Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS MILIER

1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman
Mycobacterium sistem sehingga dapat mengenai hampir semua organ
tubuh, dengan lokasi terbanyak diparu yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Arief, 2001:459).
Tuberculosis Milier disebabkan penyebaran TB dalam jumlah
besar melalui aliran darah karena daya tahan pasien lemah untuk
membunuh kuman-kuman tersebut (disebut “milier) karena luka-luka kecil
pada paru tampak sebagai butiran gandum.(Crofton, 2002)
Tuberkulosis Milier adalah suatu bentuk tuberkulosa paru dengan
terbentuknya granuloma. Granuloma yang merupakan perkembangan
penyakit dengan ukuran kurang lebih sama kelihatan seperti biji “Milet”
(sejenis gandum) berdiameter 1-2 mm. (Adwin, 2008).
Tuberkulosis Milier adalah jenis tuberculosis yang bervariasi dari
infeksi kronis, progresif lambat sehingga penyakit fulminan akut, ini
disebabkan oleh penyebaran hematogen atau limfogen dari bahan kaseosa
terinfeksi kedalam aliran darah dan mengenai banyak organ dengan
tuberkel-tuberkel mirip benih padi. (Diane, 2000 ).

2. Etiologi
Diperkirakan Tuberkulosis Milier yang terjadi pada orang dewasa
merupakan komplikasi infeksi primer atau TB primer dan TB kronis atau TB
post primer ( Crofton ,2002 :114 ).
 Infeksi Primer
Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang
belum mempunyai reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer
terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB. Droplet
yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem
pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan sehinga sampai di
alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil
berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang
mengakibatkan peradangan di dalam paru, saluran limfe akan
membawa kuman TB ke kelenjar limfe disekitar hilus paru, dan ini
disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin
dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer
tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh
(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut
dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian,
ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau
dormant (tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu
mengehentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa
bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita Tuberkulosis. Masa
inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi
sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.
 Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)
Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau
tahun sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh
menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang buruk. Ciri khas
dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan
terjadinya kavitas atau efusi pleura.

3. Manifestasi Klinis
Gejala TBC Milier timbul perlahan-lahan dan sifatnya tidak
spesifik. Umumnya Tuberkulosis Milier terjadi dalam waktu 1 tahun
setelah infeksi primer. Adapun gejala TBC Milier berupa: febris, letargi,
keringat malam, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun. Febris
yang bersifat turun naik sampai 400C dan berlangsung lama.
Menurut Somantri (2008 : 61) secara umum manifestasi klinis pada
penderita tuberkulosis paru:
a. Demam : Sub febris-febris (400 – 410C) hilang timbul
b. Batuk : Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus; batuk
ini membuang / mengeluarkan produksi radang,
dimulai dari batuk kering sampai batuk purulent
( menghasilkan sputum ).
c. Sesak nafas : Terjadi bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang
sampai setengah paru.
d. Malaise : Ditemukan berupa anoreksia, berat badan menurun,
sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam hari.

4. Patofisiologi
Infeksi awal karena seorang menghirup basil Mycobacterium.
tuberculosis. Bakteri menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu
berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan Mycobacterium
tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru
(lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke
bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari
paru-paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan
respons dengan melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag
melakukan aksi fagositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik
tuberculosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal.
Reaksi jaringan ini mengakibatkan terakumulasinya eksudat dalam alveoli
yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul dalam
waktu 2 minggu sampai 10 minggu setelah terpapar bakteri .Interaksi Mycobacterium
tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa awal infeksi
membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi
olah makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya akan berubah
bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tubercle. Materi yang terdiri atas makrofag dan bakteri
menjadi nekrotik yang selanjutnya membentuk materi yang
penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini akan menjadi
klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian bakteri
menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak
adekuat maka penyakit akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian
parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang sebelumnya
tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle
mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa di dalam
bronchus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel, dan
seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses
ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam
sel. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi menjadi lebih panjang
dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi
oleh limfosit (membutuhkan 10-120 hari). Daerah yang akan mengalami
nekrosis dan menyebar ke limfa hematogen lama kelamaan akan
menyebabkan Tuberculosis Milier (Mukty, 2000).
(Pathway terlampir)

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah rutin laju endapan darah (LED) normal atau
meningkat
b. Foto thorax posterior anterior (PA) menunjukkan adanya gambar badai
salju, bercak granuler milier pada kedua lapangan paru
c. Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada tahap
aktif penyakit
d. Pemeriksaan cairan cerebrospinal untuk menunjukkan TBC milier
disertai dengan meningitis.
e. Pemeriksaan biopsi untuk menunjukkan granuloma pada paru
6. Komplikasi
Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi, diantaranya :
1. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.
2. Komplikasi lanjut :
• Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca
Tubercolosis)
• Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor
pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, ARDS.

8. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu
1. Fase intensif (2-3 bulan) :
Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah
sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat
bakterisidal. Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi
pengurangan jumlah kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi
menjadi noninfeksi dalam waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan
sputum BTA positif akan menjadi negatif dalam waktu 2 bulan. Menurut
The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society, fase
awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5 mg/kgBB, Rifampisin 10
mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15 mg/kgBB.
2. Fase lanjutan (4-7 bulan).
Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang
lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase
lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut
The Joint Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase
lanjutan selama 4 bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis
paru dan ekstra paru. Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan
resistensi terhadap INH.
Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi.
Paduan pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat
untuk fase lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat
yang diberikan haruslah yang masih efektif.
Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat
tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan
Etambutol (Depkes RI, 2004).
Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO
menganjurkan panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori
didasarkan pada urutan kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu,
penderita dibagi dalam empat kategori sebagai berikut:
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita dengan
keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis,
pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan neurologis,
dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas, TB
usus, TB saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan minum obat
INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif),
dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam
seminggu ( tahap lanjutan ).
2. Kategori II ( HRZE/5H3R3E3 )
Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif.
diberikan kepada :
Penderita kambuh
Penderita gagal terapi
Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat
3. Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 )
Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas
dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I.
4. Kategori IV
Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah
karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.
Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :
Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat
Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)
Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas
bakteriostatis terhadap bakteri tahan asam.
Menurut Somantri (2008 : 63) jenis dan dosis obat :
a) Isoniazid ( INH)
Bersifat bakterisid dapat membunuh 90% kuman populasi kuman dalam
beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman
dalam metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang. Dosis
harian yang dianjurkan 5 mg/kh BB, efek samping kejang, anoreksia,
malaise, demam, nyeri epigastrik dan trombositopenik.
b) Rifamfisin
Bersifat bakterisid dapat membunuh kuman semidormant (persistent) yang
tidak dapat dibunuh oleh Isoniazid. Dosis 10 mg/kg BB diberikan sama
untuk pengobatan harian maupun intermitten 3x seminggu. Efek samping
demam, menggigil, anemia hemolitik, terdapat kerusakan hati yang berat,
dan supresi imunitas.
c) Pirazinomid
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan
suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB. Sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3x seminggu diberikan dengan dosis 3,5
mg/kgBB. Efek samping gangguan hari, gout anoreksia, mual-muntah,
malaise dan demam.
d) Streptomicin
Bersifat bakterisid, dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB. Sedangkan
untuk pengobatan intermitten 3x seminggu digunakan dosisi yang sama.
Efek samping vertigo, sempoyongan dan dapat menurunkan fungsi ginjal
e) Etambutol
Bersifat sebagai bakterisiostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15
mg/kgBB. Sedangkan untuk pengobatan intermitten 3x seminggu
digunakan dosis 30 mg/kgBB. Efek samping penurunan ketajaman
penglihatan, gout, gatal, nyeri sendi, sakit kepala dan nyeri perut.
Obat harus diberikan dalam kombinasi sedikitnya dua obat yang bersifat
bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Pengawasan ketat dalam tahap
intensif sangat penting untuk mencegah terjadinya ketebalan obat,
memberikan makanan yang bergizi yaitu makanan tinggi kalori tinggi
protein (TKTP ) agar nutrisi klien terpenuhi.
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian dengan TB Paru pada klien dewasa, meliputi :
1. Identitas
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan,
dan penanggung biaya.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB paru meminta
pertolongan dari tim kesehatan dapat dibagi menjadi dua golongan,
yaitu:
 Keluhan respiratoris, meliputi: Batuk, nonproduktif/ produktif atau
sputum bercampur darah, Batuk darah, seberapa banyak darah yang
keluar atau hanya berupablood streak, berupa garis, atau bercak-
bercak darah, Sesak napas, Nyeri dada
Tabrani Rab (1998) mengklasifikasikan batuk darah berdasarkan
jumlah darah yang dikeluarkan:
- Batuk darah masif, darah yang dikeluarkan lebih dari 600 cc/24 jam.
- Batuk darah sedang, darah yang dikeluarkan 250-600 cc/24 jam.
- Batuk darah ringan. Darah yang dikeluarkan kurang dari 250 cc/24
jam.
 Keluhan sistematis, meliputi: Demam, timbul pada sore atau malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin
panjang serangannya, sedangkan masa bebas serangan semakin
pendek, Keluhan sistemis lain: keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan, dan malaise.
b. Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat lebih memudahkan perawat
dalam melengkapi pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak napas, apakah sesak napas berkurang apabila
beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak napas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah
dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang
enak dalam melakukan pernapasan?
Region: di mana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak yang dirasakan klien?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak,
perlahan-lahan atau seketika itu juga, apakah timbul gejala secara terus-
menerus atau hilang timbul (intermitten), apa yang sedang dilakukan
klien saat gejala timbul, lama timbulnya (durasi), kapan gejala tersebut
pertama kali timbul (onset).
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukung adalah dengan mengkaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita TB paru, keluhan batuk lama pada
masa kecil, tuberkulosis dari organ lain, pembesaran getah bening, dan
penyakit lain yang memperberat TB paru seperti diabetes mellitus.
Tanyakan mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada
masa lalu yang relevan, obat-obat ini meliputi obat OAT dan antitusif.
Catat adanya efek samping yang terjai di masa lalu. Kaji lebih dalam
tentang seberapa jauh penurunan berat badan (BB) dalam enam bulan
terakhir. Penurunan BB pada klien dengan TB paru berhubungan erat
dengan proses penyembuhan penyakit serta adanya anoreksia dan mual
yang sering disebabkan karena meminum OAT.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi TB paru tidak diturunkan, tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota keluarga
lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.
e. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas
mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien. Perawat
mengumpulkan data hasil pemeriksaan awal klien tentang kapasitas
fisik dan intelektual saat ini. Data ini penting untuk menentukan tingkat
perlunya pengkajian psiko-sosio-spiritual yang seksama. Pada kondisi,
klien dengan TB paru sering mengalami kecemasan bertingkat sesuiai
dengan keluhan yang dialaminya.

