KELOMPOK 5 (LIMA)
NAMA ANGGOTA :
UNIVERSITAS SEMARANG
2018
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Bagus Irawan, menyatakan berdasarkan putusan
Nomor 77 mengenai pailit, PT Metro Batavia (Batavia Air) dinyatakan pailit. “Yang menarik
dari persidangan ini, Batavia mengaku tidak bisa membayar utang,” ujarnya, seusai sidang di
Ia menjelaskan, Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utang karena “force
majeur”. Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari International Lease Finance Corporation
(ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk
Gugatan yang diajukan ILFC bernilai US$ 4,68juta, yang jatuh tempo pada 13 Desember
2012. Karena Batavia Air tidak melakukan pembayaran, maka ILFC mengajukan somasi atau
peringatan. Namun karena maskapai itu tetap tidak bisa membayar utangnya, maka ILFC
mengajukan gugatan pailit kepada Batavia Air di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pesawat yang
sudah disewa pun menganggur dan tidak dapat dioperasikan untuk menutup utang.
Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon, ditemukan bukti dan utang oleh
Batavia Air. Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit. Ada
tidak adanya pembayaran utang, serta adanya kreditur lain. Dari semua unsure tersebut, maka
Jika menggunakan dalil “force majeur” untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus
bisa menyebutkan adanya syarat-syarat kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak
dapat membuktikannya. Batavia Air pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. “Kalau
secara finansial jumlah modal dan utang yang dimiliki. Ia pun menuturkan, dengan dipailitkan,
maka direksi Batavia Air tidak bisa berkecimpung lagi di dunia penerbangan.
Batavia Air untuk memberikan informasi pada seluruh calon penumpang yang sudah membeli
tiket. Agar informasi ini menyebar secara menyeluruh, Batavia Air diharus siaga di bandara
“Kepada Batavia Air kami minta besok mereka untuk standby di lapangan Bandara di
seluruh Indonesia? Untuk memberi penjelasan dan menangani penumpang-penumpang itu. Jadi
kami minta mereka untuk stay di sana,” ujar Herry saat mengelar jumpa pers di kantornya,
Herry mengatakan pemberitahuan ini sudah disampaikan kepada Batavia Air. “Kami
sudah kirim informasi ini ke bandara-bandara yang ada untuk melakukan antisipasi besok di
Menurut Herry, meskipun pangsa pasar Batavia Air tidak banyak tapi menurut siaga di
bandara itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi kebingungan pelanggan serta meminimalisir
penerbangan di Indonesia. Batavia Air mulai beroperasi pada tanggal 5 Januari 2002,
memulai dengan satu buah pesawat Fokker F28 dan dua buah Boeing 737-200. Batavia Air
memiliki kode IATA: Y6 dan kode ICAO: BTV serta tanda panggil (callsign): “Batavia Air”.
Dalam kasus ini ditemukan suatu pelanggaran prinsip-prinsip etika profesi akuntansi berupa
tanggung jawab profesi. . Kasus ini berawal dari Batavia Air menyewa pesawat Airbus dari
International Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Namun, Batavia Air
kemudian tidak memenuhi persyaratan untuk mengikuti tender yang dilakukan pemerintah.
Dimana Batavia Air mengatakan tidak bisa membayar utangnya karena “force majeur”
kepada ILFC yang telah mengajukan gugatan bernilai US$ 4,68 juta, dengan jatuh temponya
pada tanggal 13 Desember 2012. Dari bukti-bukti yang diajukan ILFC sebagai pemohon,
telah ditemukan bukti dan utang oleh Batavia Air. Jika menggunakan dalil “force majeur”
untuk tidak membayar utang, Batavia Air harus bisa menyebutkan adanya syarat-syarat
kondisi itu dalam perjanjian. Namun Batavia Air tidak dapat membuktikannya. Batavia Air
pun diberi kesempatan untuk kasasi selama 8 hari. Jika tidak bisa memberikan buktinya maka
Sehingga sesuai aturan normatif, pengadilan menjatuhkan putusan pailit Dari semua
unsur tersebut, maka ketentuan pada pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Kepailitan terpenuhi.
Pada tanggal 31 Januari 2013, Batavia Air berhenti beroperasi karena dinyatakan pailit oleh
Solusi
Dalam menghindari terjadinya kepailitan perusahaan, yang terjadi di Indoensia.
Terutama Industri penerbangan udara , perlu adanya campur tangan dari pemerintah dalam
hal regulasi struktur keuangan perusahaan, misalnya peraturan mengenai jumlah dana
cadangan yang harus dimiliki perusahaan. Lalu, pemerintah harus memiliki instrument yang
kuat menilai kinerja perusahaan misalnya, melalui pembentukan tim khusus untuk
mengevaluasi laporan keuangan yang masuk dari perusahaan. Hal ini dikarenakan laporan
keuangan bisa saja dibuat oleh suatu perusahaan yang berbeda tergantung dari kebutuhan.
keuangan atau aspek bisnis perusahaan penerbangan. Soeharto juga menyarankan agar
Perusahaan. Sehingga, secara dini bisa diketahui indikasi kearah kebangkrutan maskapai
tersebut. Hal ini, dilaksanakan agar kasus kepailitan perusahaan yang ada Indonesia terutama
Pendapat
Dari kasus tersebut saya berpendapat bahwa sudah seharusnya diadakan audit terhadap
yang disebabkan kurangnya manajemen yang baik dalam pengambilan keputusan. Batavia
Air tidak bisa membayarkan hutang atas penyewaan pesawat Airbus dari International
Lease Finance Corporation (ILFC) untuk angkutan haji. Hutang yang bertujuan untuk
bomerang bagi pihak Batavia Air yang menyebabkan kepailitan bagi perusahaan tersebut.
Referensi :
http://monikariany.blogspot.co.id/2015/09/kasus-pelanggaran-etika-profesi.html
https://bisnis.tempo.co/read/458040/ini-penyebab-batavia-air-dinyatakan-pailit
http://anitaayud.blogspot.com/2017/10/etika-profesi-akuntansi-kasus-pailitnya.html