Digawe PDF
Digawe PDF
Oleh :
RAHMI DYAH HAJENG RIZKIANA
E1A006106
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
1
PENGELOLAAN USAHA PENAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C,
DI DESA DARMAKRADENAN KECAMATAN AJIBARANG KABUPATEN
BANYUMAS
Oleh :
RAHMI DYAH HAJENG RIZKIANA
E1A006106
Mengetahui
Universitas Jenderal Soedirman
D e k a n,
2
SURAT PERNYATAAN
NIM : E1A006106
Menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri
dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang lain.
Dan apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut diatas,
maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.
NIM. E1A006106
3
ABSTRAK
4
ABSTRACT
The purpose of this study To determine the mineral mining business management
class C in the Village District Darmakradenan Ajibarang Banyumas Regional Level II
Regulation Banyumas No. 39 of 1995 on Mining Minerals Group C.
The method used in the writing of this thesis is a normative juridical approach
method, which is an approach that uses the concept positifis legislators stating that the
law is identical to the written norms made by the competent authority, other than that this
conception view the law as an autonomous normative system regardless
ofmasyarakat.Metode life approach to the problem using the approach Legislation in the
form of an inventory of legislation. The approach to the assessment of legislation related
to the central theme of research.
The data used is in the form of legislation and regulations, books, studies, works
of the law as well as a dictionary. Based on the literature review can be concluded that
the management of mining enterprises in the Village District Darmakradenan Ajibarang
Banyumas many actions that are contrary to rules of legislation in particular the
Environment Act. Local regulations relating to the use the Level II Regional District
Regulation No. 39 of 1995 Banyumas although its production has been referred to the
Environment Act and the Mining Act tertapi necessary to amend the regulations malihat
area because he is already quite long and is no longer applicable to the development of
society.
Based on the literature review can be concluded that the management of mining
enterprises in the Village District Darmakradenan Ajibarang Banyumas many actions
that are contrary to rules of legislation in particular the Environment Act. Local
regulations relating to the use the Level II Regional District Regulation No. 39 of 1995
Banyumas although its production has been referred to the Environment Act and the
Mining Act tertapi necessary to amend the regulations malihat area because he is
already quite long and is no longer applicable to the development of society.
5
Kata Pengantar
Alihamdulillah hirobil alamin, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsinya yang berjudul “ Pengelolaan Usaha Penambangan bahan Galian
Golongan C Di Desa Darmakradena Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas
(Tinjauan Yuridis Terhadap Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas Nomor
39 Tahun 1995 tentang Pertambangan Golongan C)
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini penulis mengalami kesulitan dan
hambatan, namun berkat bimbingan, petunjuk, bantuan dari berbagai pihak sehingga
skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang seikhlas-ikhlasnya atas motivasi dan dukungan baik langsung ataupun
tidak langsung kepada:
1. Ibu Hj. Rochani Urip Salami, S.H.,M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Bapak Djumadi S.H.,S.U selaku Pembimbing Akademik dan sekaligus sebagai
Pembimbing I, yang selalu memotivasi dalam perjalanan kuliah penulis.
3. Ibu Rochati. S.H., M.Hum selaku Pembimbing II yang telah memberi masukan
kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsinya.
4. Bapak Joko Susanto. S.H.,S.U selaku Penguji yang telah meberikan masukan
untuk perbaikan skripsi penulis.
5. Bapak Supriyanto.S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara
dan sekaligus sebagai Pembimbing pengganti dalam seminar penulis.
6. Semua dosen dan juga karyawan Fakultas Hukum Unsoed
7. Semua sahabat di Unit kegiatan mahasiswa Perguruan Pencak Silat Batako
Berpati Putih yang telah membantu dalam proses pendewasaan diri penulis.
8. Orang tua dan juga saudara yang selalu memberikan motivasi dan dukungan baik
moril dan materil.
9. Sahabat dan teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu persatu, trimakasih
karma slalu memberikan semangat dan telah memberikan warna dalam
kehidupan penulis.
10. Semua mahasiswa angkatan 2006 yang telah bersama-sama berjuang untuk
menyelesaikan kuliah.
6
11. Teman-teman KKN Posdaya di Desa Sidanegara, yang telah memberikan
pengalaman baru bagi penulis.
12. Semua pihak-pihak yang telah membantu penulis yang tidak dapat disebutkan
satu persatu.
Penulis menyadari sepenuhnya dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan oleh karena itu penulis selalu terbuka untuk menerima kritik dan saran
yang bersifat membangun dan bermanfaat. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
berguna bagi setiap pembacanya.
7
Daftar Isi
Halaman
Halaman Judul…………………………………………………………………… i
Halaman Pengesahan…………………………………………………………….. ii
BAB I: Pendahuluan
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………………. 1
B. Perumusan Masalah………….…………………………………………... 10
C. Tujuan Tenelitian………………………………………………………… 10
D. Kegunaan Penelitian……………………………………………………… 11
8
3. Perizinan Penambangan……………………………..……………… 38
4. AMDAL, UKL-UPL………………………………………………... 42
5. Dampak Penambangan…………………………………………..….. 44
E. BAB V. Penutup
A. Simpulan…………………………………………………………. 89
B. Saran……………………………………………………………… 90
Daftar Pustaka
9
BAB 1
PENDAHULUAN
dengan perkembangan teknologi yang dapat membawa dampak negatif maupun positif
terhadap lingkungan hidup. Oleh sebab itu kita bangsa Indonesia wajib melestarikan dan
mengembangkan lingkungan hidup agar dapat menjadi sumber kehidupan bagi rakyat
Menurut Supriadi pembangunan merupakan upaya sadar yang dilakukan manusia untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik. Hakikat pembangunan adalah bagaimana agar
kehidupan hari depan lebih baik dari hari ini. Namun demikian tidak dapat dipungkiri
kekayaan alam yang berbeda-beda pada setiap daerah. Pengelolaan sumber daya alam
1
Supriadi, 2008. Hukum Lingkungan Di Indonesia. Sinar grafika. Hal 38
10
masyarakat, seperti tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (3)
Bumi, air dan kekayaan alam yang tekandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan
Ketentuan Pasal 33 tersebut memberikan hak penguasaan kepada Negara atas seluruh
sumber daya alam Indonesia dan memberikan kewajiban kepada Negara untuk
sumber daya alam adalah hak bersama dan dapat dimanfatkan oleh setiap orang diatur
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.
(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan
dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.
(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 65 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
(1) Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik yang sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia.
(2) Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
(3) Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana
dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup.
(4) Setiap orang berhak berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
11
(5) Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/
atau perusakan lingkungan hidup.
1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.
2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan
dengan dampak lingkungan hidup.
3) Setiap orang mempunyai hak berperan dalam rangka pengendalian dampak
lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan pasal tersebut dapat digunakan sebagai dasar dalam pelaksanan usaha
Kabupaten Banyumas adalah salah satu daerah yang memiliki berbagai kekayaan sumber
daya alam, tercatat Kabupaten Banyumas memiliki berbagai potensi untuk peningkatan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA)
yang potensial yaitu bahan galian. Melalui pajak pengambilan bahan galian dapat
menambah pemasukan terhadap daerah seperti yang disebutkan dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Banyumas Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, untuk menggali
Kabupaten Banyumas memiliki berbagai sumber daya mineral yang tersebar di berbagai
12
Sumber Daya Air, Pertambangan dan Energi Kabupaten Banyumas sumber daya batu
batu gamping/kapur yang dilakukan saat ini oleh masyarakat yang dalam pengerjaannya
Ajibarang sebagai usaha penambangan rakyat atau termasuk dalam penambangan bahan
Mineral dan Batubara yang dimaksud usaha pertambangan adalah kegiatan dalam rangka
pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi tahapan penyelidikan umum,
Kabupaten Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 Pasal 1 huruf (g) tentang Usaha
bahan galian golongan C adalah usaha pertambangan yang terdiri atas usaha eksplorasi,
C.
perbuatan menambang.
