Anda di halaman 1dari 2

Tatatalaksana Tuberkulosis

Obat Anti Tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam pengobatan TB.
Pengobatan TB yang adekuat harus memenuhi prinsip :1

– Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat mengandung minimal 4
macam obat untuk mencegah terjadinya resistensi.
– Diberikan dalam dosis yang tepat.
– Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO (Pengawas Menelan Obat)
sampai selesai pengobatan.
– Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam tahap awal serta
tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

Tujuan pengobatan TB adalah:2


o Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas pasien
o Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan
o Mencegah kekambuhan TB
o Mengurangi penularan TB kepada orang lain
o Mencegah perkembangan dan penularan resisten obat.

World Health Organization merekomendasikan obat kombinasi dosis tetap (KDT) untuk
mengurangi risiko terjadinya TB resisten obat akibat monoterapi. Dengan KDT pasien tidak
dapat memilih obat yang diminum, jumlah butir obat yang harus diminum lebih sedikit
sehingga dapat meningkatkan ketaatan pasien dan kesalahan resep oleh dokter juga diperkecil
karena berdasarkan berat badan.2,8 Dosis harian KDT di Indonesia distandarisasi menjadi
empat kelompok berat badan 30-37 kg BB, 38-54 kg BB, 55-70 kg BB dan lebih dari 70 kg
BB.9
Paduan obat standar TB resisten obat ganda di Indonesia adalah minimal 6 bulan fase
intensif dengan paduan obat pirazinamid, etambutol, kanamisin, levofloksasin, etionamid,
sikloserin dan dilanjutkan 18 bulan fase lanjutan dengan paduan obat pirazinamid, etambutol,
levofloksasin, etionamid, sikloserin (6Z-(E)-Kn-Lfx-Eto-Cs / 18Z-(E)-Lfx-Eto-Cs). Etambutol
dan pirazinamid dapat diberikan namun tidak termasuk obat paduan standar, bila telah terbukti
resisten maka etambutol tidak diberikan.19,20
Pengobatan TB resisten obat ganda dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif dan lanjutan.
Lama fase intensif paduan standar Indonesia adalah berdasarkan konversi biakan. Obat suntik
diberikan selama fase intensif diteruskan sekurang-kurangnya 6 bulan atau minimal 4 bulan
setelah konversi biakan. Namun rekomendasi WHO tahun 2011 menyebutkan fase intensif
yang direkomendasikan paling sedikit 8 bulan. Pendekatan individual termasuk hasil biakan,
apusan dahak BTA, foto toraks dan keadaan klinis pasien juga dapat membantu memutuskan
menghentikan pemakaian obat suntik. Sedangkan total lamanya pengobatan paduan standar
yang berdasarkan konversi biakan adalah meneruskan pengobatan minimal 18 bulan setelah
konversi biakan. Namun WHO tahun 2011 merekomendasikan total lamanya pengobatan
adalah paling sedikit 20 bulan.2,19

Anda mungkin juga menyukai