Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI PADA NY.

M
DENGAN STROKE
DI RUANG MELATI
RSUD AMBARAWA

Disusun Oleh :

Fara Aqnes Sari

P13374242115018

DIII Kebidanan Semarang Semester II

PRODI DIII KEBIDANAN SEMARANG

JURUSAN KEBIDANAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

TAHUN AJARAN 2015/2016


LAPORAN PEMENUHAN KEBUTUHAN MOBILISASI PADANY. M
DENGAN STROKE DI RUANG MELATI
RSUD AMBARAWA

BAB I : TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori dari Penyakit Klien


1. Pengertian Stroke
Menurut WHO, stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular. (Arif Muttaqin, 2008)

Stroke/CVD (Cerebro Vaskuler Disease) merupakan gangguan suplai oksigen


ke sel-sel syaraf yang dapat disebabkan oleh pecahnya atau lebih pembuluh darah
yang memperdarai otak dengan tiba-tiba. (Brunner dan Sudart, 2002)
Stroke merupakan cedera otak yang berkaitan obstruksi aliran darah otak. Stroke
dapat menjadi akibat pembentukan trombus ke otak/di suatu arteri serebrum, akibat
embolus yang mengalir ke otak dari tempat lain ke tubuh atau akibat perdarahan otak.
(Corwin, 2001)
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak
yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai
arteri otak (Sylvia A Price, 2006, hlm. 1110)
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran
darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga
mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.

2. Penyebab Stroke
Penyebab terjadinya stroke adalah :

a. Stroke Non Haemoragik


Disebabkan oleh adanya iskemia, suplai darah keotak menurun yang dapat
menyebabkan hipoksia , anoksia dan hipoglikemia sehingga dapat menimbulkan
infark pada bagian otak yang terkena
1). Trombosis
Trombosis merupakan penyebab stroke paling sering. Trombosis ditemukan
pada 40% dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh para ahli patologi.
Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat
aterosklerosis.

2). Embolus

Embolisme serebri termasuk urutan kedua dan merupakan 5-15% dari


berbagai penyebab utama stroke. Dari penelitian epidemiologi (community based)
didapatkan bahwa sekitar 50% dari semua serangan iskemia otak, apakah yang
permanen atau yang transien, diakibatkan oleh komplikasi trombotik atau embolik
dari ateroma, yang merupakan kelainan dari arteri ukuran besar atau sedang; dan
sekitar 25% disebabkan oleh penyakit pembuluh darah kecil di intra cranial dan 20%
oleh emboli dari jantung (Lumbantobing, 2001).

Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita


trombosis Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit
jantung.

b. Stroke Haemoragik
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah
di otak dan kemudian merusaknya (M. Adib, 2009).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang


cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskular (Muttaqin, 2008).

1). Perdarahan serebri

Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab kasus gangguan
pembuluh darah otak dan merupakan persepuluh dari semua kasus penyakit ini.
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteria serebri.

2). Pecahnya aneurisma


Biasanya perdarahan serebri terjadi akibat aneurisme yang pecah maka penderita
biasanya masih muda dan 20% mempunyai lebih dari satu aneurisme. Dan salah satu
dari ciri khas aneurisme adalah kecendrungan mengalami perdarahan ulang (Sylvia
A. Price, 1995)

3). Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan).

- Trombosis sinus dura

- Diseksi arteri karotis atau vertebralis

- Vaskulitis sistem saraf pusat

- Penyakit moya-moya (oklusi arteri besar intrakranial yang progresif)

- Migran

- Kondisi hyperkoagulasi

- Penyalahgunaan obat (kokain dan amfetamin)

- Kelainan hematologis (anemia sel sabit, polisitemia atau leukemia)

Faktor Resiko : - Yang tidak dapat diubah : usia, jenis kelamin pria, ras, riwayat
keluarga, riwayat TIA atau stroke, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrium, dan
heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria. - Yang dapat diubah : hypertensi,
diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan obat dan alcohol, hematokrit
meningkat, bruit karotis asimtomatis, hyperurisemia dan dislidemia.

3. Tanda dan Gejala


Menurut Smeltzer dan Bare (2002) dan Price & Wilson (2006) tanda dan gejal
penyakit stroke adalah kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu
sisi tubuh, hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran, penglihatan ganda atau
kesulitan melihat pada satu atau kedua mata, pusing dan pingsan, nyeri kepala
mendadak tanpa kausa yang jelas, bicara tidak jelas (pelo), sulit memikirkan atau
mengucap kata-kata yang tepat, tidak mampu mengenali bagian dari tubuh,
ketidakseimbangan dan terjatuh dan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
a. Vertebro basilaris, sirkulasi posterior, manifestasi biasanya bilateral :
-Kelemahan salah satu dari empat anggota gerak tubuh , Peningkatan refleks tendon,
Ataksia, Tanda babinski, Tanda-tanda serebral, Disfagia, Disartria, Sincope, stupor,
koma, pusing, gangguan ingatan.

-Gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis, paralysis satu mata), Muka terasa
baal.

b. Arteri Karotis Interna

-Kebutaan Monokular disebabkan karena insufisiensi aliran darah arteri ke retina

-Terasa baal pada ekstremitas atas dan juga mungkin menyerang wajah.

c. Arteri Serebri Anterior

-Gejala paling primer adalah kebingungan, Rasa kontralateral lebih besar pada tungkai,
Lengan bagian proksimal mungkin ikut terserang, Timbul gerakan volunter pada
tungkai terganggu, Gangguan sensorik kontra lateral, Dimensi reflek mencengkeram
dan refleks patologis

d. Arteri Serebri Posterior

-Koma, Hemiparesis kontralateral, Afasia visual atau buta kata (aleksia),Kelumpuhan


saraf kranial ketiga, hemianopsia, koreo, athetosis

e. Arteri Serebri Media

Mono paresis atau hemiparesis kontra lateral (biasanya mengenai lengan), Kadang-
kadang heminopsia kontralateral (kebutaan), Afasia global (kalau hemisfer dominan
yang terkena), Gangguan semua fungsi yang ada hubungannya dengan percakapan dan
komunikasi
4. Mekanisme Penyakit
Diagram Mekanisme terjadinya Stroke :

Gambar 1.1 Mekanisme terjadinya stroke (Muttaqin. A (2008), Asuhan Keperawatan


Klien dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika)

Aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi
kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya mungkin
akibat iskemia imun (karena henti jantung atau hipotensi) hipoxia karena proses
kesukaran bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu area
infark (kematian jaringan). (Sumber : Hudak dan Gallo). Perdarahan intraksional
biasanya disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak
atau subarachnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini
sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di
sekitar pendarahan, spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan
darah yang semua lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di sekitar
tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Infark regional kortikal,
sub kortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena daerah perdarahan
suatu arteri tidak/ kurang mendapat aliran darah. Aliran/ suplai darah tidak disampaikan
ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat atau pecah. Sebagai
akibat keadaan tersebut bias terjadinya anoksia atau hypoksia. Bila aliran darah ke otak
berkurang sampai 24-30 ml/100 gr jaringan akan terjadi ischemia untuk jangka waktu
yang lama dan bila otak hanya mendapat suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan
otak, maka akan terjadi infark jaringan otak yang permanen.(Sumber : DepKes 1993)

5. Diagnosa
Untuk membuat diagnosis keperawatan yang akurat, perawat harus mampu
melakukan hal berikut yaitu mengumpulkan data yang valid dan berkaitan,
mengelompokkan data, membedakan diagnosis keperawatan dari masalah kolaboratif,
merumuskan diagnosis keperawatan dengan tepat, dan memilih diagnosis prioritas
(Carpenito & Moyet, 2007) meliputi :

a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan:

1) Interupsi aliran darah

2) Gangguan oklusif, hemoragi

3) Vasospasme serebral

4) Edema serebral

b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan:

1) Kerusakan neuromuskuler

2) Kelemahan, parestesia

3) Paralisis spastis

4) Kerusakan perseptual/ kognitif

c. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan

1) Kerusakan sirkulasi serebral


2) Kerusakan neuromuskuler

3) Kehilangan tonus otot/ kontrol otot fasial

4) Kelemahan/ kelelahan

d. Perubahan sensori persepsi berhubungan dengan:

1. Perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi (trauma neurologis atau defisit)

2. Stress psikologis (penyempitan lapang perseptual yang disebabkan oleh


ansietas)

e. Kurang perawatan diri berhubungan dengan:

1) Kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan


kontrol/ koordinasi otot

2) Kerusakan perseptual/ kognitif

3) Nyeri/ ketidaknyamanan

4) Depresi

6. Penatalaksanaan
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:

1.Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan :

a.Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendir yang
sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.

b.Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk usaha memperbaiki


hipotensi dan hipertensi.

2.Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.

3. Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.

4. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
a) Pengobatan Konservatif

1.Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral ( ADS ) secara percobaan, tetapi


maknanya :pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.

2. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.

3. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi


pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.

b)Pengobatan Pembedahan

Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :

1.Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka


arteri karotis di leher.

2.Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling


dirasakan oleh pasien TIA.

3.Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut

4.Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma.

c)Pencegahan Stroke

1.Hindari merokok, kopi, dan alkohol.

2.Usahakan untuk dapat mempertahankan berat badan ideal (cegah kegemukan).

3.Batasi intake garam bagi penderita hipertensi.

4.Batasi makanan berkolesterol dan lemak (daging, durian, alpukat, keju, dan
lainnya).

5.Pertahankan diet dengan gizi seimbang (banyak makan buah dan sayuran)

6.Olahraga secara teratur.

d) Penanganan dan perawatan stroke di rumah

1.Berobat secara teratur ke dokter.


2.Jangan menghentikan atau mengubah dan menambah dosis obat tanpa petunjuk
dokter.

3.Minta bantuan petugas kesehatan atau fisioterapi untuk memulihkan kondisi tubuh
yang lemah atau lumpuh.

4.Perbaiki kondisi fisik dengan latihan teratur di rumah.

5.Bantu kebutuhan klien.

6.Motivasi klien agar tetap bersemangat dalam latihan fisik.

7. Periksa tekanan darah secara teratur.

8. Segera bawa klien/pasien ke dokter atau rumah sakit jika timbul tanda dan gejala
stroke.
B. Tinjauan Teori Prioritas Kebutuhan Dasar Klien

a. Pengertian Kebutuhan Mobilisasi


Mobilisasi adalah suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas guna mempertahankan
kesehatannya. (Aziz AA, 2006)

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas. (Musrifatul


Uliyah dan A. Aziz A. H., 2008; 10)

Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas dan teratur
untuk memenuhi kebutuhan sehat menuju kemandirian dan mobilisasi yang mengacu
pada ketidakmampuan seseorang untuk bergerak dengan bebas. (Perry dan Potter,
1994)

Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan keegiatan dengan
bebas (Kosier, 1989 cit Ida 2009)

Mobilitas atau Mobilisasi adalah kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna
mempertahankan kesehatannya.

Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang


darimobilitas optimal (Ansari, 2011).

Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana penderita harus istirahat di tempat tidur,tidak
bergerak secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh
yang bersifat fisik atau mental. Dapat juga diartikan sebagai suatu keadaan tidak
bergerak / tirah baring yang terus – menerus selama 5 hari atau lebih akibat perubahan
fungsi fisiologis (Bimoariotejo, 2009).

Immobility (imobilisasi) adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest) selama
3 hari atau lebih (Adi, 2005). Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan
fisik secara mandiri yang dialami seseorang (Pusva, 2009).
b. Penyebab terjadinya imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit
(Setiati dan Roosheroe, 2007).

