Anda di halaman 1dari 9

DAFTAR ISI

SAMPUL ............................................................................................................................................. 1

DAFTAR ISI ....................................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................... 3

A. Latar Belakang Masalah .......................................................................................................... 3


B. Rumusan Masalah ................................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................... 4

A. Periode Pertama: Penghafalan dan Pengumpulan Al-Qur’an (masa Nabi Muhammad SAW) 4
B. Periode Kedua: Pengumpulan dan Pembukuan Al-Qur’an (Masa Khalifah Abu Bakar r.a) .. 6
C. Periode Ketiga: Pembukuan dan Pembakuan Al-Qur’an (Masa Khalifah ‘Utsman bin Affan r.a)
.................................................................................................................................................. 7

BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 9

A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 9
B. Saran ........................................................................................................................................ 9

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................... 10


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sebagai umat Islam tentu kita tahu betapa pentingnya Al-Qur’an bagi kita. Kitab suci
ini menjadi tumpuan dalam hal ‘ubudiyah, pendidikan, sejarah, sosial-ekonomi, dan lain
sebagainya. Dikatakan pula Al-Qur’an adalah salah satu dari sekian banyak mukjizat Nabi
SAW dan satu-satunya yang masih ada sampai sekarang serta sesuai dengan kondisi
masyarakat modern. Karena tidak seperti masyarakat pada jaman dulu yang masih diselimuti
kepercayaan-kepercayaan pada hal-hal mistis, masyarakat modern umumnya lebih berpikir
logis dan meyakini hal-hal yang dapat dibuktikan secara ilmiah (sains). Di sini Al-Qur’an bisa
menempatkan diri dengan baik, sebab di dalamnya juga terdapat firman-firman yang bisa
dibuktikan secara ilmiah. Seperti ayat tentang reproduksi yang menceritakan pertumbuhan
embrio manusia, ayat tentang proses turunnya hujan, dan lain-lain.
Terlepas dari hal itu, tentu saja perjalanan Al-Qur’an untuk menjadi sebuah kitab
seperti yang kita tahu sekarang bukanlah sesuatu yang gampang dan instan. Ada alasan
berlumuran darah yang mendasarinya. Yang penulis maksud berlumur darah dalam hal ini
bukan berarti dulu para Sahabat Nabi menggunakan tumbal sebagai syarat prosesi
pengumpulan AlQur’an, akan tetapi justru pengumpulan ayat-ayatnya disebabkan oleh
banyaknya para Sahabat yang syahid akibat perang. Adapun penjelasan lebih lanjut tentang
bagaimana wujud Al-Qur’an pada masa Nabi SAW dan masa Khulafa’urrasyidin akan penulis
letakkan nanti di Bab kedua.
Namun demikian, makalah ini bukanlah suatu putusan pasti. Penulis (kami) yang sadar
akan keterbatasan pengetahuan dan referensinya, sangat mengharap kritik dan saran dari para
pembaca dan audien. Lebih-lebih dari Dosen Pengampu materi ini yang tentu sudah sangat
menguasai tema. Oleh karena itu mendahului kesediaan para pembaca menanggapi, penulis
mengucapkan terima kasih banyak.
B. Rumusan Masalah
Demi mempermudah penyusunan dan pemahaman akan tema kali ini, penulis telah
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk pemeliharan Al-Qur’an pada masa Nabi SAW (Periode
pertama)?
2
2. Bagaimana cara yang ditempuh untuh melestarikan dan menjaga Al-Qur’an pada
masa Khalifah Abu Bakar r.a (Periode kedua)? Dan apa alasannya?
3. Bagaimana cara yang ditempuh untuh melestarikan dan menjaga Al-Qur’an pada
masa Khalifah Utsman bin Affan (Periode ketiga)? Dan apa alasannya?

