Anda di halaman 1dari 13

Referat

Neuropati Auditori

Penyusun:

Pembimbing:

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
RSUD Tarakan Jakarta Pusat
Periode 31 Desember 2018 – 2 Februari 2019

LEMBAR PENGESAHAN REFERAT


NAMA : 1. Grevaldo Austen (NIM 11.2018.127)
2. Retno Wulandari (NIM 11.2018.003)
3. Minati Puspawardani (NIM 11.2018.020)

PERIODE : 31 Desember 2018 – 2 Februari 2019

JUDUL : Neuropati Auditori

TANGGAL PRESENTASI :

NAMA PEMBIMBING/PENGUJI : dr. Riza Rizaldi, Sp. THT-KL

Jakarta, 16 Januari 2019


Yang Mengesahkan,

Dr. Riza Rizaldi, Sp. THT-KL

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat yang telah diberikan-Nya,
sehingga Referat ini dapat diselesaikan. Referat dengan judul “Neuropati Auditori” ini disusun
untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mengikuti dan menyelesaikan Kepaniteraan
Klinik Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Jakarta Pusat. Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan, bantuan dan doa dari berbagai pihak,
Referat ini tidak akan dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh karena itu, penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Riza Rizaldi, Sp. THT-KL, selaku SMF Ilmu Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan yang telah membimbing kami
menyelesaikan tugas ini,
2. Para Pegawai dan Perawat di Bagian SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan
di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan,
3. Rekan-rekan sejawat dokter muda di Bagian SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung dan
Tenggorokan di Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan,
4. Semua pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan referat
ini. Oleh kerana itu, kritik dan saran dari pembaca akan sangat bermanfaat bagi penulis demi
perbaikan untuk di masa yang akan datang. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang membacanya,

Jakarta, 16 Januari 2019

DAFTAR ISI

Halaman
Halaman Judul ......................................................................................................... 1
Lembar Pengesahan Referat .................................................................................... 2
Kata Pengantar ......................................................................................................... 3
Daftar Isi .................................................................................................................. 4
BAB I : PENDAHULUAN .............................................................................. .........
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................
2.1. Definisi Neuropati Auditori ..........................................................................
2.2. Anatomi Telinga ............................................................................................
2.2.1. Telinga Luar ............................................................................................
2.2.2. Telinga Tengah ........................................................................................
2.2.3. Telinga Dalam .........................................................................................
2.3. Etiologi ..........................................................................................................
2.4. Epidemiologi .................................................................................................
2.5. Patofisiologi ..................................................................................................
2.6. Gejala Klinis .................................................................................................
2.7. Prognosis .......................................................................................................
2.8. Diagnosa Banding .........................................................................................
2.9. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................
2.10. Tatalaksana ..................................................................................................
2.11. Komplikasi ..................................................................................................

Daftar Pustaka ............................................................................................................

BAB I
PENDAHULUAN
Neuropati auditori atau dissinkroni auditori (NA/DA) merupakan bagian dari tuli
sensorineural, dimana suara dapat masuk hingga telinga dalam, tetapi transmisi sinyal dari telinga
dalam ke otak terganggu pada jaras tertentu. Kelainan ini dapat mengenai semua umur mulai dari
bayi hingga dewasa. Pasien dengan neuropati auditori dapat memiliki derajat pendengaran yang
normal atau mengalami penurunan dari ringan hingga tuli sangat berat, tetapi selalu memiliki
kemampuan persepsi bicara yang buruk. Neuropati auditori ditandai dengan hasil abnormal pada
brainstem evoked response audiometry (BERA), tetapi otoacoustic emission (OAE) yang normal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Neuropati auditori termasuk bagian dari tuli sensorineural yang merupakan suatu istilah
yang cukup luas dan menggambarkan adanya gangguan pada aktivitas saraf aferen pada jaras
auditori perifer dan sentral. Istilah dis-sinkronisasi diartikan sebagai ketidakmampuan
sinkronisasi aktivitas saraf pada regio temporal sehingga menyebabkan keterbatasan pada
persepsi auditori. Neuropati auditori ditandai dengan fungsi sel rambut luar koklea secara
elektrofisiologis yang masih normal atau mendekati normal, tetapi terdapat gangguan pada
konduksi saraf sepanjang jaras auditori. file:///D:/STASE%20THT/6-7-1-SM.pdf

2.2 Anatomi Telinga


Telinga adalah alat indra/panca indera yang memiliki fungsi untuk mendengar suara
yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui/mengidentifikasi apa yang terjadi di
sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Orang yang tidak bisa
mendengar atau terdapat gangguan pada pendengaranya disebut tuli. Telinga manusia terdiri
atas tiga bagian, yaitu telinga luar, telinga tengah dan telinga bagian dalam. 1 (Adams GL,
Boies LR, Higler PA. Boies buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. H.30-
8, 107-16.)

