KAJIAN LITERATUR
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si.
Disusun Oleh :
Rizal Akbar (NIM. 081424253003)
Untari (NIM.081424253004)
1
BAB I
PENDAHULUAN
Makanan yang mengandung lemak merupakan sumber cadangan energi bagi tubuh saat
asupan karbohidrat berkurang. Lipid yang diperoleh sebagai sumber energi utama adalah lipid
netral yaitu trigliserida. triasilgliserol atau trigliserida adalah senyawa lipid utama yang
terkandung dalam bahan makanan dan sebagai sumber energi yang penting. Trigliserida
merupakan salah satu jenis lemak yang terdapat dalam darah dan berbagai organ dalam tubuh.
Trigliserida sendri mengandung gliserol dan asam lemak. Makanan yang dikonsumsi akan masuk
ke dalam tubuh untuk diolah dalam sistem pencernaan. Trigliserida merupakan senyawa yang
paling banyak dibutuhkan oleh tubuh, sehingga keberadaannya dalam sistem peredaran darah
mendominasi dibandingkan dengan lain untuk proses metabolisme. Dalam tubuh trigliserida
berperan penting dalam menyediakan cadangan energi bagi berjalannya proses metabolik.
Trigliserida merupakan lemak yang dibutuhkan oleh tubuh karena berfungsi sebagai
penghasil cadangan energi. Menjaga homeostatis dari trigliserida merupakan hal yang penting
untuk dilakukan karena berhubungan dengan sistem meabolisme tubuh. Kondisi homeostatis
trigliserida dapat diatur melalui 2 proses dalam tubuh yaitu lipogenesis dan lipolisis.
Lipogenesis merupakan proses pembentukan trigliserida yang dilakukan jika tubuh memiliki
kelebihan lemak dan karbohidrat sedangkan jumlah energi yang dibutuhkan tubuh terpenuhi.
Ada dua sumber utama sintesis trigliserida yaitu Pertama, trigliserida berasal dari sumber lemak
dari makanan yang dikonsumsi dan yang kedua yaitu trigliserida berasal dari sumber bukan
lemak seperti karbohidrat. Proses lipogenesis merupakan fase anabolik yang terjadi di hati.
Sedangkan proses lipolisis yaitu proses degradasi trigliserida menjadi penyusun-penyusunnya
yaitu gliserol dan asam lemak bebas, liposis terjadi jika asupan makanan berkurang, sedangkan
tubuh tetap membutuhkan asupan energi misalnya ketika puasa, diantara dua waktu makan, atau
aktifitas fisik yang menguras tenaga misalnya berolahraga.
Trigliserida merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, maka pada proses di dalam
tubuh trigliserida yang di pecah menjadi asam lemak dan gliserol akan diangkut oleh miselus
(dalam bentuk besar disebut emulsi) dan dilepaskan ke dalam sel epitel usus (enterosit). Di
dalam sel ini asam lemak dan monogliserida segera mengalami reaksi esterifikasi menjadi
1
trigliserida (lipid) dan berkumpul berbentuk gelembung yang disebut kilomikron. Kilomikron
termasuk dalam golongan lipoprotein yang diproduksi di interstium. kilomikron berfungsi
sebagai alat transportasi trigliserida dari usus ke jaringan lain, kecuali ginjal. Lipoprotein
merupakan media pengangkutan trigliserida sehingga dapat terdstribusi ke lingkungan air seperti
plasma darah. Selanjutnya kilomikron ditransportasikan melalui pembuluh limfa dan bermuara
pada vena kava, sehingga bersatu dengan sirkulasi darah. Kilomikron ini kemudian
ditransportasikan menuju hati dan jaringan adiposa.
Di dalam sel-sel hati dan jaringan adiposa, kilomikron segera dipecah melalui proses
hidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Selanjutnya asam-asam lemak dan
gliserol tersebut, dibentuk kembali menjadi simpanan trigliserida. Proses pembentukan
trigliserida ini dinamakan esterifikasi. Sewaktu-waktu jika kita membutuhkan energi dari lipid,
trigliserida dipecah menjadi asam lemak dan gliserol, untuk ditransportasikan menuju sel-sel
untuk dioksidasi menjadi energi. Asam lemak tersebut ditransportasikan oleh albumin ke
jaringan yang memerlukan dan disebut sebagai asam lemak bebas (free fatty acid/FFA). Proses
oksidasi asam lemak dinamakan oksidasi beta dan menghasilkan asetil KoA. Selanjutnya
sebagaimana asetil KoA dari hasil metabolisme karbohidrat dan protein, asetil KoA dari jalur ini
pun akan masuk ke dalam siklus asam sitrat sehingga dihasilkan energi. Di sisi lain, jika
kebutuhan energi sudah mencukupi, asetil KoA dapat mengalami lipogenesis menjadi asam
lemak dan selanjutnya dapat disimpan sebagai trigliserida.
Trigliserida merupakan lemak yang dibutuhkan oleh tubuh karena berfungsi sebagai
penyimpan cadangan energi. Menjaga homeostatis dari trigliserida merupakan hal yang penting
untuk dilakukan karena berhubungan dengan sistem meabolisme tubuh. Kondisi homeostatis
trigliserida dapat diatur melalui 2 proses dalam tubuh yaitu lipogenesis dan lipolisis.
Lipogenesis merupakan proses pembentukan trigliserida yang dilakukan jika tubuh memiliki
kelebihan lemak dan karbohidrat sedangkan jumlah energi yang dibutuhkan tubuh terpenuhi.
Ada dua sumber utama sintesis trigliserida yaitu Pertama, trigliserida berasal dari sumber lemak
dari makanan yang dikonsumsi dan yang kedua yaitu trigliserida berasal dari sumber bukan
lemak seperti karbohidrat. Proses lipogenesis merupakan fase anabolik yang terjadi di hati.
Sedangkan proses lipolisis yaitu proses degradasi trigliserida menjadi penyusun-penyusunnya
yaitu gliserol dan asam lemak bebas, liposis terjadi jika asupan makanan berkurang, sedangkan
1
tubuh tetap membutuhkan asupan energi misalnya ketika puasa, diantara dua waktu makan, atau
aktifitas fisik yang menguras tenaga misalnya berolahraga.
