Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mikroba merupakan organisme yang berukuran kecil (mikro) yang dapat
melakukan aktifitas untuk hidup dan tergolong dalam prokaryot seperti bakteri
dan virus, dan eukaryot seperti alga, protozoa. Mikroba sangat berperan dalam
kehidupan (Nester, et.al., 2009). Mikroba terdiri dari bakteri, jamur, dan virus.
Secara umum, tiap mikroba mempunyai morfologi dan struktur anatomi yang
berbeda (Waluyo, 2004).
Mikroba berperan sebagai (pengurai) bahan-bahan organik. Namun,
adapun beberapa mikroba yang menyebabkan penyakit pada tanaman. Penyakit
tanaman dan banyaknya populasi patogen sudah menjadi masalah besar sehingga
saat ini semakin banyak dikembangkan, terutama dalam upaya peningkatan
produksi pangan dan perbaikan kualitas lingkungan hidup (Ashrafuzzaman, et al.,
2009).
Tumbuhan dikatakan sehat atau normal, apabila tumbuhan tersebut dapat
melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya sesuai dengan potensial genetik terbaik
yang dimilikinya. Tumbuhan menjadi sakit apabila tumbuhan tersebut diserang
oleh pathogen. Penyakit tumbuhan akan muncul bila terjadi kontak dan terjadi
interaksi antara dua komponen (tumbuhan dan patogen) (Agrios, 2005). Adanya
perkembangan penyakit didukung dengan interaksi tiga komponen yaitu patogen
yang virulen, tanaman yang rentan dan lingkungan yang mendukung.
Berdasarkan pemaparan di atas maka penulis akan membahas beberapa
contoh mikroba penyebab penyakit pada tanaman beserta mekanisme patogenesis
mikroba penyebab penyakit pada tanaman.

B. Rumusan masalah
1. Apa saja contoh penyakit pada tanaman yang disebabkan oleh mikroba?
2. Apa saja gejala-gejala penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba?
3. Apa saja contoh bakteri patogen pada tanaman?
4. Apa saja contoh kapang patogen pada tanaman?
5. Apa saja contoh virus penyakit pada tanaman

1
2

6. Bagaimana mekanisme patogenesis mikroba penyebab penyakit pada


tanaman?
C. Tujuan
1. Menjelaskan contoh penyakit pada tanaman yang disebabkan oleh mikroba
2. Menjelaskan gejala-gejala penyakit yang ditimbulkan oleh mikroba
3. Menjelaskan contoh bakteri pathogen pada tanaman
4. Menjelaskan contoh kapang patogen pada tanaman
5. Menjelaskan contoh virus penyakit pada tanaman
6. Menjelaskan mekanisme pathogenesis mikroba penyebab penyakit pada
tanaman
3 3

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penyakit Yang Disebabkan Mikroba Pada Tanaman

Banyak sekali penyakit yang disebabkan oleh mikroba pada tanaman


seperti busuk akar dan pangkal batang, layu, dan sebagainya. Dalam hal ini kami
mengambil contoh penyakit busuk akar dan layu pada tanaman. Berikut adalah
uraian dari penyakit yang disebabkan mikroba pada tanaman :

1. Penyakit Busuk Akar dan Pangkal Batang pada Tanaman Tebu


(Saccharum)

Penyakit busuk akar dan pangkal batang atau disebut penyakit lapuk akar
dan pangkal batang atau juga disebut penyakit xylaria merupakan penyakit yang
relatif baru di perkebunan tebu Indonesia. Penyakit tersebut pertama ditemukan
pada tahun 1993 di perkebunan tebu PT Gunung Madu Plantation, Provinsi
Lampung (Hersanti dan Sitepu 2005; Sitepu, et.al. 2010). Sampai saat ini penyakit
hanya dilaporkan pada perkebunan tebu di Sumatera (Achadian, et.al. 2012).
Selain di Indonesia, penyakit tersebut juga terdapat di Taiwan, Amerika Serikat,
dan Puerto Rico (Fang dan Lee 2000). Penyakit xylaria yang ada di Lampung
disebabkan oleh Xylaria cf warburgii (Sitepu, et.al. 2010), sama seperti yang di
Taiwan (Fang, et.al. 1986). Namun, di Amerika Serikat dan Puerto Rico penyakit
tersebut sebabkan oleh Xylaria arbuscula.

Gejala awal penyakit ialah daun menguning dan mengering dari ujung
daun (Gambar 1a). Seiring berjalannya waktu, semua daun akan mengering yang
menandakan perakaran dan pangkal batang sudah rusak parah. Pada serangan
berat, rumpun tanaman akan mengering dan mati (Gambar 1b). Tanaman yang
mati mudah dicabut karena akarakarnya juga mati. Akar tanaman sakit tampak
membusuk (busuk kering) dan berwarna hitam (Gambar 1d). Apabila pangkal
batang tebu sakit dibelah maka jaringan pangkal batang tebu terlihat cokelat muda
dan kemerahan, serta terdapat garis berwarna hitam (Gambar 1d) yang merupakan
ciri khas serangan Xylaria.

3
4

Gambar 1. Gejala penyakit xylaria pada tanaman tebu. a, Daun menguning dan mengering dari
ujung daun; b, Rumpun tanaman tebu mati; c, Akar tanaman sakit yang tampak menghitam; dan d,
Penampang membujur pangkal batang tebu sakit dan massa hifa. Ciri khas serangan Xylaria sp.
ditunjukkan dengan tanda panah (Sumber:Maryono, et al., 2017)

Tanda penyakit berupa stroma berhasil ditemukan di lapangan pada batang


tebu sakit dan tanah di sekitar tanaman tebu sakit (Gambar 2). Ada dua bentuk
stroma yang berhasil ditemukan. Stroma yang pertama berwarna hitam,
berkelompok dan bercabang banyak, dan bagian ujungnya berwarna putih
(Gambar 2a). Stroma yang kedua berbentuk batang silindris dengan semakin
meruncing keujungnya, tunggal, bertangkai pendek, berwarna hitam atau
kecoklatan, dan tidak bercabang atau bercabang pada pangkalnya (Gambar 2b dan
2c). Adanya stroma merupakan salah satu ciri khas Xylaria sp. (Ma, et.al. 2011;
Srihanant, et.al. 2015; Huang, et.al. 2015).

Gambar 2. Stroma Xylaria sp. pada tanaman tebu. a, Stroma pada pangkal tanaman tebu sakit; b,
Stroma yang keluar dari tanah di sekitar tanaman sakit; dan c, Stroma yang tumbuh dari sisasisa
tanaman sakit (Sumber:Maryono, et al., 2017).

Hasil isolasi penyebab penyakit dari bagian tanaman sakit, setelah


ditumbuhkan pada medium agar-agar dektrosa kentang, didapatkan cendawan
yang awalnya berwarna putih yang akan berubah menjadi gelap yang dimulai dari
bagian tengahnya (Gambar 3a). Pada biakan yang berumur lebih dari dua minggu
5

akan tumbuh stroma yang bercabang banyak, yang awalnya berwarna putih,
namun pada akhirnya berwarna hitam (Gambar 3b). Spora yang didapat dari
stroma berbentuk lonjong dan berwarna hitam (Gambar 3c). Berdasar karakter
morfologi tersebut, cendawan yang didapat adalah Xylaria sp. Secara umum
Xylaria hidup sebagai saprob atau sebagai parasit lemah dan sedikit yang menjadi
patogen (Whalley, 1996), bersimbiosis dengan rayap (Rogers, et.al. 2005; Ju dan
Hsieh 2007), dan sebagai endofit (Ibrahim, et.al. 2014).

