Anda di halaman 1dari 12

TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN BEHAVIORISME

Paper ini disusun untuk memenuhi tugas MKU Psikologi Pendidikan

Disusun oleh :

Erta Alifah Febrianti (NIM.4301416014)

Dosen Pengampu:

Yogi Saraswati,S.psi,M.Si

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017
DAFTAR ISI

Pandangan tentang belajar ..................................................................................................................... 3


1. Penguatan (Reinforcement).................................................................................................... 3
2. Hukuman ................................................................................................................................... 4
3. Kesegeraan pemberian penguatan ....................................................................................... 4
4. Jadwal pemberian penguatan ................................................................................................ 5
5. Peranan stimulus terhadap perilaku ...................................................................................... 5
Teori Belajar Classical Conditioning ........................................................................................................ 6
Teori Koneksionisme ............................................................................................................................... 7
Hukum kesiapan (the law of readiness)........................................................................................ 8
Hukum latihan (the law of exercise) .............................................................................................. 8
Hukum akibat (the law of effect) ........................................................................................................ 8
Teori Operant Conditioning................................................................................................................. 9
Teori Operant Conditioning ................................................................................................................ 9
Modeling atau Observational Learning............................................................................................... 9
Konsep Pembelajaran Menurut Aliran Behavioristik ........................................................................ 11
Pandangan tentang belajar

Belajar mempunyai arti sendiri bagi setiap orang dalam konteks yang berbeda beda, namun pada
umumnya kata ‘belajar’ sering diartikan sebagai cara untuk mendalami sesuatu agar kita memahami
konsepnya. Dengan adanya teori belajar ini memudahkan guru guru untuk menerapkan ilmu olmu
yang ingin disampaikannya kepada para peserta didiknya. Menurut Thorndike, belajar adalah proses
interaksi antara stimulus dan respon. Stimulus adalah apayang merangsang terjadinya kegiatan
belajar seperti pikiran, perasaan, atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat indera.
Sedangkan Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh gerakan
yang sama (Bell, Gredler, 1991).

Belajar juga diartikan sebagai proses perubahan perilaku. Baik itu perilaku secara tampak maupun
tidak tampak. Perubahan perilaku dari belajar secara permanen biasanaya bertahan lebih lama.
Sehingga pada suatu waktu stimulus bia merangsang stimulus. Belajar yang reflektif antara lain
adalah ketika jari tangan di dekatkan ke lilin maka kita akan refleks untuk memindahkannya. Ada tiga
hukum belajar yang utama, menurut Thorndike yakni (1) hukum efek; (2) hukum latihan dan (3)
hukum kesiapan (Bell, Gredler, 1991). Ketiga hukum ini menjelaskan bagaimana hal-hal tertentu
dapat memperkuat respon. Sebenarnya daripada sebuah hukuman seoarang siswa akan lebih
menghargai sebuah reward kecil yang diberikan seorang pengajar ke murinya. Mengapa hal ini
dilakukan? Menurut kejadian kejadian yang ada pemberian reward mempunyai dampak yang lebih
signifikant terhadap sang anak. Berbeda dengan pemberian hukuman bagi seorang anak. Hal ini
tidak mendorong perilaku behaviornya menjadi pribadi yang lebih matang namun hanya sekedar
membuat siswa untuk tidak melakukan sesuatu yang curang dan bohong. Seperti halnya ketika orang
dipuji maka dia akan berusaha lebih baik mungkin untuk dapat mengerjakan hal hal selanjutnya.
Perubahan perilaku yang terjadi karena faktor kematangan bukan dinyatakan sebagai hasil belajar.

Namun meskipun demikian , aktivitas belajar manusia berlangsung terus menerus sepanjang waktu.
Setiap kali manusia berinteraksi dengan ingkungan maupun dengan manusia.

1. Penguatan (Reinforcement)
Skinner menyatakan bahwa perilaku akan berubah sesuai dengan konsekuensi yang
diperolehnya. Frekuensi yang menyenangkan seperti ini akan mendorong untuk munculnya
sebuah perilaku. Yaitu sifat suka dan sikap ketidaksukaan. Konsekuensi yang menyenangkan
disebut dengan Reinforcers ataupun konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut dengan
punishers.

