SAK yang ada

di ruangan cikuray 1 sebanyak 10 Standar Asuhan Keperawatan. Tetapi masih dalam proses pembaharuan.

Berdasarkan hasil Observasi di lapangan pada tanggal 19-20 Februari 2019 didapatkan hasil di ruang cikuray 1 standar

asuhan keperawatan yaitu yang paling sering digunkan yaitu Hipertermi, Resiko Kekurangan Cairan, Nyeri, dan Gangguan

pemenuhan nutrisi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan sudah sesui dengan standar asuhan keperawatan.

Kesimpulan :

Jumlah SAK yang ada di ruangan cikuray 1 sebanyak 10 Standar Asuhan Keperawatan. Tetapi masih dalam proses

pembaharuan.

h. Visi dan misi ruangan

Berdasarkan pendapat dari Wibisono (2006, p. 43), Visi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau

impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa depan. Atau dapat dikatakan bahwa visi merupakan

pernyataan want to be dari organisasi atau perusahaan.

Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana organisasi harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif dan inovatif. Visi

adalah suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang diinginkan oleh organisasi.
Menurut Wibisono (2006,p.46) Misi merupakan rangkaian kalimat yang menyatakan tujuan atau alasan eksistensi

organisasi, yang memuat apa yang disediakan oleh perusahaan kepada masyarakat, baik berupa produk ataupun jasa. Pengertian

misi adalah tujuan dan alasan yang memberikan arah sekaligus batasan proses pencapaian tujuan. Misi pada dasarnya hanya

bukan usaha formal untuk memperjelas apa yang dikehendaki, namun misi merupakan tahapan aksi yang akan dilaksanakan dari

visi yang telah ada, guna mencapai suatu tujuan.

Hasil Kajian

Dari hasil pengamatan dan konfirmasi kepada kepala ruangan pada tanggal 19 Februari 2019 didapatkan hasil bahwa

ruangan belum memiliki visi dan misi ruangan tersendiri. Ruangan hanya memiliki visi dan misi dari rumah sakit yang tertera di

lorong ruangan dekat nurse station.

Kesimpulan :

Visi misi ruang cikuray 1 masih sama dengan visi misi rumah sakit.

Struktur Organisasi

Hasil Kajian

Dari hasil observasi dan pengamatan pada tanggal 19 februari 2019, belum terdapat bentuk fisik struktur organisasi di

dalam ruangan Cikuray 1.


Berdasarkan hasil konfirmasi kepada Kepala ruangan Cikuray 1 pada tanggal 20 februari 2019 didapatkan hasil bahwa

struktur organisasi masih dalam proses pembuatan secara bentuk fisik.

i. Instruksi Kerja Alat

Hasil Kajian

Dari hasil pengamatan pada tanggal 19 Februari 2019 di setiap alat yang tersedia di ruangan cikuray 1 hanya beberapa

yang memiliki instruksi kerja alat yaitu syringe pump dan infus pump. Hasil konfirmasi dengan kepala ruangan pada tanggal 21

Februari 2019 pada kepala ruangan instruksi kerja alat merupakan tanggung jawab Bag. Penunjang Medis. Dan di ruangan tidak

tersedia.

Kesimpulan :

Intruksi kerja alat di ruang cikuray 1 belum tertera pada setiap alat, dikarenakan intruksi alat tersebut

merupakan tugas Bag. Penunjang Medis.

j. Alur (pasien masuk, pasien pulang, pasien meninggal, sensus harian)

Hasil Kajian

Dari hasil wawancara dengan pembimbing klinik pada tanggal 19 Februari 2019 alur (pasien masuk, pasien pulang, pasien

meninggal, dan sensus harian) di ruangan Cikuray 1.


 Pasien masuk – pasien pulang

Poli UGD 24 Jam/

khusus kegawatdaruratan

Booking ruangan (ruangan multikasus/semua kasus dan termasuk anak & ruangan dinas TNI/PNS/Keluarga/Anak/Istri Dokter)

ada tempat tidak ada tempat

kirim alihkan ke ruang lain sesuai kelas dan penyakit

menempati ruang sesuai wing

menunggu visit dokter


administrasi selesai

pasien pulang

 Pasien meninggal

Perawat melakukan RJP/menelepon dokter DPJP/Dokter melakukan

RJP

Estimasi waktu RJP 15-20 menit

Apabila pasien meninggal dokter/perawat melapor ke bagian controlle

Bagian controlle membuat askem (asuhan kematian)

Kemudian dari ruangan menelpon ke rumah duka


Kemudian tim rumah duka menjemput ke ruangan untuk dibawa ke rumah duka
Analisa SWOT