BAB II

PEMBAHASAN

Penting kiranya bagi umat Islam untuk setidaknya tahu runtutan proses turunnya Al-Qur’an sampai
pembukuannya secara umum. Ini dimaksudkan agar kita tidak buta sejarah dan dapat lebih mengerti
betapa panjang dan melelahkannya jalan yang ditempuh para Sahabat Nabi demi menjaga kemurnian
Al-Qur’an. Dengan begitu harapannya adalah rasa cinta dan taat kita pada Firman Allah berupa Al-
Qur’an ini meningkat.

Al-Qattan dalam bukunya membagi masa-masa pelestarian Al-Qur’an menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Penghafalan dan Pembukuan yang pertama (masa Nabi SAW)


b. Pengumpulan kedua (masa Khalifah Abu Bakar r.a)
c. Pengumpulan ketiga (masa Khalifah Utsman bin Affan)1

Meski penulis setuju dengan pembagian semacam itu, tapi penulis akan sedikit mengubah redaksi
penamaan tiap periode, karena penulis menganggap yang demikian ini lebih cocok.

A. Periode Pertama: Penghafalan dan Pengumpulan Al-Qur’an (masa Nabi Muhammad


SAW)
Yang sering kita dengar selama ini adalah bahwa bangsa Arab pada umumnya, dan
suku Quraisy pada khususnya, adalah bangsa terbelakang yang buta huruf. Sejujurnya penulis
merasa ragu akan keabsahan pendapat ini. Banyak bukti yang menangkal anggapan tersebut
termasuk bukti nash Al-Qur’an sendiri. Yang paling konkrit ialah fakta bahwa sastra Arab pada
saat itu sudah mencapai tingkat yang sangat tinggi dan diakui oleh para peneliti sejarah maupun
pakar sastra masa kini. Pencapaian semacam itu mustahil dimiliki oleh bangsa yang
berperadaban terbelakang. Penulis meyakini peradaban mereka sudah sangat maju bahkan jauh
1
Manna’ Khalil Al-Qattan, Mabahis fi Ulumil Qur’an, terj. Mudzakir AS (Bogor: Litera AntarNusa & Halim Jaya, 2007) hal.
188, 192 dan 200.
3
sebelum Nabi SAW lahir. Hanya saja bisa dikatakan bahwa meski pengetahuan tentang tulis-
menulis sudah sangat maju namun tidak merata ke seluruh lapisan masyarakat. Sementara
faktor yang menyebabkan terjadinya hal ini penulis curiga ada peraturan yang melarang
sebagian kaum untuk belajar tulis menulis. Motif yang mendasarinya bisa saja keinginan
sejumlah pihak yang ingin memonopoli politik dan ekonomi kaum Quraisy pada masa itu,
walaupun sampai saat ini penulis belum menemukan bukti atau tanda yang merujuk pada
kebenaran asumsi sementara tersebut. Alasan lain yang masuk akal adalah biaya belajar yang
cukut tinggi sehingga masyarakat menengah ke bawah tidak mampu membayar dan berakhir
dengan hidup tanpa tahu baca-tulis. Wallahu a’lam..
Meski saat itu bangsa Arab sudah ada yang bisa baca-tulis, namun mereka belum
mengenal kertas, sebagai kertas yang dikenal sekarang. Adapun kata “Al-qirthas” yang
daripadanya terambil kata-kata Indonesia “kertas” dipakaikan oleh mereka hanyalah kepada
benda-benda (bahan-bahan) yang mereka pergunakan untuk ditulis, yaitu: kulit binatang, batu
yang tipis dan licin, pelapah tamar (korma), tulang binatang dan lain-lain sebagainya.2 Setelah
wafatnya Nabi SAW dan umat Islam berhasil menaklukkan Persia, barulah mereka mengenal
kertas. Akhirnya kata “Al-qirthas” pun dipakaikan sebagai nama pada kertas yang kita kenal
sekarang.
Pada periode ini Nabi SAW menerima wahyu lalu menghafalkan dan
menyampaikannya pada para Sahabat. Kebanyakan Mereka (para Sahabat) akan
menghafalkannya seperti yang dilakukan Nabi SAW. Sebab seperti yang kita tahu tidak semua
masyarakat suku Quraisy bisa baca tulis dan mayoritas pemeluk agama Islam saat itu adalah
dari kalangan menengah kebawah. Meski demikian Allah memberi kelebihan pada bangsa
Arab yang tidak dimiliki oleh bangsa lain, yaitu daya ingat yang sangat kuat. Terbukti banyak
dari Sahabat yang mampu menghafal seluruh Al-Qur’an walau tanpa teks pendukung (catatan).
Diantara para penghafal itu ialah Khalifah yang empat, Zaid bin Tsabit, Mu’adz bin Jabal, Ubai
bin Ka’b, Abdullah bin Mas’ud, dll. Mereka adalah para Sahabat yang sering disebut oleh Nabi
dalam Hadits-haditsnya sebagai penghafal Al-Qur’an. Ini karena Nabi sendiri sering
memeriksa hafalan mereka dan teruji kebenarannya. Tidak hanya itu, para Sahabat lain juga
ada yang menghafalakan Al-Qur’an walau tidak seluruhnya, namun kemudian mereka
menyempurnakan hafalannya setelah Nabi SAW wafat. Mereka meneladani Nabi sebagai