Desa Darmakradenan yang terletak sebagian di dataran sedang dan sebagian di dataran
tinggi dengan ketinggian antara 250-750 m di atas permukaan laut dengan tanah yang
sebagian berupa tanah bebatuan memiliki tidak kurang dari 15 tempat penambangan dan
pengelolaan batu kapur/gamping yang terletak di sisi kanan kiri jalan utama penghubung
2
www.pemdesdarma.go.id
13
kecamatan Ajibarang dan Gumelar. Sekarang ini penambangan dilakukan di lokasi
masyarakat, walaupun itu merupakan penambangan skala kecil tetapi tetap harus
diperhatikan aspek legalitas hukumnya, karena banyak penambangan skala kecil yang
tidak/ kurang mengindahkan hal ini. Aspek hukum yang terkait berupa perizinan,
pengaturan tata ruang atau kawasan, termasuk kebijakan tentang zonasi, pertanahan,
pengendalian, pencemaran dan reklamasi serta hukum adat. Hal tersebut harus dilakukan
oleh setiap orang yang melakukan usaha pertambangan untuk melindungi dan
lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
Lingkungan Hidup (UUPPLH) Pasal 1 angka (2) yang dimaksud perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup adalah, upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk
penambangan saja tetapi juga Pemerintah dan masyarakat seperti diatur dalam dalam
3
www.pemdesdarma.go.id
14
Pasal 63 UUPPLH Tahun 2009, bahwa pemerintah baik pemerintah pusat, pemerintah
e. menyelenggarakan inventarisasi sumber daya alam dan emisi gas rumah kaca pada
tingkat kabupaten/kota;
15
Kewajiban masyarakat untuk pengendalian lingkungan hidup terdapat dalam Pasal 67 dan
Hidup, yaitu:
Pasal 67
Pasal 68
c. menaati ketentuan tentang baku mutu lingkungan hidup dan/atau kriteria baku
kerusakan lingkungan hidup.
Dalam penambangan skala kecil bentuk perizinan yang diperlukan adalah berupa Izin
Pertambangan Rakyat (IPR) dan bisa dimiliki perorangan atau kelompok atau berupa
koperasi atau badan usaha yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang untuk
mengurus soal pertambangan ini melalui Dinas Pertambangan dan Energi di Kabupaten
Banyumas. Selain berkaitan dengan perizinan perlu juga diperhatikan peraturan mengenai
K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja). Telah banyak daerah penambangan batu kapur
16
yang menjadi rusak dan bahkan sampai memakan korban seperti tertimbun tanah longsor,
Pemerintah Daerah sebagai pengawas dan juga sebagai pembuat kebijakan yang telah
memperoleh kewenangan dari pemerintah pusat perlu mengatur lebih lanjut mengenai
usaha penambangan bahan galian golongan C dalam suatu peraturan yang lebih khusus,
Kabupaten Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian
Golongan C.
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang
merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699) dinyatakan
berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan
C adalah merupakan salah satu peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun
Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia ) yang telah berubah menjadi Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
17
Pengelolaan Lingkungan Hidup dan telah diperbaharui lagi menjadi Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
18
Penelitian mengenai bahan galian Golongan C di Desa Darmakradenan
a. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan akan membantu perkembangan ilmu
Banyumas.
b. Kegunaan Praktis
Badan Lingkungan Hidup, Pengusaha, Penambang swasta, dan Pemerintah pada saat
melakukan tindakan yang berkaitan dengan Hukum Lingkungan pada umumnya dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Lingkungan Hidup
pada tahun 1972 yaitu untuk memperhatikan segi-segi lingkungan dalam pembangunan,
19
Indonesia membentuk panitia interdepartemental untuk mengatur rumusan kebijkan
dalam bidang pengelolaan lingkungan hidup. Dari kepanitiaan yang dibentuk banyak
kebijakan yang telah dihasilkan dan setiap tahunnya menunjukkan perkembangan yang
cukup baik, salah satu produk hukum yang dihasilkan pada periode itu adalah Undang-
masalah kependudukan dan lingkungan yang semakin berkembang sejalan dengan laju
Nomor 4 Tahun 1982, dengan alasan tersebut maka dibentuklah Undang-Undang Nomor
undang tersebut cukup mampu mengatasi masalah yang ada tetapi melihat usia Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 1997 yang cukup lama dan juga kualitas lingkungan hidup
Pengelolaan Lingkungan Hidup tidak lagi menjamin kepastian hukum dan juga menjamin
Tahun 1997 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
setingkat selain itu keduanya juga memiliki keterkaitan satu sama lain. Dalam Undang-
20
Undang Nomor 32 Tahun 2009, setiap usaha yang berdampak penting terhadap
lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL (Pasal 23). Sedangkan dalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 dimuat pula bahwa setiap izin eksplorasi yang diterbitkan
harus memuat dokumen AMDAL. Untuk izin usaha operasi produksi, harus juga memuat
tentang pengelolaan lingkungan hidup termasuk reklamasi lahan yang telah ditambang.
Jika melihat hal tersebut keduanya adalah merupakan undang-undang yang berlapis dan
tersebut pastilah ada peraturan pelaksana yang mengikutinya, diantaranya yaitu Peraturan
Pertambangan Bahan Galian Golongan C yang merupakan salah satu peraturan di tingkat
daerah kabupaten. Untuk ditingkat propinsi sendiri yaitu ada Peraturan Daerah Tingkat I
Istilah lingkungan dan lingkungan hidup dalam bahasa inggris sebagai terjemahan
Lingkungan hidup adalah merupakan bagian yang mutlak dari kehidupan manusia.
Semua kebutuhan manusia dapat terpenuhi dari kekayaan alam yang menjadi sumber
21
N.H.T.Siahaan mengartikan bahwa lingkungan hidup adalah semua benda, daya dan
kondisi yang terdapat dalam satu tempat atau ruang tempat manusia atau mahluk hidup
berada dan dapat mempengaruhi hidupnya. 4
Walaupun lingkungan hidup merupakan sumber penting bagi manusi tetapi perlu adanya
upaya untuk tetap melestarikan kekayaan alam yang ada agar generasi selanjutnya tetap
Lingkungan hidup menurut Soejono diartikan sebagai lingkungan hidup fisik atau
jasmani yang mencakup dan meliputi semua unsur dan faktor fisik jasmaniah yang
macam yaitu:
Yaitu segala sesuatu disekitar kita yang bersifat benda mati seperti gedung, sinar, air
dan lain-lain.
4
N.H.T. Siahaan, Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan, erlangga, Jakarta. Hal 4
5
Supriadi, Hukum Lingkungan Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta. Hal 4
6
Soejono, 1996. Hukum Lingkungan, Rineka Cipta
22
2.) Lingkungan biologis (Biological Environment)
Yaitu segala sesuatu yang berada disekitar kita yang bersifat organis, seperti manusia,
binatang, jasad renik, tumbuh-tumbuhan dan sebagainya.
Yaitu manusia-manusia lain yang berada disekitar atau kepada siapa kita mengadakan
hubungan pergaulan.7
Guna perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup sangat dibutuhkan hukum yang
mampu berperan sebagai sarana dalam melindungi lingkungan hidup. Selain sebagai
pelindung, hukum lingkungan ini juga sebagai dasar untuk mengatasi masalah-masalah
maupun lingkungan sosial suatu masyarakat yang dapat merupakan suatu akibat ataupun
suatu proses ataupun akibat dari ulah manusia yang dapat berupa pencemaran maupun
perusakan lingkungan.
Asas ini memberikan prioritas pada penanganan secara prefentif. Lebih baik mencegah
pencemaran atau menangani pada sumbernya dari pada membersihkan kembali
7
N.H.T. Siahaan.2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (edisi ke dua). Erlangga.hal 15
23
pencemaran yang sudah terjadi. Dalam hukum lingkungan asas ini dinyatakan dalam
kewajiban perizinan terhadap aktifitas tertentu dengan persyaratan-persyaratannya. Izin
persyaratannya bertujuan untuk mencegah pencemaran.
2. Asas Tentang Sarana Praktis Yang Terbaik (The Best Prakticabel Mean)
Asas ini mengandung arti bahwa sarana-sarana tersebut diterapkan untuk menanggulangi
atau mencegah pencemaran lingkungan yang menurut keadaan teknik actual adalah
paling efektif dan sekaligus bagi si pencemar dapat diterima secara logis.
Asas ini maksudnya dalam daerah yang relative bersih tidak boleh menjadi semakin jelek
dan pencemaran dalam daerah yang telah tercemar tidak boleh bertambanh tercemar dan
bahkan harus ditekan kembali dengan cara scanering.
Situasi lingkungan berbeda-beda menurut daerah dank arena itu menuntut suatu
kebijaksanaan yang ditujukan kepada daerah itu. Pelaksanaannya juga berbeda menurut
daerahnya.
