Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS

Senin, 4 Februari 2019

Dislokasi Nukleus OD + Katarak Komplikata OD + Glaukoma


Sekunder ODS ec. Susp. Sindroma Marfan

OLEH:
Adinda, S.Ked
G1A217100

PEMBIMBING:
dr. Gita Mayani, Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN MATA RSUD ABDUL MANAP
FKIK UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Dislokasi Nucleus OD + Katarak Komplikata OD + Glaukoma


Sekunder ODS ec. Susp. Sindroma Marfan

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN MATA RSUD ABDUL MANAP
FKIK UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019

Jambi, Februari 2019


Pembimbing,

dr. Gita Mayani, Sp.M


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan kasus dengan judul “Dislokasi Nucleus OD + Katarak
Komplikata OD + Glaukoma Sekunder ODS ec. Susp. Sindroma Marfan”.

Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih


kepada dr. Gita Mayani, Sp.M selaku pembimbing yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan kasus ini masih
terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi para pembaca.

Jambi, Februari 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Marfan syndrome (MFS) adalah gangguan sistemik yang disebabkan oleh cacat
genetik diwariskan dari jaringan ikat yang menyebabkan mutasi gen FBN1 pada
kromosom 15 yang mengatur pembentukan protein fibrilin 1. Fibrilin ialah protein
matriks ekstrasel yang membentuk komponen utama dari mikrofibril matriks
ekstrasel pada kedua jaringan pengikat elastik dan non-elastik. Kelainan pada
protein ini menyebabkan segudang masalah klinis yang berbeda, dimana masalah
sistem muskuloskeletal, jantung, dan mata mendominasi. Kerangka pasien dengan
MFS biasanya menampilkan cacat multiple termasuk arachnodactyly,
dolichostenomelia kelainan bentuk pectus (yaitu, pectus excavatum dan pectus
carinatum), scoliosis torakolumbalis serta temuan gangguan mata dapat terjadi
termasuk miopia, katarak, ablasi retina, dan dislokasi lensa utama. Walaupun
patogenesis SM belum sepenuhnya diketahui, mutasi gen telah disepakati
merupakan penyebabnya.1,2,3

Kejadian Sindrom Marfan diperkirakan berkisar dari 1 dalam 5.000 sampai 2-


3 dalam 10.000 orang. Sindrom Marfan dapat mengenai pria, wanita, dan anak-
anak, dan telah ditemukan di antara orang-orang dari semua ras dan latar belakang
etnis. Mutasi pada gen fibrillin menyebabkan efek pleiotropic. Beberapa penyakit
lain memiliki presentasi yang mirip dengan MFS, sehingga sangat sulit untuk
menentukan diagnosis yang tepat. 1,2,3
BAB II

LAPORAN KASUS

1. IDENTITAS
Nama : An. B
Umur : 17 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Thehok

2. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Penglihatan kedua mata kabur perlahan sejak 5 tahun yang lalu.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak kurang lebih lima tahun yang lalu, pasien mulai merasakan pandangan
mulai kurang jelas, gejala perlahan-lahan dialami oleh pasien, hingga akhirnya
pasien merasakan semakin lama semakin sulit untuk memfokuskan
penglihatannya. Pasien mengaku sebelumnya tidak merasa ada masalah pada
mata nya. Awalnya saat mulai duduk di bangku menengah pertama, teman satu
kelas pasien menyadari ada yang aneh pada mata sebelah kanan pasien. Tampak
ada seperti gumpalan mirip kapas yang menempel pada bola mata pasien. Saat
itu disadari, pasien mengaku tidak ada yang pasien rasakan kecuali mengeluh
mulai merasa pandangan kurang jelas terlebih untuk jarak jauh. Kepala pusing
(-), nyeri dan gatal pada kedua mata (-), melihat seperti berada dalam
terowongan (-), silau jika melihat cahaya (-). Kabur memberat saat malam hari
(-)
Sejak satu tahun lalu, paman dan guru mendapati pasien membaca dengan
jarak yang sangat dekat. Menurut paman pasien, laporan dari guru di sekolah
menyatakan bahwa pasien mengalami kesulitan dalam membaca dan karena hal
tersebut guru disekolah mengeluhkan postur pasien semakin terlihat sedikit
bungkuk.
Selama satu bulan ini, pasien merasakan keluhan pada mata nya semakin
memberat, pasien kesulitan dalam memfokuskan pandangannya, serta sangat
amat sulit membaca huruf yang sebelumnya dapat ia baca. Pasien tidak
merasakan keluhakan lain yang mengganggu selain pada mata nya, sesekali
pasien merasa pegal jika terlalu banyak beraktifitas, keluhan sesak nafas dan
nyeri dada (-) disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat penyakit mata sebelumnya(+) pasien sudah pernah berobat ke
RS.Abdul manap dengan keluhan mata kabur, saat itu diagnosa penyakit
yang di derita glaucoma dengan TIO mencapai 40.
 Riwayat penglihatan seperti dalam terowongan (+), penglihatan menuru dan
jalan menabrak saat malam hari diakui pernah namun tidak sering.
 Riwayat pengobatan (+) pasien diberikan obat tetes mata yang diteteskan
tiap 4 jam, yakni timolol. Dan obat lain pasien mengaku tidak ingat.
 Riwayat penggunaan kacamata (-)
 Riwayat operasi (-)
 Riwayat terjatuh atau terbentur pada bagian mata dan kepala(-)
 Riwayat nyeri dada dan sesak nafas disangkal

Riwayat Penyakit Dalam Keluarga


 Riwayat keluarga dengan sakit mata serupa (+) ayah kandung pasien dengan
keluhan lain mirip dengan pasien alami akan tetapi penyakit pasti tidak
diketahui, Ayah pasien meninggal sejak pasien masih kecil.
 Riwayat keluarga sakit katarak tidak diketahui.
 Riwayat keluarga dengan penyakit kencing manis tidak diketahui
 Riwayat keluarga dengan penyakit darah tinggi tidak diketahui
Kesan Gizi
IMT: 48/(1,60)2 = 18,75 (Gizi Kurang)
Status Ekonomi
Kesan menengah kebawah.