Beberapa sistem juga endokrin memegang peranan peran penting dalam proses
keseimbangan lipogenesis dan lipolisis. Hormon Glukokortikoid adalah hormon steroid yang
membawa peranan penting dan kompleks dalam metabolisme trigliserida. Glukokortikoiad
diproduksi pada kortks adrenal. Pada metabolisme lipid, hormon glukokortikoid memberikan 2
efek regulasi. Efek yang pertama adalah redistribusi senyawa lipid dan yang kedua adalah
aktivasi senyawa lipolitik. selama waktu puasa dan kondisi lapar terjadi peningkatan kadar
glukokortikoid dalam tubuh sehingga akan merangsang proses lipolisis pada jaringan adiposit.
Trigliserida dalam jaringan adiposit akan terhidrolisis menjadi asam lemak (FA) dan gliserol.
Hal ini terjadi sebagai respon metabolisme dalam tubuh terhadap kondsi tubuh sedang berpuasa
atau sedang lapar agar kebutuhan energi tetap terpenuhi saat kondisi tubuh kekurangan asupan
karbohidrat.
Aktivitas biologis dari hormon glukokortikoid paling utama disebabkan oleh reseptor
glukokortikoid (GR). Setelah glukokortikoid mengikat GR maka akan terjadi respon dari
glukokortikoid genomik (GRE) untuk memodulasi transkripsi gen tertentu yang akan
memodulasi aktivitas biologis dari glukokortikoid. Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan untuk mengetahui aktivitas dari glukokortikoid menggunakan kromatin
immunoprecipitation sequencing diketahui bahwa gen-gen yang diatur oleh hormon
glukokortikoid adalah gen-gen yang terlibat dalam proses lipogenesis trigliserida dan dalam
proses lipolisis trigliserida. Gen-gen yang terlibat dalam proses lipogenesis trigliserida adalah
SCD-1, SCD-2,SCD-3, GPAT3, GPAT4, Agpt2 dan Lpin1, sedangkan gen-gen yang terlibat
dalam proses lipolisis trigliserida adalah Lipe dan Mgll. Gen -gen inilah yang menyebabkan
hormon glucocorticoid berperan dalam proses regulasi trigliserida untuk terbentuknya kondisi
homeostatis.
1
terutama disekirar perut dan punggung bagian atas, kelelahan yang berlebihan ,otot terada lemah,
terutama pada daerah disekitar bahu dan pinggul, muka memundar, edema dan tanda merah pada
bagian paha, pantat dan perut. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikaji fungsi hormon
glukokortikoid yang mengatur regulasi metabolisme trigliserida.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 TRIGLISERIDA
1
2.1.2 Struktur dari trigliserida
Terdiri dari sebuah gliserol yang berikatan dengan 3 asamlemak. Asam lemak yang
terikat dapat berupa molekul yang sama maupun bentuk molekul yang berbeda.
Trigliserida yang terbentuk dari asam lemak dengan ketiga rantai sama disebut sebagai
trigliserida sederhana sedangkan jika asam lemak penyusun trigliserida berbeda maka
disebut trigliserida kompleks.
Berikut ini adalah struktur dari trigliserida:
Gambar 2.1 Struktur trigliserida yang tersusun dari asam lemak dan gliserol
Trigliserida dan kolesterol merupakan jenis-jenis lemak dasar yang terdapat dalam
tubuh manusia dan bersikulasi dalam aliran darah. Walaupun keduanya sama-sama jenis
lemak dasar dan memiliki kemiripan, tetapi ada beberapa perbedaan di antara keduanya.
Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
1
Selain asupan makanan dengan lemak jenuh tinggi, beberapa penyebab tingginya
trigliserida adalah kegemukan, kurang bergerak, dan konsumsi makanan yang kaya
karbohidrat sederhana (gula, tepung). Pada beberapa kasus, lonjakan trigliserida juga
terkait dengan penyakit diabetes, penyakit ginjal atau hati, serta faktor keturunan dalam
keluarga. Faktor genetik paling sulit diatasi karena reseptor di dalam sel-sel hati yang
bertugas untuk mengubah trigliserida yang berlebih untuk menjadi kolesterol telah
mengalami cacat bawaan
2.1.3 Proses Dan Transport Lipid
Triasilgliserol atau trigliserida adalah senyawa lipid utama yang terkandung dalam
bahan makanan dan sebagai sumber energi yang penting bagi tubuh. Sebagian besar
triasilgliserol disimpan dalam sel-sel jaringan adiposa sebagai cadangan energi. Berikut
adalah Proses dan distribusi lipid dalam jaringan tubuh melalui 8 tahap:
a. Triasilgliserol yang berasal dari diet makanan tidak larut dalam air. Untuk
mengangkutnya menuju usus halus dan agar dapat diakses oleh enzim yang dapat
larut di air seperti lipase, triasilgliserol tersebut disolvasi oleh garam emp edu
seperti kolat dan glikolat membentuk misel
b. Di usus halus enzim pankreas lipase mendegradasi triasilgliserol menjadi asam lemak
dan gliserol. Asam lemak dan gliserol diabsorbsi ke dalam mukosa usus.
c. Di dalam mukosa usus asam lemak dan gliserol disintesis kembali menjadi
triasilgliserol
d. Di dalam mukosa usus asam lemak dan gliserol disintesis kembali menjadi
triasilgliserol
e. Kilomikron bergerak melalui sistem limfa dan aliran darah ke jaringan-jaringan
f. Triasilgliserol diputus pada dinding pembuluh darah oleh lipoprotein lipase menjadi
asamlemak dan gliserol
g. Komponen ini kemudian diangkut menuju sel-sel target
h. Di dalam sel otot (myocyte) asam lemak dioksidasi untuk energi dan di dalam sel
adiposa (adipocyte) asam lemak diesterifikasi untuk disimpan sebagai triasilgliserol.