8
Kartono. Abdul Aziz. Diktat Kuliah Hukum Lingkungan. Purwokerto. 2002. hal 15-17
24
UUPLH Tahun 1997 mengartikan pengelolaan lingkungan adalah adalah upaya
3 UUPLH Tahun 1997 dilaksanakan dengan asas tanggung jawab negara, asas
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolahan Lingkungan Hidup Pasal 1 angka (2) yang
dimaksud perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan
terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah
berdasarkan asas:
25
h. Ekoregion;
i. Keanekaragaman hayati;
j. Pencemar membayar;
k. Partisipatif;
l. Kearifan local;
m. Tata kelola pemerintahan yang baik; dan
n. Otonomi daerah.
Dalam penjelasan Pasal 2 UUPPLH Tahun 2009 menjelaskan yang dimaksud dengan
asas tanggung jawab Negara adalah negara menjamin pemanfaatan sumber daya alam
akan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan mutu hidup
rakyat, baik generasi masa kini maupun generasi masa depan. Negara menjamin hak
warga negara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Negara mencegah dilakukannya
kerusakan lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan asas kelestarian dan keberlanjutan
adalah bahwa setiap orang memikul kewajiban dan tanggung jawab terhadap generasi
mendatang dan terhadap sesamanya dalam satu generasi dengan melakukan upaya
pelestarian daya
dukung ekosistem dan memperbaiki kualitas lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan
asas keserasian dan keseimbangan adalah bahwa pemanfaatan lingkungan hidup harus
26
dimaksud dengan asas manfaat adalah bahwa segala usaha dan/atau kegiatan
pembangunan yang dilaksanakan disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan
selaras dengan lingkungannya. Yang dimaksud dengan “asas kehati-hatian” adalah bahwa
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bukan merupakan alasan untuk menunda
dan/atau kerusakan lingkungan hidup. Yang dimaksud dengan asas keadilan adalah
secara proporsional bagi setiap warga negara, baik lintas daerah, lintas generasi, maupun
lintas gender. Yang dimaksud dengan asas ekoregion adalah bahwa perlindungan dan
ekosistem, kondisi geografis, budaya masyarakat setempat, dan kearifan lokal. Yang
yang terdiri atas sumber daya alam nabati dan sumber daya alam hewani yang bersama
27
dan/atau kegiatannya menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
partisipatif” adalah bahwa setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif
lingkungan hidup, baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud dengan
asas kearifan lokal adalah bahwa dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
berlaku dalam tata kehidupan masyarakat. Yang dimaksud dengan asas tata kelola
pemerintahan yang baik adalah bahwa perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
dijiwai oleh prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, efisiensi, dan keadilan. Yang
dimaksud dengan asas otonomi daerah adalah bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah
meliputi:
a. Perencanaan;
b. Pemanfaatan;
c. Pengendalian;
d. Pemeliharaan;
e. Pengawasan dan;
f. Penegakan hukum.
28
Perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan dengan terlebih
dahulu:
1. Menginventaris lingkungan hidup, yaitu suatu kegitan untuk memperoleh data dan
2. Menetapkan wilayah ekoregion, adalah wilayah geografis yang memiliki kesamaan ciri
iklim, tanah, air, flora, dan fauna asli serta pola interaksi manusia dengan alam yang
perencanaan tertulis yang memuat potensi, masalah lingkungan hidup, serta upaya
1. RPPLH Nasional;
29
2. RPPLH provinsi;
alam, dan;
Pemanfaatan sumber daya alam dilakukan berdasarkan RPPLH yang telah dibuat,
berdasarkan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup dengan memperhatikan:
Pengendalian Lingkungan Hidup Di Kabupaten Banyumas dalam Pasal 1 angka 9 dan 16,
pengelolaan lingkungan hidup yang selanjutnya disingkat RKL adalah upaya penanganan
30
dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari
Pasal 3 UUPPLH 2009 menjelaskan bahwa tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah:
Berdasarkan UUPLH Tahun 1997 Pasal 1 angka (5) dan juga Pasal 1 angka (6)
Hidup yang dimaksud pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah, rangkaian upaya
untuk memelihara daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Pengendalian
lingkungan hidup juga menjadi salah satu upaya yang dilaksanakan oleh pemerintah baik
Pemerintah Pusat ataupun Pemerintah Daerah dan juga oleh para penanggung jawab
31
1.) Pencegahan
2.) Penanggulangan
yaitu berupa:
32
b. Pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. Penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
d. Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ketentuan tersebut di atas di dasarkan pada Pasal 53 UUPPLH tahun 2009.
3.) Pemulihan.
Dalam Pasal 54 UUPPLH Tahun 2009 menyatakan bahwa, setiap orang yang
1997 adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya
turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat
berfungsi sesuai dengan peruntukannya sedangkan dalam Pasal 1 angka (14) UUPPLH
Tahun 2009 pencemaran lingkungan hidup adalah, masuk atau dimasukannya mahluk
hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
33
manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Kerusakan lingkungan hidup adalah, perubahan langsung dan/ atau tidak langsung
terhadap sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup, yang melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup, pengertian ini didasarkan pada Pasal 1 angka (17)
Hidup. Adapun tindakan manusia yang berpengaruh langsung ataupun tidak langsung
terhadap perubahan sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup sehingga
melampaui kriteria baku lingkungan hidup disebut dengan perusakan lingkungan, yang
diatur dalam Pasal 1 angka (14) UUPLH dan juga dalam Pasal 1 angka (16) UUPPLH
Tahun 2009.
Jika dilihat dari segi ilmiah, suatu lingkungan dapat disebut sudah tercemar bila memiliki
1) Kalau suatu zat, organisme, atau unsur-unsur yang lain (seperti gas, cahaya,
energi) telah tercampur (terinduksi) ke dalam sumber daya/ lingkungan
tertentu; dan
2) Karenanya menghalangi/ mengganggu fungsi atau peruntukan dari sumber
daya lingkungan tersebut.9
lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup yang meliputi:
9
N.H.T. Siahaan. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan (edisi ke dua). Erlangga, Jakarta. 2004
34
d. Baku mutu udara ambient;
dengan persyaratan:
dengan kewenangannya.
Selanjutnya dalam Pasal 21 UUPPLH Tahun 2009 telah ditentukan mengenai kriteria
baku kerusakan lingkungan hidup yang meliputi kriteria baku kerusakan ekositem dan
35
h. Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Kriteria kerusakan akibat perubahan iklim didasarkan pada parameter antara lain:
a. Kenaikan temperatur;
b. Kenaikan muka air laut;
c. Badai dan/atau;
d. Kekeringan.
kepatuhan masyarakat terhadap peraturan yang berlaku. Penegakan hukum bukan hanya
bersangkutan dengan hukum pidana saja, melainkan mempunyai makna yang luas
perdata oleh pihak yang dirugikan sendiri, baik secara individual maupun kelompok
1.Instrumen Administratif
36
hukum dapat diterapkan terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan, perizinan, baku
mutu lingkungan, dan rencana pengelolaan lingkungan. Beberapa jenis sarana penegakan
instrumen perdata dan pidana. Karena letak intrumen administratif yang berada pada
adalah instrumen yang terbaik karena instrumen administratif juga memiliki kelemahan
yaitu adanya kecenderungan penegakan hukum yang tidak kondusif karena tidak
2. Instrumen Perdata
Penegakan hukum lingkungan melalui hukum perdata tidak terlalu populer, hal ini
10
Siti Sundari Rangkuti. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Airlangga
University Press. 1996. hal 192
37
UUPPLH Tahun 2009 mengenai pengajuan gugatan melaui jalur pengadilan ketentuan
gugatan ganti rugi dan juga pemulihan lingkungan dapat dilakukan oleh Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, oleh masyarakat dan juga oleh organisasi lingkungan hidup. Khusus
untuk organisasi lingkungan, hak pengajuan gugatan hanya sebatas untuk melakukan
tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil.
3. Instrumen Pidana
yang ditempuh apabila dalam penegakan instrumen administratif dan instrumen perdata
tidak tercapai. Dalam Pasal 97 UUPPLH Tahun 2009 menyatakan bahwa tindakan pidana
dalam UUPPLH adalah merupakan suatu kejahatan. Pengaturan ketentuan pidana yang
lebih lengkap dalam UUPPLH terdapat dalam Pasal 94 dan Pasal 120.
