Anda di halaman 1dari 13

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Leukemia merupakan penyakit keganasan dimana terdapat kelainan genetik


pada sel hematopoietik sehingga menghasilkan kelainan pada sel-sel klonal.
Leukemia merupakan penyakit keganasan yang tersering pada anak-anak, dengan
persentase kejadian sebesar 30% pada anak-anak dibawah 15 tahun. Leukemia dapat
dibagi menjadi leukemia akut (leukemia limfoblastik akut dan leukemia mieloblastik
akut) dan leukemia mielogenous kronik (Tubergen, Bleyer, dan Ritchey, 2011).

Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan tipe leukemia dengan insidensi


tertinggi, yaitu 82% dari semua leukemia pada anak (Permono, Ugrasena, 2012).
Anak-anak dengan LLA biasanya akan mengalami anoreksia, malaise, pucat, nyeri
pada tulang ataupun persendian (Tubergen, Bleyer, dan Ritchey, 2011), demam,
tanda-tanda infeksi, fatigue, epistaksis, dan petekie (Imbach, 2006).

Diagnosa LLA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah tepi yang


mengindikasikan adanya kerusakan sumsum tulang seperti anemia, trombositopenia
(Imbach, 2006), dan leukopenia yang ditandai dengan seperti hitung jenis leukosit
total <10.000/μL. Diagnosa lainnya berdasarkan evaluasi pada sumsum tulang yang
memperlihatkan > 25% sel-sel sumsum tulang digantikan oleh limfoblast (Tubergen,
Bleyer, dan Ritchey, 2011). Pengobatan utama pada LLA anak adalah pemberian
kemoterapi, dimulai dengan fase induksi, bertujuan untuk mencapai remisi.
Pengobatan pada fase ini menggunakan regimen pengobatan berdasarkan protocol
LLA di Indonesia yang terdiri atas Metoktreksat, Vinkristin, Prednison, Daunorubisin,
L-asparaginase yang diberikan selama 7 minggu (IDAI, 2006).

Keberhasilan kemoterapi ditentukan oleh banyak faktor, di antaranya remisi


atau tidaknya anak pasca-kemoterapi fase induksi. Faktor prognosis lainnya yaitu
jumlah leukosit awal dan usia awal terdiagnosa. Jumlah leukosit > 50.000/μL dan
usia terdiagnosis <18 bulan & >10 tahun mempunyai prognosis yang buruk
(Tehuteru, 2011).
1.2 Rumusan Masalah

a. Apa definisi dari leukemia ?


b. Bagaimana etiologi dari leukimia ?
c. Bagaimana patofisiologi dari leukemia ?
d. Apa saja manifestasi klinis dari leukemia ?
e. Bagaimana WOC dari leukemia ?
f. Apa saja pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang dari leukemia ?
g. Bagaimana penatalaksanaan dari leukemia ?
h. Apa saja diagnosa keperawatan dari leukemia ?

1.3 Tujuan Umum

Memahami dan menerapkan asuhan keperawatan terhadap klien dengan


gangguan sistem hematologi : leukemia secara komprehensipf meliputi aspek
biopsikososio dan spiritual.

1.4 Tujuan Khusus


a. Mampu melaksanakan pengkajian terhadap klien dengan gangguan sistem
hematologi : leukemia.
b. Mampu mendiagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas masalah.
c. Mampu membuat rencana tindakan dan rasional dalam praktek nyata sesuai
dengan masalah yang diprioritaskan.
d. Mampu melaksanakan tindakan dalam praktek nyata sesuai dengan masalah yang
telah diprioritaskan.
e. Mampu menilai dan mengevaluasi hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan
pada klien leukemia.
f. Mampu mendokumentasikan rencana tindakan asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
Bab II
Tinjauan Pustaka

2.1 Definisi
Leukemia adalah suatu penyakit keganasan pada sistem hematopoiesis yang
menyebabkan proliferasi sel darah yang tidak terkendali. Sel-sel progenitor dapat
berkembang pada elemen sel yang normal, karena peningkatan rasio proliferasi sel
dan penurunan rasio apoptosis sel. Hal ini menyebabkan gangguan dari fungsi
sumsum tulang sebagai pembentuk sel darah yang utama (Kliegman,2007).
1. Leukemia Akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal (blastosit) yang
disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan
klinis yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6
bulan. Leukemia akut terbagi menjadi dua, yaitu :
a. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya proliferasi dan
akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik yang mengakibatkan
organomegali (pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada umur dewasa
(18%).21 Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa
pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama
diakibatkan oleh kegagalan dari sumsum
b. Leukemia Mieloblastik Akut (LMA)
LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem hematopoetik yang akan
berdiferensiasi ke semua sel mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang
paling sering terjadi.
LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada
orang dewasa (85%) dibandingkan anak-anak (15%).20 Permulaannya mendadak dan
progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak
diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.
2. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena keganasan
hematologi.
a. Leukemia Limfoblastik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada limfosit T).
Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan
lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang menyerang individu
yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki.
b. Leukemia Granulositik/Mieloblastik Kronik (LGK/LMK)
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai dengan produksi
berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup
20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50
tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom philadelphia ditemukan
pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah memasuki fase
akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel
darah merah yang amat kurang.
Pada umumnya gejala klisnis dari berbagai leukemia hampir sama hanya
berbeda apakah leukemia tersebut termasuk dalam kategori akut atau kronik. Serta
gejala hematologis lain yang bergantung pada morfologis selnya.

2.2 Etiologi
Etiologi darah
Perbedaan leukemia pada
normal manusia
dengan darahbelum diketahui secara pasti, tetapi pada
leukemia
penelitian mengenai proses leukemogenesis pada binatang percobaan ditemukan
bahwa penyebabnya mempunyai kemampuan melakukan modifikasi deoxyribo
nucleic acid (DNA) dan kemampuan ini meningkat bila terdapat suatu kondisi
genetik tertentu seperti translokasi, amplifikasi dan mutasi onkogen seluler atau
menonaktifkan gen suppressor tumor, dan menganggu regulasi dari kematian sel,
diferensiasi atau divisi. Namun penelitian telah dapat mengemukakan faktor resiko
dari Leukemia ini, antara lain :
1. Tingkat radiasi yang tinggi orang – orang yang terpapar radiasi tingkat tinggi
lebih mudah terkena leukemia dibandingkan dengan mereka yang tidak
terpapar radiasi. Radiasi tingkat tinggi bisa terjadi karena ledakan bom atom
seperti yang terjadi di Jepang. Pengobatan yang menggunakan radiasi bisa
menjadi sumber dari paparan radiasi tinggi.
2. Orang-orang yang bekerja dengan bahan – bahan kimia tertentu terpapar oleh
benzene dengan kadar benzene yang tinggi di tempat kerja dapatmenyebabkan
leukemia. Benzene digunakan secara luas di industri kimia. Formaldehid juga
digunakan luas pada industri kimia, pekerja yang terpapar formaldehid
memiliki resiko lebih besar terkena leukemia.
3. Kemoterapi pasien kanker yang di terapi dengan obat anti kanker kadang –
kadang berkembang menjadi leukemia. Contohnya, obat yang dikenal sebagai
agen alkilating dihubungkan dengan berkembangnya leukemia akhir – akhir
ini.
4. Down Syndrome dan beberapa penyakit genetik lainnya beberapa penyakit
disebabkan oleh kromosom yang abnormal mungkin meningkatkan resiko
leukemia.
5. Human T-cell Leukemia virus-I (HTVL-I)Virus ini menyebabkan tipe yang
jarang dari leukemia limfositik kronik yangdikenal sebagi T-cell leukemia.
6. Myelodysplastic syndrome orang – orang dengan penyakit darah ini
memiliki resiko terhadap berkembangnya leukemia myeloid akut.
7. Fanconi Anemia Menyebabkan akut myeloid leukemia.

2.3 Patofisiologi
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol
sesuai dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih
pada sumsum tulang yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah
normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel leukemi memblok produksi sel darah
normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemi juga merusak
produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel
tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat
meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh
kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali),
delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah
bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan
mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari stem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan
genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian
normal dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi
ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat
dari sel-sel yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa
menyusup ke dalam organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal,
dan otak.

2.4 Manifestasi Klinis / Tanda dan Gejala

1. Leukemia Mieloblastik Akut


a. Rasa lemah, pucat, nafsu makan hilang
b. Anemia
c. Perdarahan, petekie
d. Nyeri tulang
e. Infeksi
f. Pembesaran kelenjar getah bening, limpa, hati dan kelenjar mediatinum
g. Kadang – kadang ditemukan hipertrofi gusi khususnya pada M4 dan M5
h. Sakit kepala

2. Leukemia Mieloblastik Kronik


a. Rasa lelah
b. Penurunan berat badan
c. Rasa penuh di perut
d. Kadang – kadang rasa sakit di perut
e. Mudah mengalami perdarahan
f. Diaforesis meningkat
g. Tidak tahan panas

3. Leukemia Limfoblastik Akut


a. Malaise, demam, letargi, kejang
b. Keringat pada malam hari
c. Hepatosplenomegali
d. Nyeri tulang dan sendi
e. Anemia
f. Macam – macam infeksi
g. Penurunan berat badan
h. Muntah
i. Gangguan penglihatan
j. Nyeri kepala