1
gambar 2.2 . Pemrosesan dan distribusi lipid pada Pencernaan dan absorpsi lipid dari
diet terjadi di usus halus. Asam-asam lemak hasil pengurain trigliserida di pak dan
ditransport ke otot dan jaringan adiposa
2.1.4 Jalur Metabolisme Lipid
lipid merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, sehingga untuk distribusi lipid
daram darah melalui 2 metabolisme lipid, yaitu dengan jalur eksogen dan jalur endogen.
a. Jalur eksogen
Trigliserida dan kolesterol yang berasal dari makanan dalam usus berbentuk
kilomikron, akan diangkut dalam saluran limfe melalui duktus thorasikus menuju ke
darah. Trigliserid dalam kilomikron mengalami hidrolisis oleh lipoprotein lipase pada
permukaan sel endotel membentuk asam lemak dan kilomikron remnan. Kolesterol juga
dapat disintesis dari asetat dibawah pengaruh enzim HMG Co A reduktase yang menjadi
aktif jika terdapat kekurangan kolestrol endogen. Asupan kolesterol dari darah juga diatur
oleh jumlah reseptor LDL yang terdapat pada permukaan sel hati
b. Jalur Endogen
Trigliserid dan kolesterol yang disintesis oleh hati diangkut secara endogen dalam
bentuk VLDL kaya trigliserid dan mengalami hidrolisi dalam sirkulasi oleh lipoprotein
lipase yang juga menghidrolisis kilomikron menjadi partikel lipoprotein yang lebih kecil
yaitu IDL dan LDL. LDL mengalami katabolisme melalui reseptor LDL yang terdapat
pada permukaaan sel hati dan jalur non reseptor. Jalur katabolisme reseptor dapat ditekan
oleh produksi kolesterol endogen. Kenaikan kadar kolesterol kira-kira 25 mg/dl yang juga
1
tergantung umur. Di Amerika, rata-rata kenaikan 18 kg berat badan pada usia 25-50
tahun, kenaikan berat badan ini diikuti dengan kadar kolesterol yang meningkat
2.1.5 Regulasi Metabolisme Trigliserida
Sebagian besar lemak yang terdapat dialam terdiri dari 98-99% trigliserida, sehingga
ketika kita mengkonsumsi lemak maka sebagian besar lemak yang masuk dalam tubuh
dalam bentuk trigliserida. Trigliserida merupakan suatu ester gliserol yag terbentuk dari
asam lemak bebas dan 1 gliserol. Ketika masuk dalam tubuh maka trigliserida akan
dipecah dan hanya menyisakan 1 asam lemak yang berikatan dengan satu gliserol yang
disebut dengan monogliserida. Fungsi utama Trigliserida dalam tubuh adalah sebagai zat
energi atau sebagai cadangan energi bagi tubuh yang dapat dipergunakan sewaktu-waktu
saat tubuh membutuhkan pasokan energi tambahan. Apabila sel membutuhkan energi,
maka lemak yang disimpan sebagai trigliserida akan dipecah oleh enzim lipase menjadi
gliserol dan asam lemak yang akan dilepaskan ke pembuluh darah. Oleh sel-sel yang
membutuhkan komponen-komponen tersebut kemudian dibakar dan menghasilkan
energi, karbondioksida (CO2), dan air (H2O).
Jarngan lemak atau jaringan adiposit merupakan depot penyimpanan energi yang
paling besar bagi mamalia. Tugas utamanya adalah untuk menyimpan energi dalam
bentuk trigliserida melalui proses lipogenesis yang terjadi sebagai respons terhadap
kelebihan energi dan memobilisasi energi melalui proses lipolisis sebagai respons
tefhadap kekurangan energi. Pada keadaan normal, kedua proses ini diregulasi dengan
ketat. Jaringan lemak merupakan jaringan ikat yang mempunyai fungsi sebagai tempat
penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserida.Sehingga untuk menjaga kondisi
homeostatis dalam tubuh dan menjaga agar tercukupinya jumlah energi paa sel-sel untuk
kelancaran metabolisme dalam tubuh maka proses lipogenesis dan lipolisis harus
seimbang dan berjalan dengan baik.
1
Gambar 2.3 . Regulasi metabolisme trigliserida
a. LIPOGENESIS
Lipogenesis harus dibedakan dengan adipogenesis yang merupakan proses
diferensiasi pra-adiposit menjadi sel lemak dewasa. Lipogenesis adalah proses deposisi
lemak yang meliputi sintesis trigliserida dari asam lemak dan gliserol yang terjadi di hati
pada daerah sitoplasma, mistokondria dan jaringan adiposa. Sumber Energi yang berasal
dari lemak dan melebihi kebutuhan energi tubuh maka akan disimpan dalam jaringan
lemak atau jaringan adiposa sebagai cadangan energi. Trigliserida juga dapat dibentuk
dari kelebihan Demikian pula dengan energi yang berasal dari karbohidrat dan protein
yang berasal dari makanan dapat disimpan dalam jaringan lemak jika saat itu kebutuhan
energi tubuh terpenuhi dari karbohidrat.
Asam lemak dalam bentuk trigliserida yang disimpan dalam jaringan adiposit dan
asam lemak yang terikat pada albumin dalam aliran darah yang didapat dari asupan
makanan atau hasil sintesis lemak di hati. Trigliserida yang dibentuk dari kilomikron atau
lipoprotein akan dihidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh enzim
lipoprotein lipase (LPL) yang dibentuk oleh jaringan adiposit dan disekresi ke dalam sel
endotelial yang berdekatan dengan jaringan adiposit. Aktivasi LPL dilakukan oleh
apoprotein C-II yang dikandung oleh kilomikron dan lipoprotein (VLDL). Kemudian
asam lemak bebas akan diambil oleh sel adiposit sesuai dengan derajat konsentrasinya
oleh suatu protein transpor transmembran. Bila asam lemak bebas sudah masuk ke dalam
adiposit maka akan membentuk pool asam lemak dan disimpan dalam bentuk
trigeliserida dalam jaringan adiposit.