Sengketa lingkungan hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
timbul dari kegiatan yang berpotensi dan/atau berdampak pada lingkungan hidup.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup adalah prosedur yang dilakukan untuk mencari
atau mendapatkan keputusan, solusi atau penyelesaian atas sengketa lingkungan hidup
(karena pencemaran dan/ atau perusakan) baik melalui pengadilan atau di luar
pengadilan. Dalam UUPLH Tahun 1997 Pasal 30, penyelesaian sengketa lingkungan
38
hidup dapat ditempuh melalui pengadilan dan/atau di luar pengadilan dan pilihan tersebut
dilakukan secara sukarela oleh para pihak yang bersengketa. Sedangkan dalam UUPPLH
Tahun 2009 penyelesaian sengketa lingkungan hidup diatur dalam Pasal 84. Untuk
dianggap gagal.
a. Negosiasi
b. Mediasi
c. Arbitrase
d. Konsiliasi
e. Pencarian fakta11
proses beracara lain sesuai denga jenis gugatannya, untuk pengaturannya jika dalam
11
Hyrinimus Rhiti. Hukum Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
2006. hal 125
39
UUPLH terdapat dalam Pasal 34-40 dan dalam UUPPLH terdapat dalam Pasal 87
B. Pertambangan Golongan C
1. Pengertian Pertambangan
Batubara menyebutkan dalam Pasal 1 angka (1) yang dimaksud pertambangan adalah,
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan
pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
Masih dalam UU yang sama tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Pasal 1 angka
(29) yang dimaksud wilayah pertambangan yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah
yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan
administrasi pemerintah yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Pasal 1 angka
(32) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, wilayah
pertambangan rakyat yang disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan
Usaha penambangn sendiri adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau
40
konstruksi, penambangan, pengolahan, dan pemurnian, pengangkutan, dan penjualan,
b. Pertambangan batubara.
Pertambangan mineral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digolongkan atas:
Tahun 2009. Sehubungan dengan penggolongan komoditas tambang pada Pasal 2 huruf
(d) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Batuan meliputi pumice, tras, toseki, obsidian, marmer, perlit, tanah diatome, tanah serap
(fullers earth), slate, granit, granodiorit, andesit, gabro, peridotit, basalt, trakhit, leusit,
tanah liat, tanah urug, batu apung, opal, kalsedon, chert, kristal kuarsa, jasper, krisoprase,
kayu terkersikan, gamet, giok, agat, diorit, topas, batu gunung quarry besar, kerikil galian
dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikil sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir
pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), bahan timbunan pilihan (tanah), urukan tanah
setempat, tanah merah (laterit), batu gamping, onik, pasir laut, dan pasir yang tidak
41
mengandung unsur mineral logam atau unsur mineral bukan logam dalam jumlah yang
berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan.
Dari bunyi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa gamping adalah merupakan jenis
adalah; batuan berwarna putih jika dibakar dapat digunakan sebagai campuran bahan
bangunan yang sebagian besar terdiri atas kalsium karbonat dan batu kapur.
Pasal 1 huruf (f) dan (g) Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas Nomor 39
Tahun 1995 tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C yang dimaksud
bahan galian golongan C adalah, bahan galian yang bukan strategis dan bukan vital.
yang terdiri atas usaha eksplorasi, eksploitasi, pengolahan/ pemurnian, pengangkutan dan
3. Perizinan Penambangan
pertambangn. Izin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
42
a. Pertambangan mineral; dan
b. Pertambangan batubara.
Selanjutnya dalam Pasal 35 UU Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun 2009 usaha
a. IUP;
b. IPR; dan
c. IUPK.
Pengertian Pasal 35 UU Pertambangan Mineral dan Batubara adalah bahwa setiap
kegiatan penambangan yang dilakukan haruslah dengan perizinan sesuai dengan jenis
tambang yang dimanfaatkan. Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara memisahkan IUP menjadi dua tahap yaitu:
umum Pasal 1 angka (8) dan (9) UU Pertambangan Mineral dan Batubara Tahun 2009.
IUP Eksplorasi adalah izin usaha yang diberikan untuk melakukan tahapan kegiatan
penyelidikan umum, eksplorasi dan studi kelayakan, sedangkan IUP Operasi Produksi
adalah izin usaha yang diberikan setelah selesai pelaksanaan IUP Eksplorasi untuk
Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
43
Batubara pada Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa IUP diberikan oleh Menteri,
yang diajukan oleh, badan usaha, koperasi, dan perseorangan. Ketentuan mengenai
jangka waktu IUP eksplorasi diatur dalam pasal 42 UU Pertambangn Mineral dan
Batubara yaitu;
IUP Operasi produksi akan diberikan setelah mendapatkan IUP ekplorasi sebagai
1. Pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama
20 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 10 tahun.
2. Pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan dalam jangka waktu
paling lama 10 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 5 tahun.
3. Pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam
jangka waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-
masing 10 tahun.
4. Pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5
tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 5 tahun.
Tahun 1995 tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C mengenai Surat Izin
44
Pertambangan Daerah yang selanjutnya disebut SIPD adalah kuasa pertambangan yang
berikan wewenang untuk melakukan semua atau sebagian tahap usaha pertambangan
bahan galian golongan C. Pemberian SIPD diberikan dengan jangka waktu maksimal 5
tahun dan hanya dapat diperpanjang untuk 1 kali. Perpanjangan SIPD diajukan selambat-
lambatnya dalam waktu 3 bulan sebelum berahir masa berlaku SIPD, ketentuan tersebut
UPL) disebutkan bahwa setiap usaha dan kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak
terhadap lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal perencanaanya, sehingga
langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat disiapkan
sedini mungkin. Dampak besar dan penting adalah perubahan Lingkungan Hidup yang
12
Koesnadi Hardjasoemantri. Hukum Tata Lingkungan. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Hal
253
45
Usaha-usaha yang memungkinkan dapat menimbulkan dampak besar dan penting
satu kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Dalam rangka
menunjang pembangunan yang berwawasan lingkungan maka bagi rencana usaha yang
tidak ada dampak pentingnya diwajibkan membuat UKL-UPL. UKL-UPL adalah syarat
untuk mendapatkan izin melakukan usaha. Kegiatan yang tidak wajib menyusun Analisis
Lingkungan( UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL). UKL dan UPL adalah
pemrakarsa suatu rencana usaha atau kegiatan yang tidak diwajibkan menyusun
AMDAL, yaitu kegiatan yang tidak akan menimbulkan dampak. Pelaksanaan upaya
pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan terdiri dari 2 kategori yaitu:
Harus melewati suatu kajian lingkungan terlebih dahulu yang disebut dokumen UKL-
UPL: Tidak perlu melewati kajian lingkungan dalam dokumen UKL-UPL. Ada beberapa
kegiatan yang walaupun tidak akan menimbulkan dampak penting tetap membutuhkan
karena ada kombinasi antara frekuensi kegiatan yang tinggi dengan intensitas dampak
46
Kajian mengenai dampak-dampak yang diakibatkan oleh penambangan batu
ini berisi uraian singkat dari proses identifikasi dampak yang dilakukan secara sistematis
5. Dampak Penambangan
lingkungan disekitarnya baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Salah satu
dampak positif yang dapat dirasakan oleh masyarakat adalah dengan adanya pusat
rusaknya wilayah penambangan akibat pengambilan bahan tambang. Tetapi terlepas dari
dampak positif yang diterima masyarakat, usaha penambangan sudah pasti akan lebih
banyak menyisakan problem lingkungan, banyak contoh yang membuat kita harus
sampai residu bahan-bahan beracun yang berbahaya bagi manusia. Idealnya setiap usaha
eksplorasi harus diikuti oleh upaya reklamasi, komitmen ini seharusnya dapat diikuti oleh
47
dan perusakan lingkungan dapat dicegah atau diatasi sehingga tidak menimbulkan bahaya
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan
Metode yang dipakai dalam penulisan skripsi ini adalah metode pendekatan Yuridis
Normatif, yaitu pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positifis yang menyatakan
bahwa hukum identik dengan norma tertulis yang dibuat oleh pejabat yang berwenang,
48
selain itu konsepsi ini melihat hukum sebagai suatu sistem normatif yang bersifat otonom
2. Spesifikasi Penelitian
suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan
manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, serta hanya menjelaskan keadaan objek
3. Sumber Data
13
Ronny Hanintijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia,
Jakarta,1988, halaman 13-14.
