Anda di halaman 1dari 49

1

BAB 1
PENDAHULUAN
1. 1. Latar Belakang
“Manusia yang berkualitas tidak hanya terlihat dari segi pendidikan dan
perilakunya, tetapi juga cara mereka memperlakukan wilayah dan tempat di
sekitarnya.”
Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup,
termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Makhluk
hidup tidak hidup sendirian. Manusia, hewan, tumbuhan dan organisme lain pun
saling berinteraksi. Dalam proses interaksi tersebut diperlukan kondisi lingkungan
yang optimal sehingga suasana lebih tenang, tentram, dan kondusif. Tentunya,
dengan kualitas lingkungan yang baik akan membuat masyarakat lebih
konsentrasi dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti beradaptasi dan
bersosialisasi dengan individu lain.
Sederhananya, lingkungan yang sehat dapat ditentukan dengan nyaman atau
tidaknya individu yang hidup di dalamnya. Lingkungan hidup yang sehat
memberikan kehidupan yang sehat, sebaliknya lingkungan yang buruk akan
berpotensi membahayakan kesehatan individu dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Untuk itu, sudah menjadi kewajiban bagi setiap individu untuk
selalu menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan. Oleh karena itu, manusia
yang berkualitas adalah manusia yang dapat memperlakukan lingkungannya
dengan baik.
Upaya dalam melestarikan lingkungan bukan merupakan tindakan yang sia-
sia. Manfaat dari upaya pelestarian lingkungan tidak hanya untuk saat ini, bahkan
untuk masa yang akan datang dan nantinya manfaat tersebut juga akan dirasakan
oleh generasi selanjutnya sehingga mereka dapat menjaga kualitas lingkungan
yang sehat. Tidak hanya itu, lingkungan yang sehat akan membawa kota dan
negara yang bersih terjaga sehingga dapat menarik wisatawan asing untuk
berkunjung ke negara kita. Hal ini akan memberi pengaruh baik terhadap visa
negara.

Universitas Indonesia
2

Di Indonesia, kualitas lingkungan mengalami penurunan yang signifikan,


terutama di kota-kota besar yang padat penduduk. Pertumbuhan populasi
penduduk yang terus mengalami peningkatan berdampak kepada peningkatan
aktivitas manusia yang berpotensi mencemari lingkungan. Pencemaran
lingkungan tersebut terdiri dari pencemaran air, tanah, dan udara.
Di kota yang padat penduduk seperti Depok, memiliki jumlah penduduk yang
telah dikonsolidasikan dan dibersihkan oleh Kementerian Dalam Negeri mencapai
1.803.708 jiwa pada tahun 2016 dengan kepadatan penduduk 10.225 jiwa tiap
kilometer persegi. Pertumbuhan populasi penduduk mengakibatkan
perkembangan pertumbuhan kota yang cepat, sehingga terjadi kepadatan lalu
lintas pada area-area tertentu. Meningkatnya jumlah kendaraan di Kota Depok
tidak hanya mengakibatkan kepadatan lalu lintas, tetapi juga menghasilkan produk
sampingan yang berpotensi mencemari udara.
Kecamatan Pancoran Mas, menurut portal resmi pemerintahan Kota Depok,
sebagai salah satu kecamatan di Kota Depok memiliki kepadatan penduduk
tertinggi setelah Kecamatan Sukmajaya. Menurut data penduduk pada bulan
Februari 2017, jumlah penduduk mencapai 273.423 jiwa yang mayoritas
berprofesi sebagai karyawan dan pelajar. Banyak penduduk di kecamatan ini yang
cenderung menggunakan kendaraan pribadi, akibatnya sumber pencemar udara
meningkat dan menyebabkan kebisingan. Tidak hanya itu, kurangnya
pengetahuan masyarakat untuk mengolah limbah padat juga mempengaruhi
penurunan kualitas udara.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa masalah pencemaran
udara di Kecamatan Pancoran Mas, Kota depok merupakan masalah yang serius,
khususnya permasalahan transportasi yang dapat mengganggu kesehatan secara
fisik maupun psikis. Hal ini menarik perhatian penulis untuk melakukan observasi
permasalahan lingkungan yang berkaitan dengan pencemaran udara dan
kebisingan yang kemudian dikaji lebih lanjut berdasarkan parameter partikulat
dan kebisingan.

1. 2. Perumusan Masalah
Berdasarkan studi ini, rumusan yang akan dibahas antara lain:

Universitas Indonesia
3

a. Berapa tingkat pencemar udara pada kawasan Kecamatan Pancoran


Mas?
b. Berapa tingkat kebisingan di kawasan Pancoran Mas?
c. Berapa jumlah kendaraan yang tidak lulus uji emisi kendaraan?
d. Bagaimana baku mutu udara dan kebisingan di wilayah penelitian
berdasarkan peraturan yang terkait?
e. Apa saja aktivitas masyarakat yang menunjang timbulnya pencemar
udara?
f. Bagaimana dampak pencemaran udara dan kebisingan terhadap
masyarakat di Kecamatan Pancoran Mas?
g. Apa saja yang pemerintah Kota Depok lakukan untuk mencegah
terjadinya pencemaran udara?

1. 3. Tujuan Studi
Adapun tujuan dari studi ini antara lain:
a. Mengetahui kualitas udara di Kecamatan Pancoran Mas berdasarkan
parameter fisika dan kimia yang diperoleh dari hasil uji emisi udara
yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota
Depok (DLHK).
b. Mengetahui tingkat kebisingan di Kecamatan Pancoran Mas
berdasarkan hasil uji emisi.
c. Mengetahui baku mutu udara dan kebisingan di area penelitian
berdasarkan peraturan yang terkait.
d. Mengetahui jumlah kendaraan yang tidak lulus uji emisi kendaraan.
e. Mengidentifikasi aktivitas masyarakat yang menyebabkan
pencemaran udara.
f. Mengetahui dampak langsung dari pencemaran udara dan kebisingan
terhadap masyarakat.
g. Mengetahui fasilitas yang disediakan pemerintah Kota Depok dalam
mencegah pencemaran udara.

Universitas Indonesia
4

1. 4. Batasan Studi
Dalam studi ini, daerah yang dipantau dibatasi pada Kecamatan Pancoran
Mas, Kota Depok. Analisis kualitas udara dan kebisingan, sistem penanggulangan
pencemaran udara yang tersedia, aktivitas masyarakat yang menyebabkan
timbulnya sumber pencemar udara, serta dampak langsung terhadap masyarakat di
wilayah Kecamatan Pancoran Mas dilakukan dalam jangka waktu 2 minggu, yaitu
dari 26 Oktober 2017 hingga 9 November 2017.

1. 5. Manfaat Studi
Manfaat yang diperoleh dari studi ini adalah:
a. Bagi diri sendiri, dapat menganalisa secara mendalam pencemaran
udara mengenai sistem pengendalian dan pengelolaan kualitas udara
dan diharapkan mampu menerapkan pengetahuan yang diperoleh saat
di dunia pekerjaan.
b. Bagi dunia pendidikan, diharapkan dapat memberi wawasan mengenai
kemajuan di bidang lingkungan hidup dengan menciptakan strategi
baru dalam pengelolaan kualitas udara.
c. Bagi instansi yang terkait, dapat memberikan informasi mengenai
kondisi lingkungan hidup khususnya pencemaran udara sehingga
masyarakat dapat menyadari pentingnya kualitas lingkungan hidup
yang optimal.

1. 6. Metode Studi
Metode studi yang dilakukan yaitu dengan teori yang diperoleh saat proses
pembelajaran di kelas. Selain itu, pelaksanaan studi dilakukan dengan
melaksanakan pengamatan langsung ke lokasi, wawancara dengan warga dan
tugas kebersihan, serta perolehan data sekunder dari instansi yang terkait, yaitu
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok (DLHK) dan Kecamatan
Pancoran Mas.

Universitas Indonesia
5

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Pencemaran Udara
2. 1. 1. Definisi
Pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu
udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien
tidak dapat memenuhi fungsinya (PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara). Menurut Salim yang dikutip oleh Utami (2005) pencemaran
udara diartikan sebagai keadaan atmosfir, dimana satu atau lebih bahan-bahan
polusi yang jumlah dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan mahluk
hidup, merusak properti, mengurangi kenyamanan di udara. Berdasarkan definisi
ini maka segala bahan padat, gas dan cair yang ada di udara yang dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman disebut polutan udara.

Udara sebagai komponen lingkungan hidup memiliki kesamaan dengan


komponen lingkungan hidup lainnya, tetapi juga mempunyai sifat kekhususan,
yaitu dalam hal mobilitas yang tinggi. Secara singkat, udara perlu mendapat
perhatian, mengingat:

a. Terbatasnya kemampuan udara dalam menerima, menetralkan, dan


mendaur ulang akibat masuknya unsur pencemar (polutan)
b. Menurunnya kemampuan mengemban fungsi udara akan memberi
dampak negatif yang besar dan meluas terhadap kesehatan,
lingkungan, kegiatan perekonomian, dan pembangunan
c. Akan memerlukan biaya yang besar oleh menurunnya kualitas udara.
Makin jauh tingkat penurunannya, semakin besar pula biaya yang
diperlukan untuk menanggulanginya
d. Perubahan kualitas udara dengan memperhatikan ciri mobilitas yang
tinggi, maka lingkupnya dapat berskala lokal, regional, sampai global.

Universitas Indonesia
6

Bahan-bahan pencemar udara dalam atmosfer dapat diklasifikasikan menjadi


10 kelompok (Miller, 1996):

a. Karbon oksida yang terdiri dari karbon monoksida dan karbon


dioksida.
b. Sulfur oksida, terdiri atas sulfur dioksida dan sulfur trioksida.
c. Nitrogen oksida, terdiri dari nitrogen oksida dan nitrogen dioksida
serta nitrous oksida.
d. Volitile organic compounds (VOCs), seperti metana, benzene,
formaldehid, dan CFC.
e. Suspended particulate matter (SPM), butir-butir partikulat seperti
debu, karbon, asbestos, tembaga, aresnik, cadmium, nitrat, dan butir-
butir cairan kimia.
f. Photochemical oxidant seperti ozon, peroxyacetil nitrates (PAN) dan
hydrogen peroksida.
g. Bahan radioaktif seperti radon-222, iodin-131, strontum-90,
plutonium-239, dan radioisotop.
h. Panas dihasilkan dari pembakaran.
i. Kebisingandari kendaraan bermotor, pesawat terbang, kereta api, dan
bunyi mesin.
j. Getaran yang diakibatkan kegiatan manusia, pesawat terbang.

2. 1. 2. Sumber – Sumber Pencemar


Sumber pencemar dapat diartikan setiap usaha dan/atau kegiatan yang
mengeluarkan bahan pencemar ke udara yang menyebabkan udara tidak dapat
berfungsi sebagaimana mestinya (Perda DKI Jakarta No. 2 Tahun 2005 tentang
Pengendalian Pencemaran Udara). Klasifikasi sumber Pencemaran udara antara
lain sebagai berikut:
a. Berdasarkan asal-usul, sumber pencemaran udara dapat dibagi
menjadi:
 Sumber alamiah

Universitas Indonesia
7

Sumber alamiah berasal dari fenomena alam yang terjadi seperti


letusan gunung berapi.
 Sumber antropogenik
Bersumber dari segala macam kegiatan manusia yang
menghasilkan emisi gas buang terutama akibat kegiatan
transportasi dan industri.
b. Berdasarkan letak
 Pencemar udara dalam ruang
Pencemaran yang terjadi di dalam ruang yang dapat muncul
akibat kegiatan manusia dalam ruangan seperti memasak, serta
penggunaan bahan-bahan kimia dalam ruangan seperti cat,
pewangi ruangan, dan semprotan pembasmi serangga.
 Pencemar udara di luar ruangan
Pencemaran yang terjadi di luar ruangan, cenderung akibat
kegiatan di luar ruangan seperti kegiatan transportasi.
c. Berdasarkan pergerakan
 Sumber bergerak
Sumber bergerak pencemar udara seperti kendaraan bermotor.
 Sumber tidak bergerak
Sumber tidak bergerak pencemar udara seperti pabrik dan tempat
pembakaran sampah.
d. Berdasarkan bentuk fisik pencemar dan susunan kimianya
 Gas
Polutan gas seperti ammonia, SOx, CO, dan Nox.
 Partikulat
Polutan partikulat contohnya adalah TSP dan debu.
e. Berdasarkan pola emisinya
 Titik
Pola emisi bersumber dari satu titik saja seperti cerobong asap.
 Garis
Pola garis seperti pada jalan raya dengan volume kendaraan
cukup tinggi.

Universitas Indonesia
8

 Area
Pola emisi area dapat bersumber dari pola titik dalam jumlah
banyak pada satu batasan area.
2. 2. Total Suspended Particulate
2. 2. 1. Definisi
Material partikulat atau disebut juga PM (Particulate Matter) merupakan
gabungan dari partikel-partikel kecil dan butiran cair. Partikel-partikel polutan
dapat dibentuk dari berbagai komponen seperti asam nitrat dan asam sulfat,
komponen organik kimiawi, logam serta partikel debu.
Ukuran partikel dapat berpengaruh pada masalah kesehatan. Partikulat yang
memiliki diameter 10 mikron atau lebih kecil dapat masuk ke dalam paru-paru
manusia, karena partikel ini tidak dapat disaring melalui organ pernapasan
manusia. Klasifikasi Environmental Protecting Agency (EPA) membagi partikel
menjadi:
a. Inhalable coarse particles, biasanya ditemukan di dekat jalan raya dan
industri. Ukurannya lebih besar dari 2,5 mikron dan lebih kecil dari 10
mikron. Partikel ini hanya sesuai dengan PM10.
b. Fine particles, dapat ditemukan di asap dan kabut, memiliki ukuran
diameter yang lebih kecil dari 2,5 mikron. Partikel ini disebut sebagai
PM2,5.
c. PM10 didefinisikan sebagai semua partikel yang sama dengan dan
kurang dari 10 mikron dalam diameter aerodinamik. Partikel yang
lebih besar dari ini biasanya tidak disimpan dalam paru-paru.
d. Ultrafine particles, secara umum didefinisikan sebagai partikel yang
kurang dari 0,1 mikron.
Karakteristik partikulat debu termasuk di antaranya ukuran, distribusi ukuran,
bentuk padatan, kelengketan, sifat korosif, sifat reaktivitas dan toksisitas. Salah
satu karakteristik yang paling pentng dari suspensi partikel debu adalah ukuran
partikel aerosol. Aerosol dapat digolongkan menjadi aerosol primer dan sekunder.
Aerosol primer adalah aerosol yang dipancarkan langsung dari berbagai sumber,
seperti debu yang terbawa oleh udara sebagai akibat adanya angin atau pertikel
asap yang dipancarkan dari cerobong. Aerosol sekunder merujuk kepada partikel

Universitas Indonesia
9

yang dihasilkan di dalam atmosfer yang mengalami reaksi kimia dari komponen
gas. Beberapa bahan partikulat udara dan ukuran jenis partikel dapat dilihat pada
gambar berikut.

Gambar 1. Ukuran jenis-jenis partikel


Sumber: pengukuran partikel udara ambien (tsp, pm10, pm2,5 di sekitar calon
lokasi pltn semenanjung lemahabang, AgusGindo S., Budi Hari H.

2. 2. 2. Sumber dan Distribusi


Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang
terbawa oleh angin atau berasal dari muntahanletusan gunung berapi. Pembakaran
yang tidak sempurna dari bahan bakar yang mengandung senyawa karbon akan
murniatau bercampur dengan gas-gas organik seperti halnya penggunaan mesin
disel yang tidak terpelihara dengan baik.
Partikulat debu melayang (SPM) juga dihasilkan dari pembakaran batu bara
yang tidak sempurna sehingga terbentuk aerosol kompleks dari butir-butiran tar.
Dibandingkan dengan pembakaraan batu bara, pembakaran minyak dan gas pada
umunyamenghasilkan SPM lebih sedikit. Kepadatan kendaraan bermotor dapat
menambah asap hitam pada total emisi partikulat debu.
Demikian juga pembakaran sampah domestik dan sampah komersial bisa
merupakan sumber SPM yang cukup penting. Berbagai proses industri seperti
proses penggilingan dan penyemprotan, dapat menyebabkan abu berterbangan di
udara, seperti yang juga dihasilkan oleh emisi kendaraan bermotor. Distribusi
SPM sehingga manusia dapat terpajan adalah dengan cara inhalasi. Inhalasi ini
merupakan satu-satunya cara pajanan sehingga dapat mempenaruhi dampak
kesehatan manusia.

Universitas Indonesia
10

2. 2. 3. Identifikasi TSP
Miller (1996) mengklasifikasikan polutan-polutan udara ke dalam 5 kategori
uatam polutan primer; salah satu polutan tersebut adalah Suspended Particulate
Matter (SPM) atau Total Suspended Particulate (TSP). Partikel-partikel yang
dapat teridentifikasi sebagai TSP dari sumber kegiatan transportasi:
a. Oksida Karbon (Cox)
Oksida karbon yang paling banyak dihasilkan oleh kendaraan
bermotor adalah karbon monoksida. Karbon monoksida (CO)
merupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau yang terbentuk
dari pembakaran tidak sempurna bahan bakar fosil yang mengandung
karbon. Pembakaran sempurna menghasilkan karbon dioksida (CO2)
yang merupakan gas yang jauh lebih stabil. CO diukur melalui satuan
mg/m3 (10-3 gram per kubik meter) (McVoy %Cohn, 1982).
Pada reaksi pembakaran tidak sempurna ini dihasilkan radikal
hidroksil yang berperan sebagai agen pengoksidasi awal. Ketika
radikal ini bereaksi dengan CH4 akan membentuk alkil radikal:
CH4 + OH → CH3 + H2O
Reaksi ini akan berlanjut dengan 39 reaksi
CO bersifat mematikan bagi manusia hanya dalam waktu
beberapa menit jika konsentrasinya melebihi 5000 ppm. Hal ini
dikarenakan CO membentuk bereaksi dengan hemoglobin dalam
darah membentuk COHb, sedangkan hemoglobin kompleks lainnya.
Raksi-reaksi tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut:
CH3 + O2 + 2(hv) → CO + H2 + OH
Pada reaksi tersebut CH3 bereaksi dengan oksigen dan sinar
ultraviolet dari matahari. Hasil dari reaksi tersebut alah karbon
monoksida, gas H2 serta radikal hidroksil.
memiliki daya ikat yang lebih kuat dengan CO dibandingkan
dengan oksidgen.

b. Oksida Nitrogen (NOx) da Hidrokarbon (GC)

Universitas Indonesia
11

HC dan NOx merupakan polutan yang sejenis yaitu polutan


primer karena kedua senyawa ini diemisikan langsung oleh kendaraan
bermotor. Oksidan fotokimia seperti PAN (Peroxy acetyl nitrat) dan
O3 (Ozon) merupakan polutan sekunder karena terbentuk dari reaksi
kimia yang melibatkan HC, NO dan sinar matahari dan beberapa
factor fisik lainnya (suhu dan kelembaban).
HC ditemukan dalam beberapa bentuk, namun cenderung tidak
menumbulkan masalah yang besar kecuali karena senyawa ini berbau.
Standar HC pada ambient cenderung mengatur tentang pembentukan
polutan sekunder akibat HC. HC bersifat inert (sulit bereaksi).
NOx yang timbul akibat kendaraan bermotor antara lain seperti
Nitrogen Oksida (NO) dan Nitrogen Dioksida (NO2). NOx muncul
karena emisi nitrogen teroksidasi oleh atmosfer nitrogen (N2). NO2
dapat sangat berbahaya karena dapat membentuk hujan asam
menyebabkan korosi material, merusak lapisan paru-paru dan dapat
membunuh tanaman. NO2 juga merupakan senyawa berwarna dan
menyerapcahaya sehingga dapat mengurangi visibilitas dan jarak
pandang.

c. Oksida Sulfur
Oksida sulfur dapat dikategorikan sebagai polutan primer atau
sekunder. Pada beberapa proses alami atau buatan dihasilkan gas H2S
yang dapat berealso membentuk polutan sekunder SO2. Salah satu
reaksi penting mengenai H2S adalah bereaksi dengan ozon:
H2S + O3 H2O + SO2
Sulfur dioksida (SO2) merupakan gas yang tidak berwarna namun
dapat larut dalam air. Bersifat toksik bagi hewan dan tumbuhan serta
dapat bereaksi di atmosfer membentuk asam sulfur dan bentuk sulfat
lainnya dan timbul pada fenomena hujan asam. Emisi SO2 dihasilkan
kerika bahan bakar fosil yang mengandung sulfur dibakar dan sulfur
kemudia teroksidasi (McVoy & Cohn, 1982).

Universitas Indonesia
12

d. Oksidan Fotokimia
Oksidan fotokimia yang terutama terbentuk adalah PAN (Peroxy
Acetyl Nitrate) dan Ozon.ozon merupakan substansi yang reaktif
(oksidator sangat kuat) dan sangat korosif. Ozon juga digunakan
sebagai indikaroe oksida yang hadir di udara. Konsentrasi ozon pada
kisaran 0.1-0.3 ppm dapat mengakibatkan iritasi mata, serta gangguan
pernapasan. Ozon akan mengoksidasi NO dan NO2 pada reaksi berikut:
O3 + NO NO2 + O2

e. Particulate Matter (PM)


Partikulat terbentuk dari bahan bakar fosil yang tidak terbakar,
debu, partikel meta dan asbes. Sumber sekunder dari partikulat
termasuk konversi dari H2S, SO2, NOx, NH3 dan hidrokarbon. Partikulat
berukuran kecil dapat dihilangkan di atmosfer dengan cara pertambahan
ke dalam butiran air sehingga membentuk partikel yang cukup besar
dan dapat dipresipitasikan. Partikel yang berukuran besar akan hilang
langsung seiring dengan jatuh hujan.

2. 2. 4. Pengaruh dan Akibat TSP


TSP dibentuk dari berbagai macam oksidan yang memiliki ukuran diameter
berbeda. Partikulat khususnya fine particles, dapat terhirup oleh dari 10 μm
diyakini oleh pakar lingkungan dan kesehatan sebagai pemicu timbulnya infeksi
saluran pernafasan karena partikel tersebut dapat mengendap di daerah bronkus
dan alveolus pada paru-paru.
Pajanan dari PM 2,5 dapat berakibat dampak kesehatan seperti:
a) Iritasi saluran pernafasan, batuk-batuk dan kesulitan bernafas.
b) Mengurangi fungsi paru-paru.
c) Asthma.
d) Meningkatkan resiko bronchitis.
e) Serangan jantung.
f) Kematian pada penderita penyakit jantung atau paru-paru.

Universitas Indonesia
13

Selain dampak kesehatan, PM juga memiliki pengaruh pada lingkungan


seperti:
a) Mengurangi visibilitas atau daya jarak pandang manusia.
b) Partikal dapat mengendap pada badan air dan menyebabkan air menjadi
asam.
c) Mengurangi nutrisi pada tanah akibat air hujan yang terserap ke dalam
tanah.
d) Dampak estetika berupa merusak kualitas bangunan seperti monument,
patung-patung dan lain-lain.

Pada bayi dan anak-anak, dampak pencemaran udara menjadi lebih rentan
dikarenakan (Anonim, 2009):
a) Memiliki laju metabolism dan laju konsumsi oksigen yang lebih tinggi
per berat badan dibandingkan orang dewasa karena memiliki luas
permukaan tubuh per berat badan yang lebih besar dan dalam kondisi
tumbuh kembang yang cepat.
b) Menghirup lebih banyak pencemar per kilogram berat badan
dibandingkan orang dewasa.
c) Memiliki system pernafasan lebih kecil/sempit sehingga lebih mudah
terjadi iritasi

2. 2. 5. Baku Mutu Udara Ambien


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 tentang baku mutu udara ambien nasional adalah sebagai berikut:
Tabel 1 . Baku Mutu Udara Ambien Berdasarkan PP No.41 Tahun 1999
Waktu Metode
No Parameter Baku Mutu Peralatan
Pengukuran Analisis
SO21 1 jam 900 μg/Nm3 Pararosanalin Spektrofoto
1 (Sulfur 24 jam 365μg/Nm3 meter
dioksida) 1 tahun 60μg/Nm3
CO2 1 jam 30.000μg/Nm3 NDIR NDIR
2 (Karbon 24 jam 10.000μg/Nm3 Analyzer

Universitas Indonesia
14

monoksida 1 tahun
)
NO32 1 jam 400 μg/Nm3 Saltzman Spektrofoto
3 (Nitrogen 24 jam 150 μg/Nm3 meter
dioksida) 1 tahun 100 μg/Nm3
O3 4 1 jam 235 μg/Nm3 Chemilumine Spektrofoto
4 (Oksida) scent meter
1 tahun 50 μg/Nm3
HC5(Hidro 3 jam 160 μg/Nm3 Flamed Gas
5 karbon) Ionization Chromatogr
afi
PM610 24 jam 150 μg/Nm3 Gravimetric Hi-Vol
6 (Partikel <
10 mm)
PM72 24 jam 65 μg/Nm3 Gravimetric Hi-Vol
7 (Partikel < 1 tahun 15 μg/Nm3 Gravimetric Hi-Vol
2.5 mm)

TSP8 24 jam 230 μg/Nm3 Gravimetric Hi-Vol


8 (debu) 1 tahun 90 μg/Nm3
Pb (Timah
9 24 jam 2 μg/Nm3 Gravimetric Hi-Vol
9 hitam) 1 tahun 1 μg/Nm3 Ekstraksi AAS
Pengabuan
Dustfall
1 30 hari 10 ton/km2/ Gravimetric Cannister
10 (debu bulan
jatuh) (pemukiman)
10
ton/km2/bulan
(industry)
Total
1 24 jam 3 μg/Nm3 Specific Ion Impinger
11 Flourides 90 hari 0.5 μg/Nm3 Electrode atau
(as F) Continous

Universitas Indonesia
15

Analyzer
Flour
1 30 hari 40 μg/100cm2 Colourimetri Limed
12 Indeks dari kertas c Filter Paper
limed filter
Klorin
1 dan 24 jam 150 μg/Nm3 Specific Ion Impinger
13 Klorin Electrode atau
dioksida Continous
Analyzer
Sulphat
1 30 hari 1 mg SO3/100 Colourimetri Lead
14 Indeks cm2 dari lead c Peroxide
peroksida Candle
Sumber: PP No.41 Tahun 1999

Dari table diatas, baku mutu udara ambien nasional untuk PM10 adalah
sebesar 150 μg/m3 (24 jam), untuk PM2,5 adalah sebesar 65 μg/m3 (24 jam),
sedang untuk TSP adalah 230 μg/m3 (24 jam).

2. 2. 6. Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU)


Tujuan penghitungan ISPU untuk mengetahui seberapa bahayanya tingkat
konsentrasi polutan pada udara ambien. Sehingga identifikasi dampak kesehatan
dapat diketahui dari tingkat ISPU polutan tersebut. Berikut ini adalah kategori
ISPU untuk partikulat udara ambien.

Tabel 2. Kategori Indeks Standar Pencemaran Udara


ISPU TSP (μg/M3) PM2,5 (μg/M3) PM10 (μg/M3) Kategori

0 – 50 0 – 75 0 – 15 0 – 50 Baik

51 – 100 76 – 260 16 – 65 51 – 150 Sedang

101 – 200 261 – 375 66 – 150 151 – 350 Tidak Sehat

201 – 300 376 – 625 151 – 250 351 – 420 Sangat Tidak
Sehat

Universitas Indonesia
16

> 300 > 625 > 251 > 421 Berbahaya

Sumber: BAPEDAL, Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997

Tabel 3. Efek Kategori ISPU


Kategori
Efek
ISPU
Baik Tidak ada efek
Sedang Terjadi penurunan pada jarak pandang
Jarak pandang turun dan terjadi pengotoran
Tidak Sehat
udara di mana-mana
Sangat Tidak Sensivitas meningkat pada pasien
Sehat berpenyakit asma dan bronchitis
Tingkat berbahaya bagi semua populasi
Berbahaya
yang terpapar
Sumber: BAPEDAL, Keputusan Kepala Bapedal No. 107 Tahun 1997

2. 2. 7. Kualitas Logam Berat Timbal (Pb) dalam TSP


Timbal (Pb) adalah logam berat yang secara alami terdapat di dalam kerak
bumi. Namun, timbal juga bisa berasal dari kegiatan manusia bahkan mampu
mencapai jumlah 300kali lebih banyak dibandingkan Pb alami. Timbal adalah
logam ynag menyita perhaian karena bersifat toksik melalui konsumsi makanan,
minuman, udara, air serta debu yang tercemar Pb. Intoksikasi Pb bisa terjadi
melalui jalur oral, lewat makanan, minuman, pernafasan, kontak lewat kulit,
kontak lewat mata, serta lewat parenteral.
Penggunaan timbal dalam bidang industry antara lain pada industry baterai,
kabel, penyepuhan, pestisida dan sebagai zat antiletup pada bensin. Zat ini
merupakan bahan aditif pada bahan bakar kendaraan bermotor dalam wujud
senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb. Timbal yang dicampurkan ke dalambahan
bakar (premium dan premix) yaitu (C2H5)4Pb atau TEL (tetra etil lead) yang
berfungsi meningkatkan otab sehingga penggunaannya akan menghindarkan
mesin dari gejala melitik yang berfungsi sebgai pelumas bagi kerja antar jatup
mesin.