2
T.M. Hasbi Ashshiddiqi, dkk. Al-Qur’an dan Terjemahnya (Madinah: Mujamma’ al Malik Fahd li thiba’at al Mush-haf asy
Syarif) hal. 18.
4
penghafal Al-Qur’an terbaik yang tidak perlu diragukan lagi kredibilitasnya karna Allah SWT
senantiasa menjaga hafalan Beliau. Sejarah menyebutkan bahwa setiap tahun pada malam
bulan Ramadhan Jibril datang dan memeriksa hafalan Nabi. Ada Hadits shahih yang
mendukung kisah ini;

‫ َو َكانَ يَ ْلقَاهُ فِي ُك ِل لَ ْيلَ ٍة‬،ُ‫ ِحينَ يَ ْلقَاهُ ِجب ِْريل‬، َ‫ضان‬
َ ‫ َو َكانَ أَجْ َودُ َما يَ ُكونُ فِي َر َم‬،‫اس‬ ِ ‫سله َم أَجْ َودَ النه‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َ ِ‫َّللا‬ ‫سو ُل ه‬ ُ ‫َكانَ َر‬
)‫سلَ ِة (صحيح البخاري‬ َ ‫الريحِ ْال ُم ْر‬
ِ ‫سله َم أَجْ َود ُ بِ ْال َخي ِْر ِم ْن‬ ‫صلهى ه‬
َ ‫َّللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ‫سو ُل ه‬
َ ِ‫َّللا‬ ُ ‫ فَلَ َر‬، َ‫سهُ ْالقُ ْرآن‬ ُ ‫ فَيُدَ ِار‬، َ‫ضان‬
َ ‫ِم ْن َر َم‬

“Rasulullah adalah orang paling pemurah, dan puncak kemurahannya pada bulan Ramadhan
ketika Ia ditemui oleh Jibril. Ia ditemui Jibril pada setiap malam Bulan Ramadhan; Jibril
membacakan Al-Qur’an kepadanya. Dan ketika Rasulullah ditemui oleh Jibril itu Ia sangat
pemurah sekali”.3

