PENDAHULUAN
Analgetik terbagi menjadi dua golongan, yakni golongan narkotik dan non narkotik
(antiinflamasi non steroid-AINS). Untuk melihat hubungan dosis-respon pereda nyeri, maka
dilakukan praktikum ini.
1.2 Tujuan
1. Mengenal berbagai cara untuk mengevaluasi secara eksperimental efek suatu obat.
2. Mampu mengobservasi dan menyimpulkan perubahan respon akibat pemberian berbagai
dosis analgetika.
3. Mampu membuat kurva hubungan dosis respon.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Obat analgesik adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri dan
akhirnya akan memberikan rasa nyaman pada orang yang menderita. Nyeri adalah perasaan
sensoris dan emosional yang tidak nyaman,berkaitan dengan ancaman kerusakan jaringan.
Rasa nyeri dalam kebanyakan halhanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai
isyarat bahaya tentangadanya gangguan di jaringan seperti peradangan, rematik, encok atau
kejang otot (Tjay, 2007).
Reseptor nyeri (nociceptor) merupakan ujung saraf bebas, yang tersebar di kulit, otot,
tulang, dan sendi. Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat melalui dua jaras, yaitu jaras
nyeri cepat dengan neurotransmiternya glutamat dan jaras nyeri lambat dengan
neurotransmiternya substansi P (Guyton & Hall, 1997;Ganong, 2003).
Rasa nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi
melindungi tubuh. Nyeri harus dianggap sebagai isyarat bahaya tentang adanya ganguan di
jaringan, seperti peradangan, infeksi jasad renik, atau kejang otot. Nyeri yang disebabkan oleh
rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan.
Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat-zat tertentu yang disebut mediator nyeri. Mediator
nyeri antara lain dapat mengakibatkan reaksi radang dan kejang-kejang yang mengaktivasi
reseptor nyeri di ujung saraf bebas di kulit, mukosa dan jaringan lain. Nocireseptor ini
terdapat diseluruh jaringan dan organ tubuh, kecuali di SSP. Dari sini rangsangan di salurkan
ke otak melalui jaringan lebat dari tajuk-tajuk neuron dengan amat benyak sinaps via
sumsumtulang belakang, sumsum lanjutan, dan otak tengah. Dari thalamus impuls kemudian
diteruskan ke pusat nyeri di otak besar, dimana impuls dirasakan sebagai nyeri (Tjay, 2007).
Mediator nyeri yang lain, disebut juga sebagai autakoid antara lain serotonin, histamine,
bradikinin, leukotrien dan prostaglandin.
Bradikinin merupakan polipeptida (rangkaian asam amino) yang diberikan dari protein
plasma. Ambang nyeri didefinisikan sebagai tingkatan (level) dimana nyeri dirasakan untuk
yang pertama kali. Jadi, intesitas rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri.
Untuk setiap orang ambang nyerinya adalah konstan.
Adapun jenis nyeri beserta terapinya, yaitu:
1. Nyeri ringan, contohnya sakit gigi, sakit kepala, sakit otot karena infeksi virus,
nyeri haid, keseleo. Pada nyeri dapat digunakan analgetik perifer seperti
parasetamol, asetosal dan glafenin.
2. Rasa nyeri menahun, contohnya rheumatic dan arthritis. Pada nyeri ini dapat
digunakan analgetik anti-inflamasi, seperti asetosal, ibuprofen dan indometasin.
3. Nyeri hebat, contohnya nyeri organ dalam, lambung, usus, batu ginjal, batu
empedu. Pada nyeri ini dapat digunakan analgetik sentral berupa atropine,
butilskopolamin (bustopan), camylofen ( ascavan).
4. Nyeri hebat menahun, contohnya kanker, rheumatic, neuralgia berat. Pada nyeri
ini digunakan analgetik narkotik, seperti fentanil, dekstromoramida, bezitramida.
Berdasarkan proses terjadinya, rasa nyeri dapat dilawan dengan beberapa cara,yakni:
a) Merintangi terbentuknya rangsangan pada reseptor nyeri pada perifer dengan
analgetika perifer.
b) Merintangi penyaluran rangsangan di saraf-saraf sensoris, misalnya dengan
anestetika local.
c) Blockade pusat nyeri di SSP dengan analgetika sentral (narkotika) atau dengan
anestetika umum.
Analgetika merupakan suatu senyawa atau obat yang dipergunakan untuk mengurangi
rasa sakit atau nyeri (diakibatkan oleh berbagai rangsangan pada tubuh misalnya rangsangan
mekanis, kimiawi dan fisis sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan yang memicu
pelepasan mediator nyeri seperti brodikinin dan prostaglandin yang akhirnya mengaktivasi
reseptor nyeri di saraf perifer dan diteruskan ke otak).
Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a) Analgesik Nonopioid/Perifer (Non-Opioid Analgesics)
Secara farmakologis praktis dibedakan atas kelompok salisilat (asetosal,
diflunisal) dan non salisilat. Sebagian besar sediaan–sediaan golongan non
salisilat ternmasuk derivat as. Arylalkanoat (Gilang, 2010).
b) Analgesik Opioid/Analgesik Narkotika
Analgesik opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti
opium atau morfin. Golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau
menghilangkan rasa nyeri. Tetap semua analgesik opioid menimbulkan
adiksi/ketergantungan.
Ada 3 golongan obat ini yaitu (Medicastore,2006) :
1. Obat yang berasal dari opium-morfin
2. Senyawa semisintetik morfin
3. Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.