M3 METHODE Bobot rating Bobot x


Kekuatan ( S ) rating
1. Discharge planning sudah 0,2 3 0,6 S–W
dilakukan dengan baik pada saat 2,6-2,1
pasien masuk, rawat inap, sampai = 0,5
pasien pulang
2. Di ruang cikuray 1 sudah 0,2 3 0,6
menerapkan metode TIM
3. Pelaksanaan pre dan post conference
sudah dilakukan secara efektif
dengan cara non formal 0,1 3 0,3
4. Supervisi sudah dilakukan ke setiap
ruangan pada waktu tertentu secara
efektif dijalankan 0,1 1 0,1
5. Penerapan SBAR pada dokumen
pasien sudah tercantum dibuku
status pasien dan sudah diterapkan. 0,2 3 0,6
6. SAK diruangan sudah sesuai
dengan tindakan yang dilakukan
7. Sudah terdapatnya struktur 0,1 2 0,2
organisasi
0,1 2 0,2

TOTAL 1 2,6
Kelemahan ( W )
1. Metode TIM belum dilakukan 0,3 2 0,6
secara optimal
2. Timbang terima belum dilakukan 0,3 3 0,9
secara optimal dimana timbang
terima tidak dilakukan langsung di
ruang masing-masing tim, tapi
seluruh tim ikut berkeliling
keseluruh ruang perawatan.
3. Kepatuhan perawat dalam
melakukan handhygiene 5 moment 0,2 2 0,4
belum sepenuhnya terlaksana. Dari
21 perawat hanya 80% melakukan
cuci tangan pada saat setelah kontak
dengan pasien, setelah melakukan
tindakan aseptic, dan setelah
terpapar dengan lingkungan pasien.
4. Rata–rata perawat belum
menerapkan IPSG dengan baik
salah satunya mengenai Identifikasi 0,2 1 0,2
pasien yang belum sempurna
dilakukan oleh perawat, misalnya
pada saat melakukan tindakan
hanya memvalidasi nama saja dan
terkadang langsung melihat ke
gelang pasien.

TOTAL 1 2,1
Peluang ( O )
1. Kepercayaan pasien dan masyarakat 0,3 2 0.6
pada perawat diruang Cikuray 1
sangat baik O-T =
2. Adanya kebijakan dari rumah sakit 0,4 3 1.2 2,4-1 =
untuk melanjutkan pendidikan 1,4
3. Adanya sosialisasi proses belajar
anatara mahasiswa dengan perawat
ruangan 0,3 2 0,6
TOTAL 1 2,4
Ancaman ( T )
1. Resiko terjadinya cedera pada 1 1 1
pasien

TOTAL 1 1
A. Identifikasi masalah
Diagram 3.1 Analisa SWOT Kajian Implementasi

Opportunity

Y (+)
Kuadran III 4
Kuadran I

2
Metodh

1,5

0,5
X (- ) X (+)

Weaknes -2 -1 -0,5 0,5 1 1,5 2 2,5 3 4

Strength

Kuadran II

Kuadran
IV

Y (-)
Threat
POA (Planning Of Action)

No Masalah Sasaran Kegiatan Waktu PJ

Timbang terima (hand over)


belum dilakukan secara
maksimal dimana timbang
 Katim
1 terima tidak dilakukan Role play timbang terima
 Perawat 27 Februari-10 Maret Eka Yuliana
langsung di ruang masing- Pelaksana
masing tim, tapi seluruh tim
ikut berkeliling keseluruh
ruangan perawatan.
Kepatuhan perawat dalam
melakukan handhygiene 5
2 moment belum sepenuhnya Perawat
terlaksana. Dari 21 perawat Pelaksana Mengingatkan 5 moment
terdapat 80% melakukan cuci sebelum tindakan yang Vena Soleha
27 Februari-10 Maret
tangan pada saat setelah dilakukan oleh perawat
kontak dengan pasien, setelah
melakukan tindakan aseptic,
dan setelah terpapar dengan
lingkungan pasien
Rata–rata perawat belum
menerapkan IPSG dengan
baik salah satunya mengenai
Identifikasi pasien yang belum
Mengingatkan penerapan
3 sempurna dilakukan oleh  Perawat 27 Februari-10 Maret
IPSG pada saat Azka Fadilla
perawat, misalnya pada saat pelaksana
melakukan tindakan
melakukan tindakan hanya
memvalidasi nama saja dan
terkadang langsung melihat ke
gelang pasien.
Struktur organisasi di ruang
4  Kepala Membuat struktur 27 Februari-10 Maret
cikuray 1 masih dalam proses Eka yuliana
ruangan organisasi
dan belum terdapat bukti fisik
1. Melakukan role play metode tim
Penanggung Jawab : azka fadilla, eka yuliana, venna soleha
Sasaran : Katim, Perawat Pelaksana, Mahasiswa Praktik Keperawatan
Kegiatan : role play
Pelaksanaan : 27 Februari – 10 Mare
Hasil : Mahasiswa STIKes Dharma Husada Bandung sudah melakukan
role play metode tim di ruang cikuray 1. Di ruang cikuray 1 sudah
menerapkan metode tim tetapi masih belum optimal dikarenakan
SDM perawat yang kurang serta terdapatnya multikasus di ruang
cikuray 1
Analisa :Dengan demikian tingkat keberhasilan dari program ini sebesar
80% dimana tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menerapkan
metode tim yang sesuai dan sebagaimana mestinya.