Penyakit Sistemik
Trac. Respiratorius : Tidak ada keluhan
Trac. Digestivus : Tidak ada keluhan
Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan
Endokrin : Tidak ada keluhan
Neurologi : Tidak ada keluhan
THT : Tidak ada keluhan
Kulit : Tidak ada keluhan
3. PEMERIKSAAAN FISIK
3.1. Status generalis :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 84x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Temperatur : 37° C

3.2 Status Oftalmikus

Pemeriksaan Visus dan Refraksi


OD OS
Visus : 6/60 Visus : 1/60
Pinhole : - Pinhole: -
Muscle Balance
Kedudukan bola mata nistagmus nistagmus

Pergerakan bola mata

Duksi : tidak baik


Duksi :tidak baik
Versi : tidak baik
Versi : tidak baik

Pemeriksaan Eksternal
OD OS

tak tampak adanya iris (hipoplasia iris) Tampak kapsul terangkat ke atas
nukleus tampak muncul ke anterior (ektopia lentis) serta hipoplasia iris

Palpebra superior Palpebra superior


Edema (-), hiperemis (-), Edema (-), hiperemis (-),
entropion (-), ektropion (-) entropion (-), ektropion (-)
Palpebra inferior Palpebra inferior
Benjolan (-), hiperemis (-), Benjolan (-), hiperemis (-),
entropion (-), ektropion (-) entropion (-), ektropion (-)
Cilia Cilia
Trikiasis (-), distikiasis (-) Trikiasis (-), distikiasis (-)
Ap. lacrimalis Ap. lacrimalis
Pembengkakan kelj. dan sakus Pembengkakan kelj. dan sakus
lakrimal (-), hiperemis punktum lakrimal (-), hiperemis punktum
lakrimal sup et inf (-), pus (-) lakrimal sup et inf (-), pus (-)
Conjungtiva tarsus superior Conjungtiva tarsus superior
Papil (-), folikel (-), sikatriks (-) Hiperemis (-), Papil (-), folikel (-),
sikatriks (-)
Conjungtiva tarsus inferior Conjungtiva tarsus inferior
Papil (-), folikel (-), sikatriks (-) Papil (-), folikel (-), sikatriks (-)
Conjungtiva bulbi Conjungtiva bulbi
Injeksi siliar (-) Injeksi siliar(-)
injeksi konjungtiva (-) injeksi konjungtiva (-)
Kornea Kornea
Keruh (-), edema (-) Keruh (-), edema (-)
COA COA
Dangkal. Nucleus (+) Dangkal. hifema (-), hipopion (-)
hifema (-) hipopion (-),
Pupil Pupil
Sulit dinilai Sulit dinilai
Iris Iris
Sulit dinilai Sulit dinilai
Lensa : dislokasi ke COA Lensa : (+) tampak agak keruh dengan
kapsul terangkat lebih superior
Pemeriksaan TIO (manual)
TIO palpasi (+) TIO palpaso(+)

Funduskopi
Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Visual Field
Tidak sama dengan pemeriksa Tidak sama dengan pemeriksa

Tonometer
OD OS
 Schiotz : -  Schiotz : -
 Non contact : 23  Non contact : 24

4. DIAGNOSIS
Dislokasi Nucleus OD + Katarak Komplikata OD + Glaukoma Sekunder ODS
ec. Susp. Sindroma Marfan

5. DIAGNOSA BANDING
Diagnosa banding kelainan mata
1. Gangguan Refraksi mata (myopia, hypermetropia,astigmat, presbyopia)
2. Retinopati
3. Retinitis pigmentosa

Diagnosa Banding Sindrom Marfan

4. Ehlers Danlos Syndrome


5. Homosistinuria
6. Weil-Marchesani syndrome
6. PEMERIKSAAN ANJURAN
 Slit Lamp
 Funduskopi
 Echocardiogram
 Xray / CT Scan/ MRI
 Tes Mutasi Febrillin (jika diindikasikan)

7. PENATALAKSANAAN
 Medikamentosa :
- Timolol 0,5% ED 2x gtt 1 OD
- Glaucon 3x250mg
- KSR 1x1
- Azopt ED 3xgtt 1
 Rujuk ke dokter Spesialis.Jantung dan Spesialis genetika molekuler

8. PROGNOSIS
Quoad vitam : Dubia ad bonam
Quoad functionam : Dubia ad malam
Quoad sanationam : Dubia ad malam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi

Sindrom Marfan adalah penyakit genetik autosomal dominant pada


jaringan ikat yang ditandai dengan adanya disproporsi tungkai, jari-jari tampak
lebih panjang dan kurus, serta perawakan tubuh yang tinggi.2 Penyakit ini
merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya kelainan kardiovaskular,
terutama yang memperngaruhi katup jantung dan aorta. Selain itu, penyakit ini juga
mempengaruhi struktur organ lain seperti paru-paru, mata, saccus duralis yang
mengelilingi tulang belakang dan palatum durum.2,4

Gambar 1. Autosom Dominan

1.2 Prevalensi

Sindrom marfan dapat terjadi pada pria maupun wanita dengan presentase yang
sama.2 Semua gen yang diterima dari orang tua masing-masing satu dari ayah dan
ibu hanya satu gen saja dari sepasang gen itu yang terkena sindrom Marfan maka
kemungkinannya 50% dari anak-anaknya akan terwarisi sindrom yang sama.
Kemungkinan ini dapat dijelaskan dari fakta bahwa gen dalam hal ini merupakan
faktor dominan. Sindrom Marfan cukup sering terjadi karena diidap satu di antara
5.000 populasi sampai 1:10.000. Menurut dr. Agus Harianto SpA, salah satu
anggota Tim Tumbuh Kembang Anak dan Remaja RSUD dr. Soetomo, penyakit
kelainan genetik yang bersifat autosomal dominan ini kejadiannya memang sangat
langka, hanya satu di antara 60.000 populasi. Penderita sindrom Marfan
diperkirakan sekitar 200.000 di Amerika, sedangkan di Indonesia belum diketahui
berapa banyak penderita sindrom Marfan. Tak ada kecenderungan sindrom Marfan
diderita oleh satu suku atau gender tertentu, yang berarti pula setiap orang di muka
bumi ini berpeluang mengalaminya. Kendati penyakit tersebut bersifat menurun,
pengidap sindrom Marfan dapat berasal dari orang tua yang sehat dan normal. Hal
itu dapat terjadi karena terjadinya mutasi pada sperma maupun sel telur yang
termanifestasi pada anaknya. Kemungkinan terjadinya peristiwa seperti ini
menurut hitungan statistik sebesar 15%. Sindrom marfan dapat didiagnosa pada
masa prenatal, saat lahir atau pada usia dewasa. Manifestasi klinik sindrom marfan
umumnya akan lebih berat jika didapatkan pada masa neonatus.2,3,4