4. Leukemia Limfoblastik Kronis


a. Mudah terserang infeksi
b. Anemia
c. Lemah
d. Pegal – pegal
e. Trombositopenia
f. Respons antibodi tertekan
g. Sintesis immonuglobin tidak cukup
2.5 WOC Leukemia

WOC Leukemia
2.6 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Fisik

Untuk jenis LLA yaitu ditemukan splenomegali (86%), hepatomegali, limfadenopati,


nyeri tekan tulang dada, ekimosis, dan perdarahan retina. Pada penderita LMA ditemukan
hipertrofi gusi yang mudah berdarah. Kadang-kadang ada gangguan penglihatan yang
disebabkan adanya perdarahan fundus oculi. Pada penderita leukemia jenis LLK ditemukan
hepatosplenomegali dan limfadenopati. Anemia, gejala-gejala hipermetabolisme (penurunan
berat badan, berkeringat) menunjukkan penyakitnya sudah berlanjut. Pada LGK/LMK hampir
selalu ditemukan splenomegali, yaitu pada 90% kasus. Selain itu Juga didapatkan nyeri tekan
Universitas Sumatera Utara pada tulang dada dan hepatomegali. Kadang-kadang terdapat
purpura, perdarahan retina, panas, pembesaran kelenjar getah bening dan kadangkadang
priapismus.

b. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan


pemeriksaan sumsum tulang, seperti :

1. Pemeriksaan Darah Tepi

Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang
leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. Pada
penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3, sedangkan pada penderita
LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.

2. Pemeriksaan Sumsum Tulang

Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan
hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat
perubahan tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap).
Jumlah blast minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK
ditemukan adanya infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang
berinti. Kurang lebih 95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit sedangkan pada
penderita LGK/LMK ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah
megakariosit dan aktivitas granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3.
2.7 Penatalaksaan

1. Kemoterapi

A. Kemoterapi pada penderita LLA

Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase


yang digunakan untuk semua orang.

a. Tahap 1 (terapi induksi)

Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian


besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi
biasanya memerlukan perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat
menghancurkan banyak sel darah normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada
tahap ini dengan memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin,
prednison dan asparaginase.

b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)

Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang


bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga
timbulnya sel yang resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan
kemudian.

c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)

Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan


yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada
tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang
dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan
sistem saraf pusat.

d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)

Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini
biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan
pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh,
tetapi 60% menjadi sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan
sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan
kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.

B. Kemoterapi pada penderita LMA

a. Fase induksi

Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk


mengeradikasi sel-sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit.
Walaupun remisi komplit telah tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh
penderita tetapi tidak dapat dideteksi. Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi
menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.

b. Fase konsolidasi

Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi
konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat
dengan jenis dan dosis yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada
fase induksi. Dengan pengobatan modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka ratarata
hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.

C. Kemoterapi pada penderita LLK

Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi dan
prognosis. Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai :

a. Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang

b. Stadium I : limfositosis dan limfadenopati

c. Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali

d. Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl)

e. Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia

Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat
konvensional, terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan
kepada penderita tanpa gejala karena tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I atau
II, pengamatan atau kemoterapi adalah pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV
diberikan kemoterapi intensif.

Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat
hidup lebih dari 10 tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-
rata 10 tahun. Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV rata-rata dapat
bertahan hidup kurang dari 2 tahun.

D. Kemoterapi pada penderita LGK/LMK

a. Fase Kronik Busulfan dan Hidroksiurea

Merupakan obat pilihan yag mampu menahan pasien bebas dari gejala untuk
jangka waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang intensif merupakan
terapi pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi
sumsum tulang.

b. Fase Akselerasi

Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.

2. Radioterapi

Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh selsel


leukemia. Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam
tubuh tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau
partikel seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini
dapat diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar
getah bening setempat.

3. Transplantasi Sumsum Tulang

Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang


rusak dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat
disebabkan oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi
sumsum tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.
Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika
menjalani transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor
Human Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi
bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan
dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap
pengobatan.

4. Terapi Suportif

Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan


penyakit leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk
penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.

2.8 Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah


keperifer (anemia)

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d perubahan


proliferative gastrointestinal dan efek toksik obat kemoterapi

3. Resiko perdarahan b.d penurunan jumlah trombosit

4. Resiko infeksi b.d menurunnya sistem pertahanan tubuh

5. Nyeri akut b.d ilfiltrasi leukosit jaringan sistemik

6. Hambatan mobilitas fisik b.d kontraktur, kerusakan integritas struktur tulang,


penurunan kekuatan otot (depresi sumsum tulang)

Anda mungkin juga menyukai