2. Melakukan role play timbang terima (handover)


Penanggung Jawab : azka fadilla, eka yuliana, venna soleha
Sasaran : Katim, Perawat Pelaksana, Mahasiswa Praktik Keperawatan
Kegiatan : role play
Pelaksanaan : 27 Februari – 10 Maret
Hasil : Mahasiswa STIKes Dharma Husada Bandung sudah melakukan
role play timbang terima (handover) di ruang cikuray 1 sesuai
dengan tim masing-masing. Timbang terima (hand over) belum
dilakukan secara optimal dimana timbang terima tidak dilakukan
langsung di ruang masing-masing tim, tapi seluruh tim ikut
berkeliling keseluruh ruangan perawatan.
Analisa :Dengan demikian tingkat keberhasilan dari program ini sebesar
80% dimana tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menerapkan
metode timbang terima (handover) yang sesuai dan sebagaimana
mestinya.
3. Mengingatkan tentang melakukan 5 moment cuci tangan secara tepat
Penanggung Jawab : azka fadilla, eka yuliana, venna soleha
Sasaran : ketua Tim, perawat Pelaksana, Mahasiswa praktik keperawatan
Kegiatan : Mengingatkan melakukan 5 moment cuci tangan secara tepat pada
saat hand over
Pelaksanaan : 27 Februari – 10 Maret
Hasil : Kepatuhan perawat pelaksana dalam melakukan 5 moment cuci
tangan sudah meningkat, perawat mencuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan pada pasien baik tindakan aseptik
maupun bukan, perawat sebanyak 9 orang dari jumlah keseluruhan
perawat sudah melakukan tindakan 5 moment cuci tangan.
Analisa : Dengan demikian tingkat keberhasilan dari program ini sebesar
80% dimana tujuan dari kegiatan ini dapat tercapai dibuktikan oleh
perawat Ruang Cikuray I sudah hampir seluruhnya melakukan
tindakan 5 moment cuci tangan dengan tepat. Hal ini mungkin
dikarenakan adanya kesadaran akan bahaya infeksi nasokomial
yang bisa saja disebabkan oleh petugas kesehatan dan lingkungan
rumah sakit.

4. Mengingatkan penerapan IPSG pada saat melakukan tindakan


Penanggung Jawab : azka fadilla, eka yuliana, venna soleha
Sasaran : ketua Tim, perawat Pelaksana, Mahasiswa praktik keperawatan
Kegiatan : Mengingatkan penerapan IPSG pada saat melakukan tindakan
Pelaksanaan : 27 Februari – 10 Maret
Hasil : penerapan perawat pelaksana dalam IPSG pada saat melakukan
tindakan terdapat peningkatan, salah satunya dimana pada saat
mengidentifikasi pasien sudah memvalidasi nama dan tanggal lahir serta
mengecek ulang dengan melihat gelang pasien.
Analisa : Dengan demikian tingkat keberhasilan dari program ini sebesar
80% dimana tujuan dari kegiatan ini dapat tercapai dibuktikan oleh
perawat Ruang Cikuray I sudah hampir seluruhnya menerapkan
IPSG dengan tepat. Hal ini mungkin dikarenakan pentingnya
penerapan IPSG disetiap ruangan.

5. Membuat struktur organisasi


Penanggung Jawab : azka fadilla, eka yuliana, venna soleha
Sasaran : kepala ruangan, ketua Tim, perawat Pelaksana, Mahasiswa praktik
keperawatan
Kegiatan : membuat struktur otganisasi
Pelaksanaan : 27 Februari – 10 Maret
Hasil : sudah terdapatnya struktur organisasi di ruang cikuray 1
Analisa : Dengan demikian tingkat keberhasilan dari program ini sebesar
90% dimana tujuan dari kegiatan ini dapat tercapai dibuktikan oleh
sudah adanya struktur organisasi di ruang cikuray 1

Anda mungkin juga menyukai