Universitas Indonesia
17

a. Indentifikasi Pb akibat transportasi


Emisi Pb pada lapisan atmosfer bumi berbentuk gas atau partikel. Emisi
Pb bentuk gas terutama bersumber dari buangan gas kendaraan bermotor
yang merupakan hasil sampingan dari pembakaran mesin-mesin kendaraan
dari senyawa tetrametil-Pb dan tetraetil-Pb dalam bahan baar kendaran
bermotot. Bahan aditif yang biasanya dicampurkan ke dalam bahan bakar
kendaraan bermotor umumnya terdiri dari 62% tetraetil-Pb, 18%
etilenklorida, 18% etilbromida dan 2% bahan campuran lain (Widowati,
2008).
Percepatan pertumbuhan sector transportasi, kepadatan arus lalu lintas
serta tingginya volume kendaraan dampak menyebabkan kemacetan lalu
lintas yang berujung pada tingginya tingkat polusi udara di lingkungan kota.
Besarnya emisi gas buang juga akan meningkatkan kadar Pb di udara. Kadar
Pb di udara Jakarta rata-rata mencapai 0,5 μg/m3. Di kawasan tertentu,
seperti terminal bus dan daerah dengan kepadatan lalu lintas yang tinggi
kadar Pb dapat mencapai 2-8 μg/m3.
Premium yang merupakan salah satu bahan bakar yang umum digunakan
mengandung Pb sebesar 0.45 gram/L. bensin premium dengan nilai oktana 87
dan bensin super dengan nilai oktana 98 mengandung 0.7-0.84 tetraetil Pb
dan tetrametil Pb yang dibuang ke udara menjadi 0.56-0.63 gram Pb dari tiap
1 liter bensin. Sumber Pb yang berasal dari pembakaran bahan bakar minyak
diemisikan dalam bentuk partikel seperti PbBrCl, PbBrCl2PbO, PbCl2,
Pb(OH)Cl, PbBr2, PbCl2, 2PbO, Pb(OH)Br, PbO, PbCO3, PbBr2, 2PbO dan
PbCO3, 2PbO.

b. Efek Toksik Pb
Logam Pb tidak dibutuhkan oleh manusia sehingga bila makanan dan
minuman tercemar Pb dikonsumsi, maka tubuh akan mengeluarkannya.
Orang dewasa mengabsorbsi Pb sebesar 5-15% dari keseluruhan Pb yang
dicerna sedangkan anak-anak memiliki kemampuan absorbsi Pb yang lebih

Universitas Indonesia
18

besar yaitu 41.5%. oleh karena itu, dampak Pb pada anak-anak akan lebih
berbahaya daripada yang diterima oleh orang dewasa.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap 400 siswa seolah dasar (dengan
usia kurang dari 12 tahun) di Kota Bandung menunjukkan bahwa kandungan
Pb dalam darah siswa sebesar 14,13 mikro g/dl yang melebih ambang batas
yang ditentukan oleh Pb yaitu 10 mikro g/dl. Berdasarkan tipe kendaraan
yang digunakan, siswa pengguna angkutan umum memiliki kadar Pb dalam
darah sebesar 13,9 mikro g/dl, sedangkan kelompok siswa pejalan kaki
memiliki kadar Pb dalam darah sebesar 14,32 mikro g/dL (Widowati, 2008).
Dalam tubuh manusia Pb dapat menghambar aktivitas enzim yang
terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb). Sebagian Pb akan
diekskresikan lewat urin dan feses sedangkan sebagian lagi akan terakumulasi
pada ginjal, hari, kuku, jaringan lemak dan rambut. Timbal bersifta kumuatif.
Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya antara lain
(Widowati, 2008) :
 Sistem haemopoietik, merupakan system Pb dimana Pb akan
menghambat sistem pembentukan hemoglobin (Hb) sehingga dapat
menyebabkan anemia.
 Sistem syaraf, Pb dapat menimbulkan kerusakan otak dengan gejla
epilepsy, halusianasi, kerusakan otak besar, pingsam dan derilium.
 Sistem urinaria, Pb dapat menyebabkan lesi tubulus proksimalis dan
aminosiduria.
 Sistem gastro-intestinal, Pb menyebabkan kolis dan konstipasi.
 Sistem kardiovaskuler, Pb menyebabkan peningkatan permeabilitas
pembuluh darah.
 Sistem reproduksi, Pb menyebabkan toksisitas pada janin yang belum
lahir, tidak berkembangnya sel otak embrio.
 Sistem endokrin, Pb mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan adrenal.

Toksisitas Pb bersifat kronis yang menyebabkan kelelehan, kelesuan,


gangguan iritabilitas, infertilitas, sakit kepala, depresi, daya ingat terganggu
dan sulit tidur. Sedangkan toksisitas akut menyebabkan gejala klinis seperti

Universitas Indonesia
19

karam perut, kolik, sakit kepala, bingung dan sering kacau serta memicu
gagal ginjal.

2. 2. 8. Pengendalian TSP
Pengendalian partikulat untuk kendaraan bermotor lebih ditekankan pada
pengujian emisi kendaraan bermotor. Di Indonesia terutama di Jakarta pengujian
emisi untuk kendaraan sayangnya hanya terdapat layanan untuk uji emisi
kendaraan pribadi. Padahal kendaraan umum di Jakarta memiliki umur benda
yang sudah uzur, sehingga kualitas mesinnya pun buruk dan menghasilkan emisi.
Oleh karena itu, salah satu upaya untuk mengendalikan TSP adalah dengan
melakukan uji emisi pada seluruh kendaraan bermotor dan tidak terbatas pada
kendaraan pribadi saja.
Upaya pengendalian bertujuan untuk memperbaiki kualitas udara akibat
konsentrasi polutan yang meningkat seiring dengan oertambahan jumlah
kendaraan. Pelebaran ruas jalan untuk menambah volume kendaraan yang dapat
melintas dinilai positif untuk keadaan lalu lintas namun berimbas negative pada
kualitas udara ambien. Upaya pengendalian untuk memperbaiki kualitas udara
ambien dapat dilakukan dengan cara penambahan ruang terbuka hijau. Hal ini
sesuai dengan Perda Provinsi DKI Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 pasal 26 ayat 1
yaitu setiap orang atau penanggung jawab usaha wajib melakukan upaya dalam
rangka pengembangan ruang terbuka hijau.
Tanaman yang digunakan dalam pengembangan ruang terbuka hijau
memiliki syarat sebagai berikut:
 Mampu tumbuh pada lingkungan yang marginal (tanah tidak subur, udara dan
air yang tercemar).
 Cepat tumbuh dan mempunyai umur yang panjang.
 Perkaran yang dalam sehingga tidak mudah tumbang.
 Tidak mempunyai akar yang besar di permukaan tanah.
 Dahan dan ranting tidak mudah patah.
 Buah tidak terlalu besar.
 Tidak gugur daun.
 Luka akibat benturan mobil mudah sembuh.

Universitas Indonesia
20

 Tahan terhadap gangguan fisik dan pencemar dari kendaraan bermotor, serta
dapat menghasilkan O2 dan meningkatkan kualitas udara.

2. 3. Usaha-Usaha Penanggulangan Pencemaran Udara


Usaha-usaha penanggulangan pencemaran udara dapat dilakukan melalui 2
macam cara yaitu:
1. Penanggulangan secara non-teknis, dan
2. Penanggulangan secara teknis

2. 3. 1. Penanggulangan Secara Non-teknis


Penanggulangan secara non-teknis yaitu suatu usaha untuk mengurangi dan
menanggulangi pencemaran lingkungan dengan cara menciptakan peraturan
perundangan yang dapat merencanakan, mengatur dan mengawasi segala macam
bentuk kegiatan industri dan teknologi sedemikian rupa sehingga tidak terjadi
pencemaran lingkungan. Hal ini apat dilakukan dengan memberikan gambaran
secara jelas tentang kegiatan industry dan teknologi yang akan dilaksanakan di
suatu tempat, meliputi:
1. Penyajian Informasi Lingkungan (PIL)
2. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3. Perencanaan Kawasan Kegiatan Industri dan Teknologi
4. Menanamkan Perilaku Disiplin

2. 3. 2. Penanggulangan Secara Teknis


Apabila berdasarkan kajian AMDAL (Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan) ternyata bias diduga bahwa mungkin akan timbul pencemaran
lingkungan, maka langkah berikutnya adalah memikirkan penanggulangan secara
teknis. Banyak macam dan cara yang dapat ditempuh dalam penanggulangan
secara teknis. Diantaranya adalah:
1. Mengubah proses,
2. Mengganti Sumber Energi,
3. Menglah Limbah,
4. Menambah Alat Bantu

Universitas Indonesia
21

5. Pencemaran Manajemen Lalu-lintas (pada sistem transportasi)


2. 3. 2. 1. Mengubah Proses
Apabila dalam suatu proses industry dan teknologi bahan buangan (Limbah)
yang berupa zat-zat kimia maka akan terjadi pencemaran lingkungan oleh zat-zat
kimia baik melalui pencemaran udara, pencemaran air maupun melalui
pencemaran daratan. Keadaan ini harus dihindari, yaitu dengan mengubah proses
yang ada dan memenuhi kriteri di bawah ini :
1. Mengutamakan keselamatan lingkungan
2. Teknologinya telah dikuasai dengan baik
3. Secara teknis dan ekonomis dapat dipertanggung jawabkan
Sebagai contoh pada industry pengolahan bahan nuklir, untuk mendapatkan
unsur uranium dari batuan uranium digunakan serangkaian proses yang
melibatkan penggunaan zat-zat kimia. Pemakaian zat kimia seringkali
menimbulkan masalah pada limbah buangannya. Sebagai ganti zat kimia, pada
saat ini telah difikirkan pemakaian bakteri tertentu untuk memecah bantuan ini
yang tidak membahayakan lungkungan.

2. 3. 2. 2. Mengganti Sumber Energi


Sumber energy yang digunakan pada berbagai kegiatan industri dan
teknologi sebagian besar masih mengandalkan pada pemakaian bahan bakar fosil,
yang menghasilkan komponen pencemaran udara yang berupa gas. Hal ini bias
dikurangi dengan memakai ahan bakar LNG (Liquified Natural Gases) yang
menghasilkan gas buangan yang lebih bersih.

2. 3. 2. 3. Mengelola Limbah
Pengelolaan limbah industri dari bahan buangan industri dan teknologi
dimaksudkan untuk mengurangi pencemaran lingkungan. Cara pengelolaan
limbah ini sering disebut dengan Waste Treatment atau Waste Management. Cara
mengelola limbah industri dan teknologi tergantung pada sifat kandungan limbah
serta tergantung pula pada rencana pembuangan oahan limbah secara permanen.

Universitas Indonesia
22

2. 3. 2. 4. Menambah Alat Bantu


Untuk melengkapi cara penanggulangan pencemaran lingkungan secara
teknis dilakukan dengan menambah alat bantu yang dapat mengurangi
pencemaran. Beberpa alat bantu yang dapat digunakan untuk mengurangi atau
menanggulangi pencemaran lingkungan, diantaranya adalah :
1. Filter Udara
Filter udara dimaksudkan untuk menangkap abu atau partikel
yang keluar dari cerobong atau stack, agar tidak ikut terlepas ke
lingkungan sehingga udara bersih saja yang keluar dari cerobong.
2. Pengendap Siklon (Cyclone Separator)
Pengendap siklon adalah pengendap debu/abu yang ikut dalam
gas buangan atau udara dalam ruangan pabrik yang berdebu. Prinsip
kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari
udara/gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui ytepi dinding
tabung siklon sehingga partikel yang relative berat akan jatuh ke
bawah.
3. Filter Basah (Serubbers/Wet Colectors)
Prinsip kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor
dengan cara menyemprotkan air dari bagian atas alat, sedangkan udara
yang kotor dari bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu
kontak dengan air, maka debu akan ikut semprotan air turun kebawah.
4. Pengendap Sistem Gravitasi
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara
kotor yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 μ atau
lebih. Cara kerja alat ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan
udara yang kotor ke dalam alat yang dibuat sedemikian rupa
terkumpul di bawah akibat gaya berat sendiri.
5. Pengendap Elektrostatik
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan
udara kotor dalam jumlah relatif besar dan pengotor udaranya adalah
aerosol atau uap air, alat dapat membersihkan udara secara cepat dan
udara yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih.

Universitas Indonesia
23

Alat pengendap ini menggunakan arus searah yang mempunyai


tegangan 25-100 KV. Alat ini berupa tabung silinder dimana
dindingnya diberi muatan positif, sedangkan di tengah ada sebuah
kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar dinding-tabung, diberi
muatan negative. Adanya perbedaan teganganqq yang cukup besar
akan menimbulkan corona discharge di daerah pusat silinder. Hal ini
menyebabkan udara kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran
udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif
dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran
yang menjadi ion negative akan ditarik oleh dinding tabung
sedangkan udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder dan
kemudian terhembus keluar.

2. 3. 2. 5. Menjauhkan Sumber Pencemar


Hal-hal yang mempengaruhi konsentrasi pencemaran udara, diantaranya
adalah:
1. Presentase gas yang dikeluarkan (Emisi gas buang)
2. Jumlah sumber-sumber pencemar (Volume)
3. Waktu beroperasi (lamanya sumber beroperasi)
Agar konsentrasi zat pencemar yang berasal dari sumber tidak melebihi
ambang batas, maka perlu diadakan rekayasa agar jauh dari masyarakat. Sebagai
contoh:
 Untuk membangun sebuah pabrik/industri, maka perlu dipilih lokasi yang
tepat, misalnya dengan memperhatikan jumlah pabrik/industri (sumber
pencemar) di daerah tersebut, adanya perumahan penduduk,
pengembangan kota, dan lain sebagainya, sehingga tidak banyak
menimbulkan permasalahan bagi masyarakat.
 Jika dalam suatu tempat (ruas jalan) terjadi konsentrasi pencemaran udara
yang melebihi ambang batas, maka dapat ditangani dengan cara
mengurangi jumlah kendaraan yang akan melewati ruas jalan tersebut,
yaitu bisa mengalihkan kendaraan yang akan melewati ruas jalan tersebut

Universitas Indonesia
24

atau menyarankan kepada pemakai kendaraan pribadi untuk menggunakan


kendaraan umum.

2. 4. Bunyi dan Kebisingan


2. 4. 1. Pengertian Bunyi
Bunyi memiliki dua definisi, definisi objektif menyatakan bahwa bunyi
adalah penyimpangan tekanan, pergeseran partikel dalam medium elastis seperti
udara sedangkan definisi subjektif menyatakan bahwa sensasi pendengaran yang
disebabkan penyimpangan fisis. Kecepatan suara di udara pada suhu 20o C
berkisar antara 344 m/detik, sedangkan di air antara 1500 m/detik.
Skala tekanan bunyi diukur dalam skala logaritmik yang disebut skala decibel
(dB). Skala ini hamper sesuai dengan tanggapan manusia terhadap perubahan
kekerasan bunyi yang secara kasar sebanding dengan logaritma energy bunyi.
Intensitas bunyi dinyatakan dalam decibel di atas suatu tingkat acuan. Untuk
tujuan praktis dalam pengendalian bising lingkungan, tingkat tekanan bunyi sama
dengan tingkat kekerasan bunyi.

2. 4. 2. Kebisingan
2. 4. 2. 1. Definisi
Dalam Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No.48/MENLH/1996, kebisingan dapat diartikan sebagai suara yang tidak
diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.
Kebisingan dapat diartikan juga sebagai semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pendengaran (KepMenNaker No.51 Tahun 1999).
Pencemaran akibat kebisingan bersifat unik dan dianggap istimewa karena
penilaian pribadi dan subjektif sangat menentukan untuk mengenali suara sebagai
pencemaran kebisingan atau tidak. Kebisingan diukur dalam satuan decibel (dB),
yang merupakan skala tekanan bunyi yang diukur dalam skala logaritmik.
Penilaian kebisingan dilakukan dengan menggunakan unit tingkat tekanan suara
berbobot A (Doelle, 1972).

Universitas Indonesia
25

2. 4. 2. 2. Kebisingan Lalu Lintas


Lalu lintas jalan merupakan sumber utama kebisingan yang mengganggu
sebagian besar masyarakat perkotaan. Salah satu sumber bising lalulintas jalan
antara lain berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua, tiga maupun roda
empat, dengan sumber penyebab bising antara lain dari bunyi klakson saat
kendaraan ingin mendahului atau minta jalan dan saat lampu lalulintas tidak
berfungsi. Gesekan mekanis antara ban dengan badan jalan pada saat pengereman
mendadak dan kecepatan tinggi; suara knalpot akibat penekanan pedal gas secara
berlebihan atau knalpot imitasi; tabrakan antara sesama kendaraan; pengecekan
perapian di bengkel pemeliharaan; dan frekuensi mobilitas kendaraan, baik dalam
jumlah maupun kecepatan (Departemen Kesehatan, 1995).

2. 4. 2. 3. Jenis-Jenis Kebisingan
Menurut KepMenLH No.48 Tahun 1996, terdapat 3 macam kebisingan
lingkungan :
 Kebisingan spesifik, yaitu kebisingan di antara jumlah kebisingan
yang dapat dengan jelas dibedakan untuk alasan-alasan akustik.,
sumber kebisingan dapat diidentifikasi.
 Kebisingan residual, yaitu kebisingan yang tertinggal sesudah
penghapusan seluruh kebisingan spesifik dari jumlah kebisingan di
suatu tempat tertentu dalam suatu waktu tertentu.
 Kebisingan latar belakang, yaitu semua kebisingan lainnya ketika
memusatkan perhatian pada suatu kebisingan tertentu.

Berdasarkan asal sumbernya, kebisingan dibagi menjadi tiga macam, yaitu


(Wardhana, 2001):
 Kebisingan impulsif, yaitu kebisingan yang datangnya tidak secara
terus-menerus akan tetapi sepotong-potong.
 Kebisingan kontinyu, yaitu kebisingan yang datang secara
terusmenerus dalam waktu yang cukup lama.
 Kebisingan semi kontinyu (intermittent), yaitu kebisingan kontinyu
yang hanya sekejap kemudian hilang dan mungkin akan datang lagi.

Berdasarkan pengaruhnya terhadap manusia, bising dapat dibagi atas :

Universitas Indonesia
26

 Irritating Noise, atau bising yang menganggu merupakan bising yang


intensitasnya tidak terlalu keras.
 Masking Noise, atau bising yang menutupi pendengaran yang jelas
dan secara tidak langsung membahayakan kesehatan dan kesleamatan
kerja akibat salah mengerti isyarat atau tanda bahaya.
 Damaging Noise, merupakan bising yang merusak akibat
intensitasnya melampaui nilai ambang batas dan dapat menurunkan
fungsi pendengaran.

2. 4. 2. 4. Pengaruh dan Akibat Kebisingan


Semua bunyi yang mengalihkan perhatian, menganggu atau berbahaya bagi
kegiatan sehari-hari dianggap sebagai bising. Sebagai definisi sederhana, segala
suara yang tidak diinginkan dan diterima oleh penerima dianggap sebagai bising.
Bising yang cukup keras di atas sekitar 70 dB dapat menyebabkan kegelisahan
(nervousness), kurang enak badan, kejenuhan mendengar, sakit lambung dan
masalah peredaran darah. Bising yang sangat keras diatas 85 dB dapat
menyebabkan kemunduran yang serius pada kondisi kesehatan seseorang pada
umumnya dan bila berlangsung lama, kehilangan sementara atau permanen dapat
terjadi. (Doelle, 1972). Meskipun pengaruh kebisingan banyak terkait dengan
dampak nonauditory seperti faktor-faktor psikologis dan keadaan emosional,
namun terdapat dampak akibat kebisingan yang paling fatal adalah akibat serius
seperti kehilangan pendengaran. Hal ini disebabkan karena tingginya tingkat
kenyaringan suara pada tingkat tekanan suara berbobot A dan lamanya telinga
terpajan kebisingan tersebut. Secara umum, berikut ini adalah dampak–dampak
kebisingan:

Tabel 4. Dampak-dampak kebisingan


Tipe Dampak Uraian
Perubahan ambang batas sementara
Dampak Kehilangan akibat kebisingan, perubahan
Fisik pendengaran ambang batas permanen akibat
kebisingan

Universitas Indonesia
27

Rasa tidak nyaman atau stress


Akibat
meningkat, tekanan darah
fisiologis
meningkat dan sakit kepala.
Gangguan Perasaan jengkel dan kebingungan.
emosional
Gangguan tidur atau istirahat, hilang
Gangguan gaya
Dampak konsentrasi waktu bekerja,
hidup
Psikologis membaca dan kegiatan lainnya.
Menghalangi kemampuan
Gangguan
mendengarkan TV, radio,
pendengaran
percakapan, telepon dan sebagainya.
Sumber: Hidayati, 2007

2. 4. 2. 5. Baku Mutu dan Ambang Batas Kebisingan


Baku tingkat kebisingan adalah batas maksimal tingkat kebisingan yang
diperbolehkan dibuang ke lingkungan dari usaha atau kegiatan sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan
(KepMenLH No.48 Tahun 1996). Baku tingkat kebisingan untuk kawasan atau
lingkungan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5. Baku mutu kebisingan


Tingkat Kebisingan
Kawasan/Lingkungan Kegiatan
dB(A)
Peruntukan Kawasan:
Perumahan dan Pemukiman 55
Perdagangan dan Jasa 70
Perkantoran dan perdagangan 65
Ruang terbuka hijau 50
Industri 70
Pemerintahan dan Fasilitas Umum 60
Rekreasi 70
Lingkungan kegiatan:

Universitas Indonesia
28

Rumah sakit atau sejenisnya 55


Sekolah dan sejenisnya 55
Tempat ibadah dan sejenisnya 55
Sumber: KepMenLH No. 48 Tahun 1996

Nilai ambang batas (NAB) adalah standar faktor tempat kerja yang dapat
diterima tenaga kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan. Nilai ambang batas kebisingan yang dianggap
aman untuk pekerja yang bekerja 8 jam.hari atau 40 jam.minggu yaitu sebesar 85
dB (A). Menurut KepMenKes No.1405 Tahun 2002 dan KepMenNaker No. 51
Tahun 1999 waktu pajanan dan tingkat kebisingan maksimum adalah sebagai
berikut:

Tabel 6. Waktu Pajanan terhadap Tingkat Kebisingan


Intensitas
Waktu Pemajanan
Kebisingan
Per hari
dB(A)
8 85
4 88
Jam
2 91
1 94
30 97
15 100
7.5 103
Menit
3.75 106
1.88 109
0.94 112
28.12 115
14.06 118
Detik
7.03 121
3.52 124

Universitas Indonesia
29

1.76 127
0.88 130
0.44 133
0.22 136
0.11 139
Tidak boleh ≥ 140dB(A) walaupun sesaat
Sumber: KepMenNaker No. 51 Tahun 1999

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor


718/Men.Kes/Per/XI/1987 zona kebisingan dibagi sesuai dengan titik kebisingan
yang diizinkan :
 Zona A : Intensitas 35 –45 dB. Zona yang diperuntukkan bagi tempat
penelitian,RS, tempat perawatan kesehatan/sosial & sejenisnya.
 Zona B : Intensitas 45 – 55 dB. Zona yang diperuntukkan bagi perumahan,
tempat Pendidikan dan rekreasi.
 Zona C : Intensitas 50 – 60 dB. Zona yang diperuntukkan bagi
perkantoran, Perdagangan dan pasar.
 Zona D : Intensitas 60 – 70 dB. Zona yang diperuntukkan bagi industri,
pabrik, stasiun KA, terminal bis dan sejenisnya.

Zona kebisingan menurut IATA (International Air Transportation


Association) :
 Zona A: intensitas > 150 dB , merupakan daerah berbahaya dan harus
dihindari.
 Zona B: intensitas 135-150 dB, bagi individu yang terpapar perlu
 memakai pelindung telinga (earmuff dan earplug).
 Zona C: 115-135 dB, perlu memakai earmuff.
 Zona D: 100-115 dB, perlu memakai earplug.

2. 4. 2. 6. Pengendalian Kebisingan
1. Penekanan Bising di Sumbernya

Universitas Indonesia
30

Tingkat pengendalian bising yang paling efektif adalah menekan bising


di sumbernya dengan memilih mesin / teknologi yang jauh lebih tenang dan
kecil tingkat kebisingannya, serta memiliki lokasi yang relatif tenang.

2. Perencanaan Kota
Jenis bising dalam kota yang utama adalah bising lalu lintas dan
transportasi, bising industri dan bising yan dihasilkan manusia. Pada bising
lalu lintas dan transportasi, dalam merancang jalan-jalan, elemen-elemen
yang menyebabkan kebisingan pada lalu lintas harus dikurangi, seperti jalur
lalu-lintas miring, persimangan datar, lampu lalu lintas, jalur lalu lintas yang
sempit, daerah parkir serta gedung atau bangunan yang berada terlalu dekat
dengan jalan. Cara–cara mencegah kebisingan dalam kota dapat dilakukan
dengan menggunakan pengahalan ruang luar. Penghalang luar digunakan
untuk mengurangi bising luar, terutama untuk bunyi dengan frekuensi tinggi
seperti klakson mobil dan motor. Penghalang yang dapat digunakan seperti
pemasangan dinding yang tinggi seperti beton dengan blok kaca atau
penggunaan tanaman yang memiliki kerimbunan dan kerapatan daun merata
mulai dari permukaan tanah hingga ketinggian yang diharapkan. Selain itu,
tanaman juga dapat mengurangi tingkat polutan yang tinggi terutama gas
buang CO.

3. Kualitas Bangunan
Menurut Peraturan Mendiknas RI Nomor 24 Tahun 2007, lahan sekolah
harus terhindar dari gangguan-gangguan pencemaran air, kebisingan dan
pencemaran udara. Selain itu lahan juga harus terhindar dari potensi bahaya
yang mengancam kesehatan.
Nelson (2002), dalam Djunaedy (2003) mengungkapkan bahwa siswa
khususnya anak-anak memerlukan kualitas akustik yang lebih ketat
dibandingkan orang dewasa. Terdapat 2 syarat pada bangunan sekolah agar
siswa dapat mendengarkan pelajaran dengan baik:

Universitas Indonesia
31

Lingkungan yang tidak bising. Kebisingan dapat bersumber dari lalu


lintas di jalan, aktifitas di sekitar sekolah dan bising dari mesin penyejuk
udara.
Waktu dengung yang rendah. Waktu dengung adalah ukuran
menunjukkan seberapa cepat suara akan menghilang. Semakin tinggi waktu
dengung akan semakin lama suara itu bertahan di dalam ruangan. Bila
dengung ini mencapai telinga dalam waktu yang relatif lama setelah suara
aslinya, maka ini akan sangat mengganggu kejelasan suara asli. Waktu
dengung tidak boleh lebih dari 0.6 detik.

Universitas Indonesia
32

BAB III
GAMBARAN PENYEDIAAN UDARA BERSIH

3. 1. Kecamatan Pancoran Mas


Pancoran Mas adalah sebuah kecamatan di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat,
Indonesia. Letak geografis Kecamatan Pancoran Mas sangat strategis, yitu terletak
di tengah jantung perkotaan Kota Depok, yang dikelilingi oleh rumah-rumah
penduduk dan pusat pemberlanjaan, pertokoan serta perkantoran dan tempat
ibadah. Kecamatan Pancoran Mas mempunyai luas wilayah ± 1.919 ha, dengan
ketinggian wilayah dari permukaan air laut sekitar 50 sampai dengan 60 meter
dengan permukaan tanah yang relatif datar dan berbukit. Kecamatan Pancoran
Mas terdiri dari 6 (enam) Kelurahan, 106 Rukun Warga (RW) dan 627 Rukun
Warga (RT) dengan jumlah penduduk 273.423 jiwa per Februari 2017.
Kelurahan yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Pancoran Mas, yaitu :
1. Kelurahan Depok
2. Kelurahan Depok Jaya
3. Kelurahan Pancoran Mas
4. Kelurahan Mampang
5. Kelurahan Rangkepan Jaya
6. Kelurahan Rangkapan Jaya Baru

Gambar 2. Peta Kecamatan Pancoran Mas


Sumber: panmas.depok.go.id

Kecamatan Pancoran Mas memiliki batasan wilayah, yaitu:

Universitas Indonesia
33

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Beji


2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sukmajaya
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Cipayung
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Limo

Kecamatan Pancoran Mas memiliki pertumbuhan penduduk mencapai


221 jiwa per bulan. Tabel berikut ini menunjukkan jumlah penduduk Kecamatan
Pancoran Mas per Januari 2017.
Penduduk Bulan Januari 2017
Kode
Kelurahan Jumlah
Wilayah Laki-laki Perempuan
Penduduk
1006 Depok 28.299 26.807 55.106
1007 Depok Jaya 14.996 15.555 30.551
1008 Pancoran Mas 37.407 35.743 73.150
1009 Mampang 16.568 15.441 32.009
1010 Rangkapan Jaya Baru 20.135 19.464 39.599
1011 Rangkapan Jaya 21.964 20.823 42.787
Total 139.369 133.833 273.202
Tabel 7. Jumlah Penduduk Pancoran Mas Januari 2017
Sumber: Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

Tabel berikut menunjukkan jumlah penduduk Kecamatan Pancoran Mas per


Februari 2017.
Penduduk Bulan Februari 2017
Kode
Kelurahan Jumlah
Wilayah Laki-laki Perempuan
Penduduk
1006 Depok 28.315 26.840 55.155
1007 Depok Jaya 14.991 15.557 30.548
1008 Pancoran Mas 37.400 35.766 73.166
1009 Mampang 16.576 15.455 32.031
1010 Rangkapan Jaya Baru 20.155 19.473 39.628

Universitas Indonesia
34

1011 Rangkapan Jaya 22.011 20.884 42.895


Total 139.448 133.975 273.423
Tabel 8. Jumlah Penduduk Pancoran Mas Februari 2017
Sumber: Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK)

Dari data jumlah penduduk di Kecamatan Pancoran Mas dari bulan Januari
2017 dan Februari 2017, mengalami pertumbuhan penduduk sebanyak 221 jiwa
dengan persentase pertumbuhan penduduk 0,08%.

3. 2. Data - Data Yang diperoleh


Data – data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari
Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok (DLHK). Data tersebut
memberi informasi mengenai kualitas udara dengan parameter fisik dan kimia
yang diperoleh dari uji emisi udara. Data yang diperoleh dari DLHK juga
memberi informasi berdasarkan uji emisi kendaraan yang dilakukan di ITC
Depok, pusat perbelanjaan yang biasanya menjadi pusat padatnya kendaraan di
malam hari.

UJI EMISI DI KAWASAN ITC DEPOK


KECAMATAN PANCORAN MAS
TAHUN 2017
120 97
Jumlah Kendaraan

100
80
60
40
20 2 6 0
0
Lulus Tidak Lulus Lulus Tidak Lulus
Premium Solar
ITC Depok, Kecamatan Pancoran Mas
ITC Depok, Kecamatan
97 2 6 0
Pancoran Mas

Grafik 1. Data hasil uji emisi kendaraan di kawasan ITC Depok


Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok.

Pemerintahan kota (pemkot) melalui Badan Lingkungan Hidup Kota Depok


melakukan uji emisi udara ambien yang dilakukan di depan kantor Kecamatan

Universitas Indonesia
35

Pancoran Mas. Rekapitulasi hasil uji emisi udara embien pada tahun 2017 terdapat
dalam tabel berikut.

Lokasi Pengujian
Pengujian Udara Ambien Baku Mutu
Tahun 2017 (PP RI No.41

Kecamatan Tahun 1999)


Parameter Unit
Pancoran Mas

Fisika:
TSP/Debu µg/Nm3 99,03 230
PM10 µg/Nm3 1,46 150
PM2,5 µg/Nm3 0,28 65

Kimia:
Oksidan O3 µg/Nm3 51,3 235
Sulfur dioksida (SO2) µg/Nm3 < 47,90 365
Karbon monoksida (CO) µg/Nm3 981,9 10000
Nitrogen dioksida (NO2) µg/Nm3 98,8 150
Timbal (Pb) µg/Nm3 < 0,05 2
Tabel 9. Hasil uji emisi udara embien pada tahun 2017
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok

Rekapitulasi hasil uji emisi udara embien dan kebisingan pada tahun 2016
terdapat dalam tabel berikut.

Lokasi Pengujian
Pengujian Udara Ambien Baku Mutu
Tahun 2017 (PP RI No.41

Kecamatan Tahun 1999)


Parameter Unit
Pancoran Mas

Universitas Indonesia
36

Fisika:
TSP/Debu µg/Nm3 122 230
PM10 µg/Nm3 48 150
PM2,5 µg/Nm3 23,8 65

Kimia:
Oksidan O3 µg/Nm3 25,8 235
Sulfur dioksida (SO2) µg/Nm3 87 365
Karbon monoksida (CO) µg/Nm3 < 1140 10000
Nitrogen dioksida (NO2) µg/Nm3 24,5 150
Timbal (Pb) µg/Nm3 < 0,01 2
Amoniak (NH3) ppm 0,082 2
Hidrogen sulfida (H2S) ppm <0,019 0,02
Kebisingan dB (A) 48 60
Tabel 10. Hasil uji emisi udara embien pada tahun 2016
Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok

Grafik Pemantauan Parameter TSP/Debu


Tahun 2017
250
Kadar TSP/debu

200
150 102.61 97.6 99.03 81.3
100
50
0
Balai Kota Kec Cipayung Kec Pancoran Kec TSP/Debu (µg/Nm3)
(Depan tiang (TPA Mas (depan Sukmajaya
bendera) Cipayung) kantor) (depan UPS)
Februari Maret
Lokasi Pemantauan

Grafik 2. Kadar TSP/debu di lokasi pemantauan pada tahun 2017


Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok

Universitas Indonesia
37

Grafik Pemantauan Parameter PM10


Tahun 2017
150
Kadar PM10

100

50 23.2 21.4
1.46 2.02
0 PM10 (µg/Nm3)
Balai Kota Kec Cipayung Kec Pancoran Kec Sukmajaya
(Depan tiang (TPA Mas (depan (depan UPS)
bendera) Cipayung) kantor)
Februari Maret
Lokasi Pemantauan

Grafik 3. Kadar PM10 di lokasi pemantauan pada tahun 2017


Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok

Grafik Pemantauan Parameter PM2.5


Tahun 2017
70
60
Kadar PM2.5

50
40
30
20 7.8 6.5
10 0.28 1.18
0
Balai Kota Kec Cipayung Kec Pancoran Kec Sukmajaya PM2.5 (µg/Nm3)
(Depan tiang (TPA Cipayung) Mas (depan (depan UPS)
bendera) kantor)
Februari Maret
Lokasi Pemantauan

Grafik 4. Kadar PM2.5 di lokasi pemantauan pada tahun 2017


Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok

Universitas Indonesia
38

Grafik Pemantauan Parameter O3


Tahun 2017
250
230
210
Kadar O3

190
170
150
130
110
90 51.3
70 48.3 48.3 34.4
50
30
Balai Kota Kec Cipayung Kec Pancoran Kec Sukmajaya O3 (µg/Nm3)
(Depan tiang (TPA Cipayung) Mas (depan (depan UPS)
bendera) kantor)
Februari Maret
Lokasi Pemantauan

Grafik 5. Kadar O3 di lokasi pemantauan pada tahun 2017


Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok

Grafik Pemantauan Parameter SO2


Tahun 2017
400
350
Kadar SO2

300
250
200
150 47.9 47.9 47.9 47.9
100
50
0
Balai Kota Kec Cipayung Kec Pancoran Kec Sukmajaya SO2 (µg/Nm3)
(Depan tiang (TPA Cipayung) Mas (depan (depan UPS)
bendera) kantor)
Februari Maret
Lokasi Pemantauan

Grafik 6. Kadar SO2 di lokasi pemantauan pada tahun 2017


Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok

Universitas Indonesia
39

Grafik Pemantauan Parameter CO


Tahun 2017
10000
8000
Kadar CO

6000
4000
2000 310.05 185 981.9 730.8
0
Balai Kota Kec Cipayung Kec Pancoran Kec Sukmajaya CO (µg/Nm3)
(Depan tiang (TPA Cipayung) Mas (depan (depan UPS)
bendera) kantor)
Februari Maret
Lokasi Pemantauan

Grafik 7. Kadar CO di lokasi pemantauan pada tahun 2017


Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok

Grafik Pemantauan Parameter NO2


Tahun 2017
150
Kadar NO2

98.8
100 80.7
46.14
50 26.3
0
Balai Kota Kec Cipayung Kec Pancoran Kec Sukmajaya NO2 (µg/Nm3)
(Depan tiang (TPA Cipayung) Mas (depan (depan UPS)
bendera) kantor)
Februari Maret
Lokasi Pemantauan

Grafik 8. Kadar NO2 di lokasi pemantauan pada tahun 2017


Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok

Universitas Indonesia
40

Grafik Pemantauan Parameter Pb


Tahun 2017
2
1.8
1.6
Kadar Pb

1.4
1.2
1
0.8
0.6 0.05 0.05 0.05 0.05
0.4
0.2
0
Balai Kota Kec Cipayung Kec Pancoran Kec Sukmajaya Pb (µg/Nm3)
(Depan tiang (TPA Cipayung) Mas (depan (depan UPS)
bendera) kantor)
Februari Maret
Lokasi Pemantauan

Grafik 9. Kadar Pb di lokasi pemantauan pada tahun 2017


Sumber: Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok

3. 3. Analisis Data
Berdasarkan hasil uji emisi kendaraan yang dilakukan di kawasan ITC Depok
terhadap 150 mobil, hanya terdapat 2 kendaraan yang tidak lulus uji. Hal ini
dikarenakan kadar hidrokarbon (HC) yang dihasilkan kendaraan melebihi baku
mutu HC di udara, yaitu 150 µg/Nm3.
Berdasarkan data hasil uji emisi udara embien, parameter PM10 dan PM2,5 di
Kecamatan Pancoran Mas memenuhi kategori baik dalam indeks standar
pencemar udara (ISPU). Namun, jika ditinjau dari parameter TSP yang ada,
indeks standar pencemar udara termasuk dalam kategori sedang. Hal ini
menyebabkan penurunan pada jarak pandang.
Berdasarkan data hasil uji kebisingan pada tahun 2016, parameter kebisingan
masih menunjukkan status aman sehingga tidak berdampak buruk kepada
masyarakat sekitar.

3. 4. Survei Lapangan
Penulis melakukan survei langsung di kawasan Kecamatan Pancoran Mas
dekat Stasiun Depok Baru. Berdasarkan survei langsung, penulis memperoleh
beberapa informasi terkait penyebab tercemarnya udara di lingkungan masyarakat
dan sumber kebisingan yang ada.

Universitas Indonesia
41

Gambar 3. Tempat pembakaran limbah domestik

Masyarakat di kawasan tersebut belum memiliki kesadaran yang baik dalam


pengelolaan limbah. Mereka cenderung membakar limbah domestik di dekat
sungai dan ladang. Bahkan, kebiasaan ini sudah dilakukan sejak setahun yang
lalu. Hal ini disebabkan karena berhentinya pelayanan dari dinas kebersihan
dalam proses pengangkutan limah rumah tangga di kawasan tersebut.

Gambar 4. Rumah warga yang berada dekat Stasiun Depok Baru

Di kawasan ini juga terjadi kebisingan. Sumber kebisingan di kawasan ini


yakni Stasiun Depok Baru. Kebisingan yang terjadi berdampak pada psikologis
masyarakat yaitu gangguan gaya hidup. Permasalahan ini tidak berdampak pada
gangguan pendengaran. Namun, masyarakat cenderung tidak memiliki waktu
istirahat yang baik.