Gambar 3. Karakter morfologi Xylaria sp. penyebab busuk akar atau pangkal batang pada
tanaman tebu. a, Biakan cendawan Xylaria sp. pada medium agar-agar dekstrosa kentang; b,
Stroma yang terbentuk pada medium agar-agar miring; dan c, Askospora (perbesaran 100×)
(Sumber:Maryono, et al., 2017).

2. Penyakit Layu pada Tomat (Solanum lycopersicum)

Dalam budidaya tomat terdapat kendala di lapangan yaitu gangguan hama


dan penyebab penyakit tanaman baik bakteri, jamur, virus maupun
mikroorganisme lain. Salah satu penyakit yang mengganggu tanaman tomat yaitu
penyakit layu yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp lycopersici
yang merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman tomat. Penyakit ini
pernah dilaporkan menimbulkan kerugian yang besar di Jawa Timur dengan
tingkat serangan mencapai 23% (Bustaman, 1997). Sedangkan di Kalimantan
Tengah serangan patogen ini mencapai 25%-50% berdasarkan data Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian (1997). Adanya serangan F. oxysporum menjadi
salah satu pembatas yang menyebabkan terjadinya penurunan produksi tomat
(Freeman, et.al. 2002). Patogen ini dapat ditemukan pada daerah beriklim sedang
dan tropis serta pada lingkungan yang beragam, seperti daerah kutub utara dan
daerah padang pasir (Nelson, 1981). Penyebab layu fusarium juga menyerang
6

hampir seluruh bagian tanaman yang dibudidayakan termasuk tumbuhan liar


(Kranz, et.al. 1977).

Tomat yang terkena penyakit layu Fusarium menunjukkan gejala


pemucatan atau klorosis pada daun, diikuti dengan terkulainya tangkai daun yang
lebih tua dan sebelum tanaman layu biasanya daun tanaman berubah warna
menjadi kuning. Gejala layu seperti ini, sama dengan yang ditimbulkan oleh
jamur Fusarium oxysporum f. sp lycopercisi sebagaimana yang dikemukakan oleh
Semangun (1994) dari variasi gejala yang terlihat tanaman yang layu dan terus
menguning dari tangkai hingga daun tanaman yang terserang. Pada gambar 4A
merupakan tanaman tomat yang sehat, gejala penyakit layu fusarium pada
tanaman tomat dapat dilihat pada gambar 4B dimana tanaman terlihat layu dan
menguning, pada gambar 4C merupakan potongan dari batang tomat yang
terinfeksi layu fusarium dan akan terlihat berkas pembuluh yang berwarna cokelat
yang merupakan gejala khas dari layu Fusarium.

Gambar 4. A. Tanaman tomat yang sehat. B.Tanaman tomat yang mengalami gejala layu
Fusarium. C. Gejala khas layu Fusarium pada batang tomat yang dipotong secara melintang
(Sumber:Sitepu, et al., 2014)

Dari hasil isolasi yang ditumbuhkan pada media PDA + AB didapatkan


hasil dari bagian tanaman setelah diinkubasi selama 1 minggu maka setiap
spesimen dalam cawan-cawan keluar koloni jamur yang berwarna merah muda
agak keunguan yang berpusat pada spesimen (Gambar 5).
7

Gambar 5.Koloni jamur Fusarium sp. pada media PDA (Potato Dextrose Agar) (Sumber:Sitepu,
et al., 2014).

Dari hasil isolasi yang telah dilaksanakan kemudian miselium dipindahkan


ke dalam wadah yang berisi media CLA (Carnation Leaf Agar) dan hasil
pengamatan selama 3 hari menunjukkan pada permukaan daun anyelir terdapat
miselium berwarna putih dan kemudian daun anyelir dipenuhi dengan miselium-
miselium dan juga terdapat sporokodium yang berisi makrokonidium dan
mikrokonidium (Gambar 6).

Gambar 6.Sporokodium yang tumbuh pada media dan daun anyelir (Sumber:Sitepu, et al., 2014)

Hasil pengamatan secara mikroskopis dan identifikasi dari gejala layu


Fusarium pada tanaman tomat menunjukkan bahwa mikrokonidia dan
makrokonidia dari jamur Fusarium sp. seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 7.Bentuk makrokonidia dan mikrokonidia Fusarium sp.(pembesaran 400x) (Sumber:


Sitepu, et al., 2014).
8

B. Bakteri Patogen Pada Tanaman

Beberapa bakteri dapat menyebabkan patogen pada tanaman, jika bakteri


tersebut berada pada inang yang tepat dan dapat berkembangbiak dengan baik.
Bakteri patogen menyebabkan penyakt pada tanaman dan kerugian pada petani
jika menyerang pada perkebunan atau persawahan. Berikut beberapa bakteri
patogen pada tanaman.

1. Bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae Dye

Gambar 8.Bentuk bakteri Xanthomonas campestris(Sumber: Koleksi PPOPT Bandung, 2008 dan
Lozano, 1974 dalam Semangun, 2001)

Bakteri Xanthomonas campestrismerupakan bakteri berbentuk batang pendek


berukuran 1-2 x 0,8 – 1 μm. Bakteri tersebut memiliki alat gerak yang berupa
flagel (Gambar. 8). Bakteri ini bersifat aerob, gram negatif dan tidak membentuk
spora. Bakteri tersebut membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning
keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai permukaan yang licin
(Semangun, 2001).

Bakteri Xanthomonas campestrismenyebabkan penyakit hawar daun. Penyakit


hawar bakteri pada tanaman padi bersifat sistemik dan dapat menginfeksi tanaman
pada berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini dapat dibedakan menjadi
tiga macam, yaitu: (1). Gejala layu (kresek) pada tanaman muda atau tanaman
dewasa yang peka, (2). Gejala hawar dan (3). Gejala daun kuning pucat
(Machmud, 1991).

Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terdapat
pada tanaman muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa
yang rentan. Pada awalnya gejala terdapat pada tepi daun seperti terlihat pada
9

gambar 9 atau bagian daun yang luka berupa garis bercak kebasahan, bercak
tersebut meluas berwarna hijau keabu-abuan, selanjutnya seluruh daun menjadi
keriput dan akhirnya layu seperti tersiram air panas. Seringkali bila air irigasi
tinggi, tanaman yang layu terkulai ke permukaan air dan menjadi busuk. Menurut
Machmud (1991), pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini, gejala terus
berkembang hingga seluruh permukaan daun, bahkan kadang-kadang pelepah
padi sampai mengering. Pada pagi hari atau cuaca lembab, eksudat bakteri sering
keluar ke permukaan bercak berupa cairan berwarna kuning menempel pada
permukaan daun dan mudah jatuh oleh hembusan angin, gesekan daun atau
percikan air hujan.