Sedangkan sebagian Sahabat terkemuka lain memenuliskan ayat-ayat Al-Qur’an pada


kulit dan tulang binatang, batu dan pelepah kurma. Memang tidak semuanya, Sahabat yang
diperintahkan menulis ayat-ayat tersebut adalah mereka yang sudah diakui oleh Nabi SAW dan
Sahabat lain sebagai orang yang ahli dalam bidang tulis menulis. Diantara Sahabat yang
dikenal ahli dan diangkat menjadi sekretaris Nabi SAW ialah Ali bin Abu Thalib, Mu’awiyah,
Ubai bin Ka’b dan Zaid bin Tsabit.4 Mereka menuliskan ayat dan surat Al-Qur’an untuk Nabi
SAW sesuai petunjuk Beliau dan untuk Beliau. Catatan tersebut dilakukan dihadapan Nabi
SAW sekalipun ada sebagian Sahabat yang menulis untuk dirinya sendiri (disimpan sendiri).
Dengan begitu tahulah kita bahwa pada masa Nabi SAW pelestarian Al-Qur’an dilakukan
dengan 3 cara, yaitu:
1) Dihafalkan oleh para penghafal Al-Qur’an.
2) Catatan-catatan yang ditulis untuk Nabi SAW.
3) Catatan-catatan yang ditulis untuk para Sahabat sendiri.

Perlu diingat bahwa saat itu Al-Qur’an sama sekali belum dibukukan, hanya dituliskan
pada benda-benda yang dapat ditulisi dan dikumpulkan. Karenanya penulis menamai periode
ini sebagai periode penghafalan dan pengumpulan, bukan pembukuan. Yang menjadi alasan
para Sahabat tidak membukukannya adalah:

1) Bangsa Arab belum mengenal kertas ataupun istilah pembukuan.


3
Manna’ Khalil Al-Qattan, op.cit, hal. 186.
4
Manna’ Khalil Al-Qattan, op.cit, hal. 185-186.
5
2) Nabi tidak memerintahkan mereka untuk membukukannya.
3) Nabi masih hidup yang berarti masih ada kemungkinan wahyu akan turun lagi.
4) Alasan lain yang belum penulis ketahui
B. Periode Kedua: Pengumpulan dan Pembukuan Al-Qur’an (Masa Khalifah Abu Bakar
r.a)
Sepeninggal Nabi SAW, muncullah beberapa kelompok yang menentang ajaran Islam.
Penentangan itu ada yang berupa penolakan untuk membayar zakat, mengaku nabi, dll.
Menghadapi hal ini, Khalifah terpilih, Abu Bakar r.a mengambil tindakan tegas dengan
memerangi mereka. Dia menyiapkan pasukan besar yang sudah teruji di berbagai medan
perang. Tahu akan hal ini, para penentang bergeming dan menolak bertaubat. Maka perangpun
tak terelakkan yang kemudian dikenal dengan perang Yamamah. Akibatnya banyak dari
kalangan penghafal Al-Qur’an gugur.
Umar bin Khattab, yang dibukakan hatinya oleh Allah SWT, menyadari kerugian
sangat besar yang akan menimpa kaum Muslimin jika ini terus dibiarkan, yaitu kehilangan Al-
Qur’an. Dia bergegas menemui Abu Bakar dan mengutarakan keprihatinannya soal banyak
penghafal yang gugur di medan perang serta akibatnya. Dia mengusulkan agar Khalifah
menunjuk seseorang untuk membukukan Al-Qur’an, namun Abu Bakar menolak. Khalifah
beralasan bahwa itu tidak pernah dilakukan ataupun diperintahkan oleh Nabi SAW. Umar
bersikukuh bahwa ini adalah perbuatan/ tindakan yang baik dan benar. Akhirnya Abu Bakar
juga dibukakan hatinya oleh Allah SWT dan menyetujui usulan Umar, kemudian dia
memanggil Zaid bin Tsabit, salah satu pemuda cerdas yang menjadi sekretaris kepercayaan
Nabi SAW. Abu Bakar menceritakan tentang kedatangan Umar dan usulannya pada Zaid.
Seperti Abu Bakar sebelumnya, Zaid meragukan keputusan yang diambil Abu Bakar, namun
rupanya Allah pula yang membukakan hati Zaid yang akhirnya dia mau menuruti perintah
tersebut. Zaid melaksanakan perintah tersebut dengan sangat teliti. Dia mengumpulkan catatan-
catatan dari para Sahabat yang lain untuk dicocokkan dengan miliknya dan hafalan mereka
dengan hafalannya. Ayat dan surat yang sudah tersusun sesuai dengan petunjuk Nabi dulu itu
kemudian disalin ke dalam lembaran-lembaran (Shahifah). Setelah penyalinan selesai shahifah
tersebut diikat dengan rapi dan diserahkan kepada Khalifah Abu Bakar. 5 Al-Qur’an setengah

