Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri merupakan suatu pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan,
berhubungnan dengan adanya potensi kerusakan jarinngan atau kondisi yang menggambarkan
kerusakan tersebut, sehingga dapat menjadi penanda ada tidaknya kelainan atau penyakit
pada organ yang mengalami nyeri tersebut. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri,
misalnya emosi dapat menimbulkan sakit kepala atau memperhebatnya, tetapi dapat pula
menghindarkan sensasi rangsangan nyeri.

Analgetik adalah obat-obat yang bisa mengurangi atau menghilangkan kesadaran.


Analgetika pada umumnya diartikan sebagai suatu obat yang efektif untuk menghilangkan
sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi, dan nyeri berbaring misalnya nyeri pasca bedah dan
pasca sulit dikendalikan hampir semua analgetik ternyata memilki efek antipiretik dan efek
anti inflamasi (anonim, 2010)

Analgetik terbagi menjadi dua golongan, yakni golongan narkotik dan non narkotik
(antiinflamasi non steroid-AINS). Untuk melihat hubungan dosis-respon pereda nyeri, maka
dilakukan praktikum ini.

1.2 Tujuan
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek suatu obat.
2. Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat pemberian berbagai
dosis analgetika.
3. Mampu membuat kurva hubungan dosis respon.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan
akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan
sensoris dan emosional yang tidak nyaman,berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan.
Rasa nyeri dalam kebanyakan halhanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai
isyarat bahaya tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau
kejang otot (Tjay, 2007).

Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar di kulit, otot,
tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jaras, yaitu jaras
nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan
neurotransmiternya substansi P (Guyton & Hall, 1997;Ganong, 2003).

Semua senyawa nyeri (mediator nyeri) seperti histamine, bradikin, leukotriendan


prostaglandin merangsang reseptor nyeri (nociceptor )di ujung-ujung saraf bebasdi kulit,
mukosa serta jaringan lain dan demikian menimbulkan antara lain reaksiradang dan kejang-
kejang. Nociceptor ini juga terdapat di seluruh jaringan dan organtubuh, terkecuali di SSP.
Dari tempat ini rangsangan disalurkan ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron
dengan sangat banyak sinaps via sumsum- belakang, sumsum-lanjutan dan otak-tengah. Dari
thalamus impuls kemudianditeruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan
sebagai nyeri (Tjaydan Rahardja, 2007).

Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di
jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh
rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator
nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi
reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini
terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan
ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via
sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).
Mediator nyeri yang lain, disebut juga sebagai autakoid antara lain serotonin, histamine,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin.
Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian asam amino) yang diberikan dari protein
plasma. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level) dimana nyeri dirasakan untuk
yang pertama kali. Jadi, intesitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri.
Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan.
Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu:
1. Nyeri ringan, contohnya sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus,
nyeri haid, keseleo. Pada nyeri dapat digunakan analgetik perifer seperti
parasetamol, asetosal dan glafenin.
2. Rasa nyeri menahun, contohnya rheumatic dan arthritis. Pada nyeri ini dapat
digunakan analgetik anti-inflamasi, seperti asetosal, ibuprofen dan indometasin.
3. Nyeri hebat, contohnya nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu
empedu. Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa atropine,
butilskopolamin (bustopan), camylofen ( ascavan).
4. Nyeri hebat menahun, contohnya kanker, rheumatic, neuralgia berat. Pada nyeri
ini digunakan analgetik narkotik, seperti fentanil, dekstromoramida, bezitramida.

Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara,yakni:
a) Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri pada perifer dengan
analgetika perifer.
b) Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris, misalnya dengan
anestetika local.
c) Blockade pusat nyeri di SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan
anestetika umum.

Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi
rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan
mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu
pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi
reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak).
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a) Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal,
diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaan–sediaan golongan non
salisilat ternmasuk derivat as. Arylalkanoat (Gilang, 2010).
b) Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti
opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan
adiksi/ketergantungan.
Ada 3 golongan obat ini yaitu (Medicastore,2006) :
1. Obat yang berasal dari opium-morfin
2. Senyawa semisintetik morfin
3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.

Mekanisme Kerja Obat Analgesik :


a. Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim
siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya
adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok
pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang
terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri . Mekanismenya
tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling
umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah,
kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya
disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar
(Anchy, 2011).
b. Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Mekanisme kerja utamanya ialah dalam menghambat enzim sikloogsigenase
dalam pembentukan prostaglandin yang dikaitkan dengan kerja analgesiknya dan
efek sampingnya. Kebanyakan analgesik OAINS diduga bekerja diperifer . Efek
analgesiknya telah kelihatan dalam waktu satu jam setelah pemberian per-oral.
Sementara efek antiinflamasi OAINS telah tampak dalam waktu satu-dua minggu
pemberian, sedangkan efek maksimalnya timbul berpariasi dari 1-4 minggu. Setelah
pemberiannya peroral, kadar puncaknya NSAID didalam darah dicapai dalam waktu
1-3 jam setelah pemberian, penyerapannya umumnya tidak dipengaruhi oleh adanya
makanan. Volume distribusinya relatif kecil (< 0.2 L/kg) dan mempunyai ikatan
dengan protein plasma yang tinggi biasanya (>95%). Waktu paruh eliminasinya
untuk golongan derivat arylalkanot sekitar 2-5 jam, sementara waktu paruh
indometasin sangat berpariasi diantara individu yang menggunakannya, sedangkan
piroksikam mempunyai waktu paruh paling panjang (45 jam) (Gilang, 2010).
Mekanisme kerja Paracetamol :
Parasetamol menghambat siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat
menjadi prostaglandin terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase secara
berbeda (Wilmana, 1995).
Parasetamol menghambat siklooksigenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah
yang menyebabkan parasetamol menjadi obat antipiretik yang kuat melalui efek pada
pusat pengaturan panas. Parasetamol hanya mempunyai efek ringan pada
siklooksigenase perifer (Dipalma, 1986).
Inilah yang menyebabkan parasetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa
nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbulkan
efek langsung prostaglandin, ini menunjukkan bahwa parasetamol menghambat sintesa
prostaglandin dan bukan blokade langsung prostaglandin. (Wilmana, 1995).
MONOGRAFI
Pemerian : Serbuk hablur, putih; tidak berbau; rasa sedikit pahit
Kelarutan : Larut dalam air mendidih , mudah larut dalam etanol.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat tidak tembus cahaya (Anonim,1995).
Khasiat : Analgetik, antipiretik
Dosis : 500 – 2000 mg per hari (Anonim, 1979).
BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


 Alat
a. Stopwatch
b. Spuit injeksi dan jarum
c. Sarung tangan
d. Timbangan hewan
e. Hot plate
f. Termometer
 Bahan
a. Alkohol 70%
b. Tikus percobaan
c. Paracetamol 1 gram/100 mL
d. Infus Nacl
e. kapas
3.2 Cara Kerja
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia edisi 4, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia, Jakarta.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia edisi 3, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, Jakarta.
Diphalma, J. R., Digregorio, G. J. 1986. Basic Pharmacology in Medicine. 3th ed. New York:
Mcgraw-hill Publishing Company: 319-20
Ganong, William F, 2003. Fisiologi Saraf & Sel Otot. Dalam H. M. Djauhari Widjajakusumah:
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC.
Gilang. 2010. Analgesik non-opioid atau NSAID/OAINS.
Tjay, Tan Hoan., Rahardja, Kirana.2010.Obat-Obat Penting.Gramedia, Jakarta.
Tjay,Tan Hoan dan K. Rahardja, 2007, Obat-obat Penting, PT Gramedia, Jakarta.
Medicastore. 2006. Obat Analgesik Antipiretik.
Sunaryo, Wilmana. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Penerbit FK UI: 224-33

Anda mungkin juga menyukai