1
Lipogenesis adalah pembentukan asam lemak yang terjadi di dalam hati. Glukosa
atau protein yang tidak segera digunakan tubuh sebagian besar tersimpan sebagai
trigliserida. Sebagian kecil glukosa tersimpan dalam bentuk glikogen, serta protein
disimpan di dalam cadangan asam amino. Sebagian besar atom karbon yang berasal dari
glukosa dan asam amino yang berlebihan akan disintesis menjadi trigliserida
(lipogenesis). Lipogenesis membutuhkan ATP serta vitamin-vitamin seperti biotin,
niasin, dan asam pantotenat untuk pembentukan trigliserida. Atom-atom karbon yang
berasal dari glukosa dan asam-asam amino diubah menjadi asetil KoA, dengan melalui
beberapa tahap reaksi bagian asetat dari asetil KoA akan membentuk asam-asam lemak
jenuh berupa asam palmitat (C16), asam stearat (C18), atau asam arakidonat (C20). Asam
lemak ini akan melakukan esterifikasi dengan gliserol (diproduksi dalam glikolisis) dan
menghasilkan aliran darah sebagai very low density lipoprotein (VLDL) yang digunakan
untuk menghasilkan energi atau disimpan dalam sel-sel lemak.
1
karbohidrat,mencapai 36% dibandingkan dengan kontrol. Pada penelitian yang
telah dilakukan, de novo lipogenesis sebanyak 10-20% terjadi pada orang kurus
setelah diberikan asupan berlebih 25-50% karbohidratkompleks, yang menunjukkan
6-10 x peningkatan dibandingkan perlakuan kontrol. Perberian lemak berlebih
50% dengan lemak menghasilkan sejumlah de novo lipogenesis yang
tidak berbeda jauh dengan perlakuan kontrol. Ketika diukur secara langsung,
de novo lipogenesissangat dipengaruhi komposisi makronutrient dari diet. De
novo lipogenesis meningkat 5x padasubyek kurus yang diberi kadar lemak
rendah, diet karbohidrat tinggi (70% karbohidrat, 10%lemak) apabila
dibandingkan diet orang barat pada umumnya yaitu 45% karbohidrat dan
40%lemak.
Terdapat b u k t i b a h w a j e n i s d i e t k a r b o h i d r a t ya n g d i k o n s u m s i
b e r p e n g a r u h i p a d a berbedanya de novo lipogenesis. Fruktosa misalnya, diketahui
memiliki efek yang sangat tinggi pada de novo lipogenesis daripada glukosa, pada
tikus percobaan dan manusia walaupun dalam jangka waktu yang pendek.
Fruktosa lebih cepat dimanfaatkan liver, yang dapat
menghindari p e m b a t a s a n 6-atau1-fosfofruktokinase pada glikolisis
y a n g d a p a t m e m b a t a s i m e t a b o l i s m e glukosa.
b. LIPOLISIS
Ketika tubuh kekurangan energi maka kebutuhan akan energi akan terpenuhi
dengan memecah cadangan energi berupa trigeliserida yang terdapat dalam jaringan
adiposit melalui proses liposisis menjadi asam lemak dan gliserol.
Lipolisis merupakan suatu proses di mana terjadi dekomposisi kimiawi dan
penglepasan trigliserida dari jaringan lemak. Bilamana diperlukan energi tambahan maka
lipolisis merupakan proses yang predominan terhadap proses lipo-genesis. Enzim
Hormone Sensitive Lipase (HSL) akan menyebabkan terjadinya hidrolisis trigliserida
menjadi asam lemak bebas dan gliserol yang akan dilepaskan dalam aliran darah untuk
diedarkan ke sel-sel yang membutuhkan pasokan energi.
Asam lemak yang dihasilkan akan masuk ke dalam pool asam lemak, yang akan
berakibat terjadinya proses re-esterifikasi, beta oksidasi dari asam lemak tersebut akan
dilepaskan dan akan dialirkan untuk masuk ke dalam sirkulasi darah menjadi substrat
1
bagi otot skelet, otot jantung, dan hati. Asam lemak akan dibentuk menjadi energi dalam
bentuk ATP melalui proses beta oksidasi dan asam lemak hasil lipolisis akan dibawa ke
luar jaringan lemak melalui sirkulasi darah untuk kemudian menjadi sumber energi bagi
jaringan yang membutuhkan.
Berukut ini adalah jalur metabolisme lemak diubah menjadi energi yang akan diedarkan
ke sel-sel yang membutuhkan energi.
1
yang berbeda: sebuah zona glomerulosa luar yang menghasilkan mineralokortikoid, sebuah
zona fasikulata menengah yang memproduksi glukokortikoid, dan zona retikularis dalam
yang memproduksi androgen, yaitu hormon seks yang mempromosikan maskulinitas.
Androgen yang diproduksi dalam jumlah kecil oleh korteks adrenal pada laki-laki dan
perempuan. Mereka tidak mempengaruhi karakteristik seksual dan dapat menambah hormon
seks yang dilepaskan dari gonand.
1
tidur (malam atau bed time). Sekresi kortisol mencapai puncaknya antara pukul 06.00 sampai
08.00 WIB. Selain itu, produksi kortisol juga meningkat pada waktu latihan fisik karena
penting untuk meningkatkan glukosa dan asam lemak bebas sebagai bahan pembentuk
energi.
a. pengaruh kelebihan Hormon glukokortikoid terhadap fungsi metabolisme
Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol yang stabil dipengaruhi oleh jumlah
sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan
perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik seperti dibawah
ini:
1. Metabolisme Protein
Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis
protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga
ke sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino
intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang
menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada
di dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam
amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan
protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau
seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat
ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka
sembuh dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda
regang pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong pembuluh darah
menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh dan
menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur patologis.
Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak asam amino
tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati sehingga
pembentukan glukosa meningkat.
1
2. Metabolisme Karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain
oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah
satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen
dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh
kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-
dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi
agar menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian
glukosa sel. Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian
glukosa moleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
Glukosa darah yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar
plasma insulin ini menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika
kondisi normal. Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak
jaringan, terutama otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan
insulin pada pengambilan dan pemakaian glukosa. Efek metabolik meningkatnya
kortisol dapat menganggu kerja insulin pada sel-sel perifer, sebagai akibatnya
penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada seseorang yang mempunyai kapasitas
produksi insulin yang normal, maka efek dari glukokortikoid akan dilawan denga
meningkatkan sekresi insulin untuk meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya
penderita dengan kemampuan sekresi insulin yang menurun tidak mampu untuk
mengkompensasi keadaan tersebut, dan menimbulkan manifestasi klinik DM.