14
Johnny, Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publising: Malang, 2008,
halaman 295
15
Soerjono, Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UII Press, 1981, hal. 10
49
Sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder merupakan data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka. Di dalam penelitian
Hidup
Batubara
16
Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatf. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Halaman:13.
50
Yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti, rancangan
undang-undang, hasil-hasil penelitian, hasil karya dari kalangan hukum, dan seterusnya.
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier yang diperoleh dari studi pustaka yaitu
Metode penyajian data dalam penelitian ini akan disajikan dalam bentuk uraian
yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Dalam arti keseluruhan data yang
diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data normatif
kualitatif. Pendapat Soejono S. berkaitan dengan analisis data kualitatif adalah analisis
yang bertujuan untuk mengungkapkan apa yang menjadi latar belakang kebenaran.
51
Dengan demikian jumlah (kuantitas) data sekunder tidak diutamakan melainkan kualitas
dari data sekunderlah yang lebih diutamakan, yaitu data yang diperoleh dari studi
kepustakaan. 17 Dalam metode ini menjabarkan dan membahas hasil penelitian yang
didasarkan pada kaidah-kaidah hukum yang relevan dengan pokok permasalahan dan
BAB IV
17
Ibid., Hal. 25
52
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Desa Darmakradenan terdiri atas empat dusun yaitu Dusun I berada di tengah desa
yang terbagi dalam tiga RW, Dusun II berada di sebelah selatan desa yang terbagi dalam
dua RW, Dusun III berada di sebelah timur desa yang terbagi dalam tiga RW, dan Dusun
53
Desa darmakradenan memiliki konfigurasi berupa pegunungan dengan ketinggian
antara 250 – 750 m di atas permukaan laut (dpl), sehingga tergolong daratan sedang dan
sebagian pada dataran tinggi. Sebagian tanahnya berupa tanah bebatuan, tanah sawah,
dan tanah darat. Jumlah total penduduk 9112 jiwa dengan rincian jumlah penduduk laki-
laki sebanyak 4550 jiwa, jumlah penduduk perempuan sebanyak 4562 jiwa. Sedangkan
jumlah kepala keluarga sebanyak 2535 KK. Pada sektor pertanian tanaman pangan, luas
tanah yang ditanami padi 100,485 ha, jagung 12 ha, kacang kedelai 3,5 ha, kacang tanah
6,5 ha dan ubi kayu 15 ha. Jumlah total rumah tangga petani adalah 1.813 RTP dengan
rincian rumah tangga yang memiliki lebih dari 1,0 ha lahan pertanian tanaman pangan
sebanyak 127 RTP, rumah tangga yang memiliki 0,5 – 1,0 ha lahan pertanian tanaman
pangan sebanyak 1262 RTP, rumah tangga yang memiliki kurang dari 0,5 ha lahan
pertanian tanaman pangan sebanyak 424 RTP dan rumah tangga yang tidak memiliki
Jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang merupakan angkatan kerja 5464 orang,
jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang masih sekolah 216 orang, jumlah penduduk usia
15-55 tahun yang menjadi ibu rumah tangga 1713 orang, jumlah penduduk usia 15-55
tahun yang bekerja penuh 948 orang dan jumlah penduduk usia 15-55 tahun yang bekerja
tidak tentu 831 orang.Produk domestik desa bruto berupa tanaman padi, jagung, kedelai,
ubi kayu, kacang tanah dan industri kapur. Pada sektor pertanian jumlah rumah tangga
petani 1223 rumah tangga dengan jumlah total anggota rumah tangga petani 4378 orang,
dan jumlah rumah tangga buruh tani 112 rumah tangga dengan jumlah total anggota
rumah tangga buruh tani 151 orang. Pada sektor industri jumlah rumah tangga industri 44
54
rumah tangga dengan jumlah total anggota rumah tangga industri 88 orang, dan jumlah
rumah tangga buruh industri 656 rumah tangga dengan jumlah total anggota rumah
tangga buruh industri 872 orang. Jumlah kepala keluarga 2674 dengan rincian 882
keluarga pra sejahtera, 462 keluarga sejahtera 1, 859 keluarga sejahtera 2, 293 keluarga
b. Penambangan Kapur
Ajibarang, Gumelar, Pekuncen dan wilayah ini adalah daerah kaya sumber daya alam,
total cadangan limestone yang bisa dieksplorasi sekitar 442.181.173 ton. Jumlah tersebut
hanya cadangan di Desa Darmakeradenan, desa dan kecamatan lain belum dihitung. Bisa
dipastikan total cadangan batu gamping di perbukitan tersebut jauh melebihi angka yang
dikeluarkan pemerintah.
a. Objek Penambangan
sudah terbiasa mengolah batu gamping tersebut menjadi kapur tohor, bahan inilah yang
55
nantinya diolah menjadi kapur putih yang biasa digunakan untuk campuran adonan
Saat ini di Desa Darmakeradenan, hanya tersisa kurang lebih 25 buah tobong.
Tobong adalah tempat pengolahan dan pembakaran batu gamping menjadi kapur tohor.
Tiap tobong bisa menghasilkan sekitar 40 M² kapur per minggu. Dari tiap meter kubik
kapur yang dihasilkan, Pemerintah Kabupaten Banyumas kebagian jatah melalui pajak
bahan galian C sebesar 15 % dari hasil penjualan kapur. Namun, sampai sekarang belum
ada laporan yang pasti tentang pendapatan daerah dari sektor ini. Setiap kali obong
membutuhkan paling tidak 12 truk batu gamping, tiap rit gamping dibeli seharga Rp.
100.000. Batu gamping ini dibeli dari para pemilik tanah yang kebetulan memiliki lahan
bergamping, atau kepada Perhutani jika batu gamping diambil dari hutan. Cadangan batu
tebal 188,00 M berat jenis 2,2 kg, kawasan ini mempunyai cadangan batu gamping
sebesar 164.499.999 ton. Dari penelitian yang dilakukan oleh Dinas Pertambangan
Kabupaten Banyumas, bahwa batu gamping di grumbul ini memiliki kualitas paling baik,
kadar CaO-nya mencapai 53,5 %. Di Karang Pucung dan Pegawulan, terdapat cadangan
batu gamping dengan panjang 1.200,00 m, lebar 261, 12 m, tebal 188 m, berat jenis 2,20
56
Batu gamping juga dapat dimanfaatkan untuk membuat klinker, bahan ini adalah
bahan dasar pembuatan semen portland. Melihat cadangan yang melimpah, direncanakan
akan ada pembangunan pabrik semen skala besar. Walaupun dari masyarakat belum ada
persetujuan tetapi dari informasi yang didapat pehutani telah menyetujui lahannya untuk
pembangunan pabrik semen, dan jika di daerah tersebut benar dibangun pabrik semen
dengan teknologi yang canggih maka itu akan sangat menambah pundi-pundi PAD.
b. Subjek Penambangan
Menurut bapak Sartono selaku pengusaha batu kapur dan juga sebagai ketua
sekitar dengan alat sederhana tetapi dalam kenyataannya untuk menambah hasil produksi,
mereka juga menggunakan bahan peledak untuk menghancurkan bukit kapur. Sebenarnya
penggunaan bahan peledak dilarang oleh pemerintah tetapi menurutnya ada kebijakan
yang diberikan oleh kepolisian kepada mereka walaupun dalam penggunaannya mereka
bersifat tetap, walaupun untuk sekarang permintaan kapur sudah sangat berkurang tetapi
para pengusaha tetap memproduksi kapur walaupun dalam jumlah sedikit untuk
18
Wawancara dengan Sartono, 2011
57
dipasarkan ke toko-toko bangunan di daerah tersebut. Para pekerja dan masyarakat
tersebut sebagai mata pencaharian mereka dan pengusahapun menyadari hal tersebut,
sudah dikelola secara turun temurun walaupun kondisinya tidak sesukses dahulu.
tobong-tobong yang tidak jauh dari tempat penggalian, lokasi yang berada tidak jauh dari
tempat tinggal mereka mempermudah mereka dalam pengolahan. Tenaga kerja yang
dipekerjakan dalam tobong biasanya berkisar 5-8 orang, termasuk orang yang bekerja
mengumpulkan batu kapur yang telah diledakkan. Pekerja yang bekerja pada tambang
kapur adalah merupakan pekerja harian yang dibayar Rp. 20.000 – Rp. 50.000 ribu per
Seperti yang telah dijelaskan diatas tadi bahwa pertambangan kapur pada saat ini
mengalami penurunan dalam hal produksi dan juga permintaan. Menurut Sartono selaku
pengusaha kapur hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:
menjadi kapur halus. Dulu pembakaran batu kapur menggunakan bahan bakar
minyak tetapi karena kenaikan bahan bakar maka para pengusaha beralih
menggunakan solar.
58
b. Karena menurunnya daya pakai oleh masyarakat. Jika dahulu pembuatan
rumah dilapisi dengan kapur tepi untuk sekarang pembuartan rumah hanya
c. Tidak adanya bantuan modal baik dari infestor ataupun dari pemerintah
daerah setempat. Selama ini para pengusaha hanya mengandalkan modal dari
uang sendiri, tidak pernah ada bantuan modal dari pihak manapun walaupun
Pada saat sekarang usaha pertambangn kapur tidak sebanyak dahulu jumlahnya kurang
dari 50 lokasi. Para pengusaha beralih mengelola usaha lain yang lebih menghasilkan
seperti peternakan, perkebunan dan juga pengelolaan kayu. Kebanyakan dari mereka
hanya memiliki izin untuk usaha penambangannya saja tetapi untuk izin galiannya
mereka tidak memiliki izin. Menurut bapak Kistam selaku Perangkat Desa para
pertambangan rakyat.
milik sendiri.
perizinan.20
19
. Hasil wawancara dengan bapak Sartono Agustus 2011
20
Hasil wawancara dengan bapak Kistam. Agustus 2011
59
3. Dasar Hukum Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Batu Kapur Di
Desa Darmakradenan.
hidup
Batubara.
Lingkungan Hidup.
60
i. Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas Nomor 39 Tahun 1995
instansi terkait. Bukti dari pemberlakuan ini terlihat dalam ketentuan bahwa untuk
Pertambangan Rakyat (IPR) terlebih dahulu. Ketentuan pengajuan IPR terlebih dahulu
untuk dapat melakukan kegiatan pertambangan batu kapur terdapat dalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan juga
dalam Peraturan Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 1994 tentang
Usaha Pertambangan Bahan Galian Golongan C Pasal 4 ayat (2) dan di tindak lanjuti oleh
Pertambangan Bahan Galian Golongan C Pasal 4 ayat (1) yaitu, Usaha pertambangan
bahan galian golongan C hanya dapat dilakukan dengan SIPD (Surat Izin pertambangan
Daerah).
Selain itu juga diatur dalam Pasal 5 ayat (1) yang berbunyi,
61
Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan, memperluas atau memindahkan
seluruh atau sebagian usaha pertambangan bahan galian golongan C di daerah wajib
Secara fisik area bekas tambang tidak cocok lagi ditanami, oleh karena itu perlu
adanya perlakuan khusus agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Selama ini reklamasi
belum dapat berjalan dengan baik. Sebenarnaya reklamasi bukan hanya menjadi
tanggung jawab Dinas Pertambangan saja tetapi juga menjadi tanggung jawab para
pengusaha tambang. Untuk Desa Darmakradenan awalnya para pengusaha belum sadar
akan pentingnya reklamasi dan hanya sedikit pengusaha saja yang melakukan reklamasi
pada lahan bekas tambang tetapi setelah adanya longsor dan juga banjir yang dialami
desa tersebut kesadaran untuk menanami kembali bekas galian mulai tumbuh, memang
62
awalnya cukup sulit untuk menanam di tanah kapur tetapi ahirnya masyarakat tau
tanaman yang cocok di tanam di sana yaitu berupa pohon kayu-kayuan, coklat dan juga
palawija. Untuk sekarang tanaman yang ditanam pada kegiatan reklamasi sudah
dikembangkan oleh masyarakat dan menjadi produktif sebagai mata pencaharian lain
setelah penambangan.
tetap mengacu pada UUPLH Tahun 1997 yang telah diperbaharui menjadi UUPPLH
Tahun 2009 selain itu juga mengacu pada UU Pertambangan Mineral dan Batubara
Tahun 2009 yang dalam pelaksanaan kewenagannya diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dan juga Peraturan Pemerintah
yang ada di daerah mengacu pada Peraturan Daerah Tingkat I Provinsi Jawa Tengah
Nomor 6 Tahun 1994 tentang Usaha Pertambangan bahan Galian Golongan C yang di
B. Pembahasan
63
Kesadaran akan hak dan juga kewajiban dalam hal pengelolaan lingkungan hidup
adalah salah satu cara yang dapat mencegah pencemaran dan juga kerusakan lingkungan
hidup. seperti diatur dalam Pasal 5 UUPLH Tahun 1997 dan juga dalam Pasal 65
a. Setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik yang sehat sebagai
bagian dari hak asasi manusia
b. Setiap orang berhak mendapatkan pendidikan lingkungan hidup, akses
informasi, akses partisipasi, dan akses keadilan dalam memenuhi hak atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat.
c. Setiap orang berhak mengajukan usul dan/atau keberatan terhadap rencana
dan/atau kegiatan yang diperkirakan dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan hidup.
d. Setiap orang berhak berperan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
e. Setiap orang berhak melakukan pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/
atau perusakan lingkungan hidup.
Selain itu juga terdapat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Banyumas Nomor 23 Tahun
yaitu:
1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan
sehat.
2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan
dengan dampak lingkungan hidup.
3) Setiap orang mempunyai hak berperan dalam rangka pengendalian dampak
lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
64
(1) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta
mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan.
(2) Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan berkewajiban memberikan
informasi yang benar dan akurat mengenai pengelolaan lingkungan hidup.
Pasal 68 UUPPLH Tahun 2009 bahwa setiap orang yang melakukan usaha dan atau
kegiatan berkewajiban:
Aturan lain berkaitan dengan hak dan kewajiban, terdapat dalam Pasal 9 Peraturan
1.) Setiap orang wajib memelihara kelestarian lingkungan hidup serta mencegah
dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan.
2.) Setiap pemrakarsa yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan berkewajiban
memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pengendalian dampak
lingkungan.
3.) Setiap pemrakarsa yang melakukan kegiatan dan/ atau kegiatan wajib
melaksanakan RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup) dan RPL
(Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup), UKL (Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup) dan UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan hidup) atau
SPPLH (Surat Pernyataan Pengelolaan dan Pemantauan lingkungan Hidup)
sesuai dengan dokumen yang telah disepakati.
Suatu usaha penambangan pastilah akan berdampak luas pada lingkungan disekitarnya
apalagi jika usaha tersebut telah dilakukan bertahun-tahun, bukan hanya dampak positif
saja tetapi juga dampak negatif. Oleh karena itu diperlukan adanya tindakan yang dapat
dipaksakan agar lingkungan tetap terlindungi dari pencemaran dan kerusakan akibat
65
penambangan. Sebernarnya berkaitan dengan perlindungan lingkungan sudah diatur
dalam UUPLH Tahun 1997 dalam Pasal 1 angka (2) yang dimaksud pengelolaan
lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang
Sedangkan untuk pengertian pengelolaan lingkungan hidup diatur dalam Pasal 1 angka
(2) yaitu upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan atau kerusakan lingkungan
2009, yaitu bahwa suatu perencanaan pengelolaan lingkungan hidup harus meliputi,
RPPLH. Hal yang sama terkait perencanaan penambanagan juga dilakukan seperti
yang bertujuan untuk memperoleh data dan informasi mengenai sumber daya tambang
yang meliputi:
66
c. Bentuk penguasaan;
d. Pengetahuan pengelolaan;
e. Bentuk kerusakan;
Yang nantinya akan menentukan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup serta
cadangan sumber tambang yang ada. Penentuan wilayah peambangan ditentukan oleh
perencanaan belumlah dapat berjalan dengan baik atau bahkan hampir tidak ada
perencanaan karena kebanyakan para pemilik usaha tambang memperoleh lahannya dari
warisan, bukan dengan sengaja membuka lahan penambangan. Selain itu juga karena
mereka merasa tidak perlu melakukan perencanaan. Kalaupun mereka memiliki data
perencanaan itu adalah hasil setelah usaha penambangan tersebut dilakukan. Perencanaan
dalam usaha penambangan bukan hanya terkait dengan inventaris penambangan saja
tetapi juga terkait dengan perizinan. Setiap usaha atau kegiatan wajib memiliki amdal jika
kegiatanya berdampak penting, UKL dan UPL jika kegiatannya tidak berdampak penting.
