Anda di halaman 1dari 7

SIFAT-SIFAT MUKMIN SEJATI DALAM AL-QUR`AN

Dalam al-Qur’ân, Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa orang Mukmin yaitu orang yang
mengakui dan mengimani semua pokok akidah, menginginkan dan melakukan apa Allâh Azza wa
Jalla sukai dan ridhai, meninggalkan semua perbuatan maksiat dan bergegas untuk bertaubat dari
perbuatan dosa yang dia lakukan. Allâh Azza wa Jalla juga menyebutkan bahwa keimanan mereka
memberikan dampak positif pada akhlak, perkataan dan tindak-tanduk mereka.

Allâh Azza wa Jalla telah menyebutkan sifat kaum Mukminin itu yaitu yang beriman kepada
semua rukun iman, mendengar dan taat serta patuh, baik secara lahir maupun batin. Allâh Azza wa
Jalla juga menyebutkan sifat mereka yang lain dalam firman-Nya :

Sifat-sifat lain yang Allâh Azza wa Jalla sebutkan yaitu jika mendengar ayat-ayat Allâh
Azza wa Jalla dan mengingat Allâh Azza wa Jalla mereka gemetar, menangis namun hati mereka
lembut dan tenang; mereka senantiasa takut kepada Rabb mereka; khusyu’ dalam shalat, menjauh
dari perbuatan sia-sia, menunaikan zakat, menjaga kemaluan, memberikan persaksian yang benar
dan menunaikan amanah.

Allâh Azza wa Jalla juga menyatakan bahwa diantara sifat kaum Mukminin adalah yakin
dengan sepenuh hati tanpa ada ragu sedikitpun, berjihad di jalan Allâh Azza wa Jalla dengan harta
dan jiwa raga mereka dan mereka ikhlas dalam semua perbuatan mereka, cinta kepada sesama kaum
Mukminin, mendoakan kebaikan untuk kaum Mukminin di masa lalu dan yang akan datang,
berusaha menghilangkan kebencian terhadap kaum Muslimin dari hati mereka, senantiasa loyal
kepada Allâh Azza wa Jalla , Rasul-Nya dan kaum Muslimin serta berlepas diri dari semua musuh
Islam, menyuruh melakukan yang ma’ruf dan meninggalkan kemungkaran dan mereka senantiasa
taat kepada Allâh Azza wa Jalla dan Rasul-Nya dalam segala kondisi.

1. Banyak bersyukur (syakur)


َ ‫َو مَ ا ب ِ ك ُ مْ ِم ْن ن ِ ع ْ مَ ةٍ ف َ ِم‬
ِ ‫ن للا‬
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah
(datangnya)…” (QS. An-Nahl, 16: 53)
Kenikmatan tersebut tak terhingga banyaknya,
ْ ُ ‫َو إ ِ ْن ت َ ع ُ د ُّ ْو ا ن ِ ع ْ مَ ة َ للا ِ ال َ ت‬
‫ح ص ُ ْو ه َ ا‬
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya.” (QS. An-Nahl, 16: 18)
Maka seorang mu’min hendaknya tidak lepas dari sikap syukur ini, karena kehidupan
ibarat roda yang berputar yang harus dihadapi dengan dua sikap: syukur atau sabar.

2. Banyak bersabar (shabur)

 Sabar Menerima Cobaan Hidup. Seperti lapar, haus, rasa sakit dan kerugian harta.
Mengenai hal ini Allah Ta’ala berfirman,

ِ‫س َو الث َّ مَ َر ا ت‬ ِ ُ ‫ن األ َ مَ َو ا لِ َو األن ف‬ َ ِ‫ص م‬ ٍ ْ ‫وف َو ا ل ْ جُ وع ِ َو ن َ ق‬ ْ َ‫ن ا ل ْ خ‬ َ ِ ‫َو ل َ ن َ ب ْ ل ُ َو ن َّ ك ُ مْ ب ِ ش َ يْ ٍء م‬


‫ن‬ َّ ِ ‫ص ي ب َ ة ٌ ق َ ال ُ وا إ ِ ن َّ ا‬
َ ‫ّلِل ِ َو إ ِ ن َّ ا إ ِ ل َ ي ْ هِ َر ا ِج ع ُ و‬ ِ ُ‫ن إ ِ ذ َ ا أ َ ص َ ا ب َ ت ْ ه ُ م ْ م‬
َ ‫ن ا ل َّ ذِ ي‬
َ ‫َو ب َ ش ِ ِر ال ص َّ ا ب ِ ِر ي‬

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit


ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan: ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi
raaji’uun’” (QS. Al-Baqarah, 2: 155 – 156)

 Sabar dari Keinginan Hawa Nafsu. Yakni keinginan kepada segala macam
kenikmatan hidup, kesenangan dan kemegahan dunia. Segala keinginan tersebut
harus kita kendalikan dengan kesabaran agar tidak menyebabkan lalai dari
mengingat Allah Ta’ala,

َّ ‫ن آ مَ ن ُ وا َال ت ُ ل ْ ِه ك ُ مْ أ َ ْم َو ال ُ ك ُ مْ َو َال أ َ ْو َال د ُ ك ُ مْ ع َ ْن ذِ ك ْ ِر‬


‫ّللا ِ َو مَ ْن ي َ ف ْ ع َ لْ ذ َ ل ِ َك‬ َ ‫ي َ ا أ َ ي ُّ ه َ ا ا ل َّ ذِ ي‬
َ ‫ف َ أ ُو ل َ ئ ِ َك ه ُ م ُ ا ل ْ خَ ا سِ ُر و‬
‫ن‬

“Hai orang-orang beriman, janganlah hartamu dan anak-anakmu melalaikan


kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah
orang-orang yang merugi.” (QS. Al-Munafiqun, 63: 9)

 Sabar dalam Taat Kepada Allah Ta’ala.Yakni bersungguh-sungguh menghadapi


rintangan yang menggoda, baik dari dalam maupun dari luar diri kita, seperti
rasa malas, mengantuk dan kesibukan yang menyita waktu untuk beribadah.

‫ض َو مَ ا ب َ ي ْ ن َ ه ُ مَ ا ف َ ا ع ْ ب ُ دْ ه ُ َو ا صْ ط َ ب ِ ْر ل ِ ِع ب َ ا د َ ت ِ هِ ه َ لْ ت َ ع ْ ل َ م ُ ل َ ه ُ س َ ِم ي ًّ ا‬
ِ ‫األ َ ْر‬
ْ ‫ب ال س َّ مَ ا َو ا تِ َو‬
ُّ ‫َر‬

“Tuhan (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara
keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya.
Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut
disembah)?” (QS. Maryam, 19: 65)
 Sabar dalam Berdakwah. Hal ini sebagaimana dinasihatkan oleh Luqman
kepada anaknya yang disebutkan di dalam Al-Qur’an,

َّ ِ ‫ن ا ل ْ مُ ن ْ ك َ ِر َو ا صْ ب ِ ْر ع َ ل َ ى مَ ا أ َ ص َ ا ب َ َك إ‬
‫ن‬ ِ ‫ي َ ا ب ُ ن َ يَّ أ َ ق ِ ِم ا ل ص َّ ََل ة َ َو أ ْ مُ ْر ب ِ ا ل ْ مَ ع ْ ُر و‬
ِ َ ‫ف َو ا ن ْ ه َ ع‬
ِ ُ‫ذ َ ل ِ َك ِم ْن ع َ ْز ِم ا ْأل ُ م‬
‫ور‬

“Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang


baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap
apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang
diwajibkan (oleh Allah).” (QS. Luqman, 31: 17)

 Sabar dalam Perang. Allah Ta’ala berfirman,

َ ‫ّللا َ ل َ ع َ ل َّ ك ُ مْ ت ُ ف ْ ل ِ حُ و‬
‫ن‬ َ ‫ي َ ا أ َ ي ُّ ه َ ا ا ل َّ ذِ ي‬
َّ ‫ن آ مَ ن ُ وا ا صْ ب ِ ُر وا َو ص َ ا ب ِ ُر وا َو َر ا ب ِ ط ُ وا َو ات َّ ق ُ وا‬
“Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah
kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah
kepada Allah, supaya kamu beruntung.” (QS. Ali Imran, 3: 200)

 Sabar dalam Pergaulan. Salah satu prinsip yang diajarkan Islam dalam
pergaulan disebutkan di dalam ayat berikut,

ِ‫ّللا ُ ف ِ ي ه‬ ْ َ ‫ن ف َ ع َ س َ ى أ َ ْن ت َ ك ْ َر ه ُ وا ش َ ي ْ ئ ًا َو ي‬
َّ َ ‫ج ع َ ل‬ َّ ُ ‫ف ف َ إ ِ ْن ك َ ِر ه ْ ت ُ مُ و ه‬
ِ ‫ن ب ِ ا ل ْ مَ ع ْ ُر و‬
َّ ُ ‫َو ع َ ا شِ ُر و ه‬
َ َ
‫خ ي ْ ًر ا ك ث ِ ي ًر ا‬

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai
sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An Nisa’,
4: 19)

3. Penyantun (Ra'uf)
Sifat ra’uf dan rahim adalah bagian dari sifat Allah Ta’ala sebagaimana
disebutkan dalam ayat berikut ini,

ٌ ‫اس ل َ َر ء ُ و‬
ٌ ‫ف َر ِح ي م‬ ِ َّ ‫ّللا َ ب ِ ال ن‬
َّ ‫ن‬َّ ِ ‫إ‬

“Sesungguhnya Allah benar-benar amat Pengasih lagi Maha Penyayang kepada


manusia.” (QS. Al-Baqarah, 2: 143)

Kedua sifat ini pun dinisbatkan oleh Allah Ta’ala kepada pribadi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ٌ ‫ل َ ق َ دْ جَ ا ء َ ك ُ مْ َر س ُ و ل ٌ ِم ْن أ َ ن ْ ف ُ سِ ك ُ مْ ع َ ِز ي ٌز ع َ ل َ ي ْ هِ مَ ا ع َ ن ِ ت ُّ مْ حَ ِر‬
ْ‫يص ع َ ل َ ي ْ ك ُ م‬
ٌ ‫ف َر ِح ي م‬ ٌ ‫ن َر ء ُ و‬ َ ‫ب ِ ا ل ْ مُ ْؤ ِم ن ِ ي‬

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa
olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu,
amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-
Taubah, 9: 128)

4. Penyayang (rahim)
5. Arif (halim)
Al-Halim adalah salah satu nama dan sifat Allah Ta’ala. Asy-Syaikh As-
Sa’di rahimahullah dalam Syarh Al-Asma’ul Husna menyebutkan bahwa Al-
Halim maknanya adalah penyantun yang sempurna, yang sifat santun-Nya juga
mencakup orang-orang kafir dan fasiq serta ahli maksiat. Dia menahan hukuman-Nya
terhadap orang-orang yang berbuat zalim untuk memberi tempo agar mereka
bertaubat.

Al-Halim juga bermakna Yang terus memberikan nikmat-nikmat kepada


makhluk-Nya, lahir maupun batin, walaupun mereka berbuat maksiat dan banyak
kesalahan. Allah Ta’ala tidak segera membalas orang-orang yang bermaksiat, namun
Dia memberi mereka waktu agar bertaubat dan kembali.[2]

Orang-orang yang yang ingin melakukan tazkiyah akan meneladani sifat-sifat


Allah Ta’ala tersebut, sehingga mereka senantiasa bersikap lembut, santun, murah
hati, dan toleran.

6. Banyak bertaubat (awwab)


Manusia adalah makhluk yang lemah. Mereka -tanpa kecuali- seringkali
berbuat khilaf dan salah. Namun di dalam ajaran Islam, orang yang baik itu bukanlah
orang yang tidak pernah berbuat khilaf dan salah; akan tetapi menurut Islam orang
yang baik itu adalah orang yang jika terlanjur berbuat salah ia segera bertaubat
kepada Allah Ta’ala.

Bahkan salah satu ciri orang bertakwa yang disebutkan di dalam Al-Qur’an adalah:

َّ ‫ن إ ِ ذ َ ا ف َ ع َ ل ُ وا ف َ ا ِح ش َ ة ً أ َ ْو ظ َ ل َ مُ وا أ َ ن ْ ف ُ س َ ه ُ مْ ذ َ ك َ ُر وا‬
ْ‫ّللا َ ف َ ا س ْ ت َ غ ْ ف َ ُر وا ل ِ ذ ُ ن ُ و ب ِ ِه م‬ َ ‫َو ا ل َّ ذِ ي‬
‫ن‬ َ
َ ‫ص ُّر وا ع َ ل َ ٰى مَ ا ف ع َ ل ُ وا َو ه ُ مْ ي َ ع ْ ل َ مُ و‬ ِ ُ ‫ّللا ُ َو ل َ مْ ي‬
َّ ‫ب إ ِ َّال‬ ُّ ْ
َ ‫َو مَ ْن ي َ غ ف ِ ُر ال ذ ن ُ و‬
“Dan orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri
sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka
dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka
tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS. Ali
Imran, 3: 135)

Oleh karena itu, seseorang yang ingin mentazkiyah jiwanya hendaknya


berupaya memiliki sifatawwab ini. Mereka selalu sadar terhadap kekurangan dan
kesalahan yang diperbuatnya, lalu segera mengiringinya dengan taubat disertai
keyakinan bahwa Allah Ta’ala akan mengampuni dosa-dosanya.
7. Lemah lembut (awwah)
Dari Abdullah ibnu Syaddad ibnul Had mengatakan bahwa ketika
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamsedang duduk, seorang lelaki bertanya, “Wahai
Rasulullah, apakah makna al-awwah?” Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab: “ Orang yang sangat lembut hatinya. Allah Ta’ala telah
berfirman: “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi
penyantun.” (QS. At-Taubah : 114)

Dalam berbagai riwayat lain yang diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim
disebutkan bahwa al-awwahartinya: sangat lembut hatinya lagi banyak berdoa,
penyayang, mempunyai keyakinan, orang yang beriman lagi banyak bertaubat, orang
yang suka bertasbih (shalat), orang yang memelihara diri, yakni seseorang yang
berbuat dosa secara sembunyi-sembunyi, lalu ia bertobat dari dosanya itu dengan
sembunyi-sembunyi pula.

8. Jujur (shaduq)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memeritahkan kepada umatnya
untuk bersikap jujur.

‫ن ا ل ْ ب ِ َّر ي َ هْ دِ ى إ ِ ل َ ى ا ل ْ جَ ن َّ ةِ َو مَ ا‬ َّ ِ ‫ق ي َ هْ دِ ى إ ِ ل َ ى ا ل ْ ب ِ ِر َو إ‬ َ ْ‫الص د‬
ِ َّ ِ ‫الص دْ ق ِ ف َ إ‬
‫ن‬ ِ ِ ‫ع َ ل َ ي ْ ك ُ مْ ب‬
ً
ْ‫ص د ِ ي ق ا َو إ ِ ي َّ ا ك ُ م‬ ِ ِ ‫ّللا‬ ْ
َّ َ ‫ع ن د‬ ِ ‫ب‬ َ َ ‫ق حَ ت َّ ى ي ُ ك ْ ت‬ َ ْ‫الص د‬ ِ ‫ي َ َز ا ل ُ ال َّر جُ ل ُ ي َ صْ د ُ قُ َو ي َ ت َ حَ َّر ى‬
‫ار َو مَ ا‬ َّ َ
ِ ‫ن ا ل ف جُ و َر ي َ هْ دِ ى إ ِ ل ى ال ن‬ ُ ْ َّ ِ ‫ور َو إ‬ ْ
ِ ُ ‫ب ي َ ه ْ دِ ى إ ِ ل َ ى ا ل ف ج‬
ُ َ ِ‫ن ا ل ْ ك َ ذ‬َّ ِ ‫ب ف َ إ‬
َ ِ‫َو ا ل ْ ك َ ذ‬
‫ّللا ِ ك َ ذ َّ ا ب ً ا‬
َّ َ ‫ب عِ ن ْ د‬ َ َ ‫ب حَ ت َّ ى ي ُ كْ ت‬ َ ِ‫ب َو ي َ ت َ حَ َّر ى ا ل ْ ك َ ذ‬ ُ ِ‫ي َ َز ا ل ُ ال َّر جُ ل ُ ي َ ك ْ ذ‬