Universitas Indonesia
42

Penulis juga melakukan survei ke daerah sekitar pusat perbelanjaan, yaitu


ITC Depok. Pada saat malam hari, kondisi lalu lintas mengalami kemacetan
akibat padatnya kendaraan. Hal ini terjadi karena, masyarakat yang berbelanja
banyak berdatangan pada malam hari. Selain menimbulkan polusi, kepadatan
kendaraan juga menimbulkan kebisingan.

3. 5. Fasilitas Yang Sudah Ada


3. 5. 1. Sistem satu arah
Penerapan sistem satu arah (SSA) di tiga ruas jalan di Depok, Jawa Barat,
dinilai mampu mengurai kemacetan. Tiga jalan yang menjadi lokasi penerapan
SSA di Depok adalah Jalan Dewi Sartika, Jalan Nusantara, dan Jalan Arif Rahman
Hakim. Penarapan sistem satu arah yang mengurangi kemacetan dapat mengatasi
masalah kepadatan kendaraan dan mengurangi kebisingan di beberapa tempat.

3. 5. 2. Pengangkutan limbah
Di tempat yang berjarak sekitar 150 meter dari permukiman warga terdapat
bak penampungan limbah. Dinas kebersihan bertugas mengangkut limbah tersebut
dan dibuang ke TPS Cipayung. Hal ini merupakan upaya untuk mencegah
terjadinya pembakaran sampah yang akan mencemari udara.

Universitas Indonesia
43

BAB 4
Analisis dan Rekomendasi Solusi

4. 1. Analisis Masalah
4. 1. 1. Kepadatan penduduk
Kecamatan Pancoran Mas memiliku kepadatan penduduk tertinggi setelah
kecamatan Sukmajaya. Di kota Depok dipadati oleh banyak pendatang, sehingga
diiringi dengan perkembangan pertumbuhan kota yang pesat. Pembangunan fisik
kota dan pendirian pusat-pusat industri mengakibatkan pertambahan jumlah
produksi kendaraan. Oleh sebab itu, tak dipungkiri lagi bahwa kepadatan
kendaraan terus terjadi sehingga menyebabkan kemacetan.

4. 1. 1. Bak pembuangan limbah yang jauh dari permukiman


Letak bak pembuangan limbah yang jauh merupakan salah satu faktor
penyebab terjadinya pembakaran limbah. Warga cenderung membakar limbah di
tempat yang dekat dari rumahnya.

4. 1. 2. Kondisi ekonomi yang tidak memadai


Warga yang tinggal di dekat Stasiun Depok Baru memilih untuk bertempat
tinggal di kawasan tersebut karena hambatan ekonomi. Mereka tidak memiliki
dana untuk pindah ke tempat lain. Harga sewa rumah di belakang rel Stasiun
Depok Baru relatif lebih murah sehingga warga tidak ingin meninggalkan tempat
tersebut.

4. 2. Rekomendasi Solusi
Untuk mengatasi pencemaran udara dan kebisingan di Kota Depok,
khususnya Pancoran Mas, penulis merekomendasikan solusi Dynamic Traffic
Management (DTM) karena sumber pencemar udara dan kebisingan cenderung
dari permasalahan transportasi. Solusi ini terinspirasi dari inovasi Belanda dalam
menangani pencemaran udara.
Inovasi DTM ini memiliki efek positif pada kualitas udara. Pemantauan pada
cuaca serta lalu lintas bertujuan untuk mengamati titik-titik kemacetan dan

Universitas Indonesia
44

mengelola arus lalu lintas. Inovasi ini terbukti memberikan kontribusi dalam
penurunan rata-rata tingkat NO2 tahunan dan rata-rata harian tingkat PM10.
Kualitas udara dan arus lalu lintas rentan terhadap fluktuasi polusi yang cukup
besar. Langkah-langkah yang dilakukan DTM dalam mengurangi emisi lalu lintas
adalah dengan mengombinasi arus lalu lintas yang lebih baik, mengurangi
kemacetan.

Sistem dinamis yang baru, dengan memasukkan informasi dari berbagai


sumber dan menggunakan saluran yang berbeda untuk mendistribusikan
informasi, bertujuan untuk:
a. mengurangi emisi lalu lintas secara absolut dengan menjaga arus lalu
lintas tetap stabil,
b. mengurangi jam kemacetan dengan menjaga arus lalu lintas menjauh dari
hambatan dan kemacetan dan dengan membimbing pengemudi ke tempat
parkir atau fasilitas parkir,
c. mendorong pergeseran modal dari mobil pribadi, dan
d. mengurangi konsumsi bahan bakar dan dampak negatif lingkungan.

Proyek trendsetter ini terdiri dari kegiatan berikut:


 Presentasi online dari situasi lalu lintas saat ini: Metodologi inovatif
dikembangkan untuk menggabungkan data lalu lintas dari sistem
pengelolaan armada operator taksi Taxi 878 (data mobil terapung, atau
FCD) dengan data dari jumlah lalu lintas otomatis dan dari gerakan
pengoptimalan kontrol lalu lintas, pembuatan mungkin untuk
mendapatkan informasi lalu lintas real-time.
 Kontrol / manajemen lalu lintas strategis: Kontrol jaringan yang ada
diperluas untuk memungkinkan reaksi strategis dan dinamis terhadap
kejadian seperti kemacetan, terowongan dan penutupan jalur dll.
 Percepatan angkutan umum: Dengan menggunakan sinyal radio dari
computer on board sistem manajemen lalu lintas perusahaan angkutan
umum, lampu lalu lintas dipengaruhi oleh kendaraan angkutan umum.

Universitas Indonesia
45

 Manajemen informasi: Keputusan strategis yang dibuat oleh pusat


kontrol lalu lintas kepolisian, serta informasi yang diberikan kepada
peserta lalu lintas melalui internet dan telepon genggam, didasarkan pada
informasi online dan real-time mengenai situasi lalu lintas saat ini.

Universitas Indonesia
46

BAB 5
PENUTUP

5. 1. Kesimpulan
Dari survei dan data yang diperoleh dari instansi terkait, dapat disimpulkan
bahwa:
a. Tingkat pencemar udara pada kawasan Kecamatan Pancoran Mas tidak
membahayakan. Berdasarkan kategori ISPU, kualitas udara di kecamatan
Pancoran Mas masih baik.
b. Tingkat kebisingan di kawasan Pancoran Mas dari tahun ke tahun semakin
menurun. Artinya, permasalahan kebisingan semakin berkurang.
c. Jumlah kendaraan yang tidak lulus uji emisi kendaraan yang dilakukan di
ITC Depok sebanyak 2 kendaraan.
d. Baku mutu udara dan kebisingan di wilayah penelitian telah diatur dalam
PP No. 41Tahun 1999.
e. Aktivitas masyarakat yang menunjang timbulnya pencemar udara antara
lain, cenderung menggunakan kendaraan pribadi daripada kendaraan
umum dan penanganan yang tidak tepat terhadap limbah domestik
sehingga diperlukan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya
pengelolaan limbah yang tepat.
f. Pencemaran udara terhadap masyarakat di Kecamatan Pancoran Mas tidak
membahayakan kesehatan masyarakat karena kualitas udara masih baik.
Dampak dari kebisingan dirasakan oleh warga yang tinggal di permukiman
dekat sumber kebisingan, seperti di belakang rel kereta api. Hal ini
menyebabkan gangguan psikologis masyarakat sehingga waktu istirahat
masyarakat terganggu.
g. Pemerintah Kota Depok menerapkan sistem satu arah pada tanggal 14
Agustus 2017. Tindakan ini dinilai dapat menanggulangi kemacetan akibat
padatnya kendaraan penyebab pencemaran udara dan kebisingan.

Universitas Indonesia
47

5. 2. Saran
Untuk memperoleh data sekunder dari instansi-instansi yang terkait,
diperlukan surat perizinan dari fakultas. Sebelum melakukan wawancara terhadap
warga, perlu persiapan untuk menentukan topik pembicaraan yang akan dibahas
untuk memperoleh informasi yang diperlukan.

Universitas Indonesia
48

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Jumlah dan kepadatan penduduk Kota Depok.


https://www.depok.go.id/profil-kota/demografi

Anonim. Pengertian pencemaran udara berdasarkan para ahli.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/21023/Chapter%20II.
pdf?sequence=4

Putra, Prawira Adi. (2011). Tingkat Pencemaran udara kawasan sekolah


berdasarkan parameter total suspended particulate dan kebisingan akibat
kendaraan yang melintas. Skripsi Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Fauzianti, Vidya. 2007. Pengendalian dan pengelolaan kualitas udara di kota


depok: studi kasus pencemaran debu (TSP) dan kebisingan di kecamatan
cimanggis dan terminal terpadu kota depok. Skripsi fakultas teknik universitas
indonesia.

Geografis dan batas wilayah kecamatan pancoran mas.


http://panmas.depok.go.id

Anonim. Partikel udara: sumber dan distribusi.


http://pencemudokey.blogspot.co.id/2014/02/parameter-pencemaran-udara-
partikel-debu.html

Anonim. 1997. Rekayasa Lingkungan. Penerbit: Gunadarma

Jumpeno, Eko Budi. 1998. Pengendalian pencemaran udara di Wilayah DKI


Jakarta. Tugas Mata Kuliah Hukum Lingkungan. Fakultas Teknik Universitas
Indonesia.

Rudi, Alsadad. 2017. Penerapan sistem satu arah di Depok.

Universitas Indonesia
49

http://megapolitan.kompas.com/read/2017/09/07/20362561/penerapan-
sistem-satu-arah-di-depok-dinilai-mampu-urai-kemacetan

Anonim. 2009. Pengantar Pencemaran Udara. Program Studi Teknik


Lingkungan Institut Teknologi Bandung.

Anonim. Dynamic Traffic Management.


http://civitas.eu/content/dynamic-traffic-management

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai