Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Uterus gravid, vagina dan vulva memiliki asupan suplai darah yang banyak
sehingga beresiko mengalami cedera/trauma dari benda tumpul (penyebab non-obstetrik)
atau saat proses kelahiran (penyebab obstetrik), hingga menimbulkan terbentuknya
hematoma. Cedera non-obstetrik yang menimbulkan hematoma vulva dapat terjadi dalam
berbagai keadaan seperti pada atlit yang mengalami kecelakaan secara tidak sengaja,
jatuh saat mengenakan sepeda (​straddle injury​), hubungan seksual yang terlalu hebat atau
dipaksakan dengan keras, masuknya benda asing pada wanita yang mengalami
penganiayaan seksual dan penyebab non-obstetri lainnya.
Hematoma pada kasus obstetrik diakibatkan oleh cedera pembuluh darah baik
oleh karena distensi akut saat fetus melewati jalan lahir atau penggunaan alat saat proses
kelahiran. Hematoma vulva yang terbentuk saat proses kelahiran pervaginam bervariasi
kejadiannya dan merupakan kasus yang jarang ditemukan dengan kejadian 1 dari 300
hingga 1 dari 1500 pada proses kelahiran serta berpotensial menyebabkan komplikasi
mengancam nyawa bayi (2002).
Dalam sebuah penelitian di Universitas Carolina Utara dilaporkan terdapat 29
kasus dengan hematoma vulva sejak tahun 1975 hingga 1991. Dilaporkan oleh Ghulam
Nabi Sheikh, sejak tahun 1958 – 1969 terdapat 40 pasien dengan hematoma genital dari
37.042 kelahiran di Inggris atau sama dengan 1 : 926 kelahiran.
Berdasarkan data di atas, kelompok tertarik untuk melakukan Asuhan
Keperawatan pada Ny. SR (29 tahun) yang mengalami hematoma vulva post partum di
Ruang Bersalin, RSUK Jagakarsa.

1
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu menerapkan asuhan keperawatan pada Ny. SR dengan
hematoma vulva post partum di Ruang Bersalin, RSUK Jagakarsa, Jakarta Selatan.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data pada Ny. SR dengan
hematoma vulva post partum di Ruang Bersalin, RSUK Jagakarsa, Jakarta
Selatan.
b. Mahasiswa mampu menganalisa data hasil pengkajian pada Ny. SR dengan
hematoma vulva post partum di Ruang Bersalin, RSUK Jagakarsa, Jakarta
Selatan.
c. Mahasiswa mampu membuat intervensi keperawatan pada Ny. SR dengan
hematoma vulva post partum di Ruang Bersalin, RSUK Jagakarsa, Jakarta
Selatan.
d. Mahasiswa mampu melakukan tindakan keperawatan pada Ny. SR dengan
hematoma vulva post partum di Ruang Bersalin, RSUK Jagakarsa, Jakarta
Selatan.
e. Mahasiswa mampu mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan pada
Ny. SR dengan hematoma vulva post partum di Ruang Bersalin, RSUK
Jagakarsa, Jakarta Selatan.

3. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Institusi pendidikan keperawatan
Sebagai sumber informasi dan bahan bacaan pada kepustakaan institusi dalam
meningkatkan mutu pendidikan pada masa yang akan datang di bidang
keperawatan.

2
2. Institusi pelayanan kesehatan
Sebagai masukan bagi perawat pelaksana di Unit Pelayanan Keperawatan
Maternitas dalam rangka mengambil kebijakan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan khususnya pada ibu yang mengalami hematoma vulva
post partum.
3. Penulis
Sebagai tambahan pengalaman dan pengetahuan bagi penulis dalam
penerapan ilmu yang telah didapatkan selama pendidikan.

C. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini menggunakan metode penulisan sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan
Untuk mendapatkan data dasar penulis menggunakan atau membaca
referensi-referensi yang berhubungan dengan masalah yang dibahas yaitu :
Hematoma Vulva.
2. Studi Kasus
Untuk studi kasus penulis mempelajari kasus klien dengan menggunakan metode
pemecahan masalah melalui pendekatan atau proses keperawatan yang
komprehensif yang meliputi pengkajian data, analisa data, perumusan diagnosa
keperawatan, penyusunan rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi asuhan
keperawatan.
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Wawancara
Penulis melakukan Tanya jawab secara langsung pada orang tua klien dan
perawat yang merawat guna memperoleh data-data yang dibutuhkan.
b. Teknik Observasi
Penulis secara langsung melakukan pengamatan untuk dapat melihat secara
langsung bagaimana pelaksanaan perawatan dan keadaan klien selama perawatan.
c. Studi Dokumentasi

3
Penulis mengumpulkan data/informasi melalui catatan keperawatan
dilembaran status klien serta mengadakan diskusi dengan tim kesehatan di
Ruang Bersalin, RSUK Jagakarsa, Jakarta Selatan.

D. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan,
metodologi penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN TEORI
Dalam tinjauan pustaka, dijelaskan beberapa informasi berkaitan dengan masalah,
yaitu pengertian, anatomi genetalia eksterna, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, komplikasi, konsep dasar asuhan
keperawatan yaitu meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi
BAB III : TINJAUAN KASUS
Dalam tinjauan kasus, terdiri dari pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,
nursing care plan, catatan perkembangan (implementasi, evaluasi)
BAB IV : PEMBAHASAN
Dalam bab IV, terdapat pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana tindakan
keperawatan, dan evaluasi.
BAB V : PENUTUP
Pada bagian penutup, terdiri dari kesimpulan dan saran.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Hematoma adalah di dapatkannya gumpalan darah sebagai akibat cidera atau
robeknya pembuluh darah wanita hamil aterm tanpa cidera mutlak pada lapisan jaringan
luar. Penyebab terutama karena gerakan kepala janin selama persalinan (spontan), akibat
pertolongan persalinan, karena tusukan pembuluh darah selama anestesi lokal atau
penjahitan dan dapat juga karena penjahitan luka episiotomi atau ruptur perineum yang
kurang sempurna.
Terjadinya robekan vulva disebabkan oleh karena robeknya, pembuluh darah
terutama vena yang terikat di bawah kulit alat kelamin luar dan selaput lendir vagina.
Hematoma adalah koleksi (kumpulan) dari darah diluar pembuluh darah yang
terjadi karena dinding pembuluh darah, arteri, vena atau kapiler, telah dirusak dan darah
telah bocor kedalam jaringan-jaringan dimana ia tidak pada tempatnya.
Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan
tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik.
Istilah hematoma menggambarkan darah yang telah menggumpal (Kamus
kedokteran, 2007).

5
B. Anatomi Genitalia Eksterna
Organ genitalia eksterna atau vulva yakni meliputi seluruh struktur eksternal yang
dapat dilihat mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons veneris, labia mayora dan
labia minora, klitoris, selaput dara (​hymen​), vestibulum, muara uretra, berbagai kelenjar,
dan bulbus vestibuler.
1. Mons veneris
Disebut juga mons pubis, merupakan bagian yang menonjol di atas
simfisis dan pada perempuan setelah pubertas tertutup oleh rambut kemaluan.
Pada perempuan umumnya batas atas rambut melintang hingga pinggir atas
simfisis sedangkan ke bawah hingga sekitar anus dan paha.

2. Labia mayora
Terdiri atas bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah, terisi
oleh jaringan lemak yang serupa dengan yang ada di mons veneris. Ke bawah
dan ke belakang, labia mayora bertemu dan membentuk kommisura posterior.
Labia mayora analog dengan scrotum pada pria. Ligamentum rotundum
berakhir di batas atas labia mayora. Struktur pada labia mayora di bawah kulit
yakni terdapat massa lemak dan mendapat pasokan pleksus vena yang bila
cedera dapat menimbulkan hematoma.
Ukuran labia mayora tergantung kandungan lemaknya. Diperkirakan
masing-masing dapat berukuran panjang 7 – 8 cm dan lebar 2 – 3 cm pada
wanita dewasa. Setiap labium mayora memiliki 2 permukaan dengan
permukaan terluar mengandung pigmen, dapat ditumbuhi rambut pubis,
memiliki glandula sebasea, glandula apokrin, dan kelenjar ekrin. Sedangkan
lapisan dalam mengandung kelenjar sebasea, apokrin, ekrin, namun tidak
terdapat folikel rambut.

3. Labia minora

6
Disebut juga ​nymphae ​yakni suatu lipatan tipis dari kulit bagian dalam
labia mayora. Ke depan labia minora akan bertemu di bawah klitoris
membentuk frenulum klitoridis. Ke belakang labia minora juga akan bersatu
dan membentuk fossa navikulare. Fossa navikulare pada wanita yang belum
bersalin akan tetap utuh cekung seperti perahu sedangkan pada wanita yang
pernah melahirkan akan terlihat tebal dan tidak rata.
Kulit pada labia minora mengandung banyak kelenjar (glandula
sebasea) dan juga ujung-ujung saraf yang menyebabkan struktur ini sangat
sensitif. Jaringan ikat mengandung banyak pembuluh darah dan beberapa otot
polos yang menyebabkan struktur ini dapat mengembang. Tidak terdapat
jaringan adipose pada struktur ini

Genitalia Eksterna (Vulva/pudendum) dan area perineum

Dikutip dari kepustakaan Miranda E. Varage dan Howard Maibach, 2006

Regio anal dan regio urogenitalis

7
Dikutip dari kepustakaan Sultan Abdul H, Thakar Ranee, dan Fenner Dee, 2007

4. Klitoris
Struktur yang pendek, silinder, dengan ukuran 2 – 3 cm yang berbentuk
seperti kacang, tertutup oleh preputium klitoridis dan terdiri atas glans
klitoridis, korpus klitoridis, dan dua krura yang menggantungkan klitoris ke os
pubis. Struktur ini merupakan homolog penis pada pria. Seperti pada penis,
klitoris memiliki ligamentum suspensorium dan 2 otot kecil yakni
ischiocavernosus yang terinsersi pada dua krura.
Glans klitoridis pada wanita dewasa dapat memiliki lebar hingga 1 cm
dengan panjang rata-rata 1,5 hingga 2 cm.

5. Vestibulum
Berbentuk lonjong dengan ukuran panjang dari depan ke belakang dan
dibatasi oleh di anterior oleh klitoris, di lateral kanan dan kiri oleh labia
minora, dan di inferior oleh perineum (​fourchette​). Embriologik sesuai dengan
sinus urogenitalis. Sekitar 1 hingga 1,5 cm di bawah klitoris terdapat orifisium
uretra eksterna (lubang kemih) berbentuk membujur sekitar 4-5 mm dan tidak

8
jarang sukar ditemukan karena sering tertutup oleh lipatan-lipatan selaput
vagina.
Di sisi kanan dan kiri bawah ostium uretra eksterna terdapat ostia
saluran Skene (duktus parauretral). Duktus ini analog dengan kelenjar prostat
pada laki-laki. Di kiri dan kanan bawah dekat fossa navikulare terdapat
kelenjar Bartholin. Kelenjar ini berukuran dengan diameter kurang lebih 1 cm,
terletak di bawah otot konstriktor kunni dan mempunyai saluran kecil
sepanjang 1,5 – 2 cm yang bermuara di vestibulum, tidak jauh dari fossa
navikulare. Kelenjar bartholin homolog dengan kelenjar bulbouretra (​Glandula
Cowper)​ pada lelaki. Secara histologik kelenjar ini disusun oleh epitel kuboid
sedangkan duktus nya tersusun oleh epitel transisional. Duktus ini
menghasilkan mukus untuk mempertahankan lubrikasi yang adekuat.

6. Bulbus vestibuli sinistra dan dekstra


Merupakan pengumpulan vena yang terletak di bawah selaput lendir
vestibulum, dekat ramus ossis pubis. Panjangnya 3-4 cm dengan lebar 1 – 2 cm
dan tebalnya 0,5 – 1 cm. Bulbus vestibuli mengandung banyak pembuluh
darah, sebagian tertutup oleh muskulus iskio kavernosus dan muskulus
konstriktor vagina. Secara embriologik bulbus vestibuli ini sesuai dengan
korpus kavernosum penis lelaki. Pada waktu persalinan biasanya kedua bulbus
tertarik ke arah atas, ke bawah arkus pubis, akan tetapi bagian bawahnya yang
melingkari vagina sering mengalami cedera dan sekali-sekali timbul hematoma
vulva atau perdarahan.

7. Introitus vagina
Mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda. Pada seorang virgo
introitus vagina selalu dilindungi oleh labia minora, ditutupi oleh selaput dara
(​hymen​) yang merupakan membran mukosa. ​Hymen ini mempunyai bentuk
berbeda-beda dari yang semilunar (bulan sabit) hingga yang berlubang atau

9
yang bersekat (septum) seperti yang ditunjukkan oleh gambar. Konsistensi
hymen berbeda-beda mulai dari yang kaku hingga lunak. Secara histologik
hymen ditutupi oleh epitel skuamosa bertingkat pada seluruh sisinya dan
mengandung jaringan fibrosa dengan sedikit pembuluh darah kecil. Setelah
persalinan hymen yang robek di beberapa tempat sehingga yang dapat terlihat
adalah sisa-sisanya (karunkula himenalis).
Hymen​ pada wanita dewasa.

Dikutip dari kepustakaan Miranda E. Varage, 2006

8. Perineum
Terletak antara vulva dan anus, dengan panjang rata-rata 4 cm. jaringan
yang mendukung perineum terutama diafragma pelvis dan diafragma
urogenitalis. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan otot
koksigeus posterior serta fascia yang menutupi kedua otot ini. Diafragma
urogenitalis terletak eksternal dari diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga
antara tuber ischiadica dan simfisis pubis. Diafragma ini memisahkan pelvis
dengan perineum. Diafragma urogenitalis meliputi muskulus transversus
perinei profunda, otot konstriktor uretra dan fascia internal maupun eksternal
yang meliputinya.
Pada fascia internal ini berlekatan muskulus bulbospongiosus dan
krura. Perineum mendapat pasokan darah terutama oleh arteria pudenda interna
dan cabang-cabangnya.

10
C. Etiologi
Trauma adalah penyebab yang paling umum dari hematoma. Hematoma terjadi
karena kompresi yang kuat disepanjang traktus genitalia, dan tampak sebagai warna ungu
pada mukosa vagina atau perineum yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan
es, analgesik dan pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap
kembali secara alami.
Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir.
1) Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari perdarahan
postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan
postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh
robekan servik atau vagina.
2) Robekan Serviks. Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga
servik seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat
menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak
berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi
dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan servik
uteri.
3) Robekan Vagina. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka
perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,
tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru
terlihat pada pemeriksaan speculum.
4) Robekan Perineum. Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir
terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati
pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkum ferensia
suboksipito bregmatika. Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai,

11
ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus
yang kuat.

D. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang
membentuk hematoma di desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas.
Perdarahan berlangsung terus menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh
kehamilan tidak mampu lebih berkontraksi untuk menghentikan perdarahan. Akibatnya,
hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh
plasenta terlepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyelundup di bawah selaput
ketuban keluar dari vagina, atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong
ketuban, atau ekstravasasi di antara serabut-serabut otot uterus. Apabila ekstravasasinya
berlangsung hebat, seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu dan terasa
sangat tegang serta nyeri. Hal ini disebut ​uterus couvelaire​. Nasib janin tergantung dari
luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau Solusio
plasenta terjadi sekitar 1 % dari semua kehamilan di seluruh dunia. Solusio plasenta terjadi
sekitar 1 % dari semua kehamilan di seluruh dunia pelayanan kesehatan, dan sosioekonomi.
Salah satu faktor reproduksi ialah usia ibu hamil dan paritas. Pengenalan hematoma
tergantung pada derajat hematoma (besar dan lamanya).

E. Manifestasi Klinis
Hematoma tidak selalu tampak dan bahkan bisa terletak di antara jahitan, tapi
tanda atau gejala biasanya seperti berikut :
1. Nyeri berat pada vagina atau vulva rectal
2. Pasien mengeluh nyeri, terlebih saat duduk
3. Tekanan pada vagina atau vulva rectal secara terus menerus
4. Tampak masa yang membuat deviasi vagina dan rectum
5. Pemeriksaan internal mungkin tidak bisa ditoleransi karena menyebabkan nyeri
yang tidak tertahan bagi ibu, yang dengan sendirinya membantu mendiagnosis
hematoma

12
6. Tanda lain, yaitu pembengkakaan yang berubah warna dan terisi darah, jaringan
edema, dan tanda syok hipovolemik
7. Daerah yang bengkak teraba keras jika disentuh
8. Darah yang terkumpul menyebabkan daerah yang bengkak menjadi keunguan
atau kehitaman
9. Ada kemungkinan terjadinya kesulitan ketika BAK, jika jaringan yang bengkak
menekan uretra
10. Dapat terjadi tekanan rectum
11. Perdarahan yang parah dapat menyebabkan pasien mengalami syok hemoragic
( Vicky Chapman, 2006 )

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien yang mengalami hematoma vulva
post partum, antara lain sebagai berikut :
1. Pemeriksaan vulva : untuk menunjukkan keparahan dan luasnya kontusio, laserasi
atau pembentukan hematoma
2. Pemeriksaan pervaginam atau rektal : Untuk mengidentifikasi laserasi atau
hematuria vagina atau rektal. Pemeriksaan rektovagina dapat menunjukkan
adanya hematoma retroperitoneum. Pemeriksaan speculum dapat menunjukkan
dalamnya laserasi vagina.

13
3. Pemeriksaan abdomen umumnya normal kecuali bila klien mempunyai riwayat
trauma intraabdomen.
4. Pemeriksaan Laboratorium : Biasanya terjadi penurunan nilai hemoglobin akibat
perdarahan tersembunyi yang persisten
5. Foto rontgen pelvis atau abdomen dapat menunjukkan adanya keterkaitan cedera
tulang atau udara bebas di dalam kavum peritoneum

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan keadaan umum dilakukan dengan pemberian cairan intravena,
penatalaksanaan syok bila perdarahan akut dan masif hingga pemberian transfusi darah,
pemberian antibiotik utamanya bila terdapat juga robekan pada jalan lahir, serta analgetik
untuk meredakan nyeri yang dialami pasien.
Penatalaksanaan hematoma vulva dapat bervariasi mulai dari konservatif hingga
tindakan pembedahan tergantung derajat hematoma. Indikasi tindakan pembedahan
dilakukan untuk mengontrol perdarahan atau untuk mengembalikan struktur dan fungsi
lebih baik. Tujuan utama penatalaksanaan pada hematoma vulva adalah :
a) Meminimalkan kehilangan darah
b) Mendeteksi dan menangani cedera organ-organ di pelvis dan struktur pendukung
di sekitarnya
c) Meredakan nyeri yang dirasakan pasien

1. Penatalaksanaan Konservatif
Penatalaksanaan konservatif dilakukan pada hematoma yang ukurannya kecil,
tidak ada perdarahan yang signfikan, dan tidak meluas (diameter < 1 ½ inch) yakni
dengan kompres eksternal menggunakan es selama 24 jam pada area hematoma serta
observasi hingga keadaan hemostasis membaik dengan pemeriksaan serial.
Terbentuknya hematoma dapat di fascia anterior (di bawah diafragma pelvis)
atau meluas pada posterior pelvis.​3,5 ​Estimasi kehilangan darah cukup sulit untuk

14
diketahui secara pasti dikarenakan ruang anterior perineal berhubungan dengan ruang
subfasial abdomen dibawah ligamentum inguinal.

2. Intervensi Pembedahan
Tanda-tanda syok dapat dikaitkan ​dengan penurunan kadar hemoglobin yang
cepat sehingga perlu dipertimbangkan telah terjadi perluasan ke ekstraperitoneal.
Perluasan hematoma yang secara akut dengan ukuran lebih dari 10 cm harus segera
dilakukan insisi (intervensi pembedahan) dan evakuasi hematoma, disertai ligasi
pembuluh darah yang cedera.
Indikasi lain dilakukannya intervensi pembedahan selain untuk
mengendalikan perdarahan juga untuk mengembalikan integritas struktur dan fungsi
traktus urogenital bagian bawah. Bila sumber peradarahan adalah cedera pembuluh
darah vena, biasanya tidak selalu disertai dengan ligasi pembuluh darah, namun
penting untuk evakuasi bekuan darah segera agar melindungi dan mencegah
penekanan yang akan menyebabkan iskemik hingga nekrosis jaringan, serta
berkembangnya infeksi.
Dalam penatalaksanaan dengan pembedahan perlu disiapkan dengan baik
mulai dari persiapan sebelum operasi, intraoperasi, dan pemantauan lanjut setelah
operasi. Persiapan sebelum operasi meliputi persiapan peralatan yang digunakan,
ruangan operasi, operator bedah dengan keterampilan yang mahir, pencahayaan yang
cukup, asisten teknis, anestesia yang adekuat, dan medikasi pre-operatif.
Tindakan anestesi dapat lokal, regional hingga umum. Medikasi pre-operatif
seperti antibiotik profilaksis utamanya pada pasien dengan trauma yang melibatkan
cedera traktus urinarius.

H. Komplikasi
Hematoma pada genitalia setelah proses kelahiran maupun akibat trauma dapat
dengan mudah dikenali namun dapat sulit untuk ditatalaksana. Bila hematoma yang
terbentuk tidak berukuran besar dapat sembuh dengan baik walau hanya dengan

15
penatalaksanaan konservatif. Kesulitan penatalaksanaan berkaitan bila perdarahan
pembuluh darah yang cedera terjadi secara akut, dan kesulitan mengenali bila telah
terjadi hematoma subperitoneal.
Jumlah kehilangan darah pada perdarahan/hematoma traktus genitalia biasanya
lebih banyak dari perhitungan klinis yang didapatkan. Oleh karena itu hipovolemia dan
anemia berat dapat terjadi sehingga harus dicegah dengan pemantauan/pemeriksaan
serial, persiapan penggantian darah (transfusi) yang adekuat. Pada hematoma vulva yang
membutuhkan tindakan operatif, 50% kasus membutuhkan dilakukannya transfusi.
Pada pasien yang menjalani terapi pembedahan perlu diwaspadai terhadap resiko
infeksi sehingga pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan insiden infeksi. Perlu
diberikian edukasi yang baik pada pasien untuk menjaga higienitas area vulva, dan
pengenalan tanda-tanda awal infeksi bila terjadi agar segera dideteksi dan ditangani.

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a) Anamnesa
1) Biodata klien : ​Biodata klien berisi tentang : Nama, Umur, Pendidikan,
Pekerjaan, Suku, Agama, Alamat, No. Medical Record, Nama Suami,
Umur, Pendidikan, Pekerjaan , Suku, Agama, Alamat, Tanggal Pengkajian
2) Keluhan utama :​ ​Nyeri, bengkak dan perdarahan dari jalan lahir
3) Riwayat haid : ​Umur menarche pertama kali, lama haid, jumlah darah
yang keluar, konsistensi, siklus haid, hari pertama haid dan terakhir,
perkiraan tanggal partus
4) Riwayat Perkawinan : ​Kehamilan ini merupakan hasil pernikahan ke
berapa? Apakah perkawinan sah atau tidak, atau tidak direstui dengan
orang tua?
5) Riwayat Obstetri : ​Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, hasil
laboraturium : USG , darah, urine, keluhan selama kehamilan termasuk

16
situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan
pengobatan yang diperoleh.
6) Riwayat penyakit dahulu : ​Penyakit yang pernah di diderita pada masa
lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalani nya, dimana mendapat
pertolongan, apakah penyakit tersebut diderita sampai saat ini atau
kambuh berulang – ulang.
7) Riwayat kesehatan keluarga : ​Adakah anggota keluarga yang menderita
penyakit yang diturunkan secara genetic seperti panggul sempit, apakah
keluarga ada yg menderita penyakit menular, kelainan congenital atau
gangguan kejiwaan yang pernah di derita oleh keluarga
8) Kebiasaan sehari –hari ​:
a. Pola nutrisi : pada umum nya klien dengan hematom vulva tidak
mengalami penurunan nafsu makan, frekuensi minum klien juga tidak
mengalami penurunan​.
b. Pola istirahat dan tidur : klien dengan hematom vulva mengalami nyeri
pada kemaluan sehingga pola tidur klien menjadi terganggu, apakah
mudah terganggu dengan suara-suara​.
c. Pola eliminasi : Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah
inkontinensia (hilangnya infolunter pengeluaran urin), hilangnya
kontrol blas, terjadi over distensi blass atau tidak atau retensi urine
karena rasa takut karena luka insisi, apakah perlu bantuan saat BAK.
Pola BAB, freguensi, konsistensi,rasa takut BAB karena luka
perineum, kebiasaan penggunaan toilet.
d. Personal Hygiene : Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi,
penggunaan pembalut dan kebersihan genitalia, pola berpakaian, tata
rias rambut dan wajah​.
e. Aktifitas : Kemampuan mobilisasi klien dibatasi, karena klien dengan
hematom vulva di anjurkan untuk bedrest total​.

17
f. Rekreasi dan hiburan : Situasi atau tempat yang menyenangkan,
kegiatan yang membuat fresh dan relaks.
b) Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan kesadaran klien, BB / TB, tekanan darah, nadi, pernafasan
dan suhu​.
2) Head To Toe​.
Rambut : warna rambut, jenis rambut, bau nya, apakah ada luka
lesi/lecet​. ​Mata : sklera nya apakah ikterik / tdk, konjungtiva anemis/tidak,
apakah palpebra oedema / tidak, bagaimana fungsi penglihatan nya
baik/tidak, apakah klien menggunakan alat bantu penglihatan/tidak. Pada
umu nya ibu hamil konjungtiva anemis.
Telinga : apakah simetris kiri dan kanan, apakah ada terdapat
serumen/tidak, apakah klien menggunakan alat bantu pendengaran/tidak,
bagaimana fungsi pendengaran klien baik/tidak​. ​Hidung : apakah klien
bernafas dengan cuping hidung/tidak, apakah terdapat serumen/tidak,
apakah fungsi penciuman klien baik/tidak​.
Mulut dan gigi : bagaimana keadaan mukosa bibir klien, apakah
lembab atau kering, keadaan gigi dan gusi apakah ada peradangan dan
pendarahan, apakah ada karies gigi/tidak, keadaan lidah klien bersih/tidak,
apakah keadaan mulut klien berbau/tidak. Pada ibu hamil pada umum nya
berkaries gigi, hal itu disebabkan karena ibu hamil mengalami penurunan
kalsium​.
Leher : apakah klien mengalami pembengkakan tyroid​. ​Paru –
paru. Inspeksi : warna kulit, apakah pengembangan dada nya simetris kiri
dan kanan, apakah ada terdapat luka memar/lecet, frekuensi pernafasan
nya​. ​Palpasi : apakah ada teraba massa/tidak, apakah ada teraba
pembengkakan/tidak, getaran dinding dada apakah simetris/tidak antara
kiri dan kanan​. ​Perkusi : bunyi paru​. ​Auskultasi : suara nafas.

18
Jantung​. ​Inspeksi : warna kulit, apakah ada luka lesi/lecet, ictus
cordis apakah terlihat/tidak. Palpasi : frekuensi jantung berapa, apakah
teraba ictus cordis pada ICS% Midclavikula. Perkusi : bunyi jantung.
Auskultasi : apakah ada suara tambahan/tidak pada jantung klien.
Abdomen. Inspeksi : keadaan perut, warna nya, apakah ada/tidak
luka lesi dan lecet. Perkusi : bunyi abdomen. Auskultasi : bising usu klien,
DJJ janin apakah masih terdengar/tidak.
Payudara : puting susu klien apakah menonjol/tidak, warna aerola,
kondisi mamae, kondisi ASI klien, apakah sudah mengeluarkan
ASI/belum.
Ekstremitas ​Atas : warna kulit, apakah ada luka lesi / memar,
apakah ada oedema / tidak​. ​Bawah : apakah ada luka memar / tidak ,
apakah oedema / tidak​.
Genitalia : Pemeriksaan vulva untuk menunjukkan keparahan dan
luasnya kontusio, laserasi atau pembentukan hematoma. Pemeriksaan
pervaginam atau rektal : Untuk mengidentifikasi laserasi atau hematuria
vagina atau rektal. Pemeriksaan rektovagina dapat menunjukkan adanya
hematoma retroperitoneum. Pemeriksaan speculum dapat menunjukkan
dalamnya laserasi vagina.

2. Diagnosa Keperawatan
a) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan (adanya luka insisi)
b) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara
aktif ( perdarahan yang terjadi terus-menerus)
c) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan(insisi pada daerah
yang mengalami hematom)

3. Rencana Keperawatan

19
a) Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan (adanya luka
insisi)
Tujuan : Nyeri klien berkurang, hilang atau terkontrol
Kriteria Hasil :
1) Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang
2) Klien mengatakan nyaman
3) Skala nyeri berkurang
4) Klien dapat beraktivitas tanpa merasa nyeri
5) Ekspresi klien nyaman

INTERVENSI RASIONAL
Kaji karakteristik nyeri, Lokasi nyeri, Mengetahui seberapa berat nyeri
frekuensi nyeri dan skala nyeri klien yang dialami pasien

Observasi reaksi nonverbal dari Reaksi non verbal sangat


ketidaknyamanan mengidentifikasikan adanya rasa
nyeri yang dirasakan klien
Inspeksi daerah kemaluan dan perineum Mengetahui adanya tanda-tanda
klien. Perhatikan adanya edema vulva, peradangan di daerah kemaluan dan
nyeri tekan lokal dan purulen perineum klien
Berikan kompres Nacl pada daerah vulva Memberikan anestesi lokal,
klien Meningkatkan vasokontriksi dan
mengurangi edema vulva

Ajarkan klien teknik mengontrol nyeri non Mengurangi nyeri secara non
farmakologi : relaksasi, distraksi, message farmakologi
Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik Mengurangi nyeri secara farmakologi

20
b) Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara
aktif ( perdarahan yang terjadi terus-menerus)
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik selama proses perawatan
Kriteria Hasil :
1) TTV dalam batas normal
2) Tidak terjadi penurunan kesadaran
3) Tidak ada tanda-tanda dehidrasi , elastisitas turgor kulit baik, membrane
mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
4) Balance cairan dalam batas normal
5) Nilai elektrolit, Hb, Hmt dalam batas normal

INTERVENSI RASIONAL
Monitor tanda-tanda vital sesuai indikasi Tanda-tanda vital dapat digunakan
untuk mengidentifikasi adanya
perubahan-perubahan yang terjadi
pada pasien terutama untuk
mengetahui adanya tanda-tanda syok
hipovolemik
Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi Dehidrasi merupakan awal terjadinya
syok bila dehidrasi tidak ditangani
dengan baik
Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum Peningkatan intake cairan dapat
meningkatkan volume intravaskuler
yang dapat meningkatkan perfusi
jaringan

21
Monitor intake dan output klien Membantu dalam menganalisa
keseimbangan cairan dan derajat
kekurangan cairan
Kolaborasi dalam pemberian cairan Memenuhi kebutuhan cairan dalam
intravena tubuh klien
Kolaborasi dalam pemberian transfusi darah Perdarahan yang terjadi secara
jika diperlukan terus-menerus dapat menyebabkan
terjadinya syok hipovolemik, maka
transfusi darah sangat diperlukan
untuk mencegah terjadinya syok
Monitor hasil laboratorium Hb, Hmt, Nilai Hb , Hmt dan elektrolit dibawah
elektrolit batas normal dapat
mengidentifikasikan terjadinya syok
hipovolemik pada klien

c) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif (insisi pada daerah yang
mengalami hematom)
Tujuan : Pasien tidak mengalami infeksi
Kriteria Hasil :
1) Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Pasien menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
3) TTV dan jumlah leukosit dalam batas normal

INTERVENSI RASIONAL
Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda Pengetahuan yang memadai
terjadinya infeksi memungkinkan klien kooperatif
terhadap tindakan keperawatan

22
Monitor tanda-tanda vital sesuai indikasi Peningkatan suhu tubuh pasien
mengidentifikasikan telah terjadinya
infeksi
Observasi keadaan vulva klien. Perhatikan Mengetahui adanya tanda-tanda
adanya edema vulva dan kaji adanya peradangan di daerah kemaluan klien
tanda-tanda infeksi pada daerah insisi
Observasi jumlah perdarahan Perdarahan yang banyak dapat
menyebabkan pertahanan tubuh
melemah akibat dari pengeluaran
leukosit yang berlebihan
Motivasi dan bantu klien dalam menjaga Lingkungan yang lembab dan
kebersihan diri kebersihan diri yang kurang
merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan kuman yang dapat
meningkatkan resiko terjadinya
infeksi
Monitor hasil laboratorium klien Peningkatan nilai leukosit
menandakan klien telah mengalami
infeksi
Kolaborasi dalam pemberian antibiotik Pemberian antibiotik yang tepat dapat
membantu mencegah pertumbuhan
kuman yang lebih progresif

23
BAB III

TINJAUAN KASUS

Klien datang ke poli kebidanan RSUK Jagakarsa pada tanggal 31 Oktober 2015 pukul
16.00 WIB dengan keluhan bengkak dan nyeri pada daerah kemaluannya. Klien mengatakan
merasa ada yang mengganjal saat ingin duduk dan berjalan. Klien tidak mengalami gangguan
pada saat BAK dan BAB. Wajah klien tampak sangat pucat. Klien membutuhkan bantuan saat
ingin duduk dan berjalan. Klien terlihat meringis menahan nyeri saat merubah posisi dari duduk

24
ke berdiri atau sebaliknya. Klien datang ke poli untuk memeriksakan keadaan kemaluannya yang
semakin nyeri setelah melahirkan pada tanggal 28 Oktober 2015.