Berdasarkan Pasal 19 UUPLH Tahun 1997 bahwa izin dapat diterbitkan dengan
memperhatikan:
67
c. Pertimbangan dan rekomendasi pejabat yang berwenang yang berkaitan dengan usaha
atau kegiatan tersebut.
Izin lingkungan yang diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, Bupati/ Walikota sesuai dengan
kewenangannya, nantinya akan digunakan untuk memperoleh izin usaha atau izin
1.) Bahwa Ijin Pertambangan Rakyat (IPR) diberikan oleh Bupati/ Walikota terutama
kepada penduduk setempat baik perorangan maupun kelompok masyarakat dan/ atau
koperasi.
2.) Bupati/Walikota dapat melimpahkan kewenangan pelaksanaan pemberian IPR kepada
camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3.) Untuk memperoleh IPR pemohon wajib menyampaikan surat permohonan kepada
bupati/walikota.
Hampir sama seperti Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara, dalam
Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 tentang Usaha
a. Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan, memperluas atau
memindahkan seluruh atau sebagian usaha pertambangan bahan galian
golongan C di daerah wajib terlebih dahulu memiliki SIPD (Surat Izin
Pertambangan Daerah) dari Bupati/ Kepala daerah.
b. SIPD diberikan setelah semua persyaratan terpenuhi dari Dinas Pertambangan
berdasarkan koordinasi dinas terkait.
c. Untuk melakukan semua usaha pertambangan eksplorasi, eksploitasi,
pengolahan/pemurnian, pengangkutan dan penjualan atau sebagian tahap
usaha pertambangan bahan galian golongan C dapat diberikan 1 (satu) SIPD
dan atau masing-masing kegiatan usaha pertambangan diterbitkan satu SIPD.
d. SIPD tidak dapat dipindah tangankan tanpa izin dari Bupati/ Kepala Daerah.
68
Dari pasal tersebut diatas dapat diketahui bahwa perizinan adalah merupakan tahapan
yang paling penting dalam pertambangan karena nantinya dengan perizinan akan dengan
jelas diketahui kegiatan apa yang akan dilakukan oleh seseorang. Selanjutnya dalam
Pasal 6, dalam pemberian SIPD haruslah mempertimbangkan sifat dan besarnya endapan
serta kondisi lingkungan dan kemampuan pemohon baik teknis maupun administratif.
Berkaitan dengan jangka waktu berlakunya surat ijin pertambangan berdasarkan Pasal 10
Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 tentang Usaha
Mineral dan Batubara Pasal 42 dan Pasal 47 maka akan meliputi dua tahap yaitu:
(1) Untuk pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama
8 tahun.
(2) Untuk pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan paling lama dalam jangka
waktu 3 tahun dan mineral bukan logam jenis tertentu dapat dapat diberikan dalam
jangka waktu 7 tahun.
(3) Untuk pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 3 tahun.
(4) Untuk pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 7
tahun.
69
a. Pertambangan mineral logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20
tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 10 tahun.
b. Pertambangan mineral bukan logam dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama
10 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 5 tahun.
c. Pertambangan mineral bukan logam jenis tertentu dapat diberikan dalam jangka
waktu paling lama 20 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun dan dapat diperpanjang
2 kali masing-masing 10 tahun.
d. Pertambangan batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun dan
dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 5 tahun.
e. Pertambangan batubara dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 20 tahun
dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 10 tahun.
kebanyakan dari mereka hanya memiliki izin usaha saja, sedangkan untuk izin galian
masih jarang yang memilikinya. Dengan kata lain dalam melakukan usaha penambangan
mereka tidak melalui tahapan perencanaan. Jika suatu usaha penambangan tidak
penghentian sementara atau bahkan sampai dengan pencabutan izin seperti diatur dalam
a. Keadaan kahar;
b. Keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau
seluruh kegiatan usaha penambangan;
70
c. Apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat
menanggung beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral dan/atau
batubara yang dilakukan di wilayahnya.
Penghentian sementara kegiatan usaha penambangan tidak mengurangi masa berlaku IUP
diterima atau ditolaknya permohonan tersebut disertai alasannya paling lama 30 hari
keadaan kahar atau keadaan yang menghalangi, diberikan paling lama 1 tahun dan dapat
Berkaitan dengan pencabutan izin, pengaturannya terdapat dalam Pasal 119 Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yaitu:
IUP atau IUPK dapat dicabut oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan
kewenangannya apabila:
d. Pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam
IUP atau IUPK serta peraturan perundang-undangan;
e. Pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini;
f. Pemegang IUP atau IUPK dinyatakan pailit.
Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 tentang Usaha
Pertambangan Bahan Galian C juga mengatur mengenai pencabutan izin, yaitu terdapat
71
c. Pemegang SIPD melanggar ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Peraturan
Daerah ini dan persyaratan yang tercantun dalam SIPD;
d. Pemegang SIPD melakukan usaha penambangan selain yang ditetapkan dalam
SIPD;
e. Lokasi tempat usaha dibutuhkan oleh Pemerintah untuk kepentingan umum
atau sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan Rencana Tata Ruang
Kota/Daerah.
Kabupaten Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 tentang Usaha Pertambangan Bahan Galian
C didahului dengan peringatan sebanyak 3 kali kepada pemegang SIPD secara tertulis
pemanfaatan bahan tambang dengan cara eksploitasi yaitu dengan maksud untuk
dilakukan dengan cara meledakkan bukit kapur dengan menggunakan dinamit yang
mereka rancang sendiri yang sebenarnya penggunaan bahan peledak itu dilarang oleh
dalam Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 tentang
Pertambangan Bahan Galian Golongan C yaitu dalam Pasal 17 yaitu, Pemakaian bahan
eksploitasi adalah dengan pengolahan dan pemurnian yaitu kegiatan untuk mempertinggi
mutu bahan galian serta untuk memanfaatkan dan memperoleh unsur-unsur yang terdapat
pada bahan galian itu. Setelah upaya peledakan yang dilakukan oleh para pekerja
bongkahan kapur nantinya akan dihancurkan dan dibakar dalam tobong-tobong yang
72
telah tersedia untuk menghasilkan kapur yang lebih halus dan lebih putih. Tahap
tersedianya lapangan pekerjaan. Selain manfaat yang telah diperoleh, akibat lain yang
bekas penggalian kapur, tanah menjadi rawan longsor karena komposisinya yang tidak
lagi padat seperti pada saat masih berupa bukit-bukit kapur, selain itu juga sisa-sisa
menjadi sulit untuk ditanami. Pasal 16 Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas
yang tidak terpakai dan air limbahnya harus memenuhi persyaratan-persyaratan sesuai
dilakukan oleh pemerintah baik dipusat ataupun di daerah, penanggung jawab usaha
73
Kewenangan pemerintah dalam pengelolaan pertambangan antara lain:
Pada Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 tentang
Usaha Pertambangan Bahan galian Golongan C Pasal 12, pengusaha dan/atau pemegang
Selain dalam Pasal 12 ditentukan pula dalam Pasal 15 bahwa apabila dalam pelaksanaan
usaha pertambangan bahan galian golongan C dapat menimbulkan bahaya dan merusak
Untuk pemeliharaan penambangan dapat dilakukan dengan konservasi sumber daya alam
74
ataupun bahan tambaang yang digunakan dan juga pencadangan sumber daya alam
menyatakan:
75
(3) Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Kepala
Daerah menetapkan pejabat yang berwenang melakukan pengawasan.
UUPPLH Tahun 2009 juga mengaturnya yaitu dalam Pasal 71 yang menyatakan:
Pasal 140 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara berbunyi:
Peraturan Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 tentang Usaha
76
b. Pengawasan fungsional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan keputusan Bupati Kepala Daerah;
c. Pengawasan umum atas pelaksanaan peraturan daerah ini dilakukan oleh
inspektorat wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten Banyumas;
d. Untuk kepentingan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), diberikan biaya operasional yang besarnya
ditetapkan dengan Keputusan Bupati Kepala Daerah dan dicantumkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dari asal-pasal yang mengatur pembinaan dan pengawasan diatas dapat diuraikan:
2. Menteri dapat menetapkan pejabat yang berwenang atau dengan pendelegasian untuk
melakukan pengawasan .