3. Metabolisme Lemak
α-gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan
mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α- gliserofosfat tidak ada
maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh
kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak
berlebih sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral
tubuh menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa
1
supraklavikulare dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus dengan
ekstremitas atas dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan
klasik perupa penampilan Chusingoid.
2.3 SINDROM CUSHING
a. Definisi Sindrom Cushing
Definisi Cushing Syndrome Cushing sindrome adalah hiperaktivitas atau hiperfungsi
kelenjar adrenal sehingga mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid (kortisol).. hal
ini menyebabkan jumlah hormon glukokortikoiad tinggi dalam darah yang tetap. Kadar
glukokotikoid yang tinggi dapat disebabkan karena beberapa sebab antara lain:
1. Sindrom cushing disebabkan oleh hipersekresi kortisol atau kortikosteron didalam
darah, sehingga menyebabkan kelebihan stimulasi ACTH atau hipersekresi
glukokortikoid akibat stimulasi berlebih hormon CRH dan VP yang disekresikan.
Sindrom cushing juga disebabakan karena patalogi korteks adrenal yang
mengakibatkan produksi kortisol abnormal, sehingga terjadi akumulasi hormon
glukokortikoid dalam darah.
2. sindrom cushing dapat diakibatkan oleh pengobatan dengan pemberian hormon
glukokotikoid dalam jangka waktu yang panjang. Hormon Glukokortikoid bias
digunakan untuk berbagai pengobatan penyakit akut, digunakan sebagai bahan
kontrasepsi yang mengandung estrogen seperti mestranol, atau digunakan untuk
terapi adrenalektomi yang biasanya berefek samping mengakibatkan terjadinya
adenoma pada kelenjar hipofisis sehingga terjadi peningkatan hormon glukokortikoid
b. Gelaja Sindrom Cushing
Penderita Sindrom Cushing menunjukkan gejala-gejala yang komplek yang sangat
berbahaya jika tidak segera ditangani secara medis. Gejala-gejala syndrom cushing ditandai
dengan peningkatan berat badan yang cepat terutama terjadi pada perut (obesitas sentral) dan
wajah (moon face), penumpukan lemak pada leher bagian belakang (buffalo hump),
hiperhidrosis (eksresi keringat yang berlebihan), striae (kelainan kulit berupa garis-garis
putih) pada abdomen, penipisan kulit, hirsutisme (merupakan gelaja tumbuhnya rambut
pada bagian tubuh wanita yang biasnya tidak ditumbuhi rambut seperti dagu dan diatas
bibir), hipertensi (tekanan darah tinggi), penurunan libido, gangguan menstruasi dan kondisi
tubuh yang cepat lelah karena otot terasa lema, terutama pada daerah di sekitar bahu dan
1
pinggul, gejala ini disebut miopati proksimal, pembengkakan pada kaki akibat retensi air
dan garam pada jaringan tubuh, depresi dan lain-lain. Patologi penyakit syndrom cushing
telah dijelaskan pertama kalinya oleh Harvey Cushing pada 1932.
1
a. Hipofisis Adenoma
Adenoma Hipofise adalah kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan
abnormal dari sel-sel (tumor) yang nonkanker di kelenjar hipofisis. Adenoma hipofisis
merupakan suatu jenis penyakit yang menyababkanpeningkatan seksresi hormon
glukokortikoid. Sehingga untuk menekan produksi dari hormon glukokortikoid maka
harus dilakukan pengobatan pada penderita hipofisis adenoma. Pengobatan yang paling
banyak dilakukan untuk Pengobatan pada penyakit adenoma hipofisis adalah operasi
pengangkatan tumor atau yang dikenal sebagai transsphenoidal adenomectomy.
Pengobatan melalui pengangkatan tumor dapat dilakukan dengan menggunakan
mikroskop khusus dan instruent khusus yang didesaind sangat halus. Pada pengobatan ini
akan ahli bedah akan mendekati kelenjar pituitari melalui lubang hidung atau pembukaan
yang dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan pengangakatn tumor untuk
penyakit hipofisis adenoma yaitu lebih dari 80 persen bila dilakukan oleh seorang ahli
bedah yang berpengalaman. Setelah dilakukan operasi hipofisis melalui pengangatan
tumor maka terjadi penurunan produksi ACTH 2 tetes di bawah normal. Sehingga untuk
sementara pasca operasi aka pasien akan diberi hormon glukokortikoid sintesis seperti
hydrocortisone atau prednisone untuk proses metabolisme dalam tubuh.
Sedangkan pada pasien adenoma hipofisis yang mengalami kegagalan operasi
sehingga masih menyebabkan peningkatan produksi hormon glukokortikoid maka dapat
dilakukan pengobatan melalui metode radioterapi. Pengobatan ini dilakukan dengan jalan
memberi radiasi ke kelenjar pituitari.pengobatan dengan jalan radiasi dilakukan dengan
penambahan obat seperti obat Mitotane (Lysodren) karena obat ini dapat mempercepat
pemulihan. Pengobatan ini membutuhkan waktu relatif lama, karena pasien harus
menjalani pengobatan selama beberapa bulan atau tahun hingga pasien merasa lebih baik.
Tingkat keberhasilan dengan menggunakan pengobatan Mitotane mencapai 30
sampai 40%. pengobatan dengan menggunakan obat mitotane pada penderita adenoma
hipofisis dapat menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar hormon plasma dan
urin. Obat lain yang digunakan tanpa atau dengan kombinasi untuk mengontrol produksi
kelebihan kortisol diantaranya aminoglutethimide , metyrapone , trilostane dan
ketoconazole.
1
b. Ektopik ACTH Syndrome
sindrom ACTH entopik merupakan suatu penyakit atau kelainan disebabkan oleh
tumor nonpituari. Salah satu penyebab jumlah hormon glukokortikoid yang berlebih
dalam tubuh adalah penyakit sindrom ACTH ektopik. Namun produksi hormon
glukokortikoid yang berlebihan yang disebabkan oleh sindrom ACTH ektopik dapat
disembuhan dengan cara menghilangkan semua jaringan kanker yang mengsekresi
ACTH. Pilihan pengobatan untuk mengatasi kanker kanker yang mensekresi ACTH
dapat dilakukan melalui operasi pengangkatan kanker, radioterapi, kemoterapi,
imunoterapi, atau kombinasi dari perawatan tersebut yang pengobatnnya tergantung pada
jenis kanker dan seberapa jauh tumor tersebut telah menyebar dalam jaringan tubuh.
1
BAB III
PEMBAHASAN JURNAL
1
Sementara glukokortikoid penting untuk pengaturan homeostasis lipid tergantung
pada fisiologis daerah tertentu. Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan gangguan
lipid, seperti obesitas sentral, dislipidemia, penumpukan lemak hati dan resistensi insulin.
Selanjutnya, kelebihan glukokortikoid dapat meningkatkan asam lemak bebas sebagai hasil
dari hidrolisis TG dan menginduksi terjadinya akumulasi lipid di otot rangka dan hati, semua
itu berhubungan dengan penyebab terjadinya resistensi insulin. Sebaliknya, dengan menekan
aktivitas glukokortikoid, misalnya dengan menghambat kerja enzim 11β-HSD1 (11β
hidroksisteroid dehidrogenase tipe 1, enzim yang berfungsi untuk mengubah glukokortikoid
inaktif menjadi glukokortikoid aktif) atau mengaktifkan enzim 11β-HSD2 (11β
hidroksisteroid dehidrogenase tipe 2, enzim yang berfungsi mengubah glukokortikoid aktif
menjadi inaktif), peenekan aktivitas glukokortikoid tersebut dapat meningkatkan
homeostatis lipid dan sensitivitas insulin.
1
Tabel 3.1. Urutan Skuen dari aktivitas GR
Glukokortikoid mengatur beberapa gen yang mengkode enzim dalam DNL dan
lipogenesis TG seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1 dan Gambar 3.2.
1
Gambar 3.2 Lipogenik pathway yang diregulasi glukokortikoid
1
intron. Sedangkan untuk gen Acacb tikus, satu GBR diidentifikasi pada bagian awal
transkripsi (TSS), sedangkan beberapa GBR lainnya ditemukan di daerah intronik.
Kemampuan GBR ini sebagai mediator yang dapat menginduksi glukokortikoid untuk
mengekspresikan gen Acaca dan Acacb masih belum diperiksa.
1
hepatosit primer, glukokortikoid memiliki efek kecil atau tidak ada pada sintesis FA, dan
juga memainkan peran permisif untuk insulin dalam menginduksi sintesis FA atau
meningkatkan efek insulin pada sintesis FA. Dalam penelitian lain, glukokortikoid dan
insulin telah terbukti memiliki efek aditif atau sinergis pada ekspres gen ACACA dan
ACACB. Kedua hormon tersebut juga memiliki efek aditif pada gen reporter atau
reseptor gen ACACA dan ACACB. Aktivitas yang bagus antara glukokortikoid dan
insulin juga ditemukan ditemukan pada regulasi gen FASN, karena hormon tersebut
dapat mengaktifkan gen reseptor untuk mengikat gen FASN pada manusia.
Tujuan yang paling utama dari glukokortikoid untuk menginduksi transkripsi gen
yang berperan dalam sintesis TG belum sepenuhnya berperan. Di antara gen yang diatur
oleh glukokortikoid yang sudah dibahas di atas, efek paling bagus dari glukokortikoid
ada pada aktivitas Lpin1, yang berisi aktivitas phosphatidate fosfatase (PAP1), Scd1 dan
scd2, yang memiliki aktivitas desaturase stearoyll-CoA juga telah dilaporkan pada
penelitian sebelumnya. sedangkan efek glukokortikoid pada aktivitas Gpat3, Gpat4 dan
Agpat2 belum diketahui. Dolinsky et al. menemukan bahwa ekspresi DGAT1 dan
DGAT2 dalam hati meningkat sekitar 60% dan aktivitas DJPU meningkat sekitar 20%
dengan pemberian DEX. Mirip dengan aktivitas pada sintesis FA, glukokortikoid juga
bertindak bersamaan dengan insulin untuk merangsang sintesis TG. Peningkatan sintesis
1
TG oleh glukokortikoid saja di hepatosit telah dilaporkan dalam beberapa studi, tetapi
tidak semua. Namun, efek sinergis dari glukokortikoid dan insulin pada sintesis TG
diamati di sebagian besar laporan sebelumnya. Glukokortikoid dan insulin berperan aktif
dalam meningkatkan transkripsi gen Scd1. Selanjutnya, insulin menginduksi fosforilasi
Gpat3 dan Gpat4 untuk meningkatkan aktivitas enzim mereka. Glukokortikoid dan
insulin juga bertindak bersama-sama untuk meningkatkan ekspresi lipoprotein lipase
(LPL), yang menghidrolisis ekstraseluler TG ke FFA. FFA ini dapat diambil oleh adiposit
dan dimasukkan kedalam jalur lipogenik. Telah dilaporkan juga bahwa insulin
meningkatkan stabilitas LPL mRNA dan aktivitas LPL pada adiposit dan primer manusia
pra-adipocytes. Glukokortikoid meningkatkan kadar LPL mRNA di adiposit dan
preadipocytes primer pada manusia, tetapi untuk mekanisme yang mendasari efek ini
masih belum diketahui. Percobaan menggunakan ChIPseq untuk mengidentifikasi letak
GBR pada 14 kb LPL TSS di 3 T3-L1 adiposit. Kemampuan GBR ini untuk memediasi
respon dari glukokortikoid belum diselidiki. Satu-satunya gen glukokortikoid yang jalur
lipogenik ekspresinya dihambat oleh insulin adalah Lpin1. Pentingnya efek metabolisme
ini belum sepenuhnya jelas. Ekspresi Lpin1 yang diinduksi akibat puasa, dan protein
Lpin1 telah menunjukkan bahwa Lpin1 berpartisipasi dalam regulasi transkripsi gen yang
terlibat dalam oksidasi asam lemak (FA), yang merupakan langkah penting dalam
adaptasi metabolisme selama puasa. Fungsi dari Lpin1 tampaknya sangat terikat dengan
aktivitas PAP1 nya.