Gambar 9.Daun padi yang terinfeksi bakteri Xanthomonas campestris(Sumber: Machmud, 1991)

2. Bakteri Erwinia carotovora


Bakteri Erwinia carotovora merupakan bakteri berbentuk batang (gambar
10), bersifat gram negatif, umumnya berbentuk rantai, tidak berkapsul dan tidak
berspora, dapat bergerak aktif dengan 2-5 flagella. Ukuran selnya 1,5-2,0 x 0,6-
0,9 mikron (Permadi dan Sastroosiswojo, 1993). Suhu minimum untuk bakteri ini
adalah 5oC, optimum 22oC, maksimum 37oC dan akan mati pada suhu 50oC
(Agrios, 2005). Bakteri ini bersifat gram negatif. Hidup bakteri ini soliter atau
berkelompok dalam pasangan atau rantai, termasuk jenis bakteri fakultatif
anaerob. E. carotovora memproduksi banyak enzim ekstraselluler seperti
pektinase yang mendegradasi pektin yang berfunsi untuk merekatkan dinding-
dinding sel yang berdampingan (Dwidjoseputro, 1964).
10

Gambar 10.Bakteri Erwinia carotovora secara mikroskopis


(Sumber: Martoredjo, 2010).
Gejala yang umum pada tanaman kubis-kubisan adalah busuk basah,
berwarna coklat atau kehitaman, pada daun, batang, dan umbi. Pada bagian yang
terinfeksi mula-mula terjadi bercak kebasahan. Bercak-bercak tersebut membesar
dan mengendap (melekuk), bentuknya tidak teratur, berwarna coklat tua
kehitaman. Jika kelembaban tinggi jaringan yang sakit tampak kebasahan,
berwarna krem atau kecoklatan (gambar 11), dan tampak agak berbutir-butir
halus. Bakteri ini masuk pada jaringan daun kubis melalui hidatoda atau lubang
untuk mengeluarkan dan menarik air gutasi pada cuaca sangat lembab, umumnya
pada pagi hari, karena gejala ini selalu dimulai ujung tulang daun dan meluas
hingga seluruh helaian daun dapat busuk. Pada serangan lanjut daun yang
terinfeksi melunak berlendir dan mengeluarkan bau yang khas. Jaringan yang
membusuk pada mulanya tidak berbau, tetapi dengan adanya serangan bakteri
sekunder jaringa tersebut menjadi berbau khas yang mencolok hidung
(Dwidjoseputro, 1964). Bau tersebut merupakan gas yang dikeluarkan dari hasil
fermentasi karbohidrat kubis.

Gambar 11.Busuk Lunak pada Tanaman Kubis oleh Bakteri Erwinia Carotovora
(Sumber :http://www.corbisimages.com/stock-photo/rights-managed/42-)
11

C. Kapang Penyebab Penyakit Pada Tanaman


Kapang merupakan jamur benang atau filament yang dapat membentuk
hifa dan selanjutnya menjadi miselium. Kapang adalah fungi multiseluler yang
mempunyai filamen, dan pertumbuhannya pada makanan mudah dilihat karena
penampakkannya yang berserabut seperti kapas. Pertumbuhannya mula-mula akan
berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna
tergantung dari jenis kapang. Sifat-sifat morfologi kapang baik penampakkan
mikroskopik dan makroskopik digunakan dalam identifikasi dan klasifikasi
kapang (Richard, 2006).
Selain manusia dan hean kapang pathogen juga dapat menyerang
tumbuhan. Kapang patogen tular tanah merupakan kapang penyebab penyakit ada
tanaman yang penyebarannya melalui perantara tanah dan merupakan kelompok
kapang yang sebagian besar dari siklus hidupnya berada di dalam tanah dan
memiliki kemampuan untuk menginfeksi perakaran atau pangkal batang, sehingga
dapat menyebabkan infeksi dan kematian bagi tanaman. Ciri-ciri utama kapang
patogen tular tanah adalah mempunyai stadia pemancaran dan masa bertahan yang
terbatas di dalam tanah, walaupun beberapa patogen tular tanah ini dapat
menghasilkan spora udara sehingga dapat memancar ke areal yang lebih luas.
(Hidayah dan Djajadi, 2009).
Salah satu kapang patogen pada tumbuhan ialah dari genus Fusarium sp.,
Aspergillus flavus. Berbagai macam penyakit pada tanaman kedelai yang
disebabkan oleh R. solani yaitu busuk akar dan batang, dan hawar daun. Kapang
patogen yang juga dapat menginfeksi tanaman ialah Fusarium sp, kapang ini
menyebabkan tumbuhan mengalami gejala layu pada daun dan menyebabkan
kemaitian pada tanaman (Semangun, 1996).
1. Spesies Kapang Patogen pada Tanaman
a. Fusarium sp.
Jamur Fusarium sp. adalah salah satu jenis patogen tular tanah yang
mematikan, karena patogen ini mempunyai strain yang dapat dorman selama 30
tahun sebelum melanjutkan virulensi dan menginfeksi tanaman. Layu fusarium
disebabkan oleh cendawan jenis Fusarium sp. Kasus serangan penyakit ini banyak
terjadi di dataran rendah. Umumnya, tanaman ini akan layu dan mati dalam tempo
12

waktu 14-90 hari. Resapan air di lahan yang buruk atau lahan yang banyak
genangan airnya akan meningkatkan risiko serangan penyakit ini (Mukarlina,
2010). Fusarium sp. mempunyai ukuran tubuh yang sangat kecil dan hidupnya
bersifat parasitoid yaitu organisme yang bergantung pada organism lain serta
didukung oleh suhu tanah yang hangat dan kelembaban tanah yang rendah sekali.
amur Fusarium sp. memiliki struktur yang terdiri dari mikronidia dan makronidia.
Permukaan koloninya berwarna ungu dan tepinya bergerigi serta memiliki
permukaan yang kasar berserabut dan bergelombang (Gambar 12).

Gambar 12.Morfologi kapang Fusarium sp.


(Sumber : Mukarlina,2010)

Serangan awal layu fusarium ditandai dengan busuk di bagian batang yang
dekat dengan permukaan tanah, awalnya tulang-tulang daun sebelah atas menjadi
pucat, tangkai daun merunduk dan tanaman menjadi layu. Layu total dapat terjadi
antara 2-3 minggu setelah terinfeksi. Tandanya dapat dilihat pada jaringan angkut
tanaman yang berubah warna menjadi kuning atau coklat (Gambar 13). Penyakit
ini dapat bertahan di tanah untuk jangka waktu lama dan bisa berpindah dari satu
lahan ke lahan lain melalui mesin-mesin pertanian, seresah daun yang telah
terserang, maupun air irigasi. Suhu tanah yang tinggi sangat sesuai untuk
perkembangan penyakit ini (Mukarlina, 2010).
Selanjutnya, kebusukan akan menjalar hingga ke akar. Akibatnya,
tanaman akan layu dan kekeringan di bagian ranting dan pada akhirnya
menyebabkan tanaman rebah (Hamid, 2011).Tanaman yang terserang penyakit ini
ditandai dengan menguningnya daun-daun tua yang diikuti dengan daun muda,
pucatnya tulang-tulang daun bagian atas, terkualainya tangkai daun, dan layunya
tanaman. Batang pun membusuk dan agak berbau amoniak. Jika pangkalnya
dipotong, akan terdapat warna cokelat berbentuk cincin dari berkas pembuluhnya
(Wiryanta, 2002).
13

(A) (B)
Gambar 13. (A) Batang bagian bawah membusuk akibat terserang kapang Fusarium sp.
dan berubah warna menjadi coklat, (B) tangkai daun merunduk dan tanaman menjadi layu akibat
kapang Fusarium sp.(sumber:Sumangun,1996)

b. Aspergillus flavus
Aspergillus flavusadalah jamur. Tumbuh dengan memproduksi benang
filamen bercabang seperti yang dikenal sebagai hifa. Sebuah jaringan hifa yang
dikenal sebagaimiselium mengeluarkan enzim yang memecah sumber makanan
yangkompleks. Molekul kecil yang dihasilkan diserap oleh myceilium untuk
bahan bakar pertumbuhan jamur tambahan.Aspergillus flavus merupakan jamur
yang biasa tumbuh pada hasil panen yang mengandung minyak, misalnya kacang-
kacangan,jagung,cabe,biji kapas dan serelia (Supardi, 1999).
Jamur dalam grup ini sering menyebabkan kerusakan pada makanan. Konidia
grup iniberwarna kuning sampai hijau dan mungkin membentuk skerotia.
(Gambar 14a).Konidiofora tidak berwarna, kasar bagian atas agak bulat sampai
kolumner, vesikel agak bulat sampaiberbentuk batang pada kepala yang kecil,
sedangkan pada kepala yang besar berbentuk globulosa (Gambar 14b).

(A) (B)
Gambar 14. (A) Jagung terserang Aspergillus flavus (B) Morfologi Aspergillus flavus
(Sumber: Supardi,1999).
14

D. Virus Penyebab Penyakit Pada Tanaman


Virus merupakan salah satu mikroba yang masyarakat awam
mengenalnya, sebagai mikroba yang berbahaya. Virus dapat menjadi penyebab
terjadinya suatu penyakit pada tanaman. Beberapa virus penyebab penyakit pada
tanaman menjadi masalah besar sehingga saat ini semakin banyak dikembangkan
terutama dalam upaya peningkatan produksi pangan dan perbaikan kualitas
lingkungan hidup. Berikut merupakan beberapa contoh virus penyebab penyakit
pada tanaman.
1. Begomovirus
Tanaman melon di lahan Sewon, Bantul Yogyakarta diduga terinfeksi
Begomovirus dengan gejala awal infeksi ditunjukkan dengan bercak kuning pada
daun, berkembang menjadi penebalan tulang daun, daun keriting (curly), dan
pertumbuhan tanaman terhambat (stunting) (Gambar 15). Infeksi virus pada
tanaman dapat mengakibatkan berkurangnya fotosintesis, yaitu berkurangnya
klorofil pada daun, berkurangnya efisiensi klorofil, atau berkurangnya luas daun,
serta berkurangnya substansi pengatur pertumbuhan tanaman (Mushtaq et al.,
2014) sehingga dapat menghambat pertumbuhan tanaman tersebut.

Gambar 15.Tanaman melon tidak bergejala leaf curl (A) dibandingkan dengan tanaman melon
dengan gejala leaf curl (B) yang diduga terinfeksi Begomovirus (Sumber: Hartono, 2014).

2. Papaya Ringspot Virus (PRSV)


Gejala penyakit mosaik pada pertanaman pepaya (Carica papaya) di
Provinsi Nangroe aceh Darussalam (NAD) dilaporkan sejak awal tahun 2012.
Gejala mosaik berat tampak jelas pada daun muda seperti pada gambar 13a dan
batang serta tangkai daun seperti pada (Gambar 13b). Pada kondisi infeksi yang
sangat parah gejala muncul pada buah dan menyebabkan bercak hijau tua pada
15

buah seperti pada gambar 16c, tanaman akhirnya kekurangan nutrisi dan mengalai
mati pucuk.

Gambar 16.Gejala penyakit mosaik pada tanaman pepaya di Desa Meuse, Kecamatan
Kutablang,Kabupaten Bireun dan Desa Lambaro Teunom, Kecamatan Lembah Seulawah,
Kabupaten AcehBesar, Provinsi Naggroe Aceh Darussalam. a, mosaik berat pada daun; b, mosaik
pada batang
dan tangkai daun; c, bercak hijau tua pada buah (sumber: Hidayat, 2012).

Papaya ringspot virus adalah anggota famili Potyviridae, genus Potyvirus


yang diketahui memiliki daerah sebar geografi yang sangat luas. Penularan di
lapangan terutama terjadi melalui kutu daun, Aphis craccivora, A. gossypii, dan
Myzus persicae, secara nonpersisten (Kalleshwaraswamy dan Kumar
2008).Penularan dapat terjadi juga secara mekanis, tetapi PRSV umumnya tidak
bersifat tular benih (Purcifull, et al. 1984). Dilaporkan bahwa isolat-isolat PRSV
dapat dibedakan menjadi dua tipe utama (galur), yaitu galur P dan W. Kedua galur
tersebut dapat dibedakan berdasarkan pada kisaran inangnya karena PRSV-P
dapat menginfeksi pepaya dan Cucurbitaceae, sedangkan PRSV-W tidak dapat
menginfeksi pepaya dan hanya menginfeksi Cucurbitaceae (You, et al. 2005).
3. Pepper yellor leat curl virus (PYLCV)
Infeksi virus kuning cabai terjadi akibat serangan penyakit yang dibawa oleh
virus Pepper yellor leat curl virus (PYLCV). Penyakit kuning cabai ini banyak
diderita oleh tanaman cabai rawit, cabai besar, paprika dan juga tomat. Virus
kuning cabai ini bersifat persisten dan dapat menyebar melalui kutu kebul.
16

Gambar 17.Penyakit kuning cabai (sumber: bali.litbang.pertanian.go.id).

Mekanisme infeksi virus dalam tubuh tanaman terjadi hingga


memunculkan gejala berupa daun yang berwarna kuning), kerdil dan menggulung
ke atas (cupping) (Gambar 17). Gejala menguningnya daun mirip dengan gejala
yang kekurangan unsur mikro Fe, yang merupakan akibat dari terhambatnya
aliran nutrisi aliran nutrisi (fotosintat) dari source ke sink karena virus yang ada
di dalam tanaman menguasai floem (floem limited virus), tanaman yang terinfeksi
ketika awal pertumbuhan tidak akan berbuah, sedangkan ketka tumbuhan sudah
memasuki fase generatif atau berbunga, maka buah yang dihasilkan akan kerdil,
mengkerut dan keras (Ariyanti, 2007).

E. Mekanisme Pathogenesis Mikroba Penyebab Penyakit pada Tanaman


Sebagai salah satu faktor yang menentukan terjadinya penyakit pada
tanaman adalah adanya interaksi antara patogen dengan tanaman inangnya, yang
ditunjukkan dengan terjadinya pertumbuhan dan perkembangan patogen di dalam
jaringan inang (Elisa, 2010). Sebelum membahas mengenai terjadinya infeksi
patogen harus terlebih dahulu mengenal inangnya (masa pra-penetrasi) untuk
selanjutnya baru melakukan infeksi dan masuk ke dalam jaringan inang (masa
pasca penetrasi). Sebagai akibat dari adanya infeksi akan terjadi penyakit pada
tanaman.
1. Pra-infeksi
17

Pada tahap pra-infeksi mekanisme pertahanan fisik-mekanik (pertahanan


structural) yaitu berupa duri, bulu, lapisan lilin yang terdapat pada daun,batang
ataupun organ lainnya (Adinugroho, 2008).
2. Pasca Infeksi
Pada tahap pasca infeksi mekanisme pertahanan fisik-mekanik yang
dimiliki inang dapat berupa pertahanan sitoplasmid (pada waktu pathogen masuk
dalam sel pathogen dikurung dalam sel), pertahanan seluler (sel inang membuat
selubung sehingga pathogen tidak dapat menyentuh sel lain), pertahanan jaringan
(pembentukan lapisan gabus, lapisan absisi), pertahanan organ dengan
menjatuhkan organ yang terkena penyakit (Adinugroho, 2008).
F. Pathogen Mikroba
Pathogen mikroba adalah organisme hidup yang bersifat mikro dan
memiliki kemampuan untuk menimbulkan penyakit pada tanaman atau tumbuhan
(Adinugroho, 2008). Mikroorganisme tersebut antara lain jamur, bakteri, virus,
nematoda mikoplasma, spiroplasma dan riketsia. Pada bahasan kali ini yang akan
dibahas adalah pathogen mikroba jamur, bakteri dan virus.
1. Jamur
Jamur patogen tumbuhan dapat masuk ke dalam jaringan tumbuhan
melalui beberapa jalan antara lain; a) luka; b) lubang-lubang alami; c) menembus
secara langsung permukaan jaringan yang utuh.
Jamur patogen yang menginfeksi melalui luka disebut parasit luka. Jamur
yang tergolong jenis ini tidak dapat melakukan infeksi secara langsung menuju
jaringan, hanya dapat melakukan infeksi jika sudah terbentuk luka atau luka telah
disebabkan oleh patogen lain (Madigan et al., 2006).
Lubang alami yang sering digunakkan sebagai tempat masuk oleh jamur
patogen adalah stomata. Spora jamur yang berada dipermukaan daun akan
berkembang dan membentuk bulu kecambah. Setelah mencapai stomata, ujung
buluh akan membentuk Aspresorium. Dari aspresorium tersebut, akan dibentuk
tabung penetrasi yang masuk ke dalam stomata dan didalam ruang udara akan
membengkak menjadi gelembung substoma yang kemudian akan tumbuh hifa
infeksi ke segala arah, membentuk haustorium dan menghisap makanan dari sel-
sel inang (Schlegel and Zaborosch, 1993).
18

Jamur patogen yang melakukan infeksi dengan menembus langsung


permukaan jaringan, buluh kecambah dari spora jamur terlebih dahulu akan
membentuk apresorium yang melekat erat pada permukaan kulit luar karena
adanya lapisan lendir. Apresorium kemudian akan membentuk hifa infeksi yang
berupa tonjolan kecil namun mempunyai kekuatan besar untuk menembus
kutikula. Senyawa kutin yang merupakan penyusun dinding kutikula akan dapat
dihancurkan secara kimiawi, sehingga jamur tidak hanya mengandalkan kekuatan
mekanisnya saja. Selanjutnya hifa infeksi akan bertemu dengan dinding luar sel
epidermis yang terutama tersusun oleh selulosa, dan dapat dihancurkan oleh jamur
secara enzimatis, sehingga selulosa mengalami hidratasi yang terlihat sebagai
suatu pembengkakan dan berlapis-lapis. Hifa infeksi akan membuat saluran kecil
di dalam bengkakan ini dan masuk ke dalam ruang sel.
Jika hifa infeksi mulai menguraikan dinding luar sel epidermis,
keseimbangan dalam sel mulai terganggu. Protoplas mengalami perubahan dalam
strukturnya, menjadi lebih kasar dan granuler (Schlegel and Zaborosch, 1993).
Kadang-kadang plasma mengalami koagulasi dan mengendap pada permukaan
hifa yang telah masuk, sehingga hifa yang masuk terbungkus oleh selaput yang
padat, yang dapat menghalangi difusi sekresi jamur ke dalam sel. Ada kalanya
lapisan pembungkus ini menjadi lebih kuat karena adanya endapan selulosa dan
hemiselulosa yang disebut lignituher, yang dapat menghentikan pertumbuhan hifa
(Kango, 2010).
Kelas-kelas dalam jamur yang paling banyak menjadi penyebab penyakit
tanaman, yaitu: 1) Ascomycetes, 2) Basidiomycetes, 3) Deuteromycetes, 4)
Phycomycetes. Contoh penyakit yang ditimbulkan oleh pathogen ini adalah
penyakit karat daun (jamur Hemileia vastatrix B.et Br), penyakit bercak daun
cercospora (jamur Cercospora coffeicola B.et Cke.), penyakit jamur upas (jamur
Corticium salmonicolor B.et Br.).
19

Gambar 18.Penyakit yang Ditimbulkan Pathogen Jamur (penyakit karat daun (jamur Hemileia
vastatrix B.et Br), penyakit bercak daun cercospora (jamur Cercospora coffeicola B.et Cke.),
penyakit jamur upas (jamur Corticium salmonicolor B.et Br.).
(Sumber :Madigan et al., 2006).
2. Bakteri
Bakteri tidak dapat melakukan infeksi dengan menembus permukaan
jaringan tumbuhan yang utuh. Bakteri dapat masuk ke dalam jaringan tanaman
melalui luka mekanis (Pfeilmeier et al., 2016). Karena adanya tekanan negatif di
dalam pembuluh yang terjadi akibat adanya luka akan mengakibatkan bakteri
terhisap masuk ke dalam pembuluh sehingga terlindung dari faktor lingkungan
yang kurang baik (Pfeilmeier et al., 2016). Luka karena hewan juga dapat menjadi
jalan masuk bagi bakteri. Lubang alami dapat digunakan oleh bakteri untuk
melakukan infeksi. Mulut kulit ataupun hidatoda, khususnya yang terdapat di tepi
daun dapat digunakan sebagai jalan masuk bakteri. Pada waktu udara lembab
hidatoda akan mengeluarkan tetes air gutasi. Jika kelembapan turun maka
penguapan daun akan bertambah sehingga tetes air yang berada di depan hidatoda
akan terhisap masuk dan bila di situ ada spora bakteri yang menempel maka akan
ikut terserap masuk bersama dengan tetes air gutasi tersebut. Infeksi yang terjadi
melalui hidatoda ini sering ditunjukkan dengan gejala awal kerusakan yang
terlihat pada tepi daun (Alfano, 1996).

Gambar 19. Macam Penetrasi Batkteri Pathogen Tumbuhan


(Sumber: Madigan et al., 2006).
3. Virus
Virus tumbuhan tidak dapat melakukan infeksi tanpa adanya bantuan,
karena virus tidak dapat mengadakan penetrasi dinding sel. Virus akan masuk ke
dalam sel untuk melakukan replikasi (Kara. R, 2011). Infeksi virus pada
permukaan daun terutama terjadi pada sel-sel epidermal. Partikel virus dapat
20

masuk melalui luka kecil yang tidak menyebabkan matinya sel. Virus tertentu
dapat menginfeksi melalui luka mekanis, sedangkan virus lainnya harus masuk ke
dalam sel inang dengan bantuan jasad tertentu yang disebut vektor (Parija, 2009).
Setelah masuk kedalam jaringan inang virus akan segera melepaskan mantelnya,
sedang intinya akan segera berperan dalam proses infeksi yaitu dengan mengikuti
proses metabolisme dalam tubuh inang. Asam nukleat dari virus akan bergabung
dalam sistem informasi genetik tumbuhan, sehingga tidak hanya mengadakan
replikasi untuk membentuk RNA sendiri tetapi juga menentukan terbentuknya
protein virus (Kara, 2011).
G. Proses Terjadinya Penyakit pada Tanaman oleh Pathogen Mikroba
Penyebaran dan penularan penyakit pada tumbuhan yang infeksius (menular)
ada beberapa rangkaian kejadian yang berurutan satu dengan yang lainnya Ada
dua rangkaian kejadian penting, yaitu siklus hidup patogen dan siklus penyakit
(Purnomo, 2006). Rangkaian kejadian tersebut berperan dalam perkembangan
patogen dan perkembangan penyakit. Siklus hidup patogen dimulai dari tumbuh
sampai menghasilkan alat reproduksi. Sedangkan siklus penyakit meliputi
perubahan-perubahan patogen di dalam tubuh tanaman dan rangkaian perubahan
tanaman inang serta keberadaan patogen (siklus hidup patogen) di dalamnya
dalam rentang waktu tertentu selama masa pertumbuhan tanaman (Purnomo,
2006). Kejadian penting dalam siklus penyakit meliputi : inokulasi (penularan),
penetrasi (masuk tubuh), infeksi (pemanfaatan nutrien inang), invasi (perluasan
serangan ke jaringan lain), penyebaran ke tempat lain dan pertahanan patogen
(Poerwanto, 2012).
1. Inokulasi atau penularan.
Inokulasi merupakan terjadinya kontak pertama kali antara patogen
dengan tanaman. Bagian dari patogen atau patogen yang terbawa agen tertentu
yang mengadakan kontak dengan tanaman disebut inokulum atau penular
(Purnomo, 2006). Dengan demikian inokulum merupakan bagian dari patogen
atau patogen itu sendiri yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman.
Inokulum yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman pada jamur,
bakteri, tumbuhan parasitik, dan nematoda yaitu:
21

a) Pada jamur atau cendawan, inokulum dapat berupa miselium, spora, atau
sklerotium.
b) Pada bakteri, mikoplasma, dan virus, inokulumnya berupa individu
bakteri, individu mikoplasma, dan patikel virus itu sendiri.
c) Pada tumbuhan parasitik, inokulum dapat berupa fragmen tumbuhan atau
biji dari tumbuhan parasitik tersebut.
d) Pada nematoda, inokulum dapat berupa telur, larva, atau nematoda
dewasa.
Langkah-langkah yang terjadi pada proses inokulasi, dimulai dari
inokulum patogen sampai ke permukaan tubuh tanaman inang melalui perantaraan
angin, air, serangga dan sebagainya. Meskipun inokulum yang dihasilkan patogen
banyak sekali tetapi yang dapat mencapai tanaman inang yang sesuai hanya
sedikit sekali. Beberapa tipe inokulum yang terbawa tanah, seperti zoospora dan
nematoda dapat mencapai tanaman inang yang sesuai melalui substansi yang
dikeluarkan oleh akar tanaman (Purnomo, 2006).
Semua patogen memulai melakukan serangan pada tingkat pertumbuhan
vegetatif. Dengan demikian, spora jamur dan biji tumbuhan parasitik harus
berkecambah terlebih dahulu. Untuk melakukan perkecambahan diperlukan suhu
yang sesuai dan kelembaban dalam bentuk lapisan air pada permukaan tanaman.
Keadaan basah atau bentuk lapisan air ini harus berlangsung cukup lama sampai
patogen mampu masuk atau melakukan penetrasi ke dalam sel atau jaringan. Jika
hanya berlangsung sebentar maka patogen akan kekeringan dan mati, sehingga
gagal melakukan serangan.
2. Penetrasi.
Penetrasi merupakan proses masuknya patogen atau bagian dari patogen
ke dalam sel, jaringan atau tubuh tanaman inang. Patogen melakukan penetrasi
dari permukaan tanaman ke dalam sel, jaringan atau tubuh tanaman inang melalui
empat macam cara, yaitu secara langsung menembus permukaan tubuh tanaman,
melalui lubang-lubang alami, melalui luka, dan melalui perantara (pembawa,
vektor) (Poerwanto, 2012). Penetrasi yang dilakukan dengan beberapa cara
ditunjukkan pada (Gambar 3).
22

Terdapat patogen yang dapat melakukan penetrasi melalui beberapa


macam cara dan ada pula yang hanya dapat melakukan penetrasi melalui satu
macam cara saja.Sering patogen melakukan penetrasi terhadap sel-sel tanaman
yang tidak rentan sehingga patogen tidak mampu melakukan proses selanjutnya
atau bahkan patogen mati tanpa menyebabkan tanaman menjadi sakit.

Gambar20.Cara-cara Penetrasi pada Jamur


(Sumber: Poerwanto, 2012).
Spora jamur yang berkecambah akan membentuk buluh kecambah yang
dapat digunakan untuk melakukan penetrasi, baik langsung menembus permukaan
maupun melalui lubang alami dan luka. Bakteri biasanya melakukan penetrasi
melalui luka atau dimasukan oleh perantara tertentu dan sedikit sekali yang masuk
melalui lubang-lubang alami permukaan tanaman. Virus dan mikoplasma dapat
melakukan penetrasi dengan melalui luka atau dimasukan oleh perantara atau
vektor. Bakteri, virus, dan mikoplasma tidak pernah melakukan penetrasi secara
langsung (Agrios, 1998).
3. Infeksi.
Infeksi merupakan suatu proses dimulainya patogen memanfaatkan nutrien
(‘sari makanan’) dari inang (Adinugroho, 2008). Proses ini terjadi setelah patogen
melakukan kontak dengan sel-sel atau jaringan rentan dan mendapatkan nutrien
23

dari sel-sel atau jaringan tersebut. Selama proses infeksi, patogen akan tumbuh
dan berkembang di dalam jaringan tanaman.
Infeksi yang terjadi pada tanaman inang, akan menghasilkan gejala
penyakit yang tampak dari luar seperti : menguning, berubah bentuk (malformasi),
atau bercak (nekrotik). Beberapa proses infeksi dapat bersifat laten atau tidak
menimbulkan gejala yang tampak mata, akan tetapi pada saat keadaan lingkungan
lebih sesuai untuk pertumbuhan patogen atau pada tingkat pertumbuhan tanaman
selanjutnya, patogen akan melanjutkan pertumbuhannya, sehingga tanaman
menampakan gejala sakit.
4. Invasi.
Invasi merupakan tahap pertumbuhan dan perkembangan patogen setelah
terjadi infeksi. Individu jamur dan tumbuhan parasitik umumnya melakukan
invasi pada tanaman dimulai sejak proses infeksi dengan cara tumbuh dalam
jaringan tanaman inang, sehingga tanaman inang selain kehilangan nutrien, sel-
selnya atau jaringan juga rusak karenanya. Bakteri, mikoplasma, virus, dan
nematoda melakukan invasi dan menginfeksi jaringan baru di dalam tubuh
tanaman dengan jalan menghasilkan keturunan (individu-individu patogen) dalam
jaringan yang terinfeksi (Adinugroho, 2008). Keturunan patogen ini kemudian
akan terpindah secara pasif ke dalam sel-sel jaringan lain melalui plasmodesmata
(untuk virus), floem (untuk virus, mikoplasma), xilem (untuk beberapa jenis
bakteri) atau dapat pula berpindah secara aktif dengan jalan berenang dalam
lapisan air, seperti nematoda dan beberapa jenis bakteri motil (mempunyai alat
gerak).
Patogen tanaman melakukan perkembangbiakan menggunakan beberapa
cara. Jamur dengan membentuk spora, baik spora seksual maupun spora aseksual
(Semangun, 1994). Tumbuhan parasit melakukan perkembangbiakan
menggunakan biji. Bakteri, dan mikoplasma berkembangbiak dengan membelah
(fisi) sel. Virus melakukan replikasi pada sel-sel tanaman inang, dan nematoda
berkembangbiak dengan bertelur.
5. Penyebaran.
Penyebaran patogen berarti proses berpindahnya patogen atau inokulum
dari sumbernya ke tempat lain. Penyebaran patogen dapat terjadi secara aktif
24

maupun pasif. Penyebaran pasif yang berperan besar dalam menimbulkan


penyakit, yaitu dengan perantaraan angin, air, hewan (terutama serangga), dan
manusia (Abadi, 2003). Beberapa patogen dapat melakukan penyebaran secara
aktif, misalnya nematoda, zoospora dan bakteri motil. Ketiga macam inokulum ini
mampu berpindah dalam jarak yang relatif pendek (mungkin hanya beberapa
milimeter atau sentimeter) dengan menggunakan kekuatan sendiri sehingga
kurang efektif dari segi perkembangan penyakit (Adinugroho, 2008).

G. Pengaruh Faktor Lingkungan


Meskipun patogen dapat berada pada suatu areal pertanian selama
beberapa tahun, akan tetapi proses infeksi pada tanaman inang rentan hanya dapat
terjadi jika didukung oleh faktor lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan
patogen atau kurang mendukung pertumbuhan tanaman (Semangun, 1996). Secara
umum penyakit tanaman dapat timbul dan berkembang dengan baik selama cuaca
basah dan hangat atau tanaman terlalu sukulen (ranum) karena terlalu banyak
dipupuk N (nitrogen). Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa faktor
lingkungan ikut menentukan timbulnya suatu penyakit tanaman. Faktor-faktor
lingkungan tersebut antara lain suhu, kelembaban, cahaya, dan unsur hara dalam
tanah.
Dari konsep segitiga gangguan, yang diperlihatkan hubungannya pada
(Gambar 21) jelas bahwa penyakit dapat timbul dan berkembang apabila ada
interaksi antara tanaman rentan dengan patogen yang virulen pada lingkungan
yang mendukung pertumbuhan patogen atau lingkungan yang kurang sesuai untuk
tanaman.

Gambar 21.Segitiga Penyakit(Sumber: Adinugroho, 2008).

Kerentanan tanaman dan virulensi patogen tidak berubah pada tanaman


yang sama selama beberapa hari hingga beberapa minggu, akan tetapi keadaan
lingkungan dapat berubah secara tiba-tiba dalam tingkatan yang bervariasi
(Adinugroho, 2008). Oleh karena itu, lingkungan dapat menyebabkan terjadinya
25

perubahan perkembangan penyakit menjadi lebih cepat atau lebih lambat. Tentu
saja perubahan yang terjadi pada faktor lingkungan tersebut mampu
mempengaruhi tanaman inang, patogen atau kedua-duanya. Perubahan faktor
lingkungan ini mungkin menguntungkan bagi pertumbuhan patogen dan tidak
menguntungkan bagi tanaman inang, sehingga menyebabkan perkembangan
penyakit menjadi lebih cepat. Perubahan faktor lingkungan mungkin juga lebih
menguntungkan tanaman inang dan tidak menguntungkan patogen, sehingga
perkembangan penyakit menjadi lebih lambat (Semangun, 1996).
26

BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Banyak sekali penyakit yang disebabkan oleh mikroba pada tanaman
seperti busuk akar, dan pangkal batang, dan penyakit layu.
2. Gejala-gejala penyakit yang disebabkan oleh mikroba pada tanaman,
beberapa contohnya yaitu layu pada tanaman, akar yang membusuk,
pembengkakan batang dan lainnya.
3. Bakteri pathogen pada tanaman beberapa contohnya yaitu
Xanthomonas campestrisdan Erwinia carotovora
4. Kapang pathogen pada tanaman beberapa contohnya yaituFusarium
sp., dan Aspergillus flavus.
5. Virus pathogen pada tanaman beberapa contohnya yaitu Begomovirus,
Papaya Ringspot Virus (PRSV), Pepper Yellow Leaf Curl Virus
(PYLCV).
6. Penyebaran dan penularan penyakit pada tumbuhan terjadi melalui 5
tahap, yaitu inokulasi (penularan), penetrasi (masuk tubuh), infeksi
(pemanfaatan nutrien inang), invasi (perluasan serangan ke jaringan
lain), penyebaran ke tempat lain dan pertahanan pathogen.
B. Saran
Makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu
diperlukan kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki
kesalahan yang ada. Sehingga diharapkan makalah ini dapat berguna untuk
pembelajaran selanjutnya.

26
27

DAFTAR RUJUKAN

Abadi, A.L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Malang: Bayumedia Publishing.


Achadian E, Kristini A, Magarey R, Sallam N, Samson P, Goebel FR, Lonie K.
2012. Sugarcane pests and diseases–Field guide–Indonesian version.
Indonesian Sugar Research Institute, BSES Limited, Australian Centre
forInternational Research. Montpellier (FR): CIRAD.
Adinugroho. 2008. Konsep Timbulnya Penyakit Tanaman. Bogor: IPB Press.
Agrios, G.N. 1988. Plant Pathology. 3d Ed. Academic Press, New York. 803p.
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th ed. Academic Press. California.
Alfano, J.R., 1996. Bacterial Pathogens in Plants: Life up against the Wall. The
Plant Cell Online 8, 1683–1698.
Ariyanti, N.A. 2007. Mekanisme Infeksi Virus Kuning Cabai (Pepper Yellow Leaf
Curl Virus) Terhadap Proses Fisiologi Tanaman Cabai. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta
Ashrafuzzaman M, Hossen FA, Ismail MR, Hoque MdA, Islam MZ, Shahidullah
SM, Meon S. 2009. Efficiency Of Plant Growth-Promoting Rhizobacteria
(PGPR) For The Enhancement Of Rice Growth. African Journal of
Biotechnology 8 (7): 1247-1252.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah (1997).
Bali.litbang.pertanian.go.id diakses pada 14 Maret 2019
Bustaman, M. 1997. Laporan Survei Penyakit Layu Fusarium Pada Tanaman
TomatDi daerah Malang dan Sekitarnya. Lembaga Penelitian Hortikultura
Segunung.
Corbisimages.com/stock-photo/rights-managed/42-, diaksestanggal 10 April
2019.
Dwidjoseputro. 1964. Dasar-Dasasr Mikrobiologi. Malang: Djambatan
Fang JG, Hsieh WH, Hu CH, Lee CS. 1986. Survival of Xylaria sp. in the soil
andthe effect of green manure application on disease incidence. Report of
theTaiwan Sugar Research Institute. 112:21–26.
Fang JG, Lee CS. 2000. Root and basal stem rot. Di dalam: Rott P, Bailey
RA,Comstock JC, Croft BJ, Saumtally AS, editor. A Guide to Sugarcane
Diseases.Montpellier (FR): CIRAD-ISSCT. Hlm 170–173.
Freeman, S., A. Zveibil, H. Vintal, and M. Maymon. 2002. Isolation of
nonpathogenic mutants of Fusarium oxysporum f. sp. melonis for
biologicalcontrol of Fusarium wilt in cucurbits. Phytopathology 92: 164-
168.(oxysporum)
Hamid, A. M., Attwood, M. M., & Guest, J. R. (2001). Piruvat Oksidase
Berkontribusi Pada Efisiensi Pertumbuhan Aerobik Escherichia Coli.
Mikrobiologi, 147 (6), 1483-1498.
Hartono, S., Wilisiani, F., & Somowiyarjo, S. 2014. Identifikasi Molekuler Virus
Penyebab Penyakit Daun Keriting Isolat Bantul Pada Melon. Jurnal
Perlindungan Tanaman Indonesia, Vol. 18, No. 1, 2014: 47–54.
Hersanti, Sitepu R. 2005. Identifikasi penyebab penyakit lapuk akar dan pangkal
batang (LAPB) tebu di PT Gunung Madu Plantations Lampung Tengah.
Biotika.4(1):24–27.
28

