Kodifikasi Pembukuan Dan Pembakuan Al - Q
Kodifikasi Pembukuan Dan Pembakuan Al - Q
SAMPUL ............................................................................................................................................. 1
A. Periode Pertama: Penghafalan dan Pengumpulan Al-Qur’an (masa Nabi Muhammad SAW) 4
B. Periode Kedua: Pengumpulan dan Pembukuan Al-Qur’an (Masa Khalifah Abu Bakar r.a) .. 6
C. Periode Ketiga: Pembukuan dan Pembakuan Al-Qur’an (Masa Khalifah ‘Utsman bin Affan r.a)
.................................................................................................................................................. 7
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 9
B. Saran ........................................................................................................................................ 9
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Penting kiranya bagi umat Islam untuk setidaknya tahu runtutan proses turunnya Al-Qur’an sampai
pembukuannya secara umum. Ini dimaksudkan agar kita tidak buta sejarah dan dapat lebih mengerti
betapa panjang dan melelahkannya jalan yang ditempuh para Sahabat Nabi demi menjaga kemurnian
Al-Qur’an. Dengan begitu harapannya adalah rasa cinta dan taat kita pada Firman Allah berupa Al-
Qur’an ini meningkat.
Al-Qattan dalam bukunya membagi masa-masa pelestarian Al-Qur’an menjadi 3 bagian, yaitu:
Meski penulis setuju dengan pembagian semacam itu, tapi penulis akan sedikit mengubah redaksi
penamaan tiap periode, karena penulis menganggap yang demikian ini lebih cocok.
2
T.M. Hasbi Ashshiddiqi, dkk. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma’ al Malik Fahd li thiba’at al Mush-haf asy
Syarif) hal. 18.
4
penghafal Al-Qur’an terbaik yang tidak perlu diragukan lagi kredibilitasnya karna Allah SWT
senantiasa menjaga hafalan Beliau. Sejarah menyebutkan bahwa setiap tahun pada malam
bulan Ramadhan Jibril datang dan memeriksa hafalan Nabi. Ada Hadits shahih yang
mendukung kisah ini;
َو َكانَ يَ ْلقَاهُ فِي ُك ِل لَ ْيلَ ٍة،ُ ِحينَ يَ ْلقَاهُ ِجب ِْريل، َضان
َ َو َكانَ أَجْ َودُ َما يَ ُكونُ فِي َر َم،اس ِ سله َم أَجْ َودَ النه صلهى ه
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو َ َِّللا سو ُل ه ُ َكانَ َر
)سلَ ِة (صحيح البخاري َ الريحِ ْال ُم ْر
ِ سله َم أَجْ َود ُ بِ ْال َخي ِْر ِم ْن صلهى ه
َ َّللاُ َعلَ ْي ِه َو سو ُل ه
َ َِّللا ُ فَلَ َر، َسهُ ْالقُ ْرآن ُ فَيُدَ ِار، َضان
َ ِم ْن َر َم
“Rasulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak kemurahannya pada bulan Ramadhan
ketika Ia ditemui oleh Jibril. Ia ditemui Jibril pada setiap malam Bulan Ramadhan; Jibril
membacakan Al-Qur’an kepadanya. Dan ketika Rasulullah ditemui oleh Jibril itu Ia sangat
pemurah sekali”.3
Perlu diingat bahwa saat itu Al-Qur’an sama sekali belum dibukukan, hanya dituliskan
pada benda-benda yang dapat ditulisi dan dikumpulkan. Karenanya penulis menamai periode
ini sebagai periode penghafalan dan pengumpulan, bukan pembukuan. Yang menjadi alasan
para Sahabat tidak membukukannya adalah:
5
Meski disebut lembaran, penulis menduga shahifah itu tidak terbuat dari kertas, melainkan kulit binatang. Sebab seperti
yang sudah penulis sebutkan sebelumnya, bangsa Arab baru mengenal kertas setelah penaklukan Persia oleh Islam.
6
jadi itu terus berada di tangan Abu Bakar sampai meninggal dan berpindah tangan kepada
Umar, Khalifah berikutnya. Sepeninggal Umar Shahifah itu disimpan oleh Hafsah, putri Umar,
sampai tiba masa pemerintahan Khalifah Utsman Bin Affan.
C. Periode Ketiga: Pembukuan dan Pembakuan Al-Qur’an (Masa Khalifah ‘Utsman bin
Affan r.a)
Pada masa Nabi SAW, keringanan membaca Al-Qur’an diberikan oleh Beliau untuk
mempermudah penghafalan umat Islam dengan dialek mereka, bukan dialek Quraisy.
Kendatipun demikian ini tidak merubah esensi makna lafadz Al-Qur’an. Hasilnya ada sekitar 7
macam huruf/ bacaan (qira’ah sab’ah) yang diakui oleh Nabi kebenarannya. Ketika itu
fenomena ini bukanlah masalah yang besar karena Nabi SAW masih hidup untuk dijadikan
tempat mengadu. Sebaliknya ini menjadi masalah besar yang bahkan hampir menyebabkan
pertumpahan darah pada masa Khalifah Utsman.