Penyebab secara umum:

§ Kelainan postur

§ Gangguan perkembangan otot

§ Kerusakan system saraf pusat

§ Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular

§ Kekakuan otot

Kondisi-kondisi yang menyebabkan immobilisasi antara lain: (Restrick, 2005)

1) Fall

2) Fracture

3) Stroke

4) Postoperative bed rest

5) Dementia and Depression

6) Instability

7) Hipnotic medicine

8) Impairment of vision

9) Polipharmacy

10) Fear of fall


Batasan karakteristik imobilisasi:

1) Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk


mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi.
2) Keengganan untuk melakukan pergerakan.
3) Keterbatasan rentang gerak.
4) Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot.
5) Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protokol-protokol mekanis dan
medis.
6) Gangguan koordinasi

c. Kebutuhan Mobilisai
Jenis Mobilitas :

1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara


penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan peran
sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang.

2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak


dengan batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi
oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada
pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:

a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk


bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat disebabkan
oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal, contohnya adalah adanya
dislokasi sendi dan tulang.

b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak dengan


batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya system saraf
yang reversibel, contohnya terjadinya hemiplegia karena stroke, paraplegi karena
cedera tulang belakang, poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan
sensorik.

Manfaat Mobilisasi
1. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation
2. Mengurangi rasa sakit dengan demikian pasien merasa sehat
3. Membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula
4. Mobilisasi memungkinkan kita mengajarkan segera untuk pasien agar dapat
merawat dirinya
5. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli
6. Memelihara fleksibilitas dari tulang dan sendi juga meningkatkan kekuatan otot

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Mobilisasi

1.Gaya

Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan
kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas
seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat
misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang
pramugari atau seorang pemabuk.

2.Proses penyakit dan injuri

Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan mempengaruhi


mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan untuk mobilisasi
secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi. Karena adanya
nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya klien harus
istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu misalnya; CVA yang
berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.

3.Kebudayaan

Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam melakukan aktifitas


misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap hari akan berbeda
mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam segala
keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan
seorang wanita madura dan sebagainya.

4.Tingkat energi

Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang yang lagi
sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat apalagi
dengan seorang pelari.

5.Usia dan status perkembangan

Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan dengan


seorang remaja. Anak yang selalu sakit salam masa pertumbuhannya akan berbeda
pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.

6.Tipe persendian dan pergerakan sendi

Dalam sistem musculoskeletal dikenal 2 macam persendian yaitu sendi yang dapat
digerakkan (diartrosis) dan sendi yang tidak dapat digerakkan (sinartrosis).

d. Upaya Mengatasi imobilisasi


Rentang Gerak dalam mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu :

1) Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien.

2) Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara
menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan
kakinya.

3) Rentang gerak fungsional


Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang
diperlukan

Jenis Imobilitas :

1) Imobilisasi fisik,

merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik dengan tujuan mencegah


terjadinya gangguan komplikasi pergerakan.

2) Imobilisasi intelektual,

merupakan keadaan ketika seseorang mengalami keterbatasan daya pikir.

3) Imobilitas emosional,

merupakan keadaan ketika seseorang mengalami pembatasan secara emosional karena


adanya perubahan secara tiba-tiba dalam menyesuaikan diri.

4) Imobilitas sosial,

merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan dalam melakukan interaksi


sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga dapat mempengaruhi perannya dalam
kehidupan sosial.

e. Masalah Yang Timbul Dalam Pemenuhan Kebutuhan mobilisasi


1. Penyakit sistem saraf

2. Distrofi otot

3. Tumor pada sistem syaraf pusat

4. Peningkatan pada intra kranial

5. Penyakit jaringan ikat

f. Menghitung Intensitas Kebutuhan Nutrisi Penderita Diabetes Melitus


Kategori tingkat kemampuan aktivitas

TINGKAT
KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan
orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan
orang lain, dan peralatan
4 Sangat tergantung dan tidak dapat
melakukan atau berpartisipasi dalam
perawatan
Rentang gerak (range of motion-ROM)
DERAJAT
GERAK SENDI RENTANG
NORMAL

Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari 180


posisi samping ke atas kepala, telapak
tangan menghadap ke posisi yang
paling jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah 150
depan dan ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah 80-90
tangan bagian dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan 80-90
dari posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 70-90
arah belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke 0-20
sisi ibu jari ketika telapak tangan
menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke 30-50
arah kelingking telapak tangan
menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari 20
posisi abduksi
Derajat kekuatan otot

PERSENTASE
SKALA KEKUATAN NORMAL KARAKTERISTIK
(%)

0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi
otot dapat di palpasi atau
dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan
gravitasi dengan topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan
gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan
melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan
penuh yang normal melawan
gravitasi dan tahanan penuh

Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 =
Rendah (Sangat tergantung)
g. Intake dan Output
Intake Output

Memberikan mobilisasi untuk Membantu Pasien merasa lebih nyaman dan lebih
pasien dalam mengatasi masalahnya mengerti tentang masalahnya
berkaitan dengan lemahnya anggota gerak
kiri

h. Tindakan Keperawatan untuk Pemenuhan Kebutuhan Mobilisasi


1. Membantu pasien duduk di tempat tidur

Tindakan ini merupakan salah satu cara mempertahankan kemampuan mobilitas


pasien.

Tujuan :

a. Mempertahankan kenyamanan

b. Mempertahankan toleransi terhadap aktifitas

c. Mempertahankan kenyamanan

2. Mengatur posisi pasien di tempat tidur

a. Posisi fowler adalah posisi pasien setengah duduk/ duduk

Tujuan :

1) Mempertahankan kenyamanan

2) Menfasilitasi fungsi pernafasan

b. Posisi sim adalah pasien terbaring miring baik ke kanan atau ke kiri

Tujuan :

1) Melancarkan peredaran darah ke otak

2) Memberikan kenyamanan

3) Melakukan huknah

4) Memberikan obat peranus (inposutoria)

5) Melakukan pemeriksaan daerah anus

c. Posisi terndelenburg adalah menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian


kepala lebih rendah dari bagian kaki

Tujuan : untuk melancarkan peredaran darah


d. Posisi dorsal recumbent adalah posisi pasien ditempatkan pada posisi terlentang
dengan kedua lutut fleksi di atas tempat tidur

Tujuan :

1) Perawatan daerah genetalia

2) Pemeriksaan genetalia

3) Posisi pada proses persalinan

e. Posisi litotomi adalah posisi pasien yang ditempatkan pada posisi terlentang
dengan mengangkat kedua kaki dan ditarik ke atas abdomen

Tujuan :

1) Pemeriksaan genetalia

2) Proses persalinan

3) Pemasangan alat kontrasepsi

f. Posisi genu pectorat adalah posisi nungging dengan kedua kaki ditekuk dan
dada menempel pada bagian atas tempat tidur.

è Memindahkan pasien ke tempat tdiur/ ke kursi roda

Tujuan :

1) Melakukan otot skeletal untuk mencegah kontraktur

2) Mempertahankan kenyamanan pasien

3) Mempertahankan kontrol diri pasien

4) Memindahkan pasien untuk pemeriksaan

è Membantu pasien berjalan

Tujuan :

1) Toleransi aktifitas

2) Mencegah terjadinya kontraktur sendi


Daftar Pustaka :

Artiani, Ria. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan,
Jakarta, EGC
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Hadib, Muhammad. 2009 Cara Mudah Memahami Dan Menghindari Hipertensi Jantung
Dan Stroke : Yogyakarta.
Misbach, Jusuf. 2011. STROKE ASPEK DIAGNOSTIK, PATOFISIOLOGI, MANAJEMEN.
Jakarta : Badan Penerbit FKUI
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai