Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi berkembang pesat seiring dengan banyaknya
penemuan-penemuan dalam berbagai bidang ilmu. Salah satunya adalah
perkembangan sarana transportasi yaitu kereta api. Kereta api merupakan suatu
alat transportasi masal yang secara umum terdiri dari lokomotif dan serangaian
gerbong-gerbong yang dapat mengangkut banyak penumpang dan barang. saat
ini, teknologi perkembangan di bidang perkereta apian yang terbaru adalah
dengan mengembangkan teknologi sistem bantalan rel dengan teknologi gaya
melayang magnet atau yang lebih dikenal dengan magnet levitation. Ilmu fisika
merupakan salah satu bidang keilmuan yang sangat banyak mempengaruhi
perkembangan teknologi ini, sebagai contoh yaitu penggunaan
superkonduktor. Apabila superkonduktor dipadukan dengan berbagai
teknologi lain seperti magnet maka mampu membuat suatu benda melayang.
Superkonduktor dimanfaatkan dalam kereta Maglev (Magnetically Levitated
Train).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah
yaitu “Bagaimana aplikasi superkonduktor dalam sistem transportasi kereta
maglev?.”

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan
makalah ini yaitu untuk menganalisis aplikasi superkonduktor dalam sistem
transportasi kereta maglev.

1
2

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Memberikan wawasan kepada pembaca tentang superkonduktor.
2. Sebagai pengetahuan dan sumber informasi tentang aplikasi
superkonduktor dalam sistem trasportasi kereta maglev.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Superkonduktor
Logam merupakan konduktor listrik yang baik. Resistansi listrik logam
meningkat dengan bertambahnya temperatur. Sebaliknya, resistansi listrik
logam mengecil dengan berkurangnya temperatur.
Superkonduktor adalah material yang memiliki resistans (tahanan)
listrik nol. Superkonduktor dapat menghantarkan arus listrik tanpa adanya
pengurangan energi. Dengan kata lain, arus listrik dapat mengalir selamanya
tanpa pengurangan energi dalam penghantar yang memiliki sifat
superkonduktor. Sifat superkonduktor suatu material hanya muncul di bawah
temperatur tertentu yang disebut dengan temperatur kritik (critical
temperature), 𝑇𝑐 . Di bawah temperatur kritik resistans listrik material turun
secara drastis menjadi nol. Untuk superkonduktor logam, di bawah temperatur
kritik logam memiliki sifat superkonduktor, sedangkan di atas temperatur kritik
logam memiliki sifat konduktor seperti diilustrasikan pada gambar 1.

Gambar 1. Perubahan sifat logam dari konduktor (di atas 𝑇𝑐 ) menjadi


superkonduktor (di bawah 𝑇𝑐 )
(Sumber: Effendy, 2010)

3
4

Superkonduktor memiliki resistans listrik nol atau mendekati nol di


bawah temperatur kritik. Pada tahun 1957, satu teori yang cukup memuaskan
untuk menjelaskan fenomena superkonduktivitas pada logam muncul. Teori ini
dikemukakan oleh tiga ilmuan Amerika yaitu John Bardee, Leon Cooper, dan
Robert Schrieffer dan dikenal dengan teori BCS.
Teori BCS didasarkan atas gagasan-gagasan bahwa pada kondisi di
bawah temperatur kritik elektron-elektron pada awan elektron terkondensasi
membentuk pasangan-pasangan yang terpisah pada jarak tertentu dengan spin
yang berlawanan. Jarak ini dinamakan panjang koherensi yang menunjukkan
kekuatan kopling pasangan elektron. Pasangan-pasangan elektron ini disebut
pasangan-pasangan Cooper (Cooper Pairs). Terjadinya pasangan-pasangan
Cooper tampaknya menyalahi kaidah elektrostatik karena dengan muatan yang
sama seharusnya dua elektron tersebut saling bertolakan. Pembentukan
pasangan Cooper dimediasi oleh gaya tarik antara dua elektron dengan kisi ion-
ion logam. Dua elektron yang berpasangan ini memiliki tingkat energi yang
lebih rendah dibandingkan dua elektron yang tidak saling berinteraksi.
Sepanjang dua elektron tersebut membentuk pasangan Cooper maka
momentum dan spin dari dua elektron tersebut adalah nol dan tidak dipengaruhi
oleh hamburan elektron normal yang dilakukan oleh inti atom. Sebagai
konsekuensinya, hamburan tidak menyediakan transfer energi antara elektron-
elektron dengan kisi ion-ion logam sehingga tidak terjadi resistans listrik. Di
bawah 𝑇𝑐 energi termal yang ada pada logam tidak memungkinkan untuk
berpisahnya dua elektron dalam pasangan Cooper. Tegangan kecil yang
diberikan pada logam menyebabkan terjadinya arus pasangan-pasangan
Cooper, menghasilkan arus listrik dengan resistans nol. Dalam kondisi ini
logam berlaku sebagai superkonduktor. Pergerakan pasangan Cooper pada
superkonduktor 𝐻𝑔 diilustrasikan pada gambar 2.
5

Gambar 2. Pergerakan Pasangan Cooper pada Superkonduktor Hg


(Sumber: Effendy, 2010)

B. Efek Meissner
Pada tahun 1933 Meissner dan Ochsenfeld, dua ahli fisika dari Jerman,
menemukan bahwa superkonduktor menolak medan magnetik yang
mengenainya. Gaya tolak ini timbul melalui proses sebagai berikut. Apabika
pelat superkonduktor didekati oleh magnet yang berbentuk tablet, ketika
magnet mendekati superkonduktor ia menginduksikan arus super
(supercurrent) pada permukaan superkonduktor. Arus ini terus mengalir
meskipun magnet berhenti bergerak. Arus super ini menginduksikan medan
magnetik pada superkonduktor. Medan magnetik yang timbul pada permukaan
6

superkonduktor bertolakan dengan medan magnet dari magnet yang digunakan


analog dengan tolakan yang timbul apabila kutub-kutub utara atau kutub-kutub
selatan dari dua magnet batang didekatkan. Magnet yang berbentuk tablet akan
mengalami levitasi (levitation), yaitu mengalami gaya tolak magnetik yang
arahnya ke atas dan gaya gravitasi yang arahnya ke bawah sehingga magnet
tersebut mengapung pada ketinggian tertentu di atas pelat superkonduktor pada
posisi di mana kekuatan gaya tolak magnetik dan gaya gravitasi adalah sama.

Gambar 3. Pelat superkonduktor


(Sumber: Farncis, 2004)
Penolakan medan magnetik eksternal secara sempurna oleh superkonduktor di
atas dikenal sebagai efek Meissner. Fenomena levitasi berdasarkan efek
Meissner tersebut seringkali digunakan sebagai demonstrasi untuk mengetahui
sifat superkonduktor suatu material (Francis, 2004).

C. Material yang dapat Memiliki Sifat Sperkonduktor


Sifat superkonduktor pertama kali oleh Heike Kamerlingh Ones pada
Hg dan Pb ketika didinginkan sampai temperaturnya sekitar 4,3 K. untuk
memperoleh teperatur dekat dengan 0 K, Hg dan Pb harus didinginkan dengan
cairan helium. Dalam sistem periodik, unsur-unsur yang dapat memiliki sifat
superkonduktor pada kondisi tertentu adalah Be, Ti, Al, Zn, Cd, Hg, Tl, Sn, Pb.
Logam-logam yang bersifat magnetik seperti besi, kobalt dan nikel tidak
7

menunjuukan sifat superkonduktor. Sifat feromagnetik dan sifat


superkonduktor logam dapat hilang secara mendadak apabila medan magnetik
terpakai dengan harga tertentu mengenainya (Freedman, 2004).

D. Penggolongan Superkonduktor
Superkonduktor dapat digolongkan dalam dua tipe, yaitu
superkonduktor tipe I dan superkonduktor tipe II. Superkonduktor tipe I
ditandai dengan hilangnya secara mendadak sifat superkonsuktor material
apabila medan magnetik terpakai dengan harga tertentu mengenainya.
Superkonduktor logam termasuk superkonduktor tipe I. Superkonduktor tipe II
ditandai dengan hilangnya sifat superkonsuktor material secara berangsur-
angsur apabila berada di atas harga medan kritik (H) tertentu. Superkonduktor
oksida logam termasuk dalam superkonduktor tipe II (Schapers: 2001).
Superkonduktor memiliki sifat-sifat yang unik yaitu di bawah
temperatur kritik memiliki resistans listrik nol, dapat menghantarkan arus
listrik dengan tingkat efisiensi yang tinggi karena selama penghantaran arus
listrik momentum pasangan elektron atau pasangan Cooper dapat dianggap
tidak mengalami perubahan, menunjukkan efek Meissner dan superkonduktor
menolak medan magnetik eksternal secara sempurna dengan demikian
superkonduktor dapat dianggap bersifat diamagnetik sempurna.
Sifat diamagnetik sempurna yang dimiliki oleh superkonduktor dapat
diaplikasikan untuk kereta api yang pada waktu bergerak mengapung di atas
relnya sehingga tidak terjadi gesekan dan dapat melaju dengan kecepatan
sampai 552 km/jam. Prototip dari kereta api ini telah dibuat di Jerman dan
Jepang (John, 1993).

E. Kereta Maglev
Pemanfaatan superkonduktor yang bersifat tanpa hambatan diterapkan
secara luas dalam bidang kelistrikan. Dalam dunia kelistrikan, hambatan
merupakan hal yang dihindari karena dengan adanya hambatan, arus akan
terbuang menjadi energi panas yang tidak diinginkan. Bahkan penggunaan
8

superkonduktor di bidang transportasi listrik baru-baru ini memandaatkan efek


Meissner, yaitu pengangkatan magnet oleh superkonduktor. Hal ini diterapkan
pada kereta super cepat di Jepang yang diberi nama The Yamanashi MLX01
Maglev Train. Kereta api ini bergerak melayang di atas magnet
superkonduktor. Dengan melayang, gesekan antara roda dengan rel dapat
dihilangkan. Hal ini menyebabkan kereta dapat berjalan dengan sangat cepat,
yaitu berkisar pada nilai 343 mph atau 550 km per jam.

Gambar 4. The Yamanashi MLX01 Maglev Train


(Sumber: http://cdn2.ubergizmo.com/v)

Prinsip kemagnetan pada kereta maglev, semakin maju dengan aplikasi


konsep superkonduktor. Karena tidak memiliki hambatan pada temperatur
yang sangat rendah, bahan superkonduktor ini dapat menolak medan magnet
yang merupakan efek Meissner superkonduktor. Ini berarti magnet yang
diletakkan di atas bahan superkonduktor akan melayang karena tidak bisa
mendekati bahan superkonduktor itu (mengalami gaya tolak).