Berawal dari Hudzaifah bin Yaman yang bertugas memimpin ekspedisi ke wilayah Asia
tengah melalui Syria dan Irak, dia kaget setelah mengetahui bahwa umat Islam di sana tengah
berselisih tentang perbedaan dalam bacaan Al-Qur’an. Kedua belah pihak sama-sama merasa
paling benar dan menyalahkan bacaan pihak lain. Bahkan sebagian mereka menuduh kafir
kepada sebagian yang lain. Perseteruan yang memanas ini hampir saja menyebabkan
pertumpahan darah di kalangan sesama umat Islam. Hudzaifah yang merasa miris melaporkan
kejadian tersebut pada Khalifah Utsman. Dia menyarankan agar Khalifah segera
menyelamatkan umat Islam dari perang saudara. Opsi yang ditawarkan Hudzaifah adalah
penentuan satu bacaan Al-Quran yang menjadi pedoman seluruh umat Islam dimanapun
berada. Upaya ini bisa dikatakan merupakan standardisasi bacaan Al-Qur’an yang bertujuan
untuk menyeragamkan umat. Khalifah yang mengerti maksud usulan tersebut langsung
memanggil Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’d bin ‘Ash dan Abdurrahman bin Harits
bin Hisyam untuk membentuk panitia pembukuan dan pembakuan Al-Qur’an dan melantik
Zaid sebagai ketuanya. Pelantikan Zaid ini bukan tanpa alasan, melainkan karena dia adalah
orang yang dianggap paling mumpuni melaksanakan tugas ini setelah sebelumnya pernah
ditugasi serupa oleh Khalifah Abu Bakar. Selain itu Khalifah juga meminjam shahifah yang
berada di tangan Hafshah untuk kemudian disalin dan dikembalikan lagi padanya. Khalifah
memutuskan bahwa standard tulisan dan bacaan Al-Qur’an yang akan dipakai secara resmi
Sedangkan Umat Islam baru berhasil menaklukkan Persia ketika masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab r.a.
Wallahu a’lam
7
adalah dialek Quraisy dengan alasan Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka. Tidak lupa
pula bahwa Al-Qur’an standard ini disalin menjadi 4 kitab untuk disebar nantinya. Mendapat
perintah demikian Zaid dan anggotanya lalu bekerja keras mencurahkan segala daya dan upaya
mereka mengumpulkan semua catatan-catatan Al-Qur’an yang dimilikinya dan dimiliki para
Sahabat pencatat lain. Penulis belum mendapatkan data yang akurat mengenai berapa lama
proyek ini berjalan.6 Yang pasti setelah panitia kecil ini berhasil, ke-4 kitab salinan tersebut
kemudian disebarkan ke Basrah, Kufah (Irak) dan Damaskus (Syria), sedangkan 1 kitab lainnya
tetap di Madinah untuk disalin kembali dan disebarluaskan. Kitab inilah yang kemudian
disebut “Mushaf al-Imam” (Kitab Induk). Tidak sampai di situ saja, Khalifah memerintahkan
agar semua catatan Al-Qur’an selain salinan Al-Qur’an standard ini dibakar dan agar umat
Islam menyalin dari kitab tersebut.7 Maksudnya supaya tidak terjadi perselisihan lagi karena
perbedaan bacaan setelah upaya penyalinan dilakukan.
Terlepas dari upaya penyeragaman tersebut, para pencatat Al-Qur’an adalah manusia
biasa yang tidak luput dari khilaf dan lupa, bukan seperti mesin fotokopi yang kita kenal
sekarang. Oleh karenanya masih ada beberapa perbedaan teks di sana-sini dari ke-4 kitab
tersebut meski tidak fatal. Selain itu macam bacaan Al-Qur’an yang sanadnya bersambung
pada kita sekarang adalah bacaan yang diakui kebenarannya oleh Nabi SAW.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1) Dihafalkan oleh para penghafal Al-Qur’an, Catatan-catatan yang ditulis untuk Nabi SAW
dan Catatan-catatan yang ditulis untuk para Sahabat sendiri.
2) Mengumpulkan Al-Qur’an ke dalam Shahifah yang kemudian disimpan oleh Khalifah.
Alasan yang mendasarinya adalah kekhawatiran akan hilangnya Al-Qur’an karena banyak
para penghafal yang syahid di medan perang.
3) Standardisasi teks dan bacaan Al-Qur’an. Alasannya adalah karena terjadi perselisihan di
kalangan umat Islam di Irak dan Syria tentang mana teks dan bacaan yang benar. Untuk
6
Namun penulis yakin peristiwa ini terjadi di kisaran tahun 30-35 Hijriyah.
7
Kemungkinan tidak semua pencatat Al-Qur’an mematuhi perintah ini.
8
menghindari meluasnya perbedaan semacam ini maka dilakukan standardisasi sebagai
proses penyeragaman.
DAFTAR PUSTAKA
Al-A’zami, M.M, 2005, The History of The Qur'anic Text - From Revelation to Compilation/ Sejarah
Teks Al-Quran - Dari Wahyu Sampai Kompilasinya, Jakarta: Gema Insani
Al-Qattani, Manna’ Khalil, 2007, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (diterjemahkan oleh: Mudzakir AS), Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa & Halim Jaya
Ashshiddiqi, T.M. Hasbi. Dkk, 1997, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Madinah: Mujamma’ al Malik
Fahd li thiba’at al Mush-haf asy Syarif
https://www.academia.edu/9095293/Kodifikasi_Pembukuan_dan_Pembakuan_Al-_Quran