Anda di halaman 1dari 6

TUGAS KASUS PELANGGARAN ETIKA PROFESI AUDITOR

“KASUS PAILIT PT. METRO BATAVIA ( BATAVIA AIR )”

MATA KULIAH : AUDTING/ RABU/ 11.00/ N.3.6

DOSEN PENGAMPU : ZULAIKA PUTRI R, SE, M.Si

KELOMPOK 5 (LIMA)

NAMA ANGGOTA :

1. MIA KRISMONIA DEWI B. 211.16.0033


2. SHELA ISTIQOMAH B. 211.16.0038
3. SITI VITA NUR AFIFAH B. 211.16.0106
4. SITI MASLACHAH B. 211.16.0107
5. SYIFA AULIA NABILA B. 211.16.0121
6. DHIYA ULHAQ B. 211.16.0125
7. JUMIATI B. 211.16.0160
8. MEITRI YANA B. 211.16.0185

PROGAM STUDI S1 AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SEMARANG

2018

Kasus Pelanggaran Etika Profesi Akuntansi pada PT. Metro Batavia


KASUS PAILIT PT. METRO BATAVIA ( BATAVIA AIR )

Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan putusan

Nomor 77 mengenai pailit, PT Metro Batavia (Batavia Air) dinyatakan pailit. “Yang menarik

dari persidangan ini, Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 30 Januari 2013.

Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force

majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation

(ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk

mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember

2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau

peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC

mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang

sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.

Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti dan utang oleh

Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada

beberapa pertimbangan pengadilan. Pertimbangan-pertimbangan itu adalah adanya bukti utang,

tidak adanya pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsure tersebut, maka

ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.

Jika menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus

bisa menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak

dapat membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. “Kalau

tidak mengajukan, maka pailit tetap,”


Batavia Air pasrah dengan kondisi ini. Artinya, kata dia, Batavia Air sudah menghitung

secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan,

maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan.

Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti meminta pada

Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli

tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara

seluruh Indonesia, Kamis (31/1).

“Kepada Batavia Air kami minta besok mereka untuk standby di lapangan Bandara di

seluruh Indonesia? Untuk memberi penjelasan dan menangani penumpang-penumpang itu. Jadi

kami minta mereka untuk stay di sana,” ujar Herry saat mengelar jumpa pers di kantornya,

Jakarta, Rabu malam (30/1).

Herry mengatakan pemberitahuan ini sudah disampaikan kepada Batavia Air. “Kami

sudah kirim informasi ini ke bandara-bandara yang ada untuk melakukan antisipasi besok di

bandara (31/1),” imbuh Herry.

Menurut Herry, meskipun pangsa pasar Batavia Air tidak banyak tapi menurut siaga di

bandara itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi kebingungan pelanggan serta meminimalisir

tudingan-tudingan bahwa pihak Batavia tidak bertanggungjawab.

 Analisis dan Pelanggaran Kasus


Batavia Air (nama resmi: PT. Metro Batavia) adalah salah satu dari maskapai

penerbangan di Indonesia. Batavia Air mulai beroperasi pada tanggal 5 Januari 2002,

memulai dengan satu buah pesawat Fokker F28 dan dua buah Boeing 737-200. Batavia Air

memiliki kode IATA: Y6 dan kode ICAO: BTV serta tanda panggil (callsign): “Batavia Air”.

Dalam kasus ini ditemukan suatu pelanggaran prinsip-prinsip etika profesi akuntansi berupa

tanggung jawab profesi. . Kasus ini berawal dari Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari

International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air

kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.

Dimana Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utangnya karena “force majeur”

kepada ILFC yang telah mengajukan gugatan bernilai US$ 4,68 juta, dengan jatuh temponya

pada tanggal 13 Desember 2012. Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon,

telah ditemukan bukti dan utang oleh Batavia Air. Jika menggunakan dalil “force majeur”

untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus bisa menyebutkan adanya syarat-syarat

kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak dapat membuktikannya. Batavia Air

pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. Jika tidak bisa memberikan buktinya maka

kan dipailit tetap.

Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit Dari semua

unsur tersebut, maka ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.

Pada tanggal 31 Januari 2013, Batavia Air berhenti beroperasi karena dinyatakan pailit oleh

Pengadilan Niaga Jakarta Pusat.

 Solusi
Dalam menghindari terjadinya kepailitan perusahaan, yang terjadi di Indoensia.

Terutama Industri penerbangan udara , perlu adanya campur tangan dari pemerintah dalam

hal regulasi struktur keuangan perusahaan, misalnya peraturan mengenai jumlah dana

cadangan yang harus dimiliki perusahaan. Lalu, pemerintah harus memiliki instrument yang

kuat menilai kinerja perusahaan misalnya, melalui pembentukan tim khusus untuk

mengevaluasi laporan keuangan yang masuk dari perusahaan. Hal ini dikarenakan laporan

keuangan bisa saja dibuat oleh suatu perusahaan yang berbeda tergantung dari kebutuhan.

Lalu, menurut Soeharto pemerintah harus memperketat pengawasa terhdapa kinerja

keuangan atau aspek bisnis perusahaan penerbangan. Soeharto juga menyarankan agar

Kementerian Perhubungan untuk menyusun kriteria kesehetan dari Keuangan Penerbangan

Perusahaan. Sehingga, secara dini bisa diketahui indikasi kearah kebangkrutan maskapai

tersebut. Hal ini, dilaksanakan agar kasus kepailitan perusahaan yang ada Indonesia terutama

maskapai penerbangan bisa dicegah dan tidak sampai terjadi.

 Pendapat

Dari kasus tersebut saya berpendapat bahwa sudah seharusnya diadakan audit terhadap

kesehatan maskapai penerbangan di Indonesia. Karena Batavia Air mengalami kepailitan

yang disebabkan kurangnya manajemen yang baik dalam pengambilan keputusan. Batavia

Air tidak bisa membayarkan hutang atas penyewaan pesawat Airbus dari International

Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Hutang yang bertujuan untuk

mengembangkan perusahaan kalah dalam memenangkan tender. Justru berbalik menjadi

bomerang bagi pihak Batavia Air yang menyebabkan kepailitan bagi perusahaan tersebut.
Referensi :

http://monikariany.blogspot.co.id/2015/09/kasus-pelanggaran-etika-profesi.html

https://bisnis.tempo.co/read/458040/ini-penyebab-batavia-air-dinyatakan-pailit

http://anitaayud.blogspot.com/2017/10/etika-profesi-akuntansi-kasus-pailitnya.html

Anda mungkin juga menyukai