Penguatan ini berlaku untuk mendorong sikap behavioristik dari murid murid bergantung pada
daya tangkap mereka.
Contohnya

Ketika seorang murid mengerjakan sebuah pr yang mana pr tersebut menyita banyak waktu lalu
seorang guru mengecek pekerjaan muridnya dan mengatakan “pekerjaan yang bagus”

Hal ini memberikan penguatan bagi murid muridnya sehingga berpikiran untuk selalu
mengerjakan pr yang diberikan guru tersebut dengan rajin. Penguatan positive adalah sesuatu
bila diperoleh meningkatkan probabilitas respons atau perilaku. Hal ini melahirkan adanaya
reinforcement , yaitu reinforcement primer maupun sekunder. Namun hal ini sama sama
menstimuli otak untuk dapat melakukan yang terbaik demi tugas yang sudah diberikan oleh
gurunya tersebut. Reinforcement positive sekunder juga masih berhubungan dengan menstimuli
manusia. Selain reinforcement positive juga ada reinforcement negative yaitu berupa punishment
atau hukuman yang diberikan kepada murid muridnya.

Contohnya

Ketika seorang murid tidak bisa mengerjakan soal pr matematika sehingga ia ditunjuk maju
kedepan mengerjakan soal yang tidak ia bisa maka hal itu termasuk dalam pemberian hukuman
untuk murid dan menstimulasi otaknya menimbulkan rasa ketakutan. Sehingga bila lain kali
pelajaran itu ada maka peserta akan coba melakukan apa yang ahrus dilakukan. Dan bukannya
menstimulasi agar kita semamngat mengerjakan pr tersebut.

2. Hukuman
Seperti yang sudah dijelaskan prinsip hukuman malah menghasilkan individu individu yang taat
peraturan karena merasa bahwa mereka tidak patuh pada peraturan maka akan mendapatkan
hukuman yang mungkin saja bisa mereka ingat . skinnermenyatakan bahwa pemberian reward
sebenrnya lebih baik dari hukuman. Namun banyak seklai guru di Indonesia yang maish
mempunyai persepsi salah bahwa dengan mengukum mereka bahkan maka dilain kesempatan
mereka akan mengerjakan tugasnya dengan benar. Tentu saja mereka akan menghasilkan
sebuah tenaga yang benar namun harus diingat bahwa setiap murid mempunyai kepribadian
yang berbeda sehingga harus dimaklumi apabila ada yang ‘down’ setelah seperti itu ataupun
malah tambah bersemangat. Oleh sebab itu, setiap guru harus bisa mempelajari kepribadian
setiap muridnya untuk dapat menerapkan mana konsep yang benar untuk mendukung belajar
sang murid

3. Kesegeraan pemberian penguatan


Setelah memenangkan kontes ataupun lomba akan lebih baik langsung diberikan ucapan
selamat daripada pemberian ucapan selamat yang ditunda. Hal ini menstimulasi beberapa hal
dalam diri anak didik. Contohnya dengan kesegeraan pemberian ucapan selamat membuat hal
itu menjadi moment yang paling bahagia dan sulit dilupakan sehingga ia terus berusaha dan
mewujudkan hal itu lagi karena ia merasa hal itu memberikan sesuatu yang tidak dapat ia
utarakan. Berbeda dengan penundaan pemberian ucapan selamat maka euforia yang terjadi
setelah kemenangan akan hilang dalam beberapa hari dan pemberian ucapan selamat pun tidak
terlalu terkenang manis di setiap diri orang lain.

Balikan segera yang diberikan kepada seseorang setidak tidaknya memiliki dua tujuan
,diantaranya:

a. Dapat membuat kejelasan hubungan antara perilaku dan konsekuensi


b. Dapat meningkatkan informasi terhadap balikan itu sendiri

4. Jadwal pemberian penguatan


Penguatan yang diberikan seorang guru terhadap muridnya dapat diberikan secara terus
menerus. Dalam hal ini guru menggunakan penguatan berantara yang menggunakan jarak
waktu antar penguatan yang bervariasi. Jika hanya sebagian respons yang diberikan
penguatan dinamakan penguatan secara berantara (intermittent reinforcement). Seorang
guru misalnya memberikan penguatan melewati jarak satu menit , dua menit maupun 10
menit setelah penguatan terakhir diberikan.