1
sintetis. Dengan demikian, GR gen Lipe dan Mgll cenderung menjadi target utama,
sedangkan GBR gen PNPLA2 belum diidentifikasi. Khususnya, gen Pnpla2 pada tikus
diatur secara positif oleh anggota dari faktor transkripsi FoxO, FoxO1, di 3T3-L1
adiposit. Laporan sebelumnya juga glukokortikoid telah ditunjukkan untuk meningkatkan
ekspresi FoxO1 dan/atau FoxO3, anggota lain dari jenis FoxO, di jaringan adipos putih
(WAT) dan jaringan lainnya. Oleh karena itu, glukokortikoid mungkin mengaktifkan
transkripsi gen Pnpla2 secara tidak langsung melalui peningkatan FoxO1 dan FoxO3.
Namun, model ini masih memerlukan konfirmasi.
Penting untuk dicatat bahwa insulin merepresi ekspresi dan aktivitas protein yang
terlibat dalam lipolisis, seperti Pnpla2 dan Lipe. Pengamatan mengenai efek insulin ini
berbeda dengan gen yang terlibat dalam lipogenesis seperti yang dibahas di atas.
1
3.4.2. Phosphodiesterase 3B, Inhibitor cGMP (PDE3B)
Selain enzim lipolitik, sinyal cAMP memainkan peran kunci dalam induksi
lipolisis adiposit, dimana cAMP mengaktifkan protein kinase A (PKA). Fosforilasi ini
meningkatkan aktivitas enzim LIPE dan translocates LIPE dari sitosol ke tetesan lipid
(Gambar 3.2). PKA juga dapat menyebabkan stimulasi lipolisis. Rincian jalur ini dibahas
di beberapa penelitian baru-baru ini. Pengobatan glukokortikoid telah terbukti
meningkatkan kadar cAMP dalam beberapa jenis sel. Namun, tidak seperti di neuron,
dimana glukokortikoid hanya meningkatkan kadar cAMP intraseluler melalui mekanisme
non-genomik, di adiposit yang induksi dengan cAMP memerlukan beberapa jam
pengobatan dengan pemberian glukokortikoid. Dengan demikian, glukokortikoid yang
tinggi cAMP di adiposit mungkin membutuhkan induksi transkripsi gen dan sintesis
protein. Setidaknya dua mekanisme yang diusulkan, Salah satunya adalah penghambatan
ekspresi PDE3B (Gambar 3.2). yang lain adalah induksi dengan 4 angiopoietin (Gambar
3.2), yang akan dibahas kemudian dalam ulasan ini.
PDE3B mengkode protein yang menurunkan sinyal cAMP pada jalur hidrolisis
cAMP di adiposit. Insulin menghambat aktivitas PDE3B melalui kedua phosphoinositide
3-kinase (PI3K)/Akt dependen dan independen untuk menekan lipolisis. Penekanan
ekspresi Pde3b oleh glukokortikoid ditemukan baik secara in vivo dan in vitro. dan efek
supresif ini dapat memberikan kontribusi untuk peningkatan tingkat cAMP dalam
adipocytes dan induksi berikutnya lipolisis. Namun, aktivitas glukokortikoid untuk
menekan Pde3b ekspresi gen belum diteliti.
Dolinsky et al. meneliti efek dari DEX terhadap metabolisme TG di hati. Secara
khusus, mereka fokus pada proses di mana TG disimpan dalam intraseluler, namun
lipolisis sebelum kembali diesterifikasi menjadi partikel VLDL. Penelitian sebelumnya
mengamati bahwa tidak ada efek DEX pada sekresi VLDL di hati in vivo atau in vitro,
1
tetapi tidak menemukan penurunan TG di hepatosit dengan pengobatan DEX. Ces1d
adalah enzim yang diyakini memediasi lipolisis dari TG dalam hati. Tingkat Ces1d
mRNA berkurang dengan pengobatan DEX, tapi represi ini bukan karena efek pada
transactivation, karena tidak ada perbedaan yang terlihat pada eksperimen dan promotor
Ces1d tidak memberi respon dari pemberian DEX. Sebaliknya, ditemukan bahwa DEX
mengurangi stabilitas Ces1d mRNA melalui elemen 3 UTR. Percobaan ini lebih
menunjukkan kompleksitas tindakan glukokortikoid pada metabolisme TG.
3.5. Angptl4
1
Penelitian lain menunjukkan hANGPTL4 dapat meningkatkan kadar cAMP dalam
adiposit (Gambar 3.2). Berpuasa dan dengan pengobatan DEX selama 24 jam dapat
meningkatkan kadar cAMP di WAT, sehingga induksi ini mengganggu Angptl4 pada WAT.
Dengan demikian, ANGPTL4 berperan dalam lipolisis dengan mengaktifkan cAMP reseptor
di adiposit, Namun, sampai sekarang belum diidentifikasi. Sampai saat ini, ANGPTL4 telah
terbukti dapat berinteraksi dengan fibronektin, vitronectin dan integrin β1β5 di keratinosit
untuk mengaktifkan IMS. Angptl4 juga mempengaruhi molekul sinyal lain, seperti RAS,
ERK dan AMPK pada sel endotel dan hippocampus. Namun yang menjadi pertanyaan
adalah apakah Angptl4 dapat bekerja seperti mekanisme kerjanya pada adiposit seperti
laporan yang telah dilaporkan sebelumnya.
GRE gen Angptl4 pada tikus terletak di wilayah sekitar titik 6227 dan 6441 dari
rantai gen di adiposit. Pengobatan dengan pemberian DEX dapat meningkatkan sensitivitas
DNase dan histone H4 hiperasetilation di dalam sel. Pada manusia gen Angptl4 lain
diidentifikasi berada disekitar sekitar 8 kb dari TSS. Menariknya, insulin telah terbukti
menurunkan ekspresi gen Angptl4. Hal ini sesuai dengan efek metabolik darii insulin, yang
merepresi lipolisis dari adiposit, dan fakta lainnya bahwa resistensi insulin sangat
berhubungan dengan hiperlipidemia.
3.6. Hes1
Glukokortikoid menekan transkripsi dari transkripsi Hes1. Hes1 yang berlebih dapat
meningkatkan ekspresi lipase pankreas (Pnlip) dan protein-lipase pankreas (Pnliprp2).
Dalam hati, Pnlip dan Pnliprp2 berkontribusi pada peroses hidrolisis TG dan stimulasi
selanjutnya untuk oksidasi asam lemak dan ketogenesis. Oleh karena itu, penghambatan
transkripsi Hes1 yang dimediasi oleh glukokortikoid dapat menghasilkan penurunan
ekspresi Pnlip dan Pnliprp2, yang selanjutnya dapat Mengangkat akumulasi TG di hati.
Namun masih belum jelas apakah Hes1 langsung mengatur transkripsi Pnlip dan Pnliprp2,
karena Hes1 biasanya berfungsi sebagai represor transkripsi. Sebaliknya, Hes1 tmenjadi
target gen untuk menguji aktivitas GR. GRE gen Hes1 pada tikus terletak antara -463
sampai -414 yang relatif terhadap TSS. Sebuah gen reporter yang berisi -463 sampai +46
wilayah genomik dari Hes1 ditekan oleh DEX, sedangkan reporter yang berisi -414 sampai
+46 wilyah genomik tidak menanggapi respon dari pemberian DEX.
1
Efek refresif dari GR kemungkinan diakibatkan langsung dari DNA. Dalam sel yang
mengekspresikan jenis GR lain, pengobatan dengan DEX dapat mengurangi aktivitas
reporter yang mengandung -463 sampai +46 gen Hes1. Percobaan lebih lanjut menggunakan
CHIP telah bisa mengkonfirmasi adanya GR untuk wilayah -463 sampai +46 dari hasil
respon terhadap pengobatan dengan DEX. HDAC1, sebuah corepressor transkripsi, juga
dibawa ke daerah ini sebagai respon dari pengobatan DEX. Sehingga dapat dilihat bahwa
HDAC1 berinteraksi dengan GR dan bertanggung jawab dalam pemghambatan transkripsi
gen Hes1. Dengan demikian, Hes1 kemungkinan akan menjadi GR target yang mengontrol
penyimpanan TG di hati dengan mengatur gen yang terlibat dalam hidrolisis TG dalam hati.
3.7. Regulasi Gen GR yang terlibat dalam metabolisme asam empedu Na+ - protein
transport –taurocholate (Ntcp / Slc10A1)
Asam empedu (BA) penting untuk diet lemak. Dia juga berfungsi sebagai ligan untuk
reseptor X farnesoid (FXR), yang mengatur metabolisme TG. Peran FXR di metabolisme
TG dibahas dalam ulasan baru-baru ini. Dalam liverspecific GR di tikus, konten BA yang di
kandung empedu menurun. Serapan BA pada hati terganggu sehingga penyerapan lemak
dalam usus menjadi cacat, hal ini disebabkan karena ada kehilangan tinja yang lebih besar
dari TG dan FFA. Selanjutnya, dilaprkan juga adanya potensi termogenik yang lebih besar
seperti yang ditunjukkan oleh peningkatan sinyal cAMP di BAT dan lebih tinggi untuk
ekspresi gen termogenik. Selain itu juga ditemukan adanya Nctp yang juga mempengaruhi
penyerapan lemak dari makanan dan aktivasi lemak lainnya. Meskipun GRE dari Nctp
belum diidentifikasi, namun CHIP menunjukkan adanya GR gen Nctp di proksimal, hasil
lainnya menunjukkan glukokortikoid tidak mengaktifkan ekspresi gen Ntcp. Hasil ini
menunjukkan bahwa kemampuan GR untuk mengikat GRE sangat penting untuk menguji
induksi Ntcp oleh glukokortikoid.
3.8. Regulator transkripsi yang berperan dalam metabolisme lipid dan regulasi
glukokortikoid
1
metabolisme TG. Di sini dibahas dua regulator transkripsi yang berperan dalam regulasi
glukokortikoid dan Metabolisme TG.
3.8.1. Med1
Untuk mengurangi ekspresi GR dalam hati juga digunakan hairpin RNA (shRNA),
ekspresi gen yang terlibat dalam oksidasi FA, seperti karnitine palmitoyltransferase 1α
(Cpt1α) dan asetil-CoA acyltransferase 2 (Acaa2) akan meningkat. Hasil ini menunjukkan
bahwa GR tidak meninjukkan pengaturan dalam oksidasi FA. Mengingat bahwa gangguan
hati oleh gen Med1 juga menyebabkan peningkatan oksidasi FA, ini menunjukkan
hubungan antara GR dan Med1 dalam aspek mengatur gen dalam oksidasi FA. Untuk
menguji model ini, kita harus memverifikasi apakah semua GR- atau Med1- terlibat dalam
oksidasi FA.
1
3.8.2. Reseptor hati X (LXR)
Aktivitas Lxrβ masih belum terlalu jelas, namun menariknya, Lxrβ tampaknya
mempengaruhi metabolisme lipid yang diregulasi oleh glukokortikoid dala modulasi
metabolisme glukosa dan sensitivitas insulin. Dibandingkan dengan glukokortikoid yang
diberikan pada WAT tikus.. Pengamatan ini bisa menjadi penjelasan untuk
menurunkan induksi glukokortikoid yang menyebabkan akumulasi TG di Lxrβ tikus.
Menariknya, laporan terbaru lain menunjukkan bahwa mengobati sel hepatoma dengan
ligan LXR dapat menekan induksi glukokortikoid dan ekspresi glukosa-6-fosfatase
(G6Pase). Analisis microarray menunjukkan bahwa ligan LXR hanya mempengaruhi
bagian dari gen glukokortikoid. Percobaan pergeseran gel dan CHIP menunjukkan bahwa
LXRα/RXRα heterodimer bersaing dengan GR untuk mengikat GRE gen G6pase pada
tikus.
1
BAB IV
RECOMANDARI
1
BAB V
KESIMPULAN
1
diaktifkan mengandung FoxO terdekat dari GRE yang mungkin distimulus oleh insulin.
Faktor transkripsi yang berpartisipasi dalam aksi insulin dan interaksi dengan GR untuk
mengatur metabolisme TG sulit untuk dispekulasi, karena kebanyakan dari GRE belum
teridentifikasi. Diharapkan studi selanjutnya harus membahas isu-isu penting tersebut.
1
DAFTAR PUSTAKA