Banyumas memang telah ada dan dilaksanakan oleh Dinas Pertambangan namun karena
77
dilakukan tidak maksimal. Pembinaan dan pengawasan tidak dapat dilakukan secara rutin
dan berkelanjutan, akibatnya masih banyak pengusaha tambang yang belum memiliki
izin, selain itu juga banyak pengusaha atau pananggung jawab penambangan yang
administratif, instrumen perdata, dan instrumen pidana seperti dalam UUPPLH Tahun
2009. Instrumen administratif adalah merupakan sarana yang bersifat prefentif dan
hukum dapat diterapkan terhadap kegiatan yang menyangkut persyaratan, perizinan, baku
mutu lingkungan, dan rencana pengelolaan lingkungan. Beberapa jenis sarana penegakan
Jika berdasarkan Pasal 25 UUPLH Tahun 1997 terkait dengan penerapan instrumen
administratif adalah:
21
Siti Sundari Rangkuti. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional. Airlangga
University Press. 1996. hal 192
78
penanggulangan, dan/atau pemulihan atas beban biaya penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan, kecuali ditentukan lain berdasarkan Undang-undang.
2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diserahkan kepada
Bupati/Walikotamadya/Kepala Daerah Tingkat II dengan Peraturan Daerah
Tingkat I.
3) Pihak ketiga yang berkepentingan berhak mengajukan permohonan kepada
pejabat yang berwenang untuk melakukan paksaan pemerintahan, sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).
4) Paksaan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
didahului dengan surat perintah dari pejabat yang berwenang.
5) Tindakan penyelamatan, penanggulangan dan/atau pemulihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat diganti dengan pembayaran sejumlah uang
tertentu.
Pasal 76 ayat (2) UUPPLH Tahun 2009, sanksi administratif yang dapat diterapkan
kepada penangguang jawab usaha atau kegiatan yang melakukan pelanggaran terhadap
izin lingkungan adalah berupa, teguran tertulis, paksaan pemerintah, pembekuan izin
lingkungan, dan juga pencabutan izin lingkungan. Sanksi administratif yang digunakan
dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara, Pasal 151 ayat (2) juga hampir sama dengan UUPPLH yaitu berupa peringatan
Pengajuan gugatan administratif dalam UUPPLH Tahun 2009 diatur dalam Pasal 93
yaitu:
(1) Setiap orang dapat mengajukan gugatan terhadap keputusan tata usaha Negara
apabila:
a. Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada usaha
dan/atau kegiatan yang wajib amdal tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen
amdal;
79
b. Badan atau pejabat tata usaha negara menerbitkan izin lingkungan kepada
kegiatan yang wajib UKL-UPL, tetapi tidak dilengkapi dengan dokumen UKL-
UPL; dan/atau
c. Badan atau pejabat tata usaha negara yang menerbitkan izin usaha dan/atau
kegiatan yang tidak dilengkapi dengan izin lingkungan.
(2) Tata cara pengajuan gugatan terhadap keputusan tata usaha negara mengacu pada
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara.
dan pidana. Karena letak intrumen administratif yang berada pada jajaran utama dalam
penegakan hukum lingkungan bukan berarti instrumen administratif adalah yang terbaik
penegakan hukum yang tidak kondusif karena tidak membuat jera perusak lingkungan.
Instrument lain yang digunakan dalam penegakan hukum lingkungan adalah melalui
instrumen perdata, instrumen ini tidak terlalu popular, hal ini disebabkan karena berlarut-
larutnya proses perdata di pengadilan. Dalam Pasal 89 UUPPLH Tahun 2009 mengenai
pengajuan gugatan melaui jalur pengadilan ketentuan pengajuan didasarkan pada Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Untuk pengajuan gugatan ganti rugi dan juga
pemulihan lingkungan dapat dilakukan oleh, Pemerintah dan Pemerintah Daerah, oleh
masyarakat dan juga oleh organisasi lingkungan hidup. Khusus untuk organisasi
lingkungan, hak pengajuan gugatan hanya sebatas pada untuk melakukan tindakan
tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil. Instrumen
yang selanjutnya digunakan adalah instrumen pidana, ini adalah cara terahir yang
ditempuh apabila dalam penegakan instrumen administratif dan instrumen perdata tidak
80
tercapai. Dalam Pasal 97 UUPPLH Tahun 2009 menyatakan bahwa tindakan pidana
dalam UUPPLH adalah merupakan suatu kejahatan. Pengaturan ketentuan pidana yang
lebih lengkap dalam UUPPLH terdapat dalam Pasal 94 sampai dengan Pasal 120. Jika
Batubara ketentuan pidananya diatur dalam Pasal 158 sampai dengan Pasal 165.
Golongan C juga mengatur tentang ketentuan pidana yaitu dalam Pasal 25:
1. Pelanggaran terhadap ketentuan sebagimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 12,
diancam pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau denda setinggi-tingginya Rp.
50.000 (lima puluh ribu rupiah)
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pelanggaran.
perizinan sehingga penegakan hukum yang dilakukan adalah cenderung kepada paksaan
dapat dilakukan melalui pengadilan atau di luar pengadilan diatur dalam Pasal 84 sampai
dengan 93. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui jalur pengadilan dalam
81
(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari
keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar jalur pengadilan dalam UUPLH diatur
ditempuh dalam penyelesaian sengketa lingkungan hidup karena hasilnya akan lebih
dapat diterima oleh semua pihak. Untuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak
berlaku untuk tindak pidana lingkungan hidup seperti diatur dalam UUPPLH Tahun
2009. Begitu juga dalam penyelesaian sengketa yang terjadi dalam usaha penambangan
82
di Desa Darmakradenan, mereka lebih memilih jalur damai dalam menyelesaikan
masalah yang terjadi, misalnya ketika terjadi longsor dan menimpa para pekerja, memang
awalnya pengusaha tetap diproses di kepolisian tetapi ahirnya mereka memilih cara
damai karena kedua belah pihak sama-sama saling membutuhkan dan mereka tau resiko
yang ditanggung jika mereka bekerja sebagai penambang, namun sebagai gantinya para
pengusa memberikan sejumlah uang sebagai ganti kerugian atau sebagai santunan kepada
83
BAB V
PENUTUP
A. SIMPULAN
undangan terkait dengan lingkungan hidup dan juga pertambangan maka dapat diambil
perencanaan karena usaha tersebut merupakan usaha turun temurun dan dikelola oleh
masih sederhana karena merupakan penambangan rakyat sudah mulai berubah termasuk
belum dapat memperlihatkan hasil yang maksimal. Kurangnya tenaga pembinaan dan
pengawasan mengakibatkan upaya pengawasan yang dilakukan tidak dapat secara rutin
84
2. Penegakan hukum yang dilakukan yaitu dengan penerapan instrumen administratif,
instrumen perdata dan juga instrumen pidana tetapi dalam mengatasi sengketa lingkungan
hidup dan juga pertambangan lebih banyak dilakukan penyelesaian diluar pengadilan
yaitu melalui negosiasi dan mediasi karena prosesnya lebih cepat dan hasilnya lebih dapat
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ataupun yang
1995 tentang Penambangan Bahan Galian Golongan C sudah sesuai dengan Undang-
B. SARAN
1. Bagi pemerintah seharusnya dapat lebih tegas dalam melaksanakan penertiban dan
penegakan hukum selain itu juga pemerintah perlu melakukan perbaruan terhadap
ada pasal-pasal yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman misalnya dalam
pengaturan mengenai perizinan yang seharusnya diatur dengan lebih jelas, iuran
85
2. Bagi semua pihak yang terkait dengan penambangan di Desa Darmakeradenan baik itu
karena dampak dari kegiatan tersebut akan sangat berpengaruh terhadap lingkungan
hidup.
86
Daftar Pustaka
Literatur
Ibrahim, Johnny. 2008. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:
Bayumedia.
Siti Sundari Rangkuti. 1996. Hukum Lingkungan dan Kebijaksanaan Lingkungan Nasional.
Surabaya: Airlangga University Press.
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji. 1996. Penelitian Hukum Normatf. Jakarta:
Rajagrafindo Persada.
87
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL).
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 1994 Tentang Usaha
Pertambangan Bahan Galian Golongn C.
Peraturan Derah Kabupaten Banyumas Nomor 23 Tahun 2009 tentang Pengendalian Lingkungan
Hidup di Kabupaten Banyumas.
Peraturan Daerah Kabupaten Tingkat II Banyumas Nomor 39 Tahun 1995 tentang Usaha
Pertambangan Bahan Galian Golongan C
Sumber lain
88