5
Meski disebut lembaran, penulis menduga shahifah itu tidak terbuat dari kertas, melainkan kulit binatang. Sebab seperti
yang sudah penulis sebutkan sebelumnya, bangsa Arab baru mengenal kertas setelah penaklukan Persia oleh Islam.
6
jadi itu terus berada di tangan Abu Bakar sampai meninggal dan berpindah tangan kepada
Umar, Khalifah berikutnya. Sepeninggal Umar Shahifah itu disimpan oleh Hafsah, putri Umar,
sampai tiba masa pemerintahan Khalifah Utsman Bin Affan.
C. Periode Ketiga: Pembukuan dan Pembakuan Al-Qur’an (Masa Khalifah ‘Utsman bin
Affan r.a)
Pada masa Nabi SAW, keringanan membaca Al-Qur’an diberikan oleh Beliau untuk
mempermudah penghafalan umat Islam dengan dialek mereka, bukan dialek Quraisy.
Kendatipun demikian ini tidak merubah esensi makna lafadz Al-Qur’an. Hasilnya ada sekitar 7
macam huruf/ bacaan (qira’ah sab’ah) yang diakui oleh Nabi kebenarannya. Ketika itu
fenomena ini bukanlah masalah yang besar karena Nabi SAW masih hidup untuk dijadikan
tempat mengadu. Sebaliknya ini menjadi masalah besar yang bahkan hampir menyebabkan
pertumpahan darah pada masa Khalifah Utsman.
Berawal dari Hudzaifah bin Yaman yang bertugas memimpin ekspedisi ke wilayah Asia
tengah melalui Syria dan Irak, dia kaget setelah mengetahui bahwa umat Islam di sana tengah
berselisih tentang perbedaan dalam bacaan Al-Qur’an. Kedua belah pihak sama-sama merasa
paling benar dan menyalahkan bacaan pihak lain. Bahkan sebagian mereka menuduh kafir
kepada sebagian yang lain. Perseteruan yang memanas ini hampir saja menyebabkan
pertumpahan darah di kalangan sesama umat Islam. Hudzaifah yang merasa miris melaporkan
kejadian tersebut pada Khalifah Utsman. Dia menyarankan agar Khalifah segera
menyelamatkan umat Islam dari perang saudara. Opsi yang ditawarkan Hudzaifah adalah
penentuan satu bacaan Al-Quran yang menjadi pedoman seluruh umat Islam dimanapun
berada. Upaya ini bisa dikatakan merupakan standardisasi bacaan Al-Qur’an yang bertujuan
untuk menyeragamkan umat. Khalifah yang mengerti maksud usulan tersebut langsung
memanggil Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’d bin ‘Ash dan Abdurrahman bin Harits
bin Hisyam untuk membentuk panitia pembukuan dan pembakuan Al-Qur’an dan melantik
Zaid sebagai ketuanya. Pelantikan Zaid ini bukan tanpa alasan, melainkan karena dia adalah
orang yang dianggap paling mumpuni melaksanakan tugas ini setelah sebelumnya pernah
ditugasi serupa oleh Khalifah Abu Bakar. Selain itu Khalifah juga meminjam shahifah yang
berada di tangan Hafshah untuk kemudian disalin dan dikembalikan lagi padanya. Khalifah
memutuskan bahwa standard tulisan dan bacaan Al-Qur’an yang akan dipakai secara resmi

Sedangkan Umat Islam baru berhasil menaklukkan Persia ketika masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab r.a.
Wallahu a’lam
7
adalah dialek Quraisy dengan alasan Al-Qur’an diturunkan dalam bahasa mereka. Tidak lupa
pula bahwa Al-Qur’an standard ini disalin menjadi 4 kitab untuk disebar nantinya. Mendapat
perintah demikian Zaid dan anggotanya lalu bekerja keras mencurahkan segala daya dan upaya
mereka mengumpulkan semua catatan-catatan Al-Qur’an yang dimilikinya dan dimiliki para
Sahabat pencatat lain. Penulis belum mendapatkan data yang akurat mengenai berapa lama
proyek ini berjalan.6 Yang pasti setelah panitia kecil ini berhasil, ke-4 kitab salinan tersebut
kemudian disebarkan ke Basrah, Kufah (Irak) dan Damaskus (Syria), sedangkan 1 kitab lainnya
tetap di Madinah untuk disalin kembali dan disebarluaskan. Kitab inilah yang kemudian
disebut “Mushaf al-Imam” (Kitab Induk). Tidak sampai di situ saja, Khalifah memerintahkan
agar semua catatan Al-Qur’an selain salinan Al-Qur’an standard ini dibakar dan agar umat
Islam menyalin dari kitab tersebut.7 Maksudnya supaya tidak terjadi perselisihan lagi karena
perbedaan bacaan setelah upaya penyalinan dilakukan.
Terlepas dari upaya penyeragaman tersebut, para pencatat Al-Qur’an adalah manusia
biasa yang tidak luput dari khilaf dan lupa, bukan seperti mesin fotokopi yang kita kenal
sekarang. Oleh karenanya masih ada beberapa perbedaan teks di sana-sini dari ke-4 kitab
tersebut meski tidak fatal. Selain itu macam bacaan Al-Qur’an yang sanadnya bersambung
pada kita sekarang adalah bacaan yang diakui kebenarannya oleh Nabi SAW.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1) Dihafalkan oleh para penghafal Al-Qur’an, Catatan-catatan yang ditulis untuk Nabi SAW
dan Catatan-catatan yang ditulis untuk para Sahabat sendiri.
2) Mengumpulkan Al-Qur’an ke dalam Shahifah yang kemudian disimpan oleh Khalifah.
Alasan yang mendasarinya adalah kekhawatiran akan hilangnya Al-Qur’an karena banyak
para penghafal yang syahid di medan perang.
3) Standardisasi teks dan bacaan Al-Qur’an. Alasannya adalah karena terjadi perselisihan di
kalangan umat Islam di Irak dan Syria tentang mana teks dan bacaan yang benar. Untuk

6
Namun penulis yakin peristiwa ini terjadi di kisaran tahun 30-35 Hijriyah.
7
Kemungkinan tidak semua pencatat Al-Qur’an mematuhi perintah ini.
8
menghindari meluasnya perbedaan semacam ini maka dilakukan standardisasi sebagai
proses penyeragaman.

DAFTAR PUSTAKA

Al-A’zami, M.M, 2005, The History of The Qur'anic Text - From Revelation to Compilation/ Sejarah
Teks Al-Quran - Dari Wahyu Sampai Kompilasinya, Jakarta: Gema Insani

Al-Qattani, Manna’ Khalil, 2007, Studi Ilmu-ilmu Qur’an (diterjemahkan oleh: Mudzakir AS), Bogor:
Pustaka Litera AntarNusa & Halim Jaya

Ashshiddiqi, T.M. Hasbi. Dkk, 1997, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Madinah: Mujamma’ al Malik
Fahd li thiba’at al Mush-haf asy Syarif

Nugroho, Muhammad Aji, 2013, Retrieved 17-10-2014 from


http://muhajinugroho.staff.stainsalatiga.ac.id/wp-content/uploads/sites/93/2013/09/Sejarah-
Kodifikasi-Al-Quran.pdf

https://www.academia.edu/9095293/Kodifikasi_Pembukuan_dan_Pembakuan_Al-_Quran

Senin, 01 April 2019, 1440 ،‫ رجب‬26 ،‫اإلثنين‬, 12:09:26

Anda mungkin juga menyukai