Hidayah, N. & Djajadi. 2009. Sifat-Sifat Tanah Yang Mempengaruhi


Perkembangan Patogen Tular Tanah Pada Tanaman Tembakau.
Perspektif. 8(2):74-83.
Hidayat, S.H., Nurulita, S. Wiyono, S. 2012. Infeksi Papaya Ringspot Virus pada
Tanaman Pepaya di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Jurnal
Fitopatologi Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Huang G, Wang R, Guo L, Liu N. 2015. Three new species of Xylaria from
China.Mycotaxon. 130:299–304. DOI: https:// doi.org/10.5248/130.299.
Diaksespada tanggal 10 April 2019 Pukul 19.00 WIB.
Journal.unair.ac.id/.../Sifat2%20Umum%20Virus%20&%20Penghitunga%20Viru
s% diaksespada tanggal 14 Maret 2019.
Ju YM, Hsieh HM. 2007. Xylaria species associated with nests of Odontotermes
formosanusin Taiwan. Mycologia. 99:936– 957. DOI:
http://dx.doi.org/10.1080/1557 2536.2007.11832525. Diakses pada tanggal
10 April 2019 Pukul 19.00 WIB.
Kalleshwaraswamy CM, Kumar NK. 2008. Transmission efficiency of Papaya
ringspot virus by three aphid species. Phytopathology. 98(5):541-546. doi:
10.1094/PHYTO-98-5-0541
Kango, N. 2010. Textbook of microbiology. I.K. International Pub. House: New
Delhi.
Kara, R., 2011. Bacteria and Viruses, Biochemistry, Cells, and Life. Britannica
Educational Pub.
Kranz, J.H. Schmutterer and W. Koch. 1977. Disease Pests and Weeds In
TropicalCrops John Wiley and Sons. New York. 666 p.
Ma HX, Vasilyeva L, Li Y. 2011. A New Species Of Xylaria From
China.Mycotaxon. 116:151155. DOI: https:// doi.org/10.5248/116.151.
Diakses padatanggal 10 April 2019 Pukul 19.00 WIB.
Machmud, M., Hayward, A.C. 1991. Genetic and Cultural Control of Peanut
Bacterial Wilt. Malang: Collaborative Review Meeting
Martoredjo, T. 2010. Ilmu Penyakit Pascapanen. Jakarta: Bumi Aksara
Mukarlina, Siti Khotimah & Reny Rianti., 2010. Uji Antagonis
Trichoderma harzianum Terhadap Fusarium spp. Penyebab Penyakit Layu
Pada Tanaman Cabai (Capsicum annum) Secara In Vitro. Skripsi.
Universitas Tanjungpura.
Mushtaq, S., F. Shamin, M. Shafique, M.S. Haider. 2014. Effect of Whitefly
Transmitted Geminiviruses on Physiology of Tomato (Lycopersicon
esculentum L.) and Tobacco (Nicotiana benthamianaL.) Plants. Journal of
Natural Science Research 4: 2225.
Nelson, P.E. 1981. Life Cycle And Epidemiologi Of Fusarium Oxysporum. In
Marshal, E. M., A.A. Bell And C.H. Beckman (editor). Fungi Wilt Disease
of Plants. Javanivich, London. 640 PP.
Nester, E. W., Anderson, D. G., Roberts, C. E., & Nester, M. T. 2009.
Microbiology A Human Perspective (6th Edition ed.). New York:
McGraw-Hill.
Parija, S.C., 2009. Textbook of microbiology and immunology. Elsevier, Haryana:
India.
29

Pfeilmeier, S., Caly, D.L., Malone, J.G., 2016. Bacterial pathogenesis of plants:
future challenges from a microbial perspective: Challenges in Bacterial
Molecular Plant Pathology. Molecular Plant Pathology 17, 1298–1313.
Poerwanto. 2012. ManajemenKualitas. Jakarta. PT GramediaPustaka.
Purcifull DE, Edwardson J, Hiebert E,Gonsalves D. 1984. Papaya ringspot virus.
CMI/AAB Description of Plant Viruses,No. 292.
Purnomo, B. 2006. MateriKuliah Dasar-Dasar PerlindunganTanaman. Bengkulu.
Universitas Bengkulu.
Richard, JL & GA Payne. 2003. Mikotoksin Dalam Tanaman, Hewan,Dan
Manusia Systems.Task Angkatan Laporan No 139. Dewan
IlmuPengetahuan dan Teknologi Pertanian
Rogers J, Ju Y-M, Lehmann J. 2005. Some Xylariaon Termite Nests. Mycologia.
97:914–923. DOI: http://dx.doi.org/10.1080/15572536.2006.11832783.|
Diakses pada tanggal 10 April 2019 Pukul 19.00 WIB.
Schlegel, H.G., Zaborosch, C., 1993. General microbiology, 7th ed. ed. New
York, NY, USA.Cambridge University Press, Cambridge.
Semangun, H. 1991. Host Index Of Plants Diseases In Indonesia. Gadjah Mada
Univ.Press. Yogyakarta. 351 pp.
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta
Semangun, H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
University Press. 754p
Sitepu R, Sunaryo, Widyatmoko K, Purwoko H. 2010. Root And Basal Stem Rot
Disease Of Sugarcane In Lampung, Indonesia. Di dalam: Prosiding
KongressXXVII International Society of Sugar Cane Technologists; 2010
Mar 7–11;Veracruz (MX): ISSCT. Hlm 1–7.
Srihanant N, Petcharat V, Vasilyeva LN. 2015. Xylaria thailandica – a new
speciesfrom Southern Thailand. Mycotaxon. 130:227– 231. DOI
10.5248/130.227.Diakses padatanggal 10 April 2019 Pukul 19.00 WIB.
Supardi, & Sukamto. 1999. Mikrobiologi Dalam Pengolahan Dan Keamanan
Produk Pangan. Bandung : Penerbit Alumn
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. Malang: UMM PRESS.
Whalley AJS. 1996. The xylariaceous way of life. Mycol Res.100:897–922. DOI:
https://doi.org/10.1016/S0953-7562(96)80042-6. Diakses pada tanggal 10
April 2019 Pukul 19.00 WIB.
Wiryanta, W. 2002. Bertanam tomat. Agromedia Pustaka. Jakarta: 102 halaman
You BJ, Chiang CH, Chen LF, Su WC, Yeh SD. 2005. Engineered mild strains of
Papaya ringspot virus for broader cross protection in cucurbits.
Phytopathology. 95(5):533-540. doi: 10.1094/PHYTO-95-0533.

Anda mungkin juga menyukai