Ny.S.R dengan No.RM 12620, klien berusia 29 tahun, berjenis kelamin perempuan,
pekerjaan sebagai guru PAUD. Alamat rumah klien berada di Gg. H. Nuh, Jagakarsa. Klien
beragama islam. Datang ke poli kebidanan pada tanggal 31 Oktober 2015 pukul 16.00 WIB,
klien post partum pada hari ke-3 dengan keluhan nyeri dan bengkak pada vagina sebelah kanan,
keadaan umum klien baik, TD : 110/70 mmHg, N: 84x/m, Rr: 20x/m. BB klien 52 Kg, TB 156
cm. Riwayat mensturasi klien yaitu klien pertama kali mengalami mensturasi pada umur 15
tahun dengan siklus mensturasi 28 hari, dengan volume darah banyak (± 50-100 cc), durasi
mensturasi selama ± 7 hari, keluhan yang dialami klien saat mensturasi adalah pegal di sekitar
pinggang dan nyeri perut.

Riwayat persalinan klien, klien melahirkan anak ke 2 pada tanggal 28 Oktober 2015
pukul 13.30 WIB. Klien bersalin secara spontan dengan lama persalinan pada kala I selama 1
jam 15 menit, pada kala II selama 10 menit, kala III selama 10 menit, sehingga jumlah waktu
persalinan klien secara keseluruhan adalah 1 jam 35 menit. Jumlah perdarahan pada saat
persalinan ± 200 cc. Bayi laki-laki lahir dengan BB 3200 gr, PB 47 cm, APGAR Score yaitu
9/10. Observasi 2 jam setelah post partum pada klien tidak terkaji, karena klien melahirkan di
luar RSU Kecamatan Jagakarsa.

Riwayat obstetric klien adalah P2A0, anak ke 1 klien lahir pada usia kehamilan 40
minggu, tidak ada penyulit, lahir secara spontan, ditolong oleh bidan X, tidak ada komplikasi
nifas, jenis kelamin bayi perempuan dengan BB 3100 gr, PB 49 cm, kondisi bayi normal. Anak
ke 2 klien lahir pada usia kehamilan 39-40 minggu, tidak ada penyulit, lahir secara spontan,
ditolong oleh bidan X, komplikasi nifas : tidak ada laserasi, terdapat infeksi, dan terdapat
perdarahan 100 cc dan gumpalan darah 200 cc, jenis kelamin bayi laki-laki dengan BB 3200 gr,
PB 48 cm, kondisi bayi normal.

Klien menggunakan metode KB kalender sejak menikah, tidak ada masalah yang terjadi.
Klien tidak memiliki riwayat penyakit (DM, Hipertensi, Jantung, dll) di masa lalu. Riwayat

25
penyakit keluarga didapatkan penyakit DM yang diderita oleh nenek klien dan hipertensi diderita
oleh ibu dan nenek klien.

Pola nutrisi klien tidak ada keluhan. Pola eliminasi BAK dan BAB klien tidak ada
keluhan. Personal hygiene pada klien dibutuhkan karena klien diharuskan untuk bedrest total.
Pola istirahat tidur klien pada siang hari ± 1 jam, dan pada malam hari selama ± 4 jam. Klien
mengatakan susah tidur karena merasa kangen dengan anaknya yang baru lahir dan merasa terus
khawatir karena berpisah dengan kedua anaknya. Klien tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak
minum alkohol, dan tidak menggunakan NAPZA.

Klien mengatakan telah siap untuk mengurus anak ke 2 nya dan berencana akan
melakukan perawatan bayinya secara mandiri, klien dan keluarga merasa senang dengan
kelahiran anak tersebut.

Setelah melakukan pengkajian fisik pada klien ditemukan data keadaan umum klien
sedang, kesadaran klien Compos Mentis, TTV klien : TD 100/60 mmHg, S 37, 8​o​C, N 84
x/menit, RR 22 x/menit. BB klien sebelum hamil 48 kg, pada saat hamil 60 kg, TB klien 155 cm.
Jalan nafas klien bersih, tidak ada bunyi nafas tambahan, klien tidak merasa sesak, klien bernafas
secara spontan tidak memakai otot bantu pernapasan, frekuensi nafas 22 x/menit, dan irama
reguler.

Konjungtiva klien tampak anemis, tidak ada distensi vena jugularis, akral klien teraba
dingin, warna kulit klien tampak pucat, CRT klien selama 3 detik, tidak ditemukan edema pada
akral klien. Kecepatan denyut apical klien 84 x/menit dengan irama regular, tidak ada kelainan
pada bunyi jantung, dan klien tidak merasakan nyeri dada.

Sistem pencernaan klien tidak ada keluhan, sistem eliminasi bowel klien tidak ada
keluhan, keadaan payudara klien kencang, areola mengalami hiperpigmentasi, putting susu
membesar, pengeluaran ASI ±100 cc/4 jam. Tidak ada keluhan pada sistem muskuloskeletal
klien.

26
Keadaan labia mayora dan minora kanan klien tampak bengkak, labia mayora berwarna
kemerahan, terdapat luka insisi sepanjang 10 cm, labia mayora teraba keras. klien terpasang
kassa tampon sebanyak 5 lembar dengan kompres betadine, dan pada bagian labia mayora klien
dikompres dengan 2 lembar kassa + NaCl 0,9%. TFU klien 3 jari dibawah pusat, kontraksi uterus
sudah tidak ada, konsistensi uterus klien lunak.

Didapatkan hasil laboratorium klien pada tanggal 31 Oktober 2015 pukul 16.30 WIB
yaitu, Hb 4,5 g/dl (N: 12-16gr/dl), Ht 16% (N: 37-43%), trombosit 329.00 sel/ul (150-400 ribu),
leukosit 18.000 sel/ul (4-10 ribu/ul), eritrosit 2,42 juta/ul (4,2-5,4 juta), LED 80 mm/jam (0 – 15
mm/jam). Klien mendapatkan terapi medik yaitu sebagai berikut Ceftriaxon 1 x 2 gr,
Metronidazole 3 x 500 mg, Gentamicin 2 x 80 gr, Paracetamol 3 x 500 mg, Vit C 3 x 100 mg,
PRC 2000 cc, Dexamethasone premed transfusi darah 1 x 5 mg, Ca Glukonas 1000 mg post
transfusi darah 1000 cc.
Didapatkan 3 diagnosa keperawatan pada tanggal 31 Oktober 2015, yang pertama yaitu
kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan secara aktif. Data subjektif yang
didapatkan adalah klien mengatakan sering merasa haus, klien mengatakan tubuhnya terasa
lemas. Data objektif yang didapatkan adalah konjungtiva klien anemis, membran mukosa klien
tampak kering, klien tampak terlihat pucat, CRT 3 detik, hasil TTV : TD 100/60 mmHg​, ​N 84
x/menit, RR 22 x/menit​, ​S 37,8°C, terdapat luka insisi pada labia mayora dextra ±10cm, klien
terpasang kasa tampon sebanyak 5 lembar di bagian dalam luka insisi dan dibagian vulva klien
terdapat 2 kasa yang telah di kompres dengan NaCl 0,9%, klien terpasang IVFD pada tangan
kiri, RL = 20 TPM, hasil laboratorium pada tanggal 31/10/2015 pukul 16.00, Hb 4.5g/dl (N:
12-16gr/dl), Ht 16% (N: 37-43%).

Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat : trauma jaringan. Data subjektif yang didapatkan adalah klien mengatakan
tubuhnya terasa demam sejak kemarin pagi. Data objektif yang didapatkan yaitu, terdapat tanda
– tanda infeksi pada labia mayora klien seperti: ​adanya tumor (pembengkakan)​, ​adanya rubor

27
(kemerahan)​, ​adanya dolor (nyeri)​, ​suhu tubuh klien : 37,8°C (N:36-37,5°C)​, ​terjadi peningkatan
pada hasil leukosit yakni: 18.000 sel/UL (tanggal pemeriksaan : 31/10/2015, jam 16.30 WIB).

Diagnosa keperawatan yang ketiga adalah nyeri akut berhubungan dengan agen injuri :
fisik (adanya luka insisi). Didapatkan data subjektif klien mengatakan nyeri pada area
kemaluannya, nyeri bertambah saat klien mengangkat bokongnya untuk BAB/BAK
menggunakan pispot. Sedangkan data objektif nya adalah klien tampak meringis kesakitan saat
digantikan kasa yang sebelumnya telah dibasahi NaCl 0,9%, VAS: 2 (nyeri ringan), hasil TTV
TD 100/60, N 84 x/menit, RR 22 x/menit, S 37,8°C.

Rencana keperawatan yang disusun kelompok pada tanggal 31 Oktober 2015 pada
diagnosa keperawatan yang pertama adalah kekurangan volume cairan berhubungan dengan
perdarahan secara aktif. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ±3 x 24 jam
diharapkan masalah kekurangan volume cairan dapat teratasi. Kriteria Hasil : TTV dalam batas
normal, yakni TD 120/80 mmHg, N 60-100 x/menit, RR 16-20 x/menit, S 36-37,5°C,
konjungtiva klien ananemis, wajah klien tidak terlihat pucat, CRT <3 detik, membran mucosa
klien tampak lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan, balance cairan dalam batas normal : ±
200 – ±300, nilai lab dalam batas normal : Hb (12-16gr/dl), Ht37-45%. Intervensi m​a​ndiri yang
dilakukan, yaitu observasi adanya tanda-tanda dehidrasi. Rasional : dehidrasi harus ditangani
segera dengan baik agar syok hipovolemik tidak terjadi. Ukur TTV tiap 8 jam. Rasional : TTV
dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya perubahan-perubahan yang terjadi pada
pasien terutama untuk mengetahui adanya tanda-tanda syok hipovolemik. Anjurkan pasien untuk
lebih banyak minum (±8 gelas). Rasional : peningkatan intake cairan dapat meningkatkan
volume intravaskuler yang dapet meningkatkan perfusi jaringan. Monitor intake dan output klien
tiap 24 jam. Rasional : membantu dalam menganalisa keseimbangan cairan dan derajat
kekurangan cairan.

Intervensi kolaborasi yang dapat dilakukan adalah berikan cairan sesuai instruksi dokter (cairan
dimasukkan melalui intravena RL 20 TPM dan NaCl 0,9% 20TPM selama ±15 menit). Rasional
: memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh klien dan cairan NaCl berfungsi sebagai pembilas

28
setelah transfuse kantong PRC. Berikan premed Dexamethasone 1 x 5 mg sebelum transfuse.
Rasional : untuk mencegah terjadinya alergi transfusi pada klien. Berikan transfusi PRC
sebanyak 2000cc (sesuai instruksi dokter). Rasional : perdarahan yang terjadi secara terus
menerus dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik, maka transfusi darah sangat
diperlukan untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik. Berikan Ca Glukonas 1 x 1000 mg
post transfuse 1000 cc. Rasional : Untuk mengurangi jumlah ca dalam tubuh setelah tranfusi
darah

Kolaborasi dalam pengambilan sample darah untuk pemeriksaan H2TL, 6 jam setelah
transfusi PRC sebanyak 1000cc. Rasional : untuk mengetahui kadar Hb klien telah mencapai
batas normal atau tidak. Berikan cairan sesuai instruksi dokter (cairan dimasukkan melalui
intravena RL 20 TPM dan NaCl 0,9% 20 TPM selama ±15 menit). Rasional : memenuhi
kebutuhan cairan dalam tubuh klien dan cairan NaCl berfungsi sebagai pembilas setelah transfusi
kantong PRC. Berikan transfusi PRC sebanyak 2000cc (sesuai instruksi dokter). Rasional :
perdarahan yang terjadi secara terus menerus dapat menyebabkan terjadinya syok hipovolemik,
maka transfusi darah sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya syok hipovolemik.
Kolaborasi dalam pengambilan sample darah untuk pemeriksaan H2TL, 6 jam setelah transfusi
PRC sebanyak 1000cc. Rasional : untuk mengetahui kadar HB klien telah mencapai batas
normal atau tidak.

Diagnosa keperawatan yang kedua adalah infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat : trauma jaringan. ​Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan masalah infeksi dapat teratasi. Kriteria hasil : Tidak ada tanda – tanda infeksi
pada area labia mayora klien seperti calor, tumor, rubor, dolor dan funcio laesa, suhu tubuh klien
dalam batas normal yakni (36-37,5°C), jumlah leukosit dalam batas normal, yakni 4500-11000
sel/uL. Pasien menunjukkan kemampuan untuk mencegah infeksi (personal hygiene) meingkat.
Intervensi m​a​ndiri yang dapat dilakukan yaitu, jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda
terjadinya infeksi. Rasional : pengetahuan yang memadai meningkatkan klien kooperatif
terhadap tindakan keperawatan. Observasi keadaan klien dan catat jumlah perdarahan. Rasional :
untuk mengetahui keadaan vulva klien dan mengetahui seberapa banyak darah yang keluar. Ukur
TTV tiap 8 jam. Rasional : peningkatan suhu tubuh pasien mengidentifikasikan telah terjadinya

29
infeksi. Berikan kompres NaCl 0,9% dengan menggunakan 2 lembar kassa pada daerah
permukaan vulva klien. Rasional : Meningkatkan vasokonstriksi dan mengurangi edema pada
area labia mayora klien. Motivasi dan bantu klien dalam menjaga kebersihan diri. Rasional :
lingkungan yang lembab dan kebersihan diri yang kurang merupakan media yang baik bagi
peertumbuhan kuman yang dapat memperparah masalah infeksi.

Kolaborasi yang dapat dilakukan adalah lakukan pemasangan kasa tampon yang telah
dibasahi betadine 1 x 24 jam (sesuai instruksi dokter). Rasional betadine bersifat antiseptic yang
bersifat untuk membunuh kuman sehingga cocok untuk pembuluh darah yang terbuka karena
luka. Berikan antibiotik sesuai instruksi dokter : Ceftriaxone 1 x 2 gr via IV, Metronidazole 3 x
500 mg via drip IV, Gentamicin 2 x 80g via IV. Rasional : antibiotik berfungsi untuk membunuh
kuman ysng betrada didalam tubuh klien. Berikan obat antipiretik (paracetamol 3x500mg) via IV
drip. Rasional : untuk menurunkan demam klien. Berikan pemberian Vit C 3 x 100 mg via IV.
Rasional : Vit C. memiliki khasiat untuk membantu mempercepat proses penyembuhan luka.
Monitor hasil leukosit klien. Rasional : peningkatan nilai leukosit menandakan klien telah
mengalami infeksi

Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu, nyeri akut berhubungan dengan agen injuri :
fisik (adanya luka insisi. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ​+ ​3 x 24 jam
diharapkan masalah nyeri dapat teratasi Kriteria Hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, klien
mengatakan nyaman, VAS: 0, ekspresi klien tampak tenang, lien mampu melakukan teknik
mengontrol nyeri secara non farmakologis (relaksasi, distraksi,dll). Intervensi mandiri yang
dapat dilakukan adalah kaji karakteristik nyeri, lokasi nyeri, frekuensi nyeri dan skala nyeri
klien​. ​Rasional : mengetahui seberapa berat nyeri yang dialami pasien​. ​Observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan​. ​Rasional : reaksi non verbal sangat mengidentifikasikan
adanya rasa nyeri yang dirasakan klien. Ajarkan klien teknik mengontrol nyeri non farmakologi
(relaksasi,distraksi, dll). Rasional : mengurangi nyeri secara non farmakologis

30
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan kelompok pada hari Sabtu, 31 Oktober 2015
jam 21.00 WIB adalah mengukur TTV klien tiap 8 jam. Respon : TD : 110/60 mmHg, N: 84
x/m, Rr : 20 x /m, S : 37,2 0​​ C, pada jam 21.10 WIB melakukan kolaborasi dalam pemberian
obat antipiretik yaitu paracetamol 500 mg via IV drip. Respon : obat diberikan dijalur IVFD
tangan kiri, jumlah 33 TMP, pada jam 23.00 WIB melakukan kolaborasi dalam pemberian
cairan Nacl 0,9 % dijalur IVFD tangan kanan ​+ selama 1 jam sebelum pemberian transfusi
darah. Respon : Tetesan infus lancar, flebitis (-), jumlah tetesan : 20 TPM.

Pada hari Minggu, 1 November 2015 pada jam 00.00 WIB adalah melakukan kolaborasi
dalam pemasangan kasa tampon yang telah dibasahi betadin 1 x 24 jam. Respon : Obat tampon
sebanyak 4 lembar dimasukan kedalam luka insisi, klien tampak meringis saat kasa tampon
dimasukan kedalam luka insisi, pendarahan di kasa sebelumnya ​+ 300 cc, pada jam 00.50 WIB
melakukan kolaborasi dalam pemberian antibiotik : metronidazole 500mg via IV drip. Respon :
Obat diberikan dijalur IVFD tangan kiri, jumlah tetesan 33 TPM, tetesan infus lancar, flebitis (-),
pada jam 02.30 WIB melakukan kolaborasi dalam pemberian transfusi plasma cell (pc) kantong
ke-1 sebanyak 181 ml dijalur IVFD tangan kanan. Respon : tetesan transfusi darah lancar,
konjungtiva anemis, klien masih terihat pucat, CRT 3 detik, pada jam 04.00 WIB melakukan
kolaborasi dalam pemberian cairan Nacl 0,9 % dijalur ivfd tangan kanan ​+ selama 15 menit
setelah pemberian PC kantong pertama. Respon : tetesan infus lancar, flebitis (-), jumlah tetesan
: 20 TPM, selang tampak bersih, pada jam 04.15 WIB melakukan kolaborasi dalam pemberian
transfusi plasm cell (pc) kanong ke- 2 sebanyak 232 ml di jalur IVFD tangan kanan. Respon :
Tetesan transfusi darah lancar , kongtiva anemis, klien masih terlihat pucat , CRT 3 detik, pada
jam 05.45 WIB melakukan kolaborasi dalam pemberian obat antipiretik : paracetamol 500 mg
via IV drip. Respon : Obat diberikan dijalur IVFD tangan kiri, jumlah tetesan 33 TPM, tetesan
infus lancar, flebitis (-), pada jam 06.25 WIB melakukan kolaborasi dalam pemberian antibiotik :
gentamisin 80 gr via IV drip. Respon : klien mengtakan nyeri saat diberikan obat via IVFD
ditangan kiri, obat masuk semua, pada jam 07.00 WIB menganjurkan pasien untuk lebih banyak

31
minum (​+ 8 gelas). Respon : klien mengatakan masih sering merasa haus, minum sudah ​+ ​1500
ml, mukosa bibir klien tampak kurang lembab, pada jam 07.30 ​WIB ​mengukur TTV tiap 8 jam.
Respon : TD : 120/80 MmHg, N : 82x/m, Rr : 21x/m, S : 37,2​o​c, pada jam 07.45 ​WIB melakukan
kolaborasi dalam pemberian vitamin C 100 mg via IV Bolus. ​Respon : klien mengatakan nyeri
saat diberikan obat via IVFD ditangan kiri, obat masuk semua, pada jam 08.00 WIB melakukan
kompres Nacl 0,9 % dengan menggunakan 2 lembar kassa pada area vulva klien. Respon :
terdapat darah ​+ ​5 cc pada kasa yang sebelumnya, area labia mayora masih tampak bengkak,
pada jam 08.30 WIB mengajarkan klien teknik mengontrol nyeri : teknik nafas dalam. Respon :
klien mengatakan rasa nyeri berkurang saat melakukan teknik nafas dalam, klien mampu
mengikuti intruksi perawat, ekspresi klien dampak lebih tenang, pada jam 09.00 WIB
melakukan kolaborasi dalam pemasangan kasa tampon yang telah dibasahi rivanol. Respon :
darah yang berada dikasa sebelumnya ​+ 60 cc, bagian dalam luka di semprot NaCl 1 liter, lalu
dikompres dengan 4 kassa trivanol dan bagian luar dikompres juga dengan 1 kassa + rivanol,
pada jam 09.10 WIB melakukan kolaborasi dalam bemberian transpusi plasma cell (PC) kantong
ke- 3 sebanyak 197 ml. dijalur IVFD tangan kanan. Respon : Tetesan transfusi darah lancar,
konjungtiva anemis, klien terlihat lebih segar, CRT 2 detik, pada jam 10.30 WIB melakukan
kolaborasi dalam pemberian antibiotik : metronidazole 500mg via IV drip. Respon : Obat
diberikan dijalur IVFD tangan kiri , jumlah tetesan 33 TM, tetesan infus lancar, flebitis (-), pada
jam 11.30 WIB melakukan kolaborasi dalam pemberian cairan NaCl 0.9% dijalur IVFD tangan
kanan ​+ selama 15 menit setelah pemberian. PC kantong ke- 3. Respon : tetesan infus lancar,
flebitis (-), jumlah tetesan : 20 TPM, selang tampak bersih, pada jam 14.00 WIB mengukur TTV
tiap 8 jam. Respon : TD : 110/60 MmHg, N : 87x /m, Rr : 20x /m, S : 37,2​0 ​C, pada jam 15.15
WIB melakukan kolaborasi dalam pemberian transpusi plasma cell (PC) kantong ke- 4 sebanyak
218 ml dijalur IVFD tangan kanan. Respon : Tetesan transfusi darah lancar, konjungtiva anemis,
klien tidak tampak pucat, CRT 2 detik, pada jam 17.00 WIB mengganti kompresan luar dengan
kasa yang sudah dibasahi rivanol yang diletakan diarean vulva klien. Respon : darah dikasa
sebelumnya ​+ 5cc, klien tampak meringis saat diganti kompresan kassa luar, pada jam 17.45
WIB melakukan kolaborasi dalam pemberian antibiotik : ceftriaxone 2 gr via IV bolus. ​Respon :
Obat diberikan dijalur IVFD tangan kiri, klien tampak meringis saat obat dimasukan, obat masuk

32
semua, pada jam 18.25 WIB melakukan kolaborasi dalam pemberian antibiotic : gentamicin 80
mg via IV bolus. Respon : Obat diberikan dijalur IVFD tangan kiri, klien tampak meringis saat
obat dimasukan, obat masuk semua, pada jam 18.35 WIB melakukan kolaborasi dalam
pemberian antibiotik : metronidazol 500 mg via IV drip. ​Respon : Obat diberikan dijalur IVFD
tangan kiri, jumlah tetesan 33 TPM, tetesan infus lancar, flebitis (-), pada jam 21.00 WIB
melakukan monitoring intake & output klien tiap 24 jam. Respon : Intake : Infus RL : 3 x 500 cc
= 1500 cc, pada jam 22.40 WIB melakukan kolaborasi dalam pengambilan sample darah untuk
pemeriksaan H2TL, 6 jam setelah transfusi Plasma Cell (PC) sebanyak 1000 cc. Respon : Pukul
22.50 hasil keluar, didapati hasil, yaitu HB : 8,6 gr/dl (N :12-16 gr/dl), HT : 29 % (N: 37 – 42%),
Trombosit : 263.000 sel/ul (N: 150.000-400.000 sel/ul), Leukosit : 12.500 sel/ul (N: 37-42 %),
NaCl : 500 cc, Darah : 181 + 232 + 197 + 218 = 838 cc, Minum : 1500 cc, Obat cair : 500 cc,
Output : urine : 9 x 110 cc = 990 cc/ 24 jam, Pendarahan : 30 x 5 x 60 = 95 cc/ 24 jam, Iwl : 15 x
52 kg +780 cc/ 24 jam, Intake – output : 4388 – 1865 = 4388 cc/ 24 jam, pada jam ​23.00 WIB
Memberikan vitamin c 100 mg via IV bolus. Respon : Obat dimasukan semua lewat jalur IVFD
tangan kiri, tetesan infus lancar, flebitis (–), obat masuk semua ; pada jam 00.00 WIB Melakukan
pemberian obat antipiretik;paracetamol 500 mg via IV drip. Respon : Obat di berikan di jalur
IVFD tangan kiri, jumlah tetesan 33 tpm, tetesan infus lancar dan tidak ada flebitis ;
Pada hari Senin 2 November 2015 dilakukan tindakan keperawatan jam 01.00 WIB yaitu
melakukan pemberian cairan NaCl 0,9% dijalur IVFD tangan kanan ± selama 15 menit setelah
pemberian pc kantong ke 5. Respon : Tetesan infus lancar, jumlah tetesan 20 tpm, selang tampak
bersih dan kulit klien tidak ada flebitis ; Pada jam 01.15 WIB melakukan pemberian transfusi
Plasma Cell kantong ke 6 sebanyak 181 ml di jalur IVFD tangan kanan. Respon : Tetesan
transfusi darah lancar, klien tidak tampak pucat, CRT 2 detik ; Pada jam 03.00 Melakukan
pemberian antibiotik Metronidazole 500 mg via IV drip. Respon : Obat di berikan di jalur IVFD
tangan kiri jumlah tetesan 33 tpm, tetesan infus lancar dan kulit klien tidak ada flebitis ; Pada
jam 03.05 melakukan Melakukan pemberian cairan NaCl 0,9% di jalur IVFD tangan kanan ±
selama 15 menit setelah pemberian PC kantong ke 6. Respon : Tetesan infus lancar, kulit tidak
ada flebitits, jumlah tetesan 20 tpm, selang tampak bersih ; Pada jam 03.20 Melakukan
pemberian transfusi plasma cell (PC) kantong ke 7 sebanyak 232 ml di jalur IVFD tangan

33
kanan. Respon : Tetesan transfusi darah lancar, CRT 2 detik, konjungtiva ananemis, klien tidak
tampak pucat ; Pada jam 05.00 melakukan Melakukan pemberian cairan NaCl 0,9% di jalur
IVFD tangan kanan ± selama 15 menit setelah pemberian PC kantong ke 7. Respon : Tetesan
infus lancar, tidak ada flebitis, klien tidak tampak pucat, jumlah tetesan 20 tpm, selang tampak
bersih ; pada jam 05.15 Melakukan pemberian transfusi Plasma Cell kantong ke 8 sebanyak 218
ml di jalur IVFD tangan kanan. Respon : Tetesan transfusi darah lancar, klien tidak tampak
pucat, CRT 2 detik ; pada jam 05.30 Mengganti kompresan luar dengan kassa yang sudah di
basahi rivanol yang di letakan di area vulva klien . Respon : darah di kasa sebelumnya ± 10cc,
klien tampak meringis saat diganti kompresan luar ; Pada jam 05.31 WIB Menganjurkan klien
untuk tarik nafas dalam bila merasa nyeri saat kasa di ganti . Respon : Klien mengikuti instruksi
perawat dengan benar dan klien mengatakan lebih nyaman saat melakukan tarik nafas dalam ;
pada jam 06.00 WIB Melakukan pemberian Vit C 100mg via IV bolus . Respon : Obat masuk
semua ke jalur IVFD tangan kiri, tidak terdapat plebitis, tetesan infus lancar ; pada jam 06.25
WIB Melakukan pemberian antibiotik : gentamicin 80mg via IV bolus. Respon : Obat masuk
semua ke jalur IVFD tangan kiri, kulit tidak ada plebitis, tetesan infus lancar ; pada jam 06.30
WIB mengukur TTV klien tiap 8 jam . Respon : TD 100/60 mmhg, N 89x/menit, RR 20x/menit,
S 36,9 ̊C ; pada jam 07.00 WIB Memotivasi dan membantu klien dalam menjaga kebersihan diri
: mandi dan oral hygine. Respon : Klien merasa nayaman setelah di lap tubuhnya oleh perawat
dan klien mengatakan percaya diri bila berkomunikasi dengan orang lain karena mulutnya
bersih. Klien menyadari pentingnya menjaga kebersihan diri ; pada jam 08.30 WIB Melakukan
pemberian cairan NaCl 0,9% di jalur IVFD tangan kanan ± selama 15 menit setelah pemberian
PC kantong ke 8 (kantong terakhir) . Respon : Tetesan infus lancar, flebitis tidak ada , jumlah
tetesan 20 tpm, selang tampak bersih ; pada jam 09.00 Menganjurkan klien untuk banyak minum
air putih (± 8 gelas/hari) . Respon : dari jam 21.00 WIB klien mengatakan sudah minum air putih
± 5 gelas (± 1750 cc) dan klien sering merasa haus ; pada jam 10. 35 WIB Melakukan pemberian
antibiotik : Metronidazole 500mg via IV drip . Respon : Obat di berikan di jalur IVFD tangan
kiri jumlah tetesan 33 tpm, tetesan infus lancar, tidak ada flebitis ; pada jam 11.00 WIB
Mengganti kompresan luar dengan kassa yang sudah di basahi rivanol yang di letakan di area
vulva klien. Respon : darah di kasa sebelumnya ± 8 cc, klien tampak meringis saat diganti

34
kompresan luar ; pada jam 11.30 WIB Mengkaji karakteristik nyeri, lokasi nyeri, frekuensi nyeri,
dan skala nyeri. Respon : klien mengatakan nyeri seperti tersayat pisau, lokasi nyeri diarea
kemaluannya, frekuensinya tidak menentu, nyeri bertambah bila klien BAK atau mengubah
posisi, skala nyeri VAS 2 ; pada jam 14.30 WIB . mengukur TTV klien tiap 8 jam . Respon : TD
120/80 mmhg, N 76x/menit, RR 18x/menit, S 37,1​o​C ; pada jam 14.45 WIB Melakukan
pengambilan sample untuk pemeriksaan H2TL, 6 jam setelah transfusi PlasmaCell (PC) 2000 cc
Respon : Hasil keluar 45 menit kemudian, hasilnya sebagai berikut : Hb : 13,6 gr/dl (N : 12 – 16
gr/dl), HT : 41% (N 37 – 43 %), Trombosit : 215.000 sel/ui (N 150.000 – 400.000)\, Leukosit :
13.700 sel/ui (N 4500 – 11000) ; pada jam 15.00 WIB Melakukan pemberian Vit C 100 mg via
IV bolus . Respon : Obat masuk semua ke jalur IVFD tangan kiri, tidak ada phlebitis di area
suntikan , tetesan infus lancar ; pada jam 17.00 WIB . Mengganti kompresan luar dengan kassa
yang sudah di basahi rivanol yang di letakan di area vulva klien . Respon : darah di kasa
sebelumnya ± 5 cc, klien tampak meringis saat diganti kompresan luar ; pada jam 17.45 WIB .
Melakukan pemberian antibiotik : ceftriaxone 2gr via IV bolus. Respon : obat di berikan di jalur
IVFD tangan kiri, klien tampak meringis saat obat di masukan, obat masuk semua dan tetesan
infus lancar ; pada jam 17.50 WIB Melakukan pencabutan IVFD yang berada di tangan kanan
(jalur transfuse darah) . Respon : Klien mengatakan senang saat selang infuse sebelah kanan di
lepaskan ; pada jam 18.25 WIB Melakukan pemberian antibiotic : Gentamicin 80 mg via IV
bolus . Respon : obat diberikan melalui IVFD tangan kiri, obat masuk semua, tetesan infuse
lancar, tidak ada flebitis ; pada jam 18.35 WIB Melakukan pemberian antibiotik : Metronidazole
500 mg via IV drip . Respon : Obat di berikan di jalur IVFD tangan kiri jumlah tetesan 33 tpm,
tetesan infus lancar dan tidak ada flebitis ; pada jam 20.00 WIB Melakukan pemberian Vit C 100
mg via IV bolus . Respon : Obat masuk semua ke jalur IVFD tangan kiri, tidak ada plebitis dan
tetesan infuse lancar ; pada jam 20.30 WIB Menganjurkan klien untuk banyak minum (± 8
gelas/hari). Respon: klien mengatakan dari jam 09.00 pagi sudah minum sebanyak 2 gelas (500
cc) dan klien mengatakan rasa haus masih sering terasa ; pada jam 20.45 WIB mengukur TTV
klien tiap 8 jam . Respon : TD 120/80 mmhg, N 76x/menit, RR 18x/menit, S 37,1​o​C ; pada jam
21.00 WIB Melakukan monitoring intake dan output klien tiap 24 jam . Respon : intake dalam 24
jam sebanyak 5150 cc ,output sebanyak 1443 , balancenya + 3,707.

35
Pada hari Selasa 3 November 2015 dilakukan tindakan keperawatan jam 01.00 WIB yaitu
mengganti kompresan luar dengan kassa yang sudah di basahi rivanol yang di letakan di area
vulva klien. Respon hasil: darah di kasa sebelumnya ± 5 cc, klien tampak meringis saat diganti
kompresan luar; pada jam 02.35 ​WIB ​melakukan pemberian antibiotik : Metronidazole 500mg via
IV drip​. R​espon hasil: Obat di berikan di jalur IVFD tangan kiri jumlah tetesan 33 tpm, tetesan
infus lancar, tidak ada flebitis; pada jam 06.00 WIB m​elakukan pemberian Vit C 100mg via IV
bolus. Respon Hsil: Obat masuk semua ke jalur IVFD tangan kiri, plebitis (-), tetesan infus
lancar​; pada jam ​06.25 WIB ​dilakukan tindakan pemberian antibiotic : Gentamicin 80 mg via IV
bolus​. ​Respon hasil : obat diberikan melalui IVFD tangan kiri, obatmasuk semua, tetesan infus
lancar, tidak ada flebitis​; pada jam ​06.40 WIB mengukur TTV klien tiap 8 jam. Respon hasil : TD
110/80 mmhg, N 80x/menit, RR 19x/menit, S 36,2​o​C. Pada jam 10.35 WIB memberitahukan dan
menganjurkan klien untuk banyak minum (± 8 gelas/hari). Respon Hasil : klien mengatakan dari
jam 21.00 sudah minum sebanyak 2 gelas (500 cc) dank lien mengatakan rasa haus jarang terasa,
mukosa bibir klien lembab. Pada jam 14.00 WIB melakukan pemberian antibiotik :
Metronidazole 500mg via IV drip. Respon hasil : Obat di berikan di jalur IVFD tangan kiri
jumlah tetesan 33 tpm, tetesan infus lancar, tidak ada flebitis. Pada jam 14.05 WIB mengukur
TTV klien tiap 8 jam; Respon hasil : TD 120/80 mmhg, N 81x/menit, RR 19x/menit, S 36,4​o​C.
Pada jam 14.15 WIB menganjurkan klien untuk banyak minum (± 8 gelas/hari). Respon hasil:
klien mengatakan dari jam 07.30 pagi sudah minum sebanyak 1 1/2 gelas (350 cc) dan klien
mengatakan rasa haus jarang terasa, mukosa bibir klien lembab. Pada jam 14.30 WIB
menganjurkan klien untuk banyak minum (± 8 gelas/hari). Respon Hasil : klien mengatakan dari
jam 07.30 pagi sudah minum sebanyak 1 1/2 gelas (350 cc) dan klien mengatakan rasa haus
jarang terasa, mukosa bibir klien lembab. Pada jam 16.00 WIB perawat melakukan monitoring
intake dan output klien tiap 24 jam. Respon hasil Intake dalam 24 jam sebanyak 1550 cc dan
output sebanyak 1290 cc. Intake – output = 1550 – 1290 = -260cc balancenya.
Pada jam 16.30 WIB, perawat melakukan pencabutan IVFD yang terpasang di tangan kiri pasien.
Respon hasil : klien mengatakan senang sudah di perbolehkan pulang oleh dokter, klien
mengatakan akan rajin datang ke RSUK sesuai dengan instruksi dokter; pada jam 16.45 WIB
perawat melakukan pengkajian karakteristik nyeri, lokasi nyeri, frekuensi nyeri dan skala nyeri

36
klien. Respon hasil : klien mengatakan nyeri berkurang, klien mengatakan bila nyeri ia akan
melakukan teknik relaksasi nafas dalam, VAS 0, ekspresi klien tampak tenang

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada bab ini kelompok akan membahas mengenai kesenjangan yang ditemukan antara
teori dengan kasus yang dikelola yaitu Asuhan Keperawatan pada Ny. SR dengan Hematom
Vulva Labia Mayora Dextra di RSU Kecamatan Jagakarsa pada tanggal 31 Oktober sampai 3
November 2015. Pembahasan ini menggambarkan asuhan keperawatan yang telah dilakukan
oleh kelompok dan dibandingkan dengan tinjauan teoritis atau alternative pemecahan masalah.

Uraian pembahasan ini disesuaikan berdasarkan tahapan proses keperawatan yang


meliputi pengkajian keperawatan, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan,
implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.

A. Pengkajian

37
Menurut Hidayat (2008,h.98) pengkajian merupakan langkah pertama dari proses
keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien untuk mengetahui
berbagai permasalahan yang ada.
Hematoma adalah di dapatkannya gumpalan darah sebagai akibat cidera atau robeknya
pembuluh darah wanita hamil aterm tanpa cidera mutlak pada lapisan jaringan luar.
Penyebab terutama karena gerakan kepala janin selama persalinan (spontan), akibat
pertolongan persalinan, karena tusukan pembuluh darah selama anestesi lokal atau penjahitan
dan dapat juga karena penjahitan luka episiotomi atau ruptur perineum yang kurang
sempurna.
Pada kasus Ny. SR didapatkan gumpalan darah di labia mayora dextra yang berukuran ±
10 cm. Menurut hasil pengkajian Ny. SR mulai merasa ada benjolan pada kemaluannya sejak
3 jam setelah melahirkan pada tanggal 28 Oktober 2015 di praktek bidan mandiri. Klien di
perbolehkan pulang oleh bidan setelah vulva di kompres selama 3 jam. Setelah 3 hari di
rumah klien merasa vulva semakin membesar dan terasa nyeri. Klien kesulitan untuk duduk
karena ada yang mengganjal di bagian vaginanya
.
Setelah melakukan pengkajian fisik pada klien ditemukan data keadaan umum klien.
sedang, kesadaran klien Compos Mentis, TTV klien : TD 100/60 mmHg, S 37, 8​o​C, N 84
x/menit, RR 22x/menit. BB klien sebelum hamil 48 kg, pada saat hamil 60 kg, TB klien 155
cm. Jalan nafas klien bersih, tidak ada bunyi nafas tambahan, klien tidak merasa sesak, klien
bernafas secara spontan tidak memakai otot bantu pernapasan, frekuensi nafas 22x/menit,
dan irama reguler. Konjungtiva klien tampak anemis, tidak ada distensi vena jugularis, akral
klien teraba dingin, warna kulit klien tampak pucat, CRT klien selama 3 detik, tidak
ditemukan edema pada akral klien. Kecepatan denyut apical klien 84x/menit dengan irama
regular, tidak ada kelainan pada bunyi jantung, dan klien tidak merasakan nyeri dada.
Sistem pencernaan klien tidak ada keluhan, sistem eliminasi bowel klien tidak ada
keluhan, keadaan payudara klien kencang, areola mengalami hiperpigmentasi, putting susu
membesar, pengeluaran ASI ±100 cc/4 jam. Tidak ada keluhan pada sistem muskuloskeletal
klien. Riwayat mensturasi klien yaitu klien pertama kali mengalami mensturasi pada umur 15

38
tahun dengan siklus mensturasi 28 hari, dengan volume darah banyak (± 50-100 cc), durasi
mensturasi selama ± 7 hari, keluhan yang dialami klien saat mensturasi adalah pegal di
sekitar pinggang dan nyeri perut. Setelah 3 hari klien baru memeriksakan diri ke RSU
Kecamatan Jagakarsa, setelah di periksa oleh dokter spesialis Obgyn mendiagnosa terdapat
hematom di labia mayora dekstra dan dokter memutuskn untuk mengangkat hematom
tersebut dengan tindakan insisi. Setelah dilakukan tindakan insisi luka klien dipasang 2 buah
tampon betadine, dan ditutup dengan kasa.
Keadaan labia mayora dan minora kanan klien tampak bengkak, labia mayora berwarna
kemerahan, terdapat luka insisi sepanjang 10 cm, labia mayora teraba keras. klien terpasang
kassa tampon sebanyak 5 lembar dengan kompres betadine, dan pada bagian labia mayora
klien dikompres dengan 2 lembar kassa + NaCl 0,9%. TFU klien 3 jari dibawah pusat,
kontraksi uterus sudah tidak ada, konsistensi uterus klien lunak.

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito (2006), diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis terhadap respon
individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan potensial
atau aktual. Diagnosa keperawatan memberi dasar untuk menentukan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang perawat bertanggung gugat. Menurut Doengoes (2000) diagnosa
yang ditemukan pada hematom terdapat 3 diagnosa, meliputi Defisit volume cairan
berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif ( perdarahan yang terjadi
terus-menerus), Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (trauma
jaringan ), Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri : fisik (adanya luka insisi pada labia
mayora ). Diagnosa yang ditemukan pada Ny. SR yang sesuai dengan teori yaitu Defisit
volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif ( perdarahan yang
terjadi terus-menerus), Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan (adanya luka
insisi), Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur pembedahan (insisi pada daerah yang
mengalami hematom). Untuk diagnosa defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan secara aktif ( perdarahan yang terjadi terus-menerus). Untuk diagnosa defisit
volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif ( perdarahan yang

39
terjadi terus-menerus) ​ditandai dengan adanya hematom dengan ukuran 10 cm, Hb : 4 g/dl,
Konjungtiva : anemis, klien terlihat pucat, tampak lemas, akral dingin. Untuk diagnosa Nyeri
akut berhubungan dengan kerusakan jaringan (adanya luka insisi) ditandai dengan adanya
nyeri pada klien dibagian vagina klien, skala nyeri VAS 2. Diagnosa Resiko infeksi
berhubungan dengan prosedur pembedahan (insisi pada daerah yang mengalami hematom
ditandai dengan pemajanan terhadap lingkungan, Hasil Laboratorium Leukosit : 18.000 ul.
Berikut ini akan diuraikan 3 diagnosa keperawatan priotias dari Ny. SR yaitu :

Diagnosa pertama yaitu ​Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan secara aktif ( perdarahan yang terjadi terus-menerus). Definisi: adalah kondisi
seorang individu yang beresiko mengalami dehidrasi vaskuler, seluler, atau intraseluler
(Wilkinson 2006). ​Rasional: diagnosa ini sesuai dengan teori yang ada. Di dukung dengan
data yang terdapat pada klien yaitu perdarahan secara aktif selama 3 hari yang telah menjadi
gumpalan sebesar ± 10 cm, hasil pemeriksan lab di dapatkan Hb klien 4 g/dL, konjungtiva
anemis, akral dingin, CRT 3 detik, klien terlihat pucat .

Diagnosa kedua yaitu: Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat
(trauma jaringan). Definisi: adalah keadaan dimana individu beresiko terserang oleh agen
patogenik atau oportunistik (virus, jamur, bakteri, protozoa, atau parasite lain) dari
sumber-sumber eksternal, sumber-sumber endogen atau eksogen dan berpotensi untuk
terjadinya penggandaan mikroorganisme secara cepat atau zat-zat racunnya. (Carpenito
2009) ​Rasional: ​kelompok mengangkat diagnose infeksi karena klien datang dengan kondisi
luka sudah infeksi, leukosit klien tinggi yaitu 18000 ul.

Diagnosa ketiga yaitu Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan (adanya
luka insisi). Definisi: ​Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang
muncul dari kerusakan jaringan baik secara aktual atau potensial atau merupakan kerusakan
(Asosiasi Studi Nyeri Internasional​) yang terjadi secara tiba-tiba atau dengan waktu yang
lama dengan intensitas ringan sampai berat. (Nanda 2006) ​Rasional : diagnosa ini sesuai
dengan teori yang ada. Didukung dengan data yang ada yaitu adanya trauma atau luka di

40
bagian vagina yang menyebabkan klien nyeri karena post partum dan post insisi hematom ,
terlihat ekspresi klien meringis, VAS 2 .

Kelompok mengalami beberapa kesulitan selama menegakkan diagnose, salah satunya


karena minimnya sumber yang membahas tentang hematom sehinnga kelompok kesulitan
mencari sumber.

C. Intervensi Keperawatan
Rencana Keperawatan adalah prekripsi untuk perilaku spesifik yang diharakan dari klien
untuk membantu klien dalam mencapai hasil yang diharapkan (Doengoes et ala 2000, h.10).
adapun langkah-langkah dalam menentukan perencanaan keperawatan yaitu : menentukan
proriotas masalah, menetukna tujuan keperawatan, menetapkan kriteria hasil, dan
merumuskan intevensi dan aktivitas keperawatan (Tarwoto&Wartonah 2006, h.5). penuulis
menyusun intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan
secara sistematis menurut proritas masalah yang diangkat berdasarkan hirarki kebutuhan
Maslow yaitu fisiologis (oksigen, cairan, makanan, keseimbangan suhu, eliminasi, tempat
tinggal, istirahat dan tidur, kebutuhan seksual), rasa aman dan perlindungan, rasa cinta
memiliki, dan dimiliki, harga diri, aktualisasi diri serta berdasarkan kondisi klien saat itu.

Dalam membuat rencana keperawatan penulis membuat rencana keperawatan berdasarkan


teori menurut (Doengoes 2000) yang telah penulis susun berdasarkan rumusan SMART,
yaitu:

1. Diagnosa Keperawatan yang pertama yaitu Defisit volume cairan berhubungan


dengan kehilangan volume cairan secara aktif ( perdarahan yang terjadi
terus-menerus) ​semua ​intervensi sudah sesuai dengan teori yang kelompok tulis,
diantaranya : ​Mandiri : Observasi adanya tanda-tanda dehidrasi, Ukur TTV tiap 8 jam
,Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum (±8 gelas), Monitor intake dan output klien
tiap 24 jam. Kolaborasi : Berikan cairan sesuai instruksi dokter ( cairan dimasukkan

41
melalui intravena RL 20 TPM dan NaCl 0,9% 20TPM selama ±15 menit), Berikan
transfusi Plasma Cell (PC) sebanyak 2000cc (sesuai instruksi dokter), berikan 1 x 5 mg
dexametason pre tranfusi darah via IV line, berikan tranfusi PRC 2000cc ( diberikan
1000cc terlebih dahulu lalu dievaluasi hasil labnya), berikan ca glukonas 1 x 1000 mg pot
tranfusi darah via IV line, Kolaborasi dalam pengambilan sample darah untuk
pemeriksaan H2TL, 6 jam setelah transfusi PRC sebanyak 1000cc.

2. Diagnosa Keperawatan ​yang kedua yaitu Infeksi berhubungan dengan pertahanan


primer tidak adekuat (trauma jaringan) ​semua ​intervensi sudah sesuai dengan teori
yang klien tulis, diantaranya : ​Mandiri : Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda
terjadinya infeksi, Observasi keadaan klien dan catat jumlah perdarahan, Ukur TTV tiap
8 jam, Berikan kompres NaCl 0,9% dengan menggunakan 2 lembar kassa pada daerah
permukaan vulva klien, Motivasi dan bantu klien dalam menjaga kebersihan diri .
Kolaborasi : Lakukan pemasangan kasa tampon yang telah dibasahi betadine 1x24 jam
(sesuai instruksi dokter), Berikan antibiotik sesuai instruksi dokter: cetriaxone 1x2gr via
IV, metronidazole 3x500mg via drip IV, gentamicin 2x80g via IV , Berikan obat
antipiretik (paracetamol 3x500mg) via IV drip, Berikan pemberian vit.C 3x100mg. via
IV, Monitor hasil leukosit klien,

3. Diagnosa Keperawatan yang ketiga Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan


jaringan (adanya luka insisi). ​semua ​intervensi sudah sesuai dengan teori yang klien
tulis, diantaranya : ​Mandiri : Kaji karakteristik nyeri, lokasi nyeri, frekuensi nyeri dan
skala nyeri klien, Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan, Ajarkan klien teknik
mengontrol nyeri non farmakologi (relaksasi,distraksi, dll) . Implementasi pada Ny. SR
telah dilakukan sesuai intervensi.

Faktor pendukung dalam pembuatan rencana keperawatan tersebut adalah tersedianya


buku-buku sumber atau literature yang membuat tentang intervensi keperawtaan pada klien
hemtoma vulva. Tidak ada factor penghambat yang penulis temukan dalam perumusan
rencana keperawatan. Solusi tidak ada.

42
D. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005: hlm.203)

Implementasi keperawatan adalah kategori dari perilaku keperaatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaikan (Potter & Perry, 2005:hlm.203)

Implementasi yang dilakukan pada diagnosa pertama sudah dapat dilakukan dengan
baik, sesuai dengan intervensi yang telah dibuat oleh penulis.​Faktor Pendukung: ​klien dan
keluarga kooperatif selama tindakan keperawatan ​Faktor Penghambat: ​klien mendapat
transfuse PRC pada malam hari sehingga kelompok sulit mengobservasi klien karena
mengantuk. ​Solusinya​: kelompok tidur bergantian, sehingga klien tetap terpantau.

Implementasi yang dilakukan pada diagnosa kedua sudah dapat dilakukan dengan baik,
sesuai dengan intervensi yang telah dibuat oleh penulis. ​Faktor Pendukung: ​keluarga
sangat kooperatif dalam membantu tindakan keperawatan. ​Faktor Penghambat: ​tidak ada.

Implementasi yang dilakukan pada diagnosa ketiga sudah dapat dilakukan dengan baik,
sesuai dengan intervensi yang telah dibuat oleh penulis. ​Faktor Pendukung: ​adanya
perhatian dari keluarga untuk klien​ Faktor Penghambat: ​ tidak ada

E. Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah proses keperawatan yang mengukur respon klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry, 2005: hlm 216).
Dalam melakukan evaluasi keperawatan harus menerapkan langkah-langkah evaluasi
keperawatan SOAP (Subjektif, Objetif, Assesment, dan Planning).

43
1. Evaluasi keperawatan diagnosa Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan
volume cairan secara aktif ( perdarahan yang terjadi terus-menerus) dilakukan pada
tanggal 3 November 2015 adalah klien mengatakan klien mengatakan sudah minum 2
gelas air putih (±1500cc), Klien mengatakan rasa haus tidak ada , Mukosa bibir klien
tampak lembab, Kasa tampon yang dimasukkan 4 lembar kasa yang telah dibasahi
rivanol ke dalam luka insisi, Konjungtiva klien tampak ananemis, CRT 2 detik, Klien
tampak tidak terlihat pucat, Hasil TTV (14.00): TD: 120/80mmHg; N: 81x/menit; Rr:
18x/menit; S: 36,4°C, Balance cairan: Intake - output = 1550 –1290= - 260CC/8jam ,
masalah teratasi , Intervensi dihentikan.
2. Evaluasi keperawatan diagnosa Keperawatan yang kedua yaitu Resiko infeksi
berhubungan dengan prosedur pembedahan (insisi pada daerah yang mengalami
hematom dilakukan pada tanggal 3 November 2015 adalah, Klien mengatakan akan rajin
datang ke RSU sesuai dengan instruksi dokter yakni setiap hari untuk dilakukan
perawatan lukanya agar jadi infeksi yng berkepanjangan. Terdapat kasa yang telah di beri
rivanol sebanyak 2 kassa yang menutupi labia mayora klien, Nampak bengkak diarea
labia mayora sedikit berkurang, kemerahan masih ada . Masalah belum teratasi lanjutkan
intervensi : Anjurkan klien untuk melaksanakan perawatan luka setiap hari di RSU
Kecamatan Jagakarsa
2. Faktor Pendukung: ​keluarga sangat kooperatif dalam membantu tindakan keperawatan.
Faktor Penghambat: ​tidak ada.
3. Evaluasi Keperawatan diagnosa keperawatan yang ketiga Nyeri akut berhubungan
dengan kerusakan jaringan (adanya luka insisi). ​dilakukan pada tanggal 3 November
2015 adalah klien mengatakan bahwa nyerinya tidak ada, sekarang keadaannya lebih
nyaman, klien mengetahui cara untuk mengurangi nyeri, jika nyerinya timbul klien akan
melakukan teknik relaksasi nafas dalam . Ekspresi klien tampak tenang. VAS: 0 .
masalah teratasi , Intervensi dihentikan . ​Faktor Pendukung: ​keluarga sangat kooperatif
dalam membantu tindakan keperawatan. ​Faktor Penghambat: ​tidak ada.

44
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sehubungan dengan waktu dinas kelompok kami di RSU Kecamatan Jagakarsa selama 2
minggu (26 Oktober - 7 November 2015) kelompok memilih Ny. SR sebagai kasus kelolaan
kelompok karena kasus Ny. SR jarang di temukan sehingga kami tertarik. Pada tahap
pengkajian penyusun memperoleh gambaran nyata terhadap klien dengan Hematom Vulva
Labia Mayora Dekstra.
1. Masalah keperawatan pada Ny. SR yang kelompok angkat dan sesuai dengan teori adalah
masalah ​diagnosa Keperawatan yang pertama yaitu Defisit volume cairan berhubungan
dengan kehilangan volume cairan secara aktif ( perdarahan yang terjadi terus-menerus),
diagnosa keperawatan yang kedua yaitu Infeksi berhubungan dengan pertahanan primer
tidak adekuat (trauma jaringan), diagnosa Keperawatan yang ketiga Nyeri akut
berhubungan dengan kerusakan jaringan (adanya luka insisi).
2. Pada intervensi keperawatan dilakukan sesuai teori, terdapat tujuan dan kriteria hasil
yang diharapkan.
3. Pada implementasi keperawatan yang dilakukan sesuai pada rencana dan prinsipnya
meskipun semua intervensi dilakukan dengan maksimal.
4. Pada evaluasi keperawatan, masalah keperawatan dapat semua teratasi, hanya ssatu
masalah keperawatan yang belum dapat teratasi yaitu Infeksi berhubungan dengan
pertahanan primer tidak adekuat (trauma jaringan)
B. Saran
1. Bagi rumah sakit diharapkan dapat menjaga kesterilan ruangan bersalin serta alat-alat
yang ada untung mengurangi potensi infeksi bagi ibu dan bayi
2. Bagi institusi diharapkan dapat sebagai tolak ukur penilaian terhadap kemampuan
mahasiswa yang telah mendapatkan pengetahuan dan kemampuan yang diberikan oleh
dosen.

45
3. Bagi mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengalaman dalam membantu persalinan
normal pada ibu, dan memenuhi kompetensi keperawatan maternitas.

46
​DAFTAR PUSTAKA

Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : Buku Kedokteran
EGC​.

Carpenito, Lynda Juall. 2007. ​Buku Saku Diagnosis Keperawatan. J​ akarta: EGC

Doengoes, Marilynn E dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta : EGC

Hidayat, A. (2006). ​Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. J​ akarta. Salemba Medika.

Rudolph AM, dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20. Vol.1. Jakarta EGC

Wilkinson, Ahern. 2012. ​Buku Saku Diagnosa Keperawatan Intervensi NIC NOC.​ Jakarta: EGC

Wong DL, dkk. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol. 2. Jakarta. EGC
https://www.scribd.com/doc/117993082/Hematom-Vulva​ diakses pada 2 November 2015 pukul
17.26 WIB

http://gynaeonline.com/vulvar_hematoma.htm​ diakses pada 2 November 2015 pukul 19.00 WIB

https://books.google.co.id/books?id=yaJgK2znkmMC&pg=PA454&lpg=PA454&dq=PEMERIK
SAAN+DIAGNOSTIK+VULVA+HEMATOMA&source=bl&ots=t3iVBnpOwt&sig=xf1nIqkJf
nqgkIcmlvxkO_9evWo&hl=en&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=PEMERIKSAAN%20DIA
GNOSTIK%20VULVA%20HEMATOMA&f=false​ diakses pada 2 November 2015 pukul 20.30
WIB

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-norhimawat-6281-2-babii.pdf​ diakses
pada 2 November 2015 Pukul 22.00 WIB

47
LAMPIRAN

48

Anda mungkin juga menyukai