Gambar.

1. Anatomi Telinga Manusia1


2.2.1 Telinga Luar (Outer Ear)
Telinga bagian luar terdiri atas daun telinga (aurikula) dan liang telinga sampai membran
timpani. Rangka daun telinga ini terdiri dari tulang rawan elastik dan kulit yang berfungsi
untuk mengumpulkan getaran suara menuju saluran telinga luar. Liang telinga berbentuk huruf
S, dengan 1/3 bagian luar dengan rangka tulang rawan dan 2/3 bagian dalam rangkanya terdiri
dari tulang. Panjang liang telinga luar ini ±2,5-3 cm. Bagian ini dipisahkan dari cavitas tympani
oleh membrana tympanica, bagian ini dilapisi oleh kulit yang dilengkapi glandula sebasea dan
glandula seruminosa (modifikasi kelenjar apokrin dengan menghasilkan serumen), dengan
mempunyai fungsi sebagai resonator gelombang. Serumen dan rambut telinga ini dapat
mencegah masuknya benda asing ke dalam telinga.2 (Soepardi A, Iskandar N, Basshirudin
J, dkk. Gangguan pendengaran dan kelainan Telinga. Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2012. h:10-6.)
Membrana timpani atau gendang telinga adalah suatu bangunan berbentuk kerucut
dengan puncaknya, umbo, mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting
untuk disadari bahwa bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung
korpus maleus dan inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bahwa ada
bagian hipotimpanum yang meluas rnelampaui batas bawah membrana timpani. Membrana
timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah
di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa bagian dalam. Lapisan fibrosa tidak
terdapat di atas prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang
disebut membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).

Gambar 2. Membran Timpani 1


(Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta:
EGC; 1997. H.30-8, 107-16.)

2.2.2. Telinga Tengah (Middle Ear)


Telinga bagian tengah ini dibatasi dan dimulai dari membran timpani (gendang telinga)
yang didalamnya terdapat rongga kecil berisi udara yang terdiri atas tulang-tulang
pendengaran yang terdiri atas maleus (martil), inkus (landasan) dan stapes (sanggurdi). Tulang
pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat
pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes
melekat pada tingkap lonjong yang berhubungan koklea. Hubungan antar tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian.1 (Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies buku ajar
penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. H.30-8, 107-16.)

Gambar 3. Batas-batas Telinga Tengah.2

(Soepardi A, Iskandar N, Basshirudin J, dkk. Gangguan pendengaran dan kelainan


Telinga. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. h:10-6.)

Rongga mastoid berbentuk seperti piramid bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus
ad antrum yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tonjolan kanalis
semisirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di bawah ke dua patokan ini berjalan saraf
fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari tulang temporal melalui foramen
stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh insersio otot digastrikus, Dinding
lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah dapat dipalpasi di posterior
aurikula. (Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies buku ajar penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC; 1997. H.30-8, 107-16.)

Tuba eustachius merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan


nasofaring. Bagian lateral tuba euslakius adalah yang bertulang sementara duapertiga bagian
medial bersifat kartilaginosa. Fungsi tuba eustachius adalah ventilasi, drainase sekret dan
menghalangi masuknya sekret dari nasofaring ke telinga tengah. Ventilasi berguna untuk
menjaga agar tekanan di telinga tengah selalu sama dengan tekanan udara luar. 1 (Adams GL,
Boies LR, Higler PA. Boies buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC; 1997. H.30-
8, 107-16.)

2.2.3. Telinga Dalam (Inner Ear)

Bagian dalam telinga ini terdapat organ pendengaran yang terdiri atas koklea (rumah
siput) dan organ keseimbangan (vestibulum) yang terdiri atas kanalis semi sirkularis, sakulus
dan utrikulus. Koklea ini terdiri atas dua ruangan atau saluran, kanal vestibular bagian atas dan
kanal timpanik pada bagian bawah. Kedua ruangan tersebut berisikan cairan perilimfe dan
dibatasi oleh duktus koklea. Sedangkan duktus koklea berisikan cairan endolimfe. Pada bagian
dasar duktus koklea inilah terdapat reseptor pendengaran yang disebut dengan organ corti.2
(Soepardi A, Iskandar N, Basshirudin J, dkk. Gangguan pendengaran dan kelainan
Telinga. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi
ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2012. h:10-6.)

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh sakulus, utrikulus, dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut.
Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia, dan pada
lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih
besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi, maka gaya dari otolit akan
membengkokkan silia sel-sel rambut dan menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus
berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang juga merupakan saluran
menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus terhadap
makula sakulus.
Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis
mempunyai satu ujung yang melebar membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut
Krista. Sel-sel rambut menonjol pada suatu kupula gelatinosa. Gerakan endolimfe dalam
kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan
silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor.2 (Soepardi A, Iskandar N,
Basshirudin J, dkk. Gangguan pendengaran dan kelainan Telinga. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ketujuh. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2012. h:10-6.)

Gambar 4. Koklea3

(Dhingra PL. Anatomy of ear. In: Disease of ear, nose and throat. 4th edition. Elsevier.
New Delhi. 2007. p.5-9.)

2.3 ETIOLOGI
Gangguan pendengaran sering kali bukan merupakan keluhan utama, orang tua lebih
melihat adanya keterlambatan bicara pada anaknya. NA sampai sekarang penyebabnya
belum diketahui secara pasti. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
NEUROPATI%20AUDITORI%20JURNAL%20THT-KL%20UNAIR.pdf diakses pada 11
Januari 2019. (Coates H, Gifkins. Newborn Hearing Screening the ultimate early
detection strategy for hearing loss. In : Suzuki J, Kobayashi T, Koga K, eds. Hearing
impairment an invisible disability. Tokyo: Springer verlag inc, 2004: 10512.) Neuropati
auditori sering ditemukan pada anak dengan risiko tinggi untuk gangguan pendengaran.
Foerst dkk (2006) menemukan dari 32 anak dengan neuropati auditori, sebanyak 27 anak
berisiko tinggi untuk gangguan pendengaran dan hanya lima anak tidak memiliki risiko
tinggi. Prematuritas dengan komplikasi postpartum merupakan faktor risiko tersering untuk
terjadinya neuropati auditori dan diikuti dengan hiperbilirubinemia.
file:///D:/STASE%20THT/6-7-1-SM.pdf (Khairi M, Normasutra A, Wan Zaharah A.
Auditory neuropathy: Three cases among a group with sensorineural hearing loss.
Singapore Med J 2009; 50 (9): e324-5)
Penyebab neuropati auditori dapat dibagi menjadi dua yaitu kongenital berupa
kelainan genetik (mutasi gen otoferlin/OTOF, sindrom Charcot-Marie-Tooth, ataksia
Friedrich) dan didapat meliputi risiko perinatal (prematuritas, hiperbilirubinemia,
hipoksia/asfiksia perinatal, pemakaian ventilator mekanik, perdarahan intrakranial
postnatal), paparan obat ototoksik, proses infeksi (mumps dan meningitis), gangguan imun
(sindrom Guillain-Barre), polineuropati pada diabetes mellitus, serta trauma kepala. Namun
sekitar 50% kasus neuropati auditori tidak diketahui etiologinya.
file:///D:/STASE%20THT/6-7-1-SM.pdf (Shehata-Dieler WE, Muller J, Volter C,
Hagen R. Auditory neuropathy. Wurzburg University. 2008. [update 2008 Apr 9; cited
2011 March 3]. Available from:http://www.hno.uniwuerzburg.de) (Forli F, Mancuso
M, Santoro A, Dotti MT, Siciliano G, Berrettini S. Auditory neuropathy in a patient
with mitochondrial myopathy and multiple mtDNA deletions. J Laryngol & Otol 2006;
120: 888-91)

2.4 EPIDEMIOLOGI
Data mengenai prevalensi neuropati auditori hingga saat ini belum diketahui secara
jelas. Berbagai kepustakaan melaporkan angka dengan tingkat variasi yang tinggi yaitu
antara 0,5-15% dari tuli sensorineural. Pada salah satu penelitian di Hong Kong dilaporkan
prevalensi neuropati auditori sebesar 2,44%, sedangkan di Jerman dilaporkan sebesar 0,94%.
file:///D:/STASE%20THT/6-7-1-SM.pdf (Lotfi Y, Mehrkian S. The prevalence of
auditory neuropathy in students with hearing impairment in Tehran, Iran. Arch
Iranian Med 2007; 10 (2): 233-5) (Simmons J, McCreecy R. Auditory neuropathy/dys-
synchrony: Trends in assessment and treatment. ASHA Leader 2007; 8: 12-4)
Rance dkk (1999) dan Madden dkk (2002) melaporkan prevalensi neuropati auditori
yang lebih tinggi, masing-masing sebesar 11% dan 5,1%. Berg dkk (2005) menemukan
insidensi neuropati auditori di antara populasi yang berisiko sebesar 24%. Sementara itu
pada penelitian yang dilakukan oleh Khairi dkk (2009) didapatkan dari 211 anak dengan tuli
sensorineural sebanyak 3 anak (1,42%) menderita neuropati auditori. Dari penelitian oleh
Lotfi dan Mehrkian (2007). Pada anak sekolah dengan gangguan pendengaran didapatkan
sebesar 1,54% anak menderita neuropati auditori dan sebesar 53% mengalami neuropati
auditori unilateral. file:///D:/STASE%20THT/6-7-1-SM.pdf (Khairi M, Normasutra A,
Wan Zaharah A. Auditory neuropathy: Three cases among a group with sensorineural
hearing loss. Singapore Med J 2009; 50 (9): e324-5)
Kasus neuropati auditori telah dilaporkan pada semua umur mulai dari bayi baru lahir
hingga dewasa berusia 60 tahun, tetapi usia paling banyak terjadi pada anak sebelum umur
dua tahun dan terdapat 75% pada penderita usia sebelum 10 tahun. Kejadian pada laki-laki
54% dan wanita 45%. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
NEUROPATI%20AUDITORI%20JURNAL%20THT-KL%20UNAIR.pdf diakses pada 11
Januari 2019 (Coates H, Gifkins. Newborn Hearing Screening the ultimate early
detection strategy for hearing loss. In : Suzuki J, Kobayashi T, Koga K, eds. Hearing
impairment an invisible disability. Tokyo: Springer verlag inc, 2004: 10512.)

2.5 PATOFISIOLOGI

2.6 GEJALA KLINIS

2.7 DIAGNOSIS
Diagnosis sebagai NA berdasar atas anamnesis dimana pada penderita terdapat
keterlambatan bicara dan kurang bisa mendengar terutama dalam suasana yang ramai dan
hasil pemeriksaan didapatkan ABR yang tidak normal dan hasil tes OAEnya normal.
Menurut Berlin dkk penderita dengan NA/DA memiliki karakteristik utama, yaitu tes OAE
normal, tes ABR tidak normal, CM positif, tidak adanya middle ear muscle reflexes
(MEMR) / reflek stapedius, audiogram nada murni bisa normal atau sampai penurunan
pendengaran berat, diskriminasi bahasa pada tempat yang bising umumnya lemah.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
NEUROPATI%20AUDITORI%20JURNAL%20THT-KL%20UNAIR.pdf diakses pada 11
Januari 2019 (Shaia WT, Bojrab DI, May JG. Auditory Neuropathy. 2007. Available at:
http://www.emedicine.com/ent/TOPIC7 89.HTM Accessed at May 21,2009)
Penderita dikatakan NA/DA harus memenuhi syarat sebagai berikut:
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
NEUROPATI%20AUDITORI%20JURNAL%20THT-KL%20UNAIR.pdf diakses pada 11
Januari 2019 (Coates H, Gifkins. Newborn Hearing Screening the ultimate early
detection strategy for hearing loss. In : Suzuki J, Kobayashi T, Koga K, eds. Hearing
impairment an invisible disability. Tokyo: Springer verlag inc, 2004: 10512.)
1. Adanya fungsi pendengaran yang kurang baik. Penderita sulit mendengar pada beberapa
situasi tertentu. Sensitifitas ambang batas pendengaran bisa normal tapi terdapat disfungsi
pada persepsi tutur dalam lingkungan yang bising.
2. Adanya fungsi saraf pendengaran yang menurun. Tidak adanya reflek pendengaran di
batang otak dan adanya hasil ABR yang tidak normal.
3. Adanya fungsi koklea yang normal. OAE dan CM dapat mengidentifikasi adanya fungsi
sel rambut yang normal atau tidak.

2.8. DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis banding penyakit ini dapat berupa APD (Auditory processing disorder) yang
digambarkan sebagai suatu penurunan dalam pengolahan informasi khusus untuk indera
pendengar, meskipun kepekaan nada murni normal. APD bisa diartikan suatu keadaan
terjadinya penurunan dalam lokalisasi bunyi, pembedaan, pengenalan pola, pengolahan
sementara dan kinerja yang lemah terhadap isyarat akustik. Sekitar 5% dari anak-anak usia
sekolah menderita APD. Tabel 1 di bawah ini menunjukkan perbedaan antara NA/DA dan
APD. http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-
NEUROPATI%20AUDITORI%20JURNAL%20THT-KL%20UNAIR.pdf diakses pada 11
Januari 2019

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


2.10 TATALAKSANA
2.11 KOMPLIKASI

Anda mungkin juga menyukai