“Kalian wajib berlaku jujur. Sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan


kepada kebajikan (ketakwaan) dan sesungguhnya ketakwaan akan mengantarkan
kepada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan selalu berusaha untuk
jujur maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang shiddiiq (yang sangat
jujur). Kalian harus menjauhi kedustaan. Sesungguhnya kedustaan itu akan
mengantarkan kepada perbuatan dosa dan sesungguhnya dosa itu akan
mengantarkan kepada neraka. Jika seseorang senantiasa berdusta dan selalu
berusaha untuk berdusta, maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang
kadzdzaab (suka berdusta).” (HR Al-Bukhari no. 6094 dan Muslim no. 2607/6637)

Bersikap jujur tidaklah mudah; ia membutuhkan kekuatan iman yang prima.


Diantara upaya melatih kejujuran adalah dengan cara zuhud terhadap dunia dan
menahan diri dari mengikuti orang-orang yang ingkar; hal ini karena kedustaan
biasanya berawal dari sikap cinta kepada dunia

9. Amanah (amin)
Yakni dapat diandalkan karena jujur dan tidak suka berbuat curang atau
menipu. Sifat ini adalah sifat para rasul. Dalam sirah nabawiyah kita mengetahui
bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi gelar al-amin, karena
memiliki sifat amanah dan terpercaya. Di dalam Al-Qur’an pun dapat kita temukan
beberapa ayat dimana para rasul menyipati dirinya sebagai al-amin. Nabi Nuh
berkata kepada kaumnya,

ٌ ‫ إ ِ ن ِ ي ل َ ك ُ مْ َر س ُ و ل ٌ أ َ ِم ي‬. ‫ن‬
‫ن‬ َ ‫ أ َ ال ت َ ت َّ ق ُ و‬.

“Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya Aku adalah seorang Rasul


kepercayaan (yang diutus) kepadamu”(QS. Al-Syu’ara, 26 : 106-107).

Nabi Nuh mengatakan hal tersebut di atas sebagai bentuk keheranannya atas
kesyirikan yang dilakukan kaumnya, padahal sudah dilarang olehnya dan dia
termasuk orang yang dikenal terpercaya dan tidak pernah dicurigai oleh kaumnya.[3]

Akibatnya, melekatlah sifat-sifat buruk padanya dan jadilah ia orang yang rugi dunia dan
akhirat. Sifat-sifat buruk itu antara lain:
1. Suka tergesa-gesa ('ajulan)
2. Banyak berkeluh kesah (halu'an)
3. lalai (ghafilan)
4. Melampaui batas (thagiyan)
5. Pelit (Qaturan)
6. Kufur/ingkar (kafuran)
7. Banyak mendebat/membantah (kanudan)
8. Sangat zalim (zhaluman)
9. Sangat bodoh (jahulan)
Pada akhir bahasan ini marilah kita renungkan hadis dari rasulullah SAW berikut ini:

Orang yang dungu/lemah adalah orang yang memperturutkan dirinya pada hawa
nafsunya dan kemudian berangan-angan mendapatkan surga dari Allah (H.R. Muslim)
10.

Read more https://almanhaj.or.id/3651-sifat-sifat-mukmin-sejati-dalam-al-quran.html

Anda mungkin juga menyukai