Gambar 2. Pewarisan sindrom Marfan

1.3. Etiologi

Mutasi nonsense menghasilkan stop kodon dan terkadang menyebabkan


pergeseran kerangka baca. Sindrom Marfan terungkap setelah ditemukannya
abnormalitas genetik pada penderita sindrom Marfan, yaitu pada gene fibrillin satu
(FBN1) yang teletak pada khromosom 151 pada lengan panjang (q) 15q21.1 dan
fibrillin dua (FBN2) yang berlokasi pada khromosom 5.

Protein FBN1 yang dihasilkan oleh penderita tidak normal atau kurang dari
jumlah yang seharusnya berkaitan dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan
FBN2 menyangkut masalah arachnodactyly dan masalah lensa mata. Fibrillin
adalah salah satu elemen dari matriks ekstra-seluler dan ditemukan diberbagai
jaringan seperti: periosteum di tulang, stroma kornea mata, glomerulus di ginjal,
bronchioli pada paru-paru, ligamentum serta lapisan tunika media dari aorta.

Lebih dari 500 mutasi gen fibrilin telah teridentifikasi. Hampir semua dari
mutasi gen ini sangat khas didapatkan pada individu atau keluarga dengan sindrom
marfan, namun sekitar 30%, merupakan mutasi genetic denovo. 2,4

1.4 Patofisiologi

Sindrom marfan terjadi oleh karena adanya mutasi pada gen FBN 1 pada
kromosom 15 yang berperan dalam mengkode glikoprotein fibrillin-1, komponen
matriks ekstraseluler. Protein fibrillin-1 berperan penting dalam
memperbaiki pembentukan matriks ekstraseluler, meliputi biogenesis dan
pertumbuhan serabut-serabut elastin. Matriks ekstraseluler tidak hanya
berperan dalam struktural integritas jaringan ikat tetapi juga sebagai reservoir untuk
faktor pertumbuhan. Serabut-serabut elastin dapat ditemukan pada seluruh tubuh,
namun serabut ini akan lebih banyak ditemukan pada aorta, ligamen, dan zonula
siliaris pada mata.

Peneliti telah mengidentifikasi lebih dari 600 mutasi FBN1 yang menyebabkan
sindrom Marfan Lebih dari 60% mutasi tersebut merubah satu dari sekian banyak
protein asam amino dalam pementukan fibrilin-1. FBN1 yang termutasi
menghasilkan abnormal fibrillin-1 yang tidak dapat menjalankan fungsi
seharusnya.mutasi FBNI mengurangi jumlah fibrilin yang dihasilkan oleh sel.
Alhasil, jumlah fibrilliin-1 yang tersedia tidak cukup untuk membentuk mikrofibril.
Menurunnya produksi mikrofibril akan melemahkan elastisitasitas dan
menyebabkan aktivasi berlebih dari faktor TGF-beta. Hal itu akan menjadi
penyebab dan gejala sindrom Marfan. 2
II.5 Manifestasi Klinis

Meskipun manifestasi klinis pada sindrom marfan tidak terlalu khas, namun
adanya disporporsional pada tungkai, dislokasi pada lensa mata, dan dilatasi aorta
cukup untuk menegakkan diagnosis sindrom marfan. Tercatat ada lebih dari 30
manifestasi klinis lainnya pada sindrom ini yang sebagian besar melibatkan kulit,
rangka, dan sendi.

1. Kelainan pembuluh darah dan jantung

Kelainan kardiovaskuler pada sindrom Marfan adalah yang terberat dan


ditemukan pada 90% penderita sindrom Marfan yang pada akhirnya menyebabkan
kematian pada usia rata-rata 32 tahun. Kelainan jantung dapat berupa kelainan yang
dibawa sejak lahir atau kongenital seperti : Tetralogy of Fallot (TF), Atrial-septal
defect (ASD), dan katup aorta yang berdaun dua alias bicuspid. Persentase kelainan
jantung bawaan pada penderita sindrom Marfan jauh lebih tinggi dibandingkan
populasi umum. Jantung pada penderita sindrom Marfan dapat terdesak sehingga
terjadi kebocoran. Gejalanya antara lain sering sesak, lelah, dan berdebar-debar.
Jika pembuluh darah tersebut keluar dari jantung dan pecah, maka kematian
mendadak tak dapat dihindarkan.

Gambar 3. Kelainan jantung pada sindrom Marfan


2. Kelainan kerangka tubuh

Bentuk kaki yang panjang dan tangannya melebihi tinggi tubuhnya.


Jari-jarinya sedemikian panjang sehingga jika dilingkarkan pada
pergelangan tangan jari-jarinya akan melebihi ibu jarinya. Jari-jemari sangat
panjang seperti jari laba-laba yang disebut ‘arachnodactyly’ yang ditandai
dengan wrist walker sign dan Steinberg sign yang positif disertai langit-
langit didalam rongga mulut yang melengkung tinggi. Wajah lonjong tetapi
sempit, gigi bertumpuk-tumpuk, atap rongga mulut melengkung dan tinggi,
dan tulang dadanya menonjol. Selain itu kedua kakinya ceper, lensa
matanya anjlok, dan tulang punggungnya skoliosis atau bengkok.
Normalnya, tulang punggung membengkok sedikit ke arah dalam dan
keluar, namun dari belakang tampak seperti garis lurus hingga ke leher dan
tulang tengkorak. Tulang rusuk melengkung dan menyebabkan
"kebengkokan" di punggung, tidak heran bila dapat menyebabkan nyeri
punggung yang hebat –tergantung berapa derajat kecenderungan
pembengkokannya. Gejala lainnya, pada usia pertumbuhan saat
pertumbuhan tidak lagi secepat sebelumnya. Tubuh pengidap sindrom
Marfan akan terus meninggi tanpa henti. Jika tidak dihentikan, maka
tulangnya tetap akan tumbuh. Pectus excavatum juga merupakan gejala
yang dapat muncul.
Gambar 3. Tubuh Kurus dan Tinggi

Gambar 4. Wrist Walker Sign


Gambar 5. Arachnodactyly

Gambar 6. Steinberg Sign

Gambar 7. Pectus Excavatum


3. Kelainan Mata

Lensa matanya terlepas karena urat mata terus memanjang.


Pada mata, lebih dari setengah individu dengan sindrom marfan akan didapatkan
dislokasi pada salah satu atau kedua lensa. Dislokasi lensa sendiri dapat terjadi
minimal atau bahkan terlihat sangat jelas. Selain dislokasi lensa, kelainan pada
mata lainnya yang dapat terjadi pada sindrom marfan adalah katarak, glaucoma,
miopia, serta retinal detachment

4. Abnormalitas jaringan ikat (kolagen)

Menurut penelitian, penyebab abnormalitas adalah pada kolagen. Fungsi


utama kolagen adalah untuk menahan tubuh bersama-sama dan menyediakan
arahan bagi pertumbuhan dan perkembangan. Jaringan ikat terdiri dari serabut, sel-
sel, dan cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler dan serabut disebut matriks.
Dalam sindrom Marfan, jaringan ikat mengalami kerusakan dan tidak bertindak
sesuai fungsinya. Karena jaringan penghubung ditemukan di seluruh tubuh maka
sindrom Marfan dapat mempengaruhi banyak sistem tubuh, termasuk kerangka,
mata, jantung, pembuluh darah, sistem saraf, kulit, dan paru-paru.

Keadaan ini mirip dengan penyakit lain disebut Ehlers Danlos Syndrome
yang disebabkan oleh abnormalitas pada jaringan elastis. Hal itu mengakibatkan
kulit sering kendor, membran otak melebar (dural ectasia), sehingga sering muncul
kekebalan pada bagian tubuh seperti kaki atau tangan. 2,4,5

Gambar 7. Kelainan jaringan ikat


II.6 Diagnosis

Diagnosisi sindroma marfan di dasarkan pada riwayat keluarga dan


kombinasi kriteria mayor dan minor dari gangguan yang dialami oleh penderita.
Secara klinis menggunakan Ghent’s criteria, yaitu 2 kriteria mayor+ 1 kriteria
minor. Atau riwayat keluarga di dukung dengan 1 kriteria minor.

Tabel 1. Kriteria SM, meliputi tiap sistem organ yang mungkin terkena.
Homosistinuria juga harus disingkirkan dengan uji sianida nitroprusid
untuk disulfida urin yang negatif. Beberapa pasien dengan Sindroma Ehlers Danlo
s (SED) tipe I, II, dan III menderita ektopia lentis tetapi tidak memperlihatkan
habitus Marfan namun penderita kelainan kulit yang tidak dijumpai pada sindrom
marfan. Pasien dengan aneurisma aorta familial cenderung mengalami aneurisma
di dasar aorta abdomen. Namun, letak aneurisma bervariasi, dan tingginya insidensi
aneurisma (1:100) menyebabkan diagnosa banding sulit ditegakkan kecuali apabila
jelas dijumpai gambaran sindrom marfan lainnya. Beberapa keluarga dengan
aneurisma aorta familial mengalami mutasi di gen untuk prokolagen tipe III. 1,5,6

Pada nosologi yang direvisi tahun 2010, kriteria diagnostik baru telah
ditetapkan untuk pasien dengan atau tanpa riwayat keluarga yang didiagnosis
sindrom Marfan (Tabel 1). Bila tidak terdapat riwayat keluarga dengan sindrom
Marfan, diagnosis bisa ditegakkan dengan 4 skenario yang berbeda : 10

1. Bila terdapat Dilatasi/diseksi root aorta dan ectopia lentis diagnosis sindrom
Marfan dapat ditegakkan, terlepas dari ada atau tidaknya tanda-tanda sistemik
kecuali terdapat hal yang menunjukkan phrintzen-Goldberg syndrome (SGS),
Loeys- Dietz syndrome (LDS) atau bentuk vaskular dari Ehlers_Danlos
syndrome (vEDS).

Tabel 1. Kriteria Ghent yang direvisi untuk diagnosis sindrom Marfan dan
kondisi yang berhubungan. 10
2. Bila terdapat dilatasi/diseksi root aorta dan mutasi FBN1 cukup untuk
menegakkan diagnosis jika tidak terdapat ectopia lentis.
3. Bila terdapat dilatasi/diseksi root aorta tetapi tidak terdapat ectopia lentis
dan status FBN1 masih belum diketahui atau negatif, diagnosis sindrom
marfan dikonfirmasi oleh adanya temuan sistemik lainnya (≥7 poin, sesuai
dengan sistem skor yang baru) (tabel 2). Namun demikian, tanda-tanda yang
mengesankan adanya SGS, LDS atau vEDS harus disingkirkan dan
pemeriksaan genetik alternatif yang sesuai (TGFBR1/2, biokimia kolagen,
COL3A1, pemeriksaan genetik lainnya yang relevan ketika diindikasikan)
harus dilakukan.

Tabel 2. Nilai untuk kriteria sistemik. 10

4 Bila terdapat ectopia lentis tetapi tidak terdapat aortic root


dilatation/diseksi, identifikasi mutasi FBN1 diperlukan sebelum
mendiagnosis sin- drom Marfan. Bila mutasi FBN 1 tidak ber- hubungan
dengan penyakit kardiovaskular, pasien diklasifikasikan sebagai sindrom
ectopia lentis.

Pada pasien yang terdapat riwayat keluarga sindrom Marfan, diagnosis


bisa ditegakkan bila terdapat ectopia lentis, atau skor sistemik ≥7 atau aortic
root dilatation dengan Z ≥2 pada dewasa (≥20 tahun) atau Z ≥3 pada seseorang
berusia kurang dari 20 tahun. 10

Diagnosa Banding1,5,6
Marfan Sindrom

Myiopia, diameter kornea bias meningkat


dan menunjukkan megalpcprnea, retinal
detachment, sebesar 75% terjadi subluksasi
lensa bilateral, simetris dan superotemporal.

Homosistinuria

Pada 90% pasien didapatkan Subluksasi


lensa bilateral , simetris dan inferonasal

Weil-Marchesani syndrome

Ectopian Lentis, Perawakan


pendel,bracicepli, keterbatasan mobilitas
sendi, Myopia, subluksasi lensa. Blok papil
glaucoma.
II.7 Penatalaksanaan

Tidak ada obat khusus untuk penderita sindrom Marfan. Namun demikian,
berbagai pilihan pengobatan dapat meminimalisir dan mencegah komplikasi.
Spesialis yang sesuai akan mengembangkan program pengobatan perorangan;
pendekatan dokter tergantung pada sistem yang telah terpengaruh. Pengobatan-
pengobatan tersebut meliputi: 4,5

 Skeletal - evaluasi tahunan sangat penting untuk mendeteksi setiap


perubahan dalam tulang belakang atau tulang dada. Hal tersebut penting
dalam masa pertumbuhan cepat, seperti masa remaja. Cacat yang serius
dapat mencegah jantung dan paru-paru dari berfungsi dengan baik. Dalam
beberapa kasus, operasi ortopedi mungkin disarankan untuk mengobati
kelainan pada tulang tersebut.

 Mata - pemeriksaan mata teratur merupakan kunci untuk menangkap dan


memperbaiki setiap masalah penglihatan yang berkaitan dengan sindrom
Marfan. Dalam kebanyakan kasus, kacamata atau lensa kontak dapat
memperbaiki masalah ini, meskipun operasi mungkin diperlukan dalam
beberapa kasus.

 Jantung dan pembuluh darah – pemeriksaan yang rutin dengan


menggunakan echocardiograms membantu dokter mengevaluasi ukuran dan
cara aorta jantung bekerja. Beberapa masalah katup jantung dapat dikelola
dengan obat-obatan seperti beta-blocker, yang dapat membantu mengurangi
tekanan pada aorta. Dalam beberapa kasus, operasi untuk mengganti katup
atau perbaikan aorta mungkin diperlukan. Pembedahan harus dilakukan
sebelum aorta mencapai ukuran yang dikatakan berisiko tinggi untuk robek
atau pecah.
 Sistem saraf - Jika dural ektasia (pembengkakan selubung saraf tulang
belakang) mengembang, obat-obatan dapat membantu mengurangi rasa
sakit yang terkait.

 Paru-paru – Penderita sindrom Marfan diharapkan tidak merokok, karena


dapat mengalami peningkatan risiko untuk kerusakan paru-paru dan
hubungi dokter terdekat.

 Kehamilan: Genetic konseling harus dilakukan sebelum kehamilan pada


wanita penderita sindrom Marfan, karena sindrom marfan adalah suatu
penyakit keturunan. Wanita hamil dengan sindrom Marfan dianggap kasus
yang memiliki risiko tinggi.. Selama kehamilan, tekanan darah harus sering
dicek bulanan dengan menggunakan echocardiograms. Jika ada pembesaran
cepat atau regurgitasi aorta, istirahat atau pembedahan mungkin diperlukan

Medikamentosa

Terapi medis dan bedah telah meningkatkan angka harapan hidup hingga
60-70 tahun. 9,10

a.β-Blocker

Penghambat β dapat mengurangi kecepatan dilatasi aorta dan meningkatkan


kelangsungan hidup, setidaknya pada orang dewasa. Penggunaan penghambat
adre-nergik untuk mengurangi stres hemodinamik di aorta proksimal pada
sindrom Marfan pertama kali pada tahun 1971. Pengobatan menggunakan peng-
hambat β dengan mengurangi denyut ejeksi sistolik dapat mengurangi risiko
diseksi aorta. Dalam suatu studi menunjukkan bahwa penghambat β dengan
propranolol, atenolol atau metoprolol meningkatkan distensibilitas aorta dan
mengurangi kekakuan aorta pada pasien sindrom Marfan. Studi-studi tersebut
memberikan bukti kuat bahwa penghambat β harus dipertimbangkan pada semua
pasien sindrom Marfan, terutama pada kelompok usia muda. 10,11,12
b.ARB
Angiotensin II reseptor blocker (ARB) seperti losartan berpotensi sebagai
antagonis TGF-β. Pada suatu studi pada tikus, aktivasi TGF-β yang abnormal
memperlihatkan manifestasi sindrom Marfan terhadap sistem kardiovaskular, paru,
rangka dan otot rangka. Suatu studi prospektif menunjukkan kombinasi obat
losartan dan penghambat β pada pasien sindrom Marfan yang diberikan selama 35
bulan tersebut terbukti lebih efektif dibandingkan dengan pemberian β-blocker
saja dalam memperlambat atau bahkan menurunkan dilatasi root aorta pada pasien
sindrom Marfan. 9,11,13

c. Doxycycline

Doxycycline telah terbukti efektif menjadi penghambat MMPs dan baru-


baru ini telah terbukti memiliki peran yang menguntungkan dalam pengurangan
kadar MMP aorta pada model sindrom Marfan di hewan. Matriks metalloproteinase
(MMP)-2 dan -9 yang diregulasi selama perkembangan TAA (thoracic aortic
aneurysm) pada sindrom Marfan, disertai dengan menurunnya elastis serat dan
disfungsi vasomotor. Hipotesis menunjukkan bahwa mekanisme menguntungkan
dari doxycycline terutama dimediasi oleh efek inhibisi terhadap MMP-2 dan -9.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa doxycycline, lebih baik dalam menjaga
integritas serat elastin, sifat mekanik aorta, fungsi kontraktilitas sel otot polos aorta,
dan relaksasi endotelium dibanding atenolol, dengan demikian menekan
perkembangan TAA. 10,12,13,14

Pembedahan

Pembedahan untuk sindrom Marfan ditujukan untuk mencegah diseksi aorta


atau pecah dalam memperlakukan masalah katup. Ketika diameter aorta lebih dari
4,7 cm (cm) sampai 5,0 cm (tergantung pada tinggi), atau jika aortanya
berkecepatan tinggi, pembedahan dianjurkan. Kardiolog juga bisa dapat membantu
penderita sindrom marfan untuk menghitung diameter aorta yang berasio tinggi,
karena hal tersebut juga dapat memberikan informasi terhadap para penderita
sindrom marfan untuk melakukan operasi atau tidak.

Rekomendasi untuk operasi berdasarkan pada ukuran aorta, ukuran normal dari
aorta, laju pertumbuhan aorta, usia, tinggi badan, jenis kelamin dan sejarah keluarga
yang mengalami diseksi aorta. Pembedahan mengkhususkan penggantian pada
bagian pelebaran aorta dengan cara pencangkokan.

Operasi mungkin akan diperlukan untuk Perbaikan atau penggantian katup jika
penderita sindrom Marfan memiliki katup aorta yang bocor atau mitral (regurgitasi)
sehingga menyebabkan perubahan dalam ventrikel kiri (kiri majelis rendah hati)
atau gagal jantung.7,8

II.8 Deteksi dini

EVALUASI GENETIK

Pada masa lalu, banyak dokter mempunyai sikap "malas" terhadap kelainan
genetik karena "tidak ada yang dapat dilakukan dengan gen anda". Namun, penting
sekali untuk mendeteksi kelainan genetik sehingga pasien mendapat penyuluhan
yang adekuat terhadap kondisinya dan resiko terhadap keturunannya. Untuk
keadaan yang parah, pasien sering kali tertarik pada diagnosis prenatal, sehingga
mereka dapat mempertimbangkan pengakhiran kehamilan atau mempersiapkan
kelhairan anak yang tidak terkena penyakit. Kegagalan untuk menyiapkan
konseling yang adekuat dan tepat waktu akan membuat ini menjadi perkara hukum.
Diagnosa genetik bahkan menjadi lebih kritis sebagaimana banyak pilihan
pengobatan yang tersedia untuk anak dengan kelainan genetik. 2,3

Alasan utama suatu pasangan dianjurkan untuk diagnosis prenatal adalah umur.
Wanita yang umurnya lebih dari 34 tahun menghadapi peningkatan resiko untuk
melahirkan anak dengan kelainan kromosom. Indikasi utama yang lain untuk
diagnosis prenatal mencakup:
1. Riwayat cacat lahir sebelumnya pada anak atau keluarga,
keterbelakangan mental, kelainan kromosom atau kelainan genetik yang
dikenal.

2. Kematian janin berulang.

3. Bayi yang telah mati dalam periode neonatal.

4. Keadaan ibu yang menyebabkan predisposisi janin pada kelainan


bawaan.

KONSELING GENETIKA

a. Indikasi dan manfaat 5,6,7

Konseling genetik harus dibedakan dari pemeriksaan genetik dan skrining,


meskipun konselor genetik sering dilibatkan dalam hal pemeriksaan (testing)
genetik. Konseling genetik merujuk kepada proses komunikasi yang berkenaan
dengan masalah-masalah manusia yang dihubungkan dengan terjadinya kelainan
genetik

Konseling genetik merupakan proses komunikasi yang berhubungan


dengan kejadian atau resiko kejadian kelainan genetik pada keluarga. Dengan
meningkatnya pengetahuan tentang janin, banyak pasangan menunjukkan adanya
indikasi untuk mendapat diagnosa genetik prenatal. Meskipun setiap ahli kebidanan
mempunyai peran dalam memberikan konseling genetik, banyak klinisi
mendapatkan bahwa konselor genetik – seseorang yang lebih tinggi tingkatannya
dan mereka yang terlatih dalam aspek pendidikan, psikologis dan administrative
dari genetik akan sangat membantu. Konselor genetik berpengalaman dapat
memperoleh dan menafsirkan riwayat keluarga, sering kali mereka terlibat dalam
menegakkan diagnosa. Bila hadir dalam kunjungan prenatal, mereka dapat
menafsirkan kehamilan kini, menjelaskan resiko bagi janin, dan mendiskusikan
pilihan yang tersedia.
Kompleksitas dari konseling genetik dan luasnya cakupan penyakit genetik
mengarah pada perkembangan spesialisasi berbagai displin ilmu yang didesain
untuk memberikan dukungan medis yang luas bagi mereka dan keluarganya yang
beresiko dengan kelainan ini. Pendekatan konseling genetik memiliki implikasi
etik, sosial, dan finansial yang penting. Filosofi yang berhubungan dengan
konseling genetik bervariasi luas menurut negara dan pusat-pusat pelayanan. Pada
center-center di Amerika utara, konsultasi dilaksanakan dengan cara tidak langsung
dimana pasien belajar memahami betapa bernilainya peran dirinya dalam membuat
keputusan medis tertentu.

Pasien dengan resiko penyakit genetik harus memahami prinsip-prinsip dasar


dari genetika medis dan terminologi yang relevan dengan situasi ini. Ini mencakup
konsep tentang gen, bagaimana gen dihantarkan, dan menimbulkan resiko penyakit
turunan. Pemahaman yang adekuat tentang pola-pola pewarisan sifat atau penyakit
akan membuat pasien memahami kemungkinan resiko penyakit bagi diri dan
keluarganya. Penting juga menanamkan konsep-konsep penetrasi penyakit dan
ekspresinya kepada pasien.7,8
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang ke Poli Mata RS Abdul Manap pada tanggal 30 Januari 2019
dengan keluhan penglihatan kabur sudah dialami sekitar 5 tahun yang lalu, keluhan
dialami memberat secara perlahan lahan, hingga akhirnya 1 bulan ini keluhan membuat
pasien kesulitan dalam membaca sehingga harus membaca dengan jarak yang sangat
dekat. Keluhan disertai dengan rabun jauh (myopia). Pandangan silau melihat cahaya
kadang-kadang, riwayat melihat seperti di dalam teroworngan(+), jalan menabrak pada
malam hari kadang dikeluhkan pasien, nyeri pada mata dan sakit kepala(-) , pandangan
seperti berkabut diakui sesekali. Pasien juga memiliki riwayat keluarga dengan keluhan
yang serupa, yaitu Ayah Kandung pasien. Pasien mengaku tidak pernah mengalami
riwayat trauma atau terjatuh. Pasien sudah pernah berobat dengan diagnosa glaukoma,
saat itu, dokter mengatakan tekanan dalam bola mata nya mencapai 40, dan berada
diatas nilai normal sehingga pasien harus mendapat pengobatan, yakni tetes mata
timolol dan obat lainnya pasien mengaku tidak mengingatnya.

Pada Pemeriksaan fisik pasien didapatkan pectus excavatum, crowding gigi,


serta penurunan sudut ekstensi lutut. Pada pemeriksaan status oftalmologis visual fields
mata kanan dan kiri tidak sama dengan pemeriksa. Visus mata kiri penderita 1/60 dan
visus mata kanan 6/60. Visus tidak maju meski di koreksi menggunakan pinhole.
Gerakan bola mata tidak baik kesegala arah. Mata pasien tampak tidak simetris dan
bergetar (nystagmus). Pemeriksaan segmen anterior menunjukkan tidak ada injeksi
konjungtiva, tidak ditemukan adanya corakan iris (iris hypoplasia) pada kedua mata.
Tampak nucleus OD yang berpindah ke anterior kornea (dislokasi nuleus OD) dan
didapatkan terangkatnya kapsul lensa pada mata sebelah kiri dengan lensa mata tampak
tidak jernih. COA dangkal , hifema (-), Pada pemeriksaan untuk badan vitreous, retina
dan macula sulit untuk dievaluasi.
Gambar 5.1. Susunan gigi pasien (An.B) yang tidak teratur (Crowding)

Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi yang telah dilakukan,


diagnosa pasien ini adalah Dislokasi Nukleus OD + Katarak Komplikata OD +
Glaukoma sekunder ODS ec. Susp. Sindroma Marfan. Diagnosa dislokasi nuleus OD
dan Katarak komplikata OS ditegakkan berdasarkan temuan yang didapatkan.
sedangkan glaukoma sekunder sendiri adalah glaukoma yang diakibatkan selain faktor
kelainan pada mata, misalnya akibat komplikasi katarak, diabetes, tumor, inflamasi ,
trauma dan penggunaan steroid jangka panjang. Pada pasien dugaan pasti terjadinya
glaukoma tidak jelas diketahui , kemungkinan merupakan komplikasi dari kelainan yang
pasien alami. Pasien menunjukkan respon pengobatan sebelumnya, terbukti dari
penurunan TIO dari 40 menjadi 24.

Diagnosis Sindroma marfan pada kasus ini masih merupakan kecurigaan


sehingga dijadikan suspek sindroma marfan meskipun dari riwayat keluarga dan
pemeriksaan oftalmologis mendukung untuk kelainan pada sindroma marfan. Temuan
lain dari pasien adalah gigi yang tidak beraturan (crowded) yang merupakan salah satu
kriteria minor kelainan skeletal yang biasa dijumpai pada kelainan genetik penyakit
sindrom marfan. Sedangkan dari thumb sign dan wrist sign tidak ditemukan positif .
Tampak jari (arachnodactyly) dan telapak kaki datar (pes planum) tidak ditemukan pada
klinis pasien, sehingga merlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut untuk memastikan
kelainan pada pasien An.B.
Gambar 5.2 .Penampakan bagian telapak tangan dan kaki pasien.

Diagnosa banding pada kasus ini adalah kelainan-kelainan mata normal visus
turun yaitu mencakup kelaianan refraksi yaitu myopia, hypermetropia, astigmat,
presbyopia dan retinopati. Sedangkan untuk kasus sindroma marfan sendiri adalah
hemosistinuria, wheil marchasani, Ehlers Danlos.

Anjuran pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah menggunakan Slit lamp


dimana membantu dalam memeriksa dislokasi lensa, katarak ataupun ablatio rentina
pada pasien. Ada beberapa pilihan anjuran pemeriksaan pasien Untuk memastikan lebih
lanjut mengenai penyakit yang dialami yaitu funduskopi, ekokardiografi untuk
memastikan aneurisma aorta, Foto Rontgen/X-ray tulang belakang untuk melihat
scoliosis atau AP Pelvis untuk mengevaluasi protusi acetabulum dan CT scan untuk
evaluasi aorta, tulang belakang dan dural ectasia. Selain itu Genetic testing yang sangat
membantu dalam mengkonfirmasi diagnosis apabila tidak dapat ditegakkan hanya
melalui manifestasi klinik dan membedakan dengan penyakit yang hampir sama dengan
sindroma marfan. Selain itu, tes ini membantu untuk tujuan family planning dan
diagnosis prenatal.

Penanganan yang diberikan pada pasien ini adalah dirujuk ke spesialis jantung dan
spesialis genetik molekuler, tujuannya adalah untuk membantu penegakkan diagnosis
sehingga memastikan penatalaksanaan dan prognosis pasien. Secara teori pengobatan
yang diberikan adalah untuk mencegah komplikasi dan menekan perburukan. Pasien
diberikan Timolol yang merupakan obat golongan B-Bloker untuk menghambat
produksi aquous humor, Glaukon yang menagndung Asetazolamid, KSR untuk
meningkatkan kadar ion kalium serta Azopt yang mengandung brinzolamide untuk
membantu menurunkan TIO. Pasien di haruskan untuk kontrol ulang 1 minggu kedepan
untuk melihat respon pengobatan dan intervensi lanjutan.

Prognosis individu Sindroma marfan tidak dapat disembuhkan sepenuhnya, namun


dapat diobati secara simptomatik. Jika ditangani lebih awal, peluang jangka dan kualitas
hidup akan lebih baik.
BAB V
KESIMPULAN

Sindroma marfan adalah penyakit genetik yang disebabkan karena adanya


mutasi pada kromosom 15q2I.1. Sindroma marfan menyerang organ-organ yang
berhubungan dengan jaringan ikat. Penegakkan diagnosis pada sindroma marfan
berdasarkan kriteria Ghent adalah jika ditemukan 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria
mayor ditambah 2 kreiteia minor atau 1 kriteria mayor dengan terdapat riwayat
keluarga dengan sindroma marfan.

Pada nosologi yang direvisi tahun 2010, kriteria diagnostik baru telah
ditetapkan untuk pasien dengan atau tanpa riwayat keluarga yang didiagnosis
sindrom Marfan. Bila tidak terdapat riwayat keluarga dengan sindrom Marfan,
diagnosis bisa ditegakkan dengan 4 skenario yang berbeda :10

1. Bila terdapat Dilatasi/diseksi root aorta dan ectopia lentis diagnosis sindrom
Marfan dapat ditegakkan, terlepas dari ada atau tidaknya tanda-tanda sistemik
kecuali terdapat hal yang menunjukkan phrintzen-Goldberg syndrome (SGS),
Loeys- Dietz syndrome (LDS) atau bentuk vaskular dari Ehlers_Danlos
syndrome (vEDS).
2. Bila terdapat dilatasi/diseksi root aorta dan mutasi FBN1 cukup untuk
menegakkan diagnosis jika tidak terdapat ectopia lentis.
3. Bila terdapat dilatasi/diseksi root aorta tetapi tidak terdapat ectopia lentis dan
status FBN1 masih belum diketahui atau negatif, diagnosis sindrom marfan
dikonfirmasi oleh adanya temuan sistemik lainnya (≥7 poin, sesuai dengan
sistem skor yang baru) (tabel 2). Namun demikian, tanda-tanda yang
mengesankan adanya SGS, LDS atau vEDS harus disingkirkan dan
pemeriksaan genetik alternatif yang sesuai (TGFBR1/2, biokimia kolagen,
COL3A1, pemeriksaan genetik lainnya yang relevan ketika diindikasikan)
harus dilakukan.
4. Bila terdapat ectopia lentis tetapi tidak terdapat aortic root dilatation/diseksi,
identifikasi mutasi FBN1 diperlukan sebelum mendiagnosis sin- drom Marfan.
Bila mutasi FBN 1 tidak ber- hubungan dengan penyakit kardiovaskular, pasien
diklasifikasikan sebagai sindrom ectopia lentis.

Pada pasien yang terdapat riwayat keluarga sindrom Marfan, diagnosis bisa
ditegakkan bila terdapat ectopia lentis, atau skor sistemik ≥7 atau aortic root
dilatation dengan Z ≥2 pada dewasa (≥20 tahun) atau Z ≥3 pada seseorang berusia
kurang dari 20 tahun
Pengobatan atau terapi yang dilakukan bukan untuk menyembuhkan
melainkan hanya untuk mengurangi efek atau dampak dari sindrom tersebut. Akan
tetapi menurut penelitian, Terapi medis dan bedah telah meningkatkan angka
harapan hidup hingga 60-70 tahun. 9,10
DAFTAR PUSTAKA

1. Ammash NM, Sundt TM, Connolly HM. Marfan syndrome-diagnosis and


management.Curr Probl Cardiol. Jan 2008;33(1):7-39.
2. Chen, Harold. Marfan
Syndrome. Available at: http://www.emedicine.comLast update: Juny 4,
2007. Accessed: April 15, 2013
3. Yetman, AT. Marfan Syndrome and sudden death. Available
at:http://www.J Am Coll .com. Accessed: April 15, 2013
4. Anonim . Marfan Syndrome. Available at: http://www.AHA.com Last
update:January, 2008. Accessed: April 15, 2013
5. Judge DP, Dietz HC Division of Cardiology, Department of Medicine, Johns
Hopkins University, Baltimore, MD 21205, USA.Published 5 December
2005 in Lancet, 366(9501): 1965-76. www.Humangeneticdisoreder.com
6. Channell K, Washington ER. eMedicine Journal [serial online]. 2004.
Available at: http://www.emedicine.com/orthoped/topic414.htm.
7. American Heart association . 2009.
www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=4672 - 46k -: 1 hlm.
Accessed: April 15, 2013
8. Medicinenet. 1996. www.medicinenet.com: 1 hlm. Accessed:April 15,
2013
9. BaumgartnerH,BonhoefferP,DeGrootNM,etal.ESCGuide- lines for the
management of grown-up congenital heart disease (new version 2010).
European heart journal 2010;31:2915- 57
10. Loeys BL DH, Braverman AC, Callewaert BL, et al. The revised Ghent
nosology for the Marfan syndrome. J Med Genet 2010. 2010;47:476-85.
11. Keane MG, Pyeritz RE. Medical management of Marfan syn- drome.
Circulation 2008;117:2802-13
12. Dean JC. Management of Marfan syndrome. Heart 2002;88:97- 103
13. Chiu HH,Wu MH,Wang JK, et al. Losartan Added to b-Block- ade Therapy
for Aortic Root Dilation in Marfan Syndrome:A Randomized, Open-Label
Pilot Study. Mayo clinic proceedings 2013;88(3):271-276
14. Chung AW, Yang HH, Radomski MW, van Breemen C. Long- term
doxycycline is more effective than atenolol to prevent thoracic aortic
aneurysm in marfan syndrome through the inhibition of matrix
metalloproteinase-2 and -9. Circulation research 2008;102:e73-85

Anda mungkin juga menyukai