5. Peranan stimulus terhadap perilaku


Pengaruh yang diberikan setelah munculnya suatu perilaku sangat berpengaruh terhadap
perilaku. Stimulun yang mendahului perilaku,disebut antesden perilaku. Ada beberapa stimulus yang
mempengaruhi perilaku , yaitu :

a. Petunjuk
Petunjuk dinamakan stimulus ansteden karena akan member informasi kepada
setiap orang mengenai perilaku apa yang akan memperoleh hadiah dan perilaku apa
yang akan mendapatkan hukuman . bentuk dari petunjuk berbagai macam dan
memberikan pemahaman kepada setiap orang kapan harus mengubah perilakunya
dan kapan tidak harus mengubah perilaku. Kemampuan berperilaku dengan cara
tertentu dalam menghadapu stimulus tertentu,dan berperilaku dengan cara lain
dalam menghadapi stimulus lain disebut diskriminasi stimulus.
b. Diskriminasi
Setiap individu telah mengetahui membedakan kapan sebaiknya mengajukan
pertanyaan dan kapan menjawab pertanyaan dari guru. Diskriminasi dilakukan
dengan cara menggunakan petunjuk,tanda, atau informasi untuk mengetahui kapan
suatu perilaku akan memperoleh penguatan.
c. Generalisasi
Generalisasi tidak dapat berlangsung begitu saja pada setiap individu. Apabila
program manajemen perilaku berhasil diperkenalkan di suatu lingkungan perilaku
seseorang tidak otomatis menjadi baik. Setiap individu belajar mendiskriminasikan
perilaku di berbagai lingkungan. Agar generealisasi terjadi maka harus direncanakan
. proses pengalihan bertujuan agar siswa dapat melaksanakan tugas di berbagai
situasi.

Teori Belajar Classical Conditioning


teori belajar Classical Conditioning dikembangkan oleh Ivan Pavlov (1849-1936) seorang
psikolog Rusia. Pavlov mempelajari bagaimana anjing percobaannya menjadi terkondisi berliur walau
tanpa diberi makanan.

Menerut Pavlov,apabila anjing mengeluarkan air liur karena air liur ini bersifat alamiah(alami).
Disebut respons alamiah karena respons itu tidak berkondisi(unconditioned response) dan
stimulusnya disebut stimulus alamiah.

Persoalan yang muncul adalah apakah bunyi dapat menimbulkan air liur pada anjing?
Apabila terjadi maka bunyi bel disebut stimulus terkondisi ( conditioning stimulus/ CS) dan respons
yang berwujud( conditioning respons / CR ) keluarnya air liur disebut yang berkondisi. Untuk
mengetahui Pavlov mengadakan penelitian.

Untuk menimbulkan respons berkondisi maka harus memberikan stimulus berkondisi


bebarengan atau sebelum dibverikan stimulus alamiah. Pemberian stimulus dilakukan berulang
kali.,sehingga akhirnya terbentuk respions berkondisi,sekalipun tidak diberikan stimulus alamiah.

Kesimpulan dari ketiga eksperimen itu :

 Apabila stimulus alamiah(daging)disajikan di hadapan anjing, maka anjing akan


membentuk respons alamiah(mengeluarkan air liur)
 Apabila stimulus berkondisi (bel)diberikan setelah diberikan stimulun alamiah, maka
respons berkondisi tidak akan terbentuk, dan
 Respons berkondisi akan terbentuk apabila stimulus berkondisi diberikan sebelum
atau berbarengan dengan stimulus alamiah.

Di dalam eksperimen itu juga dapat dijelaskan bahwa dalam diri anjing terdapat CR terhadap
CS, maka stimulus yang mirip dengan CS juga akan menimbulkan CR. Hal ini terjadi Karena adanya
kemiripan CS baru dengan CS lamayang menimbulkan CR. Peristiwa ini disebut dengan prinsip
generalisasi.

Pavlov melanjutkan eksperimen dengan menyajikan berbagai macam stimulus. Dengan


stimulus yang bervariasi apakah anjing dapat membedakan stimulus yang disertai penguatan dan
yang tidak disertai penguatan. Kesimpulan dari eksperimen yang dibuat Pavlov adalah bahwa dalam
diri anjing akan terjadi pengkondisian selektif berdasarkan atas penguatan selektif. Dalam arti, anjing
dapat membedakan stimulus yang disertai penguatan dan stimulus yang tidak disertai penguatan.
Karya Pavlov dalam bereksperimen menekankan pada aspek pengamatan dan pengukuran
serta penggalian aspek-aspek belajar sehingga dapat membantu penelitian tentang belajar secara
ilmiah.

Teori Koneksionisme

Teori koneksionisme dikembangkan oleh Edward Thorndike di Amerika Serikat pada tahun
1874-1949. Untuk mengembangkan teori ini, Thorndike melakukan eksperimen dengan kucing yang
di masukkan dalam kandang (puzzle box) dan menghitung waktu yang dibutuhkan oleh kucing untuk
dapat membebaskan diri dari kandang.

Menurut Thorndike, connection merupakan hubungan dari kesan-kesan penginderaan


dengan dorongan untuk melakukan suatu tindakan. Yang mana Thorndike menitik beratkan pada
aspek fungsional dari perilaku yang mengandung artian bahwa proses mental dan perilaku organisme
berkaitan dengan penyesuaian diri terhadap lingkungannya.

Menurut Thorndik dasar dari belajar adalah coba-coba (trial and error). ia memperoleh
kesimpulan ini berdasar pada percobaan yang ia lakukan. Thorndike sampai pada kesimpulan
bahwa, hewan percobaan itu menunjukkan adanya penyesuaian diri dengan lingkungannya
sedemikian rupa sebelum percobaan itu dapat melepaskan diri dari kandang percobaan. Berikut
merupakan grafik hubungan waktu dan frekuensi kucing untuk melepaskan diri dari kandang.

Dari grafik tersebut dapat diketahui bahwa semakin banyak frekuensi kucing melakukan
percobaan, seamakin sedikit pula waktu yang ia butuhkan untuk keluar dari kandang. Thorndike pada
akhirnya mengambil kesimpulan bahwa kegiatan belajar pada dasarnya adalah lebih bersifat trial and
error. dan kemajuan dalam belajar sedikit-demi sedikit, tidak berupa lompatan. Diakui oleh Thorndike,
belajar pada manusia lebih bersifat kompleks, namun demikian tidaklah mungkin menerangkan
proses belajar tersebut dengan meninggalkan hukum-hukum belajar yang sama.

Berdasarkan pada pecobaan yang telah Thorndike lakukan, ia mengemukakan tiga macam
hukum belajar, yaitu: hukum kesiapan, hukum latihan dan hukum akibat.
Hukum kesiapan (the law of readiness)
Kesiapan individu sangat diperlukan untuk mencapai hasil belajar yang baik. Ada tiga
keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum ini, yaitu:
a. Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku, dan dapat
melaksanakannya, maka ia akan mengalami kepuasan.
Contoh: saya merasa senang atau tertarik pada kegiatan tari, maka saya akan cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini saya laksanakan, saya merasa puas dan belajar menari
akan menghasilkan prestasi yang baik.
b. Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku, tetapi tidak dapat
melaksanakannya, maka ia akan merasa kecewa.
Contoh: saya merasa senang atau tertarik pada kegiatan tari, maka saya akan cenderung
mengerjakannya. Apabila hal ini tidak saya laksanakan, saya merasa kecewa dan saya
akan mengerjakan hal lain untuk menghilangkan kekecewaan saya.
c. Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku, dan dipaksa untuk
melakukannya, maka akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
Contoh: saya merasa senang atau tertarik pada kegiatan tari, maka saya akan cenderung
mengerjakannya. Apabila suatu saat saya dipaksa untuk menari, sayaakan merasa
terpaksa dan timbul rasa tidak puas dalam diri saya.

Hukum latihan (the law of exercise)


Hubungan antara stimulus dan respon apabila sering dilatih akan semakin kuat. Begitu pula
sebaliknya, apabila stimulus dan respon tidak sering dilatih, hubungan antara stimulus dan
respon pun akan melemah. Yang dinamakan dengan stimulus adalah suatu perubahan dari
lingkungan eksternal yang menjadi tanda untuk mengaktifkan organisme untuk beraksi atau
berbuat sedangkan respon diri adalah sembarang tingkah laku yang dimunculkan karena
adanya perangsang.Oleh karena itu hukum latihan ini memerlukan tindakan belajar sambil
bekerja (learning by doing). Contoh: saya awalnya tidak bisa naik motor. Namun karena
sering naik motor berangsur-angsur saya menjadi bisa naik motor dengan lancar.

Hukum akibat (the law of effect)


Apabila stimulus menimbulkan respons yang membawa hadiah (reward), maka hubungan
antara stimulus dan respons akan menjadi kuat dan demikian pula sebaliknya. Contoh: ketika
saya SD saya sering dijanjikan diberi hadiah ketika saya mendapat ranking di kelas. Karna
adanya reward tersebut saya menjadi rajin belajar.
Disamping ketiga hukum yang telah Thorndike kemukakan, ia juga mengemukakan tiga
hukum lain yang bersifat sekunder, yaitu:
a. Multiple responeyaitu sikap individu yang cenderung untuk selalu trial and error untuk
mendapatkan respon yang tepat terhadap stimulus yang ia dapatkan. Contoh: ketika
saya awal masuk kuliah, saya masih bingung untuk mengatur waktu. Namun seiring
berjalannya waktu akhirnya saya bisa memanage waktu dengan baik.
b. Set atau attitudeyaitu kesiapan atau kecenderungan individu untuk berperilaku tertentu
terhadap lingkungan yang akan mereka hadapi.
c. Associative shiftingyaitu setiap respons yang telah dimiliki oleh seseorang dapat
dipindahkan sebagai respons terhadap stimulus yang baru.