Gambar 5. Gaya tolak magnet pada kereta maglev


(Sumber : http://prinsipkereta.webatu.com)
9

Dengan menggunakan superkonduktor, kereta maglev mampu


terangkat sejauh 100 hingga 150 milimeter. Magnet superkonduktor ini harus
selalu didinginkan dengan alat pendingin pada kereta maglev agar tidak mudah
rusak. Dalam keadaan berhenti, kereta maglev tidak melayang di atas rel. saat
akan berangkat, magnet superkonduktor dinyalakan dan kereta mulai melayang
di atas rel, kemudian magnet superkonduktor itu mengatur posisi kereta maglev
agar tepat di tengah jalur guideway supaya saat nantinya berjalan, kereta
maglev tidak menyerempet lintasan. Setelah menemukan posisi yang tepat,
komputer akan mengunci posisi tersebut dan menstabilkan magnet
superkonduktor agar posisi kereta tidak berubah. Setelah semua siap, maka
magnet superkonduktor pada kereta dan magnet pada bagian dinding rel akan
menciptakan daya saling menarik dan mendorong secara berulang-ulang
(Francis, 2004).
Saat ini terdapat tiga jenis teknologi Maglev, yaitu Electromagnetic
Suspension (EMS), Electrodynamic Suspension (EDS), dan Inductrack.
1. Electromagnetic Suspension (EMS)
Pada sistem kereta Maglev, terdapat tiga komponen utama, yaitu
sumber daya listrik yang besar, kumparan logam yang melingkupi sebuah
jalur pemandu (guideway) serta magnet pemandu besar yang dipasang di
bagian bawah kereta api. Pada teknologi EMS, kereta terangkat diatas
lintasan baja karena adanya medan magnet yang dihasilkan oleh
electromagnet (rel mendorong kereta ke atas). Medan magnet dibentuk oleh
kumparan yang dialiri listrik di sepanjang dinding jalur pemandu pada
kereta dan pada rel yang dikombinasikan untuk menggerakkan kereta api.
Kumparan bermagnet sepanjang rel, yang disebut jalur pemandu, akan
menolak magnet yang terletak di bawah gerbong kereta. Hal ini akan
membuat kereta mengambang (levitate) antara 0,39-3,93 inch (1-10
sentimeter) di atas jalur pemandu.
Pada saat kereta terangkat, daya listrik diberikan ke kumparan di
dalam dinding jalur pemandu untuk membentuk medan magnet yang
menarik dan mendorong kereta sepanjang jalur pemandu. Arus listrik yang
10

diberikan ke kumparan pada dinding jalur pemandu secara berganti-ganti


mengubah polaritas kumparan magnet. Perubahan polaritas ini
menyebabkan medan magnetik di depan kereta menarik kereta ke depan,
sementara medan magnet di belakang kereta menambahkan gaya dorong ke
depan.
2. Electrodynamic Suspension (EDS)
Pada system EDS, baik pada lintasan (rel) dan kereta terdapat
medan magnet, kereta terangkat oleh gaya tolak antara kedua gaya magnet
tersebut17. Medan magnet pada kereta dihasilkan oleh elektomagnet atau
oleh magnet permanen. Gaya tolak pada lintasan dihasilkan oleh induksi
medan magnet pada kumparan yang terdapat pada dinding lintasan.
Keuntungan utama dari sistem gaya tolak Maglev adalah tingkat
kestabilannya, yang membatasi jarak antara lintasan dan kereta magnet yang
menghasilkan gaya yang kuat sehingga dapat menggembalikan kereta ke
posisi semula. EDS juga mempunyai kekurangan, pada kecepatan rendah
arus listrik yang dihasilkan oleh kumparan pada guideway dan resultan fluks
magnetic tidak cukup besar untuk menopang berat kereta. Sebab itu, kereta
harus mempunyai roda karet untuk menopang kereta sampai mencapai
kecepatan dimana kereta dapat melayang di atas lintasan. Karena kereta
dapat berhenti dimana saja bila terjadi kesalahan teknis, maka seluruh
lintasan harus dapat menopang pengoperasian kereta baik pada kecepatan
tinggi maupun rendah. Fungsi lain dari roda adalah menopang kereta supaya
tetap bisa meluncur bila listrik mendadak mati atau alirannya mengalami
gangguan. Selain itu kelemahan lain dari sistem ini adalah sistem gaya tolak
ini secara alami akan menghasilkan medan di bagian depan dan belakang
kereta yang akan memberikan perlawanan pada lintasan sehingga akan
terbentuk hambatan. Namun secara umum hal tersebut hanya terjadi pada
kecepatan rendah, pada kecepatan tinggi hal tersebut tidak berdampak pada
laju dari kereta itu sendiri.
Pada sistem yang menggunakan superkonduksi, ekstradingin ini
listrik akan tetap mengalir meskipun sumber daya utamanya sudah
11

dimatikan. Pada sistem EMS, yang menggunakan elektromagnet standar,


kumparan hanya dapat menyalurkan listrik bila terdapat pasokan dari power
supply. Dengan mendinginkan kumparan pada suhu beku, sistem milik
Jepang ini lebih unggul karena hemat energi. Sehingga pada ICE/Trasrapid
Jerman dilengkapi dengan sumber daya (baterai) cadangan bila pasokan
daya terputus.
3. Indructrack
Inductrack merupakan jenis baru dari EDS yang menggunakan
magnet permanen pada suhu kamar untuk menghasilkan medan magnet dari
pada menggunakan electromagnet atau elektromagnet superkonduksi yang
dingin. Inductrack menggunakan sumber daya untuk mepercepat laju kereta
hanya sampai pada saat kereta mulai terangkat. Bila pasokan daya terputus
atau mengalami gangguan maka kereta akan melambat secara perlahan dan
berhenti dengan roda karet sebagai penopangnya. Lintasan untuk sistem ini
berupa sirkuit elektrik pendek yang terdiri atas kabel yang terisolasi, sirkuit
ini seperti anak tangga. Ketika kereta bergerak, medan magnet akan
menolak magnet pada kereta sehingga kereta dapat terangkat dari lintasan.
Terdapat dua jenis design Inductrack yaitu Inductrack I dan Inductrack II.
Dimana Inductrack I dibuat untuk kecepatan tinggi sedangkan Inductrack II
dibuat untuk kecepatan rendah. Inductrack dapat melayang lebih tinggi
(2,54 cm) dan memiliki tingkat kestabilan yang lebih baik. Karena jarak
yang cukup jauh dari lintasan hal ini berarti kereta dengan sistem ini tidak
membutuhkan sistem yang rumit untuk menjaga kereta agar tetap stabil.
Sebelumnya magnet permanen tidak digunakan karena para ilmuan
menduga bahwa magnet ini tidak akan dapat menghasilkan daya angkat
yang cukup (Hyung, 2016).
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Superkounduktor
digunakan pada kereta maglev agar kereta maglev mampu terangkat, magnet
superkonduktor harus selalu dingin. Pada saat kereta maglev hendak berangkat,
magnet superkonduktor dinyalakan dan kereta mulai melayang, magnet
supekonduktor mengatur posisi kereta maglev agar tepat di tengah jalur
guideway. Magnet superkonduktor pada kereta dan magnet pada bagian
dinding rel akan menciptakan daya saling menarik dan mendorong secara
berulang-ulang. Bahan superkonduktor ini dapat menolak medan magnet yang
merupakan Efek Meissner superkonduktor. ini berarti magnet yang diletakkan
di atas bahan superkonduktor akan melayang karena tidak bisa mendekati
bahan superkonduktor itu (mengalami gaya tolak).

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan
makalah ini, tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis
perbaiki. Hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis
miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca
sangat penulis harapkan untuk perbaikan ke depannya.

12
13

DAFTAR PUSTAKA

Effendy. (2010). Logam, Aloi, Semikonduktor, dan Superkonduktor. Malang:


Bayumedia Publishing.
Hyung, Suk Han. (2016). Maglev Levitation, Maglev Technology and
Applications. Book Series Springer Tracts on Transportation and Traffic.
Volume 13.
Francis, C. Moon. (2004). Superconducting Levitation, Applications to Bearings
and Magnetic Transpostation. Taiwan: Cornell University.
Freedman, Roger A. dan Hugh D. Young. (2004). Fisika Universitas/Edisi
Kesepuluh/Jilid 2. Bandung: Erlangga.
John, R. Reitz, Frederick J., dan Milford. (1993). Foundations of Electromagnetic
Theory. America: Addison-Wesey Publising Company.
Schapers. (2001). Superconductor and Semiconductor Junctions. Book Series
Springer Tracts in Modern Physics. Volume 174.

Anda mungkin juga menyukai