2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru meliputi pemerikasaan
fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-
tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5
(Bowel), dan B6 (Bone) serta pemeriksaan yang focus pada B2 dengan
pemeriksaan menyeluruh system pernapasan.
Keadaan Umum dan Tanda-tanda Vital :
Keadaan umum pada klien dengan TB paru dapat dilakukan secara
selintas pandang dengan menilai keadaaan fisik tiap bagian tubuh. Selain
itu, perlu di nilai secara umum tentang kesadaran klien yang terdiri atas
compos mentis, apatis, somnolen, sopor, soporokoma, atau koma.
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi
napas meningkat apabila disertai sesak napas, denyut nadi biasanya
meningkat seirama dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya penyulit
seperti hipertensi.
B1 (Breathing)
Pemeriksaan fisik pada klien dengan TB paru merupakan pemeriksaan
fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
Inspeksi
Bentuk dada dan pergerakan pernapasan. Sekilas pandang klien
dengan TB paru biasanya tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior dibandingkan
proporsi diameter lateral. Apabila ada penyulit dari TB paru seperti adanya
efusi pleura yang masif, maka terlihat adanya ketidaksimetrian rongga
dada, pelebar intercostals space (ICS) pada sisi yang sakit. TB paru yang
disertai atelektasis paru membuat bentuk dada menjadi tidak simetris, yang
membuat penderitanya mengalami penyempitan intercostals space (ICS)
pada sisi yang sakit. Pada klien dengan TB paru minimal dan tanpa
komplikasi, biasanya gerakan pernapasan tidak mengalami perubahan.
Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang melibatkan kerusakan
luas pada parenkim paru biasanya klien akan terlihat mengalami sesak
napas, peningkatan frekuensi napas, dan menggunakan otot bantu napas.
Batuk dan sputum. Saat melakukan pengkajian batuk pada klien
dengan TB paru, biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai adanya
peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen. Periksa
jumlah produksi sputum, terutama apabila TB paru disertai adanya
brokhiektasis yang membuat klien akan mengalami peningkatan produksi
sputum yang sangat banyak. Perawat perlu mengukur jumlah produksi
sputum per hari sebagai penunjang evaluasi terhadap intervensi
keperawatan yang telah diberikan.
Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. TB paru
tanpa komplikasi pada saat dilakukan palpasi, gerakan dada saat bernapas
biasanya normal seimbang antara bagian kanan dan kiri. Adanya
penurunan gerakan dinding pernapasan biasanya ditemukan pada klien TB
paru dengan kerusakan parenkim paru yang luas.
Getaran suara (fremitus vokal). Getaran yang terasa ketika perawat
meletakkan tangannya di dada klien saat klien berbicara adalah bunyi yang
dibangkitkan oleh penjalaran dalam laring arah distal sepanjang pohon
bronchial untuk membuat dinding dada dalam gerakan resonan, teerutama
pada bunyi konsonan. Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada
disebut taktil fremitus.
Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada klien
dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura akan
didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sesuai banyaknya
akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai pneumothoraks, maka
didapatkan bunyi hiperresonan terutama jika pneumothoraks ventil yang
mendorong posisi paru ke sisi yang sehat.
Auskultasi
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi napas tambahan (ronkhi)
pada sisi yang sakit. Penting bagi perawat pemeriksa untuk
mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya
ronkhi. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika klien berbica
disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru yang disertai
komplikasi seperti efusi pleura dan pneumopthoraks akan didapatkan
penurunan resonan vocal pada sisi yang sakit.
B2 (Blood)
Pada klien dengan TB paru pengkajian yang didapat meliputi:
Inspeksi : Inspeksi tentang adanya parut dan keluhan kelemahan fisik.
Palpasi : Denyut nadi perifer melemah.
Perkusi : Batas jantung mengalami pergeseran pada TB paru dengan efusi
pleura masif mendorong ke sisi sehat.
Auskultasi : Tekanan darah biasanya normal. Bunyi jantung tambahan
biasanya tidak didapatkan.
B3 (Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis, ditemukan adanya sianosis perifer
apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, klien
tampak dengan meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
Saat dilakukan pengkajian pada mata, biasanya didapatkan adanya
kengjungtiva anemispada TB paru dengan gangguan fungsi hati.
B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. Klien diinformasikan agar terbiasa
dengan urine yang berwarna jingga pekat dan berbau yang menandakan
fungsi ginjal masih normal sebagai ekskresi karena meminum OAT
terutama fifampisin.
B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat badan.
B6 (Bone)
Aktivitas sehari-hari berkurang banyak pada klien dengan TB paru. Gejala
yang muncul antara lain kelemahan, kelelahan, insomnia, pola hidup
menetap, jadwal olahraga menjadi tak teratur.

3. Diagnosa
Beberapa diagnosa yang bisa diangkat :
a. Bersihan jalan nafas tak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
c. Resiko tinggi infeksi

4. Intervensi keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tak efektif, berhubungkan dengan sekret kental /
sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema tracheal / faringeal
dapat ditandai dengan:
- Frekuensi pernafasan, irama, kedalaman tak normal.
- Bunyi nafas tak normal, ( ronchi, mengi ) stridor.
- Dispnoe.
• Rencana jangka pendek :
- Membersihkan nafas pasien.
- Mengeluarkan sekret tanpa bantuan.
• Rencana jangka panjang : Menunjukan perilaku untuk
memperbaiki / mempertahankan bersihan jalan nafas.
Rencana keperawatan
1.Berikan pasien posisi semi atau fowler tinggi, bantu pasien untuk
latihan nafas dalam.
2.Bersihkan sekret dari mulut dan trakea ; pengisapan sesuai dengan
keperluan.
3.Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa / batuk efektif, catat
karakter, jumlah sputum dan adanya hemoptisis.
4.Kaji fungsi pernafasan, contoh bunyi nafas, kecepatan, irama dan
kedalaman serta penggunaan otot aksesori.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan
efektif, atelektasis, kerusakan membran alveolar kapiler, sekret kental, tebal,
dan edema bronchial.
• Rencana jangka pendek : Menunjukan perbaikan ventilasi dan
oksigenisasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
• Rencana jangka panjang : Bebas dari gejala distres pernafasan.
Rencana tindakan.
1.Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas
perawatan diri sesuai dengan keperluan.
2.Tunjukan / dorong bernafas bibir selama ekhalasi, khususnya untuk
pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkhim.
3.Kaji diespnoe, tachipnoe, tak normal / menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernapasan, terbatasnya ekspansi dinding dada &
kelemahan.
4.Evaluasi perubahan pada tingkat kesadaran, catat sianosis dan / atau
perubahan pada warna kulit, termasuk membran mukosa dan kuku.
3. Resiko tinggi infeksi ( penyebaran / aktivitas ulang ) berhubungan dengan
pertahanan primer tak adekuat, penurunan kerja silia / statis sekret,
penurunan pertahanan / penekanan proses imflamasi, malnutrisi, kurang
pengetahuan untuk menghindari pemajanan patogen.
•Tujuan jangka pendek : Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah / menurunkan resiko penyebaran infeksi.
•Tujuan jangka panjang : Menunjukan tehnik / melakukan perubahan
pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang aman.
Rencana tindakan.
1.Anjurkan pasien untuk batuk / bersin dan mengeluarkan pada tissue
& menghindari meludah di tempat umum serta tehnik mencuci tangan
yang tepat.
2.Kaji patologi / penyakit ( aktif / tak aktif diseminasi infeksi melalui
bronchus untuk membatasi jaringan atau melalui aliran darah / sistem
limfatik ) dan potensial penyebaran melalui droplet udara selama
batuk, bersin, meludah,bicara, dll.
3.Identifikasi orang lain yang beresiko, contoh anggota rumah,
anggota, sahabat karib / teman.
DAFTAR PUSTAKA

Sudoyo, Aruw. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 2 Edisi IV. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Somantri, Irma. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pernapasan.Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika William,2008.

Soeparman dan sarwono Waspadji. 1990. Ilmu Penyakit Dalam jilid 2. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.

http://www.rajawana.com/artikel/kesehatan/264-tuberculosis-paru-tb-paru.html

http://jarumsuntik.com/asuhan-keperawatan-dengan-tb-paru
Pathway

Anda mungkin juga menyukai