Teori Operant Conditioning

Teori Operant Conditioning


Teori pembiasaan prilaku respon (operant conditioning) ini merupakan teori belajar yang
berusia paling muda dan termasuk sangat berpengaruh dikalangan para ahli psikologi belajar masa
kini, dimana penciptanya bernama Burrhus Frederic Skinner. Menurut Skinner, prilaku adalah
perbuatan yang dilakukan seseorang pada situasi tertentu. prilaku ini dapat terjadi karena dua
pengaruh yaitu pengaruh yang mendahuluinya dan pengaruh yang mengikutinya

Berdasarkan eksperimen ayng dilakukan oleh Skinner, dia mengungkapkan bahwa dua
prinsip umum yang berkaitan dengan operant conditioning yaitu :

1. setiap respons yang diikuti oleh penguatan (reward atau reinforcing stimuli) cenderung akan
diulangi kembali.

2. Reward atau reinforcing stimuli akan meningkatkan kecepatan terjadinya respons.

Skinner membagi dua macam pengondisian yaitu :

1. Respondent conditoning . Disebut conditioning tipe S karena conditonig ini menekankan pada
pentingnya stimulus dalam menimbulkan respons yang dikehendaki atau diinginkan.
2. Operant conditioning. Disebut conditioning tipe R , karena conditioning ini menekankan pada
pentingnya respon.

Skinner membandingkan perilaku siswa yang nilainya bagus akan belajar lebih giat lagi
mengarah ke penguatan positif. Sedangkan siswa yang nilainya buruk akan takut tidak naik kelas
yang mengarah ke penguatan negatif. Dari dua perbandingan tersebut, maka Skinner membagi 2
pengondisian, yaitu :

a. pada classical conditioning, individu tidak perlu membuat respons atau aktivitas dalam
memperoleh hadiah, sebab tinggal menunngu oranglain.
b. Pada operant conditioning, organisme harus membuat respons atau aktivitas dalam
memperoleh hadiah.

Modeling atau Observational Learning


Teori belajar operant conditiningyang dikembangkan oleh Skinner menekankan pada efek dari
konsekuensi perilaku, dan tidak memandang pentingnya modeling. Modeling dalam hal ini meniru
perilaku oranglain, pengalaman orang lain, atau meniru keberhasilan dan kegagalan oranglain.
Bandura mengembangkan empat tahap melalui pengamatan atau modeling, yaitu : perhatian, retensi,
reproduksi, dan motivasional.

1. Tahap perhatian, dalam tahap ini individu memperhatikan model yang menarik, berhasil,
atraktif, dan populer. Melalui model ini, individu dapat meniru bagaimana cara berpikir dan
bertindak oranglain, serta penampilan model oranglain. Guru di hadapan kelas dapat menarik
perhatian siswa dengan cara menyampaikan petunjuk belajar secara jelas. Sebagai contoh,
ada guru yang menejelaskan materi IPA perpindahan gaya dengan cara guru tersebut
mempraktikkan sebagai obyek yang berpindah dengan cara berjalan dari lantai satu ke lantai
yang lainnya. Ini menunjukkan bahwa siswa dapat tertarik memperhatikan guru yang did
depan kelas.
2. Tahap retensi, dalam tahap ini apabila guru memperoleh perhatian dari siswa, guru
memodelkan perilaku yang ditiru oleh siswa dan menyuruh siswa untuk mempraktikkannya
kembali. Misalnya, setelah seorang guru olahraga menjelaskan teori servis bola voli, maka
guru tersebut langsung mempraktikkannya dihadapan muridnya. Setelah itu muridnya disuruh
menirukan kembali yang dilakukan guru olahraga tersebut.
3. Tahap reproduksi. Dalam tahap ini para siswa berusaha mencoba menyesuaikan diri dengan
perilaku model.
4. Tahap Motivasional. Dalam tahap ini para siswa akan menirukan model karena merasakan
bahwa melakukan pekerjaan yang baik akan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh
penguatan. Contohnya para siswa yang kagum dengan sosok Alexander Graham Bell yang
bisa menciptakan telepon sehingga para siswa ingin suatu saat nanti bisa menciptakan suatu
alat seperti para tokoh yang terkenal.

Seseorang dalam melakukan aktivitas belajar dapat dilakukan dengan acra memperhatikan
pengalaman dari oranglain. Cara belajar ini sama pentingnya dengan kegiatan belajar melalui
model atau pengamatan yang termotivasi oleh suatu harapan bahwa meniru model secara
benar akan memperoleh penguatan atau hukuman. Guru dalam menyelenggarakan
pembelajaran dikelas seringkali menggunakan cara belajar ini. Yakni anak yang mampu
menjawab pertanyaan akan diberikan penguatan berupa pujian.
Selain itu, ada konsep lainnya tentang teori belajar melalui pengamatan atau modeling yakni
adanya pengaturan diri atau self regulation. Dalam hal ini seseorang dapat mengamati
perilakunya sendiri dengan standar yang dibuatnya sendiri. Menilai perilakunya sendiri, dan
memberi punishment atau teguran kepada dirinya sendiri apabila berhasil atau gagal dalam
menjalankan perilakunya. Misalnya siswa yang mendapat nilai B, maka dia akan
mengintrospeksi dirinya snediri agar berusaha di semester selanjutnya mendapat nilai A, jika
itu berhasil maka siswa akan merasa puas dengan hasil dan kerja keras jerih payahnya
sendiri.
Konsep Pembelajaran Menurut Aliran Behavioristik
Belajar adalah proses dimana ada usaha yang dilakukan suatu individu dari yang tidak tahu
menjadi tahu. Sedangkan pembelajaran adalah suatu system yang membantu individu belajar dan
berinteraksi dengan sumber belajar dan juga lingkungannya.

Pembelajaran menurut aliran Teori Behavioristik adalah suatu upaya pembentukan tingkah
laku yang diinginkan dengan lingkungan di sekitarnya. Dalam hal ini diharapkan terjadi hubungan
tingkah laku dengan lingkungan yang disebut pembelajaran perilaku. Dalam pembelajaran, perilaku
bisa berubah sesuai adanya konsekuensi – konsekuensi langsung. Konsekuensi yang ada bisa
menyenangkan akan memperkuat perilaku dan konsekuensi yang tidak menyenangkan akan
memperlemah perilaku.

1. Harus bisa adanya penguatan (reinforcement) untuk meningkatkan motivasi belajar siswa
2. Pemberian penguatan dapat berupa penguat sosial seperti senyuman, pujian, pemberian
barang, uang, serta metri lainnya.
3. Pemberian hukuman dapat dipakai sebagai alat pembelajaran. Namun, hati hati dalam
menggunakan hukuman agar tidak menimbulkan trauma pada anak. Hukuman dijadikan
jalan terakhir jika semua jalan tidak bisa digunakan.
4. Kesegeraan Konsekuensi. Setelah para siswa dapat menyelesaikan pembelajaran ,
dalam hal ini bisa berhasil atau tidak. Para pendidik harus segera memberikan motivasi,
pujian, dan teguran.
5. Pembentukan . Untuk mencapai tujuan tertentu, para pendidik selain memberikan suatu
pengajaran, namun juga harus memberikan penguatan. Contoh, anak SMP yang
mempelajari suatu mata pelajaran IPA membahas tentang proses pertumbuhan biji. Para
pendidik dan siswa melakukan percobaan dengan mengamati langsung bagaimana
proses terjadinya pertumbuhan pada biji kacang hijau. Maka dapat dipastikan pendidik
tidak hanya memberikan suatu pengajaran, namun penguatan pada siswanya sehingga
siswa paham dan mengerti mengenai bab proses pertumbuhan tanaman tersebut.

Langkah – langkah pembelajaran penerapan prinsip belajar perilaku :


1. Menentukan tujuan kontruksional
2. Menganalisis lingkungan kelas termasuk identifikasi entry behavior peserta didik
3. Menentukan materi pembelajaran
4. Memecahkan materi pembelajaran menjadi bagian – bagian kecil
5. Menyajikan materi pembelajaran
6. Memberikan stimulus yang mungkin berupa , pertanyaan, latihan, dan tugas – tugas.
7. Mengamati dan mengkaji respons peserta didik.
8. Memberikan penguatan bisa positif maupun negative
9. Memberikan stimulus baru

Anda mungkin juga menyukai