Keterangan (1). Rektum dilapisi mukosa usus (2). Lapisan otot sirkuler dinding rectum (3).
Lapisan otot longitudinal dinding rektum( 4). Tulang panggul (5). m.obturator internus (6). m.levator
anus (7). m.pubo-rektal (8). m.sfingter internus (9). m.sfingter externus (10). Garis atas-sfingter (dari
hilton ) merupakan perbatasan antara sfingter intern dan ekstern yang dapat diraba (11). Tonjolan
rektum atau kolumna morgagni dengan muara kelenjar rektum diantaranya di dalam kripta (12).
Garis mokokuktan atau linea pektinata merupakan perbatasan antara selaput lendir (=mukosa)
rektum dan kutis (=kulit) anus (13). Kanalis analis dengan epitel gepeng.
Normalnya, kelenjar rektum yang terdapat di kripta antar kolumna rektum berfungsi
sebagai barrier terhadap lewatnya mikroorganisme penyebab infeksi yang berasal dari lumen
usus ke daerah perirektal. Kelenjar ini mengeluarkan semacam lendir, berguna sebagai
pelicin/ lubrikasi. Saluran ini memiliki klep satu arah agar produksi bisa keluar tapi feses
tidak bisa masuk. Terhalangnya jalan keluar produksi dari kelenjar ini akibat stasis
menyebabkan kuman dan cairan feses masuk ke dalam kelenjar. Feses yang banyak
kumannya berkembang biak ke dalam kelenjar, membentuk peradangan yang jadi abses.
Abses akan mencari jalan keluar dan membentuk semacam pipa yang menembus kulit.
Akibatnya, kulit jadi tampak seperti bisul lalu pecah. Pecahan ini tidak bisa menutup karena
1
nanah selalu keluar dan tidak bisa kering karena berhubungan dengan feses. Kondisi ini bisa
berlangsung berbulan-bulan hingga bertahun-tahun.
3. Etiologi
a. idiopatik
b. iritasi akibat diare
c. cedera partus
d. penggunaan laksative
e. iatrogenik
f. inflammatory bowel diseases
g. sexually transmitted diseases
4. patofisiologi
Feses yang keras dan menimbulkan rasa sakit saat BAB bisa mengakibatkan
sphincter spasme. Yakni, reaksi dubur karena sakit dan terus berkontraksi. Bila tiap
BAB sakit, penderita akan menahan BAB. Akibatnya, berak makin keras dan feses
makin sulit keluar sehingga membuat robekan di daerah anal. fissure menimbulkan
nyeri dan pendarahan selama atau segera setelah BAB. Rasa nyeri berlangsung
beberapa menit hingga beberapa jam, lalu menghilang sampai saat BAB berikutnya.
Gatal-gatal (pruitus ani) dan berbau busuk mungkin terjadi karena adanya nanah dari
luka robek.
Anus fisura umumnya diikuti pendarahan meski tak sebanyak pada penderita
wasir. Dan terjadi juga peradangan di daerah luka sehingga terbentuk perianal abses
dan akhirnya menjadi fissura.
5. Komplikasi
• Retensi urin
• Pendarahan
• Impaksi tinja
• Thrombosed wasir
6. Manifestasi klinik
Biasanya ada riwayat konstipasi. Pada beberapa bagian penderita akan merasa
nyeri pasa saat mengejan, yang bisa sesuai dengan kejadian pembentukam fisura yang
sebenarnya setelah lewatnya tinja yang keras. Kemudian, disamping penyebab primer
konstipasi, penderita menjadi penahan tinja yang mencoba menahan rasa ingin buang
air besar karena takut nyeri. Keadaan ini akan memperburuk konstipasi, dan akhirnya
tinja yang lebih keras dan lebih besar lewat yang menciptakan lingkaran setan. Nyeri
pada saat buang air besar dan darahsegar pada permukaan tinja dapat dilihat.
7. Pemeriksaan diagnostik
- Fistulografi Ultrasound endoanal / endorektal
- MRI
- CT- Scan
- Barium Enema
- Anal Manometri
2
B. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
a) Data Demografi
b) Riwayat Kesehatan
c) Pemeriksaan Fisik
d) Pola Sehat Fungsional
2. Analisis Data/Pathways
Nyeri
Konstipasi
3
Ulkus
Perdarahan
Ansietas
4
Cedera Kelahiran Trauma Lakstif berlebih
Ulkus / fisura
Odematou
s
Anxieta Resiko
s infeksi
Pendarahan
terus terjadi
Gangguan Kekurangan
perfusi volume cairan
jaringan
5
3. Diagnosa keperawatan
1) Nyeri b/d proses penyakit
2) Gangguan Pola Eliminasi;konstipasi b/d ulkus
3) Ansietas b/d perdarahan
4. Intervensi keperawatan
DX NOC NIC
I Setelah dilakukan intervensi 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
keperawatan selama 3x 24 jam , menyeluruh
diharapkan: 2. Observasi ketidak nyamanan
1. Melaporkan nyeri berkurang 3. ajarkan untuk teknik nonfarmakologi misal
atau hilang relaksasi, terapi musik.
2. Frekuensi nyeri berkurang 5. Kolaborasi : pemberian Analgetik sesuai
3. Lamanya nyeri berlangsung indikasi
6
DAFTAR PUSTAKA
Basavanthappa, B.T. 2018. Medical Surgical Nursing. New Delhi : Jaypee. 111-134.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jld.II, Jakarta: BP FKUI.
University IOWA. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). Fourth Edition. Mosby
Elsevier.
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 4.
Jakarta:EGC.
Samsuhidajat, R. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku